12506134032_fauzan tri andana.doc
TRANSCRIPT
PENGARUH PROGRAM
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN
Fauzan Tri Andana (12506134032)
Teknik Elektro D3, Fakutas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta
e-mail : [email protected]
No. HP : 085643188675
Abstrak
Supaya produktif bekerja, perhatian harus diberikan secara terus menerus kepada pekerja sebagai sumber daya di perusahaan. Motivasi di sosial ekonomi sebagai pembayaran dan jiwa sosial sebagai keamanan dan perlindungan kerja. Kerja keselamatan penting untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit kerja, apakah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus digunakan seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per.05 / MEN / 1996. Selain itu, keamanan dan kerja yang sehat adalah faktor yang diperlukan untuk produktif bekerja. Oleh karena itu, keamanan dan sehat kerja harus dipahami oleh setiap pekerja.Perbedaan persepsi tentang K3 antar pekerja pun juga mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu industri. Perbedaan persepsi ini terjadi pada karyawan yang pernah mengalami kecelakaan dalam bekerja dengan karyawan yang belum pernah megalami kecelakaan dalam bekerja. Selaian itu, hubungan K3 dengan tingkat hasil produksi dalam suatu perusahaan harus berjalan seimbang. Jika tidak akan merugikan semua aspek dalam perusahaan tersebut. Progam K3 yang telah berjalan baik akan meningkatkan tingkat kepuasan para karyawan tersebut, karena karyawan ketika bekerja akan merasakan rasa aman, nyaman dan tidak was-was dalam bekerja. Sehingga tingkat produktivitas akan terus meningkat secara signifikan.
Kata Kunci: Persepsi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Produktivitas.
PENDAHULUAN
Industrialisasi dan modernisasi menyongsong pengglobalisasian dunia pada saat ini
telah menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan yang signifikan. Manusia
merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk hidup
yang lain. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan
mengalami perubahan dalam segi psikologi. Bagaimana manusia berkembang dibicarakan
secara mendalam dalam psikologi perkembangan sebagai salah satu psikologi khusus yang
membicarakan tentang masalah perkembangan manusia (Ahmadi, 1991:195).
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat kompleks untuk
dibicarakan, beserta unsur-unsur yang ada didalamnya. SDM tidak saja dipandang sebagai
sebagai unsur produksi, tetapi juga sebagai manusia yang memiliki emosi dan kepribadian
aktif yang dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan perusahaan
(Mangkuprawira, 2002:14). SDM dalam hal ini dikatakan sebagai salah satu faktor
penggerak utama dalam tercapainya tujuan organisasi (perusahaan). Pendapat diatas
sejalan dengan yang dikemukakan oleh,
Hasibuan sebagai berikut:
“Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu canggihnya”. (Hasibuan, 2001:10)
Tantangan utama bidang dalam personalia adalah bagaimana mengelola
sumberdaya organisasi dengan efektif dan menghapuskan praktek-praktek yang tidak
efektif, manajemen dituntut untuk selalu mengembangkan inovasi dan cara baru supaya
dapat menarik dan mempertahankan para karyawan dan manajer berkaliber tinggi yang
diperlukan organisasi supaya tetap mampu bersaing (Handoko, 2003:2), artinya SDM
merupakan aset yang sangat bernilai untuk dijaga dan dipertahankan eksistensinya.
Mengingat dunia yang hiperkompetitif saat ini membutuhkan SDM yang dinamis,
profesional, solutif, visioner serta high quality yang mampu bersaing dan berdayaguna.
SDM ataupun dalam hal ini karyawan, tentu saja berbeda dengan mesin maupun
peralatan produksi lainnya karena mereka dipandang relatif memiliki kemampuan
produktivitas dengan frekuensi waktu yang terbatas, dipandang secara biologisnya pun,
dalam waktu sehari manusia membutuhkan waktu istirahat yang proporsional dengan
aktivitas yang dilakukan, sedangkan mesin dan peralatan lain umumnya mampu
berproduktivitas dengan jangka waktu yang lebih panjang. Karyawan dan mesin maupun
peralatan produksi lainnya juga sangat berbeda perlakuannya dalam hal pemeliharaan,
terlebih lagi pada proses perbaikan jika terjadi gangguan-gangguan teknis lainnya.
Perusahaan memperhatikan pemeliharaan keamanan dan kesehatan karyawan
untuk memberikan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih sehat, serta menjadi lebih
bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi organisasi-organisasi
yang mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi (Handoko, 2003:190). Pencegahan
kecelakaan adalah suatu bagian utama dari fungsi pemeliharaan karyawan, tetapi hanya
merupakan satu bagian dari suatu program yang menyeluruh. Kondisi fisik karyawan dapat
diganggu melalui penyakit ketegangan, dan tekanan seperti halnya melalui kecelakaan.
