1. fraktur

Upload: muhammad-fiki-fauzan

Post on 10-Oct-2015

209 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1. TulangI.1.1. AnatomiTulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, dan organ hematopoetik. Tulang termasuk jaringan pengikat khusus yang terdiri atas bahan antar sel yang mengalami kalsifikasi/mineralisasi dan beberapa macam sel-sel tulang seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas.Tulang dalam garis besarnya dibagi atas: 1. Tulang panjang (femur, tibia, ulna dan humerus)1. Tulang pendek (vertebra dan tulang-tulang karpal)1. Tulang pipih (iga, scapula dan pelvis)Secara makroskopis terdiri dari substantia compacta dan substantia spongiosa. Lapisan superficialis tulang disebut periosteum dan lapisan profunda disebut endosteum. Bagain tengah os longum disebut corpus, ujung tulang berbentuk konveks atau konkaf, membesar, membentuk persendiaan dengan tulang lainnya. Dari aspek pertumbuhan, bagian tengah tulang disebut diaphysis, ujung tulang disebut epiphysis dibentuk oleh cartilago, dan bagian diantara keduanya disebut metaphysis, tempat pertumbuhan memanjang dari tulang (peralihan antara cartilago menjadi osseum). Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan diluarnya dilapisi oleh periosteum. Pada anak lebih tebal daripada orang dewasa, yang memungkingkan penyembuhan tulang pada anak lebih cepat dibandingkan orang dewasa (Rasjad, 2007; Buranda, 2011).

Gambar 1. Anatomi TulangI.1.2. Histologi dan FisiologiI.1.2.1. Berdasarkan histologisnya, maka dikenal :1. Tulang imatur (non-lamellar, woven bone, fiber bone)1. Tulang matur (matur bone, lamellar bone) Tulang kortikal Tulang trabekular Secara histologis perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel, jaringan kolagen dan mukopolisakarida. Tulang imatur ditandai dengan sistem Haversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral disbanding dengan tulang matur (Rasjad, 2007).

I.1.2.2. Selsel tulang dan Fungsinya Osteoblas merupakan salah satu jenis hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat memproduksi substansi organik intraseluler dan matriks, dimana kalsifikasi terjadi di kemudian hari. Jaringan yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblas dikelilingi oleh substansi organik intraseluler, disebut osteosit dimana kejadian ini terjadi dalam lakuna. Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoklas. Kalsium hanya dapat dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoklasis yang menghilangkan matriks organic dan kalsium secara bersamaan disebut deosifikasi (Rasjad, 2007).I.1.2.3. Proses osteogenesis1. Osifikasi Intramembranosa (Desmalis / langsung)Awalnya beberapa sel mesenkhim dalam membran mesenkhim berdiferensiasi menjadi fibroblas untuk membentuk sabut sabut kolagen sehingga terbentuk jaringan pengikat longgar berupa membran. Osifikasi dimulai saat sekelompok sel mesenkhim yang lain berdiferensiasi menjadi osteoblas di dalam membran jaringan pengikat yang terbentuk. Terjadi pada tulang pipih.1. Osifikasi EndokondralDiawali dengan pembentukan tulang rawan pada epifisis kemudian terjadi kalsifikasi pada matrik tulang rawan. Akibatnya sel tulang rawan mati lalu ditempati osteoblas. Setelah itu akan terjadi pembentukan tulang seperti biasanya. Proses osifikasi endokondral pada epifisis sebagai berikut : Pusat osifikasi di sini mirip dengan pusat osifikasi pada diafisis tetapi pertumbuhan lebih lanjut tidak secara memanjang tetapi radier.

Gambar 2. Pertumbuhan tulangI.1.2.4. Komposisi tulang 1. Substansi organik: 35%1. Substansi inorganik: 45%1. Air: 20%I.1.2.5. Fungsi utama tulang 1. Membentuk rangka badan1. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot 1. Bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan organ dalam 1. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam1. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemopoetik (Rasjad, 2007).

1. FrakturI.2.1. DefinisiFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (De Jong, 2003).Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial (Rasjad, 2007).

