14 lembaran daerah agustus kabupaten lamongan … · 288 5. peraturan daerah adalah peraturan...

42
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan dan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, maka dalam rangka tertib administrasi dan kelancaran pelaksanaan pemerintahan desa dipandang perlu menetapkan Pedoman Pembentukan Peraturan Desa dalam Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Diundangkan pada tanggal 8 Agustus 1950) ; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493 ) yang ditetapkan dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) ; 14 LEMBARAN DAERAH Agustus KABUPATEN LAMONGAN 11/E 2006 SERI E

Upload: lambao

Post on 08-Aug-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 14 TAHUN 2006

TENTANG

PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, maka dalam rangka tertib administrasi dan kelancaran pelaksanaan pemerintahan desa dipandang perlu menetapkan Pedoman Pembentukan Peraturan Desa dalam Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Diundangkan pada tanggal 8 Agustus 1950) ;

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ;

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493 ) yang ditetapkan dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) ;

14 LEMBARAN DAERAH

Agustus KABUPATEN LAMONGAN 11/E

2006 SERI E

287

4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952) ;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4587);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ;

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa ;

8. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomot 07 Tahun 2005 tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan dan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Lamongan ( Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun : 2005 Nomor : 13/E ).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN LAMONGAN dan

BUPATI LAMONGAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TENTANG

PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lamongan ; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah ; 3. Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan ; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamongan ;

288

5. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lamongan dengan persetujuan bersama Kepala Daerah ;

6. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah di Kabupaten Lamongan ;

7. Camat adalah Perangkat Daerah yang memimpin Kecamatan dalam Kabupaten Lamongan ;

8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ;

9. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia ;

10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa ;

11. Perangkat desa adalah unsur pemerintah desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan perangkat desa lainnya ;

12. Badan Permusyawaratan Desa, yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa ;

13. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat ;

14. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD yang ditetapkan dengan Peraturan Desa ;

15. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama dengan Kepala Desa ;

16. Dusun adalah bagian dari wilayah kerja Desa. 17. Pembentukan Peraturan Desa adalah proses pembuatan Peraturan

Perundang-Undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.

289

18. Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah ;

19. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah Materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi dan hierarki Peraturan Perundang-undangan ;

20. Peraturan Kepala Desa, adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan Peraturan Perundang-Undangan yang Iebih tinggi ;

21. Keputusan Kepala Desa, adalah Keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Desa yang bersifat menetapkan dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa maupun Peraturan Kepala Desa.

BAB II

PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

Bagian Kesatu Maksud dan Tujuan

Pasal 2

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD dalam rangka memberikan kekuatan hukum di dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa

Bagian Kedua

Azas dan Materi Muatan

Pasal 3

Dalam membentuk Peraturan Desa harus berpedoman pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang balk, yang meliputi a. Kejelasan Tujuan ; b. Kelembagaan atau Organ Pembentuk yang tepat ; c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan ; d. Dapat dilaksanakan; e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan ; f. Kejelasan rumusan; dan g. Keterbukaan

290

Pasal 4

Jenis Peraturan Perundang-Undangan pada tingkat desa meliputi a. Peraturan Desa ; b. Peraturan Kepala Desa ; c. Keputusan Kepala Desa.

Pasal 5

(1) Materi muatan Peraturan Desa mengandung asas : a. Pengayoman; b. Kemanusiaan; c. Kebangsaan; d. Kekeluargaan; e. Kenusantaraan f. Bhinneka Tunggal Ika g. Keadilan; h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan Pemerintahan; i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Desa dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 6

(1) Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan

Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya Masyarakat setempat.

(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.

Pasal 7

Materi muatan Peraturan Desa adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa serta penjabaran lebih lanjut Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Bagian Ketiga Persiapan Pembentukan

291

Pasal 8

(1) Rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa dan

dapat berasal dariusul inisiatif BPD. (2) Penyusunan rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), harus melibatkan dan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Pasal 9

(1) Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari Kepala Desa, harus

dibahas dengan seluruh Perangkat Desa sebelum disampaikan kepada BPD.

(2) Pembahasan rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus tetap memperhatikan usul dan saran dari masyarakat desa.

(3) Rancangan Peraturan Desa disampaikan kepada BPD dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Kepala Desa.

Pasal 10

(1) Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari BPD, harus dibahas

untuk dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan sekurangkurangnya 1/2 (satu per dua) ditambah 1 orang dari jumlah anggota BPD yang hadir.

(2) Rancangan Peraturan Desa disampaikan kepada Kepala Desa dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Ketua BPD.

(3) Tata cara pembahasan dan pengajuan rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib BPD.

Pasal 11

Dalam hal Kepala Desa dan BPD dalam kurun waktu secara bersama-sama menyampaikan rancangan Peraturan Desa dengan materi yang sama, maka rancangan Peraturan Desa yang dibahas untuk dimusyawarahkan bersama adalah rancangan Peraturan Desa yang disampaikan oleh Ketua BPD, sedangkan rancangan peraturan desa yang disampaikan oleh Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

292

Pasal 12

(1) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Desa yang berasal dari BPD

dilaksanakan oleh Sekretaris BPD untuk mendapat berbagai masukan dari masyarakat.

