tri mardani

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Pendidikan bagi sebahagian besar orang berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan lain. Menurut Jean Piaget pendidikan sebagai penghubung dua sisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut (Sagala, 2009). Dalam mengajar guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Penggunaan satu model pembelajaran lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak didik dan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti model pembelajaran yang ada tidak dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi dalam kegiatan belajar mengajar (Djamarah dan Zain, 2006). Menurut Sugandi dalam Purworedjo (2009) model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

Upload: ridwan-nyikuza

Post on 28-Sep-2015

243 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ss

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

    belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

    potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

    kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

    dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu

    yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,

    pertimbangan dan kebijaksanaan.

    Pendidikan bagi sebahagian besar orang berarti berusaha membimbing anak

    untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget pendidikan berarti

    menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi

    oleh pembandingan dengan penciptaan lain. Menurut Jean Piaget pendidikan sebagai

    penghubung dua sisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung

    jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut (Sagala, 2009).

    Dalam mengajar guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas.

    Penggunaan satu model pembelajaran lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar

    mengajar yang membosankan bagi anak didik dan pengajaran pun tampak kaku.

    Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti

    kegiatan belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi

    guru dan anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan

    keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti model pembelajaran yang ada tidak

    dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi dalam kegiatan belajar mengajar

    (Djamarah dan Zain, 2006).

    Menurut Sugandi dalam Purworedjo (2009) model pembelajaran kooperatif

    (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan

    kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

  • terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara

    berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja

    kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang

    bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan

    hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.

    Proses pengajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan proses belajar

    mengajar yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara guru dengan

    peserta didik. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan

    model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe

    STAD. Penerapan model pembelajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan

    sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap

    tingkat pemahaman siswa.

    Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru biologi siswa kelas XI IPA

    SMA Negeri 1 Panai Hulu pada semester ganjil nilai rata-rata ujian semester mereka

    belum mencapai nilai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yakni 70. Hal ini

    memperlihatkan bahwa rata-rata hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Negeri

    1 Panai Hulu masih rendah. Hasil belajar yang rendah menunjukkan bahwa perlunya

    perhatian dan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang selama ini

    digunakan.

    Dari hasil KKM diatas maka hasil belajar siswa SMA Negeri 1 Panai Hulu

    belum memuaskan. Adapun hal-hal yang menyebabkannya adalah adalah siswa

    kurang aktif, kurang bersemangat, kurang merespon dalam proses belajar mengajar,

    asal menjawab ketika diberi pertanyaan dan jika diberi tugas ada beberapa siswa tidak

    mengerjakan tugas, hal ini disebabkan pembelajaran disekolah tersebut masih bersifat

    konvensional. Guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dikelas sehingga

    siswa menjadi pasif dan hanya mendengarkan saja. Guru masih dijadikan sebagai

    satu-satunya sumber informasi sehingga kegiatan masih berpusat pada guru (teacher

    center) dan model pembelajaran yang digunakan belum tepat. Untuk mengatasi hal

  • tersebut maka perlu digunakan model pembelajaran yang lain, yang lebih melibatkan

    siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar.

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2008) terdapat

    perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa yang menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan nilai rata-rata 80,90 dengan

    menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan nilai rata-rata 76,30.

    Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Ginting (2009) terdapat perbedaan yang

    signifikan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

    jigsaw dengan nilai rata-rata 86,08 dengan menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe STAD dengan nilai rata-rata 73,67. Jadi, terdapat perbedaan antara

    hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

    dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD.

    Model pembelajaran yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah model

    pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

    dengan sub materi pokok sistem indera manusia. Model pembelajaran tipe jigsaw

    dengan STAD adalah model pembelajaran dengan sistem pembagian kelompok

    dalam proses pembelajarannya. Model pembelajaran tipe jigsaw itu sendiri

    merupakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa belajar dalam kelompok

    kecil yang terdiri dari 45 orang secara heterogen dan saling tergantung satu dengan

    yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang

    ditugaskan. Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu

    untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran

    yang ditugaskan kepada. Kemudian siswa-siswa tersebut kembali pada tim/kelompok

    asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah

    mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli (Rusman, 2011).

    Sedangkan model pembelajaran tipe STAD menurut Trianto (2010)

    merupakan model pembelajaran kooperatif, dimana siswa ditempatkan dalam tim

    belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat

    kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa

  • bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai

    pelajaran tersebut. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat

    pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling

    membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran atau melakukan tugas

    diskusi kelompoknya. Jadi terdapat perbedaan cara kerja dalam tiap kelompok untuk

    kedua model pembelajaran tersebut. Dalam penelitian ini materi yang digunakan

    yaitu sistem indera manusia. Materi ini dipilih sesuai dengan penggunaan model yang

    akan diajarkan pada siswa yaitu model jigsaw dan STAD, dikarenakan pada materi

    ini terdapat sub-sub materi yang dapat dibagikan ke dalam kelompok pembelajaran

    baik pada kelompok jigsaw maupun kelompok STAD untuk dibahas bersama dalam

    masing-masing kelompoknya.

    Berdasarkan uraian permasalahan yang ada, penulis tertarik untuk

    mengadakan penelitian tentang Perbedaan Hasil Belajar Siswa Menggunakan

    Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan STAD Pada Sub Materi

    Pokok Sistem Indera Manusia di Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu

    Tahun Pembelajaran 2014/2015.

