makalah kasus sgd 1 fraktur tulang
TRANSCRIPT
MAKALAH KASUS SGD 1
FRAKTUR TULANG
(Untuk memenuhi tugas mata kuliah Musculoskeletal System)
Disusun oleh:
Kelompok 5
Tsaalits Muharroroh (220110100016)
Novi Lisnawati (220110100018)
Rini Meilani (220110100019)
Dea Arista (220110100047)
Sisca Damayanti (220110100064)
Yufi Luthfia Rahmy (220110100070)
Kamila Aziza Rabiula (220110100088)
Efa Fatmawati (220110100129)
Tri Nur Jayanti (220110100131)
Afriyani Elizabeth S. (220110100132)
Nabilah (220110100138)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Makalah ini membahas tentang fraktur tulang yang terjadi pada usia dewasa karena
trauma kecelakaan lalu lintas.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat teratasi
berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Urip Rahayu selaku dosen koordinator mata kuliah Musculoskeletal
System.
2. Ibu Mira dan Ibu Endang selaku dosen tutorial Kelompok 5.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Amin.
Jatinangor, November 2011
Penulis
KASUS
Tn.A umur 31 tahun dirawat di ruang bedah ortopedi karena mengalami kecelakaan
tabrakan motor. Saat pengkajian, Tn.A mengalami nyeri pada paha yang terpasang skeletal
traksi (3kg) dan nyeri pada bagian kulitnya. Pada saat diukur, ekstremitas bawah kanan lebih
panjang 10 cm dibandingkan ekstremitas bagian kiri. Pada tulang tibia telah dipasang pen 3
hari POD. Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat benda tajam. Nyeri bertambah bila sedang
dilakukan perawatan luka. Skala nyeri 6 pada rentang 1-10. Nyeri berkurang bila
diistirahatkan. Berdasarkan pengkajian fisik RR= 18x/menit, nadi78x/menit, TD=110/70,
CRT=3 detik. Data Lab Hb=10,6, hematokrit=37%, leukosit=21.200 ,trombosit=171.000,
MCV=87,9, MCH=29,8, MCHC=33,9, kreatinin= 0,76, Na=138, Kalium=4,0 dan ALT =15.
Pasien mendapatkan terapi cevazolin 2x1, ketorolac 2x1, tramadol 2x1, Gentamicin 2x1 ,
Ranitidine 2x1.
STEP 1
1. Skeletal traksi ?
2. POD ?
3. ALT ?
4. MCV, MCH, MCHC ?
5. Pen ?
6. Cevazolin ?
7. Cetorolac, Tramadol, Gentamisin, Ranitidine ?
STEP 2
1. Apa penyebab ekstremitas kanan lebih panjang daripada yang kiri ?
2. Apa tujuan dipasang skeletal traksi ?
3. Nyeri dirasakan saat perawatan luka.Intervensi untuk mengurangi nyerinya ?
4. Diagnosa medisnya ?
5. Kenapa saat beristirahat nyerinya berkurang ?
6. Indikasi, cara kerja pemasangan skeletal traksi ?
7. Pengaruh penyakit ke sistem lain ?
8. Jenis-jenis skeletal traksi (berdasarkan berat beban) dan untuk digunakan pada fraktur
yang seperti apa saja ?
9. MCH, MCHC, MCV menunjukkan apa? Normalnya berapa?
10. Indikasi, cara kerja, efek samping obat-obat yang diberikan ?
11. Pemeriksaan penunjang lainnya ?
12. Komplikasi jika tidak dilakukan intervensi secepat mungkin ?
13. Penatalaksanaan farmako dan non farmako ?
14. Intervensi keperawatan untuk mencegah kekakuan pada otot ?
15. Pemasangan skeletal traksi berapa lama ?
16. Data Lab dan data penunjang masih normal apa gak ? kalau gak normal kenapa ?
normalnya berapa?
17. Prognosis dari diagnosa ?
18. Jenis-jenis pen, manfaatnya dan efek sampingnya ?
19. Pen nya dicabut apa tidak, berapa lama dipasang pennya ?
20. Perawatan lukanya seperti biasa atau tidak ?
21. Proses penyembuhan membutuhkan waktu berapa lama ?
22. Nutrisi yang dibutuhkan klien ?
23. Apakah dalam masa penyembuhan berpengaruh terhadap umur dan jenis kelamin ?
24. Penkes ?
25. Bio-Psiko-Sosio ?
26. Jenis-jenis fraktur ?
STEP 3
23.Faktor usia mempengaruhi, semakin tua maka proses penyembuhan luka semakin
lama.
1. Ekstremitas kanan lebih panjang karena bagian kaki kiri mengalami fraktur,jadi terlihat
lebih pendek.
11.Pemeriksaan penunjang ada yang invasive dan non vasif. Invasif = bone scan, non
vasif = rontgen, MRI, X-Ray
22.Nutrisi yang dibutuhkan adalah kalsium untuk membentuk mineral tulang dan vitamin
D untuk membantu dan mempercepat penyerapan kalsium.
3. Menghilangkan nyeri yaitu: distraksi, relaksasi, imageri guide. Kalau nyeri sangat sakit
sekali, dapat berkolaborasi untuk memberikan analgetik.
5. Fraktur apabila digerakkan akan memberikan gesekan pada area jaringan lunak
disekitar fraktur sehingga timbulah rasa nyeri. Selain itu nyeri juga dapat dikarenakan
respon dari inflamasi yang dialami oleh tulang fraktur.
12.Komplikasinya adalah nyeri yang bertambah, tulangnya berubah (idak normal lagi),
dan lebih parah lagi dapat diamputasi.
25.Bio: kaki nyeri akibatnya terganggu aktivitas
Psiko: karena nyeri sehingga pasien mudah marah dan emosi labil
Sosial: saat berinteraksi dengan orang lain terlihat beda
Spiritual: aktivitas ibadah terganggu
26.Fraktur terbuka = tulangnya menonjol keluar
Fraktur tertutup = kulit tidak robek tapi tulang didalamnya telah mengalami fraktur
14. Jika luka masih sakit tidak boleh dilakukan ROM dan menghindari gerakan di area
fraktur
STEP 4
Mind Map
Definisi Proses penyembuhan faktur
Etiologi Faktor yang mempengaruhi
Klasifikasi Penanganan sesuai klasifikasi fraktur
Manifestasi Klinis Pemeriksaan Fisik
Komplikasi Komplikasi fraktur
Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan
STEP 5
Learning Objective
Step 1
1. Skeletal traksi ?
2. ALT ?
3. MCV, MCH, MCHC ?
4. Pen ?
5. Cevazolin ?
6. Cetorolac, Tramadol, Gentamisin, Ranitidine ?
Fraktur Tulang
Konsep Klinis
Anatomi Fisiologi Otot dan Tulang
Tambahan
Asuhan Keperawatan
Step 2
2, 3, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 15, 16, 17, 18, 19
Tambahan
1. Bagaimana proses penyembuhan pada sistem musculoskeletal + faktor yang
mempengaruhi ?
2. Penanganan sesuai klasifikasi fraktur ?
3. Pemeriksaan Fisik ?
4. komplikasi fraktur ?
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM MUSCULOSKELETAL
Muskuloskeletal terdiri atas :
1. Musu ler/Otot : Otot, tendon, dan ligament
2. Sk eletal/Rangka: Tulang dan sendi
MUSKULER/OTOT
1. Otot
Sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.Terdapat lebih dari 600
buah otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot-otottersebut dilekatkan pada tulang-
tulang kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagiankecil ada yang melekat di bawah
permukaan kulit.
Fungsi sistem muskuler/otot:
1. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebut melekat
dan bergerak dalam bagian organ internal tubuh.
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap
gaya gravitasi.
3. Produksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panas untuk
mepertahankan suhu tubuh normal.
Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
1. Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak
melibatkan pemendekan otot.
2. Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh
impuls saraf.
3. Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi
panjang otot saat rileks.
4. Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksi atau
meregang.
Jenis-jenis otot
a. Otot rangka, merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka.
Serabut otot sangat panjang, sampai 30 cm, berbentuk silindris dengan lebar
berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.
Setiap serabut memiliki banyak inti yang tersusun di bagian perifer.
Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka
Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-serabut
berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot.
Setiap serabut otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyai banyak
nukleus ditepinya.
Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh dengan bermacam-
macam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjang disebut dengan
myofibril.
Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-beda
ukurannya :
yang kasar terdiri dari protein myosin.
yanghalus terdiri dari protein aktin/actin.
b. Otot Polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, sertapada
dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,urinarius,
dan sistem sirkulasi darah.
Serabut otot berbentuk spindel dengan nukleus sentra. Serabut ini berukuran
kecil, berkisar antara 20 mikron (melapisi pembuluh darah) sampai 0,5 mm
pada uterus wanita hamil.
Kontraksinya kuat dan lamban.
Struktur Mikroskopis Otot Polos
Sarcoplasmanya terdiri dari myofibril yang disusun oleh myofilamen-
myofilamen.
Jenis otot polos
Ada dua kategori otot polos berdasarkan cara serabut otot distimulasi untuk
berkontraksi:
1. Otot polos unit ganda ditemukan pada dinding pembuluh darah besar,
pada jalan udara besar traktus respiratorik, pada otot mata
yangmemfokuskan lensa dan menyesuaikan ukuran pupil dan pada otot
erektorpili rambut.
