180072232-penentuan-kasein
DESCRIPTION
BIOKIMIATRANSCRIPT
PERCOBAAN IV
PENENTUAN KASEIN
I. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengisolasi kasein pada susu
menentukan kadarnya.
II. Landasan Teori
Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi tubuh,
mempunyai fungsi sebagai pertumbuhan sel, pengganti sel yang rusak dan
sebagai bahan bakar dalam tubuh manusia. Oleh sebab itu kekurangan protein
dapat menyebabkan gangguan pada manusia (Husni, et al., 2007).
Susu terdiri dari tiga komponen utama yaitu air, lemak dan protein.
Disamping itu susu adalah bahan makanan yang sempurna karena mengandung
protein, lemak, karbohidrat (laktosa), vitamin, dan garam anorganik. Dalam susu
terdapat fosfat baik sebagai protein maupun sebagai ion posfat anoorganik.
Kesegaran susu dapat ditandai dengan masih aktifnya enzim-enzim yang terdapat
didalamnya, diantaranya amylase, lipase, peroksidase, katalase, dan
sebagainya (Susanti, E., 2003).
Susu adalah cairan yang berwarna putih yang berasal dari sekresi kelenjar
sussu dari makhluk hidup. Susu memiliki komposisis yang berbeda antara
makhluk hidup yang satu dengan yang lain. Komposisi air susu sapi adaalh 87 %
air, 4,9 % laktosa, 3,9 % lemak, 3,5 % protein, 0,7 5 abu/mineral. Lemak dalam
susu (3,9%) disusun oleh trogliserida (98-99%), fosfolipid (0,2-1%) dan
golongan sterol (0,25-0,4%). Kadar protein (3,5%) disusun oleh 76 % kasein,
18,5% laktobumin dan 5,4 % laktoglobulin. Susu segar memiliki kandungan
lemak yang tidak kurang dari 3,25 %. Sedangkan kandungan bahan bukan lemak
tidak kurang dari 8,25 %. Susu sapi ini diperoleh dari hasil perahan sapi perah
sehat. Untuk memperoleh sussu segar siap minum, cairan susu dipasteurisasi
terlebih dahulu.Tujuannya unutk membunuh bakteri patogen yang tidak berspora
dan tahan panas (termofil) tidak akan mati. Pasteurisasi susu bisa dilakukan
dalam dua cara yaitu yang pertama, Pasteurisai dengan suhu tinggi dan waktu
singkat, pemanasan dilakukan sampai suhu 710C selama 15 sampai 30 detik.
Yang kedua adalah dengan pasteurisasi pada suhu rendah yaitu 62 0C dan waktu
lama sampai 30 menit (Suhardi, 1991).
Protein susu terbagi menjadi dua, yaitu Casein yang dapat diendapkan
oleh asam dan Rennin, serta protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh
panas pada suhu 65oC. Casein dalam susu mencapai 80 % dari total protein.
Pengasaman susu oleh aktivitas bakteri menyebabkan mengendapnya casein.
Whey adalah cairan susu tanpa lemak dan casein. Pasteurisasi susu dilakukan
untuk mencegah kerusakan karena mikroorganisme dan enzim. Ada 2 macam
metode pasteurisasi susu yaitu Holding methode dan HTST (High Temperature
Short Time ) (Retno, et al., 2005).
Kasein berasal dari bahasa latin yaitu Caseine yang berasal dari
kata Caesus yaitu keju. Kasein adalah zat yang digunakan sebagai stabilisator
emulsi air susu. Kasein merupakan proteida fosfor yang dijumpai dalam endapan
koloida air susu. Kasein merupakan hasil pengolahan susu yang larut dalam
larutan alkali dan asam pekat, mengendap dalam asam lemak serta tidak larut
dalam air (Silalahi, Jansen, 2006)
Kasein merupakan komponen protein terbesar dalam susu dan sisanya
berupa whey protein. Kadar protein pada protein susu mencapai 80%. Kasein ini
terdiri dari beberapa fraksi seperti alpha-casein, betha caseindan kappa-casein.
Kasein merupakan salah satu komponen organic yang berlimpah dalam susu
bersama lemak dan laktosa (Shiddieqy, 2004).
Menurut Soeharsono (1989), protein yang menggumpal atau mengendap
merupakan salah satu ciri fisik dari terdenaturasinya suatu protein. Terjadinya
denaturasi pada protein ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor di bawah ini :
1. Pengaruh pemanasan
Pemberian panas pada pengolahan protein harus memperhatikan pemanasan
yang menyebabkan protein terdenaturasi. Protein yang dipanaskan di atas
800C umumnya akan mengalami denaturasi.
