170268883 penyakit dan kelainan kelenjar ludah

16
1. Kelainan perkembangan a. APLASIA/AGENESIS Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, Kadang-kadang pasien memang mempunyai keadaan mulut yang kering sejak lahir. akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkena adalah kelenjar parotis. Abnormalitas lain, seperti misalnya penyumbatan atau tidak adanya duktus salivarius, juga jarang terjadi, meskipun bisa mengenai kelenjar sublingualis dan submandibularis. Hipoplasia dari jaringan saliva dapat terjadi, akan tetapi jarang menimbulkan gejala-gejala klinis yang berarti. Terdapat berbagai macam keadaan yang ikut berpengaruh disini.gejala ringan yang timbul meliputi sulit mengunyah makanan yg kering, serta rasa kering pada mulut yang terus menerus. Pada keadaan lebih lanjut, mukosa terlihat kering, dengan lidah yang merah, meradang tapi kering.kecepatan pembentukan karies sangat meningkat a. KALKULUS KELENJAR SALIVA (SIALOLIT) Adanya batu atau kalkulus yang menyumbat dan mengiritasi saluran kelenjar saliva akibat pengendapan garam”kalsium disekitar saluran kelenjar saliva karena gangguan mekanisme homeostatisketidak seimbangan unsur”organic terutama kalsium. penyumbatan yang terjadi bisa sebagian atau total. Materi penyumbat dapat sebagai hasil dari predisposisi dan pengendapan materi yang terkalsifikasi, Pembentukan satu atau beberapa deposit berkapur, yang dikenal sebagai kalkuli atau sialolit, jarang terjadi di dalam duktus kelenjar saliva. Duapertiga dari komposisinya terdiri atas bahan-bahan anorganik, terutama kalsium dan fosfat, dan sisanya terdiri atas bahan organik yaitu lemak bebas. Walaupun sebagian besar kalkuli terjadi pada kelenjar saliva mayor terutama submandibularis, kalkuli dapat juga terjadi di dalam saluran-saluran kelenjar-kelenjar minor . Penyebab terbentuknya kalkulus belum sepenuhnya diketahui, tetapi diperkirakan bahwa jamur, bakteri, atau sel-sel epitel deskuamatif bertindak sebagai nukleus awal klasifikasi progresif. Kalkuli kelenjar saliva biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar bersangkutan. Penderita sering melaporkan terjadinya pembengkakan kelenjar selama 1-2 jam dan rasa tidak nyaman terutama pada waktu makan , Bila pada

Upload: risa-sasmita

Post on 30-Dec-2015

118 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kelainan

TRANSCRIPT

Page 1: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

1. Kelainan perkembangan

a. APLASIA/AGENESIS

Tidak adanya satu atau lebih kelenjar saliva mayor secara kongenital diistilahkan sebagai aplasia atau agenesis. Hal ini sangat jarang terjadi, Kadang-kadang pasien memang mempunyai keadaan mulut yang kering sejak lahir. akan tetapi bila terjadi, maka biasanya yang terkena adalah kelenjar parotis. Abnormalitas lain, seperti misalnya penyumbatan atau tidak adanya duktus salivarius, juga jarang terjadi, meskipun bisa mengenai kelenjar sublingualis dan submandibularis. Hipoplasia dari jaringan saliva dapat terjadi, akan tetapi jarang menimbulkan gejala-gejala klinis yang berarti.

Terdapat berbagai macam keadaan yang ikut berpengaruh disini.gejala ringan yang timbul meliputi sulit mengunyah makanan yg kering, serta rasa kering pada mulut yang terus menerus. Pada keadaan lebih lanjut, mukosa terlihat kering, dengan lidah yang merah, meradang tapi kering.kecepatan pembentukan karies sangat meningkat

a. KALKULUS KELENJAR SALIVA (SIALOLIT)

Adanya batu atau kalkulus yang menyumbat dan mengiritasi saluran kelenjar saliva akibat pengendapan garam”kalsium disekitar saluran kelenjar saliva karena gangguan mekanisme homeostatisketidak seimbangan unsur”organic terutama kalsium. penyumbatan yang terjadi bisa sebagian atau total. Materi penyumbat dapat sebagai hasil dari predisposisi dan pengendapan materi yang terkalsifikasi,

Pembentukan satu atau beberapa deposit berkapur, yang dikenal sebagai kalkuli atau sialolit, jarang terjadi di dalam duktus kelenjar saliva. Duapertiga dari komposisinya terdiri atas bahan-bahan anorganik, terutama kalsium dan fosfat, dan sisanya terdiri atas bahan organik yaitu lemak bebas. Walaupun sebagian besar kalkuli terjadi pada kelenjar saliva mayor terutama submandibularis, kalkuli dapat juga terjadi di dalam saluran-saluran kelenjar-kelenjar minor.

Penyebab terbentuknya kalkulus belum sepenuhnya diketahui, tetapi diperkirakan bahwa jamur, bakteri, atau sel-sel epitel deskuamatif bertindak sebagai nukleus awal klasifikasi progresif.

