1 / 4journal.unair.ac.id/downloadfull/jahi5756-b73248acd5fullabstract.pdf · 6 bilateral free...
TRANSCRIPT
1 / 4
Table of Contents
No. Title Page
1 Pengaruh Ikhwanul Muslimin terhadap Politik Luar Negeri Mesir dalam KonflikIsrael-Palestina
1 - 15
2 Analisis Atribut Budaya Nasional dalam Promosi Online Toshiba Corporation 17 - 31
3 Politik Energi Rusia dan Dampaknya terhadap Eropa terkait Sengketa GasRusia-Ukraina 2006-2009
33 - 57
4 EUROPEAN UNION’S PROTECTION POLICY TOWARDS UNITED STATESBEEF IMPORTS ANALYSIS
59 - 92
5 Faktor Penyebab Konflik Pasca Partisi Sudan-Sudan Selatan Tahun 2011-2012 93 - 110
6 Bilateral Free Trade: Hubungan Perdagangan Indonesia-China dalam KerangkaACFTA
111 - 127
7 PENGARUH TRIPS DALAM BISNIS BENIH TRANSGENIK MNC TERHADAP ISUKETAHANAN PANGAN STUDI KASUS: MONSANTO DI LAHAN PERTANIANINDONESIA
129 - 150
8 Konstruksi Identitas dan Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Kasus SengketaAmbalat Tahun 2005
151 - 169
9 NORMALISASI HUBUNGAN BILATERAL GEORGIA-RUSIA PASCAKONFLIKTAHUN 2008
171 - 195
10 KETERLIBATAN RUSIA DALAM UPAYA RESOLUSI KONFLIKNAGORNO-KARABAKH ANTARA ARMENIA DAN AZERBAIJAN 2008- 2012
197 - 231
11 Implementasi Heart Of Borneo oleh Indonesia dan Malaysia dalam MengatasiIllegal Logging di Hutan Perbatasan Kalimantan Timur
233 - 248
12 KONEKSI AL-QAEDA DAN AQIM DI MALI UTARA: IDEOLOGI, JARINGAN, DANAKTIVISME
249 - 269
13 STRATEGI JEPANG DAN KOREA SELATAN DALAM MENYELESAIAKANSENGKETA TERITORIAL PULAU TAKESHIMA / DOKDO
271 - 294
14 ETNISITAS DAN POLITIK LUAR NEGERI: RESPON TURKI TERHADAPPENINDASAN ETNIS UYGHUR DI XINJIANG
295 - 317
15 KEBIJAKAN PEMERINTAH AUSTRALIA TERKAIT PERMASALAHANIRREGULAR MARITIME ARRIVALS PERIODE KEPEMIMPINAN PERDANAMENTERI JULIA GILLARD TAHUN 2010-2012
319 - 340
16 Dua Belas Tahun Aksesi Keanggotaan Arab Saudi dalam World TradeOrganization (WTO) : Pengaruh Politik Dalam Negeri
341 - 355
17 PROTEKSIONISME AMERIKA SERIKAT PASCA KRISIS FINANSIAL 2008 357 - 381
18 Pengaruh Krisis Pangan Global 2008 Terhadap Ketahanan Pangan Negara Haiti 383 - 398
19 PENGARUH KEBIJAKAN SERTIFIKASI ECOLABEL UNI EROPA TERHADAPTINGKAT PENJUALAN PRODUK KOMPUTER PERUSAHAAN ASUSTEKCOMPUTER INC. DI KAWASAN UNI EROPA TAHUN 2008-2012
399 - 419
20 PENGARUH CINA TERHADAP TAIWAN TERKAIT PENERIMAAN PRINSIPSATU CINA OLEH TAIWAN TAHUN 2008
421 - 438
21 PENGARUH ASEAN ECONOMIC COMMUNITY TERHADAP STRATEGIAKUISISI YANG DILAKUKAN MAYBANK KE BII
439 - 459
22 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cina dalam Membuat Regulasi Human OrganTransplantation tahun 2002-2007
461 - 483
2 / 4
No. Title Page
23 IMPLEMENTASI CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMSDISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) TERHADAP KASUSKEKERASAN SEKSUAL DI WILAYAH SHAN MYANMAR PADA 1996-2001
485 - 525
24 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN NILAINON-INTERVENSI PADA ORGANIZATION OF AFRICAN UNITY (OAU)
527 - 538
25 PENGARUH STUDENTS FOR A DEMOCRATIC SOCIETY DAN VIETNAMVETERANS AGAINST WAR (1964-1973) TERHADAP PERUBAHAN KEBIJAKANLUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT DALAM MENGAKHIRI PERANG VIETNAM
539 - 561
26 FAKTOR KULTURAL DAN EKONOMI SEBAGAI PENYEBAB PENINGKATANKASUS PERDAGANGAN MANUSIA DI THAILAND PERIOSE 2006-2011
563 - 589
27 PERMINTAAN KENAIKAN UPAH MINIMUM BURUH BANGLADESH OLEHH&M: ANALISIS HUBUNGAN NEGARA DAN PERUSAHAAN
591 - 612
3 / 4
Vol. 2 - No. 3 / 2013-09TOC : 27, and page : 591 - 612
PERMINTAAN KENAIKAN UPAH MINIMUM BURUH BANGLADESH OLEH H&M: ANALISIS HUBUNGAN NEGARADAN PERUSAHAAN
PERMINTAAN KENAIKAN UPAH MINIMUM BURUH BANGLADESH OLEH H&M: ANALISIS HUBUNGAN NEGARADAN PERUSAHAAN
Author :Trully Erlynda | -Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Abstract
Kenaikan upah buruh bukanlah hal yang menjadi keinginan dari korporasi.Dengan menekan upah buruh, korporasi akan mendapatkan keuntungan karenasemakin rendahnya biaya yang harus dikeluarkan. Namun tidak demikian denganH&M. Mengikuti protes buruh industri garmen yang berlokasi di Bangladesh,H&M turut mendesak pemerintah Bangladesh untuk memenuhi tuntutan buruhyaitu kenaikan upah. Penelitian yang bersifat deskriptif dengan jangkauanpenelitian 2004 hingga 2012 ini menggunakan pendekatan geoekonomi dan faktornegara dalam kajian manufaktur korporasi, kesimpulan yang didapatkan penelitipeforma ekonomi negara yang mampu memberikan keuntungan jangka panjangpada korporasi serta kondisi internal negara yang apabila terjadi instabilitas dapatmenghambat produktivitas korporasi. Atas hipotesis tersebut, menjadi relevanbagi H&M untuk melakukan permintaan kenaikan upah buruh.