2. Otot polos unit tunggal (viseral) ditemukan tersusun dalam lapisan
dinding organ berongga atau visera. Semua serabut dalam lapisan
mampuberkontraksi sebagai satu unit tunggal. Otot ini dapat bereksitasi
sendiriatau miogenik dan tidak memerlukan stimulasi saraf eksternal
untuk hasildari aktivitas listrik spontan.
c. Otot Jantung
Merupakan otot lurik.Disebut juga otot seran lintang involunter
Otot ini hanya terdapat pada jantung
Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
Struktur Mikroskopis Otot Jantung : Mirip dengan otot skelet
Otot Rangka Otot Polos Otot Jantung
Kerja Otot
Fleksor (bengkok) >< Ekstentor (meluruskan)
Supinasi(menengadah) >< Pronasi (tertelungkup)
Defresor(menurunkan) >< Lepator (menaikkan)
Sinergis (searah) >< Antagonis (berlawanan)
Dilatator(melebarkan) >< Konstriktor (menyempitkan)
Adduktor(dekat) >< Abduktor (jauh)
2. Tendon
Tendon adalah tali atau urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yangterbuat dari
fibrous protein (kolagen). Tendon berfungsi melekatkan tulang denganotot atau otot
dengan otot.
3. Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakanjaringan elastis
penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkustulang dengan tulang yang
diikat oleh sendi.
Beberapa tipe ligamen :
1. Ligamen Tipis
Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateral yang
ada di siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan
2. Ligamen jaringan elastik kuning.
Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus dan
memperkuat sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.
SKELETAL
1. Tulang/ Rangka
Skeletal disebut juga sistem rangka, yang tersusun atas tulang-tulang. Tubuh kita
memiliki 206 tulang yang membentuk rangka. Bagian terpenting adalah tulangbelakang.
Fungsi Sistem Skeletal :
1. Memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis
2. Membentuk kerangka yang yang berfungsi untuk menyangga tubuh dan otot-otot
tubuh yang melekat pada tulang
3. Melindungi sum-sum tulang merah yang merupakan salah satu jaringan pembentuk
darah.
4. Merupakan tempat penyimpanan bagimineral seperti calcium daridalam darah.
Pertumbuhan Tulang
Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan seimbang hanya
sampai usia 35 tahun. Berikutnya mengalami percepatan reabsorpsi sehingga terjadi
penurunan massa tulang sehingga pada usila menjadi rentan terhadap injury. Pertumbuhan
dipengaruhi hormon & mineral.
Penyusun Tulang
Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan osteoklast
serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik terutama kalsium dan
fosfor.
Struktur Tulang
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa (jaringan
berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat). Permukaan luar tulang
dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi
rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang merupakan pusat
osifikasi. Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung
osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum
merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dan berperan dalam
memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusak.
Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit
rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan Calsium Carbonat)
sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak
mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak
memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur.
Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang kaki dan tulang tangan.
Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon (busa). Rongga
tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang
spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
Secara Mikroskopis tulang terdiri dari:
1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran limfe).
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan–lempengan yang
mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai ke
osteon).
Bagian – bagian tulang pipa :
1. Epifise : bagian ujung tulang yang terdiri dari tulang rawan
2.Diafise : bagian tengah yang memanjang dan di pusatnya terdapat rongga berisi
sumsum tulang
3. Cakraepifise : bagian sempit diantara epifise dan diafise
Bentuk Tulang
Skelet disusun oleh tulang-tulang yang berjumlah 206 buah. Berdasarkan bentuknya,
tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :
1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contohnya os
humerus dan os femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa carpi.
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os scapula
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.
5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla.
Tulang Rawan (Kartilago)
Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yg disebut kondrosit.
Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dgn substansi dasar seperti
gel (berupa proteoglikans) yg basofilik. Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh
menjadi tulang (keras).
Jenis Tulang Rawan
1. Hialin Cartilago : matriks mengandung seran kolagen; jenis yg paling banyak
dijumpai.
2. .Elastic Cartilago : serupa dg tl rawan hialin tetapi lebih banyak serat elastin yang
mengumpul pada dinding lacuna yang mengelilingi kondrosit
3. Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur menyatu
dengan tulang rawan hialin atau jaringan ikat fibrosa yang berdekatan.
Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya
1. Tulang Kompak
a. Padat, halus dan homogeny
b. Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone
marrow”.
c.Tersusun atas unit : Osteon Haversian System
d. Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempatpembuluh darah
dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik
e. Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut
eriosteur, membran ini mengandung:
Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang
Osteoblas
2. Tulang Spongiosa
a. Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.
b. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.
c. Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh
darah yang memberi nutrisi pada tulang.
d. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang
lengan dan paha.
Pembagian Sistem Skeletal
1.Axial / rangka aksial, terdiri dari :
- tengkorak kepala / cranium dan tulang-tulang muka
- columna vertebralis / batang tulang belakang
- costae / tulang-tulang rusuk
- ternum / tulang dada
2.Appendicular / rangka tambahan, terdiri dari :
- tulang extremitas superior
a. korset pectoralis, terdiri dari scapula (tulang berbentuk segitiga) dan
clavicula (tulang berbentuk lengkung).
b. lengan atas, mulai dari bahu sampai ke siku.
c. lengan bawah, mulai dari siku sampai pergelangan tangan.
d. tangan
- extremitas inferior: korset pelvis, paha, tungkai bawah, kaki.
A. TULANG TENGKORAK
a. Tulang tempurung kepala (os cranium)
Tulang dahi (os frontale)
Tulang kepala belakang (os occipitale)
tulang ubun-ubun (os parietale)
Tulang tapis (os ethmoidale)
Tulang baji (os sphenoidale)
Tulang pelipis (os temporale)
b. tulang muka (os splanchocranium)
Tulang hidung (os nasale)
Tulang langit-langit (os pallatum)
Tulang air mata (os lacrimale)
tulang rahang atas (os maxilla)
Tulang rahang bawah (os mandibula)
Tulang pipi (os zygomaticum)
Tulang lidah (os hyoideum)
Tulang pisau luku (os vomer)
tulang wajah
B. LOW BACK REGION
1. Struktur
Ruas tulang punggung dikelompokkan menjadi:
1. Cervical/leher 7 ruas
2. Thoracalis/punggung 12 ruas
3. Lumbalis/pinggang 5 ruas
4. Sakralis/kelangkang 5 ruas
5. Koksigeus/ekor 4 ruas
2. Fungsi
Low back region berfungsi untuk menegakkan/menopang postur strukturtulang
belakang manusia. Postur tegak juga meningkatkan gaya mekanik strukturtulang
belakang lumbrosakral.
Antar tulang belakang diikat oleh intervertebal, serta oleh ligamen dan
otot.Ikatan antar tulang yang lunak membuat tulang punggung menjadi fleksibel.
Sebuahunit fungsi dari dua bentuk tulang yang berdekatan diperlihatkan dari gambar
diatas ini.
3. Komponen punggung
Otot punggung
Ditunjang oleh punggung, perut, pinggang dan tungkai yang kuat danfleksibel. Semua
otot ini berfungsi untuk menahan agar tulang belakang dandiskus tetap dalam posisi
normal.
Disk us
Merupakan bantalan tulan rawan yang berfungsi sebagai penahan goncangan.Terdapat
diantara vertebrae sehingga memungkinkan sendi-sendi untukbergerak secara halus.
Tiap diskus mengandung cairan yang mengalir kedalam dan keluar diskus. Cairan ini
berfungsi sebagai pelumas sehinggamemungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus
bersifat elastis, mudahkembali ke bentuk semula jika tertekan diantara kedua vertebra.
a. Otot-otot punggung
- Spinaerektor terdiri dari massa serat otot, berasal dari belakang sakrum dan bagian
perbatasan dari tulang inominate dan melekat ke belakang kolumnavertebra atas,
dengan serat yang selanjutnya timbul dari vertebra dan sampaike tulang oksipital
dari tengkorak. Otot tersebut mempertahankan posisitegak tubuh dan memudahkan
tubuh untuk mencapai posisinya kembaliketika dalam keadaan fleksi.
- Lastimus dorsi adalah otot datar yang meluas pada belakang punggung. Aksi utama
dari otot tersebut adalah menarik lengan ke bawah terhadapposisi bertahan,
gerakan rotasi lengan ke arah dalam, dan menarik tubuhmenjauhi lengan pada saat
mendaki. Pada pernapasan yang kuat menekanbagian posterior dari abdomen.
b. Otot-otot tungkai
Gluteus maksimus, gluteus medius, dan gluteus minimus adalah otot-ototdari
bokong. Otot-otot tersebut semua timbul dari permukaan sebelah luar ilium,sebagian
gluteus maksimus timbul dari sebelah belakang sacrum. Aksi utamaotot-otot tersebut
adalah mempertahankan posisi gerak tubuh, memperpanjangpersendian panggul pada
saat berlari, mendaki, dan saat menaiki tangga, dalammengangkat tubuh dari posisi
duduk atau membungkuk, gerakan abduksi danrotasi lateral dari paha.
C. INTERVERTEBRAL DISC
Pada makhluk hidup vertebrata (memiliki ruas tulang belakang) terdapat
sebuah struktur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra (vertebral
body). Pada setiap dua ruas vertebra terdapat sebuah bantalan tulang rawan berbentuk
cakram yang disebut dengan Intervertebral Disc. Pada tubuh manusiaterdapat 24
buah Intervertebral disc. Tulang rawan ini berfungsi sebagai penyangga agar vertebra
tetap berada pada posisinya dan juga memberi fleksibilitas pada ruastulang belakang
ketika terjadi pergerakan atau perubahan posisi pada tubuh.