Kalkuli kelenjar saliva biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan kelenjar bersangkutan. Penderita sering melaporkan terjadinya pembengkakan kelenjar selama 1-2 jam dan rasa tidak nyaman terutama pada waktu makan, Bila pada tingkatan ini tidak diobati sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis bakteriai akut dengan gejala-gejala seperti rasa sakit yang terus menerus, pembengkakan, serta mungkin demam.

Gambaran Klinis• Sering terdapat di kel.submandibula• Episodic pain atau pembengkakan kelenjar tu saat makan• Keparahan gejala tergantung level obstruksi• Sialolith à massa radioopak di sepanjang duktus atau di dalam kelenjar

Diagnosis

Secara klinis, mungkin terdapat keabnormalan pada saat pemeriksaan walaupun stimulasi aliran saliva dapat menimbulkan pembengkakan ekstraoral dari kelenjar bersangkutan. Secara intraoral dapat dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran atau teraba di dalam saluran. Radiografi dapat membantu dalam penetapan diagnosis dan dapat

Page 2: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

menentukan adanya lesi multipel. Namun, tidak semua kalkuli radio-opak dan oleh karena itu sialografi, yang juga dapat mendeteksi adanya mucous plugs, perlu dilakukan.

a. PENYEMPITAN PAPILA ATAU SALURAN

Edema sebagai akibat inflamasi atau fibrosis karena trauma akut atau kronis pada saluran papila akan membahayakan lumen saluran dan karena itu akan membatasi aliran saliva. Penyempitan anatomis dapat terjadi pada tempat lain di sepanjang saluran utama, walaupun penyebab kelainan itu belum diketahui hingga kini.

Anomali jendela businator merupakan contoh sebuah penyempitan fisiologis khusus untuk daerah di mana saluran parotis menembus otot businator. Kondisi ini jarang terjadi dan dipercaya bahwa kekejangan otot businator secara efektif menutup lumen saluran, yang kemudian akan menghasilkan pembengkakan pada kelenjarnya sendiri. Penderita yang mengalami penyempitan anatomis maupun fisiologis memberi keluhan yang karakteristik yaitu adanya perkembangan yang cepat dan pembengkakan kelenjar saliva selama makan yang kemudian secara perlahan-lahan akan semakin mengecil dalam waktu 1-2 jam. Namun, hilangnya pembengkakan ini tidak tipikal menunjukkan adanya sumbatan kelenjar saliva

Diagnosis

Sialografi diperlukan untuk menentukan lokasi serta luas penyempitan. Sialografi tekanan terpantau merupakan satu-satunya cara mendiagnosis penyempitan fisiologis dan saluran kelenjar karena walaupun sialogram menunjukkan keadaan normal, tekanan pengisian akan meningkat selama awal dimasukkannya media kontras.

a. MUKOKEL

Mukokel merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus glandula saliva minor atau Ekstravasasi mukus ke dalam / sekitar jaringan lunak dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak.Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik. Mukokel merupakan kista benigna, tetapi dikatakan bukan kista yang sesungguhnya, karenatidak memiliki epithelial lining pada gambaran histopatologisnya. Lokasinya bervariasi.3 Bibir bawah merupakan bagian yang paling sering terkena mukokel, yaitu lebih dari 60% dari seluruh kasus yang ada.11 Umumnya terletak di bagian lateral mengarah ke midline. Beberapa kasus ditemui pada mukosa bukal dan ventral lidah, dan jarang terjadi pada bibir atas. Kebanyakan kasus melaporkan insidensi tertinggi mukokel adalah usia muda tetapi hingga saat ini belum ada studi khusus pada usia yang spesifik.17

Patofisiologi

Mukokel melibatkan duktus glandula saliva minor dengan etiologi yang tidak begitu jelas, namun diduga terbagi atas dua, PERTAMA diakibatkan trauma, baik trauma lokal atau mekanik pada duktus glandula saliva minor, untuk tipe ini disebut mucus ekstravasasi. Trauma lokal atau mekanik dapat disebabkan karena trauma pada mukosa mulut hingga melibatkan duktus glandula saliva minor akibat pengunyahan, atau kebiasaan buruk seperti menghisap mukosa bibir diantara dua gigi yang jarang, menggigit-gigit bibir, kebiasaan menggesek-gesekkan bagian ventral lidah pada permukaan gigi rahang bawah (biasanya pada anak yang memiliki kebiasaan minum susu botol atau dot), dan lain-lain. Dapat juga akibat trauma pada proses kelahiran bayi, misalnya trauma akibat proses kelahiran bayi yang menggunakan alat bantu forceps, trauma pada saat dilakukan suction untuk membersihkan saluran nafas sesaat setelah bayi dilahirkan, ataupun trauma yang disebabkan karena ibu jari bayi yang dilahirkan masih berada dalam posisi sucking (menghisap) pada saat bayi melewati jalan lahir. Ketiga contoh trauma pada proses kelahiran bayi akan mengakibatkan mukokel kongenital. Setelah terjadi trauma yang dikarenakan salah satu atau beberapa hal di atas, duktus glandula saliva minor rusak, akibatnya saliva keluar menuju lapisan submukosa kemudian cairan mukus

Page 3: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

terdorong dan sekresinya tertahan lalu terbentuk inflamasi (adanya penumpukan jaringan granulasi di sekeliling kista) mengakibatkan penyumbatan pada daerah tersebut, terbentuk pembengkakan lunak, berfluktuasi, translusen kebiruan pada mukosa mulut yang disebut mukokel.