Keyword : , MNCs, , , Buruh, Konsumsi, , Inflasi, , ,
Daftar Pustaka :1. Anggoro, M Linggar, , (2005). “Tujuan, Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan Hubungan Masyarakat―,Teori dan Profesi Kehumasan, . Jakarta: : Bumi Aksara2. Daniels, John D., Radebaugh, Lee H & Sullivan, Daniel P, , (2007). “Globalization and International Business"dalam International Business: Environment and Operations,. New Jersey : Pearson Prentice Hall3. Hill, Charles WL, , (0000). “Global Manufacturing and Materials Management―, International Business:Competing in a Global Marketplace, . - : Times Mirror Higher Education Group, Inc,4. Mankiw, Greggory, , (2006). Pengantar Ekonomi Makro,. (Jakarta : Salemba Empat5. Samuelson, Paul S&Nordhaus, William, , (2005). Economics, . New York : McGraw Hill,
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
4 / 4
PERMINTAAN KENAIKAN UPAH MINIMUM BURUH BANGLADESH
OLEH H&M: ANALISIS HUBUNGAN NEGARA DAN PERUSAHAAN
Oleh: Trully Erlynda/070912047
ABSTRAK
Kenaikan upah buruh bukanlah hal yang menjadi keinginan dari korporasi.Dengan menekan upah buruh, korporasi akan mendapatkan keuntungan karenasemakin rendahnya biaya yang harus dikeluarkan. Namun tidak demikian denganH&M. Mengikuti protes buruh industri garmen yang berlokasi di Bangladesh,H&M turut mendesak pemerintah Bangladesh untuk memenuhi tuntutan buruhyaitu kenaikan upah. Penelitian yang bersifat deskriptif dengan jangkauanpenelitian 2004 hingga 2012 ini menggunakan pendekatan geoekonomi dan faktornegara dalam kajian manufaktur korporasi, kesimpulan yang didapatkan penelitipeforma ekonomi negara yang mampu memberikan keuntungan jangka panjangpada korporasi serta kondisi internal negara yang apabila terjadi instabilitas dapatmenghambat produktivitas korporasi. Atas hipotesis tersebut, menjadi relevanbagi H&M untuk melakukan permintaan kenaikan upah buruh.
Kata Kunci: MNCs, Geoekonomi, Inflasi, Konsumsi, Buruh
ABSTRACT
Raising in wage never been a good idea for corporation. Many corporationbelieve, by pressing labor wages, corporation will gain more profit due toreduction of labor cost. However, H&M, a Swedish retail corporation, is derailed.Following the huge garment factory’s labor protest in Bangladesh, H&M insistedBangladesh Government to raise the minimum wage. On this descriptive research,the time scope that being used ranging from 2004 until 2012. Geoecomic andcountry’s factor in locating manufacture are being used in explaining this unsualphenomenon. According to literature references, Bangladesh economicpeformance is about to deliver a long term benefit for H&M. It is also saidBangladesh internal condition affect the H&M productivity in Bangladesh.
Keywords: MNCs, Geoeconomy, Inflation, Consumption, Labor
Pendahuluan
Sebagai korporasi multinasional, H&M1 memiliki banyak penyuplai yang
menunjang keberlangsungan operasional korporasi ritel mode asal Swedia
tersebut. Diantara penyuplai H&M, terdapat beberapa manufaktur yang berlokasi
di salah satu negara di Asia Selatan, Bangladesh. Bangladesh merupakan salah
satu negara yang belum berkembang yang memiliki beragam konflik internal.
Salah satu konflik yang mendesak dalam Bangladesh adalah konflik buruh.
Bangladesh merupakan negara dengan perekonomian yang tergolong
miskin sehingga tidak memiliki akses yang memadai untuk mengolah sumber
daya alam. Atas dasar tersebut, Bangladesh menitikberatkan pada pendirian
pabrik-pabrik dan kebanyakan penduduk Bangladesh bekerja sebagai buruh
industri garmen. Industri garmen telah menjadi salah satu komoditas ekspor
paling signifikan yang dimiliki Bangladesh selama belasan tahun terakhir dan
berhasil memberikan pendapatannya hingga lebih dari 70% dalam sektor ekspor
(Kamruzzama, 2013).
Terlepas dari jumlah volume ekspor yang besar, perburuhan di Bangladesh
masih sering dihadapkan dengan beragam permasalahan. Keamanan pabrik
garmen adalah salah satu contoh permasalahan yang ada. Di kuarter kedua tahun
2011, terdapat satu pabrik garmen yang mengalami insiden kebakaran dan
menewaskan sedikitnya 21 pekerja dan mengakibatkan luka serius pada 50
pekerja (Hickman, 2012). Pabrik Garmen ini merupakan pabrik dimana para
buruh bekerja memenuhi permintaan bagi merk dagang internasional, salah satu
korporasi multinasional yang mempercayakan berdirinya manufaktur di
Bangladesh adalah riteler mode H&M (Hickman, 2012). Bangladesh juga dikenal
memiliki pabrik garmen untuk memenuhi permintaan pembuatan baju oleh
beberapa merk luar selain H&M seperti Marks&Spencer, Zara, Carrefour,
Walmart dan Tesco (Anonim, 2012)
1 Sebuah perusahaan ritel mode kelas menengah-atas yang berhasil menjadi 3 ritel terbesar didunia
Selain keamanan dan standarisasi pabrik, permasalahan lain yang menjadi
sorotan internasional adalah pengupahan buruh di Bangladesh. Upah buruh yang
rendah, serta biaya listrik yang juga rendah membuat produk garmen buatan
Bangladesh diminati oleh pengusaha tekstil banyak negara (Gosh & Chowdury,
2012)
Akan tetapi, H&M masih harus berhadapan dengan permasalahan
pengupahan buruh. Dalam pengupahan buruh yang dinilai terlalu rendah,
Korporasi tidak jarang dianggap sebagai pihak yang tidak mau meningkatkan
upah buruh dan hanya bertindak sebagai pihak yang terus melakukan eksploitasi
buruh. Eksploitasi disini dapat diartikan beraneka ragam –mulai dari jam kerja
yang tinggi hingga upah buruh yang terlalu rendah untuk jam kerja tinggi serta
kualitas produk yang bagus. Tuntutan yang diajukan biasanya adalah peningkatan
upah buruh. Akan tetapi, peningkatan dalam hal Pengupahan buruh bisa menjadi
boomerang bagi korporasi ketika semakin banyak buruh yang menuntut kenaikan
upah.
Berdasarkan data yang didapatkan dalam dekade terakhir hanya terdapat
dua kali revisi upah buruh. Revisi pertama terjadi pada tahun 2006 dan pada bulan
Juli tahun 2010 pemerintah Bangladesh memutuskan untuk menaikkan
standarisasi upah buruh. Sebelum kenaikan, upah buruh pada kisaran 1.662 taka
dan setelah kenaikan menjadi 3.000 taka –atau setara dengan $42 perbulan
(Anonim, 2012) Walaupun telah mengalami kenaikan, buruh masih menginginkan
upah upah sebesar 5.000 taka perbulannya (Anonim, 2012). Kenaikan upah buruh
yang pertama kali merupakan respon terhadap meluasnya permasalahan buruh
terkait dengan kenaikan upah buruh minimum. Dalam protes ini tidak hanya
buruh secara acak turun ke jalan tetapi juga didukung oleh asosiasi buruh
(Anonim, 2012)
Sebagai salah satu korporasi yang menanamkan modalnya berupa
penempatan lokasi manufaktur di Bangladesh, pada bulan September 2012, Chief
Executive Officer (CEO) H&M, Karl-John Persson, bertatap muka dengan
Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina di Dakka. Beragam sumber
menyatakan pertemuan ini dilakukan karena Persson merepresentasikan H&M
dan meminta kepada PM Bangladesh untuk menaikan upah minimum buruh
(Anonim, 2013) H&M sendiri telah lama menjadi mitra dari industri garmen di
Bangladesh yaitu semenjak tahun 1982 saat H&M mulai membutuhkan
Bangladesh sebagai penyuplai dan tahun 1983 saat kantor produksi H&M dibuka
di Bangladesh. Pertemuan dilakukan di ibukota Bangladesh ini bukan terjadi
secara tiba-tiba melainkan karena H&M sendiri juga telah memiliki relasi dengan
Bangladesh.