(2) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Desa yang berasal dad Kepala Desa dilaksanakan oleh Sekretaris Desa untuk mendapat berbagai masukan dari masyarakat.

Bagian Keempat

Pembahasan dan Pengesahan Rancangan

Paragraf 1 Pembahasan

Pasal 13

(1) Pembahasan Rancangan Peraturan Desa dilakukan oleh BPD

bersama Kepala Desa atas undangan Ketua BPD. (2) Pembahasan rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) pasal ini, dinyatakan sah apabila dihadiri sekurangkurangnya %2 (satu per dua) dari jumlah anggota BPD, dan Keputusannya ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.

(3) Dalam hal tertentu, rapat untuk musyawarah BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota BPD, dan Keputusan ditetapkan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 1/2 ( satu per dua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir.

(4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan BPD dan dilengkapi dengan Berita Acara Hasil Musyawarah BPD.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembahasan Rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Tata Tertib BPD.

Pasal 14

(1) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat

(1), dapat dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan (2) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilakukan dalam bentuk Rapat dengan alat-alat kelengkapan BPD melalui Rapat musyawarah.

293

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pembahasan Rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata Tertib BPD.

Pasal 15

(1) Rancangan Peraturan Desa dapat ditarik kembali sebelum dibahas

bersama oleh BPD dan Kepala Desa. (2) Rancangan Peraturan Desa yang sedang dibahas hanya dapat ditarik

kembali berdasarkan persetujuan bersama antara BPD dan Kepala Desa.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara penarikan kembali Rancangan Peraturan Desa diatur dengan Peraturan Tata Tertib BPD.

Paragraf 2

Partisipasi Masyarakat

Pasal 16

Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dengan tetap memperhatikan norma-norma dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan Peraturan Desa.

Pasal 17

Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dapat didelegasikan kepada Camat.

Paragraf 2

Pengesahan

Pasal 18

(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah disetujui bersama BPD dan Kepala Desa, disampaikan Ketua BPD kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan BPD.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

294

Pasal 19

(1) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa disetujui bersama oleh BPD dan Kepala Desa.

(2) Dalam hal Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Kepala Desa, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Desa, maka Rancangan Peraturan Desa tersebut sah menjadi Peraturan Desa dan wajib diundangkan.

(3) Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kalimat pengesahannya berbunyi Peraturan Desa ini dinyatakan sah.

(4) Kalimat Pengesahan yang berbunyi sebagaimana di maksud pada ayat (3), harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Desa sebelun Pengundangan Naskah Peraturan Desa ke dalam Berita Daerah.

Pasal 20

Peraturan Desa wajib mencantumkan batas waktu penetapan pelaksanaan.

BAB III PELAKSANAAN PERATURAN DESA

Pasal 21

(1) Untuk melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa dapat

menetapkan Peraturan Kepala Desa. (2) Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

BAB IV

TEHNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA

Pasal 22 (1) Penyusunan Rancangan Peraturan Desa dilakukan sesuai dengan

teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

295

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran Peraturan Daerah ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

BAB V

PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN

Bagian Kesatu Pengundangan

Pasal 23 (1) Peraturan Desa dimuat dalam Berita Daerah. (2) Pemuatan Peraturan Desa dalam Berita Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Daerah.

Pasal 24 Peraturan Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Desa yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Penyebarluasan Pasal 25

Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 26 Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Pemerintahan Desa, Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk menyampaikan Peraturan Desa kepada Kepala Daerah melalui Camat paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

Pasal 27

(1) Kepala Daerah dapat membatalkan Peraturan Desa dan Peraturan

Kepala Desa yang bertentangan dengan kepentingan umum danlatau peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.

296

(2) Pembatalan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala Desa dan BPD dengan disertai alasan yang jelas.

(3) Kepala Desa yang tidak menerima pembatalaaan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah.

Pasal 28

(1) Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang telah disetujui

bersama antara Kepala Desa dan BPD, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak disetujui bersama disampaikan oleh Kepala Desa kepada Kepala Daerah melalui Camat untuk dievaluasi.

(2) Selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, Kepala Daerah menyampaikan hasil evaluasi kepada Kepala Desa.

(3) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak disampaikannya hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, Kepala Desa segera menetapkan Peraturan Desa tentang APB Desa.

(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, Kepala Desa segera menetapkan rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa menjadi Peraturan Desa.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29 Semua Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, harus dibaca Peraturan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

297

Pasal 31

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 37 Tahun 2000 tentang Peraturan Desa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan.

Ditetapkan di : Lamongan Pada tanggal : 14 Agustus 2006

BUPATI LAMONGAN

Ttd, MASFUK

298

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 14 TAHUN 2006

TENTANG

PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

I. PENJELASAN UMUM.

Bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 37 Tahun 2000 tentang Peraturan Desa yang pembentukannya didasarkan pada ketentuan Pasal 111 UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 51 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa perlu dilakukan peninjauan kembali.

Selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, maka dalam rangka tertib administrasi dan kelancaran pelaksanaan pemerintahan desa dipandang perlu menetapkan Pedoman Pembentukan Peraturan Desa dengan Peraturan Daerah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 : Pasal ini dimaksudkan untuk menyamakan pengertian atau

menyamakan arti dalam penggunaan beberapa istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 2 : Cukup jelas. Pasal 3 : Yang dimaksud dengan asas : a. kejelasan tujuan adalah bahwa setiap pembentukan

Peraturan Desa harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah bahwa dalam pembukaan peraturan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan yang dibuat.

c. Dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan harus memperhitungkan efektifitas peraturan yang dibuat tersebut didalam masyarakat.