KEDUA diakibatkan adanya genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar, tipe ini disebut mukus retensi. Genangan mukus dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan melebar dapat disebabkan karena plug mukus dari sialolith atau inflamasi pada mukosa yang menekan duktus glandula saliva minor lalu mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva minor tersebut, terjadi dilatasi akibat cairan mukus yang menggenang dan menumpuk pada duktus glandula saliva, dan pada akhirnya ruptur, kemudian lapisan subepitel digenangi oleh cairan mukus dan menimbulkan pembengkakan pada mukosa mulut yang disebut mukokel.

Klasifikasi

Literatur lain mengklasifikasikan mukokel menjadi tiga, yaitu superficial mucocele yang letaknya tepat di bawah lapisan mukosa dengan diameter 0,1-0,4 cm, classic mucocele yang letaknya tepat di atas lapisan submukosa dengan diameter lebih kecil dari 1 cm, dan deep mucocele yang letaknya lebih dalam dari kedua mukokel sebelumnya.16 Dikenal pula tipe mukokel kongenital yang etiologinya trauma pada proses kelahiran bayi.1

Mukokel non simtomatis (relatif), onset cepat, dan berkembang secara fluktuatif pada ukurannya. Membesar/mengecilnya mukokel disebabkan oleh jumlah mukus yang terekstravasasi dan ter-resorpsi.

Mukokel Superfisial : Berupa vesikel kecil berisi cairan (bisa pada soft palate, retromolar pad, mukosa bukal posterior, mukosa labial bawah). Ruptur spontan, dan biasanya menjadi ulser yang akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.

Klinis : Kenyal, mudah digerakkan, jika membesar bentuknya seperti kubah, dengan epitel yang melekat di permukaannya, lesi superfisial berwarna biru keabuan, jika lesi lebih dalam berwarna sama seperti mukosa. Perdarahan yang terjadi ke dalam membuat warnanya menjadi merah terang & terlihat ada vaskularisasi. Garis/batas mukosanya intak, namun jika sering dihisap-hisap warnanya berubah menjadi putih dengan permukaan yang kasar dan keratotik. Palpasi terasa fluktuasi massa yang tidak pucat ketika ditekan. Tidak ada reaksi radang kecuali mengalami iritasi di sekitarnya. Batas tegas, konsistensi lunak, Ukuran biasanya kecil, kadang-kadang pecah, hilang tapi tidak lama kemudian akan timbul lagi

Penyebab : Seringkali terjadi pada kelenjar liur minor bibir bawah. MEKANISME : Tergigit! (crush type injury), kebiasaan menggigit-gigit bibir, fibrosis sel ekskretoris, operasi, trauma akibat intubasi oral, sialolithiasis kelenjar liur minor (jarang).

HPA : Dinding kavitas tidak dilapisi epitel, dan digolongkan pseudocyst. Pseudocyst dindingnya terdiri dari jaringan granulasi dan fibroblast, proloferasi pembuluh darah kecil, dan campuran komponen radang akut & kronis.

a. RANULA

Definisi Ranula adalah istilah yang digunakan untuk menyebut mukokel yang letaknya di dasar mulut. Merupakan pembengkakan dasar mulut yang berhubungan dan melibatkan glandula sublingualis, dapat juga melibatkan glandula salivari minor. Ukuran ranula dapat membesar, dan apabila tidak segera diatasi akan memberikan dampak yang buruk, karena pembengkakannya dapat mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas.

Etiologi

Page 4: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Post traumatic ranula terjadi akibat trauma pada glandula sublingual atau submandibula yang menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka.

Patogenesis

Terdapat dua konsep patogenesis ranula superfisial. Pertama pembentukan kista akibat obstruksi duktus saliva dan kedua pembentukan pseudokista yang diakibatkan oleh injuri duktus dan ekstravasasi mukus. Obstruksi duktus saliva dapat disebabkan oleh sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan parut pada periduktus akibat trauma, agenesis duktus atau tumor.

Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula servikal. Kista ini berpenetrasi ke otot milohioideus. Sekresi mukus mengalir ke arah leher melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial sehingga terjadi pembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submental leher. Sekresi saliva yang berlangsung lama pada glandula sublingual akan menyebabkan akumulasi mukus sehingga terjadi pembesaran massa servikal secara konstan.