    1.2. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

    yang menjadi identifikasi masalah adalah :

    1. Rendahnya hasil belajar mata pelajaran biologi.

    2. Biologi merupakan pelajaran yang sangat membosankan bagi siswa karena

    berupa hafalan.

    3. Penggunaan model pembelajaran konvensional seperti ceramah yang monoton

    membuat siswa jenuh belajar Biologi, model pembelajaran belum tepat.

    4. Siswa tidak aktif bertanya ataupun mengemukakan pendapatnya.

  • 1.3. Batasan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah yang diajukan, maka penelitian ini dibatasi

    pada perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

    STAD pada sub materi pokok Sistem Indera Manusia di kelas XI IPA SMA Negeri 1

    Panai Hulu.

    1.4. Rumusan Masalah

    Berdasarkan dari latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah

    maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan

    hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub

    materi pokok Sistem Indera Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun

    Pembelajaran 2014/2015?

    1.5. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

    1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada sub materi pokok Sistem Indera

    Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran

    2014/2015.

    2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub materi pokok Sistem Indera

    Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran

    2014/2015.

    3. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan

    menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model

    pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub materi pokok Sistem Indera

  • Manusia kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran

    2014/2015.

    1.6. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

    1. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru khususnya guru biologi dalam

    memilih model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran biologi.

    2. Sebagai masukan bagi peneliti untuk mempersiapkan diri menjadi guru yang

    mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

    3. Memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi siswa tentang cara berdiskusi

    pembelajaran jigsaw dan STAD sehingga dimanfaatkan siswa untuk menggali

    dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan belajar untuk topik lain

    melalui berbagai informasi dengan teman sebaya atau orang lain.

    4. Sebagai bahan acuan, perbandingan ataupun referensi bagi para peneliti yang

    melakukan penelitian yang sejenis.

  • BAB II

    TINJAUAN TEORITIS

    2.1. Kerangka Teoritis

    2.1.1. Pengertian Belajar

    Belajar dapat dilakukan oleh setiap individu di mana saja dan kapan saja,

    dimana perkembangan sejalan dengan pertumbahan usia. Menurut Hudoyo dalam

    Indriani (2008) belajar merupakan proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau

    pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan keseluruhan tingkah laku.

    Menurut Wolkfolk dan Nicolich dalam Slameto (2010) bahwa belajar selalu

    mengakibatkan perubahan dalam diri seseorang. Disengaja ataupun tidak perubahan

    itu bisa baik namun bisa juga buruk. Belajar yang baik adalah belajar melalui

    pengalaman dan melalui interaksi seseorang dengan lingkungannya. Selanjutnya

    Piaget memandang bahwa belajar sebagai perilaku berinteraksi antara individu

    dengan lingkungannya secara terus-menerus sehingga terjadi perkembangan intelek

    individu. Sedangkan, Gagne memandang bahwa kondisi internal belajar dan eksternal

    yang bersifat interaktif, oleh karena itu guru seyogyanya mengatur acara

    pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar dan hasil belajar yang dikehendaki

    (Dimyati dan Mudjiono, 2009).

    Berdasarkan pengertian belajar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

    belajar adalah suatu aktivitas individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku dari

    berbagai aspek karena stimuli dari lingkungan untuk berkembang. Belajar merupakan

    suatu proses bukan merupakan suatu hasil, karena itu belajar berlangsung secara aktif

    dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai

    tujuan. Belajar dikatakan efektif jika siswa mampu menggunakan kemampuannya

    untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna misalnya mengambil keputusan,

    melakukan penelitian, pemecahan masalah, bahkan dapat menemukan konsep-konsep

    baru bukan sekadar membuktikan yang telah ada.

  • Dalam proses belajar, terdapat beberapa faktor yang akan mempengaruhi hasil

    belajar seseorang. Menurut Slameto (2010) bahwa hasil belajar seseorang

    dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Berikut uraiannya:

    1. Faktor-faktor internal terdiri atas beberapa faktor diantaranya: a) faktor

    jasmaniah yang meliputi kesehatan dan cacat tubuh; (b) faktor psikologis

    yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, kematangan, kesiapan; (c)

    faktor kelelahan.

    2. Faktor-faktor eksternal terdiri atas beberapa faktor diantaranya: (a) faktor

    keluarga yang meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga,

    suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, perhatian orangtua terhadap anak,

    latar belakang budaya; (b) faktor sekolah yang meliputi metode mengajar,

    kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin

    sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran,

    keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah; (c) faktor masyarakat yang

    meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,

    bentuk kehidupan masyarakat.

    2.1.2. Hakikat Belajar Mengajar

    Mengajar bukan tugas yang ringan bagi seorang guru, dalam mengajar guru

    berhadapan dengan sekelompok siswa, mereka adalah makhluk hidup yang

    memerlukan bimbingan, dan pembinaan untuk menuju kedewasaan. Siswa setelah

    mengalami proses pendidikan dan pengajaran diharapkan telah menjadi manusia

    dewasa yang sadar tanggung jawab terhadap diri sendiri, wiraswasta, berpribadi dan

    bermoral. Menurut Dequeliy dan Gazali dalam Slameto (2010) bahwa mengajar

    adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan

    tepat. Dalam hal ini pengertian waktu yang singkat sangat penting. Guru kurang

    mamperhatikan bahwa diantara siswa ada perbedaan individual sehingga memerlukan

    pelayanan yang berbeda-beda.

