fraktur tulang hidung.doc

15
Hidung adalah tempat pada wajah yang paling sering mengalami patah tulang. Cedera pada hidung dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang, tulang rawan, persarafan, kulit maupun mukosa hidung. Tulang hidung berfungsi sebagai penyangga hidung yang terletak diantara mata. Kartilago sangat fleksibel dan menjaga bentuk hidung. Septum hidung dipisahkan oleh nostril. Foto rontgen yang menunjukkan adanya fraktur os nasal Fraktur os nasal bisa jadi hanya salah satu bagian kecil dari cedera pada wajah yang lebih parah. Karana biasanya akan ditemukan pula fraktur pada bagian tulang wajah lainnya. Cedera hidung yang parah seperti bergesernya tulang hidung memerlukan terapi pembedahan untuk menyambungkan kembali bagian tulang hidung tersebut dan perlu dipertahankan posisinya menggunakan plat dan sekrup. Operasi pembedahan ini biasanya disebut rhinoplasty. Tindakan ini dapat ditunda beberapa hari hingga pembengkakan hilang, tetapi boleh dilakukan dengan segera tergantung tingkat ke daruratannya. Fraktur os nasal pada seorang anak. Keterangan: terlihat adanya tulang yang menonjol keluar dan pembengkakan yang minimal Pada beberapa cedera, hidung dapat mengalami laserasi dan berdarah. Tetapi kadang kala perdarahan tersebut terkumpul di dalam jaringan. Hematom pada daerah septum sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi penyangga hidung. Adanya pembengkakan septum dapat mengakibatkan obstruksi saluran hidung. Jika pasien menolak untuk dioperasi, maka dapat dipasang splint hidung dengan tujuan mencegah fraktur pada os nasal diberubah letaknya. Hindari penggunaan kacamata selama menggunakan alat ini. Gambar. Pemasangan splint hidung setelah sebelumnya dilakukan reposisi tertutup.

Upload: saputra-tri-nopianto

Post on 25-Oct-2015

269 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

nx

TRANSCRIPT

Hidung adalah tempat pada wajah yang paling sering mengalami patah tulang. Cedera pada hidung dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang, tulang rawan, persarafan, kulit maupun mukosa hidung. Tulang hidung berfungsi sebagai penyangga hidung yang terletak diantara mata. Kartilago sangat fleksibel dan menjaga bentuk hidung. Septum hidung dipisahkan oleh nostril.

Foto rontgen yang menunjukkan adanya fraktur os nasal

Fraktur os nasal bisa jadi hanya salah satu bagian kecil dari cedera pada wajah yang lebih parah. Karana biasanya akan ditemukan pula fraktur pada bagian tulang wajah lainnya. Cedera hidung yang parah seperti bergesernya tulang hidung memerlukan terapi pembedahan untuk menyambungkan kembali bagian tulang hidung tersebut dan perlu dipertahankan posisinya menggunakan plat dan sekrup. Operasi pembedahan ini biasanya disebut rhinoplasty. Tindakan ini dapat ditunda beberapa hari hingga pembengkakan hilang, tetapi boleh dilakukan dengan segera tergantung tingkat ke daruratannya.

Fraktur os nasal pada seorang anak.

Keterangan: terlihat adanya tulang yang menonjol keluar dan pembengkakan yang minimal

Pada beberapa cedera, hidung dapat mengalami laserasi dan berdarah. Tetapi kadang kala perdarahan tersebut terkumpul di dalam jaringan. Hematom pada daerah septum sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi penyangga hidung. Adanya pembengkakan septum dapat mengakibatkan obstruksi saluran hidung.

Jika pasien menolak untuk dioperasi, maka dapat dipasang splint hidung dengan tujuan mencegah fraktur pada os nasal diberubah letaknya. Hindari penggunaan kacamata selama menggunakan alat ini.

Gambar. Pemasangan splint hidung setelah sebelumnya dilakukan reposisi tertutup.

Fraktur pada tulang atau kartilago dapat sembuh dengan atau tanpa deformitas. Walaupun posisi fraktur telah dikembalikan ke posisi semula, akan dapat muncul tonjolan dari fraktur tersebut.