Berdasarkan fakta tersebut, terlihat bahwa H&M beraktivitas yang tidak
seumumnya dilakukan oleh korporasai. Namun H&M pada kenyataannya tidak
semata-mata melakukan hal tersebut atas dasar willingness saja melainkah dilatar
belakangi oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama berkaitan dengan
Bangladesh sebagai negara yang menitikberatkan pada sektor buruh. Bangladesh
memiliki pasar buruh yang kompetitif. Keadaan ini merupakan akibat dari
peralihan kekuatan geoekonomi yang berpindah dari Cina ke beberapa negara dan
salah satunya Bangladesh.
Sedangkan faktor yang kedua adalah kondisi perekonomian di Bangladesh
yang terkendala inflasi disinyalir memperburuk kondisi stabilisasi ekonomi
Bangladesh sehingga menyebabkan kemunculan protes buruh. Ketika keadaan
Bangladesh kian memburuk, tidak menutup kemungkinan akan merugikan H&M
yang memiliki manufaktur di Bangladesh. Faktor-faktor tersebut kemudian akan
dijadikan pembahasan pada poin-poin berikutnya.
Perpindahan Geoekonomi: Daya Saing Bangladesh dalam Pasar Buruh
Murah
Geoekonomi dapat dijelaskan dalam dua pandangan. Yang pertama adalah
geoekonomi merupakan hubungan antara kebijakan ekonomi dan perubahan yang
terjadi dalam kekuatan nasional serta geopolitik. Atau dengan kata lain, yang
dimaksud dengan geoekonomi adalah konsekuensi geopolitik dari fenomena
ekonomi, atau konsekuensi ekonomi dari tren geopolitik dan kekuatan nasional
(Baru, 2012). Geoekonomi merupakan dinamika ekonomi dari suatu geopolitik
dan melihat negara sebaga satu kesatuan. Geoekonomi menitikberatkan pada
competition, contending dan containment (Susanto, 2012). Terdapat empat
pertanyaan utama di dalam geoekonomi, yaitu; Kemana arah dinamika ekonomi
berjalan?; Siapa yang menjadi ‘pemimpin’ kekuatan; Siapa yang ‘tenggelam?’
Serta konsekuensi geopolitik apa yang diberikan. Geoekonomi menjadi penting
karena mempengaruhi keputusan korporasi dalam meletakkan manufakturnya dan
melakukan bisnis. Geoekonomi menunjukkan negara-negara mana yang menjadi
powerhouse di sistem internasional yang ada pada saat itu. Powerhouse yang
terjadi pada kurun waktu tertentu menunjukkan adanya peforma ekonomi yang
baik dari satu negara. Tidak menutup kemungkinan juga akan terjadi pergeseran
powerhouse dari satu negara ke negara lain yang menyebabkan negara yang lama
–yang semula menjadi pusat kekuatan, menjadi disrupted sementara kekuatan
baru di negara lain telah muncul (Dicken, 2006).
Dalam bisnis internasional, geokonomi menjadi berarti karena
memberikan pengaruh terhadap eksistensi korporasi baik pada jangka pendek
maupun jangka panjang. Selain itu, juga memberikan pengaruh terhadap
keputusan-keputusan korporasi dalam menanggapi beberapa situasi tertentu yang
bersifat mendesak. Situasi-situasi yang mungkin terjadi adalah aktivitas ekspansi
korporasi, entry mode, serta pemilihan penempatan lokasi manufaktur korporasi.
Implikasi lain yang ditimbulkan adalah adanya ketertarikan korporasi terhadap
suatu negara yang terdiri dari keuntungan yang akan didapat, biaya yang akan
dikeluarkan serta resiko-resiko yang akan diterima korporasi (Hill, 1994).
Salah satu pendekatan dalam geoekonomi adalah global shift (Susanto,
2012). Global shift mengedepankan kontrol terhadap jaringan dan akses modal,
baik human maupun non human capital. Human capital pada umumnya akan
dijaga sebaik mungkin untuk mendukung berjalannya aliran jaringan modal.
Dalam pendekatan ini, juga akan muncul konflik. Jenis konflik yang biasanya
akan muncul adalah kompetisi diantara negara-negara, labor resistance serta
konflik diaspora
Negara-negara yang memiliki tumpuan ekonomi yang sama memiliki
kecenderungan untuk bersaing diantara satu dengan yang lainnya. Persaingan
antara negara ini dilakukan untuk menjadi negara dengan kondisi perekonomian
yang menarik terutama bagi korporasi yang ingin menanamkan modal. Persaingan
kemudian menjadi umum untuk dilakukan guna mencapai hal tersebut.
Kemunduran satu negara merupakan salah satu peluang bagi negara lain untuk
melakukan penguasaan.
Negara menjadi kompetitif dan negara yang berhasil menjadi powerhouse
mengindikasikan peforma ekonomi yang baik pula dalam satu sektor tumpuan
ekonominya. Dalam negara yang menitikberatkan buruh yang murah guna
mendapatkan investasi berupa pembukaan pabrik atau lokasi manufaktur dari
korporasi multinasional, persaingan negara dilakukan dengan penekanan upah
buruh. Upah buruh menjadi penting karena berkaitan dengan keuntungan yang
akan didapatkan oleh korporasi.
Daya saing Bangladesh menjadi semakin terlihat smenjak terjadinya tren
korporasi yang melakukan pemindahan lokasi manufaktur. Daya saing ini adalah
tanda bahwa sektor pekerja garmen Bangladesh dapat menjadi alternatif
dikarenakan kualitas dari produk yang dihasilkan. Selain itu, permintaan terhadap
industri di Bangladesh juga akan mengalami peningkatan seiring semakin
banyaknya korporasi yang melangkahkan kaki keluar dari Cina. Tidak terkecuali
Bangladesh. H&M yang telah lama menempatkan penyuplai di Bangladesh juga
harus terlibat dalam kompetisi negara dalam pasar buruh ini. Dengan terus
menjalin relasi dengan buruh di Bangladesh, kegiatan operasional H&M juga
dapat berjalan.
Terlepas dari adanya perpindahan arus serta kompetisi dalam sektor pasar
buruh murah ini, ada hal yang perlu diperhatikan bagi korporasi yang
memindahkan lokasi manufaktur di Bangladesh yaitu mengenai protes kenaikan
upah buruh. Buruh-buruh yang bekerja di Bangladesh juga mengajukan tuntutan
kenaikan upah kepada Pemerintah terkait adanya krisis ekonomi serta inflasi yang
melanda Bangladesh. Dibandingkan dengan upah buruh di Cina, Bangladesh
memiliki upah buruh yang kecil. Namun, bukan kendala berarti bagi H&M untuk
menaikkan upah buruh Bangladesh.
