laporan kasus labiopalatogenatoscizis bilateral

62
BAB I REKAM MEDIK 1.1 Identifikasi Pasien Nama : An. RI Umur : 11 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Belum kawin Agama : Islam Alamat : Lrg. Sikam 2, No. 135 A, Kalidoni, Palembang Kebangsaan : Indonesia NO RM : 874009 1.2 Anamnesis (Alloanamnesis pada tanggal 23 Februari 2015) Keluhan Utama : Pasien ingin memasang kawat gusi dengan riwayat bibir sumbing sejak lahir. Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak lahir, penderita memiliki celah pada bibir, gusi dan langit - langit mulutnya. Pasien sering tersedak jika makan atau minum, keluar air dari hidung (+), tidak bisa menyusu pada ibu, maupun 1

Upload: vennysoentanto

Post on 24-Dec-2015

43 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Pertumbuhan dan perkembangan oromaksilofasial (muka & rongga mulut) dimulai pada minggu ke-3 intra uterin. Mula-mula masih terbentuk tube dan terdiri dari 3 unsur yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm/entoderm.

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

BAB I

REKAM MEDIK

1.1 Identifikasi Pasien

Nama : An. RI

Umur : 11 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Belum kawin

Agama : Islam

Alamat : Lrg. Sikam 2, No. 135 A, Kalidoni, Palembang

Kebangsaan : Indonesia

NO RM : 874009

1.2 Anamnesis (Alloanamnesis pada tanggal 23 Februari 2015)

Keluhan Utama : Pasien ingin memasang kawat gusi dengan riwayat bibir

sumbing sejak lahir.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak lahir, penderita memiliki celah pada bibir, gusi dan langit - langit

mulutnya. Pasien sering tersedak jika makan atau minum, keluar air dari

hidung (+), tidak bisa menyusu pada ibu, maupun menggunakan dot.

Riwayat trauma (-), pasien lalu dibawa berobat ke RSMH Palembang.

Di RSMH Palembang pasien kemudian di operasi sebanyak 5 kali.

Operasi pertama pada saat usia 1 tahun 2 bulan, operasi ke dua usia 6

tahun, operasi ke tiga usia 7 tahun, operasi ke empat 8 tahun 4 bulan,

operasi terakhir usia 8 tahun 7 bulan.

Setelah operasi terakhir, masih didapatkan sedikit celah pada langit –

langit mulut, pasien masih sering tersedak jika makan dan minum, keluar

1

Page 2: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

air dari hidung jika berkumur, bicara sengau, dan pelafalan bicara kurang

jelas. Pasien kemudian dikonsulkan kepada bagian gigi dan mulut untuk

pemasangan kawat gusi sebelum dilakukan operasi penanaman tulang

pada langit – langit mulutnya.

a. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal

Alergi : debu, dingin √

Penyakit Jantung √

Penyakit Tekanan Darah Tinggi √

Penyakit Diabetes Melitus √

Penyakit Kelainan Darah √

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √

Kelainan Hati Lainnya √

HIV/ AIDS √

Penyakit Pernafasan/paru √

Kelainan Pencernaan √

Penyakit Ginjal √

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √

Epilepsy √

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita didiagnosis Labiognatopalatoscizis bilateral komplit sejak lahir.

c. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya

- Penderita belum pernah melakukan perawatan gigi sebelumnya.

2

Page 3: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

d. Riwayat Kebiasaan

- Penderita suka mengkonsumsi permen.

- Penderita menyikat gigi 1x-2x sehari.

1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien

1. Konsultasi : Pasien ingin memasang kawat gusi

dengan riwayat bibir sumbing

2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis

3. Berat Badan : 36 kg

4. Tinggi Badan : 140 cm

5. Vital Sign

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 84 x/menit

- RR : 24 x/menit

- T : 36,7 0C

b. Pemeriksaan Ekstra Oral

- Wajah : simetris

- Mata : simetris, RC +/+, θ 3mm/3mm

- Hidung : simetris

- Bibir : tampak scar operasi labioplasti

- KGB : kanan dan kiri tidak teraba dan tidak terasa sakit

- TMJ : Tidak ada dislokasi dan clicking

c. Pemeriksaan Intra Oral

- Protrusi : ada, maksillaris ± 10mm

- Debris : ada, minimal

- Plak : tidak ada

3

Page 4: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

- Kalkulus : ada, 3.1, 3.2, 4,1

- Persistensi : ada, 1.III

- Gingiva : gingivitis (-)

- Mukosa : tidak ada kelainan

- Palatum : terdapat celah pada palatum durum

- Lidah : tidak ada kelainan

- Dasar Mulut : tidak ada kelainan

- Hubungan Rahang : ortognati

d. Status Lokalis

Gigi Lesi Sondase Perkusi Palpasi CE Diagnosis/ ICD Terapi

1.6 D3 - - - - Karies Email Pro Konservasi

1.II - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

2.III D3 - - - - Karies Email Pro Konservasi

2.IV - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

2.V - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

3.V - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

3.IV - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

3.III D3 - - - - Karies Email Pro Konservasi

4.III - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

4.IV - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

4.V - - - - Dental Root Pro Ekstraksi

e. Temuan Masalah

a. Kalkulus pada gigi 3.1, 3.2, 4,1

b. Karies Email Lesi D3 pada gigi 1.6, 2.III, 3.III

c. Dental Root pada gigi 1.II, 2.IV, 2.V, 3.V, 3.IV, 4.III, 4.IV, 4.V

d. Persistensi 1.III

4

Page 5: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

e. Palatoscizis

f. Protusi maksillaris

f. Pemeriksaan Penunjang

5

Page 6: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

g. Perencanaan Terapi

a. Pro Periodonsi Scaling pada gigi 3.1, 3.2, 4,1

b. Pro Ekstraksi Ekstraksi Dental Root 1.II, 2.IV, 2.V, 3.V,

3.IV, 4.III, 4.IV, 4.V

c. Pro Konservasi Tumpatan pada gigi 1.6, 2.III, 3.III

d. Pro Orthodonti Pemasangan Obturator palatum

h. Diagnosis

Labiognatopalatoscizis bilateral komplit post labioplasti dan palatoplasti pro

pemasangan obturator palatum.

i. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia

j. Tampak Klinis

6

Page 7: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EMBRIOLOGI OROMAKSILOFASIAL

Pertumbuhan dan Perkembangan Rongga Mulut

Pertumbuhan dan perkembangan oromaksilofasial (muka & rongga mulut) dimulai

pada minggu ke-3 intra uterin. Mula-mula masih terbentuk tube dan terdiri dari 3

unsur yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm/entoderm.

