perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/bab 1-3 formalin.docx · web...

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mi banyak dikonsumsi masyarakat dari berbagai usia dari anak-anak hingga orang dewasa. Mi digunakan pada pangan olahan seperti bakso, soto, mi goreng, mi rebus, mi ayam, dan sebagainya. Mi basah banyak dipasarkan di pasar tradisional dan modern dengan harga yang murah. Terdapat mi basah yang ditambahkan bahan tambah pangan yang dilarang yaitu formalin dan metanil yellow. Mi basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambah pangan yang diijinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan (SNI, 1992). Kadar air mi basah cukup tinggi, sehingga mi basah memiliki waktu penyimpanan yang cukup pendek. Beberapa produsen mi menambahkan bahan tambahan pangan pengawet untuk memperpanjang masa simpan dan pewarna untuk mempertahankan penampakan warna agar tetap terlihat segar seperti formalin sebagai pengawet dan metanil yellow sebagai pewarna. Bahan tambah pangan (BTP) atau food additives adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan. Pengawet dan pewarna merupakan beberapa jenis bahan tambahan pangan.

Upload: duongkhanh

Post on 10-May-2018

223 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mi banyak dikonsumsi masyarakat dari berbagai usia dari anak-anak

hingga orang dewasa. Mi digunakan pada pangan olahan seperti bakso, soto, mi

goreng, mi rebus, mi ayam, dan sebagainya. Mi basah banyak dipasarkan di pasar

tradisional dan modern dengan harga yang murah. Terdapat mi basah yang

ditambahkan bahan tambah pangan yang dilarang yaitu formalin dan metanil

yellow. Mi basah adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan

atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambah pangan yang

diijinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan (SNI, 1992). Kadar air mi

basah cukup tinggi, sehingga mi basah memiliki waktu penyimpanan yang cukup

pendek. Beberapa produsen mi menambahkan bahan tambahan pangan pengawet

untuk memperpanjang masa simpan dan pewarna untuk mempertahankan

penampakan warna agar tetap terlihat segar seperti formalin sebagai pengawet dan

metanil yellow sebagai pewarna.

Bahan tambah pangan (BTP) atau food additives adalah senyawa (atau

campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan.

Pengawet dan pewarna merupakan beberapa jenis bahan tambahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan telah diatur oleh pemerintah pada Peraturan

Mentri Kesehatan Repiblik Indonesia Nomor 722/MenKes/Per/IX/88 yang

menjelaskan bahan tambahan pangan yang diizikan dan yang dilarang.

Formalin menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor

722/MENKES/PER/IX/88 merupakan senyawa kimia berbahaya. Larutan

formaldehid merupakan desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetative,

jamur atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri (Cahyadi, 2008).

Formalin merupakan salah satu bahan tambahan pangan terlarang yang digunakan

oleh beberapa produsen mi basah sebagai pengawet.

Zat warna sintetis banyak digunakan sebagai pewarna tambahan pangan

karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah (Cahyadi, 2008).

Page 2: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

2

Salah satu pewarna yang dilarang digunakan pada produk pangan adalah metanil

yellow. Perlu adanya pengawasan penggunaanya untuk keamanan pangan bagi

masyarakat. Peruntukan sebenarnya sebagai pewarna tekstil. Sekarang ini, banyak

digunakan metanil yellow sebagai pewarna kuning pada pangan karena harga yang

relatif murah dan warna yang terang dan mencolok. Metanil yellow ini dilarang

penggunaanya oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI No.

239/Men. Kes/Per/V/85, terlampir pada Lampiran 6.

1.2 Identifikasi Masalah

Terdapat mi basah yang menggunakan bahan tambahan pangan pengawet

dan pewarna. Salah satu pengawet yang digunakan yaitu zat berbahaya formalin

dan pewarna yang digunakan yaitu metanil yellow yang dilarang penggunaanya

pada pangan oleh pemerintah. Maka perlu ada pengawasan penggunaan formalin

dan metanil yellow pada mi basah yang dipasarkan di pasar tradisional Jakarta,

Depok dan Bogor.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menentukan kadar formalin dan metanil yellow dalam mi basah

yang dipasarkan di Bogor, Depok dan Jakarta. Formalin dan metanil yellow

dideteksi secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

1.4 Hipotesis

Mi basah yang beredar dipasaran Jakarta, Bogor, dan Depok ada yang

mengandung pengawet formalin dan metanil yellow.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi dan wawasan kepada masyarakat sebagai

konsumen dalam memilih mi basah yang akan dikonsumsi.

Page 3: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mi Basah

Mi basah mentah adalah produk pangan yang diperoleh dari tepung terigu

dengan atau tanpa penambahan bahan lain, berbentuk khas mi yang diperoleh

melalui proses sheeting dan slittering (belum dipanaskan, direbus, dikukus,

dimasak, dipragelatinisasi, atau dibekukan) (BPOM, 2006).

