12506134032_fauzan tri andana.doc

14
PENGARUH PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN Fauzan Tri Andana (12506134032) Teknik Elektro D3, Fakutas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta e-mail : [email protected] No. HP : 085643188675 Abstrak Supaya produktif bekerja, perhatian harus diberikan secara terus menerus kepada pekerja sebagai sumber daya di perusahaan. Motivasi di sosial ekonomi sebagai pembayaran dan jiwa sosial sebagai keamanan dan perlindungan kerja. Kerja keselamatan penting untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit kerja, apakah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus digunakan seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per.05 / MEN / 1996. Selain itu, keamanan dan kerja yang sehat adalah faktor yang diperlukan untuk produktif bekerja. Oleh karena itu, keamanan dan sehat kerja harus dipahami oleh setiap pekerja. Perbedaan persepsi tentang K3 antar pekerja pun juga mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu industri. Perbedaan persepsi ini terjadi pada karyawan yang pernah mengalami kecelakaan dalam bekerja dengan karyawan yang belum pernah megalami kecelakaan dalam bekerja. Selaian itu, hubungan K3 dengan tingkat hasil produksi dalam suatu perusahaan harus berjalan seimbang. Jika tidak akan merugikan semua aspek dalam perusahaan tersebut. Progam K3 yang telah berjalan baik akan meningkatkan tingkat kepuasan para karyawan tersebut, karena karyawan ketika bekerja akan merasakan rasa aman, nyaman dan tidak was-was dalam bekerja. Sehingga tingkat produktivitas akan terus meningkat secara signifikan. Kata Kunci: Persepsi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Produktivitas. PENDAHULUAN Industrialisasi dan modernisasi menyongsong pengglobalisasian dunia pada saat ini telah menimbulkan banyak perubahan dalam

Upload: fauzan-tri-andana

Post on 24-Dec-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

PENGARUH PROGRAM

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN

Fauzan Tri Andana (12506134032)

Teknik Elektro D3, Fakutas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta

e-mail : [email protected]

No. HP : 085643188675

Abstrak

Supaya produktif bekerja, perhatian harus diberikan secara terus menerus kepada pekerja sebagai sumber daya di perusahaan. Motivasi di sosial ekonomi sebagai pembayaran dan jiwa sosial sebagai keamanan dan perlindungan kerja. Kerja keselamatan penting untuk mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit kerja, apakah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus digunakan seperti Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per.05 / MEN / 1996. Selain itu, keamanan dan kerja yang sehat adalah faktor yang diperlukan untuk produktif bekerja. Oleh karena itu, keamanan dan sehat kerja harus dipahami oleh setiap pekerja.Perbedaan persepsi tentang K3 antar pekerja pun juga mempengaruhi produktivitas kerja karyawan dalam suatu industri. Perbedaan persepsi ini terjadi pada karyawan yang pernah mengalami kecelakaan dalam bekerja dengan karyawan yang belum pernah megalami kecelakaan dalam bekerja. Selaian itu, hubungan K3 dengan tingkat hasil produksi dalam suatu perusahaan harus berjalan seimbang. Jika tidak akan merugikan semua aspek dalam perusahaan tersebut. Progam K3 yang telah berjalan baik akan meningkatkan tingkat kepuasan para karyawan tersebut, karena karyawan ketika bekerja akan merasakan rasa aman, nyaman dan tidak was-was dalam bekerja. Sehingga tingkat produktivitas akan terus meningkat secara signifikan.

Kata Kunci: Persepsi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Produktivitas.

PENDAHULUAN

Industrialisasi dan modernisasi menyongsong pengglobalisasian dunia pada saat ini

telah menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan yang signifikan. Manusia

merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk hidup

yang lain. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan

mengalami perubahan dalam segi psikologi. Bagaimana manusia berkembang dibicarakan

secara mendalam dalam psikologi perkembangan sebagai salah satu psikologi khusus yang

membicarakan tentang masalah perkembangan manusia (Ahmadi, 1991:195).