I.2.2. Etiologi1. Cedera Traumatik1. Kekerasan langsung: menyebabkan fraktur pada titik terjadinya kekerasan.1. Kekerasan tidak langsung: menyebabkan fraktur ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang fraktur biasanya adalah bagian yang palng lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.1. Kekerasan akibat tarikan otot: fraktur akibat tarikan otot agak jarang terjadi. Contoh fraktur akibat tarikan otot adalah fraktur patela dan olekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.1. Fraktur PatologiDalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur.1. Secara SpontanDisebabkan oleh stress tulang yang terus menerus (Oswari, 2000).

I.2.3. KlasifikasiFraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi 2 yaitu, fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka.2. Patah tulang terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang. Derajat Luka Fraktur

ILaserasi < 2 cmSederhana, dislokasi fragmen minimal

IILaserasi > 2 cm, kontusi otot disekitarnya Dislokasi fragmen jelas

IIILuka lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan disekitarnyaKominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang.

Klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustillo and Anderson (1976) Tipe Batasan

ILuka bersih dengan panjang luka < 1 cm

IIPanjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat.

IIIKerusakan jaringan yang berat dan luas, fraktr segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur yang perlu repair vaskuler, dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III Gustillo and Anderson (1976) oleh Gustillo Mendoza dan William (1984).Tipe Batasan

IIIAPeriosteum masih membungkus fragmen fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas

IIIBKehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping atau terjadi bone expose

IIICDisertai kerusakan arteri yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringan lunak

Gambar 3. Jenis-jenis fraktur

2. Berdasarkan Etiologis1. Fraktur traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba.1. Fraktur patologis, terjadi pada tulang karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat akibat trauma ringan.1. Fraktur stres, terjadi karena adanya trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.2. Berdasarkan Lokalisasi1. Fraktur diafisis1. Fraktur metafisis1. Dislokasi dan fraktur1. Fraktur Intra-artikuler2. Berdasarkan Derajat atau Luas Garis Fraktur 1. Complete, tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih.1. Incomplete (Parsial), bila antara patahan tulang masih terjadi hubungan sebagian. Fraktur Parsial terbagi lagi menjadi: Fisura/ Crack/ HairlineTulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat. Fisura tulang dapat disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau oleh cedera terus menerus yang cukup lama, seperti juga ditemukan pada retak stress pada struktur logam. Patah Dahan Hijau (Greenstick Fracture)Patah tulang dahan hijau adalah fraktur dimana patah tulang pada satu sisi sedangkan pada sisi lainnya membengkok. Fraktur ini terjadi pada anak-anak. Buckle Fracture atau torus fractureFraktur di mana korteksnya melipat ke dalam dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.1. Berdasarkan Garis Fraktur/ Konfigurasi Tulang1. Fraktur Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang), memotong tegak lurus sumbu tulang.1. Fraktur Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (100o dari sumbu tulang), membentuk sudut terhadap sumbu tulang.1. Fraktur Longitudinal, garis patah mengikuti sumbu tulang (sejajar dengan sumbu tulang).1. Fraktur Spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih, garis tulang berbentuk spiral.1. Fraktur Comminuted/Kominutif, patah tulang komunitif adalah fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen dan saling berhubungan.1. Fraktur Segmental, garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.1. Fraktur Multipel, garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlaianan tempatnya.1. Patah Tulang Impaksi, patah tulang impaksi adalah fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.1. Patah Tulang Kompresi, patah tulang kompresi adalah fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).1. Impresi

Gambar 4. Jenis Fraktur1. Berdasarkan Pergeseran Fragmen Tulang1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)Garis patah lengkap namun kedua fragmen tidak bergeser & periosteum utuh.1. Fraktur Displaced (bergeser)Terjadi pergeseran fragmen tulang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: Dislokasi ad latitudinem (dislokasi ke arah lintang) Dislokasi ad longitudunem, tulang memanjang karena tarikan terlalu besar (pergeseran searah sumbu) Dislokasi cum kontraktione, tulang memendek, umumnya disebabkan tarikan dan tonus otot Dislokasi cum distractionem, misal pada patah tulang patela karena tonus m. quadriseps femoris Dislokasi ad aksim/ angulasi, pergeseran yang membentuk sudut, dislokasi ad aksim sering ditemukan pada tulang panjang Dislokasi ad peripheriam, dislokasi karena adanya rotasi Patah tulang yang didapatkan interposisi jaringan lunak di selanya Patah tulang avulsi, patah tulang dengan tarikan pada insersi tendo otot atau ligamentum. (De Jong, 2003; Rasjad, 2007)