Pertumbuhan dan perkembangan oral/mulut dimulai dengan proses invaginasi lapisan

ektoderm di bagian caudal dan Processus Prontonasalis dan disebut Stomodeum

(Primitive Oral Cavity). Di samping itu terjadi pula proses invaginasi pada lapisan

endoderm yang disebut Primitive Digestive Tract. Selanjutnya POC dan PDT saling

mendekat hingga bertemu pada membran yang tipis disebut membrana bucco

pharyngeal. Membran tersebut akhirnya pecah dan terjadilah hubungan yang

sempurna antara POC dan PDT.

Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Apparatus

Selain proses tersebut terjadi pula pula proses pertumbuhan dan perkembangan

pembentukan Branchial Apparatus, yaitu terdiri dari :

Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Arches Llengkungan)

Mula-mula dibentu Branchial Arch I / Pharyngeal Arch I, kemudian dibentuk

Branchial Arch I hingga IV, namun Branchial Arch V rudimenter / hilang sehingga

Branchial Arch IV bergabung dengan Branchial IV. Dari Branchial Apparatus inilah

akan dibentuk organ-organ, rahang atas, rahang bawah, lidah larynx, pharynx, os

hyoid, otot-otot wajah, ligamentum, arteri, vena, nervus, dll.

7

Page 8: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Pouches (Konjungsi)

Yang pertama dibentuk adalah cavum tympanica, antrum, mastoideum, telinga

tengah, tuba eustachii, lalu lapisan Endoderm berdiferensiasi membentuk Tonsila

Palatina dan Fossa Supratonsilaris. Bagian Dorsal berdirensiasi membentuk glandula

parathyroid inferior lalu bermigrasi ke arah dorsal glandula thyroid. Sedangkan

bagian ventral berdiferensiasi membentuk primordial glandula thymus kemudian

bermigrasi kea rah Caudal & Medial selanjutnya bagian kanan & kiri berfusi

membentuk glandula thymus.

Bagian dorsal berdirensiasi membentuk glandula parathyroid superior kemudian

bermigrasi ke dorsal glandula thyroid. Bagian ventral berdiferensiasi membentuk

ultimo branchial body lalu bermigrasi dan berfusi dengan glandula thyroid.

Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Groove (Celah)

Branchial Groove I akan membentuk meatus acusticus externus, sedangkan Branchial

Groove yang lain akan hilang sehinga leher rata.

Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Membrane (Selaput)

Branchial Membrane I akan membentuk membrane tympanica sedangkan branchial

membrane yang lain menghilang.

Pertumbuhan dan Perkembangan Fasial (Muka)

Pertumbuhan dasn perkembangan fasial (muka) berasal dari 5 buah Fasial Promordia,

yaitu :

1. Sebuah tonjolan Processus Fronto Nasalis di atas Stomodeum

2. Sepasang tonjolan Processus Maxillaris yang berasal dari Branchial Arch I,

terletak di Cranio Lateral Stomodeum.

8

Page 9: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

3. Sepasang tonjolan Processus Mandibularis yang juga berasal dari Branchial

Arch I, terletak di Caudal Stomodeum.

Pertumbuhan dan Perkembangan Processus Fronto Nasalis

Dimulai pada minggu ke-4, yaitu sebagai dua buah penebalan ektoderm yang terletak

di latero processus fronto dan di atas stomodeumm disebut Nasal Placode. Setelah

embrio berumur 5 minggu, terjadi lagi dua buah penonjolan yang mengelilingi Nasal

Placoda yang berbentuk tapal kuda yang disebut :

Processus Nasalis Medialis (medial)

Processus Nasalis lateralis (lateral)

Selanjutnya Nasal Placoda akan menjadi dasar lekukan ke dalam dan membentuk

Nasal Pit yang nantinya akan merupakan lubang hidung atau Nostril. Sedangkan

kedua Processus nasalis medialis akan berfusi membentuk intermaxillary segment.

Intermaxillary segmente akan mengalami pertumbuhan dasn pertumbuhan

perkembangan dalam 2 arah yaitu :

- Ke arah caudal → akan membentuk Phitrum

- Ke arah medial → akan membentuk Septum nasi, Palatum Primer (processus

palatinus medialis), Premaxilla (yaitu tulang rahange atas bagian tengah yange

menunjang gigi-gigi

- Sedangkan processus nasalis lateralis akan membentuk Ala Nasi (yang akan

dipisahkan dari processus maxillaries oleh sulcus naso lacrimalis).

Pertumbuhan dan Perkembangan Cavum nasi

Dimulai pada embrio umur kurang dari 6 minggu, sebagai proses invaginasi pada

nasal placode sebagai dasar lekukannya. Mula-mula dibentuk nasal pit, kemudian

lekukan semakin meluas membentuk Saccus Nasalis. Soccus nasalis ini masih belum

berhubungan dengan cavum oris karena masih dipisahkan oleh membrane oro nasal.

9

Page 10: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Setelah embrio berusia 7 minggu itu., membrane oro nasal pecah, hingga terjadilah

hubunan antara Cavum nasi dan Cavum oris. Batas hubungan cavum nasi dan cavum

oris di belakang palatum primer disebut primitive choanae.