299

d. Kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan yang dibuat harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistimatika dan pilihan kata atau terminologi serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

e. Keterbukaan adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan mulai dari perencana, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka, sehingga seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembentukan peraturan.

Pasal 4 : Cukup jelas. Pasal 5 ayat (1) : Yang dimaksud dengan asas : a. Pengayoman adalah bahwa setiap materi muatan peraturan

harus berfungsi memberikan perlindungan dalam menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Kemanusiaan adalah bahwa setiap sebagai lembaga atau organ yang tepat adalah bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap masyarakat setempat.

c. Kebangsaan adalah bahwa setiap muatan peraturan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip NKRI ;

d. Kekeluargaan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Kenusantaraan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah ;

f. Bhineka Tunggal Ika adalah bahwa setiap materi muatan peraturan harus memperhatikan keanekaragaman penduduk, agama, suku dan golongan kondisi khusus desa.

g. Keadilan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga desa tanpa kecuali.

300

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, adalah bahwa setiap materi peraturan tidak boleh berisi halhal yang bersifat membedakan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status nasional.

i. Ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

j. Keseimbangan, keserasian dan keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan ketentuan yang lebih tinggi (bangsa dan Negara).

ayat (2) : Yang dimaksud dengan asas lain sesuai dengan bidang hukum

antara lain a. dalam hukum pidana misalnya, asas legalitas, asas tiada

hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan napi, asas praduga tak bersalah ;

b. dalam hukum perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas kesepakatan, kebebasan berkontrak dan itikad baik.

Pasal 6 s/d 13 : Cukup jelas. Pasal 14 ayat (2) : Kegiatan Rapat musyawarah antara lain meliputi penyampaian

penjelasan Raperdes, Pembahasan Raperdes oleh Tim Khusus BPD dengan melibatkan tokoh masyarakat, penetapan Raperdes.

Pasal 15 : Cukup jelas. Pasal 16 : Hak masyarakat dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan tata

tertib BPD. Pasal 17 s/d 22 : Cukup jelas Pasal 23 : Dengan diundangkannya peraturan dalam berita daerah resmi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya.

Pasal 24 : Cukup jelas.

301

Pasal 25 : Yang dimaksud dengan menyebarluaskan adalah agar khalayak ramai mengetahui peraturan desa yang bersangkutan dan mengerti/memahami isi serta maksud-maksud yang terkandung didalamnya. Penyebarluasan peraturan desa tersebut dilakukan melalui media elektronik dan media cetak.

Pasal 26 sld 32 : Cukup jelas.

302

Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor : 14 Tahun 2006 Tanggal : 14 Agustus 2006

SISTEMATIKA TEHNIK PENYUSUNAN PERATURAN DESA

BAB I KERANGKA PERATURAN DESA

A. JUDUL B. PEMBUKAAN

1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa 2. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa 3. Konsideran 4. Dasar Hukum 5. Diktum

C. BATANG TUBUH

1. Ketentuan Umum 2. Mated Pokok Yang Diatur 3. Sanksi Administrasi (Jika diperlukan) 4. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan) 5. Ketentuan Penutup

D. PENUTUP E. PENJELASAN (Jika diperlukan) F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)

BAB II BENTUK PERATURAN DESA

BENTUK PERATURAN KEPALA DESA BENTUK KEPUTUSAN KEPALA DESA

I. KERANGKA PERATURAN DESA

Kerangka Peraturan Desa terdiri atas A. Judul ; B. Pembukaan ; C. Batang tubuh ; D. Penutup ; E. Penjelasan (jika diperlukan) ; F. Lampiran (jika diperlukan).

303

A. JUDUL 1. Judul Peraturan Desa memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun

pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Desa 2. Nama Peraturan Desa dibuat secara singkat dan mencerminkan isi peraturan

desa. 3. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan ditengah margin

tanpa diakhiri tanda baca.

Contoh :

PERATURAN DESA MADE KECAMATAN LAMONGAN NOMOR 1 TAHUN 2006

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA MADE TAHUN 2006

4. Pada Judul Peraturan Desa perubahan, ditambahkan frase Perubahan atas depan

nama Peraturan Desa yang diubah.

Contoh PERATURAN DESA MADE KECAMATAN LAMONGAN

NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA MADE KECAMATAN LAMONGAN NOMOR 1 TAHUN 2006

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA MADE TAHUN 2006

5. Jika Peraturan Desa telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, diantara kata perubahan

dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya.

Contoh

PERATURAN DESA MADE KECAMATAN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2006

TENTANG PERUBAHAN KEDUA PERATURAN DESA MADE KECAMATAN

LAMONGAN NOMOR 1 TAHUN 2006

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA MADE TAHUN 2006

304

6. Pada judul Peraturan Desa Pencabutan, disisipkan kata pencabutan di depan nama Peraturan Desa yang dicabut.

Contoh

PERATURAN DESA MADE KECAMATAN LAMONGAN NOMOR 6 TAHUN 2006

TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DESA MADE NOMOR 3 TAHUN 2004

TENTANG…………………………….