  • Menurut Mursell dalam Slameto (2010) bahwa mengajar digambarkan

    sebagai pengorganisasian belajar sehingga dengan pengorganisasian itu, belajar

    menjadi berarti dan bermakna bagi siswa. Selanjutnya menurut Sudjana dalam

    Djamarah (2006) bahwa mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses yaitu proses

    mengatur, mengorganisasi lingkungan di sekitar anak didik, sehingga dapat

    menumbuhkan dan mendorong anak didik, melakukan proses belajar. Pada tahap

    berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak

    didik dalam melakukan proses belajar. Akhirnya, bila hakikat belajar adalah

    perubahan maka hakikat belajar mengajar adalah proses pengaturan yang

    dilakukan oleh guru.

    2.1.3. Pengertian Hasil Belajar

    Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) bahwa hasil belajar merupakan hasil

    dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar dapat dipandang

    dari dua sisi yaitu sisi guru dan dari sisi siswa. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan

    saat terselesaikannya bahan pelajaran yaitu diakhiri dengan proses evaluasi. Dari sisi

    siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

    dibandingkan pada saat sebelum belajar, tingkat perkembangan mental tersebut

    terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

    Berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam Arikunto (2009) bahwa hasil

    belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif,

    afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: (1) Ranah kognitif,

    berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu

    pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian, (2) Ranah

    afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang

    kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan

    karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai, (3) Ranah psikomotor, meliputi

    keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular

    (menghubungkan, mengamati).

  • Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor

    karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus

    menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

    Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu

    gambaran dari kemampuan, keterampilan dan pemahaman seseorang atau kelompok

    orang tentang penguasaannya terhadap sesuatu yang sesuai dengan profesinya. Ini

    menandakan bahwa semakin baik proses belajar yang dilakukan maka akan semakin

    baik pula hasil yang akan dicapai, begitupula sebaliknya.

    2.1.4. Model Pembelajaran

    Menurut Soekamto dalam Trianto (2009) model pembelajaran adalah

    kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

    mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan

    berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar

    dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas

    pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara

    sistematis. Ada berbagai macam model pembelajaran, diantaranya adalah model

    pembelajaran kooperatif.

    Model pembelajaran perlu dipahami guru agar dapat melaksanakan

    pembelajaran secara efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam

    penerapannya model pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa karena

    masing-masing model pelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang

    berbeda-beda. Model pembelajaran direncanakan sedemikian rupa dan digunakan

    untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk

    kepada pengajar dikelasnya (Isjoni, 2009).

    2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif

    Menurut Isjoni (2009) pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar

    yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu

  • antar sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari

    dua orang atau lebih. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan

    jumlah siswa anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.

    Menurut Suprijono (2010) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model

    pembelajaran yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk

    yang lebih dipimpin oleh guru dan mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja

    sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa

    dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi

    pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran

    berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk

    memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk

    memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses

    berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

    Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif

    merupakan suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku

    bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama

    yang teratur dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan

    sekedar belajar dalam kelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap

    siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

    memahami materi pelajaran.

    2.1.5.1. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

    Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula adanya belajar kelompok.

    Meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial antara kelompok belajar

    kooperatif dengan kelompok belajar konvensional, seperti dalam Tabel 2.1 berikut

    ini:

    Tabel 2.1. Perbedaan kelompok pembelajaran kooperatif dengan

    kelompok belajar konvensional.

  • Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

    Kepemimpinan bersama Satu pemimpin

    Saling ketergantungan positif Tidak ada saling ketergantungan

    Keanggotaan heterogen Keanggotaan homogen

    Mempelajari keterampilan-

    keterampilan kooperatif

    Asumsi adanya keterampilan

    sosial

    Menekankan pada tugas dan

    hubungan kooperatif

    Hanya menekankan pada tugas

    Ditinjau oleh guru Diarahkan oleh guru

    Satu hasil kelompok Beberapa hasil individual

    Evaluasi kelompok Evaluasi individual

    2.1.5.2. Tujuan pembelajaran kooperatif

    Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

    mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai:

    1. Hasil belajar akademik

    Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam

    tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model pembelajaran

    kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang

    sulit.

    2. Pengakuan adanya keragaman

    Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-

    temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan

    tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.

    3. Pengembangan keterampilan sosial

    Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan

    social siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif

  • adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain dan bekerja

    sama dalam kelompok.

    2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

    Model ini dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-

    temannya di Universitas Texas. Arti jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji

    ukiran ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzel, yaitu sebuah teka-teki

    menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini mengambil

    pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan

    belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama

    (Rusman, 2011).

    Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap

    pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya

    mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan

    mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian,

    siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara

    kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari tim-tim yang

    berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu

    satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.

    Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan

    kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari

    sebelumnya pada pertemuan tim ahli (Lie, 2007).