Page 2: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat kompleks untuk

dibicarakan, beserta unsur-unsur yang ada didalamnya. SDM tidak saja dipandang sebagai

sebagai unsur produksi, tetapi juga sebagai manusia yang memiliki emosi dan kepribadian

aktif yang dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan perusahaan

(Mangkuprawira, 2002:14). SDM dalam hal ini dikatakan sebagai salah satu faktor

penggerak utama dalam tercapainya tujuan organisasi (perusahaan). Pendapat diatas

sejalan dengan yang dikemukakan oleh,

Hasibuan sebagai berikut:

“Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu canggihnya”. (Hasibuan, 2001:10)

Tantangan utama bidang dalam personalia adalah bagaimana mengelola

sumberdaya organisasi dengan efektif dan menghapuskan praktek-praktek yang tidak

efektif, manajemen dituntut untuk selalu mengembangkan inovasi dan cara baru supaya

dapat menarik dan mempertahankan para karyawan dan manajer berkaliber tinggi yang

diperlukan organisasi supaya tetap mampu bersaing (Handoko, 2003:2), artinya SDM

merupakan aset yang sangat bernilai untuk dijaga dan dipertahankan eksistensinya.

Mengingat dunia yang hiperkompetitif saat ini membutuhkan SDM yang dinamis,

profesional, solutif, visioner serta high quality yang mampu bersaing dan berdayaguna.

SDM ataupun dalam hal ini karyawan, tentu saja berbeda dengan mesin maupun

peralatan produksi lainnya karena mereka dipandang relatif memiliki kemampuan

produktivitas dengan frekuensi waktu yang terbatas, dipandang secara biologisnya pun,

dalam waktu sehari manusia membutuhkan waktu istirahat yang proporsional dengan

aktivitas yang dilakukan, sedangkan mesin dan peralatan lain umumnya mampu

berproduktivitas dengan jangka waktu yang lebih panjang. Karyawan dan mesin maupun

peralatan produksi lainnya juga sangat berbeda perlakuannya dalam hal pemeliharaan,

terlebih lagi pada proses perbaikan jika terjadi gangguan-gangguan teknis lainnya.

Perusahaan memperhatikan pemeliharaan keamanan dan kesehatan karyawan

untuk memberikan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih sehat, serta menjadi lebih

bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagi organisasi-organisasi

yang mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi (Handoko, 2003:190). Pencegahan

kecelakaan adalah suatu bagian utama dari fungsi pemeliharaan karyawan, tetapi hanya

merupakan satu bagian dari suatu program yang menyeluruh. Kondisi fisik karyawan dapat

Page 3: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

diganggu melalui penyakit ketegangan, dan tekanan seperti halnya melalui kecelakaan.

Adalah penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kesehatan umum karyawan, yakni

fisik dan mental, demi alasan-alasan ekonomi dan kemanusiaan (Flippo dan Mas’ud,

1992:263)

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja bukan semata-mata tanggung jawab

pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak terutama pengusaha, tenaga

kerja dan masyarakat. Berdasarkan PEMNAKER 05/MEN/1996, perusahaan yang

memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan mempunyai potensi

bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat

mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit

akibat kerja, wajib menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja maupun pengusaha

sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara

mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

tindakan antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuan dari

dibuatnya program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah untuk mengurangi biaya

perusahaan apabila timbul kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) seharusnya menjadi prioritas utama dalam suatu perusahaan, namun

sayangnya tidak semua perusahaan memahami akan arti pentingnya K3 dan mengetahui

bagaimana cara mengimplementasikannya dengan baikdalam lingkungan perusahaan.

Potensi kerugian perusahaan akibat lemahnya implementasi K3 sangat besar diantaranya

yaitu terganggunya proses produksi dan perbaikan alat produksi yang rusak karena

kecelakaan kerja serta perusahaan kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan

karena rendahnya produktivitas kerja karyawan.

Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi resiko bahaya dalam bentuk

kecelakaan kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit kerja tersebut tergantung

dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang dan

lingkungan bangunan serta kualitas menejemen dan tenaga-tenaga pelaksana

(Simanjuntak, 2003; 163). Dalam rangka menciptakan kondisi dan situasi yang aman dan

nyaman di tempat kerja. Setiap perusahaan perlu menyediakan fasilitas yang memadai bagi

para pekerjanya, untuk melindungi keselamatan fisik dan mental mereka dari kecelakaan

dan sakit akibat pekerjaan yang mereka lakukan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu dengan mengadakan

Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Berdasarkan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996, yang dimaksud dengan Sistem Menejemen

Page 4: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem menejemen secara

keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,

prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,

pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja

dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien,dan produktif (Sastrohadiwiryo, 2005: 45).