7. Pada judul Peraturan Desa pengesahan perjanjian atau persetujuan, ditambahkan kata pengesahan di depan nama Perjanjian atau persetujuan yang akan disahkan.

B. PEMBUKAAN

Pembukaan Peraturan Desa terdiri atas: 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa; 2. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa; 3. Konsideran; 4. Dasar Hukum; dan 5. Diktum.

1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Pada Pembukaan tiap jenis Peraturan Desa, sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan Desa dicantumkan Frase DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah margin

2. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa

Jabatan Pembentuk Peraturan Desa ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah margin dan diakhiri dengan tanda baca koma.

3. Konsideran a. Konsideran diawali dengan kata menimbang. b. Konsideran memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang

terjadi, latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan Desa. c. Pokok-pokok Pikiran pada konsideran Peraturan Desa memuat unsur

filosofis, yuridis dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.

305

d. Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Desa dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan latar belakang dan alasan dibuatnya Peraturan Perundang-undangan tersebut. Lihat juga Nomor 24.

e. Jika konsideran memuat Iebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian

f. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma. Contoh : Menimbang : a. bahwa ……………: b. bahwa ……………: c. bahwa ……………:

g. Jika konsideran memuat Iebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut Contoh : Menimbang : a. bahwa ……………:

b. bahwa ……………: c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Desa tentang …….;

4. Dasar Hukum

a. Dasar Hukum diawali dengan kata Mengingat b. Dasar Hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Desa dan

Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Desa tersebut.

c. Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai Dasar Hukum hanya Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

d. Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan Peraturan Perundangundangan yang akan dibentuk atau Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak dicantumkan sebagai dasar hukum.

e. Jika jumlah peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum Iebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundangundangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.

f. Dasar hukum yang bukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak perlu mencantumkan pasal tetapi cukup mencantumkan nama judul Peraturan Perundang-undangan.

306

g. Penulisan Undang-Undang kedua huruf "u" ditulis dengan huruf kapital. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Prseiden perlu dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan diantara tanda baca kurung. Contoh Mengingat : 1 . …………….; 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003, Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);

h. Dasar Hukum yang berasal dari Peraturan Perundang-undangan zaman Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949, ditulis Iebih dulu terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dan kemudian judul asli Bahasa Belanda dan dilengkapi dengan tahun dan nomor staatsblad yang dicetak miring diantara tanda baca kurung.

Contoh Mengingat : 1 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek

van Koophandel, Staatsblad 1847); 2. . …………….;

i. Cara Penulisan sebagaimana dimaksud dalam huruf g berlaku juga untuk pencabutan Peraturan Peru ndang-Undang an yang berasal dari Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949.

j. Jika Dasar Hukum memuat lebih dari satu Peraturan perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1,2,3, dan seterusnya, diakhiri dengan tanda baca titik koma.

Contoh : Mengingat : 1. ……………: 2. ……………: 3. ……………:

5. Diktum

Diktum terdiri atas : a. Kata memutuskan ;

1) Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan ditengah margin.

307

2) Pada Peraturan Desa, sebelum kata Memutuskan dicantumkan Frase Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA dan KEPALA DESA yang diletakkan di tengah margin.

3) Pada Peraturan Desa, sebelum kata memutuskan dicantumkan Frase Dengan Persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ….. (nama Desa) dan KEPALA DESA ……. (nama desa) yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diletakkan di tengah margin.

Contoh Peraturan Daerah :

Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ……… (nama desa)

dan KEPALA DESA ……..(nama desa)

MEMUTUSKAN :

b. Kata Menetapkanl.

Kata menetapkan dicantumkan sesudah kata memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata menetapkan di tulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.

c. Nama Peraturan Desa.

Nama yang tercantum dalam judul Peraturan Desa dicantumkan lagi setelah kata menetapkan dan didahului dengan percantuman jenis peraturan serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.

Contoh

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DESA ………. TENTANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN 2006.

C. BATANG TUBUH

1. Batang tubuh Peraturan Desa memuat semua substansi Peraturan Desa yang dirumuskan dalam pasal-pasal.

2. Pada umumnya subtansi dalam batang tubuh dikelompokkan kedalam: a) Ketentuan Umum;

308

b) Materi Pokok yang diatur; c) Sanksi Administrasi (jika diperlukan); d) Ketentuan Peralihan (jika diperlukan); e) Ketentuan Penutup.

3. Dalam pengelompokan substansi sedapat mungkin dihindari adanya bab ketentuan lain atau sejenisnya. Materi yang bersangkutan, diupayakan untuk masuk ke dalam bab yang ada atau dapat dimuat dalam bab tersendiri dengan judul yang sesuai dengan materi yang diatur.

4. Sanksi administratif dapat berupa antara lain, pencabutan ijin, pembubaran, pengawasan, pemberhentian sementara, denda administratif, atau daya paksa polisional.

5. Pengelompokan materi Peraturan Desa dapat disusun secara sistematis dalam bab, bagian, dan paragraf.

6. Jika Peraturan Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal (-pasal) tersebut dapat dikelompokkan menjadi : bab, bagian, dan paragraf.

