11 bab ii landasan teori a. enuresis 1. pengertian enuresis

29
11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis Mengompol atau enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol buang air kecil setelah seseorang mencapai usia normal (lima tahun) untuk mampu melakukan kontrol (Nevid, 2005). Seorang anak mengalami enuresis bila memenuhi semua ciri-ciri yang termaktub dalam DSM-IV-TR (APA, 2000) yaitu: a. Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pada pakaian (baik disengaja maupun tidak disengaja). b. Usia kronologis anak minimal lima tahun (atau berada pada tingkatan perkembangan yang setara). c. Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali selama bulan bulan atau menyebabkan perubahan yang signifikan secara klinis yang menyebabkan kesulitan dalam lingkungan sekolah, akademis (kerja) ataupun penurunan fungsi di bagian area lain yang penting. d. Gangguan ini tidak memiliki dasar organik. Mengompol pada saat tidur disebut nocturnal enuresis dan mengompol pada saat kondisi sadar atau pada saat terjaga disebut diurnal enuresis (Wenar, 2006). Neild & Kamat (dalam Sumiati, 2007) mengungkapkan bahwa kontrol kandung kemih pada malam hari terjadi relatif lebih lambat dibandingkan buang air besar pada malam hari. Selanjutkan Neild menjelaskan tidak mengompol di Universitas Sumatera Utara

Upload: phungbao

Post on 16-Jan-2017

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Enuresis

1. Pengertian Enuresis

Mengompol atau enuresis adalah kegagalan untuk mengontrol buang air

kecil setelah seseorang mencapai usia normal (lima tahun) untuk mampu

melakukan kontrol (Nevid, 2005). Seorang anak mengalami enuresis bila

memenuhi semua ciri-ciri yang termaktub dalam DSM-IV-TR (APA, 2000) yaitu:

a. Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pada pakaian (baik

disengaja maupun tidak disengaja).

b. Usia kronologis anak minimal lima tahun (atau berada pada tingkatan

perkembangan yang setara).

c. Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali selama bulan bulan atau

menyebabkan perubahan yang signifikan secara klinis yang menyebabkan

kesulitan dalam lingkungan sekolah, akademis (kerja) ataupun penurunan

fungsi di bagian area lain yang penting.

d. Gangguan ini tidak memiliki dasar organik.

Mengompol pada saat tidur disebut nocturnal enuresis dan mengompol

pada saat kondisi sadar atau pada saat terjaga disebut diurnal enuresis (Wenar,

2006). Neild & Kamat (dalam Sumiati, 2007) mengungkapkan bahwa kontrol

kandung kemih pada malam hari terjadi relatif lebih lambat dibandingkan buang

air besar pada malam hari. Selanjutkan Neild menjelaskan tidak mengompol di

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

12

siang hari dicapai terlebih dahulu sebelum tidak mengompol pada malam hari.

Dengan demikian anak-anak yang mengompol memang lebih sering ditemukan

pada kasus nocturnal enuresis atau mengompol di malam hari. Sejumlah

penelitian ditemukan bahwa anak-anak dengan nocturnal enuresis kurang

ekspresif, kurang memiliki achievement-oriented, memiliki self-image yang

negatif (Sumiati, 2007). Pada penelitian ini yang difokuskan adalah mengompol

pada malam hari.

2. Penyebab Enuresis

Bernard-Bonnin (2000) menjelaskan bahwa penyebab dari enuresis terbagi

menjadi dua yaitu fungsional dan organik. Penyebab fungsional diantaranya

micturition deferral (anak tidak kencing hingga sore hari), infeksi saluran kencing

ketidakmampuan menahan kencing ketika terlalu bergembira, tekanan emosional,

urge syndrome (sindrom tidak dapat menahan kencing ketika dorongan muncul).

Penyebab organik yang berkaitan dengan enuresis seperti kelainan pada organ.

Anak yang mengalami enuresis bukan karena persoalan organ atau gangguan

medis lainnya, maka Herbert (2005) mengklasifikasikan ada tiga penyebab, yaitu

penyebab fisik, emosional, dan faktor toilet training yang keliru. Selain itu faktor

intrapersonal serta interpersonal dalam diri anak juga akan mempengaruhi

perilaku mengompolnya. Faktor-faktor psikologis dapat juga dipandang sebagai

penyebab utama pada kasus disorganisasi keluarga atau adanya penolakan yang

berdampak pada tidak adanya usaha untuk toilet training pada anak (Fritz dan

Rockney, 2004). Beberapa penyebab enuresis lainnya yaitu (1). kelelahan fisik,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

13

apabila anak beraktivitas berlebihan sebelum tidur, maka malam harinya ia akan

tertidur lelap, sehingga bila terasa ingin buang air anak menjadi sulit untuk

bangun. (2). lingkungan misalnya berada pada ruangan yang ber AC atau udara

yang dingin. (3). emosi misalnya punya adik baru, pindah rumah dan lain-lain

(http://kolomkesehatan.blogspot.com, posted; 20 Juli 2010).

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa enuresis dapat disebabkan dari

berbagai faktor, yaitu faktor fisik termasuk kelelahan, lingkungan, emosi dan

latihan toilet training yang keliru.

3. Anak Enuresis

Allen dan Marotz (2010) menyebutkan bahwa anak adalah individu sejak

pra kelahiran hingga usia 12 tahum. Enuresis atau peristiwa anak mengompol

disebut sebagai gangguan setelah usia 5 tahun atau usia yang setara berdasarkan

DSM-IV-TR (APA, 2000). Dengan mempertimbangkan kedua hal ini maka

dalam penelitian ini yang disebut anak adalah individu yang berusia 6–12 tahun.