2. Pengaruh asam
Adanya ion H+ menyebabkan sebagian jembatan atau ikatan peptida putus.
Ion H+ akan bereaksi dengan gugus COO– membentuk COOH sedangkan
sisanya (asam) akan berikatan dengan gugus amino membentuk ikatan,
sehingga apabila larutan peptida dalam keadaan isoelektris diberi asam akan
menyebabkan bertambahnya gugus bermuatan yang membentuk afinitas
terhadap air dan kelarutan air meningkat meskipun meskipun tidak selamanya
begitu.
3. Pengaruh basa
Penambahan basa misalnya KOH atau NaOH dapat menyebabkan denaturasi.
Hal ini karena terjadi pemecahan ikatan peptida baik sebagian atau
keseluruhan. Ion OH akan bereaksi dengan gugus amino.
4. Pengaruh garam
Kation dan anion akan memecah ikatan peptida. Pemberian NaCl dalam
jumlah kecil akan meningkatkan kelarutan protein dan sebaliknya akan
mengendapkan protein jika penambahan berlebihan.
5. Pengaruh pengadukan
Pada pengadukan yang keras akan menyebabkan denaturasi dan terbentuknya
buih
Dari sifat-sifat protein tersebut diatas maka dapat dilakukan uji untuk mengetahui
keberadaan atau kadar protein dalam suatu bahan.
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
1. Gelas kimia 50 mL
2. Penangas air
3. Pipet tetes
4. Kertas indicator universal
5. Batang pengaduk
6. Corong kaca
7. Erlenmeyer 100 mL
8. Buret 50 mL
9. Klem dan statif
10. Thermometer
11. Gelas ukur 25 mL
12. Stopwatch
13. Botol semprot
14. Kertas saring
3.2 Bahan
1. Asam asetat 1 N dan 0,25 N
2. NaOH 0,1 N
3. Formaldehide 40%
4. Fenolftalein
5. Aquades
IV. Prosedur Kerja
1. Memasukkan 20 mL sampel dalam beker gelas, memanaskan di penangas
air pada suhu 40oC.
2. Menambahkan 1,5 mL asam asetat 1 N, mengaduk homogen dan
mendiamkan selama 20 menit. Menambahkan lagi 4,5 mL asam asetat 0,25
N (untuk mencapai pH isoelektrik dari kasein) mengaduk dan mendiamkan
selama 1 jam.
3. Dekanter ke dalam corong dengan kertas saring. Mencuci endapan dengan
aquades sampai air cucian bersifat netral.
4. Kemudian memasukkan kertas saring dan endapan ke dalam beker gelas
semula dan menambahkan aquades sampai volume + 20 mL.
5. Menambahkan 4 mL larutan NaOH 0,1 M, memanaskan di atas penangas
air sampai larut seperti susu dan mendinginkan sampai suhu 21-24oC,
meneteskan 3 tetes fenolftalein.
6. Menambahkan 4 mL formaldehyde 40% (warna rose hilang), menitrasi
dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna rose kembali.
V. Hasil dan Pembahasan
5.1 Hasil Pengamatan
No. Sampel Volume NaOH 0,1 N
1. Kasein 14,3 mL
5.2 Analisa Data
Kadar Kasein = Volume NaOH 0,1 N x 0,9%
= 14,3 x 0,9%
= 4,29%
5.3 Pembahasan
Komponen-komponen penting dalam susu adalah protein, lemak,
vitamin, mneral, laktosa serta enzim dan beberapa mikroba. Protein adalah
senyawa organik kompleks yang mempunyai bobot molekul tinggi yang
merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan
satu sama lain dengan ikatam peptida. Peptida dan protein merupakan
polimer kondensasi asam amino dengan penghilangan unsur air dari gugus
amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari
6.000, biasanya digolongkan sebagai polipeptida. Polipeptida mempunyai
perbedaan dengan protein. Polipeptida mempunyai residu asam amino ≤ 100
dan bobot molekul ≤ 6.000. sedangkan, pada protein residu asam aminonya
≥ 100 dan bobot molekulnya ≥ 6.000. protein dalam susu secara umum
terdiri atas protein kasein dan protein whey. Namun pada percobaan ini
hanya dilakukan isolasi terhadap kasein susu dan menentukan kadarnya.
Kasein merupakan protein jenis phospoprotein yakni terdiri dari
beberapa unit asam amino yang terikat dengan ikatan peptida. Di dalamnya
tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat-zat
anorganik seperti kalsium, phosphor, dan magnesium.