Semenjak menjadi primadona bagi manufaktur yang tidak memerlukan
tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang memadai, mempertahankan
Manufaktur di Bangladesh memberikan keuntungan karena akan semakin banyak
korporasi yang mencoba untuk menempatkan manufaktur di Bangladesh dan
dalam bisnis, persaingan adalah kegiatan yang seringkali terjadi bahkan sampai
menjatuhkan lawan. Untuk itu, H&M tidak merasa keberatan dengan tuntutan
kenaikan upah karena selain Bangladesh merupakan mitra lama bagi H&M,
Bangladesh juga sedang dalam posisi tawar yang tinggi. H&M juga harus
menghadapai kemungkinan semakin banyaknya korporasi ritel mode yang
menempatkan manufakturnya di Bangladesh dan tidak menutup kemungkinan
bahwa korporasi ritel mode tersebut menggunakan cara yang sama dengan H&M
yaitu outsourcing.
Apabila banyak perusahaaan ritel mode yang serupa, maka industri
garmen di Bangladesh akan mengalami lonjakan permintaan buruh. Adanya arus
perpindahan ini adalah indikasi bahwa peforma ekonomi Bangladesh dalam
keadaan yang baik yang ditandai dengan belum ditemukannya ketakutan
penarikan investor atas kemungkinan kenaikan upah buruh yang signifikan,
seperti yang sebelumnya terjadi di Cina.
H&M, juga menjaga relasi dengan manufaktur di Bangladesh karena
penyuplai merupakan aset yang penting yang dapat memberikan profit dalam
kegiatan opoerasional korporasi. Pemaparan sebelumnya menjelaskan mengenai
permintaan kenaikan upah buruh, yang dapat menjadi tantangan bagi korporasi
manufaktur, yang ternyata juga dihadapi oleh buruh industri garmen di
Bangladesh. Komparasi yang dilakukan adalah permintaan kenaikan upah buruh
Bangladesh dengan negara-negara lain yang sama yaitu negara yang bertumpu
pada sektor buruh dengan harga yang relatif rendah. Komparasi dilakukan karena
selayaknya korporasi, akan melihat perbandingan upah buruh negara demi
keuntungan yang akan diraih. bagi H&M untuk menaikkan upah buruh di
Bangladesh bukanlah suatu persoalan karena masih memiliki upah yang relatif
rendah dibandingkan dengan Cina serta beberapa negara lain dikawasan Asia. Hal
ini masih berujung pada pencarian upah buruh yang relatif rendah guna
mendukung operasional korporasi untuk jangka panjang. Ditambah dengan
kualitas barang produksi buruh garmen Bangladesh yang baik dengan banyaknya
pergeseran pemindahan lokasi manufaktur ke Bangladesh sebagai indikasi.
Sebagai sebuah korporasi, tentu saja kodrat utama korporasi adalah
pencarian keuntungan semaksimal mungkin, terlepas dari beragam cara yang
harus dilakukan serta citra yang akan didapatkan dari publik atas langkah-langkah
tersebut.
Kondisi Internal Negara dan Pengaruhnya Terhadap Penempatan
Manufaktur Korporasi
Terdapat beberapa unsur yang diperhatikan korporasi dalam menempati
manufaktur. Dalam penentuan lokasi manufaktur ini, terdapat beragam faktor
yang menentukan diantaranya adalah Negara yang terdiri dari subfaktor ekonomi,
politik, budaya, biaya faktor produksi serta hambatan perdagangan (Hill, 1992)
Subfaktor ekonomi memiliki keterkaitan dengan subfaktor politik. Negara
yang demokratis cenderung memiliki sistem ekonomi pasar dan sebaliknya. Pada
dasarnya, dapat diidentifikasi tiga tipe sistem ekonomi yaitu pure market
economy, command economy dan mixed economy. Sama seperti subfaktor politik,
stabilitas serta instabilitas perekonomian suatu negara juga menjadi penentu
tindakan korporasi.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu faktor yang menjadi
pertimbangan di dalam manufaktur adalah ekonomi terutama stabilisasi ekonomi
suatu negara. Pada dasarnya, salah satu peran negara adalah untuk memacu
pertumbuhan ekonomi secara makro dan memelihara stabilisasinya.
Selain itu, seperti yang telah dinyatakan oleh Samuelson dan Nordhaus
(2005), peran negara, terutama ketika terjadi pergolakan ekonomi di dalamnya,
adalah meningkatkan efisiensi serta menciptakan pemerataan dan keadilan bagi
warga negaranya. Maksimalisasi peran negara tersebut dapat dicapai diantara
melalui agenda perbaikan kegagalan pasar serta memperjuangkan pemerataan
pendapatan penduduk atau golongan tertentu. Hal tersebut dilakukan untuk
memperoleh stabilisasi ekonomi negara. Negara, dapat saja mengalami masa
kondisi ekonomi yang tidak stabil seperti terjadinya inflasi. Kondisi ekonomi
yang tidak stabil sendiri juga dapat menyebabkan terjadinya konflik.
Inflasi menyebabkan harga barang, terutama barang konsumsi yang sehari-
harinya dibeli oleh masyarakat. Atas peningkatan harga barang tersebut tentu saja
dibutuhkan peningkatan pendapatan individu. Namun dalam kasus Bangladesh,
pendapatan individu2 tidak mengalami peningkatan. Hal ini bukanlsah suatu berita
yang baik bagi para pekerja. Adanya stagnasi pendapatan menyebabkan
keterbatasan budget bagi para pekerja. Budget kemudian menjadi constraint
(Mankiw, 2002) bagi pekerja dalam memenuhi kebutuhan. Dikarenakan
keterbatasan tersebut, tingkat konsumsi yang ada di Bangladesh mengalami
penurunan. Penurunan tingkat konsumsi bukanlah hal yang baik dalam
perekonomian karena konsumsi dikaitkan dengan perputaran aktivitas
perekonomian secara keseluruhan. Tanpa adanya konsumsi, roda perekonomian
tidak dapat berjalan karena tidak ada perputaran uang dalam satu negara.
Selain faktor diatas, faktor yang kemudian turut menjadi perhatian adalah
Buruh merupakan salah satu human capital yang penting dalam korporasi,
terutama korporasi multinasional. Relasi dengan pekerja, serta serikat pekerja juga
hendaknya dijaga dengan baik agar tidak memicu sengketa diantara pihak pekerja
dengan pengusaha atau pemerintah host countries. Tidak seperti yang terjadi di
Bangladesh, terutama pada pekerja di sektor industri garmen. Secara ekonomi,
Bangladesh bukan termasuk negara yang maju namun jika melihat dari GDP
Bangladesh, kita dapat melihat peningkatan pertumbuhan Bangladesh dari tahun
ke tahun. GDP merupakan suatu indikasi perekonomian suatu negara, apakah
negara tersebut mengalami kondisi perekonomian yang baik atau sebaliknya.
Semakin tinggi tingkat GDP, peforma ekonomi suatu negara yang ditunjukkan
juga mengalami peningkatan kualitas. Tidak jarang pula banyak ahli dan awam
yang menghubungkan antara tingkat GDP suatu negara dengan kesejahteraan
masyarakat yang ada.