7. Pengelompokkam materi dalam bab, bagian dan paragraf dilakukan atas dasar kesamaan materi.

8. Urutan Pengelompokan adalah sebagai berikut a. bab dengan pasal (-pasal) tanpa bagian dan paragraf; b. bab dengan bagian dan pasal (-pasal) tanpa paragraf; atau c. bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal (-pasal).

9. Bab diberi nomor urut dengan angka romawi dan judul bab yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Contoh

BAB I KETENTUAN UMUM

10. Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf dan diberi

judul. 11. Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap kata pada judul bagian ditulis

dengan huruf kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Contoh

Bagian kelima Persyaratan Teknis

12. Paragraf diberi nomor urut dengan angka Arab dan diberi judul. 13. Huruf awal dari kata paragraf dan setiap kata pada judul paragraf ditulis dengan huruf

kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Contoh

309

Paragraf 1 Ketua, Wakil Ketua dan Anggota

14. Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Desa yang memuat suatu norma,

dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas dan tegas. 15. Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan

jelas daripada kedalam beberapa pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.

16. Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab. 17. Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kapital.

Contoh

Pasal 19 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 26

18. Pasal dapat dirinci kedalam beberapa ayat dan diberi nomor urut dengan angka Arab

diantara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca titik. 19. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat

utuh. 20. Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kecil.

Contoh

Pasal 8

(1) Rapat musyawarah BPD dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.

(2) Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk penetapan APB Desa dan Perubahan APB Desa.

21. Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka disamping dirumuskan dalam

bentuk kalimat dengan rincian, dapat pula dipertimbangkan penggunaan rumusan dalam bentuk tabulasi.

Contoh:

Pasal 17

Yang dapat diberi hak pilih ialah warga Negara Indonesia yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin dan telah terdaftar pada daftar pemilih.

Isi pasal tersebut dapat lebih mudah dipahami jika dirumuskan sebagai berikut:

310

Contoh rumusan tabulasi Pasal 17

Yang dapat diberi hak pilih ialah warga negara Indonesia yang ; a. Telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin; dan b. Telah terdaftar pada daftar pemilih.

22. Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi hendaknya

memperhatikan hal-hal sebagai berikut a. Setiap rincian hares dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frase

pembuka; b. Setiap rincian diawali dengan huruf (abjad) kecil dan diberi tanda baca titik; c. Setiap frase dalam rincian diawali dengan huruf kecil; d. Setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma; e. Jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, maka unsur tersebut

dituliskan masuk ke dalam; f. Di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca

titik dua; g. Pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan abjad kecil, yang

diikuti dengan tanda baca titik; angka Arab diikuti dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup; angka Arab dengan tanda baca kurung tutup;

h. Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika rincian melebihi empat tingkat, perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam pasal atau ayat lain.

23. Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagi rincian kumulatif,

ditambahkan kata dan yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir. a. Jika rincian tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif ditambahkan kata atau

yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir. b. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan alternative

ditambahkan kata dan/atau yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.

c. Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau rincian.

Contoh: a. Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b dan seterusnya.

Contoh:

Pasal 9 (1) ……….; (2) ……….; a ……….;

311

b ……….; (dan, atau, dan/atau) c ……….;

b. Jika suatu rincian memerlukan lebih lanjut, rincian itu ditandai dengan angka Arab 1,2, dan seterusnya.

Contoh:

Pasal 12 (1) ……….; (2) ……….; a ……….; b ……….; (dan, atau, dan/atau) c ……….; 1. ……….; 2. ……….; (dan, atau, dan/atau) 3. ……….;

c. Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut yang mendetail, rincian itu ditandai dengan huruf a), b) dan seterusnya.

Contoh Pasal 20

(1) ……….; (2) ……….; (3) ..…….; a ……….; b ……….; (dan, atau, dan/atau) c ……….; 1. ……….; 2. ……….; (dan, atau, dan/atau) 3. ……….;

a) ……….; b) ……….; (dan, atau, dan/atau) c) ……….;

d. Jika suatu rincian memerlukan rincian lebih lanjut yang mendetail, rincian itu

ditandai dengan angka 1), 2) dan seterusnya.

Contoh Pasal 22

(1) ……….; (2) ……….; a ……….; b ……….; (dan, atau, dan/atau) c ……….; 1. ……….;

312

2. ……….; (dan, atau, dan/atau) 3. ……….;

a) ……….; b) ……….; (dan, atau, dan/atau) c) ……….;

1). ……….; 2)……….; (dan, atau,

dan/atau) 3) ……….;

C.1. Ketentuan Umum

1. Ketentuan umum diletakkan dalam bab kesatu. Jika dalam Peraturan Desa tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal (-pasal) awal.

2. Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal. 3. Ketentuan umum berisi

a. Batasan pengertian atau definisi ; b. Singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan; c. Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal (- pasal) berikutnya

antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan. 4. Frase pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Desa berbunyi - Dalam

Peraturan Desa ini yang dimaksudkan dengan: 5. Jika ketentuann umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau

akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik

6. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal (-pasal) selanjutnya.

7. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab bagian atau paragraf tertentu, dianjurkan agar kata atau istilah itu diberi definisi.

8. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut.

9. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.

10. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut a. Pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu

clari yang berlingkup khusus.