Batasan usia ini disebut Hurlock (1980) sebagai late childhood atau anak di fase

akhir masa anak-anak. Fase ini disebut juga sebagai fase usia sekolah yaitu anak-

anak berada pada usia sekolah. Anak-anak di usia sekolah seharusnya tidak berada

dalam fase mengompol lagi.

Erikson (dalam Santrock, 2003) menyebutkan bahwa anak usia 6 tahun

sampai fase pubertas adalah anak yang berada pada fase masa pertengahan dan

akhir. Pada fase ini ada dua dikotomi perkembangan yaitu industry versus

inferiority. Pada fase ini adalah masa perluasan imajinasi dan anak sangat

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

14

antusias. Memasuki usia sekolah, anak mengarahkan energinya dan ketrampilan

intelektualnya. Bahaya dalam tahap ini meliputi perasaan tidak kompeten dan

tidak produktif. Anak-anak pada usia ini yang mengalami enuresis berjuang

mengatasi fase ini lebih berat. Perasaan rendah diri karena enuresis dan juga

karena tugas dari tahapan perkembangan yang harus dilaluinya.

Herbert (2005) mengungkapkan anak-anak yang enuresis sekitar 30 persen

adalah mereka yang hiperaktif, agresif dan berespon negatif terhadap disiplin,

memiliki toleransi frustrasi yang rendah, dan resisten terhadap penyesuaian pada

lingkungan baru. Selain itu mereka sering menjadi tidak asertif, dependen, dan

berprestasi rendah. Herbert (2005) menyatakan rasa cemas seringkali

berhubungan dengan mengompol di tempat tidur, anak-anak yang mengompol di

tempat tidur juga cenderung menjadi anak-anak yang mudah cemas dan gugup.

Anak-anak ini seringkali diejek oleh saudara-saudaranya dan mungkin juga

oleh orang tuanya. Selain itu mereka cenderung mengalami masalah seperti

diejek, digoda, dan mendapatkan kekerasan dari teman (bullying) di sekolah.

Keluarga juga akan merasa kebingungan, frustrasi, merasa gagal dan marah.

Kondisi demikian merupakan salah satu dari pencetus adanya kekerasan fisik

dalam keluarga.

Lebih lanjut Bernard-Bonnin (2000) menjelaskan pada kasus tertentu,

enuresis memiliki kaitan dengan kejadian-kejadian yang penuh stress tertentu

seperti ketakutan yang tiba-tiba, atau enuresis dapat menetap jika tekanan

berkelanjutan seperti mengalami pelecehan seksual. Fatmawati dan Mariyam

(2013) juga menemukan bahwa terdapat hubungan antara stres dengan anak

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

15

enuresis pada anak usia prasekolah di RA Al Iman Banaran Gunung Pati

Semarang.

Hjalmas (2002) menemukan bahwa anak-anak enuresis lebih merasa

“sendiri” dengan masalahnya, yang menurutnya dan teman-temannya adalah

berupa rahasia yang memalukan. Thunis (2001) menemukan bahwa anak-anak

enuresis memiliki harga diri yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang

tidak mengalami enuresis. Beberapa penelitian yang dilakukan Hagglof dkk di

tahun 1997 dan 1998 juga menunjukkan bahwa anak-anak enuresis memiliki

harga diri yang rendah. Unalacak (2004) melakukan penelitian pada anak-anak

usia 7-12 tahun yang tinggal di Zonguldak Turki menemukan bahwa anak-anak

enuresis mengakibatkan masalah-masalah psikologis, seperti harga diri yang

rendah. Ng dan Wong (2004) melakukan penelitian di Hongkong menemukan

bahwa anak-anak dengan enuresis memiliki harga diri yang rendah, pencapaian

sekolah yang rendah dan kesulitan memiliki teman. Dursun dkk (2014)

menyebutkan bahwa enuresis mengakibatkan pengaruh psikis pada anak-anak

seperti perasaan yang berbeda, mengisolasi diri secara sosial dan mengurangi

harga diri.

B. Harga Diri

1. Pengertian Harga Diri

Salah satu aspek kepribadian yang terpenting dalam kehidupan adalah

harga diri atau self- esteem. Harga diri adalah dasar terbetuknya perilaku individu

yang bersangkutan (Branden, 1987). Coopersmith (dalam Mruk 2006)

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

16

mendefinisikan harga diri atau self-esteem sebagai penilaian yang dibuat oleh

individu terhadap dirinya dan biasanya dipertahankan dengan cara menghargai

diri sendiri, memperlihatkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukan

keyakinan individu tentang kemampuan, makna, keberhasilan dan nilai dari diri.

Secara singkat harga diri diartikan sebagai pendapat seseorang mengenai diri

atapun nilai dari yang dimiliki yang ditunjukkan melalui sikap individu terhadap

dirinya sendiri.