2 Yang dimaksud dengan individu dalam penelitian ini adalah pekerja atau buruh
Pengukuran GDP diperoleh dari total pendapatan yang diperoleh semua
orang dalam perekonomian (Mankiw, 2006:5). GDP juga didefinisikan sebagai
nilai pasar dari semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam sebuah negeri
di suatu periode, yang pada umumnya terjadi dalam kurun waktu 12 bulan atau
satu tahun (Mankiw, 2006: 6).
Terdapat beberapa komponen yang membentuk GDP, antara lain adalah
Konsumsi, yang sejauh ini merupakan penmyumbang GDP terbesar di hampir
setiap negara (Mankiw, 2002: 434); Investasi, yang terdiri dari modal
infrastruktur, peralatan, software serta inventori yang dimililiki oleh negara;
Pemerintah, yang termasuk didalamnya adalah belanja negara dan Net Export,
selisih antara ekspor dan impor barang serta jasa yang terjadi selama setahun
dalam negara tersebut. Industri garmen merupakan salah satu industri yang
menyerap paling banyak tenaga Kerja di Bangladesh dengan jumlah spesifik 3,6
juta jiwa pekerja. Penyerapan jumlah tenaga kerja yang semakin banyak ini
ditunjang dengan adanya fakta bahwa Bangladesh merupakan negara pilihan
banyak korporasi ritel untuk menempatkan lokasi manufaktur dikarenakan upah
buruh yang masih rendah, tidak seperti Cina yang sebelumnya menjadi minat
investor.
Seiring dengan kenaikan upah buruh di Cina, Bangladesh muncul sebagai
pilihan alternatif banyak korporasi multinasional. Bangladesh pada saat ini adaah
negara pengekspor apparel terbesar kedua dengan nilai 18 juta dollar pakaian
diekspor pada tahun lalu. Pada tahun 2010, banyak analis bisnis yang menyatakan
Bangladesh sebagai negara dengan manufacturing power. Analisis tersebut
menyebabkan semakin banyak korporasi multinasional yang ada menempatkan
manufaktur mereka di Bangladesh dengan pertimbangan keuntungan yang akan
diraih oleh korporasi (Yardley, 2012)
Terlepas dari semakin banyaknya industri manufaktur di Bangladesh,
ternyata pendapatan yang diterima tergolong rendah dan tidak sanggup mencukup
kebutuhan sehari-hari. Rendahnya pendapatan mengakibatkan banyak pekerja
yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Sebelumnya, Penjelasan telah menyebutkan bahwa pekerja atau buruh
industri garmen Bangladesh masih sering terlibat konflik dengan pemerintah
Bangladesh. Aksi protes dilatarbelakangi oleh beberapa hal salah satu yang paling
krusial adalah adanya krisis ekonomi yang melanda Bangladesh. Krisis ekonomi
telah menyebabkan teerjadinya inflasi di Bangladesh.
Inflasi, menyebabkan harga barang semakin tinggi namun pada kasus
Bangladesh ditemukan fakta bahwa upah pekerja tersebut tidak mengalami
peningkatan seiring meningkatnya harga kebutuhan yang ada. Keadaan
ketimpangan tersebut membuat upah akhirnya menjadi penghalang di dalam
berkegiatan konsumsi.
Atas adanya constraint tersebut, pekerja, yang juga dibawahi oleh serikat
pekerja ini kemudian mengajukan protes terhadap pemerintah. Budget constraint
tentu menjadi pertimbangan bagi individu untuk melakukan konsumsi.
Mengetahui bahwa inflasi terus memberikan pengaruh terhadap
kemampuan masyarakat untuk melakukan konsumsi, pemerintah tidak kunjung
mengeluarkan kebijakan yang berisikan pengabulan terhadap tuntutan pekerja
industri garmen yang meminta pemerintah untuk menaikkan upah buruh dalam
tempo waktu singkat.
Kendati demikian, upah di Bangladesh tidak mengalami peningkatan
dikarenakan untuk menjaga kompetitif dengan Cina (Dummet, 2013). Logika
yang kemudian ada, ketika tuntutan tidak terpenuhi, cara yang ditempuh oleh
pekerja industri garmen ini adalah untuk melakukan aksi.
Sayangnya, aksi tersebut menyebabkan terjadi konflik yang terus
memanas sehingga membutuhkan penanganan yang lebih serius dari pihak yang
terlibat konflik. Konflik tersebut berpengaruh terhadap korporasi yang memiliki
lokasi manufaktur di Bangladesh yaitu H&M.
Konflik yang berkepanjangan dan disebabkan oleh inflasi tersebut
memengaruhi kegiatan operasional dari H&M itu sendiri, khususnya produksi
pakaian jadi yang berasal di Bangladesh. H&M telah menyatakan bahwa pihak
korporasi menginginkan untuk menambah volume barang produksi yang berasal
dari Bangladesh.
Namun H&M mendapatkan kendala. Kendala yang dialami oleh korporasi
yang akan membuka toko di Jakarta ini bukan berasal dari internal korporasi
H&M sendiri melainkan dari segi manufaktur H&M yaitu Bangladesh. Adapun
yang dimaksud sebagai kendala oleh H&M adalah kericuhan. Kericuhan yang
sering timbul di Bangladesh menyebabkan H&M mengalami kesulitan dalam
melakukan kegiatan produksi dan peningkatan kegiatan produksi. Seperti yang
diungkapkan oleh Helena Helmersson (Marian, 2012), Head of Sustainability dari
H&M
"The often-recurring strikes and demonstrations disrupt production and causedelays. We want to grow in Bangladesh [...] a stable market will benefit us buyers,
the penyuplais and the workers. We told them how we would like to grow inBangladesh, but that the ongoing instability in the country makes it difficult for us
to plan production and makes us wonder if we dare grow there "
Kericuhan bukanlah kondisi yang baik bagi pabrik untuk beroperasi.
Kondisi yang stabil adalah kondisi ideal dimana kegiatan operasional dapat
berjalan dengan lancar. Bagi H&M sendiri, keadaan yang stabil di Bangladesh
memberikan arus produksi yang lancar dan juga bisa meningkat.
Mengingat 25% dari total produk H&M memang berasal dari Bangladesh
(Marian, 2012), dan kualitas yang diberikan juga bagus, maka H&M sendiri
berencana memperbanyak pasokan dari Bangladesh. H&M berkeinginan untuk
menambah nilai outsourcing tahunan menjadi 3 milyar dollar pertahun hingga
lima tahun kedepan (Anonim, 2012)
Dalam keberlanjutan pemilihan lokasi manufaktur, stabilitas ekonomi
menjadi penting. Instabilitas yang terjadi, dalam kasus Bangladesh ini, telah
berdampak pada kemunculan konflik antara pemerintah dan buruh industri
garmen. Tuntutan terhadap kenaikan upah terus berlanjut seiring dengan inflasi
yang terjadi dan kenaikan harga barang terutama barang-barang pokok.