Selain proses tersebut di atas, pada dinding Cavum nasi terbentuk pula tonjolan-

tonjolan yang disebut:

- Concha Nasalis Superior

- Concha Nasalisi Medius

- Concha Nasalis Inferior

Dan dinding epitel atas Cavum nasi (lapisan ektoderm) juga mengalami diferensiasi

membentuk serabu-serabu syaraf nervus olfaccorlus. Setelah palatun sekunder kanan

dan kiri selesai berfusi dengan septum nasi, maka terbentuklah cavum nasi yang

sempurna. Dengan demikian batas hubungan cavum nasi dan cavum oris kini di

belakang palatum sekunder dan disebut Definitive Chonchae.

Pertumbuhan dan Perkembangan Tulang Rahang Atas

Tulang rahang atas (os maxilla) berasal dari Branchial Arch I bagian atas, disebut

juga processus maxillaris. Pusat ossifikasi terletak pasda percabangan nervus infra

orbitalis menjadi nervus alveolaris superior anterior dan nervus alveolaris superior

medius. Kemudian proses ossifikasinya berlanjut mula-mula ke arah posterior

membentuk processus zygomaticus ossis maxillaris, kemudian ke arah caudal

membentuk processus alveolaris ossis maxillaris dan ke arah medial membentuk

processus palatinus ossis maxillaris. Selama proses pertumbuhan dan perkembangan

tersebut, dibagian pusat ossifikasinya membentuk corpus maxillia, hingga

terbentuklah os maxilla yang lengkap.

Pertumbuhan dan Perkembangan Palatum

Pertumbuhan dan Perkembangan palatum terjadi melalui beberapa tahap, yaitu

10

Page 11: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Palatum Primer (Processus Palatinus Medialis)

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa palatum primer dibentuk oleh

intermaxillary segment (fusi dari processus nasalis medialis) yang berkembang ke

arah medial dan caudal membentuk palatum primer, septum nasi, premaxilla (tulang

rahang atas yang menunjang gigi, phitrum (alur vertikal pada bagian tengah bibir

atas).

Palatum Sekunder (Processus palatines lateralis)

Palatum sekunder (processus palatines lateralis) berasal dari processus maxillaries.

Mula-mula palatum sekunder berkembang ke arah bawah karena masih adanya lidah

embrional. Namun setelah rahang bawah (os mandibula) berkembang, maka ruang

bertambah besar, sehingga lidah turun ke bawah. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan

dan perkembangan palatum sekunder dapat berkembang ke arah mid line dan berfusi.

Selain itu septum nasi juga mengadakan fusi tangan kedua palatum sekunder (kanan

dan kiri).

Pertumbuhan dan Perkembangan Selanjutnya dari Paltum Sekunder

1. Dorsal palatum primer

Terjadi proses ossifikasi disebut Processus Palatinus Ossis Maxillaris.

2. Dorsal ad.1

Terjadi pula ossifikasi disebut Os Palatinum

3. Dorsal ad.2

Pertumbuhan dan perkembangan pada dorsal ada 2 yang tidak mengalami

proses ossifikasi disebut Palatum Molle dan Uvulia.

11

Page 12: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Pertumbuhan dan Perkembangan Os Palatinum

Berasal dari bagian medial tulang rawan nasal capsul. Nasal capsul merupakan tulang

rawan yang pertama kali dibentuk di daerah muka atas dan analog dengan tulang

rawan Meckel rahang bawah. Atas nasal capsul, bagian lateral membentuk Os

Ethmoidale, bagian posterior membentuk septal cartilage (pars perpendicularis ossis

ethmoidalis). Keduanya mengalami ossifikasi setelah lahir. Bawah nasal capsul

bagian lateral membentuk concha nasalis inferior sedangkan di antaranya mengalami

atropi bagian medial membentuk os palatinum.

Ossifikasi terjadi pada minggu ke 7-8, lokasinya di dekat nervus Palatinus

Descendeus. Ossifikasi ke arah vertical disebut pars perpendicularis ossis palatine,

yang akan berfusi dengan os maxillaries membentuk dinding medial sinus

maxillaries. Ossifikasi ke arah horizontal disebut pars horizontal ossis palatine yang

akan berfusi dengan prosessus palatines ossis maxillaries.

Pertumbuhan dan Perkembangan Sinus Maxillaris

Pada bulan ke-4 intrauterin, mula-mula terbentuk kantong mukosa kecil di daerah

lateral cavum nasi. Kantong tersebut mula-mula terpisah dari maksila oleh tulang

rawan nasal capsul. Setelah nasal capsul bagian bawah atropi, kantong mukosa

tersebut menerobos masuk ke dalam os maxilla di atas processus palatines lateral

sehingga terbentuk maxillaries. Sinus ini akan terus berkembang hingga ukuran

dewasa. Perkembangan seterusnya ke arah processus alveolaris.

Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Tulang Rahang Bawah

Tulang rahang bawah (os mandibula) berasal dari Branchial Arch I bawah atau

mandibula Arch dan disebut pula Processus Mandubularis. Awalnya dibentuk tulang

rawan Meckel di bagian lingual Processus Mandibularis. Pertumbuhan dan

perkembangan tulang Meckel ini berada dekat dengan pembentukan N. Mandibularis.

Pada saat N. Mandibularis dibentuk mencapai 1/3 dorsal tulang rawan Meckel,

12

Page 13: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

kemudian bercabang menjadi N. Alveolaris inferior ke arah anterior dan bercabang

lagi menjadi N.Mentalis dan N. Incisivus. Di Tempat lateral percabangan inilah

jaringan ikat pada fibrosa mengalami ossifikasi (minggu ke-7). Pusat ossifikasinya

sekitar foramen Mentale. Kemudian pertumbuhan dan perkembangan posterior

membentuk rumus mandibula hingga terbentuk mandibula hingga terbentuk

mandibula yang lengkap, sedang tulang rawan Meckle menghilang.

Pertumbuhan dan Perkembangan Temoro Mandibular Joint

Mula-mula os temporalis masih terpisah jauh dari os mandibula. Setelah pertumbuhan

conovius mandibula jaringan, dibentuk jaringan ikat padat yang tipis disebut Discus

Articularis. Selanjutnya Tuberculum Articulare baru tampak pada saat lahir.

