09e00814

Upload: bayu-rahmanto

Post on 17-Oct-2015

75 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA

    TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008

    TESIS

    Oleh

    RUSHERINA 067010016/KK

    S

    EK O L A

    H

    PASCASARJ

    ANA

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2008

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA

    TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008

    T E SI S

    Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Kekhususan Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    Oleh

    RUSHERINA 067010016/KK

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2008

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Judul Tesis : DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008

    Nama Mahasiswa : Rusherina Nomor Pokok : 067010016 Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Kekhususan Kesehatan Kerja

    Menyetujui Komisi Pembimbing

    (Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD) Ketua Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc) Tanggal Lulus : 28 Agustus 2008

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Telah diuji pada Tanggal : 28 Agustus 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : dr. Alwinsyah, Sp.PD

    Dr. Halinda Sari Lubis, MKKK

    Ir. Indra Chahaya S, MSi

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • PERNYATAAN DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SEBAGAI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA

    TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008

    T E S I S Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, Agustus 2008 (Rusherina)

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • ABSTRAK

    Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

    Mycobacterium tuberculosis. Saat ini kuman tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, sehingga tahun 1993 World Health Organitation (WHO) mencanangkan kedaruratan global tuberkulosis. Upaya Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis (P2TB) di Prop Riau dengan strategi DOTS mulai dilaksanakan pada tahun 1995. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pendamping minum obat (PMO) melihat tingginya resiko terhadap gangguan kesehatan terhadap PMO, maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan penyakit menular terhadap kejadian penyakit akibat lingkungan kerja dan faktor manusianya, salah satu diantaranya alat pelindung diri (APD). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran PMO menggunakan APD, dan untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban kerja PMO menggunakan APD pada penderita tuberkulosis.

    Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional, dengan maksud ingin mengetahui hubungan sesaat antara variabel independen dan variabel dependen. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 96 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, analisa data menggunakan uji statistik dengan dengan batas kemaknaan 0,05.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel beban kerja dengan PMO menggunakan APD (p = 0,000) sedangkan yang tidak mempunyai hubungan yang signifikan adalah variabel pendidikan (p = 0,12), variabel pengetahuan (p = 0,09) dan variabel motivasi (p = 0,22). Diharapkan kepada PMO yang memiliki beban kerja yang tinggi agar dapat menggunakan APD pada saat mengawasi penderita minum obat agar penyebaran kuman mycobahterium tuberculosis dapat ditekan seminimal mungkin, serta perlu penelitian lebih lanjut tentang penggunaan APD oleh PMO dengan variabel dan sampel yang berbeda. Kata kunci : Tuberkulosis, PMO, APD.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • ABSTRACT

    Tuberculosis is a transmitted desease caused by the bacterium of Mycobaterium tuberculosis. Nowadays, the bacterium of tuberculosis has infected one-third of the world population that, in 1993, the World Health Organization tuberculosis (P2TB) through DOTS strategy in Riau Province was first implemented in 1995. To guarantee a regular medication, some one to accompany (monitor) the victim to take medicine (PMO) is needed. Considering the high risk of health disorder to the PMO, one of the attempts to prevent the incident of transmitted desease caused by accupational environment and human factor is the use of personal protection aquipment (PPE).

    The purpose of this quantitative study with cross-sectional is to axamine the momentary relationship between independent and dependent variables through the description of the PMO who use the personal protection equipment (PPE) and the relationship between education, knowledge, motivation, and work load of the PMO using PPE in The those suffering from tuberculosis. The Data for this study were collected from 96 samples through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically examined through the SPSS program. The result of this study shows that there is significant relationship between work load and the use of PPE by the PMOs working with those suffering from tuberculosis education, knowledge and motivation do not have any significant relationship with the use of PPE by the PMOs working with those suffering from tuberculosis. It is suggested that the PMOs improve their knowledge in the use of PPE through printed or electronic media and be mitivated to use PPE when monitoring those suffering from tuberculosis taking their medicine. Although they have a heavy work load, the PMOs are expected to think of their own health by using PPE when use of PPE in the PMOs working with those suffering from tuberculosis. It is necessary to do a further study on the PMOs working with those suffering from tuberculosis. Key word: Tuberculosis, PMO, PPE.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini

    dimaksudkan untuk memanuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S2 pada

    Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah

    Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

    Penulis menyadari, begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan

    kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis dari memulai

    penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan.

    Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga

    sukses dan bahagia selalu dalam lindunganNya kepada: Bapak Dr. Drs. R. Kintoko

    Rochadi, MKM, dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD, selaku pembimbing yang telah

    memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan sejak mulai hingga selesai tesis ini.

    Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada:

    1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor

    Universitas Sumatera Utara Medan.

    2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah

    Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

    3. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, selaku Ketua Program Studi Ilmu

    Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana

    Universitas Sumatera Utara.

    4. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, Dosen Pembimbing dan Penguji Tesis.

    5. Ibu Ir. Indra Chahaya S, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing dan

    penguji dalam penulisan tesis ini.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang telah memberi izin dan

    dukungan.

    7. Ibu Direktur Poltekkes Depkes Riau yang telah memberikan izin pendidikan

    pada Sekolah Pascasarjana ini.

    8. Teristimewa buat suami tercinta yang telah memberikan kasih sayang,

    perhatian, dorongan dan doa restu kepada penulis agar dapat menyelesaikan

    pendidikan pascasarjana.

    9. Juga anak-anakku tersayang Monica Regina dan Aldahnuh Rahmadana yang

    selama ini telah mendampingi dan terus berdoa untuk bundanya dalam

    penyelesaian tesis ini.

    Ucapan terima kasih kepada kedua orangtua, Abang, Kakak, Adik yang telah

    memberikan dukungan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan, semoga Allah

    SWT membalas kebaikan yang telah dilakukan dan melimpahkan ridho dan

    hidayahNya.

    Akhirnya penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat

    Indonesia, khususnya Kota Pekanbaru.

    Pekanbaru, Agustus 2008

    Penulis,

    Rusherina

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • RIWAYAT HIDUP

    Nama : Rusherina

    Tempat/Tanggal Lahir : Pariaman, 24 April 1965

    Agama : Islam

    Alamat : Jln. Jasa Blok B No. 4 Perum. Nangka Permai

    Telp (0761) 63446

    Telp/HP : 081365708152

    RIWAYAT PENDIDIKAN

    Tahun 1969 1975 : SDN 2 Pariaman

    Tahun 1975 1979 : SMPN 1 Pariaman

    Tahun 1979 1982 : SMUN I Pekanbaru

    Tahun 1982 1985 : APK TS Padang

    Tahun 2001 2004 : STIKES Hang Tuah Pekanbaru

    Tahun 2006 2008 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    Medan, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

    Kekhususan Kesehatan Kerja

    RIWAYAT PEKERJAAN

    1986 1987 : Staf Dinkes TK I Propinsi Riau

    1987 1989 : Pjs Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru

    1989 2002 : Pj. Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru

    2008 Sekarang : KASI PSM DKK Pekanbaru

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK ................................................................................................... i ABSTRACT.................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... v DAFTAR ISI ............................................................................................... vi DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ...

    1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Hipotesa .. 1.5. Manfaat Penelitian .

    1 6 7 7 7

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9 2.1. Tuberkulosis Paru .

    2.2. Pengawasan Menelan Obat ... 2.3. Alat Pelindung Diri (APD) ... 2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian

    APD ............................................................................... 2.5. Kerangka Konsep ..........................................................

    9 13 15

    23 29

    BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................... 30 3.1. Desain Penelitian ...........................................................

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .................................... 3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................... 3.5. Variabel dan Definisi Operasional ................................ 3.6. Pengolahan Data ........................................................... 3.7. Analisis Data .................................................................

    30 30 31 32 33 33 34

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • BAB 4 HASIL PENELITIAN ......................................................... 36 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..

    4.2. Analisis Univariat ...... 4.3. Analisis Bivariat .

    36 37 39

    BAB 5 PEMBAHASAN ... 43 5.1. Hubungan Pendidikan dengan PMO Penderita

    Tuberkulosis Menggunakan APD ......... 5.2. Hubungan Pengetahuan dengan PMO Penderita

    Tuberkulosis Menggunakan APD . 5.3. Hubungan Motivasi dengan PMO Menggunakan APD 5.4. Hubungan Beban Kerja dengan PMO Menggunakan

    APD ...

