10736339isi jurnal buk ririn.pdf

6
59 PENDAHULUAN Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan alat ukur pelayanan ibu dan anak di suatu negara. Dewasa ini derajat kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya AKI dan AKB(Widjaya 2010): p.1) Menurut WHO, penurunan AKI per 100.000 kelahiran hidup masih terlalu lambat untuk mencapai target tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goals/MDG’s) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meningggal selama hamil dan melahirkan pada tahun 2015. Untuk mencapai target MDG’s tersebut, penurunan angka kematian ibu antara 1990 dan 2015 seharusnya 5,5 % per tahun(Rahmat 2007,p:1) Dari data WHO pada tahun 2006 diketahui AKI sebanyak 307/100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKB tercatat sebanyak 35/1000 kelahiran hidup. Itu berarti setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau setiap dua jam ada dua ibu hamil, bersalin, dan nifas yang meninggal(Rahmat 2007,p:1) Pada tahun 2007 lalu, AKI di indonesia tercatat sebesar 247/100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklamspai. Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain adalah anemia (51%), KEK (kurang energi kronis) 30%, dan 4 terlalu (terlalu muda usia kawin, terlalu tua melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu sering melahirkan), (Saefudin 2002,p:3). AKB pada tahun 2007 mencapai 26,9/1000 kelahiran hidup. dimana Kematian Neonatal berhubungan dengan kondisi ibu saat hamil dan melahirkan. Adapun penyebab kematian bayi adalah Asfeksia, BBLR, Infeksi (58.4 %), Diare (15 %), Pnemaounia (12.7 %), Kelainan kongenital (5.7 %), Meningitis (4.5 %), dan tidak Diketahui penyebabnya (3.7 %). (Bari 2007,p:1) AKI menurut estimasi Badan Pusat Statistik Sumbar mengalami penurunan dari tahun 2006, 230/100.000 kelahiran hidup menjadi 229/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Tahun 2008 turun lagi menjadi 228/100.000 kelahiran hidup. Sementara, AKB pada tahun 2006 menurut Dinkes Sumbar tercatat sebanyak 36/100.000 kelahiran hidup yang turun menjadi 34/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Kemudian, pada tahun 2008 turun lagi menjadi 30/100.000 kelahiran hidup. (Dinkes Sumbar, 2009) Dari data diatas dapat dilihat bahwa 51% kematian ibu disebabkan oleh anemia pada kehamilan. Anemia pada ibu hamil akan menambah resiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), resiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Depkes RI 2002,p:31) Hemoglobin adalah barometer yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia (I dewa Nyoman S, 2002:169). Pada ibu hamil terjadi penurunan kadar hemoglobin karena penambahan cairan tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel

Upload: andhy-bhawel

Post on 02-Jan-2016

126 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 10736339ISI JURNAL BUK RIRIN.pdf

59

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) dan angka

kematian bayi (AKB) merupakan alat ukur

pelayanan ibu dan anak di suatu negara.

Dewasa ini derajat kesehatan ibu dan anak di

Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini

dapat dilihat dari masih tingginya AKI dan

AKB(Widjaya 2010): p.1)

Menurut WHO, penurunan AKI per

100.000 kelahiran hidup masih terlalu lambat

untuk mencapai target tujuan pembangunan

millennium (Millenium Development

Goals/MDG’s) dalam rangka mengurangi tiga

per empat jumlah perempuan yang meningggal

selama hamil dan melahirkan pada tahun 2015.

Untuk mencapai target MDG’s tersebut,

penurunan angka kematian ibu antara 1990

dan 2015 seharusnya 5,5 % per tahun(Rahmat

2007,p:1)

Dari data WHO pada tahun 2006

diketahui AKI sebanyak 307/100.000

kelahiran hidup, sedangkan AKB tercatat

sebanyak 35/1000 kelahiran hidup. Itu berarti

setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau

setiap dua jam ada dua ibu hamil, bersalin, dan

nifas yang meninggal(Rahmat 2007,p:1)

Pada tahun 2007 lalu, AKI di

indonesia tercatat sebesar 247/100.000

kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian

ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain

adalah perdarahan, infeksi dan eklamspai.

Penyebab tidak langsung kematian ibu antara

lain adalah anemia (51%), KEK (kurang

energi kronis) 30%, dan 4 terlalu (terlalu

muda usia kawin, terlalu tua melahirkan,

terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu

sering melahirkan), (Saefudin 2002,p:3).