Susunan tulang rawan ini terbagi menjadi 3 bagian:
1. Nucleus pulposus, memiliki kandungan yang terdiri dari 14%P rote ogly c an, 77%
Air, dan 4%Col l agen.
2. Annulus fibrosus, mengandung 5%Proteoglycan, 70% Air, dan 15%Col l agen.
3. Cartilage endplate, terdiri dari 8%P rot eogl y c an, 55% Air, dan 25%Col l agen
D. NECK
Tulang leher terdiri dari tujuh ruas, mempunyai badan ruas kecil dan lubang
ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat lajunya saraf yang
disebutforamen tranvertalis. Ruas pertama vertebra serfikalis disebut atlas
yangmemungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontois
(aksis)yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan ke kanan. Ruas ketujuh
mempunyaitaju yang disebut prosesus prominan. Taju ruasnya agak panjang.
Tulang-tulang yang terdapat pada leher:
a.Os. Hyoideum adalah sebuah tulang uang berbentuk U dan terletak di atas cartylago
thyroidea setinggi vertebra cervicalis III.
b. Cartygo thyroidea
c.Prominentia laryngea, dibentuk oleh lembaran-lembaran cartylago thyroidea yang
bertemu di bidang median. Prominentia laryngea dapat diraba danseringkali terlihat.
d.Cornu superius, merupakan tulang rawan yang dapat diraba bilamana tanduk disis yang
lain difiksasi.
e.Cartilagocricoidea, sebuah tulang rawan larynx yang lain, dapat diraba di bawah
prominentia laryngea
f.Cartilagines tracheales, teraba dibagian inferior leher.
g.Cincin-cincin tulang rawan kedua sampai keempat tidak teraba karena tertutupoleh
isthmus yang menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister glandulaethyroideae.
h.Cartilage trachealis I, terletak tepat superior terhadap isthmu
Otot Leher
Otot bagian leher dibagi menjadi tiga bagian:
a.Muskulus platisma yang terdapat di bawah kulit dan wajah. Otot ini menuju ketulang
selangka dan iga kedua. Fungsinya menarik sudut-sudut mulut ke bawahdan melebarkan
mulut seperti sewaktu mengekspresikan perasaan sedih dantakut, juga untuk menarik
kulit leher ke atas.
b. Muskulus sternokleidomastoideus terdapat pada permukaan lateralproc.mastoidebus
ossis temporalis dan setengah lateral linea nuchalis superior.Fungsinya memiringkan
kepala ke satu sisi, misalnya ke lateral (samping), fleksidan rotasi leher, sehingga wajah
menghadap ke atas pada sisi yang lain; kontraksikedua sisi menyebabkan fleksi leher.
Otot ini bekerja saat kepala akan ditarik kesamping. Akan tetapi, jika otot muskulus
platisma dan sternokleidomastoideussama-sama bekerja maka reaksinya adalah wajah
akan menengadah.
c.Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis.Fungsinya
adalah laterofleksi dan eksorositas kepala dan leher ke sisi yang sama.Ketiga otot
tersebut terdapat di belakang leher yang terbentang dari belakangkepala ke prosesus
spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala belakangdan menggelengkan kepala.
E. ELBOW
Siku adalah suatu titik yang sangat komplek di mana terdapat tiga tulang yaituhumerus,
radius dan ulna. Ketiga tulang tersebut bekerja secara bersama-sama dalamsuatu gerakan
flexi, extensi dan rotasi.
F. SHOULDER (BAHU)
1. Tulang Bahu
Tulang-tulang pada bahu terdiri dari:
- Clavicula (tulang selangka), merupakan tulang berbentuk lengkung yang
menghubungkan lengan atas dengan batang tubuh. Ujung medial (ke arahtengah)
clavicula berartikulasi dengan tulang dada yang dihubungkan olehsendisternoclavicular,
sedangkan ujung lateral-nya (ke arah samping)berartikulasi dengan scapula yang
dihubungkan oleh sendiac romi oc l av ic ul ar.Sendiste rnoc lav ic ular merupakan satu-
satunya penghubung antara tulangextremitas bagian atas dengan tubuh.
- Sca pula (tulang belikat), merupakan tulang yang berbentuk segitiga. Tulang ini
berartikulasi dengan clavicula dan tulang lengan atas. Ke arah lateralscapula
melanjutkan diri sebagaiac romioc lav ic ular yang menghubungkanscapula dengan
clavicula.
- Sendi glenohumeral, merupakan penghubung antara tulang lengan atas dengan scapula
2. Otot Bahu
Otot bahu hanya meliputi sebuah sendi saja dan membungkus tulang pangkal lengan dan
scapula.
1. Muskulus deltoid (otot segi tiga), otot ini membentuk lengkung bahu dan berpangkal
di bagian lateral clavicula (ujung bahu), scapula, dan tulang pangkal lengan. Fungsi
dari otot ini adalah mengangkat lengan sampai mendatar.
2. Muskulus subkapularis (otot depan scapula). Otot ini dimulai dari bagian depan
scapula, menuju tulang pangkal lengan. Fungsi dari otot ini adalah menengahkan dan
memutar humerus (tulang lengan atas) ke dalam.
3. Muskulus supraspinatus (otot atas scapula). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah atas
menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsi otot ini adalah untuk mengangkat lengan.
4. Muskulus infraspinatus (otot bawahscapula). Otot ini berpangkal di lekuk sebelah
bawah scapula dan menuju ke tulang pangkal lengan. Fungsinya memutar lengan
keluar.
5. Muskulus teres mayor (otot lengan bulat besar). Otot ini berpangkal di siku bawah
scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya bisa memutar lengan ke dalam.
6. Muskulus teres minor (otot lengan bulat kecil). Otot ini berpangkal di siku sebelah
luar scapula dan menuju tulang pangkal lengan. Fungsinya memutarlengan ke luar
2.2 Sendi
Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan untuk
memudahkan terjadinya gerakan.
Jenis Sendi
Berdasarkan pergerakannya sendi dibagi menjadi :
1. Synarthroses
Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak dapat bergeak sama
sekali. Sendi ini dijumpai pada tulang tengkorak dimana lempeng-lempeng tulang
tengkorak disambungkan oleh elemen fibrosa.
2. AmphiarthrosesSendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Jaringan berupa diskus
fibrocartilage yang lebar dan pipih menghubungkan antara dua tulang. Umumnya bagian
tulang yang berada pada sisi persendian dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur
keseluruhan berada dalam kapsul. Beberapa contoh sendi ini adalah: sendi vertebra, dan
simfisis pubis.
3. DiarthrosesSendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi-sendi
ekstremitas. Dijumpai adanya celah sendi, rawan sendi yang licin dan membran sinovium
serta kapsul sendi.
Sedangkan berdasarkan strukturnya sendi dibagi menjadi :
1. Sendi Fibrosa
Sendi fibrosa dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa; (1)
Sutura diantara tulang tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu
membran interoseus atau suatu ligamen di antara tulang. Sendi ini mempunyai pergerakan
yang terbatas.
2. Sendi Kartilago/tulang rawan
Ruang antar sendinya diisi oleh tulang rawan dan disokong oleh ligamen dan hanya dapat
sedikit bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa yaitu sinkondrosis adalah sendi sendi
yang seluruh persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Sendi sendi kostokondral adalah
contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang tulang tulangnya memiliki suatu
hubungan fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti
permukaan sendi. Contoh sendi kartilago adalah simfisis pubis dan sendi sendi pada tulang
punggung.
3. Sendi Sinovial/sinovial joint
Sendi ini dilengkapi oleh kartilago yang melicinkan permukaan sendi, kapsul sendi
(kantung sendi), membran sinovial (bagian dalam kapsul), cairan sinovial yang berfungsi
sebagai pelumas dan ligamen yang berfungsi memperkuat kapsul sendi. Cairan sinovial
normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah
yang ditemukan pada tiap tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml).
B. DEFINISI
F r a k t u r a d a l a h p e m i s a h a n a t a u r o b e k a n p a d a k o n t i n u i t a s tulang
yang terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang
tidak mampu untuk menahannya. Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu
tulang atautulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 :144)
C. ETIOLOGI
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.
1. Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang
akan patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian
sering bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang
karena kekerasan tidak langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian
dengan tumit kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi
pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan
tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai
penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan
tulang lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang.
Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah
tulang akibat tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom,
karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi.
2. Peristiwa Patologis
a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas berulang –
ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat aktivitas yang
lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami perubahan struktural
akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan
beban secara tiba – tiba pada suatu daerah tulang maka akan terjadi retak
tulang.
b) Kelemahan Tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu
tulang akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada daerah
tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
D. KLASIFIKASI
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi Fraktur sebagaimana yang dikemukakan oleh
para ahli:
A. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
1) Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga
tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke
sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
2) Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis
patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai seluruh korteks (masih ada
korteks yang utuh).
B. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan
dunia luar, meliputi:
1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang
tidak keluar melewati kulit.
2) Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan
dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur
terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu:
a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit dan otot.
b) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
c) Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf,
otot dan kulit.
C. Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu:
1) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang ( retak dibawah lapisan
periosteum) / tidak mengenai seluruh kortek, sering terjadi pada anak-anak dengan
tulang lembek.
2) Transverse yaitu patah melintang ( yang sering terjadi ).
3) Longitudinal yaitu patah memanjang.