Permasalahan pertama muncul karena saat terjadi konflik, akan terus
menunda kegiatan korporasi. Ketika buruh sibuk mengadakan aksi protes turun ke
jalan, maka kegiatan yang ada di manufaktur juga terhenti karena ketiadaan buruh
yang bekerja. Apabila dalam sehari tingkat produksi bisa mencapai skala ribuan,
maka protes tersebut tentu memberikan kerugian bagi pihak korporasi yang dalam
hal ini adalah H&M. Protes yang terjadi di Bangladesh juga bukan hanya sekali
saja melainkan berulang kali. Tentu saja ini menjadi salah satu sumber kerugian
bagi H&M untuk melanjutkan kegiatan produksinya di Bangladesh.
Dengan melihat sumber utama konflik yaitu inflasi yang menyebabkan
ketidakmampuan buruh untuk memenuhi barang kebutuhan, permintaan yang
dilayangkan H&M terhadap Bangladesh mengenai kenaikan upah buruh menjadi
pilihan rasional H&M guna menghindari kerugian yang ada. H&M memiliki
kontribusi yang besar pada bisnis garmen di Bangladesh.
Selain upah buruh, salah satu kendala yang dihadapi oleh H&M dan
diminta adanya perbaikan oleh para buruh adalah kemanan pabrik dan H&M telah
menyanggupi permintaan tersebut walaupu sebelumnya sempat tidak terlaksana,
Fasilitas pabrik sendiri telah dibuat memenuhi standarisasi tertentu sebagaimana
yang telah diinginkan oleh pembeli internasional.
Kemudian permasalahan keterkaitan antara konflik buruh dengan
korporasi selanjutnya terletak pada konsumsi. Upah yang tetap dengan harga yang
terus meroket menyebabkan penurunan konsumsi. Sedangkan dalam pola
melingkar aktivitas makroekonomi, pola konsumsi memengaruhi kegiatan
produksi korporasi. Ketika rumah tangga melakukan konsumsi, akan ada uang
yang dikeluarkan atas konsumsi tersebut. Hal ini menandakan perputaran uang
yang ada berjalan dengan lancar atau terhambat.
Perputaran uang yang ada menandakan pergerakan perekonomian suatu
negara. Tanpa adanya perputaran uang, tidak ada pembelian dan penjualan barang
yang terjadi. Kondisi ketiadaan pembelian dan penjualan barang ini menandakan
pasar yang mati. Akan menjadi berbeda ketika ada kegiatan konsumsi di dalam
suatu negara.
Ini adalah pertanda bagus bagi korporasi karena dengan pola melingkar
aktivitas makroekonomi, konsumsi akan diolah menjadi keuntungan korporasi dan
kembali menjadi upah buruh, setelah sebelumnya menjadi pemasukan serta
keuntungan bagi korporasi. Pengolahan pemasukan dan keuntungan akan
dibayarkan lagi kepada buruh, yang juga bertindak sebagai salah satu konsumen
di satu negara. Sebagai variabel, Konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa
pilihan, salah satunya adalah pendapatan individu. Pendapatan individu
memengaruhi pilihan pembelanjaan karena menjadi constraint. Kemudian
selanjutnya upah buruh akan digunakan sebagai konsumsi.
Kesimpulan
H&M merupakan korporasi mode terbesar nomor dua sedunia. Sebagai
korporasi mode, persaingan tentu saja menjadi sengit karena permasalahan selera.
Demikian pula dengan H&M yang bersaing dengan riteler mode yang lain seperti
Zara dan Topshop. Secara umum, ketiga korporasi yang berbeda negara asal
tersebut memiliki segmen yang sama yaitu kelas menengah atas. Sama seperti
kebanyakan korporasi, ketiga korporasi ini juga dihadapkan pada persoalan buruh,
terutama eksploitasi.
Bagi H&M, menjaga citra dari korporasi dapat dilakukan dengan beragam
cara diantaranya melalui program CSR serta menjalin kemitraan yang
menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kemitraan yang terjalin dengan baik bagi
kedua belah pihak, misalnya negara manufaktur, dapat memberikan kesan bahwa
tidak ada ekploitasi yang disebabkan oleh korporasi. Ini dapat menjadi jawaban
atas tuduhan yang kerap kali dilayangkan bagi H&M yaitu permasalahan
eksploitasi buruh.
Eksploitasi buruh yang ada disini diantaranya adalah jam kerja yang tinggi serta
upah yang tidak maksimal terlepas dari tingginya jam kerja. H&M memang tidak
memiliki manufaktur di negara asalnya. H&M lebih memilih untuk menempatkan
lokasi manufaktur di beberapa negara dengan mempertimbangkan beberapa hal
seperti politik, ekonomi dan budaya. Salah satu negara yang menjadi lokasi
manufaktur dari H&M adalah Bangladesh. Selama ini, kemitraan yang terjalin
diantara kedua belah pihak tidak banyak menuai pemberitaan yang negatif. Akan
tetapi, persoalan muncul ketika terjadi tuntutan pekerja Bangladesh atas kenaikan
upah. Protes yang terjadi menempatkan H&M pada posisi pihak yang diduga
melakukan eksploitasi terhadap buruh di Bangladesh.
Selain itu, dalam logika korporasi, kenaikan upah adalah hal yang tidak diminati
oleh korporasi akan tetapi yang dilakukan H&M adalah justru bertemu dengan
pemerintah Bangladesh dan meminta adanya kenaikan upah bagi para pekerja.
Atas dasar tersebut kemudian peneliti mencoba menjawab pertanyaan mengapa
H&M melakukan tindakan demikian.
Menggunakan pendekatan geoekonomi serta analisis faktor negara dalam
penempatan lokasi manufaktur, Kesimpulan yang kemudian didapatkan oleh
penulis adalah pertama bahwa Bangladesh adalah primadona baru bagi korporasi
yang ingi membuka manufaktur di negara berkembang. Sehingga, H&M harus
mempertahankan manufaktur di Bangladesh dikarenakan peforma ekonomi yang
baik dari Bangladesh. Selain itu, dikarenakan semakin banyaknya korporasi yang
ingin masuk ke Bangladesh.
Antusiasme korporasi ini bukan terjadi begitu saja terhadap Bangladesh
melainkan didorong oleh beberapa hal. Sebelumnya, Cina adalah primadona yang
serupa dengan kekuatan ekonomi yang sekarang dimiliki oleh Bangladesh akan
tetapi Cina kehilangan pesonanya di mata penanam modal asing yang disebabkan
oleh biaya yang harus dikeluarkan untuk buruh semakin meningkat yang
menyebabkan korporasi banyak melangkahkan kaki keluar dari Cina. Bangladesh
kemudian dipilih menjadi alternatif, terutama sektor industri garmen, dan
berkompetisi dengan negara-negara lain di kawasan Asia Selatan dan Asia
Tenggara.
Mengenai peningkatan upah yang diinginkan oleh buruh industri garmen
Bangladesh, berdasarkan data yang didapatkan penulis, upah yang
direkomendasikan oleh pekerja masih relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan upah buruh di Cina, atau negara-negara lain di kawasan Asia Selatan dan
Asia Tenggara. Sehingga menjadi pilihan rasional bagi H&M untuk meminta
pemerintah Bangladesh menaikkan upah buruh. Peningkatan upah buruh juga
dirasa relatif lebih murah dibandingkan jika H&M harus memindahkan
manufaktur mereka dikarenakan instabilitas negara Bangladesh sendiri yang dapat
mengancam kegiatan operasional dari H&M.