    43

    45 46

    48 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 50 6.1. Kesimpulan ...

    6.2. Saran .. 50 50

    DAFTAR PUSTAKA .. 51

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman

    3.1. Variabel dan Definisi Operasional .. 33

    4.1. Distribusi Frekuensi Responden PMO Penderita Tuberkulosis

    di Kota Pekanbaru Tahun 2008 .

    38

    4.2. Distribusi Responden Menurut Pendidikan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ...

    40

    4.3. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ..

    41

    4.4. Distribusi Responden Menurut Motivasi PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ...........................

    42

    4.5. Distribusi Responden Menurut Beban Kerja PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ...

    42

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Halaman

    2.1. Kerangka Konsep Penelitian 29

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Judul Halaman

    1. Jadwal Penelitian .. 54

    2. Kuesioner Penelitian 55

    3. Hasil Pengolahan Data . 60

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

    Mycobacterium tuberculosis. Saat ini kuman tuberkulosis (TBC) telah menginfeksi

    sepertiga penduduk dunia, sehingga tahun 1993 World Health Organitation (WHO)

    mencanangkan kedaruratan global tuberkulosis. Hal ini karena pada sebagian besar

    negara di dunia, tuberkulosis tidak terkendali akibat banyaknya penderita yang tidak

    berhasil disembuhkan terutama penderita menular Basil Tahan Asam (BTA +) (Dep

    Kes RI, 2002).

    Tahun 1993, ditetapkan WHO sebagai tahun kedaruratan global Tuberkulosis

    (Nakajima, 1993). Ini terjadi akibat: 1) peningkatan kasus TB yang terkait dengan

    peningkatan kasus AIDS/HIV; 2) tingginya angka migrasi penduduk yang

    menyebabkan makin meningkatnya penyebab TB; 3) perhatian pemerintah yang

    mulai berkurang dalam pemberantasan penyakit TB (terutama di negara-negara

    berkembang); 4) munculnya multi drugs resistant obat-obat TB (Dep Kes, 2002).

    Indonesia merupakan penyumbang penderita TBC nomor tiga terbesar

    di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita 10% dari total jumlah

    penderita di seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian nomor satu golongan

    penyakit menular.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 2000 (SKRT, 2000)

    menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

    penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia

    dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Menurut WHO diperkirakan setiap

    tahun di Indonesia terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian karena

    tuberkulosis sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk

    Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis BTA + (Dep Kes RI, 2002).

    Di Indonesia, penyakit TBC masih merupakan masalah kesehatan utama.

    Sampai saat ini, program penanggulangan TBC (selanjutnya disebut P2TB) belum

    menunjukkan kemajuan yang berarti, hal ini dapat dilihat dari data tentang penyebab

    utama kematian di Indonesia. Penyakit TBC mencapai urutan keempat pada tahun

    1990, meningkat menjadi urutan ketiga pada tahun 1996, kemudian menjadi urutan

    kedua pada tahun 2000, dan kembali ke urutan ketiga pada tahun 2005 (Dep Kes RI,

    2006).

    Mulai tahun 1995, program penanggulangan TBC nasional mengadopsi

    strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sesuai rekomendasi WHO

    yang kemudian dikembangkan di seluruh puskesmas di Indonesia pada tahun 2000.

    DOTS telah terbukti cukup efektif mencapai kesembuhan penderita penyakit

    TBC, di beberapa negara, strategi DOTS merupakan strategi komprehensif dalam

    P2TB yang terdiri dari 5 (lima) komponen yang harus dijalankan secara bersamaan.

    Kelima komponen tersebut adalah: 1) komitmen politik dari penentu kebijakan;

    2) penegakan diagnosis dengan pemeriksaan hapusan sputum; 3) penggunaan obat Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • paduan jangka pendek yang ampuh dan gratis; 4) adanya pengawas penderita

    menelan obat (PMO); 5) adanya sistem pencatatan dan pelaporan yang baik (Dep Kes

    RI, 2002).

    Di Propinsi Riau jumlah kasus tuberkulosis pada tahun 2007 yaitu 3.987 kasus

    dengan basil tahan asam positif 2.597. Penyakit tuberkulosis banyak menyerang

    masyarakat kurang mampu yang tinggal ditempat kumuh, kurang pencahayaan dan

    ditambah lagi dengan daya tahan tubuh yang menurun serta makanan yang tidak

    bergizi (Din Kes Provinsi Riau, 2005).

    Upaya Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis (P2TB) di Provinsi Riau

    dengan strategi DOTS mulai dilaksanakan pada tahun 1995. Pada tahun 1998-1999

    semua kabupaten/kota telah melaksanakan strategi DOTS dan sampai saat ini telah

    menjangkau semua Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang ada serta

    1 Rumah Sakit Umum Pemerintah. Pada tahun 2001 telah dibentuk Tim Gerakan

    Terpadu Nasional (GERDUNAS) TBC tingkat Provinsi dan Tim Gerdunas TBC

    tingkat Kabupaten/Kota (Dinkes Provinsi Riau 2005).

    Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pendamping

    minum obat (PMO). PMO adalah seseorang yang bertugas untuk mengawas,

    memberikan dorongan dan memastikan penderita TB menelan Obat Anti

    Tuberkulosis (OAT) secara teratur sampai selesai. Sebaiknya PMO adalah petugas

    kesehatan tetapi bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat

    berasal dari keluarga penderita, Tokoh Masyarakat (TOMA), dan Tokoh Agama

    (TOGA). Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Peran seorang PMO sangat penting dalam pengobatan penderita tuberculosis

    karena pengobatan yang cukup lama yaitu 6-8 bulan diperlukan pengawasan langsung

    bagi penderita terutama pada tahun intensif (2 bulan pertama) dan juga pada fase

    lanjutan karena dikhawatirkan penderita akan mangkir atau putus berobat sebelum

    berakhirnya masa pengobatan.

    Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa

    lalu dapat menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC terhadap OAT atau Multi Drug

    Resistance (MDR) (Dep Kes RI, 2002).

    Berdasarkan laporan dari masing-masing Puskesmas yang dihimpun oleh

    Dinas Kesehatan kota Pekanbaru dari 17 Puskesmas yang ada di kota Pekanbaru

    kasus tuberkulosis cukup tinggi, pada tahun 2007 berjumlah 306 kasus dan PMO

    yang BTA + berjumlah 15 orang, hal ini disebabkan belum adanya kebijakan dari

    Pemerintah Daerah setempat untuk memfasilitasi pemakaian alat pelindung diri

    (APD) dalam usaha pencegahan penyakit menular. Pelindung sekarang umumnya

    diacu sebagai Perlengkapan Pelindung Diri (PPD), telah digunakan bertahun-tahun

    lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas

    yang bekerja pada suatu tempat perawat kesehatan. Dengan munculnya kembali

    tuberkulosis dibanyak negara, penggunaan PPD menjadi sangat penting untuk

    melindungi petugas (Teitjen, et. al, 1997).

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Dari studi awal yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kota Pekanbaru

    pada tanggal 10 Maret 2008, masih banyak keluarga penderita sebagai PMO belum

    menggunakan alat pelindung diri seperti masker, mereka hanya menggunakan sapu

    tangan sebagai penutup mulut pada saat mengawasi penderita minum obat. Melihat

    tingginya resiko terhadap gangguan kesehatan terhadap PMO, maka perlu dilakukan

    upaya-upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit akibat lingkungan kerja dan

    faktor manusianya, salah satu diantaranya adalah penggunaan alat pelindung diri

    (Sumamur, 1981).

    Alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau

    tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja yang terjadi. Peralatan pelindung diri

    tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada.

    Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak bahaya dengan cara

    penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya (Sumamur, 1981).