Klasifikasi

Berdasarkan letaknya ranula dibedakan menjadi dua, yaitu ranula simpel dan ranula plunging. Ranula simpel yang juga disebut dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya duktus tersebut. Letaknya tidak melewati ruang submandibula, dengan kata lain tidak berpenetrasi ke otot milohioideus. Sedangkan ranula plunging atau sering disebut ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke ruang submandibula atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus. Ranula juga dapat dibedakan atas fenomena ekstravasasi mukus dan kista retensi mukus.

Ekstravasasi mukus merupakan akibat dari trauma, sedangkan kista retensi mukus terjadi akibat obstruksi duktus glandula saliva. Selain tipe ranula di atas, dikenal pula ranula kongenital, yaitu ranula yang diakibatkan anomali kongenital, misalnya atresia duktus saliva atau

kegagalan pada proses pembentukan kanal/duktus ekskresi, tetapi kasus seperti ini sangat jarang ditemui.

Gambaran Klinis, Radiografi, dan Histopatologi

Sama halnya dengan mukokel, gambaran klinis ranula merupakan massa lunak yang berfluktusi dan berwarna translusen kebiruan, yang membedakannya dengan mukokel adalah letaknya di dasar mulut atau bagian bawah lidah . Apabila dipalpasi, massa ini tidak akan berubah warna menjadi pucat. Jika massa ini terletak agak jauh ke dasar mulut, maka massa ini tidak lagi berwarna kebiruan melainkan berwarna normal seperti mukosa mulut yang sehat.1Diameternya mulai dari 1 sampai dengan beberapa sentimeter.

Ranula tidak diikuti rasa sakit. Keluhan yang paling sering diungkapkan pasien adalah mulutnya terasa penuh dan lidah terangkat ke atas. Apabila tidak segera diatasi akan terus mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas.

ranula plunging akan menimbulkan pembengkakan pada leher. Dan biasanya berdiameter 4-10 cm dan melibatkan ruang submandibula. Terdapat juga laporan yang menunjukkan ruang submental, daerah kontralateral leher, nasofaring, retrofaring, dan juga mediastinum.6

Page 5: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

SECARA HISTOPATOLOGI, kebanyakan ranula tidak mempunyai lapisan epitel dan dinding dari ranula terdiri dari jaringan ikat fibrous yang menyerupai jaringan granulasi. Penemuan histopatologi menunjukkan ruang dalam kista dan dindingnya didominasi oleh histiosit, dan juga dijumpai mucin

a. SIALADENITIS

Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis yang dapat diserati adanya batu (sialolith) atau penyumbatan. Biasanya sistem duktus menderita kerusakan, jadi serangan tunggal sialadentis submandibularis jarang terjadi. Kelenjar ini terasa panas, membengkak, nyeri tekan dan merupakan tempat serangan nyeri hebat sewaktu makan. Pembentukan abses dapat terjadi didalam kelenjar maupun duktus. Sering terdapat batu tunggal atau multiple (Gordon, 1996).

Sialadenitis merupakan keadaan klinis yang lebih sering daripada pembengkakan parotid rekuren dan berhubungan erat dengan penyumbatan batu duktus submandibularis. Penyumbatan tersebut biasanya hanya sebagian dan oleh karena itu gejala yang timbul berupa rasa sakit postpradial dan pembengkakan. Kadang-kadang infeksi sekunder menimbulkan sialadenitis kronis pada kelenjar yang tersumbat tersebut, tetapi keadaan ini jarang terjadi. Kadang-kadang pembengkakan rekuren disebabkan oleh neoplasma yang terletak dalam kelenjar sehingga penyumbatan duktus (Gordon,1996).

Etiologi Sialadenitis

Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Peradangan kronis dapat terjadi pada parenkim kelenjar atau duktus seperti batu (sialolithiasis) yang disebabkan karena infeksi (sialodochitis) dari Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians ataupneumococcus. Selain itu terdapat komponen obstruksi skunder dari kalkulus air liur dan trauma pada kelenjar. Faktor risiko yang dapat mengakibatkan sialadenitis antara lain dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi dan hiegine oral yang tidak tepat misalnya pada orang tua, orang sakit, dan operasi

Klasifikasi Sialadenitis

a. Sialadenitis akutSialadenitis akut akan terlihat secara klinik sebagai pembengkakan atau pembesaran glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari keadaan sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan dengan berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena sialadenitis akut seringkali dalam kondisi menderita dengan pembengkakan yang besar dari glandula yang terkena. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan sedikit terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terliaht ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen.

Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda proses infeksi akut. Pemijatan glandula atau duktus (untuk mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bisa ditolerir oleh pasien. Probing (pelebaran duktus) juga merupakan kotraindikasi karena kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam atau masuknya organism lain, yang merupakan tindakan yang harus dihindarkan. Sialografi yaitu pemeriksan glandula secara radiografis mensuplai medium kontras yang mengandung iodine, juga sebaiknya ditunda. Bila terdapat bahan purulen, dilakukan kultur aerob dan abaerob (Gordon, 1996).

b. Sialadenitis kronis

Page 6: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

Infeksi atau sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh, yang meliputi probing, pemijatan glandula dan pemeriksaan radiografi. Palpasi pada glandula saliva mayor yang mengalami keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan indikasi dan seringkali menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis noduler. Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan jaringan parut atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada glandula.

Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses infeksi lanjutan. Seperti pada sialadenotis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari glandula yang terlibat dan pemberian antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran duktus akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus sehingga menghalangi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-ulang terjadi, maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi glandula. Jika terlihat adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan ekstirpasi glandula. Pengambilan submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan bedah dan kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana pengambilan glandula parotidea. Karena kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cedera selama pembedahan, maka glandula parotidea yang mengalami gangguan biasanya dipertahankan lebih lama daripaa jika kerusakan mengenai glandula submandibula (Gordon, 1996).

c. Sialadenetis supuratifSialadenitis supuratif akut lebih jarang terjadi pada glandula submandibularis, dan jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva atau oleh benturan langsung pada duktus. Dilakukan pemeriksaan kultur dari sekresi purulen dan terapi antibiotic. Jika batu terletak pada bagian distal duktus (intraoral), batu harus dikeluarkan. Jika sialolit terletak pada duktus proksimal. Kadang-kadang glandula harus dipotong untuk mengontrol infeksi akut (Gordon, 1996).

2.4 Manifestasi Klinis Sialadenitis

Gejala yang timbul biasanya unilateral dan terdiri dari pembengkakan dan rasa sakit, serta trismus ringan. Pada tahap ini belum dapat dilakukan penentuan diagnosa yang dapat ditentukan bila telah terjadi serangan berulang kali. Pembengkakan terjadi selama 2-10 hari dan serangan terulang kembalisetelah beberapa minggu atau bulan. Pembengkakan yang rekurens dan nyeri didaerah kelenjar submandibula (Haskel, 1990).

Demam terjadi jika timbul infeksi, menggigil, dan nyeri unilateral dan pembengkakan berkembang. Kelenjar ini tegas dan lembut difus, dengan eritema dan edema pada kulit di atasnya. Nanah sering dapat dinyatakan dari saluran dengan menekan kelenjar yang terkena dampak dan harus berbudaya. Focal pembesaran mungkin menunjukkan abses. Sekresi air liur yang sangat kental dapat dikeluarkan dari duktus dengan melakukan penekanan pada kelenjar. Kelenjar ini dapat terasa panas dan membengkak (Haskel, 1990).

2.5 Patofisiologi SialadenitisTerjadi penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu ludah paling sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada glandula utama, gangguan sekresi akan menyebabkan stasis (penghentian atau penurunan aliran) dengan inspissations (pengentalan atau penumpukan) yang seringkali menimbulkan infeksi atau peradangan. Glandula saliva utama yang mengalami gengguan aliran saliva akan mudah mengalami serangan organism melalui duktus atau pengumpulan organism yang terbawa aliran darah (Gordon, 1996).

2.7 Pemeriksaan Penunjang SialadenitisHasil pemeriksaan menunjukkan pembengkakan elastic yang nyeri serta pre-aurikular, dengan kulit di atasnya normal. Lubang masuk duktus meradang dan jumlah sekresi ludah berkurang, sedang massage kelenjar dapat menghasilkan kotorsn flokulen kental disertai aliran ludah yang deras.

Page 7: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

Sialograf harus dilakukan pad setiap keadaan diantara serangan akut yang satu ke serangan berikut, dan dapat menunjukkan pembesaran duktus utama, penyempitan, cacat radiolusen (baturadiolusen), sialektasis (sindrom sicca), atau pada keadan yang sangat parah, ketidak teraturan yang menyeluruh. Keadaan abnormal terbatas pada cabang duktus dan daerah-daerah yang berhubungan dengannya.

Pemeriksaan jumlah ludah yang berkurang memang dianjurkan, untuk membandingkan aliran dari kelenjar ini dengan kelenjar lain, tetapi cara pemeriksaan ini masih dalam penelitian. Kanula Lashley dipasang pada tiap duktus atau ludah ditampung setelah paien mengunyah permen karet atau setelah dilakukan penyuntikan pilokarpin secara intravena. Kecepatan aliran ludah yang normal 1 ml per menit dan pada sebagian bear keadaan tersebut biasanya bersifat bilateral.

Pembengkakan rekuren (submandibula) disebabkan oleh neoplasma yang terletak dalam kelenjar yang menimbulkan penyumbatan duktus. Hasil pemeriksaan menunjukkan kelenjar submandibula yang membesar, keras, dan pembengkakan dapat dilihat dengan meminta pasien mengingat makanan yang disenanginya atau mengiap jeruk. Hasil pemeriksaan juga menunjukkan berkurangnya aliran ludah dari duktus yang terserang.