4) Oblique yaitu garis patah miring.
5) Spiral yaitu patah melingkar.
6) Communited yaitu patah menjadi beberapa fragmen kecil
D. Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan
fragmen yaitu:
1) Tidak ada dislokasi.
2) Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi:
a. Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut.
b. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
c. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
d. Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang menjauh dan
over lapp ( memendek ).
E. Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara:
a. Bersampingan
b. Angulasi
c. Rotasi
d. Distraksi
e. Over-riding
f. Impaksi
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
G. KOMPLIKASI
1. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik terjadi akibat perdarahan baik kehilangan dari eksterna maupun
interna dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak.
2. Fat Embolism Syndrom
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena
tekanan sumsung tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin
yang dilepaskan oleh reaksi stress pasienyang akan memobilitasi asam lemak dan
memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal, dan organ lain. Gambaran
klinisnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.
3. Compartmen Syndrom
Sindrom Kompartemen akibat fraktur dapat terjadi karena peningkatan tekanan
intrakompartemen yang berlebihan ddidalam kompartemen dan tidak diikuti oleh
pertambahan luas atau volume kompartemen itu sendiri. Peningkatan tekanan ini
disebabkan oleh cairan, dapat berupa darah atau edema. Dengan meningkatnya
tekanan intrakompartemen yang melampaui tekanan perfusi kapiler, akan
menyebabkan aliran darah yang seharusnya mensuplai oksigen dan nutrisi ke
jaringan menjadi tidak adekuat. Hal ini memicu terjadinya iskemia hjaringa, yang
menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen tersebut akan semakin
meningkat. Bila hal ini tidak diatasi, maka iskemia yang terjadi akan
menimbulakan kematian jaringan dan nekrosis, yang pada akhirnya dapat
mengancam nyawa.
4. Infeksi
Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:
a. Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan dengan lingkungan luar.
b. Fraktur yang disertai hematoma, dimana bakteri dibawa oleh aliran darah.
c. Infeksi pasca operasi.
5. Cedera Vaskuler
Cedera vaskuler dapat terjadi baik secara langsung oleh trauma bersamaan dengan
terjadinya fraktur, atau pun secara tidak langsung karena tertusuk fragmen tulang
atau tertekan edema sekitar fraktur. Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi
perdarahan terus-menerus, sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh
darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
6. Cedera Saraf Perifer
Cedera Saraf Perifer merupakan komplikasi dari fraktur. Saraf yang rentan
mengalami cedera adalah saraf yang letaknya di dekat tulang (fascia). Berdasarkan
struktur, fungsi, dan regenerasinya, cedera saraf dapat dibagi menjadi beberapa
golongan, yaitu:
a. Neuropaxia, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf namun tidak disertai
oleh kelainan struktur.
b. Axonotmesis, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf dan disertai oleh
cedera akson, namun struktur ini beserta selubung dan sel Schawann masih
utuh. Pada cedera ini, regenerasi aksonal dapat mengembalikan funsi yang
hilang.
c. Neurotmesis, yaitu cedera saraf yang lebih berat dari neuropraxia dan
axonometsis. Pada neurotmesis, terjadi kehilangan fungsi disertai cedera
aksonal, selubung myelin dan jaringan konektif sehingga penyembuhan
menghasilkan jaringan parut yang menghambat regenerasi akson.
Fraktur dapat menyebabkan cedera saraf perifer melalui beberapa mekanisme.
Yang pertama adalah trauma mekanik secara langsung, misalnya dengan
terpotongnya atau melalui penggunaan torniket. Mekanisme berikutnya adalah
melalui kompresi/ tekanan, yang pada fraktur dapat disebabkan oleh tulang atau
sindrom kompartemen.
7. Luka Akibat Tekanan (Dekubitus)
Luka ini dapat timbul pada fase imobilisasi yang menyebabkan pasien tidur dengan
posisi menetap dalam jangka waktu yang lama. Luka ini dapat juga terjadi karena
penekanan jaringna lunak tulang oleh gips.
8. Kekakuan Sendi
Dapat terjadi apabila sendi-sendi disekitar fraktur tidak atau kurang digerakkan
sehingga terjadi perubahan sinovial sendi, penyusutan kapsul, mextensibility otot,
pengendapan kalus dipermukaan sendi dan timbulnya jaringan fibrous pada
ligamen.
9. Malunion
Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Biasanya
disebabkan oleh penangan yang kurang adekuat.
10. Delayed Union
Proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal. Tidak ada batasan waktu yang jelas kapan suatu
penyembuhan fraktur dikatakan delayed union.
11. Non-union
Non-union adalah suatu kondisi dimana tidak terjadi penyatuan tulang yang
mengalami fraktur setelah beberapa waktu. Non-union dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti usia, nutrisi yang kurang adekuat, efek penggunaan steroid,
terapi radiasi, infeksi, suplai darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang
kurang benar. Non-union dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
a. Hypertropic non-union, dimana terbentuk kalus tulang namun tidak terbentuk
penulangan antara tulang yang fraktur.
b. Oligotropic non-union, dimana tidak terbentuk kalus tulang untuk penyatuan
namun keadaan lain seperti vaskular membaik.
c. Atropic non-union, dimana tidak terbentuk kalus tulang dan keadaan lain seperti
vaskular tidak membaik.
d. Gap non-union, dimana penyatuan tidak terjadi akibat terpotongnya pusat
penulangan (diafisis) pada saat fraktur.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, MRI
Dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram
Bila dicurigai ada kerusakan vaskuler
4. Pemeriksaan darah lengkap HT
Mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menrurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
5. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati
(Doenges, 1999 : 76 ).
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama, yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri.
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan
sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberi obat
penghilang rasa nyeri serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan
bidai/spalk, maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal fiksasi internal, sedang bidai
maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu.
Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula.
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan
kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hai ini diperlukan upaya mobilisasi.
Enam prinsip umum pengobatan fraktur:
Jangan membuat keadaan lebih jelas.
Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat.
Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus.
Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami.
Bersifat realistis dan praktis dalam memilih jenis pengobatan.
Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual.
Untuk frakturnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan posisi patahan tulang
ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan
fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan
sepenuhnya seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan bentuknya kembali seperti bentuk semula (remodeling/proses
swapugar). Kelayakan reposisi suatu dislokasi fragmen ditentukan oleh adanya dan
besarnya dislokasi ad aksim, ad peripheriam, dan kum kontraktione, yang berupa
rotasi, atau perpendekan.
Secara umum, angulasi dalam bidang gerak sendi sampai kurang lebih 20-30
derajat akan dapat mengalami swapugar, sedangkan angulasi yang tidak dalam bidang
gerak sendi tidak akan mengalaminya. Akan tetapi, rotasi antara 2 fragmen tidak
pernah terkoreksi sendiri oleh proses swapugar. Ada tidaknya rotasi fragmen tidak
dapat diketahui dari foto Rontgen, melainkan harus diketahui dari pemeriksaan klinis.
Cara yang termudah untuk memeriksa rotasi ini adalah dengan membandingkan rotasi
anggota yang patah dengan rotasi anggota yang sehat. Pemendekan anggota yang
patah disebabkan oleh tarikan tonus otot sehingga fragmen patahan tulang berada
sebelah menyebelah. Pemendekan anggota atas pada orang dewasa dan pemendekan
pada anggota atas maupun bawah pada anak, umumnya tidak menimbulkan masalah.
Macam-macam cara untuk penanganan fraktur :
1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi
Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang
minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan di
kemudian hari. Contoh cara ini adalah fraktur costa, fraktur clavicula pada
anak, dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.
2. Imobilisasi dengan fiksasi
Dapat pula dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah
pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada
fraktur radius distal.
4. Reposisi dengan traksi
Dilakukan secara terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa
minggu, dan kemudian diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan pada fraktur
yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips.
Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar
Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan
pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator ekstern.
6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada
tulang secara operatif.
Misalnya reposisi fraktur collum femur. Fragmen direposisi secara non-
operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan pen ke
dalam collum femur secara operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan
pemasangan fiksasi interna
Ini dilakukan misalnya, pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah.
Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang,
bisa juga berupa plat dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi
secara operatif adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi
interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera
bisa dilakukan mobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini
mengundang resiko infeksi tulang.
8. Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis
Dilakukan pada fraktur collum femur. Caput femur dibuang secara operatif
dan diganti dengan prostesis. Ini dilakukan pada orang tua yang patahan pada
collum femur tidak dapat menyambung kembali.
Pengelolaan fraktur terbuka perlu memperhatikan bahaya terjadinya infeksi,
baik infeksi umum (bakteremia) maupun infeksi terbatas pada tulang yang
bersangkutan (osteomyelitis). Untuk menghindarinya perlu ditekankan disini
pentingnya pencegahan infeksi sejak awal pasien masuk rumah sakit, yaitu perlu
dilakukannya debridement yang adekuat sampai ke jaringan yang vital dan bersih.
Diberikan pula antibiotik profilaksis selain imunisasi tetanus. Selain itu, lakukan
fiksasi yang kokoh pada fragmen fraktur. Dalam hal ini, fiksasi dengan fiksator
eksterna lebih baik daripada fiksasi interna.
Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah
Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan
utama untuk patah tulang pinggul.
Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah
tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena
itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.
Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai pembidaian, gips
atau traksi telah dilepaskan.
Pada patah tulang tertentu (terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan
total, penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih lama
lagi.
Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai den gan berat atau alat lain untuk menangani
kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Traksi adalah pemasangan gaya
tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spame otot, untuk
mereduksi, mensjajarkan, dan mengimubilisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas,
dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi
harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek
terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus
dihilangkan.
Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan
garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama
berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal
sebagai vektor gaya. Resultanta gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat di
antar kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan
sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah
rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan.
Jenis-jenis Traksi
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis luru dengan
bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis
merupakan contoh traksi lurus.
Traksi suspensi seimbang memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat
tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya
garis tarikan.
Traksi dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung ke skelet tubuh (traksi
skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi.
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang
sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasnagan gips, memberikan
perawatan kulit dibawa boot busa ekstensi Buck, atau saat menyesuaikan dan
mengatur alat traksi.
a. Traksi kulit
Traksi kulit menggunakan plaster lebar yang direkatkan pada kulit dan diperkuat
dengan perban elastis. Berat maksimum yang dapat diberikan adalah 5 kg yang
merupakan batas toleransi kulit.
Jenis-jenis traksi kulit.
Beberapa jenis traksi kulit, yaitu :
1) Traksi ekstensi dari Buck adalah traksi kulit dimana plaster melekat secara sederhana
dengan memakai katrol
2) Traksi dari Dunlop, dipergunakan pada fraktur suprakondiler humeri anak-anak
3) Traksi dari Gallow atau traksi dari Brayant, dipergunakan pada fraktur femur anak-
anak usia di bawah 2 tahun
4) Traksi dari Hamilton Russel, digunakan pada anak-anak usia lebih dari 2 tahun
Indikasi :
Indikasi penggunaan traksi kulit adalah :
Traksi kulit merupakan terapi pilihan pada fraktur femur dan beberapa fraktur
suprakondiler humeri anak-anak.
Pada reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.
Merupakan pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.
Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur
suprakondiler humeri pada anak-anak.
Untuk traksi pada spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari
panggul.
Untuk traksi pada kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus
pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.
Komplikasi :
Komplikasi yang dapat terjadi pada traksi kulit.
Penyakit trombo emboli.
Abersi, infeksi serta alergi pada kulit.
b) Traksi pada tulang
Traksi pada tulang biasanya menggunakan kawat Krischner (K-wire) atau batang
dari Steinmann lokasi-lokasi tertentu, yaitu :
Proksimal tibia.
Kondilus femur.
Olekranon.
Kalkaneus (jarang dilakukan karena komplikasinya).
Traksi pada tengkorak.
Trokanter mayor.
Bagian distal metakarpal.
Jenis-jenis traksi tulang
Traksi tulang dengan menggunakan kerangka dari Bohler Braun pada fraktur
orang dewasa
Thomas splint dengan pegangan lutut atau alat traksi dari Pearson
Traksi tulang pada olekranon, pada fraktur humerus
Traksi yang digunakan pada tulang tengkorak misalnya Gradner Well Skull
Calipers, Crutchfield cranial tong
Indikasi penggunaan traksi tulang :
Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak
dapat dilakukan.
Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya
dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.
Komplikasi traksi tulang :
Infeksi, misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan.
Kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan.
Luka akibat tekanan misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia.
Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin mengenai
saraf.
Prinsip Traksi Efektif
Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirakan adanya kontratraksi.
Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. (Hukum
Newton yang ketiga mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan
terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya berlawanan). Umumnya berat
badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontratraksi.
Kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktu efektif.
Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot
dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
Traksi skelet tidak boleh terputus.
Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.
Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta
tarikan harus dihilangkan.
Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi
dipasang.
Tali tidak boleh macet.
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau
lantai.
Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat
tidur.
Mekanisme Traksi
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga
tahanan yang dikenal sebagai kontratraksi, dorongan pada arah yang berlawanan,
diperlukan untuk keefektifan traksi, kontratraksi mencegah pasien dari jatuh dalam
arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan
semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja ada dua tipe dari mekanik untuk
traksi, dimana menggunakan kontratraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang
pertama dikenal dengan traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau
berlari. Di sini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dengan metode skeletal.
Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat
tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk
menyediakan kontratraksi (Taylor, 1987 Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond,
1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari hal ini. Yang kedua dinamakan traksi
fixed dan kontratraksi dimasukkan di antara 2 point cocok yang tidak membutuhkan
berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontratraksi. Splint Thomas
merupakan contoh dari sistem traksi ini (Taylor, 1987, Styrcula 1994a; Dave, 1995
and Osmond, 199).
Komponen mekanis dari sistem traksi, katrol (pulley), tahanan vector dan
friksi, terkait dengan beberapa faktor : cara dimana kontratraksi diaplikasikan dan
sudut, arah, serta jumlah tahanan traksi yang diaplikasikan (Taylor, 1987 : 3). Sudut
dan arah dorongan traksi bergantung pada posisi katrol dan jumlah efek katrol sama
dengan jumlah dorongan yang diaplikasikan. Etika dua katrol segaris pada berat traksi
yang sama maka disebut dengan ”Block and tackle effect” hampir menggandakan
jumlah dari tahanan dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan mengaplikasikan
tahanan traksi pada dua yang berbeda tetapi tidak berlawanan terhadap sisi tubuh
yang sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk dorongan traksi yang actual
(Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).
Friksi selalu ada dalam setiap sistem traksi. Friksi memberikan resistansi
terhadap dorongan traksi malah mengurangi tahanan traksi. Hal ini diperlukan untuk
meminimalisir kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan nantinya (Taylor, 1987
and Styrcula, 1994a).
Kita dapat menggunakan traksi : (1) untuk mendorong tulang fraktur ke dalam
tempat memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka
bersatu, atau (3) untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang
lain. Untuk mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus menemukan jalan
untuk mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan anam, untuk beberapa minggu
jika diperlukan. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke
kulit (traksi kulit; (2) dapat menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau
Kirschner wire melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk
mengikat pengikatnya, pin atau wire ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan
berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya, sehingga
kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari
tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi adalah memperbolehkan
pasien untuk melatih ototnya dan menggerakkan sendinya, jadi pastikan bahwa pasien
melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi
hal ini dapat dengan mudah diatur dengan asisten.
GIPS
Pemasangan GIPS (plaster of Paris)
Gips merupakan suatu bahan kimia yang pada saat ini tersedia dalam
lembaran dengan komposisi kimia (CaSO4)2 H2O + 3 H2O = 2
(SaSO42H2O) dan bersifat anhidrasi yang dapat mengikat air sehingga
membuat kalsium sulfat hidrat menjadi solid/keras. Pada saat ini sudah
tersedia gips yang sangat ringan.
Pemasangan gips merupakan salah satu pengobatan konservatif pilihan
(terutama pada fraktur) dan dapat dipergunakan di daerah terpencil dengan
hasil yang cukup baik bila cara pemasangan, indikasi, kontraindikasi serta
perawatan setelah pemasangan diketahui dengan baik.
Bentuk-bentuk Pemasangan GIPS
Beberapa bentuk pemasangan gips yang dapat dilakukan adalah :
1. Bentuk lembaran sehingga gips menutup separuh atau dua pertiga lingkaran
permukaan anggota gerak.
2. Gips lembaran yang dipasang pada kedua sisi antero-posterior anggota
gerak sehingga merupakan gips yang hampir melingkar.
3. Gip sirkuler yang dipasang lengkap meliputi seluruh anggota gerak.
4. Gips yang ditopang dengan besi atau karet dan dapat dipakai untuk
menumpu atauberjalan pada patahtulang anggota gerak bawah
Indikasi
Indikasi pemasangan gips adalah :
1. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
2. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri
misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi
seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
3. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-
anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
4. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes
ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena
berbagai sebab.
5. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
6. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu
setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
7. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah
operasi tendo Achilles.
8. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
2. Gips patah tidak bisa digunakan.
3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
4. Jangan merusak atau menekan gips.
5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.
6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
Kelebihan
Kelebihan pemakaian gips adalah :
1. Mudah didapatkan.
2. Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
3. Dapat diganti setiap saat.
4. Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.
5. Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau
perawatan luka selama imobiliasi.
6. Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut
tertentu.
7. Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat
dilakukan walaupun gips terpasang.
8. Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.
Kekurangan
Di samping kelebihannya, terdapat pula beberapa kekurangan
pemakaian gips yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan
pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.
2. Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan
mungkin dapat terjadi.
3. Disus osteoporosis dan atrofi.
4. Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
5. Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
Perawatan Gips
Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan gips adalah :
1. Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan
kerusakan gips.
2. Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow u yang teratur, tergantung
dari lokalisasi pemasangan.
3. Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus
diperbaiki.
Farmakologi
1. Cepazolin
Indikasi: infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif.
Infeksi saluran pernafasan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan jaringan lunak,
tulang dan sendi, septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau zat-
zat yang dihasilkan oleh bakteri tersebut), endokarditis (radang endokardium
jantung) dan infeksi lain. Pencegahan infeksi perioperasi.
Kontraindikasi: hipersensitivitas.
Perhatian: hipersensitivitas terhadap Penisilin, gangguan fungsi ginjal.
Efek samping: reaksi hipersensitivitas, diare, eosinofilia, kandidasis pada rongga
mulut dan alat kelamin.
Dosis
Pencegahan infeksi sebelum operasi: 1 gr secara intravena/intramuskular 0.5-1 jam
sebelum pembedahan dimulai
Untuk prosedur yang panjang /lama: 0.5 gr secara intravena/intramuskular selama
pembedahan.