Infeksi sangat jarang terjadi, tetapi jika sampai terjadi, maka akan mengakibatkan timbulnya masalah yang lebih besar lagi. Laserasi menyebabkan timbulnya jaringan parut. Jaringan parut ini perlu diangkat dengan jalan pembedahan. Adanya jaringan parut pada hidung

bagian dalam dapat meningkatkan kemungkinan pada seseorang untuk mengalami epistaksis. Kerusakan pada bagian saraf dapat berakibat hilangnya kemampuan mencium bau maupun menggerakkan otot-otot hidungnya.

Bermant M. Nasal Fracture (Broken nose). Ironbridge Medical Park. American Society of Plastic Surgeons, Inc. Virginia. 2007. Available from: http://www.plasticsurgery4u.com/index.html. Access on: July 7, 2007.

FISIOLOGI

Hidung mempunyai bentuk yang khas sehingga mencegah partikel-partikel kecil melewati saluran nafas atas. Walaupun terdapat siliar yang mencegah partikel kecil terutama kuman, sebagian kecil mampu melewati hidung dan menimbulkan infeksi teruta di daerah adenoid. Adenoid adalah salah satu struktur jaringan limfe tempat melekatnya kuman.

Gwaltney JM, Hayden FG. Understanding Colds. Commoncold, Inc. 2005. Available from: http://www.commoncold.org/index.htm. Access on: July 6, 2007.

Anatomi hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan perdarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung.

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah:

1. pangkal hidung2. dorsum nasi3. puncak hidung4. ala nasi5. kolumela 6. lubang hidung

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:

1. tulang hidung (os nasal)2. prosesus frontalis os maksila 3. prosesus nasalis os frontal

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung yaitu:

1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut kartilago ala mayor3. beberapa pasang kartilago ala minor

4. tepi anterior kartilago septum.Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Bagian kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.

Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding, yaiu dinding medial, lateral, inferior dan superior.

Dinding medial hidung adalah septum nasi.

Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah:1. lamina perpendikularis os ethmoid

2. os vomer

3. krista nasalis os maksila

4. krista nasalis os palatina

Bagian tulang rawan adalah:

1. kartilago septum (lamina kuadrangularis)2. kolumela

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.

Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.

Pada bagian lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil adalh konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter.

Perdarahan hidung

Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya ialah ujung a. Palatina mayor dari a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang a.fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.ethmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor, yang dsiebut dengan pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus ini terletak superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber perdarahan terutama pada anak-anak.

Vena-vena hidung mempunayi nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oflamika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga menjadi faktor predisposisi terjadinya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.

Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.ethmoidalis anterior yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris yang berasala dari n.oftalmikus.

Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dri n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum.

Ganglion sfenopalatinum, selain memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinus ini terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius kemudian berakhir pada sel reseptor penghidu pada mukosa ofaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

Mukosa hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan fungsional dibagi atas:

1. mukosa pernafasan (mukosa respiratoir)2. mukosa penghidu (mukosa olfaktori)3. mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel toraks berlapis semu

(pseudo stratified columnar epithelium) yang mempunyai silia dan di antaranya terdapat sel-sel goblet.

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang terjadi metaplasi menjadi sel epitel skuamosa.

Dalam keadaan normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena selalu diliputi oleh palut lendir pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.

Silia yang terdapat pad permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan terdorong ke arah nasofaring. Dengan demikian, mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret yang terkumpul dan dapat menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan.

Di bawah epitel terdapat tunika propia yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.

Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa rongga hidung di daerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga hidung, hanya lebih tipis dan pembuluh darahnya juga lebih sedikit. Tidak ditemukan rongga-rongga vaskuler yang besar. Sel goblet dan kelenjar juga lebih sedikit dan terutama ditemukan dekat ostium. Palut lendir di dalam sinus dibersihkan oleh silia dengan gerakan yang menyerupai spiral ke arah ostium. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitel dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

FISIOLOGI HIDUNG

Fungsi hidung adalah untuk :

1. Jalan nafas2. pengatur kondisi udara 3. penyaring udara4. indra penghidu5. resonansi suara6. membantu proses bicara7. refleks nasal

PEMERIKSAAN HIDUNG

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan hidung, yaitu:

1. pemeriksaan hidung luar2. rinoskopi anterior3. rinoskopi posterior4. nasoendoskopi.

Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sumbatan Hidung. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5th ed. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2003. p; 88-96

Trauma Hidung

Berdasarkan waktu, trauma hidung terbagi atas trauma baru, di mana kalus belum terbentuk sempurna, dan trauma lama, bila kalus sudah mengeras (biasanya pada akhir minggu kedua setelah trauma).

Berdasarkan hubungan dengan dunia luar, disebut trauma terbuka bila kulit hidung terluka dan terdapat hubungan dengan dunia luar, dan trauma tertutup bila kulit di tempat trauma utuh.

Arah trauma harus diperhatikan karena akan menyebabkan kelainan yang berbeda. Dari lateral, bila ringan akan terjadi fraktur tulang hidung ipsilateral, sedangkan bila cukup keras akan menyebabkan deviasi septum nasi dan fraktur tulang hidung kontralateral. Dari frontal, dapat terjadi open book fracture dan fraktur serta terlipatnya septum nasi. Dari inferior, dapat timbul fraktur dan dislokasi septum nasi. Berdasarkan lokasi, terbagi atas dorsum nasi atau frontal etmoid.

 

Manifestasi Klinis

Dilakukan pemeriksaan kulit serta struktur hidung dan kavum nasi untuk mengungkapkan adanya deformitas, deviasi, ataupun kelainan bentuk. Pada tempat trauma akan tampak edema, ekimosis, hematom, laserasi, luka robek, atau perdarahan berupa bekuan darah ataupun hematom septum nasi. Pada palpasi fraktur terdapat krepitasi, deformitas, angulasi, dan nyeri.

 

Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaaan radiologi posisi anteroposterior dan lateral, namun tidak semua garis fraktur dapat terlihat.

 

Komplikasi

Komplikasi segera yang bersifat sementara yaitu, edema, ekimosis, epistaksis, dan hematom.

Komplikasi lambat yang dapat terjadi adalah infeksi, obstruksi hidung, jaringan parut dan fibrosis, deformitas sekunder, sinekia, hidung pelana, obstruksi duktus nasolakrimalis, dan perforasi septum.

 

Penatalaksanaan

Sebagai tindakan penyelamat, mula-mula jalan napas harus dibebaskan dari semua sumbatan, kalau perlu intubasi atau trakeostomi. Bila syok, segera atasi dengan infus. Perdarahan harus segera ditanggulangi. Untuk mempertahankan fungsi hidung dan mencegah komplikasi, dilakukan reposisi hidung dengan anestesi lokal atau umum.

Prinsipnya reposisi dilakukan segera bila keadaan umum memungkinkan. Pada trauma hidung terbuka, perlu dilakukan eksplorasi di tempat luka. Fragmen tulang yang fraktur disusun kembali dan dilakukan fiksasi dengan kawat.

Pada kasus trauma frontoetmoid, walaupun tertutup, dilakukan eksplorasi supaya dapat menyusun kembali fragrnen tulang yang fraktur, kemudian dilakukan fiksasi antar tulang. Kasus ini sering disertai fraktur dasar orbita, sehingga terdapat diplopia.

Pada trauma hidung tertutup, dengan adanya edema dan hematoma yang luas, kadang diagnosis fraktur dan posisi fragmen tulang sulit ditegakkan. Sebaiknya ditunggu sampai akhir minggu pertama sehingga deformitas akan lebih jelas terlihat. Kemudian reposisi dilakukan secara tertutup, dalam waktu tidak lebih dari 2 minggu karena jika kalus sudah mengeras akan sukar direposisi. Reposisi septum dilakukan dengan cunam Ashe, untuk menggeser septum yang fraktur atau dislokasi ke garis median. Untuk melakukan reposisi prosesus frontalis os maksila dan os nasal dipakai cunam Walsham. Setelah yakin bentuknya baik dan berada di median, dilakukan fiksasi di dalam rongga hidung memakai tampon dan di atas hidung dipasang gips. Pada fraktur lama di mana kalus sudah mengeras, perlu dilakukan osteotomi dan dirujuk ke ahli THT.

Meskipun kelainan hidung ringan saja namun mudah terlihat, sehingga hal ini akan mempengaruhi keadaan psikis pasien. Untuk tujuan estetis, perlu dilakukan operasi untuk psikoterapi.

 Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.3rd ed. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. p;186-200

Epistaksis Berkaitan dengan Trauma Hidung

Meskipun pasien dapat mengingat insiden yang menyebabkan gejala obstruksi, namun cedera pada masa kanak-kanak seringkali tidak lagi diingat, mungkin telah menimbulkan perubahan anatomis dan sumbatan yang bermakna. Lebih lanjut, apa yang dianggap pasien ataupun dokter sebagai cedera ringan dapat menyebabkan deformitas yang cukup bermakna secara fungsional.

Gangguan struktur yang lazim menyebabkan sumbatan jalan nafas adalah deviasi atau defleksi septum nasi. Struktur garis tengah yang normalnya lurus ini, umumnya pernah mengalami trauma dengan gejala sisa yang muncul langsung maupun tidak langsung.

Fraktur tulang hidung

Di antara trauma muka yang timbul, fraktur hidung paling sering terjadi. Kemungkinan adanya fraktur tulang hidung harus dibuktikan dengan pemeriksaan foto rontgen dengan proyeksi Water, Foto os nasal, dan juga sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto rontgen dengan proyeksi dari atas hidung untuk mengetahui kemungkinan timbulnya kelainan oklusi dari rongga mulut.

Fraktur hidung sederhana

Jika fraktur dari tulang hidung saja, dapat dilakukan perbaikan dari fraktur tersebut dengan anestesi lokal. Akan tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif, tindakan penanggungan memerlukan anestesi umum. Anestesi lokal dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2% yang dicampur dengan epinefrin 1:1000%.

Tampon kapas yang berisi obat anestesi lokal ini dipasang masing-masing tiga buah, pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior persis dibawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di antara konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dekat foramen sfenopalatina, tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama sepuluh menit. Kadang diperlukan penambahan penyemprotan lidokain spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek vasokontriksi yang baik

Teknik reduksi fraktur tulang hidung

Penggunaan anestesi lokal yang baik dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan pada 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai empat belas hari sesudah trauma. Sesudah waktu tersebut, tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan sehingga harus dilakukan tidnakan yang lebih lanjut.

Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah:

1. Elevator tumpul yag lurus (Boies Nasal Fracture Elevator)

2. Cunam Ash

3. Cunam Walsham

4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)

5. Pinset hidung yang panjang

Terdapatnya perubahan tempat dan tulang hidung yang patah, dapat dikembalikan dengan tindakan yang sederhana saja menggunakan tenaga yang minim. Kalau tulang hidung yang patah agak keras diperlukan tenaga yang lebih kuat. Fraktur tulang hidung yang sulit dikembalikan pada posisi semula mungkin tulang tersebut tergeser sehingga diperlukan bantuan cunam Walsham. Pada penggunaan cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi lain diluar hidung diatas kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari.

Jika terdapat deviasi piramid hidung karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi (blade) ke dalam dua rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur hidung dikembalikan pada keadaan semula dilakukan pemasangan tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika.

Perdarahan yang timbul selama tindakan akan terhenti sesudah dilakukan pemasangan tampon pada kedua rongga hidung. Pada keadaan tertentu juga diperlukan tambahan fiksasi luar (gips) seperti yang digunakan pada operasi rinoplasti.

Fraktur tulang hidung terbuka

Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat tindakan.

Fraktur tulang nasoethmoid

Jika nasal piramid rusak karena tekanan ataau pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur hebat pada tulang hidung, processus frontal pasien maksila dan prosessus nasalis frontal pasien. Bagian dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan terdorong ke belakang. Terjadilah frakur nasoethmoid, fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini dapat menimbulkan komplikasi atau gejala sisa dibelakang hari.

Komplikasi tersebut adalah:

a. Komplikasi neurologis

a. Robeknya duramater

b. Keluarnya cairan serebrospinal dengan kemungkinan timbulnya meningitis

c. Pneumosefalus

d. Laserasi otak

e. Avulsi dari nervus olfaktorius

f. Hematom epidural atau subdural

g. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak

b. Komplikasi pada mata

a. Telekantus traumatika

b. Hematom pada mata

c. Kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan

d. Epifora

e. Ptosis

f. Kerusakan bola mata

g. Dan lain-lain

c. Komplikasi pad hidung

a. Perubahan bentuk hidung

b. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh fraktur, dislokasi atau hematom pada septum

c. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia)

d. Epistaksis posterior yang hebat yang disebabkan karena robeknya arteri ethmoidalis

e. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan menimbulkan sinusitis frontalis atau mukokel.

Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti tersebut diatas, jika terdapat kehilangan kesadaran mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak sehinga memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf otak. Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan timbulnya atau terdapatnya kelainan pada mata. Pemeriksaan penunjang radiologis berupa CT Scan (aksial dan coronal) juga diperlukan.

Seorang ahli bedah maksilofasial sudah harus mengenal organ tulang yang rusak pada daerah tersebut dengan kemungkinan melakukan tindakan operasi mikro dan menyambung tulang yang patah sehingga mendapat hasil yang memuaskan. Fraktur nasoethmoid ini sering kali tidak dapat diperbaiki hanya dengan reduksi sederhana secara terbuka, disertai pemasangan tampon hidung atau fiksasi dari luar. Kerusakan dari duktus nasolakrimalis menybabkan air mata selalu keluar.

Tindakan reduksi pada kondisi seperti ini memerlukan penanganan yang lebih hati-hati dan teliti untuk mengembalikan tulang-tulang yang patah pada posisi semula dan mengikatnya dengan kawat baja (staniless steel). Pada fraktur tersebut diatas mungkin juga diperlukan tindakan reposis dari mediakantus seperti yang sudah disampaikan oleh Concers Smith tahun 1966.

Thamrin M, Widiarni D, Munir M. Trauma Muka. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 5th ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003. p:161-164

Gejala-gejala

Darah yang keluar dari hidung

Warna kemerahan disekitar mata

Kesulitan bernafas menggunakan hidung

Perubahan bentuk hidung

Nyeri

Pembengkakan hidung

Pertolongan Pertama

1. Yakinkan penderita dan coba untuk tetap membuat penderita tenang.

2. Ajari penderita untuk bernafas melalui mulut dan tetap dalam posisi duduk untuk menghindari darah mengalir ke belakang tenggorok.

3. Gunakan kompres dingin untuk mencegah terjadinya pembengkakan.

4. Dapat diberikan asetaminofen jika timbul rasa nyeri.

5. Jangan menggerakkan kepala penderita ataupun memanipulasi hidung penderita hingga diketahui bahwa penderita tidak mengalami cedera pada kepala maupun leher

Uppaluri R. Nose Fracture. University of Maryland Medical Center. VeriMed Healthcare Network. Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000061.htm. Access on: July 6, 2007

Fraktur hidung merupakan fraktur yang paling sering terjadi di daerah wajah. Tingkat kegawatan fraktur tergantung dari arah, kekuatan dan tipe dari benturan. Fraktur yang kominutif adalah jenis fraktur yang terberat karena mengakibatkan pembengkakan dan perdarahan

yang sangat hebat serta dapat berakibat timbulnya obstruksi pada jalan nafas atas. Pengobatan yang inadekuat atau terlambat dapat menyebabkan dislokasi permanen, deviasi septum, dan terjadinya obstruksi.

Tanda dan Gejala

Segera setelah terjadinya benturan, akan terjadi perdarahan dan pembengkakan pada jaringan mukosa. Setelah beberapa jam akan terbentuk ekimosis di daerah periorbita, nyeri dan deformitas hidug. Komplikasi yang paling sering terjadi dapat berupa hematom septum yang dalam beberapa hari dapat berubah menjadi abses dan berakhir dengan hancurnya tulang rawan hidung sehingga akan terjadi kelainan fisik hidung yang disebut saddle nose deformity.

Diagnosis

Rontgen, Pemeriksan klinis seperti deviasi septum sebagai akibat adanya fraktur hidung.