Susu merupakan system koloid yang system terdispersi dan
pendispersinya adalah zat cair (emulsi). Sistem ini tidak terlalu stabil tetapi
pada susu, system koloid ini distabilkan dengan adanya kasein sebagai
emulgator. Pada percobaan ini 20 mL sampel susu dipanaskan dipenangas
air pada suhu 40oC. Suhu 40oC ini digunakan karena suhu ini merupakan
suhu optimum protein bekerja. Menurut Tranggono & Setiadji (1989) suhu
optimal protein antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu ini
aktivitas protein meningkat. Pada suhu di atas dan di bawah optimalnya,
aktivitas protein berkurang. Di atas suhu 50°C protein secara bertahap
menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pemanasan ini bertujuan untuk
menurunkan kelarutan protein sehingga dapat mengendapkan protein susu
pada kondisi yang sesuai atau pemanasan ini dapat menyebabkan denaturasi
rusaknya struktur protein sehingga mempercepat pengendapan protein. Tapi
pemanasan pada suhu ini, kasein tidak mengalami pengendapan. Soeharsono
(1989), pada dasarnya kasein merupakan protein yang stabil terhadap
pemanasan dan tidak mengalami denaturasi apabila air susu dipanaskan.
Tapi pemanasan ini akan mengubah stabilitas kasein dan menyebabkan
kasein nantinya mudah dilakukan pengendapan.
Kemudian dilakukan penambahan asam asetat 1 N, lalu diaduk
homogen dan didiamkan selama 20 menit. Pengadukan ini bertujuan agar
asam asetat dapat terdistribusi secara merata dalam sampel, dan pendiaman
bertujuan agar pengedapan dapat berlangsung secara maksimal. Penambahan
asam asetat 1 N berfungsi untuk menyendapkan protein kasein. Protein
bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam dan basa. Daya
larut protein berbeda di dalam air, asam, dan basa; ada yang mudah larut dan
ada yang sukar larut. Kasein merupakan jenis protein yang tidak mudah larut
dalam asam sehingga pada saat susu direaksikan dengan asam asetat kasein
akan mengendap dan tidak akan larut. Hal ini disebabkan karena asam asetat
hanya dapat mengikat molekul-molekul air yang melingkupi protein tanpa
dapat mengikat asam-asam amino penyusun proteinnya.
Lalu dilanjutkan dengan penambahan asam asetat 0,25 N, diaduk
dan didiamkan selama 1 jam. Penambahan asam asetat 0,25 N ini bertujuan
untuk mencapai pH isoelektrik dari kasein. Penambahan asam
mengakibatkan penambahan ion H+ yang kemudian akan mengadakan reaksi
dengan muatan negatif protein yang berasal dari gugus hiroksil bebasnya,
Semakin banyak konsentrasi H+ yang ditambahkan maka semakin banyak
pula penurunan pH dari susu sehingga titik isoelektriknya semakin dekat,
sehingga akan menetralkan protein dan menuju tercapainya pH isoelektrik.
Titik isoelektris adalah saat dimana pada pH tersebut asam amino berada
pada bentuk zwitter ion dan pada saat titik isoelektris ini kelarutan protein
menurun dan mencapai angka terendah dan akan menyebabkan protein
mengendap dan menggumpal. Pada saat titik isoelektris ini jumlah kation
dan anion yang terbentuk sama banyaknya. Pada titik isoelektris ini kasein
bersifat hidrofobik, kasein akan berikatan antar muatannya sendiri
membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi pengendapan yang relatif
cepat. Titik isoelektris kasein pH 4,6 – 5,0 dan pada titik ini kasein mudah
sekali mengendap. Dalam kondisi asam atau pH yang rendah, kasein akan
mengendap karena memiliki kelarutan yang rendah pada kondisi asam.
Penambahan asam dapat menghilangkan muatan listrik dari partikel
kasein karena asam akan mengikat kalsium dan kalsium kaseinat, sehingga
kasein menjadi terlepas dan terbentuk endapan.
Adapun reaksi pengendapan dengan cara pengasaman sebagai
berikut :
H2NR-COO- + H+ → +H3NR-COO (R, kasein protein)
Kasein misel Kasein asam
(pH = 6,6) (pH = 4,6)
Koloid dispersi Partikel tidak larut
Kemudian sampel didekanter ke dalam corong dengan kertas saring.
hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan dengan larutannya.Lalu
mencuci endapan dengan aquades sampai air cucian bersifat netral. Hal ini
dimaksudkan agar memurnikan endapan kasein yang diperoleh. Endapan
kasein yang dipeloleh yaitu berwarna putih. Lalu endapan bersama kertas
saring dimasukkan kembali ke dalam beker gelas dan ditambahkan aquades
sampai volume + 20 mL. Kasein tidak larut dalam air dingin, namun kasein
akan terdispersi dalam air panas, basa, dan garam basa.
