13492-25232-1-sm

63
NEUTROFIL VAGINA DAN PERSALINAN PRETERM dr. Ida Bagus Sindhu, SpOG BAGIAN /SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RS SANGLAH 2012

Upload: gladeva-yugi-antari

Post on 05-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sadgdjf

TRANSCRIPT

Page 1: 13492-25232-1-SM

NEUTROFIL VAGINA DAN PERSALINAN PRETERM

dr. Ida Bagus Sindhu, SpOG

BAGIAN /SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RS SANGLAH

2012

Page 2: 13492-25232-1-SM

BAB 1

PENDAHULUAN

Persalinan preterm masih merupakan masalah penting dalam bidang

obstetri khususnya dibidang perinatologi, karena terjadi 10-15% dari seluruh

persalinan, juga merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus

terbanyak, baik dinegara berkembang maupun negara maju. Kira-kira 70% dari

kematian neonatus disebabkan oleh bayi yang lahir preterm.1

Kelahiran preterm didefinisikan sebagai kelahiran yang terjadi pada umur

kehamilan kurang dari 37 minggu atau 259 hari, yang merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas neonatal serta menjadi kerugian kesehatan dalam jangka

yang panjang.2,3,4

Anak yang lahir prematur memiliki resiko lebih tinggi untuk

menderita serebral palsi, defisit sensorik, penyakit pernapasan, dan kesulitan

dalam konsentrasi belajar dibandingkan dengan anak yang lahir cukup bulan.

Morbiditas yang terkait dengan kelahiran preterm sering meluas ke kehidupan

anak itu selanjutnya.5,6

Oleh karena itu, diagnosis persalinan preterm yang

akurat dan prediksi kelahiran preterm pada wanita dengan gejala adalah penting

bagi pemberi layanan kesehatan, agar dapat memberikan penatalaksanaan yang

tepat dan efektif, sehingga menghindari intervensi yang tidak perlu.

Pada tahun 2005, sebanyak 12,5 juta kelahiran atau 9,6% dari semua

kelahiran di seluruh dunia adalah kelahiran preterm. Sekitar 11 juta (85%) dari

kelahiran preterm terkonsentrasi di Afrika dan Asia, sekitar setengah juta di

1

Page 3: 13492-25232-1-SM

Amerika Latin dan Karibia. Kejadian tertinggi kelahiran preterm berada di Afrika

dan Amerika Utara (11,9% dan 10,6% dari semua kelahiran), dan terendah berada

di Eropa (6,2%).7 Di Amerika Serikat pada tahun 2005, sebanyak 28.384 bayi

meninggal pada tahun pertama hidupnya. Kelahiran preterm terlibat sekitar dua pertiga dari kematian ini.

8 Di Indonesia diperkirakan kelahiran preterm terjadi 10%

dari sekitar 4 juta kelahiran, dan angka kematian neonatal sebanyak 20% dari

seluruh kelahiran preterm.9

Pemicu awal persalinan preterm spontan masih belum bisa dijelaskan

secara pasti. Beberapa konsep yang ada telah berusaha menjelaskan patofisiologi

persalinan preterm yang dikaitkan dengan kejadian infeksi, iskhemia dan respon

pada jaringan khorioamnion dan desidua. Dikemukakan pula bahwa 70-80%

persalinan preterm yang terjadi spontan mempunyai hubungan yang cukup

bermakna dengan kejadian infeksi pada vagina dan servik, yang sering dikaitkan

dengan terjadinya infeksi pada jaringan korioamnion.10,11,12

Komponen penting dari persalinan adalah terjadinya proses pematangan

servik. Perubahan yang terjadi selama proses pematangan servik pada fase kedua

persalinan ini disertai pula dengan invasi stroma oleh sel inflamasi. Hal ini

mencetuskan hipotesa bahwa proses pematangan servik ini merupakan suatu

proses inflamasi dimana terdapat kemoatatraktan yang memasukkan sel

inflamasi ke dalam servik.

Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan

kolagen dalam servik serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya

pematangan servik maka bagian atas dari servik yaitu ostium uteri internum

bergerak ke lateral sehingga menjadi sulit dibedakan dengan segmen bawah

2

Page 4: 13492-25232-1-SM

rahim. Hal ini menandakan bahwa ostium uteri internum merupakan tempat

dimana proses pematangan servik menjadi maksimal.59

PGE2 bersama-sama dengan mCSF mempengaruhi sel darah putih dan

fibroblas di servik menyebabkan terjadinya sintesis dan pelepasan kolagenase.

Kolagenase ini akan memecah jaringan kolagen servik sehingga jumlah kolagen

menurun, maka terjadilah proses pelunakan atau pematangan servik. Servik yang

melunak ini akan menyebabkan mudahnya terjadi penipisan dan pembukaan.60

Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin

yaitu interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam menstimulasi

pelepasan kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease

desktruktif yang lainnya. Kecepatan produksi neutrofil sekitar 1011

perhari

sehingga neutrofil merupakan sumber yang tak terbatas dari kolagenase.59

Penelitian sebelumnya menggambarkan adanya hubungan antara penanda

infeksi dan atau inflamasi pada saluran genitalia atas dan saluran genitalia bawah

dengan kejadian persalinan preterm.13

Pada kehamilan, ditemukan diantara wanita dengan persalinan preterm

spontan dengan membran intak, lebih dari 5 netrofil perlapang pandang

(pembesaran x 400 ) sangat sensitif menunjukkan infeksi atau inflamasi dari

cairan amnion. 14

Tidak semua pasien yang datang dengan tanda persalinan preterm akan

menjadi kelahiran preterm. Bagaimanapun juga, banyak dari kondisi ini harus

mengalami perawatan di rumah sakit yang sebenarnya tidak diperlukan oleh

karena sulitnya menentukan antara ancaman persalinan preterm dan persalinan

3

Page 5: 13492-25232-1-SM

preterm yang menjadi kelahiran preterm. Prediktor diagnosis yang baik tidak hanya

menghindari pasien dari terapi tokolitik dan efek sampingnya, tetapi juga dapat

menurunkan angka perawatan rumah sakit dan juga menurunkan angka rujukan ke

fasilitas perawatan perinatologi. Telah banyak prediktor diagnostik yang digunakan

untuk memprediksi kelahiran preterm sebelumnya, namun belum ada yang memiliki

sensitivitas dan spesifitas yang baik untuk digunakan klinisi

dalam praktek sehari – hari.15

Pemeriksaan yang tidak invasif dan telah dilakukan di RS Dr. Hasan Sadikin

adalah pemeriksaan gabungan pH dan neutrofil vagina yang memberikan nilai

spesifisitas dan akurasi yaitu 83,3% dan 75% untuk memprediksi terjadinya

persalinan kurang bulan.16

Penanda biologik ini meningkat pada swab vagina,

yang ditemukan pada persalinan preterm melalui pemeriksaan pengecatan gram.13

Sari pustaka ini akan membahas mengenai neutrofil vagina dan

perannya dalam persalinan preterm. Dimana tingginya jumlah neutrofil vagina

perlapangan pandang melalui pemeriksaan swab vagina daapt digunakan sebagai

prediktor persalinan preterm.

4

Page 6: 13492-25232-1-SM

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Persalinan Preterm

Persalinan preterm adalah persalinan yang menjadi kelahiran pada umur

kehamilan kurang 37 minggu, dengan berat bayi baru lahir dapat rendah atau lebih

besar dari usia kehamilan namun tetap memenuhi kriteria definisi preterm.

12

Menurut Creasy dan Herron, didefinisikan sebagai persalinan pada wanita hamil

dengan usia gestasi 20 – 36 minggu, dengan kontraksi uterus empat kali tiap 20

menit atau delapan kali tiap 60 menit selama enam hari, dan diikuti oleh satu dari

beberapa hal berikut: ketuban pecah dini (premature rupture of membrane,

PROM), dilatasi serviks≥2 cm, penipisan serviks > 50%, atau perubahan dalam

hal dilatasi dan penipisan serviks pada pemeriksaan secara serial.18

Definisi lain

mengenai persalinan preterm yaitu munculnya kontraksi uterus dengan intensitas

dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks

sebelum memasuki usia gestasi yang matang (antara 20 sampai 37 minggu).19

Sedangkan menurut WHO, preterm didefinisikan sebagai usia kehamilan yang

kurang dari 37 minggu lengkap (259 hari) sejak hari pertama haid terakhir.20

Di Indonesia sendiri angka kejadian persalinan preterm belum dapat

dipastikan jumlahnya namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di

Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka

kejadian persalinan preterm.21

Lima provinsi mempunyai persentase BBLR

tertinggi adalah Provinsi Papua (27,0%), Papua Barat (23,8%), Nusa Tenggara

5

Page 7: 13492-25232-1-SM

Timur (20,3%), Sumatera Selatan (19,5%), dan Kalimantan Barat (16,6%).

Sedangkan 5 provinsi dengan persentase BBLR terendah adalah Bali (5,8%),

Sulawesi Barat (7,2%), Jambi (7,5%), Riau (7,6%), dan Sulawesi Utara (7,9%).

21

Dari penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993,

didapatkan angka kejadian persalinan preterm 20,4% dan berat lahir rendah sebesar

9,3%. Selain itu terdapat sejumlah morbiditas yang turut berperan dalam terjadinya

persalinan dan kelahiran preterm, misalnya anemia, di mana prevalens

anemia pada ibu hamil mencapai 51%.22

2.2 Etiologi dan faktor risiko persalinan preterm

Dalam sebagian besar kasus, etiologi persalinan preterm tidak terdiagnosis

dan umumnya multifaktor. Kurang lebih 30% persalinan preterm tidak diketahui

penyebabnya.

23 Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh beberapa faktor seperti

kehamilan ganda (30% kasus),24

infeksi genitalia, ketuban pecah dini, perdarahan

antepartum, inkompetensia serviks, dan kelainan kongenital uterus (20-25% kasus).

25 Sisanya 15-20% sebagai akibat hipertensi dalam kehamilan,

pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit lain

selama kehamilan.26

Seluruh kondisi klinis yang berkaitan dengan persalinan

preterm tersebut dapat digolongkan menjadi faktor-faktor antara lain sebagai

berikut:18

- Faktor maternal:

Status sosial ekonomi yang rendah

Riwayat persalinan preterm sebelumnya

Usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun

6

Page 8: 13492-25232-1-SM

Berat badan rendah sebelum hamil (Indeks Massa Tubuh - IMT < 19,8

kg/m2)24

Merokok

Penyalahgunaan zat adiktif

Riwayat abortus pada trimester kedua - Faktor uterus:

Anomali uterus

Trauma

- Infeksi19

Bakterial vaginosis (BV)

Trikomonas vaginalis Faktor risiko yang paling dominan adalah sosial ekonomi yang rendah dan

riwayat persalinan preterm sebelumnya.