Coopersmith (dalam Mruk, 2006) juga menambah bahwa harga diri

merupakan pengalaman subjektif yang ditampilkan kepada orang lain melalui

verbal maupun melalui tindakan ekspresif yang nyata lainnya. Coopersmith

(dalam Burns, 1993) menyebutkan harga diri mengacu pada evaluasi seseorang

tentang dirinya sendiri, baik positif maupun negatif dan menunjukkan tingkat

dimana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting,

berhasil dan berharga. Dengan kata lain harga diri merupakan penilaian individu

tentang dirinya yang diekspresikan melalui tingkah lakunya sehari-hari. Penilaian

tersebut mencerminkan pula sikap penerimaan dan penolakan terhadap diri dan

seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya berharga. Hal ini senada dengan

yang dikemukakan Santrock (1996) yang mengungkapkan harga diri adalah

evaluasi global terhadaap dirinya yaitu apakah secara keseluruhan seseorang

merasa dirinya lebih baik atau buruk. Keyakinan individu akan dirinya

dipengaruhi oleh penilaian (core belief) individunya yang terkait dengan cara

berpikirnya (Froggrat, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

17

Lebih lanjut Fennel (dalam Sarandria, 2012) menyebutkan bahwa esensi

dari harga diri rendah ada pada keyakinan dasar atau core belief individu yang

negatif secara global tentang dirinya (“me as a person”). Perasaan-perasaan

inferioritas merupakan hasil dari tuntutan-tuntutan yang berlebihan (Ellis, 2007).

Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa harga diri adalah

evaluasi seseorang tentang dirinya sendiri, baik positif maupun negatif dan

menunjukkan tingkat dimana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu

yang mampu, penting, berhasil dan berharga yang diekspresikan melalui tingkah

lakunya sehari-hari. Dalam hal ini esensi dari harga diri rendah ada pada

keyakinan dasar individu yang negatif akan keseluruhan dirinya.

2. Aspek-aspek Harga Diri

Mengacu pada Self-Esteem Inventory oleh Coopersmith yang dibuat pada

tahun 1967, Pelish (2006) menyebutkan aspek-aspek harga diri pada anak-anak,

sebagai berikut;

a. Harga diri secara umum atau general-self: yaitu penilaian individu terhadap

kemampuannya secara umum.

b. Harga diri dalam lingkungan sosial yaitu penilaian kemampuan individu untuk

berhubungan dengan orang lain.

c. Harga diri berkaitan dengan keluarga/rumah yaitu: seberapa besar kedekatan

anak dengan orangtua dan penerimaan orangtua terhadap anak.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

18

d. Harga diri berkaitan dengan akademis/sekolah yaitu berkaitan penilaian

kemampuan dalam belajar dan kepatuhan individu pada setiap kegiatan di

sekolah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan harga diri berkaitan dengan

penilaian individu terhadap kemampuannya secara umum, seberapa besar

kedekatan anak dengan orangtua dan penerimaan orangtua terhadap anak,

kemampuan dalam belajar dan kepatuhan individu pada setiap kegiatan di

sekolah serta kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.

3. Karakteristik Individu dengan Harga Diri Tinggi dan Rendah

Branden mengungkapkan (2001) bahwa individu yang mempunyai harga diri

rendah sering menunjukkan perilaku yang kurang aktif, tidak percaya diri dan

tidak mampu mengekspresikan diri. Sebaliknya individu yang mempunyai harga

diri yang tinggi cenderung penuh keyakinan, mempunyai kompetensi dan sanggup

mengatasi masalah-masalah kehidupan.

4. Perkembangan Harga Diri pada Anak Enuresis

Thunis (2001) menemukan bahwa anak-anak enuresis memiliki harga diri

yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami enuresis.

Beberapa penelitian yang dilakukan Hagglof dkk di tahun 1997 dan 1998 juga

menunjukkan bahwa anak-anak enuresis memiliki harga diri yang rendah.

Dursun dkk (2014) menyebutkan bahwa enuresis mengakibatkan pengaruh psikis

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

19

pada anak-anak seperti perasaan yang berbeda, mengisolasi diri secara sosial dan

mengurangi harga diri.

5. Hubungan antara Harga Diri dengan Irrational Thinking/Beliefs

Burger (dalam Mruk, 2006) menjelaskan salah satu yang mengembangkan

harga diri anak adalah orangtua. Senada dengan pendapat Murk, VanZyl and

Dayze (2006) mengungkapkan harga diri dipengaruhi latar belakang keluarga.

Santrock (2007) mengungkapkan selain orangtua yang mempengaruhi harga diri

adalah teman sebaya. Ia juga mengungkapkan dukungan emosional dan

persetujuan sosial dapat mempengaruhi harga diri anak. Pendapat Santrock

tersebut di atas didukung oleh Papalia (2008) bahwa harga diri anak bukan

bawaan sejak lahir, namun terbentuk dari hasil interaksi individu dengan

lingkungannya.

VanZyl dan Dayze (2006) merangkum dari beberapa penelitian menemukan

bahwa harga diri yang rendah secara khusus dipengaruhi oleh terutama perilaku

pengasuhan orangtua dan hubungan yang negatif antara anak dengan ayah atau

dengan ibunya, penilaian yang buruk dari keluarga. VanZil dan Dayzel (2006)

memaparkan bahwa keluarga baik dari ayah, ibu atau anggota keluarga yang lain

memberikan label-label yang negatif pada anak, yang akan terinternalisasi ke alam

bawah sadar anak. Label-label negatifnya seperti “bodoh”, “malas”, “tidak ada

apa-apa”, „tidak berharga” dan sebagainya. Label-label negatif ini yang akhirnya

merupakan informasi bagi anak di dalam pikirannya. Proses informasi yang

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

20

seperti inilah yang akhirnya mempengaruhi proses berpikir dan menghasilkan

irrational thinking/ beliefs (VanZil dan Dayze, 2006).

Ellis (dalam Salameh 2011) mengungkapkan bahwa irrational beliefs adalah

faktor penyebab utama yang menyebabkan gangguan perilaku dan emosional.