Adalah penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kesehatan umum karyawan, yakni
fisik dan mental, demi alasan-alasan ekonomi dan kemanusiaan (Flippo dan Mas’ud,
1992:263)
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja bukan semata-mata tanggung jawab
pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak terutama pengusaha, tenaga
kerja dan masyarakat. Berdasarkan PEMNAKER 05/MEN/1996, perusahaan yang
memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan mempunyai potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja, wajib menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha
sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan dari
dibuatnya program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah untuk mengurangi biaya
perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) seharusnya menjadi prioritas utama dalam suatu perusahaan, namun
sayangnya tidak semua perusahaan memahami akan arti pentingnya K3 dan mengetahui
bagaimana cara mengimplementasikannya dengan baikdalam lingkungan perusahaan.
Potensi kerugian perusahaan akibat lemahnya implementasi K3 sangat besar diantaranya
yaitu terganggunya proses produksi dan perbaikan alat produksi yang rusak karena
kecelakaan kerja serta perusahaan kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan
karena rendahnya produktivitas kerja karyawan.
Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi resiko bahaya dalam bentuk
kecelakaan kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit kerja tersebut tergantung
dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang dan
lingkungan bangunan serta kualitas menejemen dan tenaga-tenaga pelaksana
(Simanjuntak, 2003; 163). Dalam rangka menciptakan kondisi dan situasi yang aman dan
nyaman di tempat kerja. Setiap perusahaan perlu menyediakan fasilitas yang memadai bagi
para pekerjanya, untuk melindungi keselamatan fisik dan mental mereka dari kecelakaan
dan sakit akibat pekerjaan yang mereka lakukan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu dengan mengadakan
Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996, yang dimaksud dengan Sistem Menejemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem menejemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien,dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2005: 45).
Dengan adanya sistem ini, diharapkan pekerja dapat melakukan pekerjaannya
dengan optimal tanpa harus merasa takut atau was-was terhadap hal-hal yang dapat
mengakibatkan kecelakaan atau sakti akibat kerja. Sebagaimana maksud dari tujuan.
Sistem K3 yang dikemukakan oleh,
Sastrohadiwiryo sebagai berikut:
”Tujuan dan sasaran Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan keja ditempat kerja dengan melibatkan unsur menejemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produkif” (Sastrohadiwiryo, 2005: 45).
Program K3 ini sangat penting diterapkan pada semua perusahaan baik skala kecil,
menengah, ataupun besar khususnya pada bidang produksi supaya karyawan (pekerja)
dapat merasa aman, nyaman, serta sehat dalam melaksanakan pekerjaan mereka sehingga
kepuasan kerja yang didambakan karyawan (pekerja) dan perusahaan pun dapat tercapai
secara optimal. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang
pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Begitu juga dengan kesehatan kerja, kesehatan kerja yang buruk
mengakibatkan suatu ketidakhadiran yang tinggi dan berbanding lurus dengan tingkat
produktivitas yang rendah (Flippo dan Mas’us, 1992:263), artinya jika pelaksanaan program
K3 telah berjalan dengan baik maka akan mengasilkan kondisi yang sebaliknya yaitu
dengan tingkat kehadiran (absensi) karyawan yang menurun sehingga menyebabkan angka
trun over karyawan rendah sehingga kepuasan kerja pun terjadi.
KAJIAN PUSTAKA
Secara filosofi, K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya, hasil kerja dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Secara
keilmuan merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (JICA_Departemen Tenaga
Kerja: Modul Pelatihan bagi Pengurus dan Anggota P2KB).
Keselamatan dan kesehatan pekerja amat penting untuk diperhatikan, karena
sebagai sumber daya dalam sebuah perusahaan, tanpa mereka perusahaan tidak
dapat mencapai keberhasilan. Sebagaimana pendapat yang dikemukan oleh Efendi
(dalam Rohimah, 2005: 4): ”bahwa faktor yang menjadi penggerak utama dalam
keberhasilan dunia usaha adalah karyawan/pekerja”. Sehingga, setiap perusahaan perlu
memperhatikan kenyamanan dan perlindunga pekerja, supaya mereka bekerja lebih optimal.
Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan, atau kerugian di tempat kerja (Mangkunegara, 2000:161).
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-
cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1993:1).Keselamatan kerja adalah suatu sarana
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja, dan untuk mencegah
terjadinya cidera/cacat, kematian atau kerugian-kerugian material lainnya apabila
kecelakaan itu harus terjadi (Yusuf, 2004:1).