2.3 Prediksi persalinan preterm

Terdapat tiga alasan pentingnya dilakukan prediksi terhadap persalinan

preterm. Pertama, dengan menjabarkan faktor-faktor prediktif terhadap persalinan

preterm, mekanisme terjadinya persalinan preterm spontan dapat diketahui lebih

baik. Kedua, prediksi persalinan preterm tersebut berguna untuk mengidentifikasi

kelompok wanita dengan risiko tinggi yang mungkin membutuhkan pemeriksaan

lanjutan dan membutuhkan intervensi. Ketiga, masih berkaitan dengan alasan kedua,

dengan mengidentifikasikan kelompok wanita dengan risiko persalinan preterm

yang rendah, segala macam pemeriksaan yang membutuhkan biaya dan

7

Page 9: 13492-25232-1-SM

intervensi yang mungkin membahayakan dapat dihindari. Hingga saat ini, belum ada

satu atau beberapa kelompok pemeriksaan yang memiliki nilai sensitivitas dan

spesifisitas yang optimal. Prediksi tersebut dibagi menjadi prediksi klinis, biofisik,

dan biologik.28

Sebagian lagi membagi atas prediksi primer dan sekunder.

Prediksi primer artinya prediksi yang dapat diketahui sebelum kehamilan,

sedangkan prediksi sekunder adalah prediksi yang hanya dapat diketahui setelah

kehamilan.29

Prediksi disini belum tentu suatu uji skrining, karena saat ini belum

ada uji skrining yang dilakukan rutin terhadap persalinan preterm yang terpisah

dari proses anamnesis untuk mencari faktor risiko, seperti riwayat persalinan

sebelumnya. Prediksi yang tepat akan memberikan kesempatan melakukan

intervensi yang efektif.30

Dalam sari pustaka ini, batasan yang digunakan adalah

prediksi klinis, biofisik, dan biologik.

Prediksi persalinan preterm secara klinis mencakup anamnesis, pemeriksaan

fisik dan skrining infeksi vagina. Dari anamnesis, dokter bisa mendapatkan data

identitas pasien, memperkirakan usia kehamilan saat datang berdasarkan hari

pertama haid terakhir, serta menggali kebiasaan dan faktor risiko yang berkaitan

dengan insidens persalinan preterm yang mungkin ada pada

pasien.

19 Dari identitas pula dokter dapat memperkirakan kondisi sosial ekonomi

pasien sebab hampir seluruh penelitian menemukan bahwa keadaan sosioekonomi

yang rendah memiliki kaitan dengan persalinan preterm.31

Riwayat persalinan preterm sebelumnya merupakan penanda risiko paling

kuat dan paling penting.27,31

Diperkirakan bahwa insidens terjadinya persalinan

preterm selanjutnya setelah satu kali persalinan preterm meningkat hingga 14,3%

dan setelah dua kali persalinan preterm meningkat hingga 28%.32

Wanita yang

8

Page 10: 13492-25232-1-SM

mengalami persalinan preterm memiliki risiko untuk mengalaminya kembali pada

kehamilan selanjutnya. Selain itu, kebiasaan merokok juga berkaitan dengan

peningkatan kejadian preterm. Semakin banyak ibu merokok, risiko terjadinya

persalinan preterm makin besar.31

Dari pemeriksaan fisik, pemeriksa bisa memperoleh data klinis pasien

seperti keadaan umum, berat badan dan tinggi badan yang sekaligus digunakan

untuk mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT), tekanan darah, dan pemeriksaan

obstetrik. Indeks massa tubuh yang rendah sebelum hamil (IMT < 19,8 kg/m2)

atau kenaikan berat badan yang kurang pada saat kehamilan meningkatkan risiko

terjadinya persalinan preterm.27,31

Dari pemeriksaan obstetrik, adanya kontraksi dengan intensitas dan

frekuensi yang cukup untuk menyebabkan penipisan dan pematangan serviks pada

usia gestasi 24-37 minggu merupakan suatu penanda persalinan preterm aktif.19

Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis persalinan preterm adalah

terdapatnya kontraksi yang nyeri, dapat diraba, berlangsung selama lebih dari 30

detik dan muncul minimal empat kali tiap 20 menit.33

Hanya saja, nilai sensitivitas

dan prediksi positifnya rendah sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat skrining

persalinan preterm. Jika pada usia gestasi 22 - 24 minggu terdapat empat atau lebih

kontraksi tiap jamnya, nilai sensitivitas dan prediksi positif 9% dan 25%. Sementara

bila pada usia gestasi 27 - 28 minggu didapatkan empat atau lebih kontraksi tiap

jamnya, nilai sensitivitas dan prediksi positifnya 28% dan

23%.34

Selain itu dari pemeriksaan obstetrik juga dapat dilakukan penilaian

serviks dengan menggunakan skor Bishop. Nilai Bishop diperoleh dari kriteria

9

Page 11: 13492-25232-1-SM

dalam tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, skor Bishop didapat dari penjumlahan

skor masing-masing kriteria sesuai hasil pemeriksaan fisik.

Tabel 1 Skor Bishop

Dengan mengumpulkan faktor risiko-faktor risiko tersebut, dapat dilakukan

penilaian risiko dan pengelompokan terhadap wanita dengan risiko tinggi

mengalami persalinan preterm pada awal kehamilan. Nilai ini diambil dari riwayat

pasien, latar belakang sosial, dan gaya hidup; ada beberapa yang menambahkan

adanya gejala yang dirasakan selama kehamilan. Namun, nilai prediksinya rendah.

Nilai kemungkinan terjadinya preterm dengan penilaian risiko ini antara 1,3 hingga

8,7 kali lipat. Salah satu alasannya adalah banyak persalinan preterm justru terjadi

pada wanita yang dinilai tidak memiliki risiko berdasarkan penanda standar. Pada

praktiknya, sensitivitasnya kurang dari 50%, bahkan di bawah 25% dengan nilai

prediksi positif (Positive Predictive Value-PPV) antara 20% dan 40%. Alhasil,

kurang dari setengah dari ibu hamil yang menjalani persalinan preterm yang berhasil

diidentifikasi dan akan terdapat banyak ibu hamil yang dianggap berisiko tinggi

yang akan menjalani sejumlah pemeriksaan

yang mahal dan tidak efektif.31

Selain berkaitan dengan kehamilan, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

dilakukan dapat memberikan informasi mengenai kemungkinan adanya infeksi,

10

Page 12: 13492-25232-1-SM

khususnya pada vagina. Infeksi pada vagina dipandang penting sebagai alat

untuk memprediksikan terjadinya preterm oleh karena terdapat sejumlah bukti

kuat mengenai peran infeksi sebagai faktor risiko persalinan preterm yang paling

kuat.31

Bukti tersebut antara lain: (1) infeksi intrauterin atau adanya produk

mikroorganisme sistemik pada hewan yang hamil mencetuskan persalinan

preterm, (2) pengobatan antibiotik terhadap infeksi intrauterin yang asenden

dapat mencegah terjadinya prematuritas, (3) infeksi maternal sistemik seperti

pielonefritis dan pneumonia seringkali berhubungan dengan kejadian persalinan

preterm pada manusia, (4) infeksi intrauterin subklinis berhubungan dengan

prematuritas, (5) pengobatan vaginosis bakterial dan bakteriuria asimtomatik

mencegah prematuritas, dan (6) korioamnionitis akut secara histologis

berhubungan dengan persalinan preterm yang spontan. Penelitian mikrobiologi

dan histopatologis menunjukkan infeksi berperan pada 25-40% kasus persalinan

preterm.31,35

Prediksi biofisik dilakukan dengan mengukur parameter fisik pada ibu.

Parameter fisik yang dimaksud adalah panjang serviks. Cara pemeriksaan

serviks antara lain yaitu:

1. Digital dengan jari.

2. Ultrasonografi (USG) transabdominal.

3. USG transperineal.

4. USG transvaginal.

Pengukuran panjang serviks dapat digunakan untuk memprediksikan

adanya risiko persalinan preterm. Serviks yang pendek memiliki risiko lebih

tinggi mengalami persalinan preterm.36

11

Page 13: 13492-25232-1-SM

Pemeriksaan digital dengan jari merupakan cara pemeriksaan yang umum

dilakukan oleh dokter dalam mendiagnosis persalinan preterm namun bersifat

sangat subyektif dalam menilai panjangnya serviks, di samping itu terjadi

perbedaan yang begitu jauh antara satu pemeriksa dengan pemeriksa yang lain

sehingga cara ini mempunyai nilai yang paling rendah dalam menentukan

panjangnya dan pembukaan serviks.37

Penilaian serviks yang lebih baik dapat dilakukan dengan menggunakan

USG. Teknik USG yang dapat dilakukan adalah USG transabdominal, transperineal

dan transvaginal. USG transabdominal memiliki keterbatasan yaitu ketika dilakukan

pemeriksaan, kandung kemih harus dalam keadaan terisi, namun hal ini dapat

menyebabkan pemanjangan serviks sehingga mengaburkan adanya serviks yang

pendek atau bentuk serviks yang funneling (pembukaan serviks dari

internal os).37

USG transvaginal merupakan cara invasif yang tidak membutuhkan

pengisian kandung kencing sehingga gambaran serviks yang sebenarnya bisa

ditampilkan dengan jelas. Disamping itu USG transvaginal juga dapat mengukur

dengan akurat bila terjadi pembukaan serviks bahkan juga funneling sehingga

tatacara pengukuran serviks yang sangat dianjurkan adalah secara

transvaginal.37,38,39

12

Page 14: 13492-25232-1-SM

Gambar 1 Pengukuran serviks dengan teknik USG

transvaginal Sumber : Novaes et al 2007

Panjang serviks bervariasi sesuai dengan usia kehamilan di mana

semakin tua usia kehamilan, maka ukuran serviks akan semakin memendek

untuk memungkinkan persalinan dimulai.

Palacio dkk meneliti nilai cut off panjang serviks terhadap 333 kasus

persalinan preterm usia 24 - < 36 minggu dan mengelompokkan ke dalam 2 kategori

yaitu kelompok pertama < 32 minggu (sangat preterm) dan ≥ 32 minggu (kelompok

2, preterm) dan mendapatkan bila panjang serviks < 15 mm pada semua kelompok

maka kemungkinan besar akan terjadi persalinan preterm dengan sensitivitas 28,6%

dan spesifisitas 96,5%. Sedang bila panjang serviks 25 mm bisa

diprediksi risiko terjadinya persalinan preterm akan sangat rendah.40

Funneling serviks yang dapat ditemukan dengan USG adalah T, Y, V,

U,seperti ditunjukkan dengan gambar 2.

13

Page 15: 13492-25232-1-SM

Gambar 2 Contoh funneling serviks.