Pada masa kanak-kanak individu dipengaruhi oleh orangtua dan other significant

yang membentuk thinking dan beliefs-nya (Ellis dalam Salameh, 2011). Anak-

anak enuresis memiliki irational thought pada dirinya. Hal ini diungkapkan juga

oleh Basavanthappa (2007) bahwa anak-anak yang mengalami gangguan seperti

phobia, enuresis, enkopresis, dll memiliki seperti kekhawatiran yang tidak

realistik tentang peristiwa yang akan terjadi, pada apa yang telah dilakukannya

dan juga kemampuan yang dimilikinya. Jongsma dkk (2014) bahkan

mengembangkan teknik menggali irratonal thought pada anak enuresis.

Beberapa penelitian menunjukkan adanya kaitan yang signifikan antara harga

diri yang rendah dengan irrational beliefs. Seperti penelitian McLennan (1987),

penelitian Slavinskiene dan Matulaitiene (2012), penelitian Baugteyfouni dkk

(2014), penelitian Esmaeili dkk (2015). Dryden (2006) dan Ellis (dalam Salameh,

2006) menunjukkan adanya kaitan antara harga diri dan irational

thought/irational beliefs dapat diatasi dengan REBT.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

21

C. Rational Emotive BehaviorTherapy (REBT)

1. Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy

REBT merupakan salah satu terapi kognitif dan perilaku yang

dikembangkan oleh Albert Ellis. Ellis (dalam Dobson, 2010: Palmer 2011:

Komalasari, 2011) mengembangkan pendekatan ini mendapatkan inspirasi dari

Epictetus, seorang filsuf Yunani yang mengatakan bahwa “Orang tidak terganggu

oleh peristiwa, tetapi oleh pemahaman yang didapatnya dari peristiwa tersebut”.

Pada awalnya di tahun 1955 pendekatan ini disebut dengan Rational Therapy

(RT), kemudian Ellis mengubah namanya menjadi Rational-Emotive Therapy

(RET) pada tahun 1961 dan selanjutnya Ellis mengantinya menjadi Rational

Emotive Behavior Therapy (REBT) (Palmer, 2011; Komalasari dkk 2011).

Ellis (dalam Dryden & Neenan 1999) menyebutkan bahwa REBT

berasumsi bawa pikiran, emosi dan perilaku manusia merupakan proses

psikologis yang saling berinteraksi. Selanjutnya Ellis (dalam Wade & Travis,

2007) menyatakan bahwa orang yang berada dalam kondisi emosional yang tidak

menyenangkan seringkali melakukan generalisasi secara berlebihan. Mereka juga

sering melakukan catastrophize, yaitu individu mengubah masalah kecil menjadi

musibah.

Lebih jauh Froggrat (2005) mengatakan bahwa pandangan utama yang

mendasari REBT berkaitan dengan gangguan emosional yang disebabkan oleh

kesalahan berpikir tentang suatu peristiwa dibandingkan peristiwa itu sendiri.

Selanjutnya Froggrat (2005) menjelaskan kesalahan berpikir itu merupakan

keyakinan-keyakinan yang kaku dan mutlak seperti “seharusnya” ataupun

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

22

“seandainya”. Kesalahan berpikir ini akan berkembang menjadi irrational

thinking.

Dryden dan Neenan (1999) menyebutkan irrational thinking adalah

pikiran-pikiran yang tidak dapat dibuktikan, perlawanan diri, tidak logis, dan lebih

menekan pada emosi yang terganggu. Irrational thinking membawa individu pada

kesulitan dan hambatan dalam dirinya bahkan menjadi individu yang tidak sehat

secara emosi ataupun kepribadiaanya.

REBT membantu individu mengganti pemikiran yang irasional menjadi

rasional. Untuk membantu pemikiran individu yang irasional menjadi rasional,

REBT menggunakan beberapa teknik yang melibatkan pikiran dan juga emosi

serta teknik yang berkaitan dengan perilaku. REBT kemudian mendorong

individu tersebut berperilaku dalam keseharian selanjutnya seperti yang diajarkan

kepadanya.

Barbara (1995) mengungkapkan REBT dapat digunakan pada klien yang

bervariasi, meliputi anak-anak, remaja, orang yang lebih tua, yang kurang

berpendidikan, yang mengalami depresi, ataupun yang memiliki gangguan

kepribadian. Demikian pula individu dengan borderline intelligence atau mild

retardation dapat menggunakan REBT. Menurut Barbara (1995) mereka cukup

mampu dan memahami proses emosi yang terjadi pada mereka. Sebagai contoh

mereka memahami “Saya tidak baik” akan membuat mereka “merasa sedih”.

Dengan demikian anak-anak enuresis dengan intelegensi minimal borderline

dapat menggunakan REBT

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

23

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Rational

Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah terapi kognitif dan perilaku yang

berasumsi bahwa pikiran, emosi dan perilaku manusia merupakan proses yang

saling berinteraksi, sehingga kesalahan berpikir (irrational thinking) akan

menyebabkan munculnya gangguan emosi dan perilaku, untuk itu kesalahan

berpikir yang irrasional akan diubah menjadi rasional.

2. Konsep Irrational Thinking / Irrational Belief dalam Rasional Emotive

Behavior Therapy (REBT)

Konsep yang penting dalam REBT adalah belief system individu. Belief

system adalah cara-cara berpikir yang terorganisir yang berkaitan dengan

pengalaman dan realita seseorang (Ivey dkk, 2009). Selanjutnya Ivey dkk

(2009) mengungkapkan bahwa ucapan seseorang secara konstan menceritakan

pandangan dirinya secara personal, mengungkapkan belief system yang

dimilikinya. Gunduz (2013) menyebutkan bahwa dasar dari pendekatan REBT

bahwa individu terlahir dengan kecenderungan memiliki keyakinan rasional

dan keyakinan irasional yang merupakan sumber dari reaksi-reaksi emosi

individu.