    2.1.6.1. Tahapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

    Pada dasarnya model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi

    komponen-komponen yang lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa dalam

    kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat sampai lima orang siswa

    sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap

    komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa ini saling

  • bekerjasama untuk mmenyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: (a) belajar dan

    menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; (b) merencanakan bagaimana mengajarkan

    subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu, siswa kembali

    lagi ke kelompoknya masing-masing sebagai ahli dalam subtopiknya dan

    mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli

    dalam subtopik lain bertindak serupa, sehingga seluruh siswa bertanggung jawab

    untuk menunjukkan penguasaanya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh

    guru.

    Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (a) siswa dikelompokkan dengan

    anggota kurang lebih 4 atau 5 orang; (b) tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas

    yang berbeda; (c) anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama

    membentuk kelompok baru (kelompok ahli); (d) setelah kelompok ahli berdiskusi,

    tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok

    tentang subbab yang mereka kuasai; (d) tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi;

    (e) pembahasan; (f) penutupan (Rusman, 2011).

    Kelompok Asal

    Kelompok Ahli

    Gambar 2.1 Ilustrasi yang menunjukkan tim jigsaw

    (Sumber : Ibrahim, 2000).

    2.1.6.2. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam model Pembelajaran Kooperatif

    Tipe Jigsaw

    x x x

    x

    x

    x x x

    x

    x

    x x x

    x

    x

    x x x

    x

    x

    x x x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

    x

  • Menurut Riyanto (2009) hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran tipe

    jigsaw adalah:

    1. Menggunakan strategi tutor yang sebaya

    2. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok asal dan kelompok ahli

    3. Dalam kelompok ahli siswa belajar secara kooperatif menuntaskan topik yang

    sama sampai mereka menjadi ahli

    4. Dalam kelompok asal setiap siswa saling mengajarkan keahlian masing-

    masing.

    2.1.6.3 Kelemahan dan Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

    Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diutarakan oleh

    Ibrahim (2000) adalah sebagai berikut: (a) karena masing-masing siswa diberi

    tanggung jawab pribadi kepada tiap kelompok, maka siswa dapat belajar bertanggung

    jawab dan lebih memahami batasan yang didiskusikan; (b) mengajarkan siswa lebih

    kreatif dan tanggap; (c) siswa lebih aktif untuk untuk belajar; (d) dapat menjalin

    kerjasama yang baik antara teman-teman, karena pada siswa dihadapkan oleh tujuan-

    tujuan yang heterogen dalam kelompok asal dan kelompok asal; (e) memupuk sikap

    saling menghargai pendapat orang lain; (f) hasil-hasil diskusi mudah dipahami dan

    dilaksanakan karena para siswa ikut aktif dalam pembahasan sampai kesuatu

    kesimpulan; (g) dapat mempertinggi prestasi kepribadian individu seperti semangat

    toleransi siswa yang demokratis, kritis dalam berpikir.

    Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai

    berikut: (a) waktu yang dibutuhkan lebih banyak; (b) pada setiap pembagian

    kelompok biasanya siswa ribut dan kelas akan bising; (c) tidak dapat diterapkan pada

    semua pokok bahasan.

    2.1.7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

    Dalam model pembelajaran kooperatif, diberikan beberapa jenis

    pendekatan yang salah satunya Student Teams Achievmet Division (STAD). Menurut

  • Slavin dalam Setiasih (2010) bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan

    pendekatan yang dikembangkan dengan melibatkan siswa dalam menelaah materi

    yang tercakup dalam suatu pelajaran. Pada STAD siswa dalam suatu kelas tertentu

    dibagi menjadi kelompok dengan 4-5 orang yang berbeda tingkat kemampuan, jenis

    kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru yang menggunakan STAD mengacu pada

    belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik yang baru kepada setiap

    siswa menggunakan presentasi verbal atau teks. Metode yang digunakan dalam

    pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dengan ceramah, tanya jawab, diskusi, dan

    sebagainya, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa (Permana,

    2004).

    Menurut Slavin (2005) bahwa gagasan utama STAD adalah untuk memotivasi

    siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam

    menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar

    timnya mendapat penghargaan tim, maka mereka harus membantu teman satu timnya

    untuk mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk

    bisa melakukan hal yang terbaik, menunjukkan bahwa norma belajar itu penting,

    berharga dan menyenangkan.

    2.1.7.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

    Menurut Ibrahim dalam Trianto (2010) pembelajaran kooperatif tipe STAD

    terdapat enam fase pada setiap pembelajarannya, seperti yang dirangkum dalam Tabel

    2.2 berikut ini :

    Tabel 2.2. Fase-fase pembelajaran kooperatif Tipe STAD

    Fase Tingkah Laku Guru

    Fase-1

    Menyampaikan tujuan dan

    memotivasi siswa

    Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang

    ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

    memotivasi siswa belajar.

    Fase-2

    Menyajikan informasi

    Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan

    jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

  • Fase-3

    Mengorganisasikan siswa

    dalam kelompok-

    kelompok belajar

    Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya

    membentuk kelompok belajar dan membantu setiap

    kelompok belajar agar melakukan transisi secara

    efisien.

    Fase-4

    Membimbing kelompok

    bekerja dan belajar

    Guru membimbing kelompok-kelompok belajar

    pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

    Fase-5

    Evaluasi

    Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang

    telah dipelajari atau masing-masing kelompok

    mempersentasekan hasil kerjanya.