    Strategi program P2TB di Kota Pekanbaru juga mengacu kepada kebijakan

    Departemen Kesehatan RI yaitu dengan strategi DOTS yang mencakup antara lain

    upaya penemuan dan pengobatan penderita TB BTA+ ditingkatkan secara bertahap

    minimal 70% yang mengikuti angka konversi sebesar 80% serta angka kesembuhan

    minimal 85% pada tahun 2007, yang dilakukan melalui unit pelayanan Puskesmas

    yang ada dan unit pelayanan kesehatan lainnya di Kota Pekanbaru (DKK, 2004)

    bahwa hasil kegiatan program P2TB di Kota Pekanbaru masih rendah jika

    dibandingkan dengan target program P2TB Nasional. Penemuan penderita TBC

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • masih rendah dari penderita TB BTA+ yang diobati angka kesembuhan juga masih

    rendah.

    Gibson (1985) mengemukakan ada 3 jenis variabel yang mempengaruhi

    kinerja seseorang yaitu faktor individu (kemampuan keterampilan dan latar

    belakang), faktor organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur,

    organisasi dan desain pekerjaan) dan faktor psikologi (persepsi, sikap, kepribadian

    dan motivasi).

    Menurut Teitjen, et. al (1997) mengidentifikasikan beberapa faktor

    psikososial dan organisasional yang menambah terjadinya ketidakpatuhan petugas

    perawat kesehatan.

    Yang paling penting dirasakan adalah: 1) pengaman yang kurang untuk

    petugas yang bekerja dirumah sakit dan klinik, dan 2) konflik kepentingan antara

    menyelenggarakan perawatan kesehatan yang terbaik dan melindungi diri sendiri dari

    pemaparan (Gershon, 1996).

    Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka penulis ingin melihat

    analisa pekerja kesehatan menggunakan alat pelindung diri sebagai pengawas

    menelan obat penderita tuberkulosis di Kota Pekanbaru tahun 2008.

    1.2. Perumusan Masalah

    Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerja kesehatan

    menggunakan alat pelindung diri (APD) sebagai PMO penderita tuberkulosis di Kota

    Pekanbaru tahun 2008. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1 Untuk mengetahui gambaran PMO menggunakan alat pelindung diri (APD)

    pada penderita tuberkulosis di Kota Pekanbaru tahun 2008.

    1.3.1. Untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban

    kerja PMO menggunakan alat pelindung diri pada penderita tuberkulosis

    di Kota Pekanbaru.

    1.4. Hipotesa

    Untuk menjawab pertanyaan Apakah Pekerja Kesehatan Menggunakan Alat

    Pelindung Diri Sebagai Pengawas Menelan Obat Penderita Tuberkulosis Paru, maka

    peneliti memberikan jawaban sementara dalam bentuk hipotesis, sebagai berikut:

    1.4.1. Adanya hubungan antara penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian

    kasus BTA + pada PMO.

    1.4.2. Adanya hubungan antara pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban kerja

    dengan penggunaan alat pelindung diri pada PMO.

    1.5. Manfaat Penelitian

    1.5.1. Memberi masukan bagi Departemen Kesehatan dalam rangka menentukan

    kebijakan dan strategi intervensi yang tepat dan terarah dalam program P2TB.

    1.5.2. Memberi masukan bagi Dinas Kesehatan Provinsi Riau dalam rangka

    menentukan kebijakan operasional, pedoman dan strategi intervensi yang

    tepat dan terarah dalam program P2TB sesuai dengan kondisi setempat. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 1.5.3. Bagi Pimpinan Puskesmas hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam

    upaya meningkatkan motivasi pekerja kesehatan menggunakan alat pelindung

    diri (APD) dalam pengawasan penelan obat (PMO) yang akhirnya diharapkan

    dapat meningkatkan keteraturan berobat bagi penderita TBC.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tuberkulosis Paru

    2.1.1. Pengertian

    Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh

    mycobacterium tuberculosis dan biasanya menyerang paru-paru (Diane

    C. Baughman, 2000).

    Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB

    (mycobacterium tuberkulosis), sebagian besar menyerang paru-paru, tetapi dapat juga

    menyerang organ tubuh lainnya (Pedoman Penanggulangan TBC, 2006).

    Penyakit tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang

    disebabkan oleh kumam tuberkulosis (Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar

    kuman tuberkulosis ini menyerang paru, tapi dapat juga mengenai organ tubuh lain

    (http; //www. infeksi. com).

    2.1.2. Cara Penularan

    Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau

    bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet

    nuclei).

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya

    penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang

    lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari

    langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam

    dalam keadaan yang gelap dan lembab (Depkes RI, 2006).

    Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang

    keluar dari parunya. Makin tinggi derajad positif hasil pemeriksaan dahak, makin

    menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat

    kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seorang

    terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya

    menghirup udara tersebut (Dep Kes RI, 2006).

    2.1.3. Gejala Penyakit

    Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus

    yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat, gambaran secara klinis tidak terlalu

    khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa

    secara klinik.

    Gejala Sistemik/Umum

    1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam

    hari disertai keringat malam, kadang-kadang serangan demam seperti influenza

    dan bersifat hilang timbul (40 41`C),

    2. Penurunan nafsu makan dan berat badan, Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 3. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah),

    4 Perasaan tidak enak (malaise), lemah,

    5. Berat badan menurun.

    Gejala Khusus

    1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian

    bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

    bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah

    yang disertai sesak.

    2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan

    keluhan sakit dada.

    3. Bila mengenai tulang maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada

    suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuatan pada kulit diatasnya, pada

    muaranya ini akan keluar cairan nanah (http:penyakit-pengobatan.blogspot.com).

    2.1.4. Upaya Pencegahan/Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis

    Directly Observed Treatmen Shortcourse (DOTS) merupakan suatu strategi

    dalam pemberantasan penyakit tuberkulosis paru yang direkomendasikan oleh WHO

    yaitu pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung

    oleh PMO. Penanggulangan penderita tuberkulosis dengan strategi DOTS dapat

    memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS

    merupakan strategi kesehatan yang paling cont-effective. Dengan strategi DOTS Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • manajemen penanggulangan tuberkulosis di Indonesia ditekankan pada tingkat

    kabupaten/kota (Dep Kes RI, 2002).

    2.1.5. Pengobatan Tuberkulosis Paru

    Tujuan Pengobatan

    Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

    mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

    resisten kuman terhadap obat anti tuberkulin (OAT).

    Prinsip Pengobatan

    Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

    1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah

    cukup dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, jangan gunakan OAT

    tunggal (monoterapi). OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

    menguntungkan dan sangat dianjurkan.

    2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung

    (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawasan Menelan Obat

    (PMO).

    3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan

    Tahap Awal (intensif )

    1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

    secara langsung untuk mencegah terjadinya resisten obat.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 2. Bila pengobatan tetap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

    menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

    3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

    bulan.

    Tahap Lanjutan

    1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

    waktu yang lebih lama.

    2. Tahap lanjutan penting membunuh kuman persisten, sehingga mencegah

    terjadinya kekambuhan.

    Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan

    perpaduan OAT:

    Kategori I : 2HRZE / 4 H3R3

    Kategori II : 2HRZE / HRZE / 5H3R3E3

    Kategori III : 2HRZ / 4 HR

    (Depkes RI, 2002)

    2.2. Pengawasan Menelan Obat

    2.2.1. Definisi PMO

    Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek

    dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan

    seorang PMO.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • PMO (Pengawasan Menelan Obat) adalah orang yang dipercaya, dikenal, dan

    disetujui oleh petugas kesehatan maupun penderita untuk mengawasi penderita TBC

    dalam meminum obat dan pengobatan yang teratur sampai selesai.

    2.2.2. Persyaratan PMO

    1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan

    maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

    2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

    3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

    4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

    2.2.3. Siapa yang Bisa Jadi PMO

    Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di Desa, Perawat,

    Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan

    yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, atau tokoh

    masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

    2.2.4. Tugas Seorang PMO

    1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

    pengobatan.

    2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

    ditentukan.

    4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

    gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit

    Pelayanan Kesehatan.

    2.2.5. Informasi Penting yang Perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada Pasien dan Keluarganya

    1. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

    2. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.

    3. Cara penularan TB, gejala-gejala mencurigakan dan cara pencegahannya.

    4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

    5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

    6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta

    pertolongan ke UPK.