Selanjutnya Ellis (dalam Ivey dkk 2009) mengungkapkan bahwa hal

utama yang berkaitan dengan irrational beliefs adalah keyakinan mutlak yang

kuat yang ada pada diri individu membuat individu memiliki gangguan emosi.

Irrational beliefs bermula dari irrational thinking (Ivey dkk, 2009). Dengan

demikian hal utama yang perlu dilakukan dalam REBT adalah mengenali

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

24

pernyataan-pernyataan irasional individu. Menurut Ellis (dalam Ivey dkk,

2009) ungkapan individu yang berkaitan dengan “seandainya”, “sebaiknya”,

“seharusnya”, “tidak sama sekali” merupakan indikator irrational thinking.

Jadi REBT berusaha menyadari pandangan irrational tersebut dan

mengubahnya. Ellis (dalam Corey, 1995) menyebutkan manusia tidak

ditakdirkan untuk menjadi korban pengondisian awal. Dengan tegas Ellis

(dalam Corey, 1995) mengatakan bahwa manusia memiliki kesanggupan untuk

berpikir, maka manusia mampu “melatih dirinya sendiri untuk mengubah atau

menghapus keyakinan-keyakinan yang menghambat diri sendiri. Selanjutnya

menurut Ellis (2007) keyakinan irasional dapat diubah dengan cara: menilai

konsep-konsep utama dalam kehidupan individu, memahami irrational beliefs

yang mendasari kehidupannya, merekonstruksi pikiran rasional dan membuat

pandangan individu tersebut untuk mengubah perilaku yang baru dan lebih

rasional.

Seperti yang telah disampaikan Ivey dkk, (2009). Irrational beliefs

bermula dari irrational thinking, karena itu perlu memahami proses berpikir

manusia. Froggatt (2005) menjelaskan tiga tingkatan berpikir manusia dalam

pendekatan REBT menurut yaitu berpikir tentang apa yang terjadi berdasarkan

fakta dan bukti-bukti (inferences), mengadakan penilaian terhadap fakta dan

bukti (evaluation) dan keyakinan terhadap proses inferences dan evaluasi (core

belief). Core belief inilah yang akan mendasari irrational beliefs. Froggatt

(2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa setiap hari dalam kehidupan seseorang

dihadapkan pada berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

25

membuat tiap orang berpikir apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi

berdasarkan kenyataannya inilah proses inferences. Selanjutnya seseorang itu

memberikan arti atau makna pada apa yang terjadi. Pada saat evaluation ini

seseorang memberikan penilaian berdasarkan apa yang dsadarinya, namun bisa

juga di luar kesadarannya. Pada saat seseorang melakukan proses inferences

dan evaluation inilah dapat membuat seseorang memiliki irrational thought

atau rational thought. Irrational thought selanjutnya menjadi irrational

beliefs, dan membentuk belief system dalam dirinya (Ivey dkk, 2009).

Dobson (2010) mengatakan terapis klinis membantu individu untuk

melepaskan core belief yang irasional yang ada dalam diri individu.

Selanjutnya Dobson (2010) juga menjelaskan bahwa irrational beliefs yang

telah terganti dengan rational beliefs harus diterapkan individu dalam

perilakunya sehari-hari agar menjadi konsisten berkembang menjadi perilaku

barunya.

Ellis (dalam Prout dan Brown (2007) menjelaskan 4 bentuk irrational

thinking yang akan menimbulkan masalah emosional individu sebagai berikut:

i. Demands adalah tuntutan atau ekspektasi yang tidak realistis dan absolut

terhadap kejadian atau individu, yang dapat dikenali dengan kata-kata

seperti, “harus”, “sebaiknya” dan “lebih baik”.

ii. Awfulising adalah cara melebih-lebihkan konsekuensi negatif dari suatu

situasi sampai pada level yang ekstrim sehingga kejadian yang tidak

mengguntungkan menjadi kejadian yang sangat menyakitkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

26

iii. Low frustration tolerance adalah tuntutan untuk selalu berada dalam

kondisi nyaman sehingga menjadi tidak toleransi terhadap

ketidaknyamanan. Keyakinan ini timbul bila seseorang tidak mendapatkan

apa yang diinginkan maka ia akan menyimpulkan kejadian tersebut sangat

berat dan merasa sudah tidak tahan lagi.

iv. Global evaluation of human worth, yaitu penilaian terhadap diri sendiri

dengan membuat atribut pada dirinya bahwa ia telah gagal, ia tidak

menyukai dirinya.

3. Langkah-langkah Rational Emotive Behavior Therapy

Sebelum melakukan REBT, Ellis (dalam Corey, 1995) memberikan

gambaran tentang apa yang akan dilakukan terapis dalam REBT:

a) Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irrasional

yang telah mendorong banyaknya gangguan tingkah laku.

b) Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.

c) Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.

d) Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan

irasionalnya.

e) Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan

bagaimana keyakinan-keyakinan itu akan mengakibatkan gangguan-gangguan

emosional dan perilaku di masa mendatang.

f) Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irrasionalitas pikiran

klien.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

27

g) Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irrasional dapat diganti

dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris.

h) Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir

sehingga klien dapat mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang

irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada

masa yang akan datang yang telah mengekalkan cara-cara mereka merasakan

dan berperilaku yang merusak.