Sumber : Phllippe Jeanty 2001

Pada wanita yang dicurigai akan mengalami persalinan preterm, USG

transvaginal bisa menjadi prediksi yang baik. Panjang serviks yang > 3 cm pada

usia gestasi 34 minggu memiliki nilai prediksi negatif yang besar. Hal ini dapat

menghindarkan wanita tersebut dari terapi dan pemeriksaan lanjut yang tidak

diperlukan.37

Prediksi biologik dilakukan dengan menggunakan biomarker yang

diproduksi pada masa kehamilan, baik dari tubuh ibu maupun bayi. Biomarker

tersebut dapat berasal dari serum, plasma, sekret vagina atau serviks termasuk

pewarnaan Gram, cairan amnion, urin, dan DNA.41

Pada kehamilan, ditemukan diantara wanita dengan persalinan preterm

spontan dengan membran intak, lebih dari 5 netrofil perlapang pandang

(pembesaran x 400 ) sangat sensitif menunjukkan infeksi atau inflamasi dari

cairan amnion.14

Lebih dari satu dekade, deteksi dari berbagai prediksi biologik telah

diteliti sebagai suatu alat diagnostik yang potensial dalam memprediksi ancaman

14

Page 16: 13492-25232-1-SM

persalinan preterm pada umur kehamilan kurang dari 35 minggu. Dari semuanya,

pemeriksaan neutrofil melalui swab vagina menjadi suatu pemeriksaan yang tidak

invasif dalam mendiagnosis persalinan preterm secara klinis dan memberikan nilai

spesifisitas dan akurasi yaitu 83,3% dan 75% untuk memprediksi terjadinya

persalinan kurang bulan.16

2.4 Neutrofil

Neutrofil, disebut juga leukosit polimorfonuklear merupakan jumlah yang

paling banyak dari populasi sel darah putih dan sebagai perantara fase awal dari

reaksi inflamasi.17

Neutrofil merupakan sel yang berbentuk bola dengan diameter kira-kira 12-

15 µm dengan membran yang banyak. Neutrofil memiliki segmen yang terbentuk

dari 3 sampai 5 lobulus yang saling berhubungan, oleh karena itu neutrofil disebut

juga polymorphonuclear leukocyte. Sitoplasma neutrofil terdiri dari 2 tipe granula.

Yang paling banyak adalah granula spesifik yang terdiri dari enzim seperti:

lysozyme, kolagenase dan elastase. Granulosa ini tidak memberikan pewarnaan yang

kuat pada pengecatan dasar atau pengecatan yang bersifat asam ( seperti

hematoxylin, eosin dan sejenisnya), hal ini yang membedakan granulosa neutrofil

dengan basofil dan eosinofil. Granulosa yang lain dari neutrofil disebut granulose

azurophilic adalah lisosom yang mengandung enzim dan substansi

mikrobisidal lainnya, termasuk defensins dan cathelicidins.17

15

Page 17: 13492-25232-1-SM

Gambar 3 Morfologi Neutrofil. Mikrograf cahaya dari neutrofil darah

menunjukkan nukleus yang multilobus dan granulosa sitoplamik yang

jenuh, oleh karenanya disebut juga polymorphonuclear leukocyte

Sumber: Andrew,2010

Neutrofil diproduksi di sumsum tulang belakang dan keluar dari asal

yang sama dengan fagosit mononuklear. Produksi dari neutrofil distimulasi oleh

granulocyte colony- stimulating factor (G-CSF). Manusia dewasa memproduksi

lebih dari 1x1011

neutrofil perhari, dan bersirkulasi dalam darah hanya kurang

lebih 6 jam. Neutrofil bisa berpindah ketempat yang mengalami infeksi, hanya

dalam beberapa jam setelah masuknya mikroba. Jika neutrofil tidak menuju ke

tempat terjadinya reaksi inflamasi pada periode tersebut, hal tersebut

menunjukkan terjadi proses apoptosis dan biasanya terjadi fagositosis oleh

makrofag di hati atau limpa. Setelah memasuki jaringan, fungsi dari neutrofil

hanya beberapa jam dan kemudian mati.

16

Page 18: 13492-25232-1-SM

Gambar 4 Hematopoie sis. Perkembangan dari berbagai macam sel dar ah merah

digambarkan dalam ―Pohon Hematopoietic‖

Sumber: And rew,2010

2.5 Fagositosis dan Re spon Inflamasi 17

Fagosit, termas uk neutrofils dan makrofag adalah sel-sel y ang fungsi

utamanya adalah untuk mengidentifikasi, memakan atau men cerna dan

menghancurkan mikroba. Respon fungsional dari fagosit dalam pertahanan host

terdiri dari langkah-langkah berurutan : perekrutan aktif sel ke tem pat infeksi.

Pengenalan mikroba, proses ingesti mikroba dengan proses fagositosis, dan

17

Page 19: 13492-25232-1-SM

penghancuran mikroba. Selain itu, fagosit menghasilkan sitokin yang melayani

banyak peran penting dalam respon imun adaptif dan perbaikan jaringan.

2.5.1 Perekrutan leukosit ke situs infeksi 17

Neutrofils dan Monosit direkrut dari darah ke situs infeksi dengan mengikat

molekul adhesi pada sel endotel dan kemoatractants dihasilkan sebagai respons

terhadap infeksi. Pada suasana non infeksi, lekosit berada di sirkulasi dan tidak

berada di jaringan. Perekrutan leukosit adalah proses multistep dimulai dari

pengikatan leukosit pada lapisan endothelial pada lumen vena post kapiler

kemudian migrasi melewati dinding pembuluh darah. Setiap langkah diatur oleh

beberpa molekul tertentu.

1. Selektin-memediasi pemindahan lekosit pada endotel

Sbagai respon yang timbul akibat adanya mikroba dan sitokin yang

diproduksi oleh sel –sel yang menyerang mikroba, sel endothelial pada

bens post capiler dimana terdapat inflamasi terjadi peningkatan ekspresi

protein permukaan yang disebut selectin. Salah satu sitokin yang

terpenting dalam aktivasi endotel adalah Tumor Necrosis Factor (TNF)

dan Interleukin 1 (IL-1). Kedua tipe dari selektin yang diekspresikan dari

sel endotel adalah selectin-P, yang tersimpan pada granul sitoplasma dan

secara cepat didistribusikan pada permukaan sebagai respon dari produk

mikroba dan sitokin. Selektin-E yang disintesis sebagai respon dari

interleukin 1(IL-1) dan TNF, bersamaan dengan produk mikroba,

diekspresikan ke permukaan sel dalam waktu 1 sampai 2 jam. Selektin

ketiga, disebut L-selektin(CD62L), diekspresikan pada limfosit, dan

18

Page 20: 13492-25232-1-SM

leukosit lainnya. Dimana ia menyediakan reseptor untuk limfosit T dan sel

dendrite pada limfonodi, memediasi ikatan antara limfosit T dengan endotel

vena. Pada neutrofil, memberikan ikatan pada sel endotel yang diaktivasi

oleh sitokin (TNF,IL-1, dan IFN∂) yang terdapat pada inflamasi. Leukosit

mengekspresikan L-selektin dan ligan kaborhidrat untuk selektin P dan E

pada mikrovili masing-masing, memfasilitasi interaksi dengan molekul pada

permukaan sel endotel. Interaksi ligan selektin-selektin adalah dengan

afinitas yang rendah (Kd-100mm), mudah dilepaskan oleh gaya pada aliran

darah. Sehingga, leukosit kembali berikatan dengan permukaan endotel. Hal

ini menunjukkan bahwa leukosit pada endotel memulai langkah selanjutnya

pada proses aktivasi leukosit.

2. Mediasi kemokin meningkatkan afinitas integrin. Kemokin adalah polipetida sitokin berukuran kecil,yang diproduksi oleh

makrofag jaringan, sel endotel, dan beberapa tipe sel sebagai respon dari

produk mikroba, IL-1, TNF, sitokin yang diasosiasikan dengan infeksi.

Fungsi utama dari kemokin adalah untuk menstimulasi kemotaksis dari

sel (―kemokin‖ adalah kontraksi dari ―sitokin kemoatraktan‖). Kemokin

diproduksi pada tempat infeksi dan ditransportasikan ke lumen

permukaan dari sel endotel pada vena kapiler, dimana mereka berikatan

dengan heparan sulfat glikosaminoglikan, dan terjadi pada konsentrasi

yang tinggi. Pada lokasi ini, kemokin berikatan dengan reseptor kemokin

yang spesifik pada permukaan leukosit. Leukosit mengekspresikan

molekul adhesi disebut integrin. Dimana dengan kondisi afinitas rendah

19

Page 21: 13492-25232-1-SM

tetap memerankan interaksi adhesi. Dua konsekuensi sinyal dari reseptor

kemokin; 1) meningkatnya afinitas dari leukosit-integrin pada ligan-nya,

dan clustering membran pada integrin, keduanya menyebabkan

meningkatnya aviditas dari integrin-mediated untuk adhesi leukosit pada

permukaan sel endotel.

3. Stable integrin- memediasi adhesi leukosit pada dinding endotel

Paralel dengan aktivasi integrin dan konversinya menjadi keadaan

afinitas tinggi, sitokin (TNF dan IL-1) juga meningkatkan ekspresi ligan-

integrin pada sel endotel, terutama Vascular Cell Adhesion Molecule-1

(VCAM-1, ligan untuk VLA-4 integrin) dan Intracelluar Adhesion

Molecule (ICAM-1, ligan untuk I.FA-1 dan Mac-1 integrins). Hasil dari

perubahan ini adalah leukosit berikatan dengan endothelium, sitoskeleton

terorganisir, dan mereka tersebar pada permukaan endotel.

4. Transmigrasi dari leukosit melewati endotel

Kemokin memiliki peran dalam adhesi leukosit dan stimulasi sel dalam

migrasi melewati ruang interendotelial mengikuti gradient konsentrasi

kimia (pada lokasi infeksi). Protein lain yang diekspresikan pada leukosit

dan sel endotel, khususnya CD31, memiliki peran dalam proses migrasi

melewati endotel. Akumulasi leukosit pada jaringan merupakan

komponen utama dari proses inflamasi. Pada umumnya ditimbulkan oleh

mikroba, namun dapat juga diamati pada respon terhadap proses non

infeksi. Terdapat spesifitas pada proses migrasi leukosit tergantung pada

kombinasi molekul adhesi dan reseptor kemokin pada neutrofil maupun

20

Page 22: 13492-25232-1-SM

monosit. Sebagai contoh, migrasi neutrofil melepaskan utamanya adalah

LFA-1-ICAM-1 yang berinteraksi dan berkombinasi dengan reseptor

kemokin CXCR-1 dan CXCR-2, serta berikatan dengan CXCL8, dimana

monosit utamanya melepaskan VLA-4-VCAM-1 yang berinteraksi

bersama dengan kemokin CCL2 berikatan dengan reseptor kemokin

CCR-2. Perbedaaan dari ekspresi molekul adhesi dan kemokin pada

lokasi infeksi menyebabkan neutrofil dilepaskan terlebih dahulu (dalam

waktu jam sampai sehari) diikuti selanjutnya oleh monosit (dalam hari

sampai minggu. Kombinasi molekul adhesi dan kemokin mengontrol

migrasi dari limfosit kedalam jaringan limfoid dan non limfoid.