Dengan adanya sistem ini, diharapkan pekerja dapat melakukan pekerjaannya

dengan optimal tanpa harus merasa takut atau was-was terhadap hal-hal yang dapat

mengakibatkan kecelakaan atau sakti akibat kerja. Sebagaimana maksud dari tujuan.

Sistem K3 yang dikemukakan oleh,

Sastrohadiwiryo sebagai berikut:

”Tujuan dan sasaran Sistem Menejemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan keja ditempat kerja dengan melibatkan unsur menejemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produkif” (Sastrohadiwiryo, 2005: 45).

Program K3 ini sangat penting diterapkan pada semua perusahaan baik skala kecil,

menengah, ataupun besar khususnya pada bidang produksi supaya karyawan (pekerja)

dapat merasa aman, nyaman, serta sehat dalam melaksanakan pekerjaan mereka sehingga

kepuasan kerja yang didambakan karyawan (pekerja) dan perusahaan pun dapat tercapai

secara optimal. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang

pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya. Begitu juga dengan kesehatan kerja, kesehatan kerja yang buruk

mengakibatkan suatu ketidakhadiran yang tinggi dan berbanding lurus dengan tingkat

produktivitas yang rendah (Flippo dan Mas’us, 1992:263), artinya jika pelaksanaan program

K3 telah berjalan dengan baik maka akan mengasilkan kondisi yang sebaliknya yaitu

dengan tingkat kehadiran (absensi) karyawan yang menurun sehingga menyebabkan angka

trun over karyawan rendah sehingga kepuasan kerja pun terjadi.

KAJIAN PUSTAKA

Secara filosofi, K3 adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan

kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia

pada umumnya, hasil kerja dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. Secara

keilmuan merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah

Page 5: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (JICA_Departemen Tenaga

Kerja: Modul Pelatihan bagi Pengurus dan Anggota P2KB).

Keselamatan dan kesehatan pekerja amat penting untuk diperhatikan, karena

sebagai sumber daya dalam sebuah perusahaan, tanpa mereka perusahaan tidak

dapat mencapai keberhasilan. Sebagaimana pendapat yang dikemukan oleh Efendi

(dalam Rohimah, 2005: 4): ”bahwa faktor yang menjadi penggerak utama dalam

keberhasilan dunia usaha adalah karyawan/pekerja”. Sehingga, setiap perusahaan perlu

memperhatikan kenyamanan dan perlindunga pekerja, supaya mereka bekerja lebih optimal.

Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari

penderitaan, kerusakan, atau kerugian di tempat kerja (Mangkunegara, 2000:161).

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,

bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-

cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1993:1).Keselamatan kerja adalah suatu sarana

untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja, dan untuk mencegah

terjadinya cidera/cacat, kematian atau kerugian-kerugian material lainnya apabila

kecelakaan itu harus terjadi (Yusuf, 2004:1).

Bentuk-bentuk program K3 antara lain (Handoko, 2001:191) :

1. Membuat kondisi kerja aman

a. Membeli atau mempergunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-alat

pengaman.

b. Menggunakan peralatan-peralatan yang lebih baik.

c. Mengatur layout pabrik dan penerangan sebaik mungkin.

d. Lantai-lantai, tangga-tangga dan lerengan-lerengan harus dijaga agar

bebas dari air, minyak, dan gemuk.

e. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik.

f. Menggunakan petunjuk-petunjuk dan peralatan-peralatan keamanan.

2. Melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan

mengendalikan praktek-praktek manusia yang tidak aman.

a. Mendidik para karyawan dalam hal keamanan.

b. Memberlakukan larangan secara keras.

Page 6: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

c. Membentuk komite manajemen serikat kerja untuk memecahkan

masalah-masalah keamanan.

3. Penciptaan lingkungan kerja yang sehat untuk menjaga kesehatan para

karyawan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran, kelelahan.

4. Memberikan pelayanan kesehatan dengan penyediaan dokter organisasi

dan klinik kesatuan organisasi.

Kepuasan kerja merupakan gambaran evaluasi seseorang atas perasaan sikapnya

senang atau tidak senang puas atau tidak puas dalam bekerja. (IBK Bayangkara, 2008:104).

Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.

Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja

dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan

(Hasibuan, 2001:202).