Mi basah matang adalah produk makanan yang dibuat dari tepung terigu

dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain, yang telah mengalami

pengukusan atau perebusan (BPOM, 2006). Mi basah adalah produk makanan

yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain

dan bahan tambah pangan yang diijinkan, berbentuk khas mi yang tidak

dikeringkan (SNI, 1992) penampakkan mi basah dapat dilihat pada lampiran 7.

Bahan-bahan yang digunakan pada pembuatan mi basah matang adalah

tepung terigu, garam dapur, air dan garam alkali. Terigu merupakan bahan dasar

utama dalam pembuatan mi. Garam berfungsi memberikan rasa, memperkuat

tekstur, membantu reaksi gluten dan karbohidrat, pengikat air, serta meningkatkan

elastisitas dan fleksibilitas mi (Astawan, 1999). Proses pembuatan mi basah

matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran,

pengistirahatan, penipisan, pemotongan, perebusan/pengukusan, pendinginan dan

pemberian minyak sawit.

Mi basah merupakan salah satu jenis mi yang sudah dikenal luas dan

disukai masyrakat Indonesia. Terdapat dua jenis mi basah yang dikenal

masyarakat yaitu mi mentah (raw noodle) dan mi rebus (cooked noodle) (BPOM,

2006). Daya awet mi basah bervariasi disebabkan oleh adanya perbedaan proses

pengolahan dan penggunaan bahan tambahan.

Mi basah dijual di pasar tradisional dalam keadaan terkemas dan dalam

bentuk curah, berwarna kuning mengkilat dan juga ada yang dibalur tepung.

Dijual pula dalam bentuk olahan pada pedangan makanan seperti soto mi, toge

goreng, mi ayam, dan juga dapat diolah di tingkat rumah tangga.

Page 4: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

4

Kandungan nutrisi mi basah dapat dilihat pada lampiran 4. Mi basah tanpa

pengawet memiliki umur simpan yang pendek yaitu sekitar 1-2 hari jika disimpan

disuhu ruang (BPOMN, 2006). Hal ini disebabkan karena mi basah memiliki

kadar air yang tinggi sehingga mudah ditumbuhi mikroorganisme. Oleh karena itu

banyak produsen mi basah menambahkan bahan tambahan pengawet, dan salah

satu pengawet berbahaya yang ditambahkan adalah formalin.

Berikut ini syarat mutu mi basah sesuai SNI:

Tabel 1. Syarat Mutu Mi Basah Sesuai SNI 01-2987-1992

No Kriteria Mutu Satuan Persyaratan1 Keadaan:

1.1 Bau Normal1.2 Rasa Normal1.3 warna Normal

2 Air %, b/b 20 – 35

3 Abu (dihitung atas dasar bahan kering) %, b/b Maks. 3

4 Protein (Dihitung atas dasar bahan kering) %, b/b Min. 8

5 Bahan tambah pangan5.1 Boraks dan asam borat Tidak boleh ada

5.2 Pewarna Sesuai SNI 01-0222-1992

5.3 Formalin Tidak boleh ada6 Cemaran logam:

6.1 Timbal (Pb) mg/Kg Maks. 1.06.2 Tembaga (Cu) mg/Kg Maks. 10.06.3 Seng (Zn) mg/Kg Maks. 40.06.4 Raksa (Hg) mg/Kg Maks. 0.05

7 Arsen (As) mg/Kg Maks. 0.58 Cemaran mikroba:

8.1 Angka lempeng total Koloni/gram Maks. 1.0 x 106

8.2 E. Coli APM/gram Maks 108.3 Kapang Koloni/gram Maks 1,0 x 104

2.2 Bahan Tambah Pangan

Bahan tambah pangan (BTP) atau food additives adalah senyawa (atau

campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dan

Page 5: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

5

terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan, dan bukan

merupakan bahan (ingredient) utama. Dalam Peraturan Mentri Kesehatan RI No.

772/Menkes/PER/IX/88 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak

digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja

ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,

pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan,

BTP dan produk-produk degradasinya, biasanya tetap di dalam makanan, tetapi

ada beberapa yang sengaja dipisahkan selama proses pengolahan. Penggunaan

bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai resiko

kesehatan dapat dibenarkan, karena hal tersebut lazim digunakan. BTP yang

secara tidak sengaja ditambahkan, atau lebih tepat disebut sebagai kontaminan.

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah meningkatkan atau

mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan

lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi,

2008).

Terdapat dua golongan bahan tambahan pangan pada umumnya (Cahyadi,

2008):

1. Bahan tambah pangan yang ditambahkan sengaja ke dalam makanan,

dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan

itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu

pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pemanis.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan

yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara

tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat

perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan.

Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu

pestisida, antibiotik, dan hidrokarbon aromatis polisiklis.

Pengolahan pangan belakangan ini mempunyai kecenderungan untuk

memproduksi makanan yang panjang umur simpannya (awet) dan mudah

disajikan (convenient). Hal tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti sifat bahan

Page 6: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

6

pangan segar yang umumnya mudah rusak (perishable) dan musiman, serta gaya

hidup yang menginginkan segala sesuatunya serba mudah dan cepat. Untuk

mendapatkan makanan yang demikian, salah satu usaha yang digunakan adalah

dengan menambahkan bahan pengawet, baik untuk mencegah tumbuhnya mikroba

maupun untuk mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia yang tidak dikehendaki

selama pengolahan dan penyimpanan.

Penambahan BTP secara umum bertujuan untuk:

1. Meningkatkan nilai gizi makanan

2. Memperbaiki nilai sensori makanan, dan

3. Memperpanjang umur simpan (shelf life) makanan.

Selain tujuan-tujuan di atas, BTP sering digunakan untuk memproduksi

makanan untuk kelompok khusus seperti penderita diabetes, pasien yang baru

mengalami operasi, orang-orang yang menjalankan diet rendah kalori atau rendah

lemak, dan sebagainya. Berbagai BTP yang digunakan untuk maksud tersebut

diantaranya pemanis buatan, pengganti lemak (fat replacer), pengental, dan lain-

lain.

Dari keterangan dia atas, didapat pengertian bahwa BTP dan produk-

produk degradasinya harus bersifat tidak berbahaya pada tingkat pemakaian yang

diizinkan. Selain itu, pemakaian BTP sebaiknya hanya jika benar-benar

dibutuhkan, yaitu jika benar-benar dirasakan terjadi penurunan nilai gizi makanan,

perubahan sifat sensori makanan akibat pengolahan atau jika diperlukan untuk

membantu pengolahan.

Pemakaian BTP umumnya diatur oleh lembaga-lembaga seperti Badan

Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia dan Food and Drug

Administration (FDA) di USA. Peraturan mengenai pemakaian BTP berbeda di

suatu negara dengan negara lainnya. Meskipun demikian, ada usaha untuk

mengharmoniskan peraturan tersebut, terutama berdasarkan penemuan-penemuan

terbaru mengenai keamanan BTP yang digunakan. Di Indonesia sendiri, peraturan

tentang BTP dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan pengawasannya

dilakukan oleh BPOM.

Page 7: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

7

Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa penggunaan BTP dapat

dibenarkan apabila (1) dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan

penggunaannya dalam pengolahan, (2) tidak digunakan untuk menyembunyikan

penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan, (3) tidak untuk

menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik

untuk makanan, dan (4) tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan

pangan (Cahyadi, 2008).

2.2.1 Pengawet

Bahan pengawet pada umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan

yang memiliki sifat mudah rusak. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi

kerusakan pangan yaitu suhu lingkungan, kadar air, oksigen, pH, relatif humidity

(RH) dan water activity (Aw) (Winarno, 2007).

1. Suhu lingkungan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan biokimia

dan mempengaruhi pertumbuhan optimal mikroba pembusuk.

2. Water activity (Aw) merupakan tekanan uap air dalam makanan

berbanding tekanan uap air murni, pada suhu yang sama. Aw faktor

terpenting pada laju reaksi kimia serta reaksi degradasi enzim.

3. Relatif humidity (Rh) merupakan kadar air dari udara lingkungan

bahan pangan.

Gambar 1. Water Activity

Page 8: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

8

Kadar air pada mi basah yang tinggi dapat menyebabkan cepatnya terjadi

kerusakan pada mi. Maka di tambahkan bahan tambahan pengawet untuk

memperpanjang masa simpan mi basah. Bahan ini dapat menghambat atau

memperlambat proses fermentasi, pengsaman, atau penguraian yang disebabkan

oleh mikroba.

Terdapat beberapa jenis pengawet, yaitu zat pengawet anorganik dan zat

pengawet organik. Zat pengawet anorganik yang sering digunakan adalah sulfit,

hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Untuk zat pengawet organik yang sering

digunakan yaitu asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan

epoksida (Cahyadi, 2008). Dan zat pengawet yang dilarang digunakan salah

satunya formalin (Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 239/Men.Kes/Per/V/85)

(lampiran 6).

Sebagai anti mikroba, bahan pengawet memiliki mekanisme kerja untuk

menghambat pertumbuhan mikroba bahkan mematikannya, diantaranya sebagai

berikut (Cahyadi, 2008):

1. Gangguan sistem genetik.

2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran.