313

b. Pengertian yang terdapat lebih dari di dalam materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu: dan

c. Pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan

C.2. Materi pokok yang diatur

1. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal (-pasal) ketentuan umum.

2. Pembagian materi pokok kedalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian. Contoh a. Pembagian berdasarkan urutan/kronologis, seperti pembagian dalam proses

pemilihan Kepala Desa, dimulai dari pembentukan panitia, pembukaan pengumuman, pendaftaran, penelitian administratif, penetapan calon yang berhak dipilih, dst.

b. Pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan, seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Kepala Urusan.

C.3. Sanksi Administrasi (jika diperlukan)

Ketentuan Sanksi administrasi memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah.

Contoh

Pasal 81

Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal …. dikenakan denda sebesar ………

C.4. Ketentuan Peralihan (Jika Diperlukan)

1. Ketentuan peralihan memuat, penyesuaian terhadap Peraturan Desa yang sudah

ada pada saat Peraturan Perundang-undangan baru mulai berlaku, agar Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan hukum.

2. Ketentuan Peralihan dimuat dalam bab ketentuan peralihan dan ditempatkan diantara bab ketentuan pidana dan bab ketentuan penutup. Jika dalam Peraturan Desa tidak diadakan pengelompokan bab, pasal yang memuat ketentuan peralihan ditempatkan sebelum pasal yang memuat ketentuan penutup.

314

3. Pada saat suatu Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku, segala hubungan hukum yang ada atau tindakan hukum yang terjadi balk sebelum, pada saat, maupun sesudah Peraturan Desa yang baru itu dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada ketentuan yang baru.

4. Didalam Peraturan Desa yang baru, dapat dimuat peraturan yang memuat penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu.

5. Penyimpangan sementara itu berlaku juga bagi ketentuan yang diberlakusurutkan. 6. Jika suatu Peraturan Desa diberlakukan surut, Peraturan Desa tersebut

hendaknya memuat ketentuan mengenai status dari tindakan hukum yang terjadi, atau hubungan hukum yang ada di dalam tenggang waktu antara tanggal mulai berlaku surut dan tanggal mulai berlaku pengundangannya. Contoh

Selisih tunjangan perbaikan yang timbul akibat Peraturan Desa ini dibayarkan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak saat tanggal pengundangan Peraturan Desa ini.

7. Mengingat berlakunya asas-asas umum hukum pidana, penentuan daya laku surut hendaknya tidak diberlakusurutkan bagi ketentuan yang menyangkut sanksi.

8. Penentuan daya laku surut sebaiknya tidak diadakan bagi Peraturan Desa yang memuat ketentuan yang memberi beban konkret kepada masyarakat.

C-5. Ketentuan Penutup

1. Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal (-pasal) terakhir.

2. Pada umumnya ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai a. Penunjukan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan Peraturan

Desa; b. Nama singkat; c. Status Peraturan Desa yang sudah ada; dan d. Saat mulai berlaku Peraturan Desa.

3. Ketentuan penutup dapat memuat Peraturan pelaksanaan yang bersifat a. Menjalankan (eksekutif), misalnya, penunjukan pejabat tertentu yang diberi

kewenangan untuk memberikan izin, mengangkat Pegawai, dan lain-Iainnya; b. Mengatur (legislatif), misalnya, memberikan kewenangan untuk membuat

Peraturan pelaksanaan. 4. Bagi nama Peraturan Desa yang panjang dapat dimuat ketentuan mengenai nama

singkat (judul kutipan) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Nomor dan tahun mengeluaran peraturan yang bersangkutan tidak

dicantumkan; b. Nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim, kecuali jika singkatan

atau akronim itu sudah sangat dikenal dan tidak menimbulkan salah pengertian

315

5. Jika materi dalam Peraturan Desa baru menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau sebagai materi dalam Peraturan Desa lama, didalam Peraturan Desa baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau sebagian peraturan desa lama.

6. Rumusan pencabutan diawali dengan frase Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, kecuali untuk pencabutan yang dilakukan dengan Peraturan Desa pencabutan sendiri.

7. Demi kepastian Hukum, pencabutan Peraturan Desa, hendaknya tidak dirumuskan secara umum tetapi menyebutkan dengan tegas Peraturan Desa mana yang dicabut.

8. Untuk pencabutan peraturan Desa yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku, gunakan frase dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Contoh untuk, nomor 118, 119, dan 120:

Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, Peraturan Desa Nomor …..Tahun …… Tentang …….. (Lembaran Daerah Nomor ) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

9. Jika jumlah Peraturan Desa yang dicabut lebih dari 1 (satu), dapat dipertimbangkan cara penulisan dengan rincian dalam bentuk tabulasi.

Contoh :

Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku 1. Peraturan Desa Nomor ... Tahun .... tentang 2. Peraturan Desa Nomor ... Tahun .... tentang 3. Peraturan Desa Nomor ... Tahun .... tentang 4. Peraturan Desa Nomor ... Tahun .... tentang 5. Peraturan Desa Nomor... Tahun .... tentang

10. Pencabutan Peraturan Desa harus disertai dengan keterangan mengenai Status Hukum dari Peraturan Pelaksanaan, Peraturan lebih rendah, atau Keputusan yang telah dikeluarkan berdasarkan peraturan Desa yang dicabut. Contoh

Pasal 102

Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, semua Peraturan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Desa Nomor ……Tahun …….. tentang ……… (Berita Daerah Tahun Nomor ………) dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Desa ini.