AKB pada tahun 2007 mencapai

26,9/1000 kelahiran hidup. dimana Kematian

Neonatal berhubungan dengan kondisi ibu saat

hamil dan melahirkan.

Adapun penyebab kematian bayi adalah

Asfeksia, BBLR, Infeksi (58.4 %), Diare (15

%), Pnemaounia (12.7 %), Kelainan

kongenital (5.7 %), Meningitis (4.5 %), dan

tidak Diketahui penyebabnya (3.7 %). (Bari

2007,p:1)

AKI menurut estimasi Badan Pusat

Statistik Sumbar mengalami penurunan dari

tahun 2006, 230/100.000 kelahiran hidup

menjadi 229/100.000 kelahiran hidup pada

tahun 2007. Tahun 2008 turun lagi menjadi

228/100.000 kelahiran hidup. Sementara, AKB

pada tahun 2006 menurut Dinkes Sumbar

tercatat sebanyak 36/100.000 kelahiran hidup

yang turun menjadi 34/100.000 kelahiran

hidup pada tahun 2007. Kemudian, pada tahun

2008 turun lagi menjadi 30/100.000 kelahiran

hidup. (Dinkes Sumbar, 2009)

Dari data diatas dapat dilihat bahwa

51% kematian ibu disebabkan oleh anemia

pada kehamilan. Anemia pada ibu hamil akan

menambah resiko mendapatkan Bayi Berat

Lahir Rendah (BBLR), resiko perdarahan

sebelum dan pada saat persalinan, bahkan

dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya,

jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat

(Depkes RI 2002,p:31)

Hemoglobin adalah barometer yang

digunakan secara luas untuk menetapkan

prevalensi anemia (I dewa Nyoman S,

2002:169). Pada ibu hamil terjadi penurunan

kadar hemoglobin karena penambahan cairan

tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel

Page 2: 10736339ISI JURNAL BUK RIRIN.pdf

60

darah merah. Penurunan ini terjadi sejak usia

kehamilan 8 minggu sampai 32 minggu

(Sitorus 1999,p:64), sehingga ibu hamil itu

mengalami anemia. Selain itu anemia

kehamilan juga dapat disebabkan karena

berkurangnya cadangan besi untuk kebutuhan

janin.

Ibu hamil yang mengalami anemia

karena kadar hemoglobinnya rendah bukan

hanya akan membahayakan jiwa ibu tetapi

juga mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan serta membahayakan jiwa

janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya

suplai nutrisi dan oksigen pada plasenta yang

akan berpengaruh pada fungsi plasenta

terhadap janin. Dengan demikian kebutuhan

janin tidak terpenuhi dan lahir dengan berat

yang tidak mencapai normal(Depkes RI

2002,p:31).

Dari hasil pengamatan awal di BPS

Bunda Bukittinggi, melalui pemeriksaan kadar

hemoglobin selama 7 hari pada tanggal 27

Desember – 2 Januari 2011 terhadap 9 orang

ibu inpartu, 3 (33,3%) diantaranya mengalami

anemia. Dari uraian di atas, maka peneliti

sangat tertarik untuk meneliti hubungan kadar

hemoglobin ibu inpartu dengan berat bayi baru

lahir di BPS Bunda Bukittinggi tahun 2011.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif

analitik dan pengumpulan data dilakukan

secara cross sectional. Penelitian ini

dilaksanakan di BPS Bunda Kota Bukittinggi.

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 21

Maret – 20 April 2011.

Menurut Kountur (2004,p:137) yang

dimaksud dengan populasi adalah suatu

kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang

merupakan perhatian peneliti. Dalam

penelitian ini yang menjadi polulasi adalah

seluruh ibu yang akan melahirkan di BPS

Bunda Kota Bukittinggi.

Sampel penelitian adalah sebagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Kountur 2004,p:137).

Tekhnik pengambilan sample yang digunakan

pada penelitian ini adalah accidental sampling.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu sebanyak 41 responden.

Pengumpulan data dalam penelitian ini

disesuaikan dengan jenis data, antara lain

sebagai berikut :

1. Data Primer

Pengukuran kadar hemoglobin,

pengukuran ini bertujuan untuk mendapat

data tentang kadar hemoglobin ibu inpartu

di BPS Bunda kota Bukittinggi tahun

2011.

2. Data Sekunder

Penimbangan barat bayi baru lahir,

penimbangan ini bertujuan untuk

memperoleh data tentang berat bayi baru

lahir di BPS Bunda kota Bukittinggi tahun

2011.