Dryeden (2006) merumuskan panduan untuk untuk melakukan REBT dalam

bukunya First Steps in REBT. Dalam panduan tersebut menyebutkan beberapa

langkah dalam REBT yang di dalamnya terkandung proses ABCDE yaitu:

a) Memilih dan Menilai Masalah.

b) Menetapkan masalah dan menentukan tujuan.

c) Memahami proses pikiran-pikiran, mengajarkan hubungan antara A, B dan C

serta menilai keyakinan irrasional.

d) Memeriksa keyakinan irasional dan keyakinan rasional Proses D-E.

e) Membantu klien untuk mempertahankan keyakinannya yang rasional dan

menghilangkan keyakinannya irrasional.

4. Teori A-B-C-D-E dalam REBT

Ellis (dalam Gladding, 2011; Palmer, 2011) mengungkapkan REBT

berasumsi bahwa keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional pada seseorang

berhubungan secara langsung dengan gangguan-gangguan emosional dan

perilakunya, maka cara yang paling efisien untuk membantu individu adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 18: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

28

membuat perubahan-perubahan dalam dirinya dengan mengkonfrontasikan

pandangan hidup mereka, menerangkan kepada mereka bagaimana gagasan-

gagasan mereka menjadikan mereka terganggu, menyerang gagasan-gagasan

irasional mereka di atas dasar-dasar logika dan mengajarkan mereka bagaimana

berpikir logis dan mendorong mereka untuk mampu mengubah dan menghapus

keyakinan-keyakinan irasionalnya. Ellis (dalam Gladding, 2012: Palmer 2011,

Dobson 2010, Ellis dan Dryden, 1997; Corey, 1995) mengatakan salah satu cara

untuk mengubah dan menghapus keyakinan irasional adalah dengan

menggunakan teori A-B-C-D-E dari REBT.

Teori ABCDE yang dikembangkan Ellis (dalam Ellis dan Dryden, 1997)

adalah sebagai berikut:

A = activating event, yaitu peristiwa yang memicu. Hal ini berkaitan dengan

seluruh peristiwa yang dialami atau terpapar pada individu. Peristiwa

pendahulu yang yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang

lain.

B = beliefs, keyakinan yang mendasari pandangan seseorang tentang peristiwa

tersebut, mewakili pendapat orang mengenai pengalaman tersebut. Keyakinan

seseorang ada dua macam yaitu keyakinan yang rasional dan keyakinan yang

tidak rasional. Keyakinan yang rasional merupakan cara berpkir atau sistem

keyakinan yang tepat dan masuk akal, bijaksana dan menjadikan orang itu

produktif. Keyakinan yang tidak rasional adalah keyakinan atau sistem

berpikir yang salah, tidak masuk akal, emosional dan membuat orang tidak

produktif.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

29

C = consequences yaitu berkaitan dengan emotional and behavioral

consequence, konsekuensi perilaku dan emosi terutama ditentukan oleh

kepercayaan seseorang tentang peristiwa tersebut. Konsekuensi emosional ini

bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan keyakinan (belief) yang

rasional maupun yang irasional.

D = disputing, mendebatkan atau mempertentangkan keyakinan yang

menyebabkan gangguan.

E = effective, pandangan rasional efektif dan baru yang diikuti perubahan

emosional dan perilaku.

Pada awalnya proses REBT adalah ABC, namun kemudian Ellis menambah

DE sehingga menjadi proses ABCDE (Ellis dan Dryden, 1997). Proses ABC ini

dilakukan untuk melakukan analisa fungsional dari pikiran-pikiran atau

keyakinan-keyakinan individu apakah rasional atau irasional (Dobson 2010).

Melalui proses ABCDE, REBT membantu individu belajar bagaimana mengenali

dirinya terkait antara pikiran, perasaan dan perilakunya. Secara skematis proses

tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1

Proses REBT

(Sumber Ellis dan Dryden 1997)

Disputing

Effective

Activating

Event

.

Beliefs

.

Consequences

Universitas Sumatera Utara

Page 20: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

30

5. Teknik-teknik Rational Emotive Behavior Therapy

REBT menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif dan

perilaku (Gladding 2012, Dobson 2010, Froggrat 2005, Corey 1995: Salameh

2004). Proses tersebut akan sangat efektif jika semua bentuk tadi dilakukan

(Walen dkk dalam Gladding, 2012).

A. Teknik Kognitif

Teknik Kognitif meliputi:

1) Pertentangan (disputing)

Pertentangan atau disputing ini meliputi cognitive disputation, rational

analysis, double-standard dispute, catastrophe scale, rational role reversal

(devil’s advocate), reframing. Pertentangan kognitif melibatkan penggunaan

pertanyaan langsung, alasan yang masuk akal dan persuasi.

2) Pengajaran

Pengajaran melibatkan tindakan meminta individu mempelajari gagasan

dasar dari REBT, dan memahami bagaimana pikiran terhubung dengan

emosi dan tingkah laku. Prosedur ini bersifat instruktif dan mengarahkan

serta umumnya dikenal sebagai rational emotive education (REE).

B. Teknik Afektif

Teknik Afektif meliputi:

1) Teknik self modeling, merupakan teknik yang digunakan untuk melatih

individu agar menghilangkan perasaan negatif yang ada dalam dirinya

secara terus-menerus.. Dengan self modeling ini diharapkan individu

memiliki perasaan yang positif mengenai dirinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

31

2) Humor, digunakan dengan harapan membantu individu dalam melewati

proses terapi dan menghilangkan rasa takut.