Gambar 5 Perekrutan Leukosit (Sumber: Andrew,2010)

2.5.2 Fagositosis dari mikroba

21

Page 23: 13492-25232-1-SM

Neutrofil dan makrofag mencerna mikroba yang terikat pada vesikel disebut

sebagai proses fagositosis

Fagositosis adalah proses aktif, memerlukan energi dalam proses

mencerna partikel yang besar (>0,5 micrometer pada diameter). Proses mencerna

mikroba ini bertempat pada vesikel yang dibentuk saat fagositosis, dan proses ini

berpotensi menyebabkan perlukaan pada sel, namun prosesnya terlokalisir dari

seluruh sel.

Proses pertama dari fagositosis adalah pengenalan mikroba oleh sel fagosit.

Neutrofil dan makrofag yang terekspos dengan sel normal tidak akan memberikan

reaksi apa-apa, namun secara spesifik mereka akan bereaksi dan mencerna berbagai

mikroba dan partikelnya. Spesifitas menunjukkan bahwa neutrofil dan makrofag

mengekspresikan reseptor yang secara spesifik mengenali mikroba , dan secara

fungsional reseptor ini berperan dalam proses fagositosis. Beberapa reseptor ini

merupakan reseptor pengenal, termasuk lektin tipe-C dan reseptor scavenger.

Reseptor pengenal berperan dalam proses fagositosis pada organisme yang

melepaskan pola tertentu, seperti mannose. Beberapa grup lain dari reseptor

fagositosis mengenali protein host yang menempel pada mikroba yang disebut

opsonins, dan termasuk antibodi, protein komplemen, dan lektin. Proses dari

pelapisan mikroba yang menjadi target fagositosis disebut opsonisasi.

Fagositosis memiliki reseptor dengan afinitas tinggi yang berikatan secara

spesifik pda molekul antibody, protein komplemen, dan lektin; reseptor ini sangat

penting dalam proses fagositosis pada beberapa mikroba. Salah satu dari sistim yang

paling efisien dalam opsonisasi mikroba adalah menyelimutinya dengan antibodi.

Molekul antibodi memiliki ikatan antigen pada satu sisi dan sisi lainnya

22

Page 24: 13492-25232-1-SM

dinamakan dengan region Fc, antibodi berinteraksi dengan sel efektor dan

molekul dari sistem imun bawaan.

Fagosit mengekspresikan afinitas reseptor Fc yang tinggi disebut Fc∂RI

spesifik untuk antibodi Ig G. Ketika individu merespon adanya antigen mikroba

dengan memproduksi Ig G,dimana Ig G berikatan dengan antigen mikroba, ujung Fc

berinteraksi dengan reseptor Fc∂RI padasel fagosit, dan semakin meningkatkan

efisiensi dalam proses fagositosis mikroba tersebut. Berbagai macam jenis antibodi

yang dihasilkan dalam proses ikatan ini, bergantung dari jenis produk mikroba,

opsonisasi mediated antibody semakin memperluas kemampuan fagositosis dan

melengkapi kerja dari reseptor pengenal. Meskipun antibodi Ig G penting dalam

proses fagositosis dalam berbagai organisme, dimana Ig G adalah produk dari

respon imun adaptif yang dihasilkan oleh limfosit B yang menggerakan efektor

respon imun didapat (fagosit) untuk melakukan tugasnya. Berbagai variasi reseptor

pengenal dan molekul efektor dari sistim imun innate/didapat, termasuk komplemen

dan lektin, adalah merupakan opsonin yang penting. Opsonin ini terdapat didarah,

mereka berikatan dengan mikroba, dan sel fagosit mengekspresikan resesptornya

untuk opsonin ini.

Saat mikroba atau partikelnya berikatan dengan reseptor sel fagosit,

membran plasma pada bagian reseptor mulai berubah bentuk mengelilingi

mikroba. Saat membrane menonjol mengelilingi partikel, kemudian benar-benar

mengelilingi/‖zips up”, dan mengunci membentuk mangkuk atau sebuah

intraselular vesikel. Vesikel ini disebut fagosome, terdiri dari partikel asing yang

dicerna, dan terpisah oleh membrane plasma. Reseptor pada membrane juga

memberikan sinyal untuk aktivasi dari proses fagositosis. Bersamaan dengan itu,

23

Page 25: 13492-25232-1-SM

mikroba yang difagositosis akan mengaktivasi peptide dari protein mikroba

dandipresentasikan ke limfosit T sehingga mengaktivasi respon imun adaptif.

2.5.3 Proses fagositosis mikroba 17

Neutrofil dan makrofag yang teraktivasi akan membunuh mikroba dengan

aktivitas molekul mikrobisida pada fagolisosom.

Beberapa reseptor yang mengenali mikroba , seperti TLRs dan reseptor

protein G-coupled, antibodi Fc dan reseptor komplemen C3, dan reseptor sitokin,

IFN∂, saling bekerjasama dalam aktivasi sel fagosit dalam membunuh mikroba.

Fusi dari vakuol sel fagosit (fagosom) dengan lisosom membentuk formasi

fagolisosom, dimana mekanisme mikrobicidal berada. Mekanisme mikrobisidal

akan dijelaskan sebagai berikut :

Neutrofil dan makrofag yang teraktivasi memproduksi beberapa enzim

proteolitik pada fagolisosom yang fungsinya adalah untuk membunuh

mikroba. Salah satu enzim yang penting adalah elastase, enzim serin

protease spectrum luas dikenal berperan dalam membunuh berbagai

jenis bakteri. Enzim lainnya adalah katepsin G, pada penelitian yang

dilakukan pada gen tikus, menunjukkan bahwa gen-gen ini berperan

dalam proses proses fagositosis suatu bakteri.

Neutrofil dan makrofag yang teraktivasi merubah molekul oksigen menjadi

Reactive Oxygen Species (ROS), yang memiliki agen oxide yang

reaktif dalam membunuh mikroba (dan sel lainnya). Sistem utama dari

pembentukan radikal bebas adalah sistem fagosit oksidase. Fagosit

24

Page 26: 13492-25232-1-SM

oksidase diinduksi dan diaktivasi oleh berbagai stimulus, salah satunya

IFN∂ dan TLRs. Funsi dari enzim ini adalah untuk mengurangi bentuk

Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phospate (NADPH) sebagai kofaktor.

Superokside adalah enzim yang mengalami dismutase menjadi hydrogen

perokside, yang digunakan oleh enzim myeloperoksidase untuk merubah

ion halide normal menjadi asam hipohalous reaktif yang toksik terhadap

bakteri. Proses dimana ROS diproduksi disebut respiratoryburst. Meskipun

produksi ROS utamanya fungsi fagosit oksidase, fungsilain dari enzim ini

adalah membuat vakuol fagosit memproduksi growth factor seperti

fibroblast dan sel endotel yang berpartisipasi dalam proses remodeling

jaringan setelah proses infeksi dan cedera.

Gambar 6 Fagositosis dan destruksi intraselular oleh mikroba 17

Proses inflamasi itu sendiri merupakan salah satu tanda awal dari persalinan dan

mungkin mempengaruhi hal- hal lain dalam perubahan yang berhubungan dengan

proses persalinan. Imunohistokimia digunakan untuk menggambarkan bahwa

neutrofil dan makrofag merupakan sel yang terutama menginfiltrasi miometrium

25

Page 27: 13492-25232-1-SM

saat usia kehamilan cukup bulan.42

banyak pada jaringan desidua dan

Leukosit juga ditemukan dalam jumlah yang

amnion. Analisa sampel dari wanita inpartu

cukup bulan didapatkan neutrofil yang spesifik dan faktor pencetus.

43 Tidak

hanya neutrofil yang ditemukan dalam jumlah yang banyak di miometrium,

desidua dan jaringan servik, tetapi sel ini sebagai juga sebagai sumber utama dari

tumor necrosis factor α(TNFα) dan sitokin inflamasi lainnya, seperti:

interleukin(IL) -1β, IL-6, dan IL-8 pada sampel jaringan, selama proses

persalinan spontan

dibandingkan dengan yang tidak dalam proses persalinan.44

Sel imun dari wanita yang dalam proses persalinan juga memproduksi

faktor inflamasi lainnya, seperti: reactive oxgen species (ROS) dimana dapat

mengoksidasi lemak, mengubah fungsi protein dan merubah DNA dengan

memodifikasi basisnya, menggeser tulang punggung deoxyribose, reaksi silang

molekul lainnya dan memodifikasi secara umum fungsi sel.

45 Inflamasi

mempengaruhi produksi dari prostaglandin dan analognya, progesterone withdrawal

juga dapat diaktifkan melalui mekanisme regulasi nuclear factor (NF)

κ B untuk meningkatkan bentuk hambatan dari progesterone

reseptor.46,47

Sitokindari proses reaksi inflamasi diketahui untuk menginduksi protein dan gene MMP,

konsentrasi serum prostaglandin dan menurunkan sintesis kolagen.48

Peningkatan sitokin inflamasi dan respon inflamasi dengan infiltrasi dan

aktivasi neutrofil pada jaringan desidua, menyebabkan bertambahnya dilatasi dan

penipisan servik dan melemahnya membran amnion.49,50

Page 28: 13492-25232-1-SM

26

Page 29: 13492-25232-1-SM

Penelitian pada wanita dengan persalinan preterm menunjukkan peningkatan

sensitivitas dari tanda inflamasi dan peningkatan regulasi dari banyak

gen pro-labor seperti: MMPs, Prostaglandin dan sejumlah interleukin.49

Gambar 7 Produk neutrofil dan efek progesteron reseptor pada proses persalinan

Sumber: Anna, 2010

27

Page 30: 13492-25232-1-SM

2.6 Peran Neutrofil Vagina dalam Persalinan Preterm

Proses persalinan melibatkan tiga proses fisiologis yang terpisah yaitu proses

perubahan (remodelling) dari servik yang disertai dengan proses pematangan dan

dilatasi servik sehingga bayi dapat lahir melalui jalan lahir, melemahnya dan

pecahnya selaput ketuban, dan inisiasi dari kontraksi yang ritmis

disertai peningkatan amplitudo dan frekuensinya.61

Proses perubahan dari servik

dibagi dalam empat fase yang saling tumpang tindih yaitu: pelembutan,

pematangan, dilatasi dan pemulihan servik pospartum.62

Komponen penting dari persalinan adalah terjadinya proses pematangan

servik. Perubahan yang terjadi selama proses pematangan servik pada fase kedua

persalinan ini disertai pula dengan invasi stroma oleh sel inflamasi. Hal ini

mencetuskan hipotesa bahwa proses pematangan servik ini merupakan suatu

proses inflamasi dimana terdapat kemoatatraktan yang memasukkan sel

inflamasi ke dalam servik.