Bentuknya khas setelah pembentukan gigi sulung.

Pertumbuhan dan Perkembangan Lidah

Pertumbuhan dan perkembangan lidah dimulai pada akhir minggu ke-4. Mula-mula

dibentuk sebuah tonjolan di dasar pharynx, anterior foramen caecum disebut

Tuberculum Impar. Kemudian dibentuk pula 2 tonjolan di daerah lateral dari

Tuberculum Impar, disebut Tonjolan Lateral Lidah. Ketiga tonjolan tersebut berasal

dari Branchial Arch I.5 Kemudian tonjolan lateral lidah berfusi membentuk 2/3

anterior lidah dengan garis fusi pada :

- Sulcus lingualis media (luar)

- Septum lingual (dalam)

Pertumbuhan dan perkembangan Papilla dan Taste Buds pada Lidah

Mula-mula dibentuk papilla filiformis tanpa ada induksi syaraf sehingga tidak ada

taste buds. Saat umur 54 hari dibentuk Papilla Circum Vallatae, lalu Papilla Foliatae

Fungiformis yang diinduksi oleh chorda tympani (N. VII). Ketiganya terdapat taste

buds.

13

Page 14: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Pertumbuhan dan Perkembangan Kelenjar Saliva

Pada embrio minggu ke 6-7 dibentuk Glandula Parotis yang berasal dari jaringan

ektodermal berlokasi di tepi stomodeum. Sel-sel berpoliferasi membentuk tali padat

dan ujung bulat. Tali tersebut berkembang membentuk tumen dan selanjutnya

terbentuk duktus, sedangkan ujung yang bulat berdiferensiasi membentuk acini

(khusus menghasilkan saliva) yang akan mengeluarkan secret.5

Glandula Submandibularis yang berasal dari jaringan endodermal berlokasi di dasar

mulut di latero-caudal lidah. Cara pembentukannya sama dengan GI. Parotis.

Glandula sublingualis berkembang agak akhir, juga berasal dari jaringan endodermal

sebagai multiple buds yang nantinya membentuk lobus mayor dan lobus minor.

Lokasinya di latero-caudal lidah.

Pertumbuhan dan Perkembangan Glandula Thyroid

Glandula Thyroid dari penebalan jaringan endodermal di belakang tuberculum impar

kemudian melekuk ke caudal yang disebut thyroid diverticulum yang lalu bermigrasi

(lidah berkembang) ke caudal. Pada saat bermigrasi ke caudal terbentuklah Ductus

Thyroglossus. Ductus Thyroglossus ini akan tersisa sebagai foramen caecum dan

lobus Pyramidalis GI. Tyroidea. Bagian ductus yang lain menghilang sedangkan

Thyroid Diverticulum yang bermigrasi ke caudal membentuk 2 lobus yaitu GI

Thyroidea dan akhir migrasinya berada di antara lateral Trachea.

Sedangkan tuberculum impar tidak membentuk bangunan yang khas. Pertumbuhan

dan perkembangan 1/3 posterior lidah dimulai dengan dibentuknya tonjolan Copula

(berasal dari pharyngeal arch ke II) kemudian dibentuk lagi tonjolan Hypobranchial

(Branchial Arch III – IV). Caudal dari foramen Caecum. Namun proses selanjutnya

tonjolan Copula mengalami rudimeter dan menghilang. Sedangkan tonjolan

Hypobranchial tetap berperan membentuk 1/3 posterior lidah dan selanjutnya berfusi

dengan 2/3 anterior lidah. Garis fusinya pada Sulcus Terminalis Linguae. Sehingga

14

Page 15: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

terbentuklah lidah yang lengkap dan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya ke

arah atas dan depan.

2.2 ODONTOGENESIS

Odontogenesis adalah proses terbentuknya gigi. Pembentukan dari trakturs

gastrointestinalis, termasuk kavitas oral dan gigi, adalah serangkaian peristiwa yang

kompleks. Pada embrio, traktus gastrointestinalis dimulai dari tabung endodermik.

Pada periode yang pendek, struktur ini terlipat untuk membentuk tiga bagian: foregut,

midgut, dan hindgut. Foregut akan menjadi faring, esophagus, gaster, duodenum,

traktus respiratorius, liver, empedu, dan pancreas. Midgut menjadi jejunum, ileum,

sekum, apendiks, kolon asending, dan beberapa bagian dari kolon transversum.

Hindgut menjadi bagian lain dari kolon tarnsversum, rectum, dan kanalis analis.

Kavitas oral terbentuk dari ujung faring foregut sebagai oral plate. Dari sini, maksila,

mandibula, dan struktur-struktur lainnya terbentuk.

15

Page 16: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

1. Formasi Gigi

Gigi berasal dari kumpulan sel-sel mesenkimal dari ektoderm sepanjang

epitelium mandibula dan maksila pada bagian-bagian spesifik. Berbagai faktor

pertumbuhan berinteraksi dengan folikel tersebut untuk membentuk tunas gigi.

Pada cap stage, saraf dan pembuluh darah mulai terbentuk dan memasuki dentin

yang sedah bertumbuh, yang kemudian menjadi pulpa gigi. Bell stage kemudian

terjadi dan mulailah diferensiasi menjadi komponen-komponen gigi dari dentin

dan email. Akhirnya, crown stage atau fase mahkota, email terbentuk oleh

mineralisasi odontoblas. Ameloblas membantu pembentukan email ke permukaan

luar dari gigi yang sedang tumbuh tersebut. Odontoblas bergerak kea rah tengah

gigi membentuk dentin. (Dentin sekunder terus terbentuk pada gigi permanen

sepanjang hidup menyebabkan penyempitan pada chamber pulpa.) Cementoblast

membentuk sementum pada fase akhir dari pertumbuhan gigi.