3. Penghambat enzim.

4. Peningkatan nutrient esensial.

2.2.1.1 Formalin (Formaldehid)

Formaldehid dipasaran dikenal dengan nama formalin. Formaldehid ini

dilarang ditambahkan ke dalam pangan, sesuai Peraturan Mentri Kesehatan RI

NOMOR 1168/MENKES/PER/X/1999 pada lampiran 5. Namun pada

kenyataanya formaldehid ini digunakan dalam pengawetan pangan seperti susu,

tahu, mi, ikan asin, ikan basah, dan produk pangan lainnya.

Formaldehid merupakan larutan tak berwarna dengan bau menyengat yang

merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. Formaldehid dapat bercampur dalam

air dan alkohol. Sifat formalin yang mudah larut dalam air karena terdapat

elektron sunyi pada oksigen, sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen molekul

air (Fessenden, 1999). Larutan formaldehid 37% dikenal dengan formalin (Wu,

Page 9: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

9

2003). Formaldehid termasuk kedalam kelompok aldehid dengan rumus kimia

HCHO.

Gambar 2. Struktur bangun formaldehid (metanal)

Larutan formaldehid merupakan desinfektan yang efektif melawan bakteri

vegetative, jamur atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri

(Cahyadi, 2008). Formalin bereaksi dengan protein yang mempengaruhi aktivitas

mikroorganisme menjadi menurun. Formaldehid merusak bakteri karena bakteri

merupakan protein. Reaksi formalin dengan protein, yang pertama diserang adalah

gugus amina pada posisi lisin diantara gugus polar dari peptidanya. Selain

menyerang gugus amina dari lisin, formaldehid juga menyerang residu tirosin dan

histidin (Cahyadi, 2008). Formalin biasanya juga mengandung alkohol 10 – 15%

yang berfungsi sebagai stabilisator agar formaldehid tidak mengalami

polimerisasi. Formaldehid merupakan bentuk aldehid yang paling sederhana,

namun ia merupakan elektrofil yang paling kuat dan paling reaktif di antara

aldehid yang lain (Pahrudin, 2006). Mekanisme formaldehid sebagai desinfektan

adalah membunuh sel dengan cara mendehidrasi sel jaringan dan sel bakteri dan

menggantikan cairan yang normal dengan komponen kaku seperti gel sehingga sel

bakteri akan kering (Pahrudin, 2006).

Formalin merupakan senyawa berbahaya dan beracun bagi kesehatan

manusia. Dampak kesehatan manusia jika masuk ke dalam tubuh, formalin

bereakasi secara kimia dengan sel tubuh yang dapat menekan fungsi sel dan

menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan didalam tubuh

(Cahyadi, 2008). Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh menyebabkan

iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan bersifat mutagenik.

2.2.2 Pewarna

Penentuan mutu makanan salah satunya adalah faktor warna. Dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditemukan zat warna

Page 10: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

10

sintetis, karena penggunaan yang praktis dan harga lebih murah (Cahyadi, 2008).

Secara garis besar terdapat dua jenis pewarna pada tambahan pangan, yaitu

pewarna alami dan pewarna sintetis.

Pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia diantaranya, Biru berlian

(brilliant blue), Eritrosin, Ponceau 4R, kuning FCF (sunset yellow), dan tartrazine

dengan batas penggunaan secukupnya. Dan terdapat beberapa pewarna yang

dilarang digunakan pada produk pangan seperti metanil yellow dan rhodamin B.

Tabel 2. Zat Warna yang Diijinkan Digunakan di Indonesia (Winarno, 2002)

Pemakaian warna sintetis dalam bahan pangan, selain berdampak positif

diantaranya membuat pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan

mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama

pengolahan, dapat juga berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Hal yang

dapat memberi dampak negatif (Cahyadi, 2008) :

a. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.

b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.

Page 11: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

11

c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, tergantung

pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan, dan keadaan fisik.

d. Menggunakan bahan pewarna sintetis yang berlebihan.

e. Penyimpanan bahan pewarna oleh pedagang yang tidak memenuhi

persyaratan.

2.2.2.1 Metanil Yellow

Metanil yellow merupakan senyawa kimia golongan azo, amin, aromatik

dan sulfonat. Metanil yellow merupakan nama dagang dari senyawa sodium 3-[(4-

anilinophenyl)diazenyl]benzenesulfonate dengan rumus kimia C18H14N3NaO3S.

Gambar 3. Struktur Bangun Metanil Yellow (Sodium 3-[(4-anilinophenyl)diazenyl]benzenesulfonate))(NCBI,2005)

Metanil yellow ini berbentuk serbuk dengan warna cokelat hingga kuning,

larut dalam alkohol, air, dan sedikit larut dalam aseton. Peruntukan metanil yellow

sebenarnya sebagai indikator dalam rekasi asam basa, dan juga sebagai pewarna

tekstil. Toksisitas metanil yellow ini pada LD50 tikus oral yaitu pada konsentrasi

5g/kg berat badan. Paparan jangka pendek jika tertelan yaitu mual, muntah, diare,

dan perut terasa perih. Maka dari itu teradapat peraturan Mentri Kesehatan RI No.