Proses pematangan servik ditandai dengan perubahan konsistensi,

pendataran dan dilatasi servik. Proses ini dievaluasi dengan skor Bishop. Proses

ini dibagi ke dalam dua fase. Adapun fase pertama adalah fase lambat

(slowripening) atau tahap persiapan. Pada fase ini terjadi perubahan gradual dari

kadarkolagen. Fase ini berlangsung kurang lebih mulai 32 minggu, atau paling

awal pada usia 16-24 minggu. Fase kedua adalah fase cepat (rapid ripening)

yang

terjadi sesaat sebelum onset persalinan.61

Proses pematangan servik melibatkan

perubahan besar pada jaringan ikat di servik. Selama fase lambat terjadi

penurunan jumlah kolagen sampai 30% dan proteoglikan sampai 50%

Page 31: 13492-25232-1-SM

dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil. Proses akhir dari pematangan servik

28

Page 32: 13492-25232-1-SM

ini adalah melembutnya dan dilatasi dari servik. Mekanisme yang terlibat dalam

proses pematangan servik ini belum sepenuhnya diketahui.63

Pematangan servik behubungan dengan berkurangnya kadar kolagen serta

penurunan jumlah serat kolagen. Selain itu juga terjadi proses penurunan daya

regang dari matriks ekstraseluler dari servik. Terdapat perubahan pada proses ini

yaitu terjadi penurunan kadar decorin (dermatan sulfat proteoglikan 2) yang

menyebabkan separasi dari serat kolagen. Kedua hal inilah yang mengakibatkan

proses perlunakan servik.64

Matriks ekstraseluler pada servik berjumlah sekitar 85% dan serat otot hanya

6-10%. Matriks ekstraseluler servik mengandung komponen fibriler, proteoglikan,

hyaluronan, dan glikoprotein. Komponen fibriler terdiri dari kolagen dan elastin.

Pada servik, kolagen menempati jumlah terbnyak yaitu 80% dimana

didominasi oleh kolagen tipe I dan tipe III.

65 Ikatan kolagen akan membentuk

kekakuan dari servik dan dengan cepat mengalami perubahan oleh pengaruh

enzim kolagenase.

Kolagen yang terdapat dalam servik terutama kolagen tipe I, III dan IV.

Kolagen tipe I dan III merupakan komponen jaringan ikat utama, sedangkan

yang tipe IV ditemukan berhubungan dengan otot polos dan vaskuler. Dengan

bertambahnya umur kehamilan maka serat kolagen, otot polos dan fibroblas

tersusun dengan rapat yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan atau daya

regang jaringan sehubungan dengan bertambahnya berat janin.64

Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan

kolagen dalam servik serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya

29

Page 33: 13492-25232-1-SM

pematangan servik maka bagian atas dari servik yaitu ostium uteri internum

bergerak ke lateral se hingga menjadi sulit dibedakan dengan segm en bawah

rahim. Hal ini menan dakan bahwa ostium uteri internum merupak an tempat

dimana proses pematan gan servik menjadi maksimal.59

Dengan proses pematangan servik, terjadi penurunan jumla h kolagen.

Selain itu terjadi pula perubahan pada konsentrasi proteoglikan. Yang utama adalah

penurunan konsentrasi decorin dan peningkatan kadar kondr oitin sulfat

proteoglikan vercican, s edikit sulfat proteoglikan biglikan dan sulfat p roteoglikan

heparan. Versican dap at menarik air dan berikan dengan hyalur onan serta

menghasilkan disintergrasi dari ikatan kolagen dan perubahan pa da struktur

fisiknya sehingga men ghasilkan jaringan yang lunak dan elastis yang nantinya

akan diikuti dengan pro ses dilatasi servik.65

Gambar 8 Matriks Ekstr aseluler Pada Servik ( Sumber: Dubicke, 2009)

30

Page 34: 13492-25232-1-SM

Terdapat interaksi hormonal pada proses ini yaitu terjadi peningkatan

kadar enzim siklooksigenase-2 yang mengakibatkan peningkatan kadar

prostaglandin E2 (PGE2) lokal di servik. Hal ini akan mengakibatkan:

- Dilatasi dari pembuluh darah kecil di servik

- Peningkatan degradasi kolagen

- Peningkatan asam hyaluronidase

- Peningkatan kemotaksis leukosit yang mengakibatkan degradasi kolagen

- Peningkatan pelepasan interleukin-8.61,64

Pada persalinan preterm terjadi pula penurunan progesteron tetapi

mekanismenya belum jelas diketahui dan hal ini bukanlah merupakan satu-satunya

pencetus inisiasi. Progesteron yang menurun menyebabkan terjadi aktivasi

Macrophage-like decidua cell dan sumsum tulang mengeluarkan makrofag.

Makrofag ini akan memproduksi interleukin-1α (IL-1α), asam arakidonat,

prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2α serta plateletactivating factor

(PAF). Sedangkan sel desidua yang telah diaktifkan juga akanmemproduksi

makrofag dan macrophage-like decidua cells yang kemudian melepaskan PAF, IL-

1α, macrofag colony stimulating factor (mCSF) dan tumornecrosis factor (TNF).

IL-1αdan TNF mempengaruhi desidua untukmemproduksi prostaglandin, terutama

PGE2 dan PGF2α. PGF2α terutama bekerja pada miometrium dalam pembentukan

cell-to-cell gap junction dan reseptor oksitosin. Pembentukan ini makin meningkat

dengan adanya hormon estrogen, tetapi dihambat oleh progesteron dan prostasiklin.

Sekali cell-to-cell gapjunction ini terbentuk maka depolarisasi akan menjalar pada

sel miometrium, yang

31

Page 35: 13492-25232-1-SM

mengakibatkan meningkatnya ion kalsium intra selular. Kalsium ini akan berikatan

dengan kalmodulin untuk mengaktifkan myosin like chain kinase yang bekerja pada

aktin dan miosin sehingga akan menimbulkan pemendekan serabut miometrium dan

terjadilah kontraksi. Sedangkan PGE2 bersama-sama dengan mCSF mempengaruhi

sel darah putih dan fibroblas di servik menyebabkan terjadinya sintesis dan

pelepasan kolagenase. Kolagenase ini akan memecah jaringan kolagen servik

sehingga jumlah kolagen menurun, maka terjadilah proses pelunakan atau

pematangan servik. Servik yang melunak ini akan menyebabkan

mudahnya terjadi penipisan dan pembukaan.60

Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin

yaitu interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam menstimulasi

pelepasan kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease

desktruktif yang lainnya. Kecepatan produksi neutrofil sekitar 1011

perhari

sehingga neutrofil merupakan sumber yang tak terbatas dari kolagenase.59

Perubahan struktur servik saat persalinan yang ditandai dengan penurunan

konsentrasi kolagen, berkurangnya matriks dan peningkatan kandungan air

menandakan bahwa jaringan servik memberikan tahanan yang rendah. Selama

kontraksi uterus jaringan servik mengalami proses penipisan dan dilatasi. Pada saat

pematangan servik terjadi proses disosiasi dan degradasi kolagen yang

mengakibatkan perubahan struktur kolagen selama peride ini. Perubahan katalitik

dari kolagen ini dimediasi oleh enzim kolagenase (matriks metaloproteinase) yang

telah dibuktikan pada beberapa penelitian bahwa kadarnya meningkat pada

serviks saat partus. 66

32

Page 36: 13492-25232-1-SM

Kolagenase yang terpenting adalah matriks metaloproteinase-8 yang

dilepaskan lebih besar dari granula neutrofil yang spesifik dibandingkan dengan

yang disintesa oleh stroma fibroblas servik. Terjadi infiltrasi neutrofil ke dalam

stroma servik saat inpartu dan mengakibatkan proses degranulasi. Interleukin-8

merupakan suatu kemokin yang berefungsi untuk mengikat dan mengaktifkan

neutrofil. Proses ekstravasasi neutrofil terjadi dengan cara proses adesi dan

diapedesis melalui endotel pembuluh darah. Hal ini akan diikuti dengan proses

aktivasi neutrofil oleh interleukin-8.

Interleukin-8 merupakan kemokin yang dihasilkan oleh makrofag dan

tipe sel lainnya seperti sel epitel dan sel endotel. Fungsi utama dari interleukin-8

adalah untuk induksi proses kemotaksis pada target sel yaitu neutrofil.67

Neutrofil merupakan sumber dari enzim kolagenase yang terdapat dalam

granula spesifik yang dapat diproduksi melalui proses degranulasi yang

diperantarai oleh sitokin yaitu interleukin-8. Dua fungsi utama dari interleukin-8

inilah yaitu proses masuknya neutrofil (recruitment) dan menstimulasi neutrofil

untuk memproduksi kolagenase menjadikan interleukin-8 ini merupakan agen

yang kuat untuk proses inisiasi pengaturan matriks ekstraseluler pada proses

pematangan servik. Kadar neutrofil dalam darah cukup tinggi yaitu 6x106 mL

dengan produksi harian rata-rata 1011

perhari.59

33

Page 37: 13492-25232-1-SM

Gambar 9 Proses Pematangan Servik ( Sumber: Kelly, 2002).

Penelitian yang dilakukan oleh Yudha dkk (2008), didapatkan hasil yang

sangat bermakna (p<0,0 01) dengan jumlah neutrofil > 5 per lapang pa ndang

pada persalinan kurang bul an. Hasil yang didapat sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Vincend o dkk (2007), dimana didapatkan jumlah neutrofil

vagina > 5 per lapang pandan g pada persalinan kurang bulan secara bermakna

lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dalam usia pa

sangannya disertai dengan variasi y ang lebar (5,0(0-3.290) vs 0(0-11);p<0,001).

Jumlah neutrofi l vagina yang terdeteksi pada penelitian oleh Riedewald

dkk (2006), lebih tinggi yakni > 10 per lapang pandang (p<0 ,001) jika

dibandingkan kontrol de ngan usia berpasangan.

Berdasarkan k rva receiver operating characteristics (ROC) pada

penelitian Yudha dkk (2008), didapatkan nilai penentu (cut-off point) jumlah

34

Page 38: 13492-25232-1-SM

neutrofil vagina adalah > 9 per lapang pandang yang memberikan nilai

sensitivitas 73%, spesifisitas 100%, akurasi 87%, nilai prediksi positif 100% dan

nilai prediksi negatif 79%. Pada penelitian Yamada dan Fayes (2006) nilai

penentu (cut-off point) untuk jumlah neutrofil vagina adalah > 10 per lapang

pandang dengan sensitivitas 80%, spesifisitas 55%, akurasi 67,5%, nilai prediksi

positif 64% dan nilai prediksi negatif 73,3%.