I.2.4. Gambaran KlinisManifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 1. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas.1. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.1. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.1. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.I.2.5. Diagnosis1. AnamnesaBiasanya penderita datang dengan suatu trauma (traumatik fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala gejala lain (Rasjad, 2007).1. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya :0. Syok, anemia atau perdarahan0. Kerusakan pada organ organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen0. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis 1. Pemeriksaan Lokal1. Inspeksi (Look) Bandingkan dengan bagian yang sehat Perhatikan posisi anggota gerak Keadaan umum penderita secara keseluruhan Ekspresi wajah karena nyeri Lidah kering atau basah Adanya tanda tanda anemia karena perdarahan Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi1. Palpasi (Feel)Palpasi dilakukan secara hati - hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal hal yang perlu diperhatikan : Temperatur setempat yang meningkat Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus hati hati Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperature kulit.1. Pergerakan (Move)Pergerakan dengan meminta penderita menggerakan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf. dinilai seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan. Apakah ada Functio laesa (hilangnya fungsi) atau tidak.1. Pemeriksaan neurologisPemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.1. Pemeriksaan trauma di tempat lain Meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation.1. Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan radiologisPemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis : Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi Untuk konfirmasi adanya fraktur Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya Untuk menentukan teknik pengobatan Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang Untuk mengetahui adanya benda asing, misalnya peluruPemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua, yaitu : Dua posisi proyeksi (AP dan lateral) Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus di foto (di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur) Dua anggota gerak Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 10-14 hari kemudian.1. Pemeriksaan radiologis lainnya Tomografi CT Scan MRI Radioisotop scanning (Rasjad, 2007)I.2.6. Penyembuhan Fraktur1. Fase HematomaPerdarahan yang terjadi di sekitar patahan tulang yang disebabkan oleh putusnya pembuluh darah pada tulang dan periost.1. Fase Jaringan FibrosisHematom kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang saling menempel. Jaringan yang menempelkan fragmen patahan tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.1. Fase Jaringan Kondroid dan OsteoidKe dalam hematom dan jaringan fibrosis tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan, sedangkan di tempat yang jauh dari patahan tulang yang vaskularisasinya relatif banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar tulang. Kondroid dan osteoid awalnya tidak mengandung kalsium sehingga tidak terlihat pada foto Rontgen.1. Fase Pertautan KlinisPada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Hal ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang. Pada foto Rontgen, proses ini terlihat sebagai bayangan radio-opak, tetapi bayangan garis patah tulang masih terlihat.1. Fase Tulang LamelarWoven bone berubah lamellar bone (kalus berubah menjadi hard kalus) dan fragmen menjadi solid.1. Fase Konsolidasi/ Swapugar (fase union secara radiologik)Kalus yang berlebih mulai menghilang serta terbentuk tulang yang normal atau mendekati normal. Kanalis medularis mulai terbentuk. Sampai dengan stadium remodeling dibutuhkan waktu sekitar 1 tahun. Namun pada anak, waktu yang dibutuhkan biasanya lebih cepat, hingga setengah dari rata-rata waktu penyembuhan pada dewasa. Ini dikarenakan periosteum anak-anak lebih tebal dan dapat menghasilkan kalus dalam waktu singkat serta lebih banyak (De Jong, 2003)