11. Untuk mencabut Peraturan Desa yang telah di Undangkan tetapi belum mulai

berlaku, gunakan frase ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.

316

Contoh Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, Peraturan Desa Nomor ……Tahun….. Tentang……(Berita Daerah Tahun……… Nomor …… ) ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.

12. Pada dasarnya setiap Peraturan Desa mulai berlaku pada saat Peraturan yang bersangkutan di Undangkan .

13. Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya Peraturan Desa yang bersangkutan pada saat diundangkan, hal ini hendaknya dinyatakan secara tegas didalam Peraturan Desa yang bersangkutan dengan a. Menentukan tanggal tertentu saat Peraturan Desa akan berlaku;

Contoh : Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2006.

b. Dengan menentukan Iewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat

Pengundangan atau penetapan agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran gunakan frase setelah……(tenggang waktu) sejak……

Contoh Peraturan Desa ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan.

14. Hindari frase…… mulai berlaku efektif pada tanggal …….atau yang sejenisnya,

karena frase ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi berlakunya suatu Peraturan Perundang-undangan: saat Pengundangan atau saat berlaku efektif.

15. Pada dasarnya saat mulai berlaku Peraturan Desa adalah sama bagi seluruh bagian Perundang-undangan dan seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia. Contoh

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 16. Penyimpangan terhadap saat mulai berlaku Peraturan Desa hendaknya

dinyatakan secara tegas dengan menetapkan bagian-bagian mana dalam Peraturan Desa itu yang berbeda saat mulai berlakunya.

Contoh : Pasal 45

(1) Ketentuan sebagimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1), ayat( 2), ayat (3),

dan ayat (4) mulai berlaku pada tanggal ……..

317

17. Pada dasarnya saat mulai berlakunya Peraturan tidak dapat dilakukan lebih awal dari pada saat pengundangannnya.

18. Jika ada alasan yang kuat untuk memberlakukan Peraturan lebih awal dari pada saat pengundangannya (artinya, berlaku surut ), perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Ketentuan baru yang berkalitan dengan masalah pidana, balk jenis, berat,

sifat, maupun klasifikasinya, tidak ikut diberlakusurutkan; b. Rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut terhadap tindakan

hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, perlu dimuat dalam ketentuan peralihan;

c. Awal dari saat mulai berlaku Peraturan sebaiknya ditetapkan tidak lebih dahulu dari saat rancangan Peraturan tersebut mulai diketahui oleh masyarakat, misalnya, saat rancangan Peraturan Desa itu disampaikan ke BPD.

19. Saat mulai berlaku Peraturan Desa, pelaksanaannya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlaku Peraturan Desa yang mendasarinya.

20. Peraturan hanya dapat dicabut dengan Peraturan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

21. Pecabutan Peraturan dengan Peraturan yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan, jika Peraturan yang lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian mated Peraturan lebih rendah yang dicabut itu.

D. PENUTUP

1. Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Desa yang memuat a. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Desa dalam Berita

Daerah. b. Penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Desa. c. Pengundangan Peraturan Desa ; dan d. Akhir bagian penutup.

2. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Desa dalam Berita Daerah yang berbunyi sebagai berikut Contoh Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Desa (jenis Peraturan Perundang-undangan).... ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah.

3. Penandatangan pengesahan atau penetapan Peraturan Desa memuat a. Tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan b. Nama jabatan c. Tanda tangan pejabat, dan d. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat.

4. Rumusan tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan diletakkan di sebelah kanan.

318

5. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma.

Contoh untuk pengesahan

Disahkan di Made Pada tanggal KEPALA DESA MADE,

ttd N A M A

Contoh untuk penetapan :

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal ……….. KEPALA DESA MADE,

ttd

NAMA 6. Pengundangan Peraturan Desa (Peraturan Kepala Desa) memuat:

a. Tempat dan tanggal Pengundangan; b. Nama jabatan yang berwenang mengundangkan; c. Tanda tangan; dan d. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat.

7. Tempat tanggal Pengundangan Peraturan Perundang-undangan diletakkan di sebelah kiri (di bawah penandatanganan pengesahan atau penetapan)

8. Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma.

Contoh

Diundangkan di………. Pada tanggal …………. SEKRETARIS DAERAH (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-Undangan)

Tanda tangan NAMA

9. Jika dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari Kepala Desa tidak menandatangani

rancangan peraturan desa yang telah disetujui bersama antara Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa, maka dicantumkan kalimat pengesahan setelah nama pejabat yang mengundangkan yang berbunyi: Peraturan Desa ini dinyatakan sah.

10. Pada akhir bagian penutup dicantumkan Berita Daerah beserta tahun dan nomor Lembaran Berita Daerah tersebut.

11. Penulisan frase Berita Daerah ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

319

Contoh BERITA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN …..NOMOR …..

E. PENJELASAN

1. Peraturan Desa dapat diberi penjelasan, jika diperlukan. 2. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk Peraturan Desa atas norma

tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran Iebih lanjut dari norma yang diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan.

3. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut. Oleh karena itu, hindari membuat rumusan norma di dalam bagian penjelasan.

4. Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

5. Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

6. Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Desa yang bersangkutan.

Contoh PENJELASAN

ATAS PERATURAN DESA MADE NOMOR …….TAHUN ……..

TENTANG

PUNGUTAN DESA

7. Penjelasan Peraturan Desa memuat penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

8. Rincian penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal diawali dengan angka Romawi dan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

Contoh I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL

9. Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Peraturan Desa yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsideran, serta asas-asas, tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung dalam batang tubuh Peraturan Desa.

10. Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab, jika hal ini Iebih memberikan kejelasan.

320

Contoh 1. UMUM

a. Dasar Pemikiran ……….. b. Pembagian Wilayah ………. c. Asas-asas Penyelenggara Pemerintahan ………. d. Daerah Otonom ………. e. Wilayah Administratif ………. f. Pengawasan ……….

11. Dalam penyusunan penjelasan pasal demi pasal harus diperhatikan agar rumusannya

a. Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh; b. Tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh; c. Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh; d. Tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat di dalam

ketentuan umum. 12. Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau istilah,

tidak perlu diberikan penjelasan karena itu batasan pengertian atau definisi harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti tanpa memerlukan penjelasan lebih lanjut.

13. Pada pasal atau ayat yang tidak memerlukan penjelasan ditulis frase Cukup jelas yang diakhiri dengan tanda baca titik, sesuai dengan makna frase penjelasan pasal demi pasal tidak digabungkan walaupun terdapat beberapa pasal berurutan yang tidak memerlukan penjelasan. Contoh Pasal 7

Cukup jelas. Pasal 8

Cukup jelas, Pasal 9

Cukup jelas. 14. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak memerlukan penjelasan,

pasal yang bersangkutan cukup diberi penjelasan Cukup jelas, tanpa merinci masing-masing ayat atau butir.

15. a. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir dan salah ' satu ayat atau butir tersebut memerlukan penjelasan, setiap ayat atau butir perlu dicantumkan dan dilengkapi dengan penjelasan yang sesuai.

321

Contoh: Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Ayat ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada hakim dan para pengguna hukum.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

b. Jika suatu istilah/kata/frase dalam suatu pasal atau ayat yang memerlukan penjelasan, gunakan tanda baca petik (" ... ") pada istilah kata/frase tersebut. Contoh Pasal 25 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "persidangan yang berikut" adalah masa persidangan Dewan Perwakilan rakyat yang hanya diantarai satu masa reses.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)

Dalam hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lampiran, hal tersebut harus dinyatakan dalam batang tubuh dan pernyataan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pada akhirnya lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang mengesahkan/ menetapkan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

322

II. BENTUK PERATURAN DESA

PERATURAN DESA …. (nama Desa)

NOMOR …… TAHUN …… TENTANG

ZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ

DENGAN RAHMATUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA ……………………. (nama Desa),

Menimbang : a. bahwa ……………….; b. bahwa ……………….; c. dan seterusnya ……………….; Mengingat : 1. …………….; 2. …………….; 3. dan seterusnya ……;

Dengan persetujuan Bersama BADAN PERMUSYAWARATAN DESA …..

(nama Desa) dan

KEPALA DESA ….. (nama desa),

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA …… TENTANG …… (Nama PERATURAN DESA)

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

BAB II

Pasal …..

BAB ……

(dan seterusnya)

323

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamongan.

Ditetapkan di pada tanggal .... KEPALA DESA .... (nama desa ) (tanda tangan) (NAMA)

Diundangkan di pada tanggal …..SEKRETARIS DAERAH ...... (nama Kabupaten/Kota) (tanda tangan) (NAMA) LEMBARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (nama Kabupaten/Kota) TAHUN .... NOMOR ……

324

III. BENTUK PERATURAN KEPALA DESA

PERATURAN KEPALA DESA …. (nama Desa)

NOMOR …… TAHUN …… TENTANG

ZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ

KEPALA DESA ……………… (nama desa)

Menimbang : a. bahwa ……………….; b. bahwa ……………….; c. dan seterusnya ……………….; Mengingat : 1. …………….; 2. …………….; 3. dan seterusnya ……;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA …… TENTANG ……

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 BAB II

Pasal ….. BAB ……

(dan seterusnya)

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Lamongan.

Ditetapkan di ….. pada tanggal .... KEPALA DESA .... (nama desa ) (tanda tangan) (NAMA)

325

Diundangkan di ……….. pada tanggal …..SEKRETARIS DAERAH ...... (nama Kabupaten/Kota) (tanda tangan) (NAMA) LEMBARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (nama Kabupaten/Kota) TAHUN .... NOMOR ……

326

IV. BENTUK KEPUTUSAN KEPALA DESA

KEPUTUSAN KEPALA DESA …. (nama Desa)

NOMOR …… TAHUN …… TENTANG

ZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ

KEPALA DESA ……………… (nama desa)

Menimbang : a. bahwa ……………….; b. bahwa ……………….; c. dan seterusnya..…….; Mengingat : 1. …………….; 2. …………….; 3. dan seterusnya ……;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERTAMA : KEDUA : KETIGA : KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ….. pada tanggal .... KEPALA DESA .... (nama desa ) (tanda tangan) (NAMA)

BUPATI LAMONGAN ttd

M A S F U K

327