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan adalah perbaikan kembali obstruksi saluran pernafasan hidung dan reposisi tulang hidung setelah edema hilang. Reposisi fraktur dilakukan dengan immobilisasi menggunakan splint intranasal dan ekstranasal. Reposisi paling baik dilakukan di dalam ruang operasi dengan anestesi lokal pada orang dewasa dan dapat juga anestesi umum pada anak-anak. Edema berat dapat menunda pengobatan. Hematom diinsisi dan diberikan drain untuk mencegah terjadinya abses dan nekrosis. Selain itu juga diberikan antibiotic

Berikan terapi sesegera mungkin. Sementara menunggu hasil roentgen, berikan kompres es pada hidung untuk meminimalisasi pembengkakan. Jika terjadi perdarahan pada bagian anterior hidung, tekan hidung menggunakan kompres dengan lembut. Perdarahan hidung bagian posterior jarang terjadi dan bilapun terjadi maka diperlukan pemasangan tampon internal.

Saran

Perintahkan penderita bernafas melalui hidung dengan perlahan. Untuk menghangatkan udara dingin yang masuk melalui mulutnya, katakana padanya untuk menutupi mulutnya dengan handuk atau saputangan. Untuk menghindari terjadinya emfisema subkutan, beri peringatan kepada penderita untuk tidak menghembuskan udara dari hidungnya terlalu kuat.

Beritahu penderita bahwa ekimosis akan hilang sendiri dalam jangka waktu 2 minggu.

Springhouse. Professional Guide to Diseases. 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2005. Available from: http://www.wrongdiagnosis.com/b/broken_nose/intro.htm. Access on: July 6, 2007.

Pasien dengan fraktur hidung biasanya datang dengan beberapa gejala sekaligus seperti deformitas, kemerahan, perdarahan, edema, ekimosis dan krepitasi. Walaupun demikian, tidak semua gejala ini muncul bersamaan (Tremolet de Villers, 1975). Edema yang terjadi sebelumnya dapat menutupi deformitas, krepitasi dan fraktur pada hidung.

Fraktur hidung yang tidak diterapi dengan adekuat akan mengakibatkan angka persentase tindakan rhinoplasti dan septoplasti lebih besar. Untuk menghindari hal tersebut maka pengobatan yang tepat dan sesuai harus diberikan secepat mungkin sebelum terbentuk jaringan parut dan terjadi perubahan pada jaringan lunak.

Patofisiologi

Tulang hidung dan tulang rawan sangat rentan terkena fraktur karena tulang hidung sangat lemah dan terletak di tengah wajah juga karena tahanannya yang rendah. Jenis fraktur yang terjadi bervariasi tergantung dari momentum pukulan dan densitas tulang yang terkenal

(Murray, 1984). Begitu juga pada tulang wajah, penderita dengan umur yang lebih muda akan menderita fraktur daerah nasoseptal yang lebih besar, sedangkan pada penderita dengan umur yang lebih tua, fraktur lebih cenderung berbentuk kominutif (Cummings, 1998).

Daerah terlemah pada hidung terletak pada jaringan kartilago dan antara kartilago lateral atas dengan os nasal, juga kartilaog septum yang berada pada krista maksilaris. Tempat-tempat lemah ini meningkatkan risiko timbulnya fraktur atau dislokasi setelah trauma hidung. Tenaga yang kuat dari arah manapun akan menyebabkan fraktur kominutif tulang hidung dan deformitas septum nasal yang berbentuk C.

Fraktur hidung umumnya terjadi karena pukulan yang berasal dari arah lateral (Illum, 1983). Cedera dari arah lateral ini mengakibatkan terjadinya penekanan pada tulang hidung ipsilateral dan melibatkan setengah bagian tulang hidung dan prosesus nasalis os maksila. Fraktur hidung dan dislokasi tanpa fraktur septum biasanya karena tenaga yang lebih lemah (Cummings, 1998).

Gambar fraktur tulang hidung pada penderita enam jam setelah kejadian, terlihatan adanya deviasi hidung

Cedera lain yang berhubungan dengan fraktur nasal terutama pada daerah tengah wajah yang melibatkan os frontalis, os ethmoidalis, dan os lakrimalis, frakrus nasoorbital ethmoidalis, fraktur dinding orbita, fraktur os cribriformis, fraktur sinus frontalis dan fraktur Le Fort I, II, dan III.

Frekuensi

Di amerika serikat, fraktur os nasal ada sebanyak 39-45% dari seluruh fraktur wajah (Hussain, 1994).

Perbandingan angka kejadian fraktur hidung antara laki-laki dan wanita adalah 2:1.