239/Men.Kes/Per/V/85 melarang penggunaan metanil yellow yang terlampir pada

lampiran no. 6.

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatogtrafi adalah suatu metode analitik untuk pemurnian dan

pemisahan senyawa-senyawa organik dan anorganik (Khopkar, 2008).

Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan

berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa zat cair atau

Page 12: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

12

gas dan fase diam dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson dan Stevenson,

1991).

Prinsip kerja KCKT yaitu dengan bantuan pompa fase gerak cair dialirkan

melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam fase gerak melalui

penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran.

Karena perbedaan kekuatan interaksi antara molekul yang terlarut dalam fase

gerak terhadap fase diam maka terjadilah pemisahan. Komponen yang lemah

interaksinya dengan fase diam akan lebih dulu keluar dari kolom. Setiap

komponen campuran yang keluar dari kolom akan dideteksi oleh detektor,

kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.

2.3.1 Mekanisme Pemisahan Pada KCKT

Mekanisme pemisahan dominan yang terjadi dalam system KCKT

ditentukan oleh jenis kolom yang digunakan. Terdapat kemungkinan terjadi lebih

dari satu proses pemisahan dalam satu kolom. Mekanisme pemisahan yang

mungkin adalah adsorpsi, partisi, penukar ion, kromatografi eklusi, dan

kromatografi afinitas.

a) Adsorpsi (fase normal)

Kromatografi adsorbs didasarkan pada retensi zat terlarut oleh adsorbs

permukaan (Khopkar, 2008).

b) Partisi (fase terikat)

Mekanisme pemisahan secara pertisi terjadi jika digunakan fase diam berupa

cairan dan fase gerak berupa cairan. Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan

kelarutan dalam fase diam terhadap fase gerak. Kromatografi fase terikat

dapat digunakan untuk sistem kromatografi fase normal atau fase terbalik.

Pada kromatografi fase terikat, fase diam terikat secara kimiawi pada partikel

pendukung (Skoog dan James, 1992).

Page 13: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

13

c). Penukar ion (ion exchange)

Kromatografi pertukaran ion atau sering disebut kromatografi ion merupakan

cara modern dan efisien untuk memisahkan dan menetapkan ion-ion

berdasarkan resin (damar) penukar ion (Skoog dan James, 1992).

d). Eklusi

Mekanisme pemisahan terjadi berdasarkan pemilihan ukuran partikel

molekul. Molekul akan terdifusi dalam pori dengan ukuran tertentu. Molekul

kecil dapat memasuki jaringan pori dan tertahan dalam fase gerak yang tak

mengalir dan molekul lebih besar tidak dapat memasuki jaringan dan mereka

melalui kolom tanpa ditahan (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.3.2 Instrumentasi KCKT

Pada dasarnya kromatografi cair kinerja tinggi terdiri dari sistem

penampung fase gerak dan sistem penangan pelarut, sistem pemompaan, sistem

injeksi, kolom dan detektor (Skoog dan James, 1992). Berikut diagram KCKT

sedehana:

Gambar 4. Diagram Instrumen KCKT

a) Penampung Fase Gerak (mobile phase/solvent reservoir)

Untuk KCKT modern, mobile phase reservoir ini sudah didesain

sedemikian rupa. Biasanya mobile phase reservoir ini sudah dilengkapi alat-alat

Page 14: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

14

khusus seperti penghilang gas (degasser), ataupun filtration. Proses degassing

sangat diperlukan karena bertujuan untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam

pelarut (terlarut) terutama pelarut-pelarut polar.

Fase gerak yang digunakan untuk KCKT mempunyai beberapa persyaratan,

diantaranya:

a. Murni tanpa cemaran

Kemurnian fase gerak merupakan faktor yang penting dalam pemisahan untuk

mencegah timbulnya puncak lain yang disebabkan oleh pengotor dan udara

yang terperangkap dalam kolom atau detektor.

b. Tidak bereaksi dengan kolom.

c. Tidak mempunyai serapan dan tidak mempengaruhi serapan standar.

d. Dapat melarutkan cuplikan.

e. Viskositasnya rendah dan kevolatilannya kecil.

f. Sesuai dengan detektor.

b) Pompa

Pompa yang umum digunakan dalam KCKT adalah type reciprocating

(pompa dengan tekanan balik). Pompa ini menghasilkan pulse (denyut), sehingga

ditambah dengan alat pulse dumper sehingga tidak berdenyut.

c) Injektor

Penentuan suatu zat juga ditentukan oleh banyaknya zat yang dimasukkan

ke dalam KCKT melalui injektor. Salah satu cara yang paling sederhana untuk

memasukkan contoh ke dalam sistem KCKT adalah dengan syringe. Syarat

injektor yang baik dalam KCKT antara lain mempunyai keterulangan yang tinggi,

dapat bekerja pada tekanan balik, mudah digunakan.

d) Kolom

Berfungsi untuk memisahkan komponen-komponen dari campurannya

seperti halnya pada kolom gas kromatografi. Setiap kromatografi kolom tanpa

adanya kolom, pemisahan tidak akan terjadi.