    2.3. Alat Pelindung Diri (APD)

    Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat

    untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko

    pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak

    dengan darah dan tubuh sewaktu perawatan rutin pasien.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 2.3.1. Pengertian

    Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

    melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga

    kerja dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri dipakai setelah usaha rekayasa

    (engineering) dan cara kerja yang aman telah maximum (Depnakertrans RI, 2004).

    Menurut Suma`mur (1992), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai

    untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja.

    Menurut Habsari (2003) langkah-langkah dalam pemilihan alat pelindung diri

    terdiri dari:

    1. Mengumpulkan data tentang potensi bahaya yang dapat terjadi, sebagai langkah

    awal agar alat pelindung diri yang digunakan sesuai kebutuhan.

    2. Menentukan jumlah alat pelindung diri yang akan disediakan. Dalam menentukan

    jumlah tergantung pada jenis alat pelindung diri yang dapat digunakan secara

    bergantian.

    3. Memilih kualitas/mutu dari alat pelindung diri yang akan digunakan.

    Alat Pelindung Diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-

    ketentuan sebagai berikut:

    1. Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya.

    2. Berbobot ringan.

    3. Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin).

    4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan.

    5. Tidak mudah rusak. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 6. Memenuhi ketentuan dari standar yang ada.

    7. Pemeliharaan mudah.

    8. Penggantian suku cadang mudah.

    9. Tidak membatasi gerak.

    10. Rasa tidak nyaman tidak berlebihan.

    11. Bentuknya cukup menarik.

    Menurut Suardi (2005) keberhasilan penggunaan alat pelindung diri

    tergantung jika peralatan pelindungnya:

    1. Tepat pemilihannya.

    2. Digunakan secara benar.

    3. Sesuai dengan situasi dan kondisi bahaya.

    4. Senantiasa dipelihara.

    Santosa (2004) menyatakan masalah umum alat pelindung diri terdiri atas:

    1. Tidak semua alat pelindung diri melalui pengujian laboratories, sehingga tidak

    diketahui derajad perlindungannya.

    2. Tidak nyaman dan kadang-kadang membuat si pemakai sulit bekerja.

    3. Alat pelindung diri dapat menciptakan bahaya baru.

    4. Perlindungan yang diberikan alat pelindung diri sulit untuk dimonitor.

    5. Kewajiban pemeliharaan alat pelindung diri dialihkan dari pihak manajemen

    kepekerja.

    6. Efektivitas alat pelindung diri sering tergantung kondisi kesehatan para pekerja.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 7. Kepercayaan pada alat pelindung diri akan menghambat pengembangan kontrol

    teknologi yang baru.

    Menurut Suardi (2005) masalah pemakaian alat pelindung diri dibagi atas:

    1. Sisi pekerja tidak mau memakai dengan alasan:

    1. Tidak sadar/tidak mengerti,

    2. Panas,

    3. Sesak,

    4. Tidak enak dipakai,

    5. Tidak enak dipandang,

    6. Berat,

    7. Mengganggu pekerjaan,

    8. Tidak sesuai dengan bahan yang ada,

    9. Tidak ada sanksi jika tidak menggunakannya,

    10. Atasan juga tidak memakai.

    2. Sisi instansi

    1. Ketidak mengertian dari instansi tentang alat pelindung diri yang sesuai

    dengan jenis resiko yang ada,

    2. Sikap dari instansi yang mengabaikan alat pelindung diri,

    3. Dianggap sia-sia (karena pekerja tidak mau memakai),

    4. Pengadaan alat pelindung diri yang asal beli.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 2.3.2. Alat Perlindungan Pernafasan/Masker

    Menurut Habsari (2003) alat pelindung diri pernafasan/masker berguna untuk

    melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang terkontaminasi

    di tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosi, ataupun rangsangan.

    Masker terbuat dari berbagai bahan antara kain: katun ringan, kasa, kertas

    sampai bahan sintesis, yang beberapa diantaranya tahan cairan. Masker yang tebuat

    dari katun atau kertas sangat nyaman tapi sebagai filter tidak tahan cairan dan tidak

    efektif.

    Masker yang terbuat dari bahan sintetik dapat memberikan sedikit

    perlindungan dari tetesan partikel besar (> 5um) yang disebarkan lewat batuk dan

    bersin dari petugas pelayanan kesehatan yang berada dekat (kurang dari 1 meter)

    dengan pasien. Namun mereka, merasa kurang nyaman untuk memakainya karena

    bahan ini sukar dipakai untuk bernafas. Santoso (2004) menyatakan masalah alat

    pelindung diri pernafasan terdiri atas:

    1. Penutup muka yang buruk dapat menimbulkan jerawat, dapat membuat rambut

    jadi terjepit, tidak sesuai dengan ukuran wajah, menimbulkan iritasi pada bekas

    luka.

    2. Pemeliharaan yang tidak baik.

    3. Tali pengikat longgar/lepas.

    4. Tidak nyaman dalam menghirup udara.

    5. Menimbulkan sesak nafas.

    6. Psikologis dan kecemasan. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 7. Meningkatkan beban kerja pada jantung dan hati.

    8. Menghirup kembali udara yang dihembuskan.

    9. Kesulitan berkomunikasi.

    2.3.3. Respirator

    Respirator adalah masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang

    dianjurkan dalam situasi menyaring udara yang ditarik nafas dianggap sangat penting

    (umpamanya, dalam perawatan orang dengan tuberkulosis paru). Terdiri dari

    berlapis-lapis bahan filter yang terpasang pada muka dengan ketat.

    Lebih sulit untuk bernafas melaluinya dan lebih mahal dari pada masker

    bedah. Efektivitas pemakaian masker khusus ternyata belum terbukti (Teitjen et.al,

    1997).

    Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan yang ditujukan

    kepada perubahan perilaku pelayanan kesehatan dalam menggunakan alat pelindung

    diri lainnya, perlindungan utama harus terus berlanjut menjadi fokus kegiatan dimasa

    depan. Untuk lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan kerja lebih aman harus

    diarahkan kepada semua kader petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter atau

    perawat.

    Memperbaiki kepatuhan setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku

    dapat ditingkatkan kalau:

    1. Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit dalam usaha-usaha

    keamanan yang dianjurkan (umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • diperbaiki, pratik-pratik yang berbahaya segera dilenyapkan, dan para petugas

    secara aktif didorong untuk mencari solusi-solusi yang mudah dan murah.

    2. Para penyelia secara teratur memberikan umpan balik dan menghargai perilaku

    yang tepat (umpamanya, cuci tangan jika kontak di antara pasien ke pasien).

    3. Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior fakultas lainnya, secara aktif

    mendukung pencegahan infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh/model

    perilaku yang tepat (Lipscomb dan Rosenstock, 1997).

    Dengan membuat rekomendasi yang tepat, mudah digunakan dan dipantau

    akan meningkatkan kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas kesehatan lebih

    baik.

    Akhirnya, karena perawat kesehatan merupakan profesi yang penting dan

    berguna, merupakan tanggung jawab dari semua profesi perawat kesehatan untuk

    membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk pasien dan para

    pekerjanya.

    2.3.4. Tujuan dan Manfaat Penggunaan APD

    Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan juga merupakan

    salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh

    bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat dihilangkan atau

    dikendalikan (Suma`mur, 1986).

    Keuntungan penggunaan APD dapat dirasakan oleh tiga pihak yaitu:

    perusahaan, tenaga kerja, masyarakat dan pemerintah Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 1. Perusahaan

    1. Meningkatkan keuntungan karena hasil produksi dapat terjamin baik jumlah

    maupun mutunya.

    2. Penghematan biaya pengobatan serta pemeliharaan kesehatan para tenaga

    kerja.

    3. Menghindari terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja, sehingga

    dapat tercapai produktivitas yang tinggi dengan efisiensi yang optimal.

    2. Tenaga Kerja

    1. Menghindari diri dari resiko pekerjaan seperti kecelakaan kerja dan penyakit

    akibat kerja.

    2. Memberi perbaikan kesejahteraan pada tenaga kerja sebagai akibat adanya

    keuntungan perusahaan.

    3. Masyarakat dan Pemerintah

    1. Meningkatkan hasil produksi dan menguntungkan perekonomian negara dan

    jaminan yang memuaskan bagi masyarakat.