    Fase-6

    Memberikan penghargaan

    Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik

    upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

    2.1.7.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Koopertatif Tipe

    STAD

    Kelebihan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut

    Ibrahim (2000) yaitu: (a) mengajarkan siswa lebih kreatif dan tanggap; (b) siswa

    lebih aktif untuk belajar; (c) dapat menjalin kerjasama antar teman-teman; (d)

    memupuk sikap saling menghargai pendapat orang lain; (e) hasil-hasil diskusi mudah

    dipahami dan dilaksanakan karena siswa ikut aktif

    Kekurangan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: (a)

    waktu yang dibutuhkan lebih banyak dalam membuat kesimpulan dalam kelompok;

    (b) pada saat pembagian kelompok siswa ribut sehingga kelas tidak dapat

    dikondusifkan; (c) tidak dapat diterapkan pada semua pokok bahasan.

    2.2 Kerangka Konseptual

    Sesuai dengan judul penelitian ini, maka dirumuskan kerangka konseptual

    sebagai berikut :

  • 1. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran

    kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 45

    orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif

    dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus

    dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang

    lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga

    harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota

    kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu

    dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari

    materi yang ditugaskan. Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik

    yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain

    tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-

    siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota

    kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada

    pertemuan tim ahli

    2. Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran

    kooperatif, dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5

    orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin

    dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim

    untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran

    tersebut. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat

    pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian

    saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran atau

    melakukan diskusi.

    3. Pembelajaran kooperatif dapat menumbuhkan sikap yang positif terhadap

    siswa, karena siswa yang berkemampuan tinggi diharapkan mengajari siswa

    yang berkemampuan rendah sehingga lebih termotivasi untuk belajar dan

    percaya diri.

  • 4. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri dan kemampuan yang

    dicapai siswa setelah mengalami proses belajar mengajar dan hasil belajar

    yang dinilai adalah hasil belajar pada kemampuan kognitif.

    2.3 Hipotesis

    a. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis nihil (Ho) dan

    hipotesis alternatif (Ha).

    1. Hipotesis Nihil (Ho) : Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa menggunakan

    model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub Materi Pokok Sistem Indera

    Manusia di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran

    2014/2015.

    2. Hipotesis alternatif (Ha) : Ada perbedaan hasil belajar siswa menggunakan

    model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan model

    pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub Materi Pokok Sistem Indera

    Manusia di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Panai Hulu Tahun Pembelajaran

    2014/2015.

    b. Hipotesis Statistik

    Ho 1=2

    Ha 12

    1 = Rata-rata nilai dengan pengajaran menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe jigsaw

    2 = Rata-rata nilai dengan pengajaran menggunakan model pembelajaran

    kooperatif tipe STAD

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.1.1. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Panai Hulu, yang berada di Jalan

    Brigjend H.A Manaf Lubis Medan.

    3.1.2. Waktu Penelitian

    Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu pada bulan April

    Juni 2012.

    3.2. Populasi dan Sampel

    3.2.1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Kartika I-2

    Medan Tahun Pembelajaran 2014/2015 yang berjumlah 3 kelas dengan siswa

    sebanyak 122 orang.

    3.2.2. Sampel

    Sampel penelitian terdiri dari dua kelas sebanyak 80 orang yang dipilih

    secara acak atau random yaitu dengan cara mengundi kelas-kelas populasi

    secara acak dimana setiap kelas berhak menjadi sampel dalam penelitian

    sehingga diperoleh dua kelas untuk dijadikan sampel penelitian yang

    diberikan perlakuan yang berbeda yaitu dengan model pembelajaran

    kooperatif tipe jigsaw untuk kelas XI IPA 2 sebanyak 40 siswa dan model

    pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk kelas XI IPA 1 sebanyak 40 siswa.

    3.3. Variabel Penelitian

    a. Variabel Bebas (X) yaitu model pembelajaran jigsaw dan STAD.

    b. Variabel Terikat (Y) yaitu hasil belajar siswa.

  • 3.4. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar siswa

    berupa tes berbentuk pilihan sebanyak 30 butir soal. Setiap soal memiliki 5 option (a,

    b, c, d, e) tentang sub materi pokok sistem indera manusia dan setiap jawaban yang

    benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Pengambilan data dilakukan

    di awal (pretest) dan diakhir pembelajaran (postest).

    Tabel 3.1. Kisi-kisi soal sistem indera manusia

    No. Indikator Kemampuan Kognitif Jmlh

    Soal C1 C2 C3 C4 C5 C6

    1.

    Mengidentifikasi

    struktur, fungsi

    dan proses sistem

    indera manusia.

    1, 3,

    11, 13,

    17, 24

    4, 10,

    25

    20,

    27, 30 15

    2.

    Mengaitkan

    struktur, fungsi

    dan proses sistem

    indera manusia.

    14

    8, 12 23 3

    3.

    Menjelaskan

    struktur, fungsi

    dan proses sistem

    indera manusia.

    19, 22,

    26, 28 6, 9, 16 2, 15 29 9

    4.

    Mengidentifikasi

    kelainan yang

    terjadi pada

    sistem indera

    manusia.

    7 18

    5

    21 3

    Jumlah 12 6 7 3 1 1 30

  • Keterangan: C1 = Pengetahuan C3 = Penerapan C5= Evaluasi

    C2 = Pemahaman C4= Analisis C6= Kreasi

    Menurut Haryati (2007) Adapun dari segi taraf kompetensinya taraf

    pengetahuan diberi bobot 40%, taraf pemahaman 20%, taraf penerapan 20%, taraf

    analisa 10%, taraf evaluasi 5% dan taraf kreasi 5%.