Page 15: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

15

Gambar 5. Kolom KCKT dengan berbagai macam ukuran sesuai kebutuhan.

e) Detektor

Berfungsi untuk mendeteksi komponen yang keluar dari ujung kolom,

kemudian mengubahnya menjadi suatu besaran yang dapat diukur. Detektor pada

KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang

mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat

selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa dan

golongan detektor yang spesifik hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan

selektif , seperti detektor UV-Vis, detektor flouresensi, dan detektor elektrokimia

(Rohman, 2007).

Detektor UV-VIS digunakan pada penyerapan cahaya baik sinar UV

maupun visible oleh analit dalam cuplikan terhadap sinar yang melewati cuplikan.

Detektor ini ada dua macam yaitu:

a. Detector fix wavelength tidak bisa mengukur pada panjang

gelombang maksimum karena tidak bisa diatur.

b. Detector variable wavelength dapat mengukur pada panjang

gelombang maksimum karena dapat diatur.

f) Penganalisis dan Pengolahan data

Penganalisis dan pengolahan data ini berbentuk computer yang berfungsi

mengolah data yang dihasilkan menjadi bentuk grafik. Grafik yang terbentuk

menunjukkan hubungan antara absorban dan waktu. Dengan membandingkan

puncak yang spesifik dari sampel dengan puncak standar maka identitas contoh

dapat diketahui. Tetapi pengukuran dengan menggunakan KCKT harus dijalankan

pada kondisi yang tepat sama antara sampel dan standar.

Page 16: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

16

2.3.3 Derivatisasi

Pada beberapa masalah, derivatisasi berguna untuk merubah senyawa

menjadi derivate sebelumnya atau senyawa sesudahnya. Karena pada pemisahan

dengan kromatografi tidak diperoleh respon, maka dilakukan derivatisasi.

Beberapa tujuan derivatisasi :

1. Mengurangi polaritas senyawa yang terbagi lebih baik dari kolom adsorbs

atau penukar ion yang bisa digunakan.

2. Menaikkan respon detektor dan sensitifitas untuk berbagai komponen pada

sampel.

3. Lebih selektif terhadap respon detektor terhadap senyawa tertentu dalam

sampel.

Pelabelan senyawa dengan reagen yang memungkinkan serapan UV

adalah salah satu teknik derivatisasi paling populer. Reagen harus dipilih sehingga

penyerapan maksimum dari produk reaksi menunjukkan tidak hanya peningkatan

sensitivitas tetapi juga selektivitas yang baik. Kombinasi ini mengurangi efek

matriks yang dihasilkan dari reagen, dari produk sampingan, atau dari matriks

asli. Berikut ini tabel daftar senyawa dan pereaksi umum (Primer, 2001).

Tabel 3. Daftar senyawa dengan pereaksi derivatisasi (Primer, 2001)

Senyawa target Rumus Pereaksi Panjang gelombang (λ)

Alkohol -OH phenylisocyanate 250 nmSenyawa sulfur teroksidasi (SO3)2- 2,2’-dithiobis (5-nitro-

pyridine) 320 nm

Asam Lemak -COOH p-bromophenacyl bromide 258 nm2-naphthacyl bromide 250 nm

Aldehid dan keton

=C=O, -CHO 2,4-dinitrophenyl hydrazine 365 nm

Amina primer -NH2 ο-phthalaldehyde (OPA) 340 nmAmina primer dan sekunder

 -NH2 =NH

9-fluorenylmethyl chloroformate (FMOC) 256 nm

Page 17: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

17

Pada analisa formaldehid dengan KCKT ini, formaldehid ini diderivatisasi

dengan menggunakan DNPH (2,4 dinitrophenilhidrazin) menjadi 2,4

dinitrophenilhidrazon. Berikut ini reaksinya (Shriner, 2004):

Gambar 6. Reaksi Formaldehid dengan DNPH (2,4-dinitrophenilhidrazin)

Page 18: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

18

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012 di Laboratorium PT

Saraswanti Indo Genetech yang berlokasi di Jl Rasamala, No. 20 Taman Yasmin

Bogor.