Gambar 5. Proses Penyembuhan FrakturI.2.7. Waktu Penyembuhan FrakturWaktu penyembuhan fraktur bervariasi secara individual dan berhubungan dengan beberapa faktor penting pada penderita, antara lain :1. UsiaWaktu penyembuhan tulang pada anak-anak lebih cepat dari orang dewasa terutama karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endoesteun dan juga berhubungan dengan proses remodeling tulang pada bayi yang sangat aktif dan makin berkurang apabila usia bertambah.1. Lokalisasi dan konfigurasi frakturLokasi fraktur memegang peranana penting, misalnya, fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat daripada diafisis. Selain itu konfigurasi fraktur juga berpengaruh, misalnya fraktur transversal lebih lambat penyembuhannya dari fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak.1. Pergeseran awal frakturJika fraktur tidak bergeser dimana periosreum intak, maka penyembuhan dua kali lebih cepat dibandingkan pada fraktur yang bergeser. Pergeseran fraktur yang lebih besar juga akan menyebabkan kerusakan periost yang lebih hebat.1. Vaskularisasi pada kedua fragmenVaskularisasi kedua fragmen yang baik biasanya mengahasilkan penyembuhan tanpa komplikasi, namun apabila salah satu vaskularisasinya jelek dan mengalami kematian, maka akan menghambat terjadinya union bahkan mungkin mengalami nonunion.1. Reduksi serta imobilisasiReposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang akan mengganggu penyembuhan fraktur.1. Waktu imobilisasiBila mobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, maka kemungkinan untuk terjadinya nonunion sangat besar.1. Ruangan antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunakBila terdapat interposisi jaringan baik berupa periost, maupun otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.1. Adanya infeksiBila terjadi infeksi pada daerah fraktur, maka akan mengganggu terjadinya proses penyembuhan.1. Cairan sinoviaPada persendian dimana terdapat cairan synovial, maka cairan ini merupakan penghambat terjadinya proses penyembuhan.1. Gerakan aktif dan pasif anggota gerakGerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan mengingkatkan vaskularisasi daerah fraktur, tapi gerakan y.ang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi akan mengganggu vaskularisasi (Rasjad, 2007).I.2.8. Penilaian Penyembuhan FrakturPenilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik. Pemeriksaan secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis terjadi union dari fraktur.Union secara radiologik dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan dalam daerah fraktur (Rasjad, 2007).I.2.9. Penyembuhan Abnormal pada FrakturPenyembuhan abnormal pada fraktur dapat disebabkan oleh imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, interposisi dan gangguan perdarahan setempat. Penyembuhan abnormal pada fraktur terdiri dari : 1. MalunionMalunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.1. Delayed union Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu 3 - 5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).1. NonunionApabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu). Pseudoartritis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut infected pseudoarthrosis.Beberapa jenis nonunion terjadi memurut keadaan ujung ujung fragmen tulang : Atropik : sama sekali tidak terbentuk kalus (avaskular) Hipertropik : terbentuk jaringan fibrous (hipervascular) Oligotropik : kalus yang terbentuk sedikit I.2.10. Penatalaksanaan1. Prinsip Prinsip Pengobatan Fraktur1. Penatalaksanaan awal Pertolongan pertamaMembersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans. Penilaian klinisSebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/syaraf ataukah trauma alat-alat dalam lain. ResusitasiJika pasien datang dalam keadaan syok dilakukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa pemberian transfuse darah dan cairan lainnya serta obat-obat anti nyeri (Rasjad, 2007).1. Prinsip umum pengobatan frakturAda enam prinsip pengobatan fraktur : Jangan mencederai pasien Pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan prognosisnya Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus, yaitu dengan cara menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari fragmen, mengusahakan terjadinya penyembuhan tulang, dan mengembalikan fungsi secara optimal Bekerja sama dengan hukum alam Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan Pemilihan pengobatan dengan memperhatikan setiap pasien secara individu (De Jong, 2003; Rasjad, 2007)Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip pengobatan ada empat (4R) : Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, teknik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan. Reduction : reduksi fraktur apabila perlu.Posisi yang baik : alignment sempurna dan aposisi yang sempurna. Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat berfungsi kembali dengan maksimal. Retention : tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi), Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.(Bucholz et al, 2006; Rasjad, 2007; Helmi 2011)2. Metode Metode Pengobatan Fraktur1. Fraktur tertutup1. Konservatif Proteksi semata mata (tanpa reduksi atau imobilisasi): menggunakan sling (mitela). Indikasi : fraktur yang tidak bergeser. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi): menggunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bermacam macam bidai dari plastik atau metal. Indikasi : fraktur yang akan dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna: menggunakan gips. Indikasi : bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama, imobilisasi sebagai pengobatan definitive pada fraktur, imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis, untuk alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi : dengan traksi kulit dan traksi tulang. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi : dengan menggunakan alat alat mekanik seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler, Bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Indikasi : bila reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi tidak memungkinkan; bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen; bila terdapat fraktur yang tidak stabil, oblik, fraktur spiral atau kominutif tulang panjang; fraktur vertebra servikalis yang tidak stabil; fraktur femur pada anak-anak; fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat dan terdapat pergeseran yang tidak stabil; sesekali pada fraktur Colles. Empat metode traksi yang digunakan : traksi kulit, traksi menetap, traksi tulang, traksi berimbang dan traksi sliding. 1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna / perkutaneus dengan K-wireSetelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil, maka reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-wire perkutaneus misalnya pada fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak atau fraktur colles.1. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulangTindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan dilakukan oleh ahli bedah dan operasi dilakukan secepatnya (dalam satu minggu). Alat alat yang dipergunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan plate, pin Kuntscher intrameduler, pin rush, pin Steinmann, pin Trephine, plate and screw smith Peterson, pin plate telekospik, pin Jewett dan protesis. Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula digunakan bonegraft baik autograft/allograft untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur yang nonunion.1. Reduksi terbuka dengan fiksasi internaIndikasi :0. Fraktur Intraartikuler (fraktur maleolus, kondilus, olekranon, patella)0. Reduksi tertutup yang mengalami kegagalan (fraktur radius dan ulna disertai malposisi yang hebat atau fraktur yang tidak stabil)0. Jika ada interposisi jaringan diantara kedua fragmen0. Bila diperlukan fiksasi rigid (fraktur leher femur)0. Fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup (fraktur monteggia dan fraktur Bennet)0. Fraktur terbuka0. Bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan diperlukan mobilisasi yang cepat (fraktur pada orang tua)0. Eksisi fragmen yang kecil0. Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler (fraktur leher femur pada orang tua)0. Fraktur avulsi (kondilus humeri)0. Fraktur epifisis tertentu pada Grade III dan IV (Salter Harris) pada anak0. Fraktur multiple (fraktur pad tungkai atas dan bawah)0. Untuk mempermudah perawatan penderita (fraktur vertebra tulang belakang yang disertai paraplegia)