2.6 Hapusan pada swab

Hapusan swab diambil dan hapuskan pada objek gelas dengan cara

mengulirkannya kebelakang dan kedepan bagian objek gelas untuk mendapatkan

lapisan yang tipis dari bahan sampel. Hal ini menjaga morfologi dan hubungan

mikroorganisme dan elemen selluler.51

Swab tidak boleh diputar balik dan menyilang objek gelas, karena bahan

yang penting yang terdapat pada bagian yang berlawanan dari swab kemungkinan

tidak terbaca dan elemen dari smear akan menjadi rusak.

51

35

Page 39: 13492-25232-1-SM

Gambar 10 Hapusan swab

Sumber: Leona, 2005

36

Page 40: 13492-25232-1-SM

2.7 Pewarnaan Gram

Pewarnaan adalah pewarnaan secara artificial pada bahan hapusan

sehingga dapat dilihat dengan menggunakan alat pembesar yang disediakan yaitu

mikroskop. Pewarnaan dapat dibedakan menjadi: 51

1. Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan yang dilakukan untuk

mengetahui bentuk dan susunan material yang didapatkan.

2. Pewarnaan differensial adalah pewarnaan yang dilakukan untuk

mengetahui komponen spesifik dari elemen yang terdapat.

3. Pewarnaan DNA probe-mediated adalah pewarnaan yang secara

spesifik untuk mengidentifikasi suatu organisme.

Pewarnaan yang paling umum dipergunakan di laboratorium mikrobiologi

adalah pewarnaan gram, tahan asam (acid-fast), calcofuor white, dan pewarnaan

Wright-Giemsa yang dimodifikasi. Pewarnaan yang lain diperuntukkan spesifik

grup organisme. Penilaian dari spesimen harus dimulai dari pemeriksaan visual

secara langsung dan kemudiaan diproses, pada tingkat pembesaran yang dapat

dibaca dan diperlukan untuk mengidentifikasi dan membedakan apakah bahan

tersebut patogen atau tidak.51

Pewarnaan Gram sendiri adalah metode pewarnaan yang dikembangkan oleh

bakteriologis dari Denmark, Chistian Gram pada tahun 1884. Bahan yang harus

disiapkan adalah crystal violet (hexamethyl ρ-rosaline chloride) untuk mewarnai

seluruh sel dan warna untuk mewarnai latar belakang material/spesimen adalah deep

blue (biru gelap). Iodine gram mempersiapkan elemen iodine yang

lebih luas untuk menggantikan klorida yang lebih kecil pada pewarnaan molekul .

37

Page 41: 13492-25232-1-SM

Pewarnaan gram digunakan secara rutin dan sesuai permintaan di

laboratorium mikrobiologi, untuk bahan hapusan dan kultur, dimana

pemeriksaannya menggunakan mikroskop. Pemeriksaan ini sesuai untuk bahan,

dimana kecurigaan terhadap infeksi bakteria sangat kuat, tetapi pemeriksaan ini

juga dapat dilakukan untuk menilai karakteristik dari spesimen itu sendiri.51

Prosedur pewarnaan gram:

1. Keringkan bahan pada objek gelas sehingga tidak tercuci pada prosedur

pewarnaan. Fiksasi bahan dapat ditingkatkan dengan melakukan fiksasi

dengan menggunakan alkohol 70% sampai 90% atau dengan

memanaskan objek gelas untuk mengeringkan air pada bahan.

2. Tempatkan smear pada rak pewarnaan dan letakkan permukaan objek

gelas yang mengandung spesimen pada bagian atas sehingga dapat

diwarnai.

3. Tempatkan hapusan pada bagian atas dari rak pewarnaan, sehingga sisa

air dapat menguap dan bahan hapusan mengering. Jangan mengotori

bahan hapusan. Jangan memberikan minyak emersi pada bahan hapusan

sampai benar-benar kering.

4. Nilai pewarnaan hapusan menggunakan pembesaran yang paling rendah,

dan kemudian pilih tempat yang akan dinilai lebih dekat dengan

menggunakan pembesaran 40-60 kali. Area yang mencurigakan dapat

dievaluasi dengan menggunakan pembesaran 100x pada mikroskop.

38

Page 42: 13492-25232-1-SM

Pada pertemuan awal dan pertemuan berikutnya, sesuai dengan prosedur,

dilakukan pemeriksaan pelvis yang steril dan bersih dengan spekulum tanpa

lubrikasi. Specimen dari genitalia diambil dan diproses. Swab vagina diambil untuk

mendiagnosa adanya neutrofil. Neutrofil vagina dihitung pada lima nonkonsekutif

lapang pandang tanpa mukus servik dan bahan lainnya. Hanya area dengan satu

lapis epithelial sel yang akan dinilai. Hapusan vagina akan dinilai oleh lima analisa

yang berbeda secara blind. Dengan kesepakatan, didapatkan ≤ 5 atau > 5 neutrofil

perlapang pandang adalah 95%, dimana diperkirakan hasil

analisa adanya neutrofil oleh analisis adalah sempurna.13

39

Page 43: 13492-25232-1-SM

Gambar11 Pewarnaan Gram

Sumber: Leona, 2005

40

Page 44: 13492-25232-1-SM

2.8 Analisis ekonomi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa prematuritas merupakan penyebab

utama mortalitas dan morbiditas neonatus. Prematuritas berkaitan dengan

morbiditas serta cacat pada anak,dan hampir seluruh kasus gangguan

perkembangan neurologis. Selain itu, prematuritas dan bayi berat lahir rendah

juga berkaitan dengan kelainan kronik jangka panjang seperti hipertensi dan

dislipidemia. Tingkat kelahiran preterm, kelahiran yang terjadi sebelum lengkap

usia gestasi 37 minggu, di Amerika Serikat sekitar 12,3% dari keseluruhan 4 juta

kelahiran setiap tahunnya, dan merupakan tingkat kelahiran preterm tertinggi di

antara negara industri.30

Dalam kajian ini, konversi mata uang menggunakan

kurs US$1 senilai Rp 9.500 dan UK£ 1 senilai Rp 15.000 (per Februari 2010).

Pada tahun 2001, di Amerika Serikat diketahui terdapat 384.200 bayi

baru lahir yang didiagnosis sebagai bayi prematur/BBLR. Biaya perawatan bayi

prematur/BBLR di rumah sakit secara keseluruhan mencapai US$ 5,8 miliar

(sekitar Rp 55,100 triliun), mewakili 47% dari biaya perawatan seluruh bayi baru

lahir dan mencakup 27% dari keseluruhan perawatan inap kasus pediatri. Bayi

prematur/BBLR rata-rata membutuhkan biaya perawatan sekitar US$ 15.100

(sekitar Rp 143.450.000) dan lama perawatan 12,9 hari sementara bayi baru lahir

tanpa komplikasi membutuhkan biaya US$ 600 (sekitar Rp 5.700.000) dan lama

perawatan 1,9 hari.52

Biaya perawatan akan semakin membengkak pada bayi baru lahir sangat

prematur (usia gestasi < 28 minggu/berat lahir < 1.000 g), yaitu sekitar US$

65.600 (sekitar Rp 623.200.000) dan pada bayi dengan komplikasi saluran

pernafasan spesifik. Meskipun begitu, 2/3 dari jumlah keseluruhan biaya

41

Page 45: 13492-25232-1-SM

perawatan bayi preterm/BBLR merupakan biaya perawatan untuk bayi yang tidak

terlalu preterm.52

Bayi preterm maupun BBLR membutuhkan perawatan di dalam

inkubator dalam perawatannya di rumah sakit. Di negara berkembang, biaya untuk

perawatan bayi BBLR (berat 1.000 gram) dengan menggunakan inkubator adalah

sebesar US$ 800 (sekitar Rp 7.600.000) per hari. Di Bogota, biaya untuk perawatan

bayi BBLR (berat 1.000 gram) dengan menggunakan inkubator adalah

sebesar US$ 89 (sekitar Rp 845.500) per hari.53

Tidak hanya pada saat lahir saja, bayi preterm tentunya akan mengalami

komplikasi jangka panjang. Komplikasi tersebut dapat berupa gangguan

perkembangan dan neurologis, disabilitas motorik dan sensorik, kesulitan dalam

belajar, serta masalah sosial.52,54

Penelitian di Inggris dan Wales menunjukkan pengeluaran untuk bayi

preterm di sektor publik pada tahun 2006 mencapai UK£2,946 miliar (US$ 4,567

miliar atau Rp 44,190 triliun) dan terdapat hubungan perbandingan terbalik antara

usia gestasi dengan peningkatan biaya yang dibutuhkan. Artinya, semakin preterm

suatu bayi dilahirkan, makin tinggi pula biaya yang dibutuhkan untuk proses tumbuh

kembangnya. Bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan, peningkatan biaya yang

dibutuhkan oleh bayi preterm agar bisa tumbuh hingga usia 18 tahun diperkirakan

sebesar UK£22.885 (US$35.471 atau sekitar Rp 343.275.000). Untuk bayi very

preterm (28-31 minggu), peningkatan biaya yang dibutuhkan lebih tinggi, yaitu

sekitar UK£61.781 (US$95.760 atau sekitar Rp 926.715.000) dan untuk extremely

preterm (< 28 minggu) dibutuhkan UK£94.740 (US$146.847

atau sekitar Rp 1.421.100.000).54

Komponen biaya tersebut meliputi:54

42

Page 46: 13492-25232-1-SM

1. Perawatan inap di rumah sakit

2. Perawatan jalan

3. Perawatan kesehatan dan sosial

4. Edukasi

Penelitian oleh US Institute of Medicine tahun 2005 menunjukkan beban

ekonomi keseluruhan setiap tahunnya akibat kelahiran preterm mencapai US$ 26,2

miliar (sekitar Rp 248,900 triliun) atau US$ 51.600 (sekitar Rp 490.200.000) untuk

tiap bayi preterm yang lahir. Dua pertiga dari jumlah tersebut merupakan biaya

untuk pelayanan medis, mencapai US$ 16,9 miliar (sekitar Rp 160,550 triliun).