1.2 Bahan dan Alat

1.2.1 Bahan

Methanol LC grade, asetonitril LC grade, standar bahan baku pembanding

formaldehyde 37%, standar baku pembanding metanil yellow, (NH4)2HPO4 20

mM pH 8.8, aquabidestilata, DNPH, dikhlormethan, dan asam posfat 10%

1.2.2 AlatLabu Ukur 10, 25, dan 100 ml, blender, kertas saring, Millipore 0,45 μm,

vial 2 ml, ultrasonic, erlenmeyer asah 250 dan 500 ml, alat destilasi, pemanas,

tabung reaksi 15 ml, buret 50 ml dan KCKT dengan detektor UV-Vis dan PDA

(Photo Diode Array), kotak timbang dan oven.

1.3 Metode Penelitian

Metode penelitian kadar formalin dan metanil yellow dilakukan secara

kuantitatif dengan menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi. Sampel mi

basah yang digunakan yaitu mi basah yang beredar di pasar daerah Bogor

sebanyak 4 sampel, Jakarta sebanyak 3 sampel dan Depok sebanyak 3 sampel.

Masing-masing sampel tersebut dilakukan pula analisis tambahan sebagai data pendukung yaitu penentuan kadar air.

1.3.1 Preparasi Sampel

Penetapan dilakukan pada sampel mi basah dipasar kota Jakarta, Bogor,

dan Depok sebanyak 10 sampel dan akan diberi kode J1, J2, J3 (Jakarta), B1, B2,

B3, B4 (Bogor) dan D1, D2, D3 (Depok) dan dianalisis masing masing sebanyak

Page 19: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

19

2 ulangan. Setiap sampel dihomogenkan dengan dihancurkan (blender) hingga

halus.

1.3.2 Analisis Formalin Secara KCKT (Li, 2007)

a. Prinsip

Sampel di panaskan, uap formalin dikondensasi. Formalin diderivatisasi

dengan DNPH dan di ekstraksi dengan diklormethan, formalin diinjeksikan ke

alat KCKT dengan fase gerak asetonitril 45% pada panjang gelombang 355 nm.

b. Pembuatan fase gerak

Dilarutkan 450 ml asetonitril dengan 550 ml aquabidestilata.

Dihomogenkan, lalu disaring dengan filter membran 0,45 μm. Lalu di ultrasonik

(degassing) selama 15 menit.

c. Pembuatan Larutan Standar

Dipipet 270 µl larutan formaldehida 37% ke dalam labu ukur 100,0 ml,

larutkan dengan aquabidest dan himpitkan sampai tanda batas, kemudian kocok

untuk menghomogenkan. Dipipet 5,0 ml ke dalam labu ukur 50,0 ml, encerkan

dengan aquabidest dan himpitkan sampai tanda batas, lalu kocok.

Dari larutan baku induk 100 mg/L dibuat seri larutan baku kerja dengan

konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1; dan 2 mg/L dalam labu ukur 10,0 mL dengan memipet

larutan induk 100 ppm masing-masing 0; 25 ; 50 ; 100 ; dan 200 ul,encerkan

dengan aquabidest hingga tanda garis dan kocok sampai homogen.

d. Pembuatan Larutan Sampel

Ditimbang 1 gram sampel ke dalam Erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 200

ml air dan 10 ml larutan asam fosfat 10%, aduk larutan dan didestilasi

(dipanaskan hingga mendidih). Ditampung ke labu ukur 100 ml hingga kurang

lebih 100 ml destilat. Himpitkan pada labu ukur 100 ml.

e. Derivatisasi formalin

Diambil larutan destilat sampel, deret standar formalin masing masing 1

ml ke dalam tabung rekasi. Ditambahkan 0,5 ml larutan DNPH 1mg/ml, kemudian

Page 20: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

20

diekstraksi dengan diklorometan, kocok dengan kuat. Setelah pengocokan,

diambil fase diklorometan dan hilangkan fase air. Diuapkan diklorometan, dan

sisa penguapan dilarutkan kembali dengan asetonitril grade ke dalam labu ukur 10

ml. Disaring larutan dengan membran filter 0,45 µm ke dalam vial autosampler.

f. Kondisi Alat KCKT

Metode analisis KCKT ini menggunakan instrumen seperangkat alat

KCKT quatemary pump dengan fase gerak asetonitril 45%, laju alir 1,0

mL / menit, volume injeksi sebesar 20 µL, detektor UV-VIS pada panjang

gelombang 355 nm, menggunakan kolom RP-18 LiChosper dengan panjang 150

mm dan diameter 4,60 mm.

g. Perhitungan

Kadar Formalin (mg /Kg )=

Area sampel -IntercepSlope

×fp×V akhir(ml)

Wsampel (gram)

Keterangan :

Area sampel = Luas area peak sampel dari kromatogram sampel.