Gambar 6. Fiksasi Internal1. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna Indikasi :1. Fraktur terbuka grade II-III1. Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat1. Fraktur dengan infeksi atau pseudoartrosis1. Fraktur yang miskin jaringan ikat1. Kadang kadang pada fraktur tungkai bawah penderita DM

Gambar 7. Fiksasi eksternal 1. Eksisi fragmen tulang dan penggantian dengan protesisPada fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, oleh karena itu dilakukan pemasangan protesis yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis.1. Fraktur terbukaFraktur terbuka merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam penatalaksanaan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera, hati-hati, debridement yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yanga adekuat. Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka :0. Obati fraktur terbuka sebagai satu kegawatan0. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat menyebabkan kematian0. Berikan antibiotic dalam ruang gawat darurat, sebelum dan setelah operasi0. Segera dilakukan debridement dan irigasi yang baik0. Ulangi debridement 24-72 jam berikutnya0. Stabilisasi fraktur0. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari0. Lakukan bone graft autogenous secepatnya0. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena (Rasjad, 2007)I.2.11. Komplikasi Fraktur1. Komplikasi segera, terjadi saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya. 0. Lokal Kulit : abrasi, laserasi, penetrasi Pembuluh darah : robek Sistem saraf : sumsum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik Organ dalam : jantung, paru, hepar, limpa (pada fraktur costae), kandung kemih (pada fraktur pelvis)0. Umum Rudapaksa multiple Syok : hemoragik, neurogenik1. Komplikasi dini, terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian. Nekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena, infeksi sendi, osteomielitis umum ARDS, emboli paru, tetanus1. Komplikasi lambat, terjadi lama setelah fraktur.1. Lokal Sendi : ankilosis fibrosa, ankilosis osal Tulang : gagal taut/taut lama/salah taut, distrofi reflek, osteoporosis pasca trauma, gangguan pertumbuhan, osteomyelitis, patah tulang ulang Otot/tendo : penulangan otot, rupture tendo Saraf : kelumpuhan saraf lambat1. Umum batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur). (De Jong, 2003)