Menurut Rivai (2006), tujuan dan pentingnya keselamatan kerja meliputi :

1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.

2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.

3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah

karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari

meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra

perusahaan.

Perusahaan yang dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan kerja,

penyakit dan hal-hal yang berkaitan dengan stres serta mampu meningkatkan kualitas

kehidupan kerja atau kepuasan kerja para pekerjanya, maka perusahaan tersebut akan

semakin efektif (Rivai, 2006).

Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan

kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Handoko, 2003:193).

Page 7: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Hasibuan, 2001:203):

a. Balas jasa yang adil dan layak.

b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

c. Berat ringannya pekerjaan.

d. Suasana dan lingkungan pekerjaan.

e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.

f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

Setiap pekerjaan tentu mengandung resiko dalam bentuk kecelakaan kerja, seperti

tergores atau terkena benda tajam, kejatuhan benda-benda, atau bahkan ada anggota

tubuh yang patah, dan sakit fisik. Hal ini dapat disebabkan karena alat-alat kerja yang

mereka gunakan memiliki resiko untuk melukai pekerja, bila tidak hati-hati atau tidak

menjaga diri dengan peralatan yang dibutuhkan, tentu kejadian ini bisa terus terulang.

Belum lagi masalah yang berhubungan dengan mesin-mesin yang digunakan, masalah yang

muncul antara lain suara yang bising, naiknya temperatur ruangan, dan getaran mekanis.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Wingjosubroto (dalam Rohimah, 2005:5) bahwa:

”Faktor-faktor lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi manusia pada saat bekerja

adalah: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, penerangan, pencahayaan, kebisingan,

bau-bauan, getaran mekanik, dan warna”.

Mesin-mesin dan alat-alat kerja yang memakai energi listrik atau diesel, memang

sangat membantu pekerja dalam melakukan pekerjaan, akan tetapi pada pelaksanaannya

mesin-mesin dan alat-alat kerja tersebut dapat menyebabkan hal-hal yang justru

mengganggu pekerja, bahkan dapat mengakibatkan stress pada pekerja. Untuk

menghemat waktu dan biaya, banyak jenis usaha dan industri yang mengandalkan alat-alat

kerja dengan menggunakan mesin, salah satu contoh pada industri pengolahan kayu.

Kegiatan yang dilakukan pada industri tersebut biasanya meliputi pemotongan dan

pemisahan kayu dari kulitnya, perakitan kayu, dan pemanasan kayu. Semua kegiatan

dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin, hanya pada proses perakitan terkadang

memerlukan bantuan manusia.

Tidak sedikit diantara para pekerja yang mengalami kecelakaan pada saat bekerja,

seperti tangan lecet dan bengkak, tangan luka terkena alat pemotong kayu, kejatuhan kayu,

Page 8: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

mengalami batuk karena menghirup serbuk kayu, serta mata merah terkena serbuk kayu.

Kondisi seperti ini, dapat disebabkan karena kurangnya pemahaman pekerja akan informasi

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), sehingga persepsi mereka tentang K3

kurang positif. Pengalaman para pekerja tentang kejadian-kejadian yang telah menimpa

mereka pada saat bekerja, dapat mempengaruhi persepsi mereka. Pekerja yang pernah

mengalami kecelakaan seperti, tergores alat pemotong kayu, kejatuhan kayu, atau yang

sakit karena kondisi lingkungan kerja di sana, tentu akan mempunyai persepsi yang positif

tentang K3. Mereka tidak ingin kejadian yang pernah mengalaminya terulang lagi, sehingga

mereka akan berusaha melakukan pencegahan terhadap kecelakaan yang pernah

menimpanya, dengan cara melaksanakan semua peraturan tentang K3.

Akan tetapi, pekerja yang belum pernah mengalami kecelakaan pada saat bekerja,

mungkin mereka akan menganggap bahwa sistem K3 tidak terlalu penting untuk

dilaksanakan, mengingat pelaksanaannya akan merepotkan atau malah membuat tidak

nyaman. Adanya persepsi yang berbeda-beda pada tiap pekerja, membuat mereka juga

akan melakukan perilaku yang berbeda. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan

Siswanto:

”Perilaku individu dipengaruhi oleh tiga variabel, yaitu variabel psikologis, variabel fisiologis, dan variabel lingkungan. Variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Sedangkan variabel fisik meliputi kemampuan fisik, dan kemampuan mental. Dan variabel lingkungan meliputi keluarga, kebudayaan, dan kelas sosial” (Siswanto, 2006: 76).