2. Erupsi

Banyak teori yang terdapat pada mekanisme erupsi gigi. Tiga teori terbaru

adalah:

- Formasi akar: ketika akar gigi terbentuk, akar tersebut memanjangkan gigi

melalui jaringan gingiva; namun, gigi tanpa akar juga tetap tumbuh.

16

Page 17: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

- Remodeling tulang alveolar: Formasi tulang pada apeks gigi dan resorpsi

tulang pada ujung koronal pada folikel gigi berinteraksi untuk membuat

penetrasi mukosa.

- Ligamen periodontal: Formasi dan pembaharuan ligamen periodontal terlibat

dalam pertumbuhan gigi pada spesies tertentu (misalnya kelinci); namun,

belum terbukti pada spesies hewan dengan dua set gigi. Jika tidak terdapat

jalan untuk erupsi gigi, gigi dapat terhalang sehingga terjadi impaksi. Gigi

impaksi tersebut menghalangi tulang untuk erupsi. Jaringan lunak

menghalangi erupsi gigi. Jika terjadi disrupsi tunas gigi pada pertumbuhan,

dapat tumbuh pada lokasi abnormal sehingga terjadi kista dentigerous.

3. Gigi Tetap (permanen)

Pada sisi labial setiap lamina dentis terjulur ke luar suatu massa sel

ektodermal dan membentuk lamina suksesional. Sel-sel lamina dentis menggali

ke belakang dan bakal gigi molar permanen berturut-turut terlepas. Bakal gigi

molar kedua dan ketiga tidak dibentuk sampai sesudah lahir

4. Pertumbuhan dan perkembangan gigi sulung dan gigi tetap

Pertumbuhan dan perkembangan dari gigi geligi seperti halnya organ lainnya telah

dimulai sejak 4 – 5 bulan dalam kandungan. Pada waktu lahir, maksila dan

mandibwula merupakan tulang yang telah dipenuhi oleh benih-benih gigi dalam

berbagai tingkat perkembangan. Tulang alveolar hanya dilapisi oleh mucoperiosteum

yang merupakan bantalan dari gusi. Pada saat lahir, tulang maksila dan mandibula

terlihat mahkota gigi-gigi sulung telah terbentuk dan mengalami kalsifikasi,

sedangkan benih gigi-gigi tetap masih berupa tonjolan epitel. Pada umur 6 – 7 bulan

telah terjadi erupsi dari gigi sulung dan pada umur 12 bulan gigi insisif pada maksila

dan mandibula telah erupsi. Pada umur 2 ½ - 3 tahun semua gigi sulung telah erupsi

dan email gigi-gigi sulung telah terbentuk sempuna.

17

Page 18: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

GIGI SULUNG

Rahang Gigi Pembentukan Erupsi Akar lengkap

Atas Insisif pertama 4 bl inutero 7 ½ bl 1 ½ th

Insisif kedua 4 ½ bl inutero 9 bl 2 th

Caninus 5 bl inutero 18 bl 3 ½ th

Molar pertama 5 bl inutero 14 bl 2 ½ th

Molar kedua 6 bl inutero 24 bl 3 th

Bawah Insisif pertama 4 ½ bl inutero 7 bl 1 ½ th

Insisif kedua 4 ½ bl inutero 7 bl 1 ½ th

Caninus 5 bl inutero 16 bl 3 ½ th

Molar pertama 3 bl inutero 12 bl 2 ½ th

Molar kedua 6 bl inutero  20 bl 3 th

GIGI TETAP

18

Page 19: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Rahang Gigi                  Mulai terbentuk Erupsi Akar lengkap

Atas Insisif pertama 3 – 4 bl 7 – 8 th 10 tahun

Insisif kedua 10 – 12 bl 8 – 9 th 11 tahun

Caninus 4 – 5 bl 1 – 12 th 13 – 15 th

Premolar pertama 18-21 bl 10 – 12 th 12 – 14 th

Premolar kedua 30–33 bl 10 – 12 th        12 –14 th

Molar pertama 0 – 3 bl  6 – 7 th 9 – 10 th

Molar kedua 27 – 36 bl 12 – 13 th 14 – 16 th

Molar ketiga 7 – 9 th 17 – 21 th 18 – 25 th

Bawah Insisif pertama 3 – 4 bl  6 – 7 th 9 th

Insisif kedua 3 – 4 bl  7 – 8 th 10 th

Caninus 4 – 6 bl  9 – 10 th 12 – 14 th

Premolar pertama 18 – 24 bl  10 – 12 th 12 –13 th

Premolar kedua 24 – 30 bl 11 – 12 th 13 – 14 th

Molar pertama 0 – 3 bl 6 – 7 th 9 – 10 th

Molar kedua 2 – 3 th 11 – 13 th 14 – 15 th

Molar ketiga 8 – 10 th 17 – 21 th 18 – 25 th

2.4 ANATOMI GIGI

Bagian-bagian gigi

Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas beberapa

bagian. Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi:

a. Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang

dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.

b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas gusi sehingga

dapat dilihat.

c. Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

19

Page 20: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Gambar 1. Anatomi gigi normal

Struktur Jaringan Gigi

Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar, jaringan

pembentuk gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa.

1. Email

Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email berasal dari

epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh manusia dan paling

banyak mengandung kalsium fosfat dalam bentuk Kristal apatit (96%).

Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi bergantung

kepada warna dentin di bawah email, ketebaan email, dan banyaknya stain pada

email. Ketebalan email tidak sama, paling tebal di daerah oklusal atau insisal dan

makin menipis mendekati pertautannya dengan sementum.

2. Dentin

20

Page 21: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang terletak di

bawah email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan di daerah akar

ditutupi oleh sementum. Secara internal, dentin membentuk dinding rongga pulpa.

Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan jaringan yang

telah mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi sifatnya lebih keras karena

kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk hidroksi apatit. Zat antar sel

organic (20%) terutama terdiri atas serat-serat kolagen dan glikosaminoglikans, yang

disintesis oleh sel yang disebut odontoblas. Odontoblas membentuk selapis sel-sel

yang terletak di pinggir pulpa menghadap permukaan dalam dentin.

Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion hydrogen.

Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan diteruskan olehnya

ke serat saraf di dalam pulpa.

3. Pulpa

Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Pulpa

berisi pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari pulpa adalah mengatur

nutrisi/makanan agar gigi tetap hidup, menerima rangsang, membentuk dentin baru

bila ada rangsangan panas, kimia, tekanan, atau bakteri yang dikenal dengan dentin

sekunder. Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :

a) Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah

korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai

kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan ini mengurangi

ukuran dari rongga pulpa.

b) Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.

c) Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian

akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah

akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.

d) Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar

berupa suatu lubang kecil.

21

Page 22: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

e) Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu

foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat

apikalnya yang disebut multiple foramina / supplementary canal.

f) Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihhubngkan

dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari

satu saluranpulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari

M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen

apikal.

Jaringan Pendukung Gigi

Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada di dalam

mulut yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat komponen, yaitu

sementum, gusi, tulang alveolar, dan ligament periodontal.

1. Sementum

Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar. Bila ada

rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi resorpsi/penyerapan sel-sel

sementum pada sisi yang terkena rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk

jaringan sementum baru. Pembentukan sementum yang baru mengarah ke arah luar.

2. Gingiva

Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi dan tulang

rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang bawah. Fungsi gingival

adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan terhadap lingkungan rongga mulut.

Gingiva sehat biasanya berwarna merah muda, tepinya runcing seperti pisau, tidak

mudah berdarah dan tidak sakit. Gingiva banyak mengandung pembuluh darah

sehingga sangat sensitive terhadap trauma atau luka. Secara anatomi, gingiva dibagi

atas tiga daerah :

a. Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian gingiva yang

mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak melekat langsung pada gigi, biasa

juga disebut juga dengan free gingiva

22

Page 23: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

b. Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan disebut juga

mukosa fungsional.

c. Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi ruang

interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.

3. Ligamentum Periodontal

Ligamnetum periodontal merupakan struktur jaringan konektif yang

mengelilingi akar gigi dan mengikatnya ke tulang (menghubungkan tulang gigi

dengan tulang alveolar). Ligamen periodontal merupakan lanjutan jaringan gingiva

yang berhubungan dengan ruang sumsum tulang melalui saluran vaskuler. Fungsinya

seperti bantalan yang dapat menopang gigi dan menyerap beban yang mengenai gigi.

4. Tulang alveolar

Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yg mencakup tulang rahang

secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yg berfungsi membentuk dan

mendukung soket (alveoli) gigi.

2.3 Bentuk-bentuk Gigi Permanen

Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di

tiap rahang terdapat:

a. Empat gigi depan (gigi insisivus) Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang

lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih

besar daripada gigi yang bawah.

b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat

dan menonjol di “sudut mulut”. Hanya mempunyai satu akar.

c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil Mahkotanya bulat hampir seperti

bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di

sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, bebrapa

mempunyai dua akar.

d. Enam gigi molar Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam

mulut digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai

23

Page 24: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

mahkota persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat,

atau lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi

molar di rahang bawah mempunyai dua akar.

Gambar 2. Gigi Permanen

Aspek pada gigi permanen

Macam-macam aspek pada gigi permanen:

Aspek incisal :tepi gigitan gigi geligi depan

Aspek oklusal :permukaan gigit.

Aspek labial :permukaan luar gigi geligi depan yang berkontak dengan

bibir.

Aspek radix :bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan

ditopang

oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibulla.

Aspek palatal :permukaan dalam gigi geligi atas yang berkontak dengan

palatum. Digunakan juga istilah lingual.

Aspek bukal :permukaan gigi geligi belakang.

Aspek mesial :permukaan proksimal gigi yang lebih dekat ke garis

tengah.

Aspek distal :bagian gigi yang terjauh dari garis tengah.

Aspek lingual :permukaan dalam gigi yang berkontak dengan lidah.

24

Page 25: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Aspek proksimal :permukaan gigi yang berkontak dengan gigi tetangganya,

biasa disebut permukaan distal.1,2

2.5 LABIOPALATOSCIZIS

Definisi

Labiopalatoshizis atau cleft lip dan cleft palate adalah Suatu kelainan kongenital

dimana keadaan terbukanya bibir dan langit –langit rongga mulut dapat melalui

palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit-langit tidak

dapat tumbuh dengan sempurna pada masa kehamilan..

Etiologi

Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio

palatoschizis, antara lain:

1.      Faktor   Genetik

Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan

pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan

hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor

dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan

terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan

25

Page 26: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa

bagian kontak.

2. Insufisiensi  zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik

kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal).

Zat –zat yang berpengaruh adalah:

-  Asam folat

- Vitamin C

-  Zn

Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn

dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh

kembang organ selama masa embrional. Selain itu  gangguan sirkulasi foto maternal

juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional.

3. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah:

1.Obat – obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio

palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain :            

Talidomid, diazepam (obat – obat penenang)

Aspirin (Obat – obat analgetika)

 Kosmetika yang mengandung merkuri & timah   hitam (cream pemutih).

Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan

dokter.

2.kontrasepsi hormonal

Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk

hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga

berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.

26

Page 27: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

3.     Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan Labio

palatoschizis, yaitu:

a.Zat kimia (rokok dan alkohol)

Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi

kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang

dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.

b.Gangguan metabolik

Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetes sangat rentan terjadi

kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal.

Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh pada tumbuh kembang organ

selama masa embrional.

c. Penyinaran radioaktif

Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran

radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat  mengganggu proses tumbuh

kembang organ selama masa embrional.

4. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi

virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya

kelainan kongenital terutama labio palatoschizis.

      Dari beberapa faktor tersebut diatas dapat meningkatkan terjadinya Labio

palatoshizis, tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama

pemakaian, dan wktu pemakaian.

suatu hipotesa terjadinya sumbing yaitu karena kegagalan fusi antara prosessus

maksilaris dengan prosessus nasomedialis yang lebih lanjut dijelaskan secar skematis

oleh Patten:

27

Page 28: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

a. Pertama terjadi pendekatan masing – masing prosessus

b. Setelah prosessus bertemu terjadi regresi lapisan epitel

c. Mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.