    2. Menjamin kesejahteraan masyarakat tenaga kerja, berarti melindungi sebagian

    penduduk Indonesia dan membantu usaha-usaha kesehatan Pemerintah.

    3. Kesejahteraan tenaga kerja, berarti dapat menjamin kesejahteraan keluarga

    secara langsung.

    4. Merupakan suatu usaha kesehatan masyarakat yang akan membantu kearah

    pembentukan masyarakat sejahtera.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 5. Kebiasaan hidup sehat diperusahaan akan membantu penerapannya dalam

    pembinaan kesehatan keluarga yang akan membawa hasil bagi usaha

    kesehatan masyarakat.

    2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian APD

    2.4.1. Faktor Pendidikan

    Pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan, materi pendidikan

    kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku

    (tujuan). Karena pendidikan itu adalah suatu proses maka dengan sendirinya

    mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan adalah sasaran

    pendidikan atau anak didik yang mempunyai berbagai karakteristik, sedangkan

    keluaran proses pendidikan adalah tenaga atau lulusan yang mempunyai kwalifikasi

    tertentu sesuai dengan tujuan pendidikan institusi yang bersangkutan (Notoatmojo,

    1992).

    Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya

    terhadap peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat

    pendidikan maka semakin besar kemungkinan tenaga kerja dapat bekerja dan

    melaksanakan pekerjaannya (Ravianto, 1990).

    Pendidikan merupakan hal yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang

    dilakukan dengan sengaja bagi perolehan hasil yang berupa pengetahuan, ketrampilan

    dan sikap seseorang (Arikunto, 1988). Sedangkan Simanjuntak (1992) menyatakan

    bahwa apapun yang dilakukan dengan sistem pendidikan formal, akan terdapat Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, dunia pendidikan lebih

    diarahkan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga siap latih.

    2.4.2. Pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

    melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

    panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

    raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga

    (Notoatmojo, 2003).

    Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan memiliki beberapa tingkatan antara

    lain:

    1. Tahu (Know)

    Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

    sebelumnya. Termasuk mengingat sesuatu hal dengan baik seluruh bahan yang

    telah dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu merupakan tingkat

    pengetahuan yang paling rendah.

    2. Memahami (Comprehension)

    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara garis

    benar yang telah dipelajari.

    3. Penerapan (Aplication)

    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

    dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 4. Analisis (Analysis)

    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

    kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu organisasi dan masih

    ada kaitannya satu sama lain.

    Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat

    menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan

    dan sebagainya.

    5. Sintesis (Synthesis)

    Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun, dapat menyelesaikan dan

    sebagainya terdapat suatu materi atau rumusan-rumusan yang telah ada.

    6. Evaluasi (Evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

    penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

    Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

    yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

    responden ke dalam pengetahuan yang ingin diketahui atau kita ukur, dengan cara

    kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan

    Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan pengetahuan

    menurut Notoatmojo (2003) antara lain:

    1. Umur, Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 2. Pendidikan,

    3. Pekerjaan,

    4. Pengalaman,

    5. Status Ekonomi,

    6. Informasi,

    7. Media Masa.

    2.4.3. Motivasi

    Motivasi adalah suatu dorongan atau kehendak yang didasari oleh adanya

    kebutuhan tertentu sehingga mengarahkan pada perilaku peningkatan kinerja. Teori

    mengenai motivasi dengan rancangan hirarki kebutuhan manusia, dinyatakan oleh

    A. Maslow dalam teorinya.

    Maslow memandang motivasi manusia dalam jenjang lima kebutuhan yang

    merentang dari kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan dasar yang meningkat ke

    kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan penghargaan sampai yang

    tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Setiap kebutuhan harus sekurang-kurangnya

    dipenuhi sebelum keinginan individu memuaskan kebutuhan pada tingkat berikut

    yang lebih tinggi. Dengan motivasi yang meningkat maka kinerja akan meningkat.

    Motivasi merupakan dorongan yang didasari oleh adanya kebutuhan tertentu, kinerja

    akan optimal jika kebutuhan terpenuhi (Maslow, 1989).

    Motivasi adalah sesuatu yang pokok yang menjadi dorongan seseorang untuk

    bekerja. Motivasi orang bekerja ada bermacam-macam. Ada orang termotivasi Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • mengerjakan sesuatu karena uangnya banyak, meskipun kadang-kadang pekerjaan itu

    secara hukum tidak benar. Ada juga yang termotivasi karena rasa aman atau

    keselamatan meskipun bekerja dengan jarak jauh, bahkan ada orang termotivasi

    bekerja karena pekerjaan tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya

    sangat kecil (Ishak & Tanjung, 2003).

    Menurut Hasibuan (2001), motivasi berasal dari kata movere yang berarti

    dorongan atau menggerakkan. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang

    menciptakan kegairahan kerja seseorang agar daya upayanya untuk mencapai

    kepuasan. Motivasi merupakan hal yang sangat penting karena motivasi adalah hal

    yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau

    bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting

    karena manejer membagikan pekerjaan bawahannya untuk dikerjakan dengan baik

    dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.

    2.4.4. Beban Kerja

    Beban kerja merupakan sejumlah tanggung jawab pekerjaan yang harus

    dikerjakan oleh seorang tenaga kesehatan. (Depkes, 1999), menyebutkan bahwa pada

    umumnya proporsi antara jumlah tenaga dan jumlah program di puskesmas tidak

    seimbang, sehingga seseorang petugas bisa mempunyai tugas lebih dari satu/tugas

    rangkap. Dengan adanya tugas rangkap ini maka beban kerja dengan sendirinya

    menjadi lebih besar.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Para praktisi yang membagi pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil

    menyebutkan adanya keuntungan khusus dalam melakukan aktivitas pekerjaan karena

    mereka dapat melaksanakan pekerjaan tersebut dengan lebih fokus pada bidangnya,

    seringkali mereka menyebut keuntungan spesialisasi. Dua keuntungan pokok

    diantaranya, yaitu:

    1. Jika suatu pekerjaan terdiri atas sedikit tugas akan lebih mudah melatih

    pengganti pegawai yang dipecat, dialih tugaskan atau berhalangan hadir,

    usaha paling minimum untuk menghasilkan biaya pelatihan yang rendah.

    2. Jika suatu pekerjaan hanya terdiri dari sejumlah tugas terbatas, karyawannya

    dapat menjadi ahli dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Tingkat keahlian

    karyawan yang tinggi menghasilkan mutu keluaran yang lebih baik (Gibson,

    1985).

    Salah satu faktor yang dapat menurunkan kerja karyawan adalah keluhan

    tingginya beban kerja karyawan. Tingginya beban kerja karyawan kesehatan atau

    Rumah Sakit dapat berefek penurunan terhadap prestasi kerja (Ilyas, 2001).

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 2.5. Kerangka Konsep

    Kerangka Konsep Penelitian

    Variabel Independen Variabel Dependen

    PMO Keluarga Penderita - Pendidikan - Pengetahuan - Motivasi - Beban kerja

    Pemakaian

    APD

    Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1. Desain Penelitian

    Penelitian ini bersifat cross-sectional (potong lintang) dengan maksud ingin

    melihat keadaan dari hubungan sesaat antara variabel independen dan variabel

    dependen yaitu ingin melihat penggunaan alat pelindung diri oleh pengawas menelan

    obat penderita tuberkulosis.

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    3.2.1. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan Kota Pekanbaru tahun 2008, yang terdiri dari

    12 kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru.

    3.2.2. Waktu Penelitian

    Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, konsultasi,

    dilanjutkan dengan mempersiapkan proposal penelitian, kolokium dan penelitian

    di lapangan, pengumpulan data, analisa data, serta penyusunan laporan penelitian atau

    seminar hasil, membutuhkan waktu selama 7 (tujuh) bulan mulai bulan Desember

    2007 sampai dengan bulan Juni 2008.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

    3.3.1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga penderita TBC yang menjadi

    Pengawas Minum Obat (PMO) dari 12 kecamatan yang berada di Kota Pekanbaru

    yaitu sebanyak 306 orang.