BAB IILAPORAN KASUS

Pasien baru dengan post kecelakaan lalu lintas dalam keadaan sadar Airway : Sumbatan jalan napas (-)Breathing : RR: 20 kali/menit (tidak didapatkan tanda-tanda gangguan pernapasan)Circulation : TD: 120/80 mmHg N : 80 kali/menit (reguler, kuat angkat)Disability : GCS: 15 Pupil: IsokorSetelah airway, breathing, dan circulation dipastikan clear, maka pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan lebih lanjut.

1. Identitas PasienNama: Sdr. EUmur: 22 tahunTanggal Lahir: 30 Januari 1992Jenis Kelamin: laki-lakiAgama: IslamAlamat: Link Berokan 05/06 Bawen, Ambarawa Kab. SemarangPekerjaan: SwastaStatus Pernikahan : Belum menikahTanggal Masuk: 19 Maret 2014No. CM: 155100-2014

1. AnamnesaAutoanamnesa dilakukan di Bangsal Melati RSUD Ambarawa pada hari Jumat, 21 Maret 2014Keluhan Utama : Nyeri pada pundak kiriRiwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa langsung setelah kecelakaan terjadi, saat dibawa pasien tampak kesakitan, lengan atas bagian kiri tidak bisa digerakan, terdapat luka terbuka di bagian lengan atas kiri, terdapat beberapa luka lecet di bagian lengan kiri bawah. Pasien mengaku posisi jatuh dari motor miring kearah kiri. Pada saat jatuh pasien tidak pingsan dan masih ingat saat kejadian berlangsung. Kepala tidak terbentur. Tidak ada perdarahan yang terjadi. Pasien menyangkal adanya pusing, nyeri kepala, mual dan muntah.Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumya. Riwayat trauma sebelumnya (-), riwayat kencing manis (-), riwayat darah tinggi (-),alergi (-), riwayat penyakit tulang (-), riwayat operasi sebelumnya (-), riwayat kelainan darah (-).Riwayat Penyakit Keluarga :Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat kencing manis (-), riwayat darah tinggi (-), riwayat alergi (-), riwayat penyakit tulang (-), riwayat kelainan darah (-).Riwayat Pengobatan :Pasien belum melakukan pengobatan sebelumnya.

1. Pemeriksaan Fisik1. Status generalisata1. KU: tampak sakit sedang1. Kesadaran: Compos Mentis, GCS : E4V5M61. Tanda Vital Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi: 80x/menit Respirasi: 20x/menit Suhu: 37o C1. Kepala: Mesocephal, rambut hitam, pendek, lurus, tidak mudah dicabut, hematom (-), jejas (-)1. Mata: Konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+), reflek kornea (+/+)1. Hidung: Sekret (-), mimisan (-), nafas cuping hidung (-)1. Mulut: Sianosis (-), lidah kotor (-), pembesaran tonsil (-)1. Telinga: Discharge (-), luka (-)1. Leher: Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-) , JVP meningkat (-)

1. ThoraksPulmo : I : Normochest, dinding dada simetrisP : Fremitus taktil kanan = kiri, ekspansi dada simetrisP : Sonor di kedua lapang paruA : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)Cor:I : Tidak tampak ictus cordis P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak terabaP : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra Batas bawah ICS V linea parasternal sinistra Batas kiri ICS VI linea midklavicula sinistra Batas kanan ICS IV linea stemalis dextraA : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/-1. Abdomen : I : DatarA : Bising usus (+) normalP : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar & lien tidak teraba membesar, nyeri ketok CVA (-/-)P : Timpani 1. Ekstremitas Superior dekstra : edema (-), deformitas (-), jejas (-), akral dingin (-), nyeri gerak aktif dan pasif (-) Superior sinistra : lihat status lokalis Inferiordekstra et sinistra: edema (-), deformitas (-), jejas (-), akral dingin (-), nyeri gerak aktif dan pasif (-)