Bentuk-bentuk program K3 antara lain (Handoko, 2001:191) :
1. Membuat kondisi kerja aman
a. Membeli atau mempergunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-alat
pengaman.
b. Menggunakan peralatan-peralatan yang lebih baik.
c. Mengatur layout pabrik dan penerangan sebaik mungkin.
d. Lantai-lantai, tangga-tangga dan lerengan-lerengan harus dijaga agar
bebas dari air, minyak, dan gemuk.
e. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik.
f. Menggunakan petunjuk-petunjuk dan peralatan-peralatan keamanan.
2. Melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan
mengendalikan praktek-praktek manusia yang tidak aman.
a. Mendidik para karyawan dalam hal keamanan.
b. Memberlakukan larangan secara keras.
c. Membentuk komite manajemen serikat kerja untuk memecahkan
masalah-masalah keamanan.
3. Penciptaan lingkungan kerja yang sehat untuk menjaga kesehatan para
karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran, kelelahan.
4. Memberikan pelayanan kesehatan dengan penyediaan dokter organisasi
dan klinik kesatuan organisasi.
Kepuasan kerja merupakan gambaran evaluasi seseorang atas perasaan sikapnya
senang atau tidak senang puas atau tidak puas dalam bekerja. (IBK Bayangkara, 2008:104).
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja
dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan
(Hasibuan, 2001:202).
Menurut Rivai (2006), tujuan dan pentingnya keselamatan kerja meliputi :
1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah
karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra
perusahaan.
Perusahaan yang dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan kerja,
penyakit dan hal-hal yang berkaitan dengan stres serta mampu meningkatkan kualitas
kehidupan kerja atau kepuasan kerja para pekerjanya, maka perusahaan tersebut akan
semakin efektif (Rivai, 2006).
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan
kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Handoko, 2003:193).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Hasibuan, 2001:203):
a. Balas jasa yang adil dan layak.
b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
c. Berat ringannya pekerjaan.
d. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Setiap pekerjaan tentu mengandung resiko dalam bentuk kecelakaan kerja, seperti
tergores atau terkena benda tajam, kejatuhan benda-benda, atau bahkan ada anggota
tubuh yang patah, dan sakit fisik. Hal ini dapat disebabkan karena alat-alat kerja yang
mereka gunakan memiliki resiko untuk melukai pekerja, bila tidak hati-hati atau tidak
menjaga diri dengan peralatan yang dibutuhkan, tentu kejadian ini bisa terus terulang.
Belum lagi masalah yang berhubungan dengan mesin-mesin yang digunakan, masalah yang
muncul antara lain suara yang bising, naiknya temperatur ruangan, dan getaran mekanis.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Wingjosubroto (dalam Rohimah, 2005:5) bahwa:
”Faktor-faktor lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi manusia pada saat bekerja
adalah: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, penerangan, pencahayaan, kebisingan,
bau-bauan, getaran mekanik, dan warna”.
Mesin-mesin dan alat-alat kerja yang memakai energi listrik atau diesel, memang
sangat membantu pekerja dalam melakukan pekerjaan, akan tetapi pada pelaksanaannya
mesin-mesin dan alat-alat kerja tersebut dapat menyebabkan hal-hal yang justru
mengganggu pekerja, bahkan dapat mengakibatkan stress pada pekerja. Untuk
menghemat waktu dan biaya, banyak jenis usaha dan industri yang mengandalkan alat-alat
kerja dengan menggunakan mesin, salah satu contoh pada industri pengolahan kayu.
Kegiatan yang dilakukan pada industri tersebut biasanya meliputi pemotongan dan
pemisahan kayu dari kulitnya, perakitan kayu, dan pemanasan kayu. Semua kegiatan
dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin, hanya pada proses perakitan terkadang
memerlukan bantuan manusia.
Tidak sedikit diantara para pekerja yang mengalami kecelakaan pada saat bekerja,
seperti tangan lecet dan bengkak, tangan luka terkena alat pemotong kayu, kejatuhan kayu,
mengalami batuk karena menghirup serbuk kayu, serta mata merah terkena serbuk kayu.
Kondisi seperti ini, dapat disebabkan karena kurangnya pemahaman pekerja akan informasi
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sehingga persepsi mereka tentang K3
kurang positif. Pengalaman para pekerja tentang kejadian-kejadian yang telah menimpa
mereka pada saat bekerja, dapat mempengaruhi persepsi mereka. Pekerja yang pernah
mengalami kecelakaan seperti, tergores alat pemotong kayu, kejatuhan kayu, atau yang
sakit karena kondisi lingkungan kerja di sana, tentu akan mempunyai persepsi yang positif
tentang K3. Mereka tidak ingin kejadian yang pernah mengalaminya terulang lagi, sehingga
mereka akan berusaha melakukan pencegahan terhadap kecelakaan yang pernah
menimpanya, dengan cara melaksanakan semua peraturan tentang K3.