    3.3.2. Sampel

    Untuk mendapatkan jumlah sampel digunakan rumus:

    n = { Z2 ( 1 /2 ) x P ( 1 p ) }

    d2

    Dimana :

    N = jumlah sampel

    P = estimasi proporsi sampel yang memakai APD = 0,5

    1-P = estimasi proporsi yang tidak memakai APD ( 1-0,5 )

    Z = deviasi normal standar, digunakan 1,96

    d = posisi yang diukur dalam setengah dari interval kepercayaan yang

    diinginkan.

    Karena proporsi PMO yang memakai APD dan tidak memakai APD belum

    diketahui secara pasti, maka digunakan rumus: p = q = 50%, dengan tingkat presisi

    yang diinginkan atau d = 10% dan z = 1,96.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • dengan demikian perhitungan sampel adalah sebagai berikut:

    n = { (1,96)2 x (0,5) (0,5) }

    (0,1)2

    = ( 3,8416 x 0,25 )

    0,01

    = 0,9604

    0,01

    = 96

    Sampel yang diperlukan sebesar 96 responden

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    3.4.1. Data Primer

    Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner dengan cara

    mengajukan pertanyaan yang diisi langsung oleh responden yang dijadikan objek

    penelitian.

    3.4.2. Data Sekunder

    Sebelum melaksanakan pengumpulan data primer, peneliti melaksanakan

    pengumpulan data sekunder pada Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang meliputi

    antara lain: data geografis, demografis, cakupan penderita tuberkulosis serta data

    lainnya, di Puskesmas data sekunder dikumpulkan dengan observasi dan catatan

    medical recor. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 3.5. Variabel dan Definisi Operasional

    Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional

    Variabel Definisi Operasional

    Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

    1. Pendidikan Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan oleh responden, yang ditunjukkan dengan ijazah terakhir.

    Wawancara Kuesioner 1. SD 2. SLTP 3. SLTA 4. Perguruan Tinggi

    Ordinal

    2. Pengetahuan Kemampuan responden untuk mengetahui pentingnya menggunakan APD dalam pengawasan menelan obat

    Penjumlahan nilai benar pada kuesioner Benar dinilai 1 Salah dinilai 0

    Kuesioner Jumlah skor Baik skor Median Kurang < Median

    Ordinal

    3. Motivasi Adanya dorongan untuk menggunakan APD dalam pengawas menelan obat

    Diukur dari 5 pertanyaan dimana setiap pernyataan ada 5 pernyataan diberi skor 1, 2, 3, 4, 5

    Kuesioner Tinggi bila skor Median Rendah bila skor < Median

    Ordinal

    4. Beban Kerja Hambatan kerja dan tugas tambahan selain tugas-tugas rutin rumah tangga

    Wawancara Kuesioner 1. Ya 2. Tidak

    Ordinal

    3.6. Pengolahan Data

    Pengolahan data merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan

    penelitian setelah pengumpulan data (Hastomo, 2000). Pengolahan data dilakukan

    melalui empat tahapan, yaitu:

    a) Editing

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Merupakan proses pengecekan isian atau kuesioner apakah jawaban yang ada

    di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

    b) Coding

    Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi berbentuk data atau

    bilangan. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah pada saat analisis dan

    juga mempercepat proses entri data.

    c) Entri Data

    Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar serta setelah melewati

    pengkodean, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis

    dengan cara entri data dari kuesioner kepaket program komputer.

    d) Cleaning

    Cleaning (pembersih data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

    sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.

    Data yang telah terkumpul dientri diolah dengan menggunakan program SPSS

    untuk menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerja PMO

    penderita tuberkulosis oleh pekerja kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kota

    Pekanbaru.

    3.7. Analisis Data

    Dalam penelitian ini dilakukan analisis data univariat, bivariat. Analisis

    univariat adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-

    masing variabel yang akan diteliti. Analisis statistik bivariat menggunakan chi - Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • square yaitu: untuk mengetahui hubungan antara kinerja PMO dengan faktor yang

    berhubungan dengan pekerja PMO (pendidikan, pengetahuan motivasi, dan beban

    kerja).

    Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas

    kemaknaan 0,05 sehingga:

    a. Bila nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna,

    b. Bila nilai p > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • BAB 4

    HASIL PENELITIAN

    4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Provinsi Riau saat ini terdiri dari tiga kota dan 12 kabupaten yang mempunyai

    luas wilayah 329.867.01 Km2 yang terdiri dari dataran seluas 94.501.61 Km2

    (28,87%) dan lautan 235.305.40 Km2 (71,13%), memiliki geografis strategis karena

    berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia serta

    berbatasan tidak langsung dengan beberapa Negara Asean, selain itu juga Provinsi

    Riau berada di lintasan perdagangan Internasional mulai dari Selat Malaka sampai ke

    Laut Cina Selatan.

    Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 Provinsi Riau mempunyai

    penduduk sejumlah 4.733.948 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 3,79% per tahun

    di mana jumlah penduduk terbanyak adalah di Kota Pekanbaru.

    Kota Pekanbaru mempunyai luas wilayah 632,26 km2, terdiri dari 12

    kecamatan dan 58 kelurahan. Penduduk Kota Pekanbaru tahun 2007 berdasarkan

    proyeksi penduduk tahun 2007 adalah berjumlah lebih kurang 771.429 jiwa, naik

    3,8% setiap tahunnya, dengan kepadatan penduduk 1.220 km2. Kota Pekanbaru

    terletak antara garis 101.14! sampai 101.34! Bujur timur dan 0.25! sampai 0.45!

    Lintang Utara dengan batas wilayah sebagai berikut:

    1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Siak,

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar,

    3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kebupaten Kampar,

    4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Siak.

    Kota Pekanbaru terdiri dari 12 kecamatan dan 17 puskesmas yang merupakan

    unit pelaksana pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan, dan sebagai pusat

    kesehatan masyarakat khususnya pelayanan penderita tuberkulosis, dari 17

    Puskesmas yang ada di Kota Pekanbaru kasus tuberkulosis cukup tinggi, pada tahun

    2007 berjumlah 306 kasus dan PMO yang BTA + berjumlah 15 orang, hal ini

    disebabkan belum adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah setempat untuk

    memfasilitasi pemakaian APD dalam usaha pencegahan penyakit menular. PMO

    kadang kala menggunakan sapu tangan sebagai penutup mulut pada saat mengawasi

    penderita TBC minum obat.

    4.2. Analisis Univariat

    Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan masing-masing

    variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

    Karakteristik responden meliputi: pendidikan, pengetahuan, motivasi dan

    beban kerja dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut:

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden PMO Penderita Tuberkulosis di Kota Pekanbaru Tahun 2008

    Variabel n %

    Pendidikan Rendah Tinggi

    51 45

    53,1 46,9

    Pengetahuan Rendah Tinggi

    33 63

    34,4 65,6

    Motivasi Rendah Tinggi

    60 36

    62,5 37,5

    Beban Kerja Ringan Berat

    43 54

    44,8 55,2

    Dari Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa dari 96 responden yang menjadi

    PMO berpendidikan Rendah sebanyak 51 responden (53,1%) dan berpendidikan

    Tinggi sebanyak 45 responden (46,9%).

    Pengetahuan responden yang menjadi PMO dapat dilihat bahwa 96

    responden mayoritas berpengetahuan rendah yaitu 33 responden (34,4%), sedangkan

    yang berpengetahuan tinggi sebanyak 63 responden (65,6)

    Motivasi responden yang menjadi POM penderita tuberkulosis dari 96

    responden yang bermotivasi rendah 60 responden (62,5%) dan bermotivasi tinggi 36

    responden (37,5%)

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Beban kerja responden yang menjadi PMO dapat dilihat bahwa dari 96

    responden yang memiliki beban kerja ringan yaitu 43 responden (44,8%) dan beban

    kerja berat 53 responden (39,6%).

    4.3. Analisis Bivariat

    Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen

    maka dilakukan analisis bivariat pada tabel silang dengan menggunakan analisis

    statistik chisquare. Pada analisis bivariat ini akan dihubungkan variabel independen

    (pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban kerja) dengan variabel dependen yaitu

    penggunaan APD oleh pekerja kesehatan.