Setelah operasi: 0.5-1 gr setiap 6-8 jam selama 24 jam
Infeksi: Dewasa 1 gr sehari, dapat ditingkatkan menjadi 3-5 gram. Anak-anak 20-
40 mg/kg BB/hari dalam 2-4 dosis terbagi, dapat ditingkatkan sampai 100 mg/kg
BB.
2. Tramadol
Komposisi:
Tiap tablet mengandung:
Tramadol HCl 50 mg
Indikasi:
Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.
Dosis umum:
Dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila
masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30-60 menit.
Dosis maksimum:
400 mg sehari. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan creatinine clearances <30 ml/menit:
50-100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Peringatan dan perhatian:
Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan, sehingga
dokter harus menentukan lama pengobatan.
Tramadol tidak boleh diberikan pada penderita ketergantungan obat.
Hati-hati penggunaan pada penderita trauma kepala, meningkatnya tekanan
intrakranial, gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi
bronkus, karena dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kejang atau syok.
Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau penggunaan
dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru.
Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan
resikonya baik terhadap janin maupun ibu.
Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol diekskresikan
melalui ASI.
Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi penderita, seperti kemampuan
mengemudikan kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.
Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir dengan
nalokson, sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian benzodiazepin.
Meskipun termasuk antagonis opiat, tramadol tidak dapat menekan gejala
withdrawal akibat pemberian morfin.
Efek samping:
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala, pruritus,
berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah. Dispepsia dan obstipasi.
Efek samping yang berupa ketergantungan sangat jarang terjadi.
Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap Tramadol atau Opiat dan penderita yang
mendapatkan pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol,
hipnotika, analgetik atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya.
3. Gentanycin
Indikasi:
Untuk pengobatan infeksi kulit primer maupun sekunder seperti impetigo kontagiosa,
ektima, furunkulosis. pioderma, psoriasis dan macam-macam dermatitis lainnya.
Kontra Indikasi:
Alergi terhadap gentamisina.
Komposisi:
Tiap gram salep mengandung gentamisina sulfatsetara dengan gentamisina 1 mg.
Peringatan dan Perhatian:
Penggunaan antibiotika topikal kadang-kadang menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak sensitif terhadap antibiotika, seperti jamur.
Bila hal ini terjadi atau terdapat iritasi, sesitisasi atau superinfeksi, pengobatan dengan
Gentamisina harus dihentikan dan harus diberi terapi pengganti yang tepat.
Gentamisina tidak untuk pengobatan mata.
Obat-obat bakterisid tidak efektif terhadap infeksi kulit yang disebabkan virus
dan jamur.
Karena keamanan pemakaian Gentamisina pada wanita hamil secara absolut
belum dipastikan, tidak boleh digunakan pada wanita hamil dalam jumlah yang
banyak atau periode waktu yang lama.
Efek Samping:
Iritasi ringan, eritema dan pruritus.
4. Ketorolak
Indikasi
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut
sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh
lebih dari lima hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera
setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan
terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan
sebagai obat prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan
penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek
menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.
Kontraindikasi
Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi dengan obat ini, karena ada
kemungkinan sensitivitas silang.
Pasien yang menunjukkan manifestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau
obat anti-inflamasi nonsteroid lain.
Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.
Penyakit serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.
Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.
Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau bronkospasme.
Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID lain.
Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain.
Gangguan ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L).
Riwayat asma.
Pasien pasca operasi dengan risiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis
inkomplit, pasien dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–
5.000 unit setiap 12 jam).
Terapi bersamaan dengan Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium.
Selama kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi.
Anak < 16 tahun.
Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-Johnson atau ruam vesikulobulosa.
Pemberian neuraksial (epidural atau intratekal).
Pemberian profilaksis sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-
benar dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.
Dosis
Dewasa
Ampul : Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10–30
mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah.
Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk orang dewasa dan 60 mg
untuk orang lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya
kurang dari 50 kg. Lamanya terapi tidak boleh lebih dari 2 hari. Pada seluruh
populasi, gunakan dosis efektif terendah dan sesingkat mungkin. Untuk pasien
yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total kombinasi tidak boleh lebih dari 90
mg (60 mg untuk pasien lanjut usia, gangguan ginjal dan pasien yang berat
badannya kurang dari 50 kg).
Efek samping
Tukak GI, pendarahan dan perfosami GI, pendahan paska operasi, gagal ginjal
akut, reaksi anafilaktoid, gagal hati.
5. Ranitidin
Indikasi
Pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif,
mengurangi gejala refluks eksofagitis. Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan
tukak duodenum dan lambung, sindrom Zollinger-Ellison.
Dosis
Intramuskular 50 mg tiap 6-8 jam (tanpa pengenceran), intravena bolus intermiten
50 mg (2 ml) tiap 6-8 jam (larut dalam larutan infus).
J. PROSES PENYEMBUHAN DAN REHABILITASI FRAKTUR
Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal. Menurut kumar (1997), prinsip dasar penanganan
fraktur adalah aposisi dan immobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik.
Pertimbangan-pertimbangan awal saat menangani kasus fraktur adalah
menyelamatkan jiwa penderita yang kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan
tubuh yang keluar dan kejadian shock, kemudian baru menormalkan kembali fungsi
jaringan yang mengalami kerusakan.
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang
mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai
terjadi konsolidasi.
Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik
sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu
faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dibagi dalam beberapa tahap sebagai
berikut :
1. Fase hematoma
Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat
penimbunan darah di sekitar fraktur. Pembuluh darah robek dan membentuk
hematoma disekitar daerah fraktur. Hematoma ini disertai dengan pembengkakan
jaringan lunak. Tempat cedera tersebut akan diinvasi oleh makrofag yang bertugas
membersihkan daerah tersebut. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi
tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.Pada
ujung tulang yang patah terjadi iskemia sampai beberapa milimeter dari garis
patahan yang mengakibatkan matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut. Jika
suplai darah ke pembuluh darah tidak adekuat tahap pertama dari pemulihan tulang
ini gagal dan proses penyembuhan tulang akan terhambat. Stadium ini berlangsung
24 – 48 jam.
2. Fase proliferative
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel-sel periosteal dan
endoosteal menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan
bone marrow yang telah mengalami trauma. Kemudian, hematoma akan terdesak
oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Sel-sel yang mengalami proliferasi
ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan di sanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel
sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan
endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari periosteum
dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu dalam satu preses
yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut
sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin
tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak
sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium. Fase
ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat
resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel–sel yang berkembang memiliki potensi
yang kondrogenik dan osteogenik mulai membentuk tulang dan juga kartilago.
Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast yang mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Sel-sel osteoblas
mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida,
yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang immature
atau young callus. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal makapada
akhir stadium akan terdapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus
dan diluar disebut external callus. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang )
menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh
aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan
pembentukan lamela-lamela. Pada setadium ini sebenarnya proses penyembuhan
sudah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus menjadi primary
callus. Fase ini terjadi sesudah empat minggu, namun pada umur-umur lebih
mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan
diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang
normal. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak
dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari
medula tulang. Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada
umumnya berlebihan, mengelilingi daerah fraktur di luar maupun di dalam kanal,
sehingga dapat membentuk kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan
tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang
sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang konstan
sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya.
Proses penyembuhan tulang
Bone Remodelling
Gangguan Penyembuhan Tulang
Berbagai faktor dapat menghambat, atau bahkan menghentikan penyembuhan tulang, yaitu :
1. Pergerakan
Pergerakan antara kedua ujung tulang, selain menimbulkan nyeri, juga berakibat
terjadinya kalus yang berlebihan dan menghalangi atau memperlambat proses
penyatuan jaringan. Apabila berlanjut, pergerakan ini akan menghalangi pembentukan
tulang dan diganti dengan jaringan ikat kolagen, sehingga akan terbentuk sendi palsu
pada tempat fraktur. Pergerakan yang lebih ringan akan menyebabkan pembentukan
kalus yang berlebihan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diresorpsi
dan menekan bangunan-bangunan disekitarnya.
2. Jaringan lunak yang ada di antara kedua ujung tulang
K. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama : Tn. A
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Suku/Bangsa : -
Tanggal masuk RS : -
Tanggal pengkajian : -
Diagnosa Medis : Fraktur Tertutup
B. Anamnesa
Keluhan utama
Tn. A mengeluh nyeri pada paha yang terpasang skeletal traksi (3 kg) dan
nyeri pada bagian tumit.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat diukur ekstremitas bawah kanan lebih panjang 10 cm dibandingkan
ekstremitas kiri. Pada tulang tibia telah dipasang pen 3 hari POD. Nyeri
dirasakan seperti disayat-sayat benda tajam. Nyeri bertambah saat dilakukan
perawatan luka. Skala nyeri 6 pada rentang 0-10. Nyeri berkurang bila
diistirahatkan.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada kasus tidak teridentifikasi
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada kasus tidak teridentifikasi
Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas klien Tn. A terganggu, karena nyeri dan gerak yang terbatas
(imobilisasi) akibat pemasangan skeletal traksi pada paha dan terpasang pen
pada semua bentuk aktivitas klien jadi berkurang dan klien lebih butuh banyak
bantuan dari orang lain.