3) Latihan menghadapi rasa malu. Teknik ini digunakan agar indiviu

berani menghadapi situasi yang membuat ia malu dan memberikan

tolerasi dan menerimanya sebagai bagian situasi yang tak

menyenangkan yang pernah terjadi.

C. Teknik Perilaku

Teknik perilaku meliputi:

1) Teknik Reinforcement (penguatan), digunakan untuk mendorong individu

ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan cara memberikan

reward ataupun punishment

2) Latihan Asertif, merupakan teknik yang digunakan untuk melatih,

mendorong dan membiasakan klien agar secara terus-menerus

menyesuaikan diri dengan tingkah yang diinginkannya. Latihan-latihan

yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri individu

3) Mempertentangkan perilaku (behavioral disputation). Pertentangan tingkah

laku melibatkan berperilaku dalam suatu cara yang merupakan kebalikan

dari cara yang biasa digunakan individu termasuk bermain peran dan

menyelesaikan tugas tugas-tugas, di mana biasanya klien benar-benar

melakukan aktivitas yang dahulunya dianggap mustahil untuk dilakukan.

Terkadang pertentangan tingkah laku dapat berupa biblioterapi yaitu

membaca buku yang dapat membantu individu bangkit.

4) Bermain peran (role playing),

Universitas Sumatera Utara

Page 22: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

32

5) Tugas-tugas (homework assignments) Tugas-tugas diberikan terkait dengan

proses terapi.

6) Teknik social modelling merupakan teknik untuk membentuk perilaku-

perilaku baru klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam

suatu model sosial yang diharapkan dengan cara meniru, mengobservasi

dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam

sistem model sosial.

Ellis dan Dryden (dalam Geldard & Geldard, 2013) mengatakan bahwa

fungsi ahli terapi adalah sebagai seorang guru, yaitu mengarahkan dan mengajari

klien suatu model spesifik untuk mengubah pemahaman.

D. Rational Emotive Behavior Therapy untuk Meningkatkan Harga Diri

Anak Enuresis

Anak enuresis memiliki berbagai macam persoalan yang menyangkut

dirinya. Thunis (2001) menemukan bahwa anak-anak enuresis memiliki harga diri

yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak mengalami enuresis.

Senada dengan Thunis, Dursun dkk (2014) menyebutkan bahwa enuresis

mengakibatkan pengaruh psikis pada anak-anak seperti perasaan yang berbeda,

mengisolasi diri secara sosial dan mengurangi harga diri. Anak-anak enuresis

memiliki harga diri lebih rendah juga ditemukan pada beberapa penelitian yang

dilakukan Hagglof dkk di tahun 1997 dan 1998, penelitian Unalacak (2004) di

Turki, penelitian Ng dan Wong (2004) di Hongkong.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

33

Harga diri anak bukan bawaan sejak lahir, namun terbentuk dari hasil

interaksi individu dengan lingkungannya (Papalia, 2008). Pada masa kanak-kanak

individu dipengaruhi oleh orangtua dan other significant yang membentuk

thinking dan beliefs-nya (Ellis dalam Salameh, 2011). VanZil dan Dayzel (2006)

memaparkan bahwa keluarga baik dari ayah, ibu atau anggota keluarga yang lain

memberikan label-label yang negatif pada anak, yang akan terinternalisasi ke alam

bawah sadar anak. Label-label negatifnya seperti “bodoh”, “malas”, “tidak ada

apa-apa”, „tidak berharga” dan sebagainya. Label-label negatif ini yang akhirnya

merupakan informasi bagi anak di dalam pikirannya. Proses informasi yang

seperti inilah yang akhirnya mempengaruhi proses berpikir dan menghasilkan

irrational thinking/ beliefs (VanZil dan Dayze, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan adanya kaitan yang signifikan antara

harga diri yang rendah dengan irrational beliefs. Seperti penelitian McLennan

(1987), penelitian Slavinskiene dan Matulaitiene (2012), penelitian Baugteyfouni

dkk (2014), penelitian Esmaeili dkk (2015).

Dryden (2006) dan Ellis (dalam Salameh, 2006) menunjukkan adanya

kaitan antara harga diri dan irational thought/irational beliefs dapat diatasi dengan

REBT. Burnet (dalam Tarmidi & Hawadi, 2009) mengungkapkan juga bahwa

program cognitive behavior therapy dan rational emotive threapy berpengaruh

terhadap peningkatan harga diri (self-esteem) dan konsep diri.

Untuk melakukan terapi REBT yang bertujuan meningkatkan harga diri anak

enuresis dapat menggunakan panduan yang dirumuskan Dryden (2006). Dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 24: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

34

bukunya First Steps in REBT, Dryden (2006) menyebutkan beberapa langkah

dalam REBT yang di dalamnya terkandung proses ABCDE yaitu:

1. Memilih dan Menilai Masalah.

2. Menetapkan masalah dan menentukan tujuan.

3. Memahami proses pikiran-pikiran, mengajarkan hubungan antara A, B dan

C serta menilai keyakinan irrasional.

4. Memeriksa keyakinan irasional dan keyakinan rasional Proses D-E.

5. Membantu klien untuk mempertahankan keyakinannya yang rasional dan

menghilangkan keyakinannya irrasional.