Slope = Didapat dari persamaan garis deret standar.

Intercept = Didapat dari persamaan garis deret standar .

Fp = Faktor pengenceran.

V akhir = Volume akhir pengenceran sampel (ml)

W sampel = Bobot sampel (gram)

1.3.3 Analisis Pewarna Makanan Secara KCKT (Dionex, 2010)

a. Prinsip

Pada penentapan pewarna makanan secara kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) menggunakan detektor PDA (Photo Diode Array) pada panjang

gelombang 419 nm dalam mi basah dengan fase gerak A yaitu diammonium

dihidrogen posfat 20mM pH 8,8 dan fase gerak B diammonium dihidrogen posfat

20mM pH8,8 berbanding acetonitril (50:50) secara gradient pump.

Page 21: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

21

b. Pembuatan Fase Gerak

Dilarutkan 2,64 gram (NH4)2HPO4, dilarutkan dengan aquabidestilata

sampai 500 mL dan dihomogenkan. Ditambahkan NH4OH hingga pH larutan 8,8,

dihomogenkan, lalu ditepatkan hingga 1L kemudian kocok hingga homogen (Fase

gerak A). Dicampurkan asetonitril kualitas kromatografi dengan (NH4)2HPO4 pH

8,8 dengan perbandingan 50 : 50 (Fase gerak B). Sebelum masuk ke sistem

kromatografi, fase gerak disaring dengan membran filter 0,45 mm lalu dide-

gazing terlebih dahulu dengan ultrasonic.

c. Pembuatan Larutan Standar

Ditimbang 25 mg standar pewarna metanil yellow lalu dilarutkan dalam

labu ukur 25 ml dengan methanol hingga tanda batas, lalu dihomogenkan (larutan

induk). Dipipet 100, 200, dan 500ul larutan induk ke masing-masing labu ukur 10

ml (10, 20, dan 50mg/L), dan diencerkan dengan methanol hingga tanda tera,

dihomogenkan, lalu disaring dengan membrane filter 0,45 μm dimasukkan ke

dalam vial. Diinjeksikan ke alat KCKT.

d. Pembuatan Larutan Sampel

Sampel yang telah homogen ditimbang sebanyak 2 gram. Dimasukkan ke

dalam labu ukur 25 ml, dilarutkan dengan aquabidest hingga 5 ml, diultrasonik

selama 15 menit kemudian dihimpitkan dengan methanol. Larutan dikocok hingga

homogen lalu disaring dengan kertas saring, filtrate selanjutnya disaring dengan

membrane filter 0,45 μm dan dimasukkan ke dalam vial. Diinjeksikan ke alat

KCKT.

e. Kondisi Alat KCKT

Metode analisis KCKT ini menggunakan instrumen seperangkat alat

KCKT quatemary pump dengan Fase Gerak A yaitu (NH4)2HPO4 pH 8,8 dan B

yaitu (NH4)2HPO4 pH 8,8 berbanding asetonitril (50:50). Laju alir 0,71

mL/menit dengan sistem gradien fase gerak 12% B selama 5 menit, 50% B selama

5 menit, 100% B selama 3 menit, dan kembali ke B 12% selama 7 menit, volume

Page 22: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

22

injeksi sebesar 10 µL, detektor PDA UV-Vis pada panjang gelombang 419 nm,

menggunakan kolom C-18 Gemini NX- 5um dengan panjang 250 mm dan

diameter 4,60 mm.

f. Perhitungan

Kadar Metanil Yellow (mg /Kg )=

Area sampelSlope

×fp× Vakhir(ml )

Wsampel (gram)

Keterangan :

Area sampel = Luas area peak sampel dari kromatogram sampel.

Slope = Didapat dari persamaan garis deret standar.

Fp = Faktor pengenceran.

V akhir = Volume akhir pengenceran sampel (ml)

W sampel = Bobot sampel (gram)

1.3.4 Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

a. Analisa Sampel

Analisis kadar air menggunakan oven, dengan pemanasan langsung.

Sampel yang telah homogen ditimbang 1 gram ke dalam kotak timbang yang telah

diketahui bobotnya. Kotak timbang berisi sampel, dipanaskan pada suhu 105ºC

dalam oven selama 3 jam. Lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, lalu

ditimbang. Dilakukan pemanasan kembali hingga didapat bobot tetap.

b. Perhitungan

Kadar Air (%) ¿C - BA

× 100 %

Keterangan :

A = Bobot sampel (gram)

B = Bobot sampel + kotak timbang (tetap) setelah pemanasan (gram)

C = Bobot sampel + kotak timbang sebelum pemanasan (gram)

Page 23: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/Bab 1-3 formalin.docx · Web viewProses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan

23