Perilaku individu yang diakibatkan dari proses persepsi, akan menghasilkan perilaku

yang berbeda pula. Seperti perilaku pekerja yang pernah mengalami kecelakaan kerja,

mereka tentu akan lebih berhati-hati dan memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan

dengan keselamatan dirinya saat bekerja. Sebaliknya, pekerja yang tidak pernah mengalami

kecelakaan kerja mereka akan kurang memperhatikan akan hal tersebut, dan perilakunya

tidak akan sehati-hati mereka yang pernah mengalami kecelakaan. Sebenarnya kecelakaan

kerja bukan hanya mengakibatkan kerugian pada pekerja, tetapi juga kehancuran alat-alat

produksi dan hasil produksi.

Produktivitas kerja merupakan hal yang sangat menarik karena mengukur hasil kerja

manusia dengan segala masalahnya. Pengukuran produktivitas kerja menurut sistem

pemasukan fisik perorangan atau per orang per jam kerja diterima secara luas, namun dari

sudut pandang atau pengawasan harian, pengukuran tersebut pada umumnya tidaklah

memuaskan, karena adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu

unit produk yang berbeda. Oleh karena itu digunakan metode pengukuran waktu tenaga

Page 9: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

kerja (jam, hari atau tahun), pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya

diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang

terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh

beberapa faktor dan dapat dilihat dari kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang

sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi

kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang memadai, dan hubungan kerja yang

harmoni

Distribusi hasil produksi dapat terganggu, tertunda atau terhenti, yang kemudian

dapat mengganggu kepentingan masyarakat konsumen. Kecelakaan kerja di perusahaan

juga sering mengakibatkan polusi dan kerusakan lingkungan (Simanjuntak, 2003; 164).

KESIMPULAN

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus berbanding lurus atau berjalan

beriringan dengan manajemen produksi. Karena kedua hal tersebut tidak dapat berjalan

sendiri ataupun dilepas begitu saja, jika salah satu dari mereka berjalan sendiri maka yang

terkena imbas secara langsung adalah para karyawan (pekerja) dalam suatu perusahaan

tersebut. Jika itu terjadi maka barang hasil produksi tidak meningkat, melainkan turun

bahkan bisa berakibat gulung tikar bagi pemilik perusahaan. Program K3 tersebut juga

berhubungna langsung dengan tingkat kepuasan karyawan (pekerja) dalam suatu

perusahaan, jika hak dari karyawan tersebut dipenuhi oleh pihak perusahaan kepuasan

pekerha akan naik signifikan dan berbanding lurus dengan produktivitas yang hasilkan oleh

karyawan. Jadi, suatu perusahaan yang ingin menaikkan profit harus memperhatikan hak

atau kepuasan para karyawannya.

Page 10: 12506134032_Fauzan Tri Andana.doc

DAFTAR PUSTAKA

Flippo, Edwin B. Diterjemahkan oleh Moh Mas’ud.1992. ”Manajemen Personalia”.

Erlangga:Jakarta.

Handoko, T. Hani. 2003. ”Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia”.

BPFE:Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S. P. 2001. “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Bumi Aksara:

Jakarta

JICA_DEPNAKER.”Modul Pelatihan bagi Pengurus dan Anggota P2K3”.

P. K Suma’mur. 1993. “Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan”. Jakarta:

PT. Gunung Agung.

Robbins, Stephen P. 1996. “Perilaku Organisasi”. (Jilid I). Jakarta: Prenhallindo.

Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2005. “Menejemen Tenaga Kerja Indonesia”. Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Simanjuntak, Payaman. 2003. “Manajamen Hubungan Industrial”. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan

Rivai, V. 2006. “Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke

Praktik”. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rohimah, Fitri. 2005. “Hubungan antara Persepsi terhadap Kebisingan dan Persepsi

terhadap Temperatur dengan Stess Kerja pada Pekerja di Bengkel

Konstruksi dan Las ”Nasional” Banyuwangi”. Skripsi, Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Malang.

Yusuf, Muhammad. 2003. “Alat Pelindung Diri (APD)”. Jurnal Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Karyawan: Jakarta