1. Status LokalisRegio clavicula sinistraLook: edema (+), deformitas (+), VL di 1/3 medial clavicula Feel : teraba hangat, nyeri tekan (+), nadi dan suhu distal (dbn)Movement: nyeri gerak aktif dan pasif (+), functio laesa (+)

1. Diagnosis Banding4. Fraktur tertutup os clavicula sinistra 1/3 medial4. Dislokasi sendi glenohumerus

1. Pemeriksaan PenunjangHasil pemeriksaan laboratorium tanggal 20 Maret 2014 PemeriksaanHasilNilai Rujukan

Hematologi darah rutin :

Hemoglobin13,212,0 16,0 g/dl

Leukosit8,64,0 10 ribu

Eritrosit4,864,2 5,4 juta

Hematokrit40,5 37 43 %

Trombosit 215200 400 ribu

MCV83,380 90 mikro m3

MCH27,227 34 pg

MCHC32,632 36 g/dl

RDW12,410 16 %

MPV7,87 11 mikro m3

Limfosit0,9 1,7 3,5 103/mikroL

Monosit0,3 0,2 0,6 103/mikroL

Granulosit7,4 2,5 7 103/mikroL

Limfosit %10,0 25 35 %

Monosit %4,04 6 %

Granulosit %86,0 50 80 %

PCT0,108 0,2 0,5 %

PDW15,010 18 %

Golongan DarahB

Clotting Time3:003-5 (menit:detik)

Bleeding Time2:001-3 (menit:detik)

Kimia Klinik

SGOT36< 47 IU/L

SGPT36< 39 IU/L

Serologi

HBsAgNon ReaktifNON REAKTIF

Hasil pemeriksaan rontgen tanggal 19 Maret 2014

Fraktur os clavicula sinistra 1/3 medial, transversal, complete, tertutup, non komplikata

1. Diagnosa KerjaFraktur os clavicula sinistra 1/3 medial, transversal, complete, tertutup, non komplikata

1. PenatalaksanaanFarmakologi Infus RL 20 tpm Inj Ketorolac 2x30 mg Inj Ranitidin 2x 1 amp Inj Cefotaksim 2x 1 gr

Non farmakologi Pemasangan spalk/bidai

1. PrognosisDubia ad bonam

BAB IIIANALISIS KASUS

III.1. S (Subjective)Pasien bernama Sdr. E datang ke IGD RSUD Ambarawa setelah kecelakaan dari motor. Pasien mengeluh nyeri hebat dan terdapat luka terbuka pada bahu kiri dan tidak bisa digerakkan. Terdapat luka lecet di bagian lengan kiri bawah. Pasien terjatuh dengan posisi miring ke arah kiri. Nyeri dan adanya luka terbuka disebabkan karena adanya reaksi inflamasi akibat adanya trauma di daerah bahu kiri. Lengan kiri pasien tidak dapat digerakkan karena terbatasnya ruang gerak akibat nyeri yang timbul diakibatkan oleh trauma dapat terjadi kemungkinan adanya fraktur di bagian bahu kiri. Kemungkinan adanya fraktur di daerah bahu kiri karena posisi jatuh miring kekiri dan menopang berat badan pasien, sehingga pada bagian tersebut terdapat beban yang lebih berat. Pada saat jatuh pasien masih sadar, tampak kesakitan dan masih ingat saat kejadian. Kepala pasien tidak terbentur, tidak mual, tidak muntah, tidak pusing. Terdapat perdarahan di daerah bahu kiri, dilakukan penjahitan di IGD untuk menghentikan perdarahan. Hal ini ditanyakan untuk dapat menyingkirkan adanya gangguan neurologis yang dialami pasien post jatuh.

III.2. O (Objective)Pasien Sdr. E merupakan pasien post trauma, maka saat pasien pertama kali datang ke IGD yang dinilai adalah Airway, Breathing dan Circulation. Pada Airway Sdr. S dianggap clear karena dapat berbicara dengan baik. Breathing dianggap clear karena didapatkan RR : 20 x/menit (dalam batas normal) dan tidak terdapat tanda-tanda gangguan pernapasan. Circulation juga dianggap clear, berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, warna kulit tidak pucat, nadi 80 kali/menit (reguler, kuat angkat), tekanan darah 120/80 mmHg. Setelah airway, breathing, dan circulation dipastikan clear, maka pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan lebih lanjut.