    1. Pretest

    Tes ini dilakukan sebelum materi sistem indera manusia diberikan dan dilakukan

    dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan dasar siswa pada materi tersebut.

    2. Postest

    Tes ini dilakukan sesudah materi sistem indera manusia diberikan. Tujuannya

    adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa. Tes yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah secara tertulis dalam bentuk pilihan berganda yang meliputi

    seluruh materi pokok sistem indera manusia sehingga peserta didik hanya

    memilih satu jawaban yang di anggap paling benar.

    Skor yang digunakan sebagai data peneliti adalah skor yang valid dan reliabel.

    Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar

    mengajar pada materi pokok sistem indera manusia.

    3.5. Jenis dan Desain Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

    eksperimen. Dalam pelaksanaan penelitian, melibatkan dua perlakuan yang berbeda.

    Adapun desainnya dapat dilihat pada table 3.2 berikut :

    Tabel 3.2. Rancangan (Desain) Penelitian

    Kelas Pretest Perlakuan Postest

    (XI IPA 1) T1 X1 T2

    (XI IPA 2 ) T1 X2 T2

  • Keterangan :

    T1 = Pemberian tes awal (pretest)

    T2 = Pemberian tes akhir (postest)

    X1 = Perlakuan pada kelas XI IPA 1 dengan menggunakan model STAD.

    X2 = Perlakuan pada kelas XI IPA 2 dengan menggunakan model Jigsaw.

    3.6. Prosedur Penelitian

    Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu:

    1) Tahap Persiapan meliputi:

    a. Penyusunan proposal penelitian.

    b. Persetujuan dan pelaksanaan seminar proposal penelitian.

    c. Pengurusan surat izin penelitian dari FMIPA UNIMED.

    d. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

    e. Menyusun tes evaluasi hasil belajar siswa.

    f. Memvalidasikan tes ke SMA Panca Budi Medan

    2) Tahap Pelaksanaan

    Materi pelajaran :

    a. Pendahuluan

    b. Sistem indera pada manusia

    1. Pembelajaran di awali dengan pemberian pretes.

    2. Menggali sejauh mana pemahaman siswa tentang pengertian sistem

    indra pada manusia dengan mengajukan beberapa pertanyaan.

    3. Menjelaskan tentang sistem indera pada manusia dan lima macam alat

    indera pada tubuh manusia.

    4. Meminta siswa untuk membentuk kelompok sesuai dengan model

    pembelajaran tipe jigsaw dan STAD.

    5. Membimbing kelompok belajar tipe jigsaw dan STAD

    6. Mengevaluasi siswa.

    7. Memberikan penghargaan terhadap kelompok yang bagus.

    8. Menyimpulkan materi pelajaran sistem indera manusia.

  • 3) Tahap akhir

    Setelah pelaksanaan pengajaran selesai, maka diadakan postes untuk

    masing-masing siswa. Bahan post-tes ini adalah bahan yang digunakan pada

    saat pretest sewaktu pengajaran dimulai. Postest ini dilaksanakan sebagai

    komponen terakhir dan pendekatan kontekstual yaitu penelitian sebenarnya.

    Prosedur penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini :

    Skema Proses Pelaksanaan Penelitian

    Penyusunan kegiatan

    belajar mengajar

    Pelaksanaan Pretest

    Mengoreksi Lembar Jawaban

    Kelas XI IPA1 Kelas XI IPA2

    Pengajaran dengan Pengajaran dengan

    model Jigsaw model STAD

    Langkah-langkahnya: a. Mengelompokkan siswa dalam kelompok

    asal b. Tiap orang dalam tim kelompok asal

    diberi sub materi berbeda

    c. Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk

    kelompok ahli

    d. Kelompok ahli berdiskusi e. Tiap tim ahli mempresentasi

    kan hasil diskusi f. Tiap anggota kembali ke kelompok asal

    dan menjelaskan kepada anggota

    kelompok tentang subbab yang mereka

    kuasai.

    Langkah-langkahnya: a. Menyajikan materi yang akan

    diberikan b. Siswa dibagi menjadi beberapa

    kelompok beranggotakan 5 siswa.

    c. Menyajikan lembar kerja siswa yang dikerjakan dengan berdiskusi dalam

    setiap kelompoknya.

    d. Siswa dalam kelompok mengerjakan lembar kerja secara bersama-sama

    e. Memberikan bimbingan pada kelompok.

    f. Tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi.

  • Pelaksanaan Postest

    Uji Persyaratan Analisis Data

    Uji Hipotesis

    Menarik Kesimpulan

    3.7. Teknik Pengumpulan Data

    Cara yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan melakukan

    tes terhadap siswa di awal (pretest) dan diakhir pembelajaran (postest). Dalam

    penelitian ini parameter yang diteliti adalah kemampuan yang digolongkan pada

    domain kognitif. Penyusunan soal berdasarkan tingkat kognitif yaitu C1 (ingatan),

    C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evluasi), dan C6 (kreasi). Setiap

    butir soal yang dijawab salah skornya nol dan setiap butir soal yang dijawab benar

    diberi skor satu, sehingga nilai akhir (NA) siswa dapat dihitung sebagai berikut :

    NA = Jumlah jawaban benar x 100

    Jumlah soal

    Untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran tes dan daya pembeda

    tes, maka dilakukan uji instrumen yang dilakukan sebelum pelaksanaan

    pengambilan data.