    4.3.1. Hubungan Pendidikan dengan PMO yang Menggunakan APD

    Hubungan pendidikan PMO oleh pekerja kesehatan dapat dilihat dari tabel

    di bawah ini dari 51 PMO penderita TB yang berpendidikan Rendah yang

    menggunakan APD sebesarr 22 (43,1%), sedangkan dari 45 PMO berpendidikan

    Tinggi yang menggunakan APD sebanyak 46 (46,7%).

    Dari hasil uji statistik didapatkan (p = 0,12 > 0,05), berarti tidak ada hubungan

    yang signifikan PMO yang berpendidikan tinggi dengan penggunaan APD.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Pendidikan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008

    PMO Menggunakan APD

    Ya Tidak

    Total

    No

    Pendidikan

    Jml % Jml % Jml %

    1 Rendah 22 43,1 29 56,9 51 100

    2 Tinggi 21 46,7 24 53,3 45 100

    N=96 X2=0,729 p=0,12

    4.3.2. Hubungan Pengetahuan dengan PMO Menggunakan APD

    Hubungan pengetahuan PMO menggunakan APD dapat dilihat dari tabel

    di bawah ini. Hasil analisis didapatkan bahwa dari 63 PMO yang mempunyai

    pengetahuan tinggi selalu menggunakan APD sebesar 28 (44,4%), sedangkan 33

    PMO yang mempunyai pengetahuan rendah menggunakan APD sebesar 15 (45,5 %).

    Hasil uji statistik didapatkan nilai (p=0,09>0,05), berarti tidak ada hubungan

    yang signifikan antara PMO yang berpengetahuan tinggi dalam menggunakan APD.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008

    PMO Menggunakan APD

    Ya Tidak

    Total

    No

    Pengetahuan

    Jml % Jml % Jml %

    1 Rendah 15 45,5 18 54,4 33 100

    2 Tinggi 28 44,4 36 55,6 63 100

    3 Total 43 44,8 53 55,2 96 100

    N=96 X2=0,925 p=0,09

    4.3.3. Hubungan Motivasi PMO Menggunakan APD Penderita TB

    Tabel di bawah ini memperlihatkan hubungan motivasi PMO menggunakan

    APD. Dari tabel silang dapat dilihat bahwa 36 PMO yang bermotivasi tinggi

    menggunakan APD Sebanyak 15 (41,7%). Sedangkan 60 PMO yang bermotivasi

    rendah menggunakan APD sebanyak 28 (46,7%).

    Hasil uji chi square diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara

    PMO yang menggunakan APD motifasi tinggi dan PMO menggunakan APD dengan

    motivasi rendah dengan hasil (p=0,22

  • Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Motivasi PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008

    PMO Menggunakan APD

    Ya Tidak

    Total No

    Motivasi

    Jml % Jml % Jml %

    1 Rendah 28 46,7 32 53,3 60 100 2 Tinggi 15 41,7 21 58,3 36 100 3 Total 43 44,8 53 55,2 96 100 n= 96 X2= 0,633 p=0,22

    4.3.4. Hubungan Beban Kerja PMO Menggunakan APD

    Tabel di bawah ini memperlihatkan hubungan beban kerja PMO

    menggunakan APD. Dari 53 PMO yang mempunyai beban kerja berat tidak

    menggunakan APD.

    Hasil uji chi square diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan

    antara PMO yang menggunakan APD mempunyai beban kerja ringan dan PMO

    menggunakan APD dengan beban kerja berat dengan hasil (p=0,000

  • BAB 5

    PEMBAHASAN

    5.1. Hubungan Pendidikan dengan PMO Penderita Tuberkulosis

    Menggunakan APD

    Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari masukan

    yaitu sasaran pendidikan, keluaran yaitu suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan

    baru dari sasaran pendidikan (Notoatmojo, 2002), semakin tinggi pendidikan akan

    semakin tinggi pola produktivitas kerjanya (Simanjuntak, 1985), pendidikan juga

    merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat

    menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang

    dianggap mampu menduduki jabatan tertentu (Hasibuan, 2001).

    Kemampuan berpikir seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan,

    hubungan ini sesuai dengan teori Bloom, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

    semakin mudah untuk menerima dan menangkap informasi yang dibutuhkan (Suciati,

    2001).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan variabel pendidikan,

    responden yang berpendidikan rendah 43,1% menggunakan APD, sedangkan

    responden yang berpendidikan tinggi 46,7% menggunakan APD, keadaan ini

    menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang dapat memberikan

    kontribusi pengetahuan tentang penggunaan APD, sedangkan hipotesis adanya

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • hubungan variabel pendidikan dengan PMO menggunakan APD tidak terbukti

    dengan nilai p =0,12 artinya pendidikan bukan merupakan faktor yang berhubungan

    dengan penggunaan APD dalam melakukan pengawasan menelan obat.

    Tingkat pendidikan dalam melaksanakan tugas sebagai PMO penderita TBC

    menggunakan APD kurang mempunyai pengaruh, karena tugas sebagai PMO

    penderita TBC tidak memerlukan keahlian yang spesifik. Tingkat pendidikan

    mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mencerna dan memahami suatu

    masalah, selanjutnya pemahaman dalam membentuk sikap seseorang akan

    dipengaruhi oleh lingkungannya dan menghasilkan suatu perilaku (tindakan) nyata

    sebagai suatu reaksi, tindakan tersebut dapat berupa tindakan baik atau tindakan

    kurang baik. Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian Siahaan, R (2008)

    melaporkan tingkat pendidikan responden yang rendah menyebabkan kurangnya

    pengetahuan, hasil penelitian ini tidak sependapat dengan Panjaitan (2004) yang

    menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pendidikan lebih

    tinggi dan lebih rendah, namun secara proposional ada kecenderungan PMO yang

    berpendidikan yang lebih tinggi mempunyai perilaku lebih baik.

    Perbedaan jenjang pendidikan pada PMO menurut peneliti tidak berpengaruh

    terhadap keinginan PMO untuk menggunakan APD, menjadi PMO penderita TBC

    oleh keluarga penderita lebih dibutuhkan pada rasa tanggung jawab secara moral agar

    penderita tidak mangkir.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 5.2. Hubungan Pengetahuan dengan PMO Penderita Tuberkulosis Menggunakan APD

    Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi

    terbentuknya suatu tindakan, tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik

    dan lebih tepat dari pada tindakan yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo,

    2000).

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan

    penginderaan terhadap satu objek tersebut. Pengetahuan merupakan faktor yang

    sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, pengetahuan biasanya sejalan

    dengan tingkat pendidikan. Pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi pengetahuan

    sehingga akan lebih baik. Akan tetapi pendidikan seseorang yang rendah belum tentu

    pengetahuan rendah, karena informasi yang diperoleh tidak hanya melalui apa yang

    dilihat dan didengar dengan berbagai media masa.

    Dalam penelitian ini peneliti membagi 2 kategori pengetahuan PMO yaitu:

    pengetahuan baik jika PMO mampu menjawab pertanyaan dengan benar >50%, dan

    pengetahuan kurang jika PMO mampu menjawab dengan benar

  • artinya semakin tinggi pengetahuan PMO maka semakin disiplin PMO menggunakan

    APD.

    Pengetahuan menurut peneliti tidak hanya diperoleh dari pendidikan

    formalnya, tetapi dapat juga diperoleh dari pengalaman, dengan demikian semakin

    banyak memperoleh pengetahuan tentang APD maka semakin besar kemungkinan

    untuk menggunakan APD.

    5.3. Hubungan Motivasi dengan PMO Menggunakan APD

    Motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk

    berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan (Wahyu Sumijo, 2000).

    Motivasi akan menimbulkan keinginan di dalam diri individu yang mendorong

    seseorang untuk bertindak, dengan motivasi kita menguraikan kekuatan-kekuatan

    yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan

    perilaku (Gibson, 1997).

    Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan variabel motivasi,

    responden yang motivasi rendah 46,7% menggunakan APD, sedangkan responden

    yang motivasi tinggi 41,7% menggunakan APD, hasil uji chi squaret diperoleh bahwa

    tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan PMO yang menggunakan

    APD p = 0,22, dengan demikian pada penelitian ini hipotesa adanya hubungan

    variabel motivasi dengan penggunaan APD oleh PMO tidak terbukti, hal ini tidak

    sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu bahwa motivasi sangat berpengaruh

    terhadap kinerja Ayun penyuluh KB Madya di DKI Jakarta (Al Fikri, 1994). Motivasi Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • berhubungan dengan kinerja perencanaan Dati II pasca pelatihan perencanaan di

    Provinsi Jawa Barat (Tabrani, 1994), serta motivasi juga merupakan faktor yang

    paling berperan terhadap kinerja bidan puskesmas di Kabupaten Garut (Retnasih,

    1995).