Kesimpulan yang didapatkan selanjutnya berkenaan dengan aktivitas korporasi.
Atas adanya tuntutan kenaikan upah tersebut, tidak jarang para pekerja melakukan
aksi protes. Aksi protes ini juga disebabkan oleh inflasi yang terus meningkat dan
harga barang juga mengalami peningkatan. Keadaan tersebut membuat buruh
mengalami penurunan konsumsi karena keterbatasn biaya, yang dalam hal ini
adalah upah.
Mengetahui sumber konflik buruh yang terjadi, maka H&M melakukan tindakan
permintaan kenaikan upah tersebut karena apabila keadaan dibiarkan demikian,
maka konsumsi akan menurun dan apabila terjadi penurunan konsumsi maka
menandakan perputaran uang semakin menurun jumlahnya dan tidak ada
pergerakan ekonomi yang signifikan. Padahal, konsumsi berkaitan langsung
dengan bisnis karena dari pembelanjaan tersebut, bisnis-bisnis dapat beroperasi.
Selain itu adanya protes dan konflik menyebabkan buruh meninggalkan pekerjaan
mereka. Hal ini jelas merugikann H&M karena harus kehilangan angka produksi
perharinya apabila buruh terus melakukan konflik. Atas dasar analisis tersebut,
menjadi relevan jika kemudia H&M mengingkan pemerintah Bangladesh untuk
meningkatkan upah buruh. Terlebih H&M juga telah menyatakan bahwa H&M
berkeinginan untuk menambah nilai ekspor yang H&M dapatkan dari Bangladesh
dikarenakan kualitas yang bagus. H&M sendiri juga tidak memerlukan buruh
denga pendidikan yang tinggi sehingga pertimbangan kenaikan upah buruh bisa
menjadi pilihan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti berupaya membuktikan
bahwa tindakan permintaan kenaikan upah yang dilakukan oleh H&M bukanlah
perilaku korporasi yang menyimpang dari logika-logika korporasi multinasional
yang menempatkan profit pada posisi yang penting. Adanya tindakan tersebut
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang telah dipaparkan.
Faktor-faktor yang melatar belakangi tindakan tersebut, jika dibiarkan terus-
menerus malah akan menyebabkan terjadinya kerugian yang menimpa korporasi.
Sebagai korporasi, tentu saja kerugian bukanlah hal yang diinginkan. Untuk
menghindari kemungkinan adanya kerugian yang menimpa korporasi, korporasi
akan melakukan tindakan guna menutup kerugian tersebut dan membalik kerugian
menjadi keuntungan yang kemudian akan didapatkan korporasi pada jangka
panjang.
Pada akhirnya, dibandingkan dengan H&M yang mengalami kerugian
dikarenakan persaingan penempatan lokasi manufaktur dengan korporasi lain,
konflik yang terus bergulir yang menurunkan kegiatan produksi pabrik serta
ketiadaan perputaran uang yang diakibatkan oleh perputaran konsumsi yang tidak
lancar di Bangladesh, menjadi pilihan rasional bagi H&M untuk mengupayakan
kenaikan upah buruh industri garmen.
Daftar Pustaka
Buku
Anggoro, M Linggar, “Tujuan, Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan
Hubungan Masyarakat”, Teori dan Profesi Kehumasan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2005)
Daniels, John D., Radebaugh, Lee H & Sullivan, Daniel P, “Globalization and
International Business" dalam International Business: Environment and
Operations, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2007)
Hill, Charles WL, “Global Manufacturing and Materials Management”,
International Business: Competing in a Global Marketplace, (Times
Mirror Higher Education Group, Inc, 1994)
Mankiw, Greggory, Pengantar Ekonomi Makro, (Jakarta: Salemba Empat, 2006)
Mankiw, Greggory, Teori Makroekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2002)
Samuelson, Paul S&Nordhaus, William, Economics, (New York: McGraw Hill,
2005)
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: UNPAR Press, 2006)
Baru, Sanjaya, A New Era of Geo-economics: Assessing the Interplay of
Economic and Political Risk, (IISS Geo-economics and Strategy
Programme: 24 Oktober 2012), http://www.iiss.org/en/events/geo-
economics%20seminars/geo-economics%20seminars/archive/a-new-era-
of-geo-economics-617d/understanding-geo-economics-and-strategy-b0f1
(diakses pada tanggal 21 Februari 2013)
Dicken, Peter, “Global Shift: Changing Geographies of The Global Economy”,
Global Shift: Mapping the Changing Countours of the World Economy,
(London: The Guilford Press, 2006),
http://pc.parnu.ee/~garri/MMG/Maailmamajanduse%20siire.pdf (diakses
pada tanggal 30 Mei 2013)
Hirschman, Albert O, “The On and Off again connection between political and
Economic Progress”, (America Economic Review: 84 No2, 1994),
http://www.academicroom.com/article/and-connection-between-political-
and-economic-progress (diakses pada tanggal 22 Maret 2013)
Md. Kamruzzama et al, “Problems and Prospect of Garments Industry in
Bangladesh and theSupportive Policy Regime”, Current State of Affairs,
18 November 2008,
http://www.bb.org.bd/pub/research/policynote/pn0702.pdf (diakses pada
tanggal 10 Januari 2013)
Artikel dalam Situs
Adam, Shamin dan Chen, Saron, “Asia Soaring Wages Mean Rising Prices
Worldwide”, Bloomberg, 2 April 2013,
http://www.bloomberg.com/news/2013-04-02/asia-soaring-wages-stoke-
inflation-as-factory-costs-rise.html (diakses pada tanggal 3 Juni 2013)
Alimanik, Julfikar, “Killing of Bangladeshi Labor Organizer Signals an
Escalation in Violence”, The NewYork Times, 9 April 2012,
http://www.nytimes.com/2012/04/10/world/asia/bangladeshi-labor-
organizer-is-found-killed.html (diakses pada tanggal 3 Mei 2013)
Anonim, “Bangladesh increases garment workers' minimum wage”, BBC News,
27 Juli 2010, http://www.bbc.co.uk/news/world-south-asia-10779270
(diakses pada tanggal 20 November 2012)
Anonim, Good Fashion, Ethical Company Organization, 2008,
http://www.ethical-company-organisation.org/ (diakses pada tanggal 22
November 2012)
Anonim, H&M and Controversies It’s All About Company’s Response, Triodos
Bank, 12 Des,ber 2011, http://www.triodos.com/en/investment-
management/who-we-are/news/newsletter-sustainability-research/HM-
and-controversies-its-all-about-companys-responses/ (diakses pada
tanggal 23 November 2012)
Anonim, “H&M: Give Bangladesh Workers Higher Pay”, VOA News, 5