    1. Uji Validitas Tes

    Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

    diinginkan atau dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji

    validitas yang digunakan adalah validitas empiris, sedangkan teknik yang digunakan

    untuk mengetahui validitas ini adalah teknik korelasi product moment empiris yang

    digunakan rumus :

    rxy =

    2222 YYNXXN

    YXXYN (Arikunto, 2010)

  • Keterangan : N = Jumlah sampel

    X = Skor butir soal

    Y = Skor total butir soal

    rxy = Koefisien valliditas tes

    Untuk menafsir keberartian harga validitas tiap soal maka harga tersebut

    dikonsultasikan ke tabel harga kritik r produk moment dengan kriteria rhitung > rtabel

    untuk taraf nyata = 0,05 maka korelasi tersebut dikatakan valid.

    2. Uji Reliabilitas Tes

    Suatu alat ukur bisa dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi apabila

    instrumen itu memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Sebagaimana yang

    dikemukakan Arikunto (2009 ) bahwa suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf

    kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberi hasil yang tetap.

    Rumus yang digunakan adalah rumus K-R 20 :

    r11=

    2

    2

    1 S

    pqS

    n

    n

    Keterangan :

    r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan

    p = Proporsi subjek yang menjawab soal dengan benar

    q = Proporsi subjek yang menjawab soal dengan salah (q=1-p)

    pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q

    n = Banyaknya soal

    S = Standar deviasi dari tes

    Untuk varians total dihitung dengan rumus :

  • S2 =

    N

    N

    XX

    2

    2

    Keterangan :

    X1 = Skor butir ke -1

    N = Banyak responden

    Untuk menentukan tingkat reliabilitas tiap item dikonsultasikan dengan :

    0,800 - 1,000 = Sangat tinggi

    0,600 0,799 = Tinggi

    0,400 0,599 = Cukup

    0,200 0,399 = Rendah

    < 0,200= Sangat rendah

    3. Taraf Kesukaran Tes

    Rumus yang digunakan untuk menentukan indeks kesukaran adalah

    Js

    BP (Arikunto, 2009)

    Keterangan :

    P = Indeks kesukaran

    B = Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar

    Js = Jumlah seluruh siswa peserta tes

    Untuk menafsirkan harga taraf kesukaran, maka harga tersebut dikonsultasikan

    dengan tabel harga ( = 0,05). Untuk mengartikan angka taraf kesukaran item

    digunakan kriteria, yaitu :

    P = 0,00 0,29 dikategorikan soal sukar

    P = 0,30 0,69 dikategorikan soal sedang

  • P = 0,70 1,00 dikategorikan soal mudah

    4. Daya Pembeda Tes

    Daya pembeda tes merupakan suatu kemampuan soal untuk membedakan

    antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

    (berkemampuan rendah).

    Untuk menentukan daya pembeda masing-masing soal digunakan rumus :

    D = PBPAJB

    BB

    JA

    BA (Arikunto, 2009)

    Keterangan :

    D = Daya pembeda

    JA = Banyaknya peserta kelompok atas

    JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

    BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

    BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

    PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar

    PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar

    Tabel 3.3. Klasifikasi indeks daya pembeda soal

    No Indeks Daya Pembeda Soal Klasifikasi

    1 0,00 0,20 Jelek

    2 0,21 0,40 Cukup

    3 0,41 0,70 Baik

    4 0,71 1,00 Sangat Baik

    3.8. Teknik Analisis Data

    Setelah data diperoleh kemudian diolah dengan melakukan uji persyaratan

    data sebagai berikut :

  • 1. Mentabulasi jumlah skor pretest dan postest untuk masing-masing kelompok

    2. Menghitung mean dengan rumus :

    N

    XX

    (Sudjana, 2005)

    Keterangan :

    X Mean

    X = Jumlah Skor

    N =Banyak data

    3. Selanjutnya dihitung varians/simpangan baku (S2) dengan memangkatduakan

    standar deviasi dengan menggunakan rumus :

    S = )1(

    )( 22

    nn

    XiXin (Sudjana, 2005)

    Keterangan :

    S = Simpangan baku

    Xi = Skor siswa

    n = Jumlah siswa

    4. Uji normalitas

    Uji ini bertujuan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau tidak.

    Uji yang digunakan adalah uji Lillefors dengan langkah-langkah sebagai berikut :

    a. Mencari skor baku dengan rumus :

    Zi = S

    XXi

    Keterangan :

    X nilai rata-rata

    S = simpangan baku

    b. Untuk setiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal baku,

    kemudian dihitung peluang F (Zi) = P (ZZi)

  • c. Menghitung proporsi Z1, Z2,Zn yang lebih kecil atau sama dengan

    Zi. Jika proporsi ini dinyatakan dengan S (Zi), maka :

    S(Zi) = N

    ZiZnZZbanyaknya ,........2,1

    d. Menghitung selisih F (Zi) S (Zi) kemudian ditentukan harga mutlaknya.

    e. Mengambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih

    tersebut, sebut namanya L hitung. Bandingkan L hitung dengan harga L tabel

    ( = 0,05)

    f. Jika L hitung < L tabel berarti data berdistribusi normal dan jika sebaliknya

    maka sampel tidak berdistribusi normal (Sudjana, 2005).