Pada langkah pertama yaitu memilih dan menilai masalah, terapis REBT

melakukan analisa pikiran irrasional individu untuk mengetahui bentuk irational

thought yang dimilikinya. Ellis (dalam Prout dan Brown,2007) menjelaskan 4

bentuk irrational thinking / irrational beliefs yang akan menimbulkan masalah

emosional individu sebagai berikut:

a. Demands adalah tuntutan atau ekspektasi yang tidak realistis dan absolut

terhadap kejadian atau individu, yang dapat dikenali dengan kata-kata

seperti, “harus”, “sebaiknya” dan “lebih baik”.

b. Awfulising adalah cara melebih-lebihkan konsekuensi negatif dari suatu

situasi sampai pada level yang ekstrim sehingga kejadian yang tidak

mengguntungkan menjadi kejadian yang sangat menyakitkan.

c. Low frustration tolerance adalah tuntutan untuk selalu berada dalam

kondisi nyaman sehingga menjadi tidak tolerans terhadap

ketidaknyamanan. Keyakinan ini timbul bila seseorang tidak mendapatkan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

35

apa yang diinginkan maka ia akan menyimpulkan kejadian tersebut sangat

berat dan merasa sudah tidak tahan lagi.

d. Global evaluation of human worth, yaitu penilaian terhadap diri sendiri

dengan membuat atribut pada dirinya bahwa ia telah gagal, ia tidak

menyukai dirinya.

Ellis (dalam Salameh 2011) mengungkapkan bahwa irrational beliefs

adalah faktor penyebab utama yang menyebabkan gangguan perilaku dan

emosional. Jadi pada saat melakukan analisis irrational thought maka perlu

menganalisis juga perilaku apa saja yang terganggu dari irrational thought

tersebut. Analisis irational thought individu dapat dilakukan dengan

menggunakan analisis fungsional dengan ABC dari Proses ABCDE Ellis

(Dobson, 2010). Pada saat ini individu menceritakan diri dan masalahnya,

sedangkan terapis melakukan analisis. Setelah diketahui bentuk irational

thoughtnya, maka masuk pada tahapan/langkah kedua yaitu menetapkan masalah

sampai tujuan terapi tercapai yaitu terbentuknya rational thoughtnya. Teori

ABCDE yang dikembangkan Ellis (dalam Ellis dan Dryden, 1997) adalah sebagai

berikut:

A = activating event, yaitu peristiwa yang memicu. Hal ini berkaitan dengan

seluruh peristiwa yang dialami atau terpapar pada individu. Peristiwa

pendahulu yang yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang

lain.

B = beliefs, keyakinan yang mendasari pandangan seseorang tentang peristiwa

tersebut, mewakili pendapat orang mengenai pengalaman tersebut. Keyakinan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

36

seseorang ada dua macam yaitu keyakinan yang rasional dan keyakinan yang

tidak rasional. Keyakinan yang rasional merupakan cara berpkir atau sistem

keyakinan yang tepat dan masuk akal, bijaksana dan menjadikan orang itu

produktif. Keyakinan yang tidak rasional adalah keyakinan atau sistem

berpikir yang salah, tidak masuk akal, emosional dan membuat orang tidak

produktif.

C = consequences yaitu berkaitan dengan emotional and behavioral

consequence, konsekuensi perilaku dan emosi terutama ditentukan oleh

kepercayaan seseorang tentang peristiwa tersebut. Konsekuensi emosional ini

bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan keyakinan (belief) yang

rasional maupun yang irasional.

D = disputing, mendebatkan atau mempertentangkan keyakinan yang

menyebabkan gangguan.

E = effective, pandangan rasional efektif dan baru yang diikuti perubahan

emosional dan perilaku.

Dalam proses REBT merubah irational though dan perilaku mal-

adaptivenya dengan menggunakan berbagai macam teknik yang bersifat kognitif,

afektif dan perilaku (Gladding, 2012; Dobson, 2010, Froggrat, 2005; Corey ,1995;

Salameh,(2004). Teknik yang bersifat kognitif meliputi pertentangan (disputing),

dan pengajaran./edukasi. Teknik yang bersifat afektif seperti self modeling, yang

mana individu diminta untuk menghilangkan perasaan negatif dia pada dirinya,

humor yang digunakan dengan harapan membantu individu dalam melewati

Universitas Sumatera Utara

Page 27: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

37

proses terapi dan menghilangkan rasa takut. Teknik yang bersifat perilaku

meliputi: teknik reinforcement (penguatan) yang digunakan untuk mendorong

individu ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan cara

memberikan reward ataupun punishment, bermain peran (role playing), dan

mengerjakan tugas-tugas (homework assignments).

Universitas Sumatera Utara

Page 28: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

38

Berikut alur penelitian:

Tabel 2.2

Skema Paradigma Penelitian

Effective

Harga diri yang rendah

(Hagglof, 1998) Thunis 2001, Unalacak, 2004)

Anak dengan Enuresis

Memiliki pikiran irrasional / Irrational Thought (Dryden, 2006)

Didasari oleh inferences, evaluation dan core belief

Analisis Fungsional

Activating

Event

Beliefs:

irrational

thought

.

Consequences

Rational Thought

Irrational Thought

Bentuknya :

Demand/Awfulising/Low of Frustration/

Global of Human Worth

Mal Adaptif

Behavior

Disputing dengan Teknik REBT

Pengajaran/edukasi

Disputing Irrational Thought,

Self-Modeling,

Activity Behavior, tuga -tugas

Harga diri anak enuresis meningkat

Adaptive behavior

Universitas Sumatera Utara

Page 29: 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Enuresis 1. Pengertian Enuresis

39

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah rational emotive behavior

therapy efektif dapat meningkatkan harga diri pada anak enuresis.

Universitas Sumatera Utara