Biaya persalinan mencapai US$ 1,9 miliar (sekitar Rp 18,050 triliun) atau US$

3.800 (sekitar Rp 36.100.000) perbayi prematur. Intervensi dini terhadap bayi

prematur mencapai US$ 611 juta (sekitar Rp 5,8045 miliar) atau sekitar US$ 1.200

(sekitar Rp 11.400.000) untuk tiap bayi prematur. Pendidikan khusus yang berkaitan

dengan disabilitas terutama cerebral palsy, retardasi mendal, gangguan penglihatan

dan pendengaran menambah beban US$ 1,1 miliar (sekitar Rp 10,450 triliun) atau

US$ 2.200 (sekitar Rp 20.900.000) perbayi prematur. Hilangnya produktivitas kerja

berkaitan dengan disabilitas tersebut berkontribusi sebesar US$ 5,7 miliar (sekitar

Rp 54,150 triliun) atau US$ 11.200 (sekitar Rp

106.400.000) perbayi prematur.55

Penelitian Petrou dkk. tentang beban ekonomi akibat kelahiran bayi

extremely preterm selama periode 12 bulan setelah lahir dalam tabel di bawah

ini:56

43

Page 47: 13492-25232-1-SM

Tabel 2 Estimasi biaya akibat persalinan preterm

Sumber : Petrou et al 2006

Tabel 3 Rerata kebutuhan biaya perawatan setiap tahunnya

Sumber : National Academy Press 2007

Kebutuhan biaya perawatan pertahunnya, sesuai usia gestasi, baik untuk

rawat inap maupun rawat jalan disajikan dalam tabel 10. Biaya akibat tingkat

morbiditas tersebut dapat dikurangi dengan pencegahan persalinan preterm, seperti

prediksi dini dan akurat, intervensi untuk menghilangkan faktor risiko serta

menunda terjadinya persalinan dengan pemberian tokolitik, kortikosteroid untuk

44

Page 48: 13492-25232-1-SM

pematangan paru janin, dan antibiotik profilaksis.30,57

Sayangnya, semua hasil

penelitian mengenai prediksi preterm, baik secara klinis atau dengan menggunakan

parameter fisik dan biologik, hanya dapat memprediksikan terjadinya persalinan

preterm tujuh hari setelah pemeriksaan hingga maksimal sebelum usia gestasi 37

minggu. Artinya, dengan metode prediksi bagaimana pun, persalinan yang terjadi

tetap preterm. Namun, dengan telah diprediksikannya suatu persalinan preterm,

dokter dapat langsung melakukan intervensi dan tata laksana secara dini sehingga

bayi prematur yang dilahirkan lebih baik.

Intervensi yang dapat dilakukan pada ibu hamil yang telah diprediksikan

akan mengalami persalinan preterm adalah dengan menunda terjadinya persalinan

selama mungkin sehingga dimungkinkan untuk dilakukan intervensi untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas neonatal. Antibiotik juga dapat diberikan

untuk mencegah infeksi neonatal. Pemberian steroid antenatal mengurangi

morbiditas neonatal seperti distres pernafasan, perdarahan intraventrikel,

enterokolitis nekrotikans, dan duktus arteriosus paten.57

Gilbert dkk meneliti tentang kuantifikasi persalinan preterm ditinjau dari

sisi usia kelahiran dan berat lahir. Hasilnya adalah kejadian sindrom distres

pernafasan, kebutuhan bantuan ventilasi, lama rawat dan biaya rawat perkasus

berkurang secara eksponensial terhadap peningkatan usia gestasi dan berat lahir.

58

Contohnya, untuk bayi yang lahir pada usia gestasi 25 minggu, biaya rerata

perkasus adalah US$202.700 (sekitar Rp 1.925.650.000) sementara untuk bayi

yang lahir pada usia gestasi 36 minggu dan 38 minggu, rerata biaya perkasus

adalah US$2.600 (Rp 24.700.000) dan US$1.100 (sekitar Rp 10.450.000).58

Lebih lengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.

45

Page 49: 13492-25232-1-SM

Tabel 4 Biaya perawatan bayi dan ibu sesuai usia gestasi

Sumber : Gilbert et al 2003

46

Page 50: 13492-25232-1-SM

Tabel 5 Kebutuhan biaya prediksi preterm yang direkomendasikan Tabel 6 Kebutuhan biaya prediksi preterm yang lainnya yang dapat digunakan

47

Page 51: 13492-25232-1-SM

BAB 3

RINGKASAN

Persalinan preterm yang menjadi kelahiran preterm merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas perinatal baik di dunia maupun di Indonesia.

Komplikasi persalinan preterm terhadap janin dapat melibatkan berbagai sistem

organ tubuh, hematologi, endokrin, dan sistem saraf pusat. Dimana komplikasi yang

ditimbulkan tentunya akan mengakibatkan dampak merugikan dari segi ekonomi,

sosial, dan dan terutama kualitas hidup janin yang dapat bertahan hidup.

Komponen penting dari persalinan adalah terjadinya proses pematangan

servik. Perubahan yang terjadi selama proses pematangan servik pada fase kedua

persalinan ini disertai pula dengan invasi stroma oleh sel inflamasi. Hal ini

mencetuskan hipotesa bahwa proses pematangan servik ini merupakan suatu

proses inflamasi dimana terdapat kemoatatraktan yang memasukkan sel

inflamasi ke dalam servik.

Proses perlunakan servik merupakan akibat dari proses pencernaan

kolagen dalam servik serta peningkatan kandungan air. Dengan adanya

pematangan servik maka bagian atas dari servik yaitu ostium uteri internum

bergerak ke lateral sehingga menjadi sulit dibedakan dengan segmen bawah

rahim. Hal ini menandakan bahwa ostium uteri internum merupakan tempat

dimana proses pematangan servik menjadi maksimal.59

PGE2 bersama-sama dengan mCSF mempengaruhi sel darah putih dan

fibroblas di servik menyebabkan terjadinya sintesis dan pelepasan kolagenase.

48

Page 52: 13492-25232-1-SM

Kolagenase ini akan memecah jaringan kolagen servik sehingga jumlah kolagen

menurun, maka terjadilah proses pelunakan atau pematangan servik. Servik yang

melunak ini akan menyebabkan mudahnya terjadi penipisan dan pembukaan.60

Agen yang dapat digunakan untuk proses pematangan servik adalah kemokin

yaitu interleukin-8. Interleukin-8 mempunyai efek yang selektif dalam menstimulasi

pelepasan kolagenase dari granula spesifik tanpa pelepasan protease

desktruktif yang lainnya.59

Neutrofil merupakan sumber dari enzim kolagenase yang terdapat dalam

granula spesifik yang dapat diproduksi melalui proses degranulasi yang

diperantarai oleh sitokin yaitu interleukin-8. Dua fungsi utama dari interleukin-8

inilah yaitu proses masuknya neutrofil (recruitment) dan menstimulasi neutrofil

untuk memproduksi kolagenase menjadikan interleukin-8 ini merupakan agen

yang kuat untuk proses inisiasi pengaturan matriks ekstraseluler pada proses

pematangan servik. Kadar neutrofil dalam darah cukup tinggi yaitu 6x106 mL

dengan produksi harian rata-rata 1011

perhari, sehingga neutrofil merupakan

sumber yang tak terbatas dari kolagenase.59

Penelitian sebelumnya menggambarkan adanya hubungan antara penanda

infeksi dan atau inflamasi pada saluran genitalia atas dan saluran genitalia bawah

dengan kejadian persalinan preterm.13

Pada kehamilan, ditemukan diantara wanita dengan persalinan preterm

spontan dengan membran intak, lebih dari 5 netrofil perlapang pandang

(pembesaran x 400 ) sangat sensitif menunjukkan infeksi atau inflamasi dari

cairan amnion. 14

49

Page 53: 13492-25232-1-SM

Tidak semua pasien yang datang dengan tanda persalinan preterm akan

menjadi kelahiran preterm. Tes diagnostik yang baik tidak hanya menghindari

pasien dari terapi tokolitik dan efek sampingnya, tetapi juga dapat menurunkan

angka perawatan rumah sakit dan juga menurunkan angka rujukan ke fasilitas

perawatan perinatologi. Telah banyak tes diagnostik untuk memprediksi kelahiran

preterm digunakan sebelumnya, namun belum ada yang memiliki sensitivitas dan

spesifitas yang baik untuk digunakan klinisi dalam praktek sehari – hari.

Pemeriksaan neutrofil vagina telah hadir sebagai prediksi diagnostik yang

tidak invasif dalam mendiagnosis persalinan preterm dan memprediksi

terjadinya kelahiran preterm. Dengan tingginya nilai sensitivitas dan spesifisitas

serta nilai prediksi negatif hampir mencapai 100%, pemeriksaan neutrofil vagina

dapat membantu klinisi mendiagnosis persalinan preterm lebih baik lagi, dan

menurunkan angka perawatan rumah sakit yang tidak diperlukan.

50

Page 54: 13492-25232-1-SM

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldenberg, Culhane. Prepregnancy health status and the risk of preterm

delivery. Arch Pediatr Adolesc Med2005; vol 159:89-90.

2. International classification of diseases and related health problems. 10th

revision. Geneva: World Health Organization; 1992.

3. Huddy CL, Johnson A, Hope PL. Educational and behavioral problems in

babies of 32–35 weeks gestation. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed

2001;85: 23F-8. doi:10.1136/fn.85.1.F23

4. Wang ML, Dorer DJ, Fleming MP, Catlin EA. Clinical outcomes of near-

term infants. Pediatrics 2004 ;114:372-6. PMID:15286219

doi:10.1542/peds. 114.2.372

5. Petrou S. The economic consequences of preterm birth during the first

10years of life. BJOG 2005;112 Suppl 1;10-5. PMID:15715587

6. Petrou S, Mehta Z, Hockley C, Cook-Mozaffari P, Henderson J, Goldacre

M. The impact of preterm birth on hospital inpatient admissions and costs

during the first 5 years of life. Pediatrics 2003;112:1290-7.

PMID:14654599 doi:10.1542/peds.112.6.1290

7. Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD, Romero R. Epidemiology and

causes of preterm birth. Lancet 2008;371(9606):75–84.

8. Iams JD, Romero R, Culhane JF, Goldenberg RL. Primary, secondary, and

tertiary interventions to reduce the morbidity and mortality of preterm

birth. Lancet 2008;371(9607):164–75.

51

Page 55: 13492-25232-1-SM

9. Iams JD. Prediction and early detection of preterm labor. Obstet

Gynecol 2003 ;101:402–12.

10. Abadi A. Radang Selaput Ketuban dan Plasenta serta Interleukin-6 Dalam

Air Ketuban Sebagai Faktor Penentu Terjadinya Persalinan Pada

Persalinan Kurang Bulan Membakat (Studi kohort dengan pendekatan

imunoendokrinologi). Disertasi. 1999.

11. Wibowo B, Wiknjosastro GH. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan.

Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo 2005; 312-317.

12. Cunningham F.G. et al. Preterm Birth. in: Williams Obstetrics, 22st

Edition. New York : The McGraw Hill Comp 2005; 850-880.

13. Simhan. et al. Elevated vaginal pH and neutrophils are associated strongly

with early spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol 2003;189:

1150-4.