Hasil pemeriksaan radiograf yang oblique dan oklusal dari dasar mulut menunjukkan adanya batu. Perawatan dari keadaan ini meliputi pengeluaran batu bila batu terletak di atas otot milohoid atau memotong kelenjar bila batu terletak di bawah daerah yang masih dapat dicapai secara intra-oral. Pemotongan kelenjar juga perlu dilakukan bila gejala yang hebat timbul berulang kali. Keadaan ini, seperti terlihat pada hasil sialograf, berhubungna dengan kerusakan kelenjar yang sangat luas dan sialektasis yang mungkin berasal dari infeksi atau penyempitan duktus (Gordon, 1996).

a. SIALORHOEA

Peningkatan salivasi (sialorhoea, prialisme) merupakan keluhan yang tidak umum dibandingkan dengan kekeringan mulut. Periode Sementara dan berlebihnya saliva dapat terjadi sehubungan dengan kondisi ulserasi oral yang menyakitkan, seperti gingivostomatitis herpetik atau ulserasi oral yang sering kambuh. ini mungkin merupakan keluhan pasien yang menggunakan gigi palsu atau alat-alat ortodonsi untuk pertama kalinya. Menetesnya air liur (drooling) merupakan masalah yang sudah umum diketahui pada penderita kelainan saraf, terutama keterbelakangan mental, penyakit Parkinson, schizoprenia, dan epilepsi. Penyebab kenaikan salivasi yang lebih jarang meliputi keracunan merkuri, akarodinia, rabies, serta terapi obat.

Diagnosis

Pada penderita-penderita sehat tanpa faktor predisposisi yang jelas, keluhan ‘mengalirnya air liur dan mulut’ atau ‘membasahi bantal pada malam hari’ mungkin merupakan indikasi adanya faktor psikologis. Dalam situasi demikian, dibutuhkan pengobatan psikologis.

SJOGREN SYNDROME atau sindrom Sjogren adalah gangguan sistem kekebalan tubuh yang dapat diidentifikasi dengan dua gejala yang paling umum, yaitu mata kering dan mulut kering.

Sindrom Sjogren seringkali menyertai gangguan sistem kekebalan, seperti rheumatoid arthritis dan lupus. Pada penderita sindrom Sjogren, mata dan mulut biasanya paling pertama terpengaruh.

Pengaruh sindrom Sjogren pada mata dan mulut dapat mengakibatkan penurunan produksi air mata dan air liur. Sindrom Sjogren dapat mempengaruhi kelenjar yang berfungsi untuk memproduksi air mata dan kelenjar yang berfungsi untuk memproduksi air liur (saliva).

Page 8: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

Sindrom Sjogren dapat terjadi pada semua usia, namun kebanyakan didiagnosis pada usia lebih dari 40 tahun. Sindrom Sjogren banyak terjadi pada wanita. Pengobatan sindrom ini biasanya berfokus pada menghilangkan gejala, yang dapat reda seiring berjalannya waktu.

PenyebabPenyebab sindrom Sjogren adalah gangguan autoimun. Hal ini mempunyai arti bahwa terjadi kesalahan pada sistem kekebalan tubuh, yang menyerang sel-sel dan jaringan tubuh sendiri .Para ilmuwan tidak yakin mengapa beberapa orang menderita sindrom Sjogren sedangkan yang lainnya tidak. Gen tertentu menempatkan orang pada risiko tinggi untuk mengalami gangguan autoimun yang menyebabkan sindrom ini. Tetapi mekanisme tertentu dapat memicu terjadinya sindrom ini, seperti infeksi oleh virus atau bakteri tertentu.

Dalam sindrom Sjogren, sistem kekebalan tubuh terlebih dahulu menyebabkan mata dan mulut kering. Tetapi sindrom ini juga dapat merusak bagian tubuh yang lain, antara lain:1. Sendi2. Tiroid3. Ginjal4. Hati5. Paru-paru6. Kulit7. Saraf

GejalaDua gejala utama sindrom Sjogren adalah:1. Mata keringMata mungkin mengalami sensasi terbakar, gatal atau seperti berpasir (seolah-olah ada pasir di dalamnya).2. Mulut keringMulut mungkin terasa seperti penuh dengan kapas, sehingga terasa sulit untuk menelan atau berbicara.

Beberapa orang dengan sindrom Sjogren juga mengalami satu atau lebih dari gejala berikut:1. Nyeri, pembengkakan dan kekakuan yang terjadi secara bersamaan.2. Kelenjar ludah membengkak, terutama kelenjar yang terletak di belakang rahang dan di depan telinga.3. Ruam pada kulit dan kulit kering4. Vagina kering5. Batuk kering yang persisten6. Kelelahan yang berkepanjangan

a. SINDROM SJOGREN

2.1. DEFINISI.Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yan terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten dari mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva dan lakrimalis

2.2. ETIOLOGIEtiologi Sindrom Sjogren sampai saat ini masih belum diketahui. Terdapat peranan faktor genetik dan non genetik pada patogenesis Sindrom Sjogren. Dilaporkan adanya kaitan antara Sindrom Sjogren dengan HLA DR dan DQ. Kaitan antara

Page 9: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

HLA dan Sindrom Sjogren didapatkan hanya pada pasien yang meliputi antibodi anti SS-A dan atau anti SS-B. Diperkirakan terdapat peranan infeksi virus (Epstein-Barr, Coxsackle, HIV dan HCV ) pada patogenesis Sindrom Sjogren.