Instrumen penelitian ini adalah :

1. Alat pengukur kadar hemoglobin (Hb)

yaitu hemometer digital.

2. Timbangan bayi

Data yang sudah dikumpulkan,

kemudian dapat diolah dengan bantuan

komputer. Beberapa kegiatan yang harus

dilakukan dalam pengolahan data yaitu :

Page 3: 10736339ISI JURNAL BUK RIRIN.pdf

61

a. Editing (Pemeriksaan Data)

Kegiatan mengecek kembali terhadap

setiap daftar pengukuran yang telah

dilakukan. Editing ini meliputi kesesuaian

pengisian, kesalahan penghitungan dan

pengisian, serta ketepatan pengukuran.

b. Coding (Pengkodean Data)

Memberikan kode pada hasil observasi

sehingga informasi dari data yang telah

terkumpul dapat disederhanakan dan

mempermudah dalam mengklasifikasikan

secara teratur.

Pada hasil observasi penelitian ini

diberikan kode sebagai berikut :

1) Anemia = 1

2) Tidak anemia = 2

3) Berat bayi tidak normal = 1

4) Berat bayi normal = 2

c. Processing (Proses Pengolahan Data)

Memasukkan kode ke dalam program

pengolahan data, agar data tersebut dapat

diolah dengan bantuan komputer.

d. Cleaning (Pembersihan Data)

Sebelum analisis data terhadap data

yang dimasukkan, perlu dilakukan

pengecekan, jika ditemukan kesalahan

dalam memasukkan kode dapat diperbaiki

kembali

Analisis univariat mengambarkan

distribusi frekuensi dari variable-variabel yang

diteliti, baik variabel independen maupun

variabel dependen. Analisis bivariat

merupakan analisis untuk memperlihatkan

hubungan antara variabel dependen dengan

variabel independen. Untuk menguji hipotesa

apakah ada hubungan antara variabel

dependen dan variabel independen, digunakan

uji Chi-Square. Dengan mengambil keputusan

uji statistic digunakan batas bermakna 0,05

dengan ketentuan : bermakna bila nilai p ≤

0,05 dan tidak bermakna jika p > 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Univariat

1. Kadar HB Ibu Inpartu

dilihat bahwa dari 41 responden, terdapat 16

(39%) responden mengalami anemia.

Dari hasil penelitian terhadap 41 esponden di

BPS Bunda Bukittinggi menunjukkan bahwa

responden yang tidak anemia ebanyak 25

responden (85,4%), sedangkan responden yang

mengalami anemia yaitu sebanyak 16

responden (39,0%).

Seorang wanita hamil disebut menderita

anemia bila kadar hemoglobin (Hb) kurang

dari 11 gr%, dan disebut anemia berat bila

kurang dari 6 gr%(Mochtar, 1998:124).

Sedangkan menurut centers for diseases

control and prefention (DCD) anemia dalam

kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar

hemoglobin dibawah 11,0 gr% pada trimester I

dan III dan <10,5 gr% pada trimester

II(Leveno 2009,p: 646)

Menurut wiknjosastro (2007,p:448) Darah

bertambah banyak dalam kehamilan, yang

lazim disebut hidremia atau hipervolemia.

Akan tetapi, bertambahnya sel-sel darah

kurang dibandingkan dengan bertambahnya

plasma, sehingga terjadi pengenceran darah.

Anemia dalam kehamilan memberi

pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam

kehamilan, persalinan, maupun nifas dan

masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat

Page 4: 10736339ISI JURNAL BUK RIRIN.pdf

62

timbul akibat anemia seperti, abortus, partus

prematurus, partus lama karena inertia uteri,

perdarahan post partum karena atonia uteri,

syok, serta infeksi(Wiknjosastro 2007,p:450)

Anemia dalam kehamilan juga

mempengaruhi hasil konsepsi, diantaranya,

kematian mudigah (keguguran), kematian

perinatal, prematuritas, erat bayi baru lahir

rendah (BBLR), cacat bawaan, serta cadangan

besi kurang(Wiknjosastro 2007,p:451)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Susiana (2005) di Puskesmas Ampel I

Boyolali tentang hubungan antara kenaikan

berat badan, LILA, dan kadar hemoglobin ibu

hamil trimester III dengan berat bayi lahir,

ditemukan sebanyak 48,57% ibu dengan kadar

hemoglobin <11 gr% atau anemia, sedangkan

yang tidak mengalami anemia adalah 51,43%.