14. Hitti J, et al. Vaginal indicators of amniotic fluid infection in preterm

labor. Obstet Gynecol 2001; 97:211-9.

15. Massett, H. A. et al. Public perceptions about prematurity: a national

survey. Am J Prev Med 2003, vol 24 :120-127.

16. Ieffa DA. Pemeriksaan pH dan neutrofil vagina untuk prediksi persalinan

kurang bulan. Tesis. Bandung: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad;

2005.

52

Page 56: 13492-25232-1-SM

17. Andrew H, et al. Innate Immunity. In: Cellular and Molecular

Immunology, 6 th

edition. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2010; 29-38.

18. Von Der Pool BA. Preterm Labor: Diagnosis and treatment. Am Fam

Phys.Mei 1998.

19. Ross MG, Eden RE. Preterm Labor.Article. Juli 2009. Diunduh dari

www.emedicine.com

20. Danelian P, Hall M. The epidemiology of preterm labour and delivery.In:

Norman J, Greer I, editors. Preterm Labour: Managing risk in clinical

practice. Cambridge University Press. USA. 2005.

21. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan

RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta 2008.

22. Departemen Kesehatan RI, 2001. Rencana Strategis Nasional Making

Pregnancy Safer di Indonesia 2001-2010, Jakarta.

23. Guaschino S, De Seta F, Piccoli M, Maso G, Alberico S. Aetiology of

preterm labour: bacterial vaginosis. Br J Obstet Gynecol. 2006;113 Suppl

3:46-51.

24. Mercer BM, Goldenberg RL, Meis PJ, Moawad AH, Shellhaas C, Das A,

et al. The Preterm Prediction Study: prediction of preterm premature

rupture of membranes through clinical findings and ancillary testing. The

National Institute of Child Health and Human Development Maternal-Fetal

Medicine Units Network. Am J Obstet Gynecol 2000;183(3):738-45.

25. Dizon-Townson DS. Preterm labour and delivery: a genetic

predisposition. Paediatr Perinat Epidemiol 2001;15 Suppl 2:57-62.

53

Page 57: 13492-25232-1-SM

26. Papatsonis DNM. Prepregnancy counseling: preterm birth. International

Congress Series 2005;1279:251-270.

27. Goldenberg RL, Iams JD, Mercer BM, Meis PJ, Moawad AH, Copper RL,

et al. Preterm prediction study: the value of new vs standard risk factor in

predicting early and all spontaneous preterm labor. Am J Public Health.

February 1998;88: 233-8.

28. Institute of Medicine. Preterm birth: causes, consequences, and prevention.

National Academy of Sciences.Washington DC: National Academic Press:

Washington DC. 2007.

29. Leitich H. Secondary predictors of preterm labour. Br J Obstet Gynecol.

2005; 112: Supp 1. pp 48-50.

30. Honest H, Forbes CA, Duree KH, Norman G, Duffy SB, Tsourapas A, et

al. Screening to prevent spontaneous preterm birth: systematic reviews of

accuracy and effectiveness literature with economic modeling. Health

Technology Assessment 2009 Vol.13 No 43.

31. Goffinet F. Primary predictors of preterm labour. Br J Obstet Gynecol

2005;112 Suppl 1:38-47.

32. Chandraharan E, Arulkumaran S. Recent advances in management of

preterm labor. J Obstet Gynecol India Vol. 55, No. 2 : March/April 2005

Pg 118- 124.

33. Di Renzo GC, Roura LC, et al. Guidelines for the management of

spontaneous preterm labour. Archives of perinatal medicine 13 (4) 2007.p

29-35.

54

Page 58: 13492-25232-1-SM

34. Iams JD, Newman RB, Thom EA, Goldenberg RL, Mueller-Huebach E,

Moawad A, et al. Frequency of uterine contractions and the risk of

spontaneous preterm delivery. N Engl J Med 2002;346:250-5

35. Pararas MV, Skevaki CL, Kafetzis DA. Preterm birth due to maternal

infection: Causative pathogens and modes of prevention. Eur J Clin

Microbiol Infect Dis 2006;25(9):562-9.

36. Iams JD, Goldenberg RL, Meis PJ, Mercer BM, Moawad A, Das A, et al.

The length of cervix and the risk of spontaneous premature delivery.

NEJM February 1996 Vol 334 No 9. P 567-72.

37. Van den Hof M, Crane J. Ultrasound cervical assessment in predicting

preterm birth. SOGC Clinical guidelines No 102 May 2001.

38. Gamze C, Çigdem S, Senol K, Filiz A. Evaluation of the length of the

cervix by transvaginal and transabdominal ultrasonography in the second

trimester. J Obstet Gynecol India Vol. 55, No. 4 : July/August 2005.

39. Kore SJ 1, Parikh MP 2, Lakhotia S 2, Kulkarni V 3, Ambiye VR. Prediction

of risk of preterm delivery by cervical assessment by transvaginal

ultrasonography . J Obstet Gynecol India Vol. 59, No. 2 : March/April 2009.

40. Palacio M, Sanin-blair J, S’Anchez M, Crispi F, G’omez O, Carreras E,

Coll O, Cararach V, Gratac E . The use of a variable cut-off value of

cervical length in women admitted for preterm labor before and after 32

weeks. Ultrasound Obstet Gynecol 2007; 29: 421–426

41. Vogel I, Thorsen P, Curry A, Sandager P, Uldbjerg N. Biomarkers for the

prediction of preterm delivery. Acta Obstet Gynecol Scand 2005; 84: 516–

525.

55

Page 59: 13492-25232-1-SM

42. Thomson AJ, Telfer JF, Young A, Campbell S, Stewart CJ, Cameron IT, et

al. Leukocyte infiltrate the myometrium during human parturition: further

evidence that labour is an inflammatory process. Hum Reprod 1999;

14:229-36.

43. Haddad R, Tromp G, Kuivaniemi H, Chaiworapongsa T, Kim YM, Mazor

M, et al. Human spontaneous labor without histologic chorioamnionitis is

characterized by an acute inflammation gene expression signature. Am J

Obstet Gynecol 2006;195:394 el- 24.

44. Young A, Thomson AJ, Ledingham M, Jordan F, Greer IA, Norman JE.

Immunolocalization of proinflammatory cytokines in myometrium, cerviks

and fetal membranes during human parturition at term. Biol Reprod 2002;

66:445-9.

45. Orrenius S, Gogvadze V, Zhivotosky B. Mitochondrial oxidative stress:

implication for cell death. Annu rev Pharmacol Toixicol 2007; 47: 143-83.

46. Masden G, Zakar T, Ku CY, Sanborn BM, Smith R, Mesiano S.

Prostaglandins differentially modulate progesterone receptor-A and –B

expression in human myometrial cells: evidence for prostaglandin-induced

functional progesterone withdrawal. J Clin Endocrinol Metab

2004:89:1010-3.

47. Bisits AM, Smith R, Mesiano S, Yeo G, Kwek K, MacIntyre d, et al.

Inflammatory aetiology of human myometrial activation tested using

directed graph. PLoS Comput Biol 2005;1:132-6.

56

Page 60: 13492-25232-1-SM

48. Farina, L. et. al. ―A Review of the Role of Proinflamantory Cytokines in

Labor and Noninfectious Preterm Labor‖, Biological Research for

Nursing, 2005, vol. 6, no. 3, pp. 230-238.

49. Challis JR, Lockwood CJ, Myatt L, Norman JE, Strauss JF, 3rd

, Petraglia

F, Inflamation and pregnancy. Reprod Sci 2009;16:206-15.

50. Oner C, Schatz F, Kizilay G, Murk W, Buchwalder LF, Kayisli UA, et al.

Progestin-inflammatory cytokine interactions affect matrix

metalloproteinase-1 and -3 expression in term decidual cells: implications

for treatment of chorioamnionitis-induced preterm delivery. J Clin

Endocrinol Metab 2008;93:252-9.

51 Loena W. Microscopic Examination of Infected Materials. In: Diagnostic

Microbiology, 4 th

edition. Missouri: Saunders Elsevier,

2011; 130-33.

52. Russel RB, Green NS, Steiner CA, Howse JL, Poschman K, Dias T, et al.

Cost of hospitalization for preterm and low birth weight infant in United

States. Pediatrics Vol 120 No 1. Juli 2007

53. Kangaroo Mother Care. Diunduh dari http://www.bndes.gov.br/english/

studies/KangarooMother.pdf. 2008.

54. Mangham LJ, Petrou S, Doyle LW, Draper ES, Marlow N. The cost of

preterm birth throughout childhood in England and Wales. Pediatrics.

2009; Vol 123 No 2. p e312-27.

55. Institute of Medicine. Preterm birth: causes, consequences, and prevention.

National Academy of Sciences.Washington DC: National Academic Press:

Washington DC. 2007.

57

Page 61: 13492-25232-1-SM

56. Petrou S, Henderson J, Bracewell M, Hockley C, Wolke D, Marlow N.

Pushing the boundaries of viability: the economic impact of extreme

preterm birth. Early Human Development (2006) 82, 77—84.

57. Iams JD, Romero R, Culhane JF, Goldenberg RL. Primary, secondary, and

tertiary interventions to reduce the morbidity and mortality of preterm

birth.Lancet 2008;341:164-75.

58. Gilbert WM, Nesbitt TS, Danielsen B. The cost of prematurity: quantification

by gestational age and birth weight. Obstet Gynecol 2003;102:488 –92.

59. Kelly, R. W. ―Inflammatory Mediators and Cervical Ripening‖. Journal of

Reproductive Immunology 2002;57: 217-224.

60. Gomez. et al. The role of infection in preterm labor and delivery,Churchill

Livingstone 1997: 85-125.

61. Holst, R. M. Cervical and Intra-amniotic Markers of Preterm Birth

andInfection, University of Gothenburg, Sweden 2009.

62. Timmons, B. et. al. ―Cervical Remoeling During Pregnancy and

Parturition‖, Trends ini Endocrinology and Metabolism 2010 : 353-361.

63. Sennstrom, M. K. B. et. al. ―Interleukin-8 is a Mediator of Final Cervical

Ripening in Humans‖, Europan Journal of Obstetrics and Gynecology 1997;

74: 89-92. 64. Goldberg, A. E. et. al. Web MD Professional,

http://webmd.cervicalripening.html. Accesed: April 20th

2011.

65. Dubicke, A. Preterm and Term Cervical Ripening, Karolinska Institutet,

Stockholm 2009.

58

Page 62: 13492-25232-1-SM

66. Norman, J. et. Al. Preterm Labour Managing Risk in Clinical Practice,

Cambridge University Press, Cambridge 2005.

67. Wikipedia (2011), Interleukin 8,

Wikipedia.http://en.wikipedia.org/wiki/Interleukin_8. Accesed: April

20th

2011.

Page 63: 13492-25232-1-SM

59