Pola Nutrisi dan Metaboilsme
Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi yang melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, vitamin C, dan lainnya untuk membantu
proses pembentukan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien dapt
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium
dan protein. Kurangnya sinar matahari yang diperoleh tubuh meruapakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal erutama pada lansia. Selain itu,
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
Pola Tidur dan Istirahat
Pada kasus klien Tn. A tidak teridentifikasi pola tidur dan istirahat, namun dari
data subjektif dapat disimpulkan bahwa klien merasakan nyeri pada paha yang
terpasang skeletal traksi dan tumitnya, yang mana nyeri tersebut menyebabkan
ketidaknyamanan sehingga pola tidur dan istirahatnya terganggu. Dan
biasanya semua klien fraktur biasanya merasa geraknya terbatas sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan tidur kebutuhan klien. Selain itu pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
Pola Eliminasi
Untuk fraktur femur dan tibia, ada gangguan pada pola eliminasi dikarenakan
imobilisasi dan nyeri untuk bergerak, sehingga perlu dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feses pada pola eliminasi. Pada pola eliminasi
urin dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya.
Pada klien Tn. A pola eliminasi urin terdapat data laboratorium kreatinin =
0,76 (normal, karena nilai normalnya antara 0,6-1,2 mg/dl). Sementara pola
eliminasi bowel tidak teridentifikasi.
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada klien Tn. A tidak teridentifikasi mengenai pola persepsi dan pola konsep
dirinya. Namun biasanya dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbul
ketakutan akn kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal dan gangguan citra diri.
Pola Penanggulangan Stres
Pada klien fraktur muncul cemas akan dirinya yaitu timbul kecacatan pada diri
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak
efektif.
Pada klien Tn. A beliau memiliki kecemasan karena ditandai dengan nyeri
yang seperti disayat-sayat seperti benda tajam.
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Pola tata nilai dan keyakinan pada kasus Tn. A tidak teridentifikasi.
Klien dengan fraktur tidak bisa melaksanakan ibadah dengan baik, terutama
frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini disebabkan rasa nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada klien fraktur biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada
dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian dilakukan
pada kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat-obat steroid yang
mengganggu metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang dapat
mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.
C. Pemeriksaan Fisik
Hal yang perlu diketahui dalam pemeriksaan fisik klien fraktur yaitu:
a. Gambaran Umum
Keadaan umum, keadaan baik buruknya klien. Hal-hal yang perlu dicatat
adalah:
- Kesadaran klien: kompos mentis, karena klien masih bisa dilakukan
pengkajian dan mengungkapkan keluhannya.
- Kesakitan, keadaan penyakit: fraktur tertutup golongan akut karena klien
dilakukan pemasangan skeletal traksi.
- Tanda-tanda vital: 1. RR = 18x/menit (normal, rentang = 16
24x/menit)
2. Nadi = 78x/menit (normal, rentang =
3. TD = 110/70mmHg (normal,
4. CRT = 3 detik (normal, N = kurang dari 3
Detik).
- Data laboratorium: 1. Hb = 10,6 gr/dl (abnormal, rentangnya = 16-18gr/dl)
2. Ht = 37%
3. leukosit = 21.200/mm3 (abnormal, N =
5.000-10.000/mm3)
4. Trombosit = 171.000 mm3/grdl ( normal, N =
150.000
350.000mm3grdl
5. MCV = 87,9 (normal, rentang = 80-96)
6. MCH = 29,8 (normal, rentang = 27-33)
7. MCHC = 33,9 (normal, rentang = 33-36)
8. Creatinin = 0,76 (normal, rentang = 0,6
1,2 mg/dl)
9. Na = 138 (normal, rentang = 135-145)
10. Kalium = 4,0 (normal, rentang = 3,5-5)
11. ALT = 15 (normal, N = <25).
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
Perawat harus memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal klien
terutama mengenai status neurovaskuler.
b. Keadaan Lokal
Inspeksi
- Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
- Fistula
- Warna kemerahan atau kebiruan (lipid)/ hiperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal abnormal.
- Posisi dan bentuk ekstremitas (deformitas).
- Posisi jalan.
Palpasi
Pada waktu akan palpasi posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral atau
posisi anatomi.
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema
terutama disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah
atau distal).
- Tonus otot pada relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu, periksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan perawat perlu mendeskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaan nyeri atau tidak dan ukurannya.
- Pergerakan terutama rentang gerak, perawat memeriksa dengan
menggerakan ekstremitas ada keluhan nyeri atau tidak.
D. Analisa Data
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1. DO :
Nyeri pada skala 6
pada rentang 0-10,
terpasang skeletal
traksi
DS :
Klien mengeluh nyeri
pada paha dan tumit,
nyeri dirasakan seperti
disayat-sayat benda
tajam, nyeri bertambah
bila sedang dilakukan
perawatan luka
Perdarahan kerusakan
tulang dan jaringan sekitar
Hematom pada kanal
medula antara tepi tulang
dibawah dengan jaringan
tulang mengatasi fraktur
Vasodilatasi plasma
Inflamasi
Mediator kimia
Masuk ke dorsal cord
Substansi glatinosa
Fraktus spintalamikus
Talamus
Korteks serebri
nyeri
Nyeri b.d peningkatan
permeabilitas kapiler,
trauma, ditandai dengan
pemasangan skeletal
traksi
2. DO:
Nyeri pada skala 6
pada rentang 0-10
terpasang skeletal
traksi pada paha
DS :
Klien mengeluh
nyeri pada paha
dan tumit, nyeri
dirasakan
seperti disayat-
sayat benda
tajam, nyeri
bertambah bila
sedang
dilakukan
perawatan luka.
Kecelakaan
Benturan pada tulang
Trauma
Diskontinuitas
Pergeseran tulang
Ekstremitas tidak
berfungsi dengan baik
Gangguan mobilisasi
Gangguan mobilitas fisik
b.d fraktur, pergerakan
fragmen tulang ditandai
dengan pemasangan
skeletal traksi pada paha
3. DO:
pemasangan
skeletal traksi
DS: -
Trauma
Pemasangan traksi
Keterbatasan fisik,
terbaring lama
Tekanan
Sirkulasi terhambat
Iritasi
Gangguan integritas kulit
Gangguan integritas kulit
b.d pemasangan skeletal
traksi
4. DO: Perdarahan, kerusakan Gangguan perfusi
CRT 3 detik
Hb = 10,6 gr/dl
DS: -
tulang dan jaringan sekitar
Volume darah menurun
Hb menurun
Ht menurun
Oksigen ke jaringan
menurun
Gangguan perfusi jaringan
CRT = 3 detik
jaringan b.d hematoma
ditandai dengan CRT 3
detik, Hb = 10,6 gr/dl
5. DO :
Leukosit=
21.200/mm3
Terpasang
skeletal traksi
pada paha.
DS : -
Kecelakaan
Benturan
Trauma
Patah tulang
Luka pada kaki kanan
Pemasangan fiksasi
Kemungkinan perawatan
tidak steril
infeksi
Infeksi b.d jaringan
traumatik, ditandai
dengan leukosit
21.200/mm3
6. DO:
Terpasang skeletal
traksi pada paha.
Kecelakaan
Benturan pada tulang
Ansietas b.d pemasangan
traksi, kondisi fisik .
DS:
Nyeri pada paha dan
tumit, nyeri seperti
disayat-sayat benda
tajam.
Trauma
Pemasangan traksi
keterbatasan gerak,
terbaring lama
perubahan peran hidup
banyak pikiran
ansietas
No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Asuhan Keperawatan
Intervensi Rasional
1. Nyeri b.d
peningkatan
permeabilitas
kapiler,
pemasangan
skeletal traksi
ditandai dengan:
DO :
Nyeri pada
skala 6 pada
rentang 0-10,
terpasang
skeletal traksi
DS :
Klien
mengeluh
nyeri pada
Tupan :
Nyeri klien
berkurang
Tupen :
Klien
mengatakan
nyerinya
berkurang
Klien mampu
mendemonstras
ikan kembali
teknik relaksasi
atau distraksi
Ekspresi wajah
klien tenang
Klien dapat
melakukan
Mandiri
Kaji jenis dan
lokasi nyeri serta
ketidaknyamanan
pasien.
Kaji
ketidaknyamana
n pasien.
Gunakan uapaya
mengontrol
nyeri:
a. Meninggika
n ekstremitas
yang cedera
setinggi
jantung.
b. Memantau
Nyeri dan nyeri
tekan kemungkinan
akan dirasakan pada
pasien fraktur; dan
kerusakan jaringan
lunak; spasme otot
terjadi sebagai
respon terhadap
cedera dan
imobilisasi.
Pengkajian nyeri
merupakan dasar
bagi perencanaan
intervensi
keperawatan.
a. Mengontrol
paha dan
tumit, nyeri
dirasakan
seperti
disayat-sayat
benda tajam,
nyeri
bertambah
bila sedang
dilakukan
perawatan
luka
perubahan
posisi dengan
tidak merasa
nyeri.
pembengkak
an dan status
neurovaskul
er.
Ajarkan teknik
relaksasi :
Teknik-teknik
mengurangi
ketegangan
otot rangka
dapat
mengurangi
intensitas
nyeri dan
meningkatkan
relaksasi
masase.
Ajarkan
metode
distraksi
selama nyeri
akut.
Berikan
kesempatan
waktu istirahat
bila terasa
nyeri dan
berikan posisi
nyaman,
misalnya
waktu tidur
belakang
tubuh
dipasang
edema dengan
memperbaiki
drainase.
b. Edema dan
perdarahan ke
dalam jaringan
yang
mengalami
trauma
mengakibatkan
tidak nyaman
nyeri yang tak
tertahankan.