Dilihat dari beberapa karakteristik

responden yang diteliti, peneliti berpendapat

bahwa anemia yang terjadi pada ibu inpartu ini

disebabkan karena sebagian besar pendidikan

responden yang rendah, sehingga

menyebabkan pengetahuan akan kebutuhan

selama hamil seperti nutrisi juga rendah, hal

ini akan berpengaruh pada kadar hemoglobin

responden itu sendiri. Selain karakteristik

tersebut, usia responden yang beresiko (<20

atau >35) juga sangat mempengaruhi, keadaan

ini akan dipersulit lagi pada responden dengan

paritas yang lebih dari 4.

Dari tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa

dari 41 responden, terdapat 6 (14,6%)

diantaranya melahirkan bayi dengan berat

yang tidak normal.

Dari hasil penelitian terhadap 41

responden di BPS Bunda Bukittinggi,

ditemukan sebanyak 35 (85,4%) responden

memiliki berat bayi lahir normal, sedangkan

responden yang memiliki berat bayi lahir

tidak normal yaitu sebanyak 16 (14,6%).

Secara umum berat bayi lahir yang

normal adalah antara 2500 gr sampai 4000

gr, dan bila dibawah atau kurang dari 2500 gr

dikatakan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR). Menurut Surasmi (2002,p:30)

BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir

kurang atau sama dengan 2500 gram.

Faktor yang secara langsung atau internal

mempengaruhi berat bayi lahir antara lain

yaitu, usia ibu hamil, jarak kehamilan,

paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu

hamil, pemeriksaan kehamilan, serta

penyakit selama kehamilan(Sitorus

1999,p:88).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh mutalazimah (2005) di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta tentang

hubungan kadar hemoglobin ibu hamil

trimester III dengan berat bayi baru lahir,

dimana ditemukan sebanyak 14 (13,2%)

responden melahirkan bayi dengan berat

yang tidak normal..

Menurut pendapat peneliti, kejadian berat

bayi lahir rendah ini disebabkan karena

karakteristik responden yang diteliti sebagian

besar mempunyai tingkat pendidikan yang

rendah. Ibu hamil dengan tingkat pendidikan

yang tinggi secara tidak langsung akan

mempunyai pengetahuan yang luas, sehingga

ibu mengetahui apa saja yang ia butuhkan

selama hamil, dengan demikian

kemungkinan melahirkan bayi dengan berat

tidak normal akan semakin kecil. Terlepas

Page 5: 10736339ISI JURNAL BUK RIRIN.pdf

63

dari hal – hal tersebut, yang harus

diperhatikan adalah keadaan social ekonomi

ibu itu sendiri.

B. Hasil Analisis Bivariat1. Hubungan Kadar Hb dengan Berat

Bayi Lahir

Hubungan kadar Hb dengan Berat BayiLahirdi BPS Bunda Kota Bukittinggi

Tahun 2011

KadarHb

Berat bayi lahir

TotalP

value

ORCI

95%

TidakNormal

Normal

n % n % n %Anemia 5 31,3 11 68,8 16 100

0,026

10,909

(1,135 –104,807)

TidakAnemia

1 4 24 96 25 100

Total 6 14,6 35 85,4 41 100

Hasil analisis tabel 5.8 dapat dilihat

bahwa dari 16 responden yang anemis,

terdapat 5 (31,3%) diantaranya melahirkan

bayi dengan berat tidak normal. Sedangkan

dari 25 responden yang tidak anemis, terdapat

1 (4%) responden yang melahirkan bayi

dengan berat lahir tidak normal.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,026, maka dapat disimpulkan ada hubungan

yang bermakna antara kadar Hb dengan berat

bayi lahir. Dari hasil analisis diperoleh nilai

OR = 10,909 artinya responden yang memiliki

kadar Hb anemia mempunyai peluang 10,909

kali untuk berat bayi lahir tidak normal

dibandingkan dengan responden yang

memiliki kadar Hb tidak anemia.

Dalam analisis hubungan antara kadar Hb

responden dengan berat bayi lahir diperoleh

bahwa ada sebanyak 5 (31,3%) responden

mempunyai kadar Hb anemia dan berat bayi

lahir tidak normal, sedangkan diantara

responden yang memiliki Kadar Hb tidak

anemia ada sebanyak 1 (4,0%) responden yang

memiliki berat bayi lahir tidak normal.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,026, artinya ada hubungan yang bermakna

antara kadar Hb dengan berat bayi lahir. Dari

hasil analisis diperoleh nilai OR = 10,909

artinya responden yang memiliki kadar Hb

anemia mempunyai peluang 10,909 kali untuk

berat bayi lahir tidak normal dibandingkan

dengan responden yang memiliki kadar Hb

tidak anemia.