Umur

Angka kejadian meningkat pada penderita yang berusia 15-30 tahun (Muraoka, 1991).

Peningkatan angka kejadian inipun meningkat pada kelompok usia tua karena semakin tingginya risiko untuk terjatuh.

Kebanyakan fraktur tulang hidung pada kelompok usia muda berhubungan dengan kecelakaan saat olah raga dan kecelakaan bermotor. Walaupun demikian, nilai ini bervariasi tergantung dari lokasi penelitian dan berhubungan dengan penggunaan alkohol (Muraoka, 1991; Hussain, 1994; Scherer, 1989; Logan, 1994).

Sekitar 80% dari fraktur terjadi pada sepertiga bawah hingga setengah bagian bawah dari tulang hidung kaerna pada tempat ini adalah zona transisi antara segmen proksimal yang tebal dan segmen distal yang tipis (Murray, 1984).

Pemeriksaan radiologist: Rontgen yang disarankan adalah posisi Waters dan hidung lateral.

Posisi Water

Posisi water (occipitomental) mungkin teknik yang terbaik dalam mencari fraktur pada daerah wajah secara keseluruhan .Dengan posisi water ini, akan terlihat posisi dan bentuk dari orbita, os maksila, os zigomatikus, piramid dorsal hidung, dinding hidung lateral dan septum hidung. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa sutura koronal dapat menyerupai fraktur hidung karena sutura koronal berada tepat di atas tulang hidung (Keats, 2001).

Gambar Rontgen posisi Water pada fraktur hidung.

Posisi Lateral

Pada posisi ini akan terlihat proyeksi tulang hidung. Tetapi dengan posisi ini, struktur yang berpasangan akan telihat tumpang tindih.

Fraktur jenis transversal adalah fraktur tulang hidung yang paling sering terjadi.

Degree of Confidence: Radiographic findings consistent with nasal fracture may be identified in 53-90% of patients with isolated nasal fractures (Illum, 1991). Because of this and other concerns, Logan et al questioned the reliability of nasal bone radiographs (Logan, 1994).

CT scans

CT scan juga dapat dilkukan tetapi jarang digunakan

Dengan CT scan dapat terlihat struktur yang penting seperti dinding orbita, arkus zigomatikus, sutura frontozigomatikus, os maksila, udara dalam os mastoid, tulang hidung, piramid hidung bagian dorsal dan lantai sinus frontalis yang berhubungan dengan duktus nasofrontalis.

Penatalaksanaan:

Bila tidakdikoreksi segera, integritas struktur tulang dan jaringan mukosa hidung akan berubah sehingga akan mengganggu fungsi maupun bentuk hidung itu sendiri.

Kebanyakan penderita yang menderita trauma tulang hidung biasanya akan datang dengan perdarahan yang sangat banyak. Jika terjadi perdarahan maka dapat digunakan vasokonstriktor topikal. Bila dengan terapi ini tidak berhasil, maka coba berik kompres hidung, kateter balon dan prosedur lain yang diperlukan, apabila tidak berhasil maka ligasi pembuluh darah adalah pilihan yang terakhir. Pemasangan tampon adalah prosedur umum yang dilakukan untuk mengontrol perdarahan saat terapi menggunakan obat vasokontriktor gagal. Tampon baru akan dilepaskan setelah dua sampai lima hari dan dapat dilakukan bersamaan dengan reposisi hidung.

Fenomena umum yang sering ditemukan adalah terjadinya edema yang hebat disekitar hidung. Pemberian kompres es akan cepat menurunkan edema dan nyeri yang disebabkan oleh fraktur. Edema ini biasanya akan hilang dengan sendirinya.

Reposisi fraktur baru dapat dilakukan setelah dilakukan semua pemeriksaan dan yakin bahwa manipulasi hidung pada saat itu dapat dilaksanakan. Reposisi ini biasanya dilakukan pada hari ke lima sampai hari ke sepuluh setelah kecelakaan dan tiga sampai lima hari pada anak-anak (Cummings, 1998).

Gambar… Fraktur os nasal

Smith JE, Perez CL. Nasal Fracture. eMedicine Spesialties. Available from: http://www.emedicine.com/. Access on: July 6, 2007.