Teknik ini
melancarkan
peredaran darah
sehingga
kebutuhan
oksigen pada
jaringan
terpenuhi dan
nyeri
berkurang.
Mengalihkan
perhatian klien
terhadap nyeri
ke hal-hal yang
menyenangkan.
Isyirahat
merelaksasi
jaringan
sehingga
meningkatkan
kenyamanan.
bantal kecil.
Tingkatkan
pengetahuan
tentang sebab-
sebab nyeri
dan
hubungkan
dengan beraa
lama nyeri
akan
berlangsung.
Berikan
tramadol 2x1
(drift) dan
ketorolac 2x1.
Observasi
tingkat nyeri
dan respon
motorik klien
30 menit
setelah
pemberian
obat untuk
mengkaji
efektifitas dan
1-2 jam
setelah
tindakan
perawatan
selama 1-2
hari.
Pengetahuan
tentang sebab-
sebab nyeri
membantu
mengurangi
nyeri dan
meningkatkan
kepatuhan klien
terhadap
program
perawatan.
Megobati nyeri
akut dan kronik
yang berat,
nyeri paska
operasi, dan
penanganan
jangka pendek
untuk nyeri
berat.
Setelah
melaksanakan
pengkajian
yang optimal
perawat akan
memperoleh
data yang
objektif untuk
mencegah
kemungkinan
komplikasi dan
melakukan
intervensi yang
tepat.
2. Gangguan
mobilitas fisik
b.d fraktur,
pergerakan
fragmen tulang
ditandai dengan
pemasangan
skeletal traksi
pada paha
DO:
Nyeri pada
skala 6 pada
rentang 0-10
terpasang
skeletal traksi
pada paha
DS :
Klien
mengelu
h nyeri
pada
paha dan
tumit,
nyeri
dirasakan
seperti
disayat-
sayat
benda
tajam,
nyeri
bertamba
Tupan: klien
mampu
melaksanakan
aktivitas fisik
Tupen:
Klien dapat
ikut serta
dalam
program
latihan
Menunjuka
n tindakan
untuk
meningkat
kan
mobilitas
Mandiri
Kaji mobilitas
yang ada dan
observasi
adanya
peningkatan
kerusakan.
Kaji secara
teratur fungsi
motorik.
Atur posisi
imobilisasi
pada tungkai
bawah.
Ajarkan klien
untuk
melakukan
gerak aktif
pada
ekstremitas
yang sehat.
Bantu klien
melakukan
ROM dan
perawatan diri
sesuai
toleransi.
Kolaborasi
Kolaborasi
dengan ahli
fisioterapi
untuk melatih
Mengetahui
tingkat
kemampuan
klien dalam
melakukan
aktivitas.
Imobilisasi
yang adekuat
dapat
mengurangi
pergerakan
fragmen tulang
yang menjadi
unsur utama
penyebab nyeri.
Gerakan aktif
memberikan
massa, tonus,
dan kekuatan
otot, serta
memperbaiki
fungsi jantung
dan pernapasan.
Untuk
mempertahanka
n fleksibilitas
sendi sesuai
kemampuan.
Kemampuan
mobilisasi
ekstremitas
h bila
sedang
dilakuka
n
perawata
n luka. fisik klien
dapat
ditingkatkan
dengan latihan
fisik dari tim
fisioterapi.
3. Gangguan
integritas kulit
b.d pemasangan
skeletal traksi
DO:
pemasangan
skeletal traksi
DS:
Tupan: integritas
kulit normal
Tupen:
ketidakny
amanan hilang
menunjukan
perilaku
mencegah
kerusakan kulit
Mandiri
Pertahankan
tempat tidur yang
nyaman dan aman
(kering, bersih,
bantalan di
tonjolan tulang).
Masase kulit
terutama di daerah
penonjolan tulang
dan area distal
bebat/gips.
Lindungi kulit dan
gips pada daerah
perianal.
Observasi
keadaan kulit,
penekanan
gips/bebat
terhadap kulit,
insersi pen atau
traksi
Menurunkan risiko
kerusakan/aberasi
kulit yang lebih
luas.
Meningkatkan
sirkulasi perifer
dan meningkatkan
kelemasan kulit
dan otot terhadap
tekanan yang
relatif konstan
pada imobilisasi.
Mencegah
gangguan
integritas kulit dan
jaringan akibat
kontaminasi fekal.
Menilai
perkembangan
masalah klien.
4. Gangguan
perfusi jaringan
b.d hematoma
ditandai dengan
CRT 3 detik
Mandiri
Awasi tanda vital.
Palpasi nadi
perifer, perhatikan
kekuatan dan
Indikator umum
status sirkulasi dan
keadekuatan
perfusi.
DO:
CRT 3
detik
DS:
kesamaan.
Lakukan
pengkajian
neurovaskuler
periodik, contoh
sensasi, gerakan,
nadi, warna kulit,
dan suhu.
Evaluasi tungkai
bawah yang tidak
mengalami cedera.
Kolaborasi :
Berikan cairan IV
atau produk darah
sesuai indikasi.
Awasi
pemeriksaan
laboratorium,
contoh Hb
Pembebatan yang
terlalu kuat dapat
mengganggu
sirkulasi dan
mengakibatkan
nekrosis jaringan.
Peningkatan insiden
pembentukan
trombus pada
pasien dengan
penyakit vaskuler
sebelumnya atau
perubahan diabetik.
Mempertahankan
volume sirkulasi
untuk
memaksimalkan
perfusi jaringan.
Indikator
hipovolemia atau
dehidrasi yang
dapat mengganggu
perfusi jaringan.
5. Infeksi b.d
jaringan
traumatik,
ditandai dengan
leukosit
21.200/mm3
DO :
Leukosit=
21.200/mm3
DS :
Tupan :
Mampu
mengembangka
n mekanisme
koping untuk
menghadapi
masalah secara
efektif
Tupen :
Mengungkapka
Mandiri
Lakukan
perawatan pen
steril dan
perawatan
luka sesuai
protokol.
Ajarkan klien
untuk
mempertahank
Mencegah
perluasan
infeksi.
Meminimalkan
kontaminasi
penyebab
infeksi.
Peningkatan
leukosit
n pemahaman
tentang
perubahan
tubuh , dan
penerimaan
diri dalam
situasi
an sterilitas
insersi pen.
Analisa hasil
pemeriksaan
laboratorium.
Observasi
tanda-tanda
vital dan
tanda-tanda
peradangan
lokal pada
luka.
Kolaborasi
a. Berikan
cefazolin 2x1
b. Berikan
gentamisin
2x1
menandakan
respon tubuh
terhadap
infeksi.
Mengevaluasi
masalah
perkembangan
klien.
a. Untuk mengatasi
infeksi yang
disebabkan oleh
bakteri gram
negatif dan gram
positif. Infeksi
jaringan lunak dan
kulit, tulang dan
sendi.
b. Infeksi saluran
kulit dan
jaringan lunak.
6. Ansietas b.d
pemasangan
traksi, kondisi
fisik .
DO:
Terpasan
g skeletal
traksi
Tupan: ansietas
hilang atau
berkurang.
Tupen:
Klien mengenal
perasaannya
Klien dapat
mengidentifikas
i penyebab atau
faktor yang
memengaruhin
ya
Dan
Mandiri
Kaji tanda verbal
dan nonverbal
ansietas, dampingi
klien, dan lakukan
tindakan bila klien
menunjukan
perilaku merusak.
Hindari konfrontasi.
Tingkatkan
kontrol sensasi
klien.
Beri
reaksi
verbal/nonverbal
dapat menunjukan
rasa agitasi, marah,
dan gelisah.
Konfrontasi dapat
meningkatkan rasa
marah,
menurunkan kera
sama, dan mungkin
memperlambat
penyembuhan.
Kontrol sensasi
menyatakan
merasa tenang
kesempatan
klien untuk
mengungkapk
an
ansietasnya.
Berikan
privasi klien
dan orang
terdekatnya
klien (dalam
mengurangi
ketakutan) dengan
cara memberikan
informasi tentang
keadaan klien,
menekankan
penghargaan
terhadap sumber-
sumber koping
(pertahanan diri)
yang positif,
membantu latihan
relaksasi dan
teknik-teknik
pengalihan, serta
memberikan
umpan balik yang
positif.
Dapat
menghilangkan
ketegangan terhadap
kekhawatiran yang
tidak diekspresikan
Memberi waktu
untuk
mengekspresikan
perasaan serta
menghilangkan
ansietas da perilaku
adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-
teman yang dipilih
klien untuk
melakukan aktivitas
dan pengalihan
perhatian akan
mengurangi
perasaan isolasi.
Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatn Medikal bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 9.
Jakarta. EGC.
C.Pearce, Evelyn. 1992. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian
Bedah FKUI.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Hardaya, Yuda. 2011. Tentang Fraktur Tulang. (online).
(http://dokterbedahmalang.com/tentang-fraktur-tulang/). Diakses 18 November 2011.
Mutaqin, Arif. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Rasjad, C. 2007. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone. Makassar:
pp. 352-489
Rina, Amelia. 2011. Traksi dan Gips. (online).
(http://ameliarina.blogspot.com/2011/03/traksi-dan-gips.html). Diakses 19 November 2011.
Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim (Editor). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Supardi, Edy. dkk. 2009. Fraktur dan Dislokasi. (online).
(http:www.scribd.com/doc/23128712/Asuhan-Keperawatn-Klien-dengan-Fraktur). Diakses
17 November 2011
.