Menurut Depkes RI (2002:31) bahwa

anemia pada ibu hamil akan menambah resiko

mendapatkan bayi dengan berat lahir rendah

(BBLR), resiko perdarahan sebelum dan pada

saat persalinan, dan bahkan dapat

menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika

ibu hamil tersebut menderita anemia berat.

Besarnya prevalensi anemia pada ibu

hamil disebabkan karena pengenceran darah

yang semakin nyata dengan lanjutnya usia

kehamilan dan konsumsi makanan yang buruk

terutama makanan yang mengandung zat besi.

Kadar Hemoglobin (Hb) ibu sangat

mempengaruhi berat bayi yang akan

dilahirkan. Ibu hamil yang anemia karena

kadar hemoglobinnya rendah bukan hanya

membahayakan jiwa ibu, tetapi juga

mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan serta membahayakan jiwa

janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya

suplai nutrisi dan oksigen pada plasenta yang

akan berpengaruh pada fungsi plasenta

terhadap janin(Setianingrum 2005, p:42)

Penelitian yang dilakukan oleh Nelly

(2008) di Badan Pengelola Rumah Sakit

Umum (BPRSU) Rantauprapat tentang

Page 6: 10736339ISI JURNAL BUK RIRIN.pdf

64

hubungan anemia pada ibu hamil dengan

kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR),

menyatakan bahwa dari 68 orang ibu anemia,

31 orang (36,0%) diantaranya melahirkan

bayi dengan berat lahir rendah. Berdasarkan

pengolahan data menunjukkan ada hubungan

antara anemia ibu hamil dengan barat bayi

lahir rendah.

Peneliti berpendapat bahwa kadar

hemogloblin ibu hamil berpengaruh pada

berat bayi yang akan dilahirkan. Seorang ibu

dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan

mengetahui kebutuhan yang harus dipenuhi

selama hamil, sehingga kebutuhan untuk

pemeriksaan kehamilan dan nutrisi akan

terpenuhi. Jika nutrisi terpenuhi kadar

hemoglobin ibu akan berada pada batas

normal, kadar hemoglobin ini bisa dipantau

oleh tenaga kesehatan jika ibu melakukan

pemeriksaan kehamilan secara teratur.

KESIMPULAN

Berdasarkan pada analisis dan pembahasan

dari hasil penelitian yang dilakukan pada 41

responden di BPS Bunda Bukittinggi, maka

dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kurang dari separoh (39%) responden

memiliki kadar hemoglobin < 11 gr% atau

anemia.

2. Sebagian kecil (14,6%) responden

melahirkan bayi dengan berat lahir rendah

atau tidak normal.

3. Adanya hubungan yang bermakna antara

kadar hemoglobin ibu inpartu dengan berat

bayi baru lahir, dimana nilai p = 0,026

(OR = 10,909

SARAN

Berdasarkan kesimpulan, maka untuk

mengurangi kejadian hipertensi di BPS Bunda

Bukittinggi, peneliti memberikan beberapa

saran, sebagai berikut:

1. Responden

a. Agar mengkonsumsi makanan yang

bergizi saat hamil, terutama makanan

yang mengandung zat besi untuk

menghindari terjadinya anemia.

b. Agar melakukan pemeriksaan

kehamilan secara rutin ke tenaga

kesehatan minimal 4 kali selama

hamil, agar semua factor resiko dapat

di deteksi secara dini.

2. Tempat Penelitian

a. Agar melakukan pemantauan ibu

hamil secara tapat, agar semua factor

resiko dapat diketahui secara cepat dan

memberikan penanganan yang tepat.

b. Agar dapat memberikan informasi

yang dibutuhkan bagi ibu hamil,

terutama mengenai anemia dalam

kehamilan, serta dampak – dampak

yang akan ditimbulkan.

c. Agar selalu mengingatkan ibu hamil

untuk memeriksakan kehamilan secara

rutin kepada tenaga kesehatan.

3. Peneliti Selanjutnya

a. Agar data dan hasil penelitian dapat

menjadi dasar bagi penelitian

selanjutnya.

b. Agar melakukan penelitian lebih lanjut

mengenai kadar hemoglobin, terutama

factor – factor yang

mempengaruhinya.