Teori terjadinya labio atau palatoschisis adalah sebagai berikut :

a.Labioschisis : Perkembangan abnormal dari prosessus nasomedialis dan

maksilaris

b.palatoschisis : Kegagalan fusi antara 2 prosessus palatina

keterangan gambar: A.Embrio 5 minggu (6mm),B.Embrio 6 minggu

(12mm),C.Wajah waktu lahir: prosessufrontonasalis,prosessus nasaliis

28

Page 29: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

medial,prosessus nasalis lateral,mata,prosessus maksilaris,prosessus

mandibularis,prosessus brankiogenik,stomadeum

D.Patofisiologi

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit

sekaligus.Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi

(bilateral) bibir.Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam

kandungan.Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu

awal kehamilan ibu.

Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit ronggamulut

bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di keduasisi

dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagalbersatu,

maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut.Sebenarnya

penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum

diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah

kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit

atauinfeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol

ataumerokok saat masa kehamilan.Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-

anak yang memiliki saudara kandungatau orang tua yang juga menderita kelainan ini,

dan dapat diturunkan baik lewat ayahmaupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat

merupakan bagian dari sindroma

penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan

ini.Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit dan

gusi.Berbeda pada kelainan bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing

langit2dan gusi lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum,

29

Page 30: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

dan bicara.Pada kondisi normal, langit2 menutup rongga antara mulut dan hidung.

Pada bayi yanglangit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat

menelan bayi bisa tersedak.

Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada

saatmenghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi

kurangdan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga

mudahterkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas

antarahidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

Patofisiologinya antara lain:

a.Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama

faseembrio pada trimester I.

b.Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial

danmaksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.

c.Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan

olehkegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

d. penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan

Klasifikasi.

1. Labioschisis Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:

Komplit

Inkomplet

30

Page 31: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

2. Berdasarkan lokasi/jumlah kelainan :

a.Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.

b.Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir

dan memanjang hingga kehidung.

c.Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan

memanjang hingga ke hidung.

31

Page 32: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :

• Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).

• Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen

insisivum (gambar 2).

• Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang

alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar 3).

• Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang

alveolar dan bibir pada dua sisi (gambar 4).

32

Page 33: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak

dan keras. C. Celah yangmeliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu

sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga alveolar dan bibir pada dua

sisi. (Young & Greg).

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain

A.Masalah asupan makanan

Asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita

labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan

hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan

labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan

tambaha nyang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan

labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara

pada saat menyusui.

33

Page 34: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

B.Masalah Dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang

berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada

arean dari celah bibir yang terbentuk 

C.Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena

terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan

dan penutupan tuba eustachius.

D.Gangguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada

perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat

menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suaradengan kualitas

nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telahdilakukan

reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/rongga

nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal.Anak

mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g,

s,sh,and ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

E.Distorsi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.

Pada Labio skisis 

Distorsi pada hidung

Tampak sebagian atau keduanya

Adanya celah pada bibir

Pada Palato skisis Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.

34

Page 35: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Ada rongga pada hidung.

Distorsi hidung

Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadengan jari 

Kesukaran dalam menghisap/makan.

Komplikasi

Gangguan bicara dan pendengaran

Terjadinya otitis media berulang,

Infeksi telinga

Gangguan pendengaran

Aspirasi

Distress pernafasan

Resiko infeksi saluran nafas

Pertumbuhan dan perkembangan terhambat serta kekurangan gizi.

Pemeriksaan Diagnostik

1.Anamnesa

2.pemeriksaan fisik

3 .Pemeriksaan Laboratorium

 4.pemeriksaan tambahan

1)Foto Rontgen

2)MRI untuk evaluasi abnormal.

PENATALAKSANAAN

Terapi atau tindakan pada labiopalatoschisis adalah dengan tindakan bedah,operasi

ini berguna untuk memperbaiki bentuk bibir,pada kasus – kasus pada usia

35

Page 36: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

manapun,tetapi pada bayi – bayi semuanya dilakukan pada usia dini,umumnya diusia

3 bulan dengan memperhatikan rumus Rule Of Ten sebagai berikut:

1.Berat Badan sekurang-kurangnya 10 pon (4,5kg)

2.umurnya sekurang-kurangnta 10 minggu

3.kadar Hb > 10gr%

4.jumlah lekosit <10.000/mm3

Mengunakan cara millard

Pada palatoplasty,pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun

disaat anak mulai belajar bicara, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas

penutupan adalah untuk perkembangan bicara.

Operasi untuk labioplasty bertujuan untuk penampilan bentuk anatomik serta fungsi

yang mendekati normal,untuk mencapai tujuan tadi perlu diperhatikan beberapa

patokan yaitu:

1.memperbaiki cuping hidung agar bentuk dan letaknya simetris

2.memberi bentuk dasar hidung yang baik

3.memperbaiki bentuk dan posisi columella

4.memperbaiki bentuk dan fungsi bibir atas

5.mengisap dan makan tanpa terjadi regurgitasi nasal

6.pertumbuhan gigi yang baik

7.pembicaraan yang normal

8.pendengaran yang normal

WAKTU PEMBEDAHAN

Celah Bibir : minimal usia 3 bulan

Celah Langit-langit : minimal usia 18 bulan

Langit-langit Lunak : minimal usia 10 bulan

Langit-langit Keras : minimal usia 5 tahun

Bone Graft : minimal usia 10 tahun

Bedah Ortognatik : minimal usia 18 tahun

36

Page 37: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Terapi Non-bedah

LabioPalatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi

medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari labiopalatoschisis

yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media

membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki.