Akan tetapi, pekerja yang belum pernah mengalami kecelakaan pada saat bekerja,
mungkin mereka akan menganggap bahwa sistem K3 tidak terlalu penting untuk
dilaksanakan, mengingat pelaksanaannya akan merepotkan atau malah membuat tidak
nyaman. Adanya persepsi yang berbeda-beda pada tiap pekerja, membuat mereka juga
akan melakukan perilaku yang berbeda. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan
Siswanto:
”Perilaku individu dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu variabel psikologis, variabel fisiologis, dan variabel lingkungan. Variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Sedangkan variabel fisik meliputi kemampuan fisik, dan kemampuan mental. Dan variabel lingkungan meliputi keluarga, kebudayaan, dan kelas sosial” (Siswanto, 2006: 76).
Perilaku individu yang diakibatkan dari proses persepsi, akan menghasilkan perilaku
yang berbeda pula. Seperti perilaku pekerja yang pernah mengalami kecelakaan kerja,
mereka tentu akan lebih berhati-hati dan memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan
dengan keselamatan dirinya saat bekerja. Sebaliknya, pekerja yang tidak pernah mengalami
kecelakaan kerja mereka akan kurang memperhatikan akan hal tersebut, dan perilakunya
tidak akan sehati-hati mereka yang pernah mengalami kecelakaan. Sebenarnya kecelakaan
kerja bukan hanya mengakibatkan kerugian pada pekerja, tetapi juga kehancuran alat-alat
produksi dan hasil produksi.
Produktivitas kerja merupakan hal yang sangat menarik karena mengukur hasil kerja
manusia dengan segala masalahnya. Pengukuran produktivitas kerja menurut sistem
pemasukan fisik perorangan atau per orang per jam kerja diterima secara luas, namun dari
sudut pandang atau pengawasan harian, pengukuran tersebut pada umumnya tidaklah
memuaskan, karena adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu
unit produk yang berbeda. Oleh karena itu digunakan metode pengukuran waktu tenaga
kerja (jam, hari atau tahun), pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya
diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang
terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor dan dapat dilihat dari kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang
sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi
kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang memadai, dan hubungan kerja yang
harmoni
Distribusi hasil produksi dapat terganggu, tertunda atau terhenti, yang kemudian
dapat mengganggu kepentingan masyarakat konsumen. Kecelakaan kerja di perusahaan
juga sering mengakibatkan polusi dan kerusakan lingkungan (Simanjuntak, 2003; 164).
KESIMPULAN
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus berbanding lurus atau berjalan
beriringan dengan manajemen produksi. Karena kedua hal tersebut tidak dapat berjalan
sendiri ataupun dilepas begitu saja, jika salah satu dari mereka berjalan sendiri maka yang
terkena imbas secara langsung adalah para karyawan (pekerja) dalam suatu perusahaan
tersebut. Jika itu terjadi maka barang hasil produksi tidak meningkat, melainkan turun
bahkan bisa berakibat gulung tikar bagi pemilik perusahaan. Program K3 tersebut juga
berhubungna langsung dengan tingkat kepuasan karyawan (pekerja) dalam suatu
perusahaan, jika hak dari karyawan tersebut dipenuhi oleh pihak perusahaan kepuasan
pekerha akan naik signifikan dan berbanding lurus dengan produktivitas yang hasilkan oleh
karyawan. Jadi, suatu perusahaan yang ingin menaikkan profit harus memperhatikan hak
atau kepuasan para karyawannya.
DAFTAR PUSTAKA
Flippo, Edwin B. Diterjemahkan oleh Moh Mas’ud.1992. ”Manajemen Personalia”.
Erlangga:Jakarta.
Handoko, T. Hani. 2003. ”Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia”.
BPFE:Yogyakarta.
Hasibuan, Malayu S. P. 2001. “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Bumi Aksara:
Jakarta
JICA_DEPNAKER.”Modul Pelatihan bagi Pengurus dan Anggota P2K3”.
P. K Suma’mur. 1993. “Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan”. Jakarta:
PT. Gunung Agung.
Robbins, Stephen P. 1996. “Perilaku Organisasi”. (Jilid I). Jakarta: Prenhallindo.
Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2005. “Menejemen Tenaga Kerja Indonesia”. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Simanjuntak, Payaman. 2003. “Manajamen Hubungan Industrial”. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan
Rivai, V. 2006. “Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke
Praktik”. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rohimah, Fitri. 2005. “Hubungan antara Persepsi terhadap Kebisingan dan Persepsi
terhadap Temperatur dengan Stess Kerja pada Pekerja di Bengkel
Konstruksi dan Las ”Nasional” Banyuwangi”. Skripsi, Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Malang.
Yusuf, Muhammad. 2003. “Alat Pelindung Diri (APD)”. Jurnal Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Karyawan: Jakarta