Status Lokalis :Regio clavicula sinistra Look : edema (+), deformitas (+), VL di 1/3 medial Adanya edema dan deformitas menimbulkan adanya kecurigaan adanya fraktur pada daerah bahu kiri. VL pada daerah bahu kiri menunjukkan telah terjadinya cedera atau trauma pada daerah tersebut. Feel : teraba hangat, nyeri tekan (+), nadi dan suhu distal (dbn)Nyeri tekan dan rasa hangat pada daerah luka yang dirasakan oleh pasien merupakan suatu respon tubuh yang terjadi pada keadaan pasca trauma, sehingga jaringan tubuh mengalami inflamasi dan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang menimbulkan gejala berupa nyei tekan dan rasa hangat pada daerah luka. Movement : nyeri gerak aktif dan pasif (+), function laesa (+)Pada penialaian kemampuan pergerakan yang dilakukan kepada Sdr. E didapatkan bahwa pasien tidak dapat menggerakan tangan kirinya dan terdapat rasa nyeri pada saat pergerakan baik aktif maupun pasif, hal tersebut mendukung kecurigaan bahwa telah terjadi fraktur pada Sdr. E.Dari pemeriksaan fisik kita mencurigai bahwa pasien mengalami fraktur pada bahu kiri, namun untuk memastikan jenis fraktur serta tulang mana yang terkena, perlu dilakukan pemeriksaan rontgen. Selain itu rontgen juga diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang akan dilakukan dan evaluasi penatalaksanaan selanjutnya. Setelah dilakukan pemeriksaan Rontgen didapatkan kesan bahwa pasien mengalami fraktur os clavicula sinistra 1/3 medial, complete, tertutup non komplikata.

III.3. A (Assesment)Fraktur os clavicula sinistra 1/3 medial,transversal, complete, tertutup non komplikata.

III.4. P (Planning)Farmakologi Infus RL 20 tpmRinger Laktat merupakan salah satu cairan kristaloid yang bersifat isotonik yaitu cairan yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum tubuh. Komposisi RL terdiri dari Na+ (130 mEq/L), Cl- (109 mEq/L), Ca2+ (3 mEq/L), dan laktat (28 mEq/L). osmolaritasnya sebesar 273 mOsm/L. Sediaannya adalah 500 ml dan 1000 ml. Inj Ketorolac 2x30 mgKetorolak adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid (NSAID), yang biasa digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Indikasi penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari. Obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG2 terganggu. Ketorolak merupakan penghambat siklooksigenase yang non selektif. Selain menghambat sintese prostaglandin, juga menghambat tromboksan A2. Inj Ranitidin 2x1 ampRanitidin merupakan antagonis histamin reseptor H2 (antagonis H2) menghambat kerja histamin pada semua reseptor H2 yang penggunaan klinisnya ialah menghambat sekresi asam lambung, dengan menghambat secara kompetitif ikatan histamin dengan reeseptor H2, zat ini mengurangi konsentrasi cAMP intraseluler sehingga sekresi asam lambung juga dihambat. Inj Cefotaksim 2x1 grCefotaxime adalah antibiotik spektrum luas golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai efek bakterisidal dengan cara menghambat sintesis mukopeptida dinding sel bakteri. Cefotaxime merupakan pilihan lini pertama terhadap bakteri yang resisten terhadap penisilin karena cefotaxime stabil terhadap hidrolisis beta-laktamase. Non farmakologi Pemasangan spalk/bidaiPembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi) bagian tubuh yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang. Di pasang dengan cara melewati dua sendi yaitu sendi siku dan sendi pergelangan tangan.

DAFTAR PUSTAKA

Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331 Buranda Theopilus et. al. 2011. Osteologi dalam : Diktat Anatomi Biomedik I. Penerbit Bagian Anatomi FK Unhas. Makassar. 2011. Hal 4-7 De Jong, Wim dan Sjamsyuhidayat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCHelmi ZN. 2011. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. p 411-55 Nayagam S. 2010. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. London: Hodder Education. p687-732 Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi Ketiga. Jakarta: Yasif Watampone