3 Perawatan Umum Pada Cleft Palatum Pada periode neonatal beberapa hal yang

ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan

karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan

gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang

adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian

posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan

melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik

susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu

besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat

asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga

susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke

hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator untuk menutup celah pada

palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan posisi setengah

duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau memakai dot

lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang

panjang untuk mencegah aspirasi. (5)

b. Pemeliharaan jalan nafas

37

Page 38: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan

retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi

muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan

obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering

terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering

menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah

hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga

komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang

mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum.

BAB III

ANALISA KASUS

An. RI, 11 tahun datang ke Poli Gigi dan Mulut RSMH dengan

keluhan ingin melakukan pemasangan kawat gusi dengan riwayat bibir

sumbing sejak lahir.

Dari riwayat penyakit, sejak lahir penderita memiliki celah pada bibir,

gusi dan langit - langit mulutnya. Pasien sering tersedak jika makan atau

minum, keluar air dari hidung jika minum (+), tidak bisa menyusu pada ibu,

38

Page 39: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

maupun menggunakan dot. Riwayat trauma (-), pasien lalu dibawa berobat ke

RSMH Palembang.

Di RSMH Palembang pasien kemudian di operasi labioplasti dan

palatoplasti sebanyak 5 kali. Operasi pertama pada saat usia 1 tahun 2 bulan,

operasi ke dua usia 6 tahun, operasi ke tiga usia 7 tahun, operasi ke empat 8

tahun 4 bulan, operasi terakhir usia 8 tahun 7 bulan. Setelah operasi terakhir,

masih didapatkan sedikit celah pada langit – langit mulut, pasien masih sering

tersedak jika makan dan minum, keluar air dari hidung jika berkumur, bicara

sengau, dan pelafalan bicara kurang jelas. Pasien kemudian dikonsulkan

kepada bagian gigi dan mulut untuk pemasangan kawat gusi sebelum

dilakukan operasi penanaman tulang pada langit – langit mulutnya.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien dalam batas normal.

Pemeriksaan ekstra oral didapatkan scar post operasi labioplasti.

Pada pemeriksaan intra oral didapatkan bahwa terdapat debris yang

minimal, kalkulus pada gigi 3.1, 3.2, 4,1, protusi (+) ± 10mm, persistensi (+)

pada gigi 1.III, dan terdapat celah pada palatum durum.

Pada pasien dengan labiognatopalatoscizis terdapat kelainan

penutupan tulang sejak intrauterin, sehingga terdapat celah pada bibir, gusi,

dan langit-langit mulut. Kelainan pada rahang tersebut dapat menyebabkan

kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi. Karena itu, pada pasien ini

ditemukan adanya protusi maksillaris dan ketidakteraturan susunan gigi pada

gusi. Selain itu, celah pada langit-langit mulut yang terhubung ke rongga nasal

(komplit), menyebabkan gangguan dalam aktivitas seperti berkumur, makan

dan minum serta bicara. Pada saat berkumur, air akan mengalir keluar dari

hidung, pasien juga masih sering tersedak saat makan ataupun minum, dan

suara yang sengau serta pelafalan yang kurang baik pada saat pasien

berbicara.

39

Page 40: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

Pada pasien ini juga ditemukan debris dan karies. Hal ini menjadi

faktor resiko terjadinya infeksi karena apabila oral hygiene yang buruk jumlah

bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat 2-10 kali lipat dan

memungkinkan lebih banyak bakteri melewati jaringan dan masuk ke

pembuluh darah, menimbulkan peningkatan prevalensi dan besarnya

bakteremia. Pada pasien ini juga ditemukan kalkuklus. Kalkulus adalah

deposit plak pada gigi yg mengeras akibat demineralisasi. Jika kalkulus

dibiarkan, maka akan banyak bakteri patogen yang hidup di dalam gigi.

Untuk tatalaksana pada kasus ini, celah pada langit-langit mulut harus

ditutup dengna menggunakan obturator palatum, gigi yang mengalami karies

akan dilakukan konservasi, dental root dan persistensi akan di ekstraksi, serta

kalkulus pada gigi dilakukan scalling. Selain itu, pasien bisa dikonsultasikan

pada bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan terapi wicara.

Prognosis pada pasien ini adalah bonam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sandler NA. Odontogenic infections. Diunduh dari:

http://www1.umn.edu/dental/course

s/oral_surg_seminars/odontogenic_infections.pdf, 20 april 2014).

2. Stanley J. Nelson and Major M. Ash. Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology,

and Occlusion. 9th Ed. Missouri : Saunders Elsevier. 2010:256-8

40

Page 41: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

3. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral

infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.

4. Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari:

http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 29 Juni 2009).

5. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd ed.

Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.

6. Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford

University Press Inc: United States.

7. Murrsy JJ. The Prevention of Dental Disease. 2nded. New York, Oxford

University Press; 1989: 441-7

8. Shidu HK, Ali A. Ankylosis and Infraocclusion: Report of a Case Restored

With a Fibre-Reinforeed Ceromeric Bridge.

http://www.nature.com/cgi-taf/journal.htm

9. Tjut Rostina. Oklusi, Maloklusi, Etiologi Maloklusi.Bagian Ortodonti

Fakultas Kedokteran Gigi USU: 2003: 75-2

10. Rock WP, Andlaw RJ, A Manual of Paedodontics. 2nded. United State of

america, Churchill Livingstone Inc; 1999: 123,131

11. Salzmann JA. Orthodontics: Practice and Technics. Philadelphia, WB

Saunders Co; 2000: 30-3

12. Veronika W, Gross JC. Malposition, Malocclusion of Teeth Buds.

http://hoag.myelectronicmd.com/screening/partners_3.shtml .

13. Tooth Eruption. http://www.adandental.com.au/tooth_eruption_dates.htm

[diakses 23 Februari 2015]

14. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG.Cleft Lip and Palate, Introduction.

Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia:

WBSaunders

15. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama

16. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam:

Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta:Media Aesculapius.FK UI. 2005.

41

Page 42: Laporan kasus Labiopalatogenatoscizis Bilateral

17. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2.

Jakarta:EGC.2005.

42