September 2012, http://www.voanews.com/content/hm-wants-higher-
wages-for-bangladeshi-workers/1501999.html (diakses pada tanggal 12
Januari 2013)
Anonim, “H&M rival Zara steps up online battle”, Swedish Wire, 29 Agustus
2010, http://www.swedishwire.com/business/5962-ham-rival-zara-steps-
up-online-battle (diakses pada tanggal 12 Oktober 2012)
Anonim, “H&M purchase to double in five years”, The Daily Star, September
2012, http://archive.thedailystar.net/newDesign/news-
details.php?nid=248267 (diakses pada tanggal 4 Mei 2013)
Anonim, “Meeting between the CEO of H&M, Karl-Johan Persson, and the Prime
Minister of Bangladesh”, MarketWatch, 5 September 2012,
http://www.marketwatch.com/story/h-m-hennes-mauritz-ab-meeting-
between-the-ceo-of-hm-karl-johan-persson-and-the-prime-minister-of-
bangladesh-2012-09-05 (diakses pada tanggal 12 Januari 2013)
Anonim, “The End of Cheap China”, The Economist, 10 Maret 2012,
http://www.economist.com/node/21549956 (diakses pada tanggal 3 Mei
2013)
Anonim, “Truly Fast Fashion: H&M’s Lagerfeld Line Sells Out in Hours”, WWD
, 15 November 2004, http://www.wwd.com/fashion-news/fashion-
features/truly-fast-fashion-h-m-8217-s-lagerfeld-line-sells-out-in-hours-
593089/slideshow?&full=true (diakses pada tanggal 24 Oktober 2012)
Anonim, “UK: New Zara, H&M and Gap online stores inadequate”, Just Style, 24
September 2010, http://www.just-style.com/news/new-zara-hm-and-gap-
online-stores-inadequate_id109037.aspx (diakses pada tanggal 12
Oktober 2012)
Berfield, Susan, “H&M Goes Public With List of Suppliers”, Bloomberg Business
Week, September 2012, http://www.businessweek.com/articles/2013-04-
04/h-and-m-goes-public-with-list-of-suppliers (diakses pada tanggal 26
Maret 2013)
Ceroni, Lara, H&M guest fashion designer collaborations: A history, Elle
Canada, 22 November 2011,
http://www.ellecanada.com/blog/2011/11/22/hm-guest-fashion-designer-
collaborations-a-history/ (diakses pada tanggal 26 Oktober 2012)
Dummet, Mark, “Bangladesh faces food crisis”, BBC, 10 April 2008,
http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/7341111.stm (diakses pada tanggal 4
Mei 2013)
Ghosh, Shahana dan K.R. Chowdhury, “Konsumen India berbondong-bondong
beli produk Bangladesh”, Khabar South Asia, 23 Mei 2012,
http://khabarsoutheastasia.com/id/articles/apwi/articles/features/2012/05/
23/feature-02?change_locale=true (diakses pada tanggal 19 Februari
2013)
Hansegard, Jens, “H&M Expresses Concern About Growth in Bangladesh”, The
WallStreet Journal, 28 Mei 2012,
http://online.wsj.com/article/SB100014240527023038074045774316111
42443338.html (diakses pada tanggal 26 Maret 2013)
Hickman, Martin, “21 Workers Die in Fire at H&M factory”, The Independent, 2
Maret 2010, http://www.independent.co.uk/life-style/fashion/news/21-
workers-die-in-fire-at-hm-factory-1914292.html (diakses pada tanggal 23
November 2012)
Holm, Jakob, “Conditions For H&M’s Workers In Cambodia Are Sub-standard”,
Scandasia, 29 Juni 2006, http://scandasia.com/2524-conditions-for-hms-
workers-in-cambodia-are-sub-standard/ (diakses pada tanggal 23
November 2012)
Keeley, Graham & Clark, Andres, “Zara overtakes Gap to become world's largest
clothing retailer”, The Guardian UK, 11 Agustus 2008,
http://www.guardian.co.uk/business/2008/aug/11/zara.gap.fashion
(diakses pada tanggal 11 Oktober 2012)Lara Ceroni,, H&M guest fashion
designer collaborations: A history, Elle Canada, 22 November 2011
Marian, Petah, “H&M looks to increase Bangladeshi sourcing – reports”, Just
Style, 28 Mei 2012, http://www.just-style.com/news/hm-looks-to-
increase-bangladeshi-sourcing-reports_id114512.aspx (diakses pada
tanggal 4 Mei 2013)
McCallum, Katie, “Is Topshop A Top Shop?”, Village Rhythm Organization, 2
April 2012, http://village.rhythms.org/square/is-topshop-a-top-shop/
(diakses pada tanggal 22 November 2012)
McCallum, Katie, “H&M: The Answer to Ethical Fashion?”, Village Rhythm
Organization, 13 April 2012, http://village.rhythms.org/square/hm-the-
answer-to-ethical-fashion/ (diakses pada tanggal 22 November 2012)
Yardley, Jim, “Export Powerhouse Feels Pangs of Labor Strife”, The New York
Times, 23 Agustus 2012,
http://www.nytimes.com/2012/08/24/world/asia/as-bangladesh-becomes-
export-powerhouse-labor-strife-erupts.html?pagewanted=all&_r=0
(diakses pada tanggal 3 Mei 2013)
Yardley, Jim, “Fighting for Bangladesh Labor, and Ending Up in Pauper’s
Grave”, The New York Times, 9 September 2012,
http://www.nytimes.com/2012/09/10/world/asia/killing-of-bangladesh-
labor-leader-spotlights-grievances-of-workers.html?pagewanted=all
(diakses pada tanggal 3 Mei 2013)
Zhang, Yajun, Tom, Orlik, et al“Cina Begins to Lose Edge as World's Factory
Floor”, WallStreet Journal, 17 Januari 2013,
http://online.wsj.com/article/SB100014241278873237837045782452417
51969774.html (diakses pada tanggal 4 April 2013)
Zimmerman, Ann & Shah, Neil, “American Taste for Cheap Clothes Fed
Bangladesh Boom”, WallStreet Journal, 12 Mei 2013,
http://online.wsj.com/article/SB100014241278873240597045784755819
83412950.html (diakses pada tanggal 19 Mei 2013)
Sumber Internet Lainnya
“H&M Training Centre in Dhaka, Bangladesh”, H&M,
http://about.hm.com/AboutSection/en/About/Sustainability/Commitment
s/Communities/Community-Projects/Training-Centre-Bangladesh.html
(diakses pada tanggal 19 Februari 2013)
Interbrands, http://www.interbrand.com/en/about-us/Interbrand-about-us.aspx
(diakses pada tanggal 24 Oktober 2012)
“Mission Statement”, H&M,
http://about.hm.com/content/hm/aboutsection/en/About.html (diakses
pada tanggal 23 November 2012)
“Our History”, H&M, http://about.hm.com (diakses pada tanggal 14 Oktober
2012)
“Strategy”, H&M,
http://about.hm.com/AboutSection/en/About/Sustainability/HMConsciou
s/Aboutconscious.html (diakses pada tanggal 19 Februari 2013)
“Vision and Policy”, H&M,
http://about.hm.com/content/hm/aboutsection/en/About/Sustainability/H
MConscious/Vision-and-Policy.html#cm-menu (diakses pada tanggal 19
Februari 2013)
PPT
Susanto, Joko, “Four Approaches in Geoeconomy”, Kuliah Geoekonomi dan
Geokultural, (2012)