Setelah itu larutanm ditambahkan larutan NaOH 0,1 M, lalu
dipanaskan di atas penangas air sampai larut seperti susu dan didinginkan
pada suhu 21-21oC, lalu diteteskan 3 tetes fenolftalein. Menurut Sudarmadji
(1989), penambahan NaOH bertujuan untuk membentuk kaseinat alkali,
karena dalam suasana alkali kasein dapat terlarut dalam pH netral. Pada
umumnya jika protein ditambah NaOH akan mengalami denaturasi karena
terikatnya ion Na+ pada gugus karboksil asam amino. Namun pada kasein
justru sebaliknya karena keberadaan protein kasein dalam susu membentuk
suatu ikatan kompleks antara garam Ca kaseinat dengan Ca fosfat (Webb
dan Johnson,1985 ). Penambahan fenolftalein berfungsi untuk menguji
apakah sampel tersebut sudah dalam suasana basa atau belum. Penambahan
ini dilakukan pada suhu 21-21oC karena pada suhu ini merupakan suhu
optimum dari protein bekerja. Menurut Tranggono & Setiadji (1989) protein
memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C karena pada suhu ini enzim
bekerja secara baik. Dari hasil pengamatan sampel yang ditambahkan
fenolftalein berubah menjadi warna rose sehingga sampel sudah dalam
keadaan basa.
Kemudian sampel ditambahkan formaldehide 40%, penambahan
formaldehide ini bertujuan untuk membentuk larutan buffer (penyangga)
yang dapat mempertahankan pH suatu larutan. Dari penambahan ini warna
rose yang ada pada larutan menghilang, lalu dilakukan titrasi dengan NaOH
0,1 N sampai terbentuk warna rose kembali untuk menentukan kadar kasein
pada larutan tersebut.
Dari hasil titrasi diperoleh volume NaOH 0,1 N yang digunakan
adalah sebanyak 14,3 mL. Sehingga dapat ditentukan kadarnya dengan
menggunakan persamaan kadar kasein = volume NaOH 0,1 N x 0,9% dan
didapatkan kadar kasein yaitu sebesar 4,29%. Menurut Suhardi, (1991) susu
sapi mempunyai kadar protein (3,5%) disusun oleh 76 % kasein, 18,5%
laktobumin dan 5,4 % laktoglobulin. Atau dengan kata lain kadar kasein
dalam susu sapi sebesar 2,66%. Jadi hasil percobaan tidak sesuai dengan
literatur yang ada, hal ini dikarenakan kasein yang dititrasi belum murni atau
masih bercampur dengan protein susu yang lain.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Kasein dapat diisolasi pada titik isoelektriknya yaitu pada pH 4,6 – 5,0
dengan penambahan asam asetat sehingga protein akan menggumpal dan
mengendap.
2. Kadar protein yang diperoleh adalah 4,29%.
3. Cara menentukan kadar protein yaitu dengan menggunakan persamaan
kadar kasein = volume NaOH 0,1 N x 0,9%.
DAFTAR PUSTAKA
Husni, E., Asmaedy, S., dan R. Ariati. 2007. Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap Saji Sosis. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Vol. 12, No.2.
Retno, E., U. Yuanti dan Ning S.D. 2005. Pembuatan Keju Dari Susu Kacang Hijau Dengan Bakteri Lactobacillus Bulgaricus. E K U I L I B R I U M. Vol. 4. No. 2.
Shiddieqy, 2004. Gizi Masyarakat dan Kualitas Manusia Indonesia. Http:// www. Pikiran-rakyat.com. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
Silalahi, Jansen, 2006. Makanan Fungsional. Kanisius. Jogyakarta.
Soeharsono,dkk.,1984. Biokimia I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suhardi, 1991. Kimia dan Teknologi Protein. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Susanti, E. 2003. Isolasi Dan Karakterisasi Protease Dari Bacillus Subtilis. 1012M15. B I O D I V E R S I T A S. Volume 4. Nomor 1.
Laporan Praktikum Biokimia Umum
PERCOBAAN IV
PENENTUAN KASEIN
Disusun Oleh :
Nama : Faradisa Anindita
Stambuk : G 301 11 020
Kelompok : IV
Asisten : Rian S. Rauf
LABORATORIUM KIMIA ORGANIK DAN BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, 2013
LEMBAR ASISTENSI
Nama : Faradisa Anindita
Stambuk : G 301 11 020
Kelompok : IV
Asisten : Rian. S. Rauf
No. Hari/Tanggal Perbaikan Paraf