    5. Uji Homogenitas Varians

    Uji homogenitas varians sampel menggunakan uji F dengan rumus yaitu :

    F = 2

    2

    2

    1

    S

    SFatau

    rkecilVariansiTe

    rbesarVariansiTe (Sudjana, 2005)

    Keterangan :

    S2

    1 = varians dari kelompok lebih besar

    S2

    2 = varians dari kelompok kecil

    Kriteria Pengujian : Jika Fhitung Ftabel, maka Ho diterima (homogen)

    6. Uji Hipotesis kesamaan 2 rata-rata (uji 2 pihak) dengan menggunakan rumus

    yaitu :

    t =

    21

    21

    11

    nnS

    XX

    dan S

    2 =

    2

    11

    21

    2

    22

    2

    11

    nn

    snsn (Sudjana, 2005)

    Keterangan :

    t = Distribusi t

    1X = Skor rata-rata nilai siswa kelas jigsaw

  • 2X = Skor rata-rata nilai siswa kelas STAD

    n1 = Jumlah siswa kelas jigsaw

    n2 = Jumlah siswa kelas STAD

    s1 = Simpangan baku/standar deviasi nilai kelas jigsaw

    s2 = Simpangan baku/standar deviasi nilai siswa kelas STAD.

    Kriteria pengujian adalah Ho diterima jika t1 < t < t1 -1/2 , dimana t1-

    1/2 didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1 + n2 - 2) dengan peluang (1-1/2

    ) pada taraf signifikan = 0,05. untuk hargaharga t lainnya Ho ditolak.

    thitung > ttabel, maka H0 ditolak

  • DAFTAR PUSTAKA

    Amin, M., (2000), Biologi 2 Petunjuk Guru SMA Kelas 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

    Arikunto, S., (2009), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara,

    Jakarta.

    Arikunto, S., (2010), Prosedur Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

    Bluancie, (2010), Kelainan pada mata, http://sistemindrasdhdm.blog.com/2010/

    04/26/14/ (Diakses 03-02-2014).

    Dimyati dan Mudjiono, (2009), Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Rineka Cipta,

    Jakarta.

    Djamarah, SB., dan Zain, A., (2006), Strategi Belajar Mengajar, Penerbit Rineka

    Cipta, Jakarta.

    Hambali. F., (2011), Macam Penyakit Kulit, http://fauzyhambali.blogspot.com/

    201/01/macam-macam-penyakit-kulit.html (Diakses 03-02-2014)

    Haryati, M,. (2007), Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi Teori Dan Praktek,

    Penerbit Gaung Pesada Press, Jakarta.

    Ibrahim, M., (2000), Pembelajaran Kooperatif, Penerbit Universitas Negeri Surabaya

    University Press, Surabaya.

    Indriani, N., (2008), Meningkatkan Kreativitas Siswa dalam Mata Pelajaran IPS

    dengan Menggunakan Mind Mapping pada Kelas IX-1 SMPN 5 Padang

    Panjang, Jurnal Guru, No. 1, Vol. 5.

    Isjoni, (2009), Cooperative Learning, Penerbit Alfabeta, Bandung.

    Lestari, E, S., (2006), Biologi 2 Makhluk Hidup dan Lingkungannya Untuk SMA/MA

    Kelas XI, Penerbit Putra Nugraha, Jakarta.

    Lie, A., (2007), Cooperative Learning, Penerbit Grasindo, Jakarta.

    Maritey, (2010), Alat Indera pada Manusia, http://biologi-itey.blogspot.com/

    2010/04/ kelainan-pada-telinga.html (Diakses 10-02-2014)

    Muntaha, (2011), Penyakit Pada Lidah, http://amuntahadsmcom.blogspot.com/

    2011/03/penyakit-pada-lidah.html (Diakses 13-02-2014)

  • Permana, S. 2004. Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas I SMA Negeri 1 Marabahan

    pada Konsep Lingkungan dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif

    Tipe Student Teams Achievement Division (STAD). STKIP PGRI,

    Banjarmasin.

    Pratiwi, A., (2004), Biologi SMA 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

    Priadi, A., (2010), Biologi SMA kelas XI 2, Penerbit Yudistira, Jakarta.

    Purworejo, R., (2009), http://riyadi.purworejo.asia/2009/07/pembelajaran-kooperatif-

    cooperative,html (Diakses 10 April 2014).

    Rijal, (2009), Alat Indera Dan Kelainan Sistem Indra Pada Manusia,

    http://alatindra.blogspot.com/ (Diakses 10-02-2014)

    Riyanto, Y. H., (2009), Paradigma Baru Pembelajaran, Penerbit Kencana Prenada

    Media Group, Jakarta.

    Rusman, (2011), Model-model pembelajaran, Penerbit Raja grafindo persada,

    Jakarta.

    Sagala, S., (2009), Konsep dan Makna Pembelajaran, Penerbit Alfabeta, Bandung.

    Suprijono, A,. (2009), Cooperative Learning, Penerbit Pustaka Belajar, Yogyakarta.

    Syamsuri, I., (2004), Biologi, Penerbit Erlangga, Jakarta.