    Motivasi merupakan suatu hal yang berasal dari internal individu yang

    menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja keras, pada dasarnya motivasi

    pekerja kesehatan menggunakan APD dapat terpacu oleh tenaga kesehatan yang ada

    di puskesmas yang selalu memberikan dorongan dan mengingatkan tentang

    pentingnya menggunakan APD.

    Demikian juga perlu kiranya pimpinan Puskesmas selalu memberikan

    dorongan dan motivasi kepada pekerja kesehatan yang menjadi PMO penderita TBC

    untuk aktif menggunakan APD dalam mengawasi penderita minum obat, hal ini

    karena menjadi PMO merupakan pekerjaan dan tidak ada mendapatkan insentif.

    Dengan adanya dorongan dari pimpinan puskesmas diharapkan akan dapat

    menimbulkan motivasi pada diri PMO sehingga timbul dorongan dan semangat untuk

    menggunakan APD disaat mengawas menelan obat. Menurut teori motivasi Taylor

    bahwa adanya insentif berupa uang dapat mendorong orang untuk bekerja atau

    berperilaku. Reward dalam hal ini tidak harus berupa materi tetapi dari pengakuan

    atas prestasi sebagai PMO yang menggunakan APD, menurut teori Maslow,

    pemenuhan akan kebutuhan pengakuan (self esteem) pemberian dorongan pribadi dan

    pengakuan prestasi dari pimpinan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

    motivasi. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • 5.4. Hubungan Beban Kerja dengan PMO Menggunakan APD

    Beban kerja adalah volume yang dibebankan kepada seseorang pekerja dan

    hal ini merupakan tanggung jawab dari pekerja tersebut (Hasibuan, 2001).

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan variabel beban kerja,

    responden yang beban kerja ringan menggunakan APD 100%, sedangkan responden

    yang memiliki beban kerja berat sama sekali tidak menggunakan APD, dengan

    demikian terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan pekerja

    kesehatan menggunakan APD p = 0,000. Dengan demikian hipotesis adanya

    hubungan antara beban kerja dengan PMO menggunakan APD terbukti, hal ini

    dikarenakan pekerjaan PMO bukan semata-mata hanya sebagai seorang pengawas

    menelan obat penderita TBC, namun banyak pekerjaan sampingan yang harus

    dilakukan seperti pekerjaan rumah tangga, jualan dan lain sebagainya.

    Hal ini sejalan dengan penelitian Aditama (2000) bahwa salah satu faktor

    yang dapat menimbulkan penurunan kinerja karyawan adalah keluhan beban kerja,

    dan penelitian yang dilakukan Basjuni (2001) yang menyatakan ada hubungan

    variabel beban kerja dengan hasil kerja, hampir semua PMO mempunyai tugas

    rangkap, dengan adanya tugas rangkap ini maka beban kerja dengan sendirinya

    menjadi lebih besar.

    Mengingat tuberkulosis di Indonesia merupakan penyebab utama kematian

    nomor 3 (tiga) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada

    semua kelompok umur dan nomor 1 (satu) dari golongan penyakit infeksi, masalah

    ini juga merupakan bagian dari masalah kesehatan masyarakat di Kota Pekanbaru, Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • oleh karena itu perlu mendapat perhatian dan diatasi secara menyeluruh baik oleh

    Pemerintah Daerah maupun oleh masyarakat. Dengan adanya Otonomi Daerah maka

    urusan pemerintah dalam bidang kesehatan baik upaya kesehatan dasar maupun

    pelayanan kesehatan rujukan menjadi urusan rumah tangga daerah kabupaten/kota.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • BAB 6

    KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

    1. Keluarga penderita tuberkulosis yang menjadi PMO berpendidikan tinggi

    sebanyak 45 orang (46,9 %), berpengetahuan tinggi sebanyak 63 orang (65,5),

    bermotivasi tinggi 36 orang (37,5), sedangkan yang memiliki beban kerja

    berat sebanyak 53 orang (55,2).

    2. Berdasarkan hasil dari analisis bivariat hubungan variabel independen dengan

    variabel dependen PMO menggunakan APD pada penderita tuberkulosis yang

    mempunyai hubungan signifikan adalah beban kerja, sedangkan yang tidak

    mempunyai hubungan yang signifikan yaitu: pendidikan, pengetahuan dan

    motivasi.

    6.2. Saran

    1. Diharapkan PMO yang mempunyai beban kerja yang berat, dapat memikirkan

    kesehatan dengan menggunakan APD saat mengawasi penderita menelan

    obat, agar penularan kuman mycobacterium tuberkulosis dapat ditekan

    seminimal mungkin.

    2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan APD pada

    pengawas menelan obat dengan variabel dan sampel yang berbeda.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • DAFTAR PUSTAKA

    Budiyono, Mendekatkan Pelayanan TB Kepada Masyarakat, Gerdunas Volume 12, Pekanbaru, 2007.

    Departemen Kesehatan RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. 2002.

    Departemen Kesehatan RI, Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta, 2006.

    Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Paradikma Sehat, Jakarta, 2001.

    Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Pengawasan K3 Lingkungan Kerja, Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Jakarta, 2004.

    Gibson, James I, et al, Organisasi dan manajemen, Prilaku, dan Proses, terjemahan Djakarsih Jilid I, Erlangga, Jakarta, 1985.

    Habsari Diana, N, Penggunaan Alat Pelindung Diri Bagi Tenaga Kerja, Bunga Rampai Hiperkes & KK, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2003.

    Hasibuan,SR, Manajement Sumber Daya Masyarakat, Edisi Revisi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2001.

    Hidayat Alimut A Aziz, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta, 2007.

    Idris, Fachmi, Penanggulangan Tuberkulosis Strategi DOTS, Pengurus besar IDI, Jakarta, 2004.

    Ilyas, Yaslis, Perencanaan Sumber Daya Manusia Rumah Sakit, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI, Depok, 2001.

    Maslow, Motivasi dan Kepribadian, Teori Motivasi dengan Rancangan Hirarki Kebutuhan Manusia, (Terjemahan Nurul), PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1989.

    Misnadiarti. Penyakit Infeksi TB Paru dan Ekstra TB Paru, Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2006.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

    Notoatmojo, Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.

    Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta, 2003.

    Purwanta. Ciri-Ciri Pengawas Minum Obat yang Diharapkan oleh Penderita Tuberkulosis Paru di Daerah Urban dan Rural di Yogyakarta, Jurnal Kesehatan, September, 2005.

    Santoso, Manajement Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004.

    Suciati, Taksonomi Tujuan Intraksional, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001.

    Sumamur, P.K, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakan, P.T Toko Gunung Agung, Jakarta, 1981.

    Suwardi Rusdi, Sistim Manajement Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PPM, Jakarta, 2005.

    Smeltzer, Suzanne, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth Volume I Edisi 8, EGC, Jakarta, 2001.

    Saroso, Sulianti, Pusat Informasi Penyakit Infeksi Khusus HIV/AIDS, http:// www, infeksi.com.

    Siswono, Epidemiologi Penyakit TB Paru, File://F://TBC, 2008.

    Simanjuntak, Payaman I, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga Penerbit FKUI, Jakarta, 1989.

    Teitjen, Pedoman Pencegahan Infeksi, YBP-SP, Jakarta, 2004.

    Wahyuningsih, Analisis Kinerja Nakes Sebagai Pengawasan Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004, Tesis, FKM-UI, Jakarta, 2004.

    Yasmin Asin, Niluh Gede, Keperawatan Medikal Bedah dengan Gangguan Pernafasan, EGC, Jakarta, 2002.

    Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

  • Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008

    __________, Panduan Kader dalam Penanggulangan TBC, Ditjen PPM & PLP, Depkes RI, Jakarta, 2001.

    __________, Riau Sehat 2005, Depkes Prop Riau, Pekanbaru, 2000.