IMUNOPATOLOGI

Gambaran histopatologi pada kelenjer lakrimalis dan saliva adalah periductal focal lymphocytic infiltration. Limfosit yang paling awal mengilfiltrasi kelenjer saliva adalah sel T terutama CD45RO dan sel B CD20+. Pada Sindrom Sjogren ini juga didapatkan peningkatan B cell Activating Factor (BAFF), yang merangsang pematangan sel B. Kadar plasma BAFF pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi dengan autoantibodi disirkulasi dan pada jangka panjang mungkin berperanan pada terjadinya limfoma. Pada sebagian besar pasien Sindrom Sjogren terjadi peningkatan immunoglobulin dan autoantibodi. Autoantibodi ini ada yang nonspesifik seperti Faktor Reumatik, ANA dan yang spesifik Sindrom Sjogren seperti anti Ro (SS-A) dan anti LA (SS-B). Peran anti Ro dan anti–La pada patogenesis Sindrom Sjogren masih belum jelas

PATOFISIOLOGI

Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya sistim imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini dapat dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada dalam sirkulasi. Gambaran histopatologi yang dijumpai pada SS adalah kelenjer eksokrin yang dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T dan B terutama daerah sekitar kelenjer dan atau duktus, gambaran histopatologi ini dapat ditemui dikelenjer saliva, lakrimalis serta kelenjer eksokrin yang lainnya misalnya kulit, saluran nafas, saluran cerna dan vagina. Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +. Sel-sel ini memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-sitokin ini merubah sel epitel dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis sel epitel kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga memproduksi imunoglobulin dan autoantibodi. Adanya infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjer eksokrin, menyebabkan penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjer saliva dan mata menimbulkan keluhan mulut dan mata kering. Peradangan pada kelenjer eksokrin pada pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer. Gambaran serologi yang didapatkan pada SS biasanyan suatu gambaran hipergammaglobulin. Peningkatan imonuglobulin antara lain faktor reumatoid, ANA dan antibodi non spesifik organ. Pada pemeriksaan dengan teknik imunofloresen Tes ANA menunjukan gambaran spekled yang artinya bila diekstrak lagi maka akan dijumpai autoantibodi Ro dan La. Adanya antibodi Ro dan anti La ini dihubungkan dengan gejala awal penyakit, lama penyakit, pembesaran kelenjer parotis yang berulang, splenomegali, limfadenopati dan anti La sering dihubungkan dengan infiltrasi limfosit pada kelenjer eksokrin minor. Faktor genetik, infeksi, hormonal serta psikologis diduga berperan terhadap patogenesis, yang merangsang sistim imun teraktivasi.

MANIFESTASI KLINIS SINDROM SJOGREN

Gambaran klinik Sindrom Sjogren sangat luas berupa suatu eksokrinopati yangdisertai gejala sistemik dan ektraglandular. Xerostomia dan xerotrakea merupakangambaran eksokrinopati pada mulut .Gambaran eksokrinopati pada mata berupa matakering atau keratokonjungtivitis sicca akibat mata kering. Manifestasi ektraglandulardapat mengenai paru-paru, ginjal, pembuluh darah maupun otot. Gejala sistemik yangdijumpai pada Sindrom Sjogren sama seperti penyakit autoimun lainnya dapat berupakelelahan, demam, nyeri otot, artritis. Poliartritis non erosif merupakan bentuk artritisyang khas pada Sindrom Sjogren. Raynauds phenomena merupakan gangguan vaskuleryang sering ditemukan, biasanya tanpa disertai teleektasis ataupun ulserasi pada jari.Manifestasi ektraglandular lainnya tergantung penyakit sistemik yang terkait misalnya

Page 10: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

AR, SLE dan skerosis sistemik. Meskipun Sindrom Sjogren tergolong penyakit autoimunyang jinak, sindrom ini bisa berkembang menjadi suatu malignansi. Hai ini didugaadanya transformasi sel B kearahan keganasan.MATAKelainan mata akibat Sindrom Sjogren adalah KeratoConjungtivitis Sicca (KCS).KCS terjadi akibat penurunan produksi kelenjer air mata dalam jangka panjang danperubahan kualitas air mata. Gejala klinis berupa rasa seperti ada benda asing dimata,rasa panas seperti terbakar dan sakit dimata, tidak ada air mata, mata merah danfotofobia. Beberapa pasien KCS ada yang asimtomatik. Pemeriksaan yang dilakukanuntuk penilaian KCS adalah Slit lamp dan pemeriksaan Rose Bengal atau Lissamingreen. Pemeriksaan jumlah produksi air mata dilakukan dengan Schimer test. Bilahasilnya < 5 mm dalam 5 menit menunjukan produksi yang kurang.1.3Menurunnya produksi air mata dapat merusak epitel kornea maupun konjungtiva,bila kondisi ini berlanjut, maka kornea maupun konjungtiva mendapat iritasi kronis,iritasi kronis pada epitel kornea dan konjungtiva memberikan gambaran klinikkeratokonjungtivitis Sicca. Pada pemeriksaan terdapat pelebaran pembuluh darahdidaerah konjungtiva, perikornea dan pembesaran kelenjer lakrimalis.

Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin)

Tumor jinak kelenjar liur lain yang relative sering. Tumor ini paling sering terjadi pada pria usia 50-60 tahun dan ada hubunganya dengan faktor resiko merokok. Tumor ini juga merupakan tumor yang paling sering terjadi bilateral. Tumor ini dikenali berdasarkan histologinya dengan adanya struktur papil yang tersusun dari lapisan ganda sel granular eusinofil atau onkosit, perubahan kistik, dan infiltrasi limfostik yang matang.19

Tumor ini berasal dari epitel duktus ektopik. CT-Scan dapat menunjukkan suatu massa dengan batas jelas pada bagian postero-inferior dari lobus superficial parotis. Jika pemeriksaan radiosialografi dilakukan maka dapat dilihat peningkatan aktivitas yang berhubungan dengan adanya onkosit dan peningkatan isi dari mitokondrianya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histology.19

Tumor Warthin 21

Terapi terdiri dari reseksi bedah dengan melindungi saraf fasialis. Tumor ini berkapsul dan tidak mungkin kambuh. Tumor jinak kelenjar liur lain yaitu:1,19

(1) Adenoma oksifil (sel asidofilik)

(2) Adenoma sel serosa

(3) Onkositoma

Terapi serupa pada adenoma pleomorfik.

Ruang parafaringeus merupakan daerah asal primer untuk tumor jinak. Paling sering adalah tumor kelenjar liur yang timbul dari lobus profunda kelenjar parotis dan meluas ke dalam ruang parafaringeal. Tumor yang berasal neurogenik seperti schwanoma mungkin berasal pada daerah ini dari saraf vagus atau jaras simpatetik servikalis. Tumor ini nampak sebagai massa lunak yang menekan dinding faring lateral ke arah medial. Tumor ini sebaiknya dilakukan pendekatan

Page 11: 170268883 Penyakit Dan Kelainan Kelenjar Ludah

melalui leher daripada dalam mulut karena adanya pembuluh darah yang besar dan saraf kranialis yang penting pada ruang ini. Arteriogram pendahuluan tidak hanya menunjukkan efek tumor pada lokasi dari arteri karotis interna tapi juga berguna dalam mendeteksi tumor kemodektoma atau tumor neurogenik dalam ruangan ini.1

Tumor yang paling sering pada ruang parafaringeal adalah adenoma pleomorfik. Kedua yang tersering adalah karsinoma adenokistik maligna. Kelompok terbesar dari tumor-tumor lain adalah yang berasal dari neurogenik, seperti schwanoma dan neuroma. Beberapa tumor dari ruangan parafaringeal sebaiknya ditangani, melalui pendekatan trans-servikal eksternal. Tindakan ini akan memberikan control yang lebih baik terhadap pembuluh darah utama pada daerah ini. Juga mencegah metastasis tumor, yang dapat terjadi pada pendekatan melalui transoral. Karena edema pasca operasi yang luas dapat terjadi, sering dibutuhkan trakeostomi.1

Tumor Warthin juga dikenal sebagai limfomatosum kistadenoma papilar dan sering ditemukan di kelenjar parotid. Secara histologis ia tampak sebagai struktur papilar yang mengandung dua lapisan sel-sel eosinofilik granular atau onkosit, perubahan kistik dan inflitrasi lomfositik matur. Ia muncul dari epitelium duktus ektopik. Tumor Warthin merupakan kira-kira 5% dari semua tumor kelenjar liur dan kira-kira 12% dari tumor benigna kelenjar parotid. Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki sekitar usia dekade kelima dan resikonya berhubungan dengan perokok.

Kira-kira 5.0-7.5% adalah bilateral dan 14% multisentrik pada tumor Warthin. CT scan dapat memberi gambaran massa yang jelas di bagian posteroinferior pada lobus superfisial kelenjar parotid. Jika radiosialografi dilakukan, terlihat peningkatan aktivitas yang berhubungan dengan adanya onkosit-onkosit dan peningkatan isi mitokondria.

Diagnosis tumor Warthin mudah ditentukan berdasarkan penemuan histologis dengan hanya sedikit kekeliruan dengan tumor lain. Terapinya memerlukan eksisi total dari bagian kelenjar yang terkena disertai dengan margin yang tidak terlibat.