09e00814
TRANSCRIPT
-
DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA
TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008
TESIS
Oleh
RUSHERINA 067010016/KK
S
EK O L A
H
PASCASARJ
ANA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA
TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008
T E SI S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (MKes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
RUSHERINA 067010016/KK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Judul Tesis : DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Rusherina Nomor Pokok : 067010016 Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan Kesehatan Kerja
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD) Ketua Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc) Tanggal Lulus : 28 Agustus 2008
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Telah diuji pada Tanggal : 28 Agustus 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Drs. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : dr. Alwinsyah, Sp.PD
Dr. Halinda Sari Lubis, MKKK
Ir. Indra Chahaya S, MSi
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
PERNYATAAN DETERMINAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) SEBAGAI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) PENDERITA
TUBERKULOSIS DI KOTA PEKANBARU TAHUN 2008
T E S I S Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, Agustus 2008 (Rusherina)
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
ABSTRAK
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Saat ini kuman tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, sehingga tahun 1993 World Health Organitation (WHO) mencanangkan kedaruratan global tuberkulosis. Upaya Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis (P2TB) di Prop Riau dengan strategi DOTS mulai dilaksanakan pada tahun 1995. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pendamping minum obat (PMO) melihat tingginya resiko terhadap gangguan kesehatan terhadap PMO, maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan penyakit menular terhadap kejadian penyakit akibat lingkungan kerja dan faktor manusianya, salah satu diantaranya alat pelindung diri (APD). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran PMO menggunakan APD, dan untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban kerja PMO menggunakan APD pada penderita tuberkulosis.
Jenis penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional, dengan maksud ingin mengetahui hubungan sesaat antara variabel independen dan variabel dependen. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 96 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, analisa data menggunakan uji statistik dengan dengan batas kemaknaan 0,05.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel beban kerja dengan PMO menggunakan APD (p = 0,000) sedangkan yang tidak mempunyai hubungan yang signifikan adalah variabel pendidikan (p = 0,12), variabel pengetahuan (p = 0,09) dan variabel motivasi (p = 0,22). Diharapkan kepada PMO yang memiliki beban kerja yang tinggi agar dapat menggunakan APD pada saat mengawasi penderita minum obat agar penyebaran kuman mycobahterium tuberculosis dapat ditekan seminimal mungkin, serta perlu penelitian lebih lanjut tentang penggunaan APD oleh PMO dengan variabel dan sampel yang berbeda. Kata kunci : Tuberkulosis, PMO, APD.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
ABSTRACT
Tuberculosis is a transmitted desease caused by the bacterium of Mycobaterium tuberculosis. Nowadays, the bacterium of tuberculosis has infected one-third of the world population that, in 1993, the World Health Organization tuberculosis (P2TB) through DOTS strategy in Riau Province was first implemented in 1995. To guarantee a regular medication, some one to accompany (monitor) the victim to take medicine (PMO) is needed. Considering the high risk of health disorder to the PMO, one of the attempts to prevent the incident of transmitted desease caused by accupational environment and human factor is the use of personal protection aquipment (PPE).
The purpose of this quantitative study with cross-sectional is to axamine the momentary relationship between independent and dependent variables through the description of the PMO who use the personal protection equipment (PPE) and the relationship between education, knowledge, motivation, and work load of the PMO using PPE in The those suffering from tuberculosis. The Data for this study were collected from 96 samples through questionnaire-based interviews. The data obtained were statistically examined through the SPSS program. The result of this study shows that there is significant relationship between work load and the use of PPE by the PMOs working with those suffering from tuberculosis education, knowledge and motivation do not have any significant relationship with the use of PPE by the PMOs working with those suffering from tuberculosis. It is suggested that the PMOs improve their knowledge in the use of PPE through printed or electronic media and be mitivated to use PPE when monitoring those suffering from tuberculosis taking their medicine. Although they have a heavy work load, the PMOs are expected to think of their own health by using PPE when use of PPE in the PMOs working with those suffering from tuberculosis. It is necessary to do a further study on the PMOs working with those suffering from tuberculosis. Key word: Tuberculosis, PMO, PPE.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini
dimaksudkan untuk memanuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S2 pada
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari, begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan
kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis dari memulai
penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan.
Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga
sukses dan bahagia selalu dalam lindunganNya kepada: Bapak Dr. Drs. R. Kintoko
Rochadi, MKM, dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD, selaku pembimbing yang telah
memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan sejak mulai hingga selesai tesis ini.
Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, Dosen Pembimbing dan Penguji Tesis.
5. Ibu Ir. Indra Chahaya S, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing dan
penguji dalam penulisan tesis ini.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang telah memberi izin dan
dukungan.
7. Ibu Direktur Poltekkes Depkes Riau yang telah memberikan izin pendidikan
pada Sekolah Pascasarjana ini.
8. Teristimewa buat suami tercinta yang telah memberikan kasih sayang,
perhatian, dorongan dan doa restu kepada penulis agar dapat menyelesaikan
pendidikan pascasarjana.
9. Juga anak-anakku tersayang Monica Regina dan Aldahnuh Rahmadana yang
selama ini telah mendampingi dan terus berdoa untuk bundanya dalam
penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih kepada kedua orangtua, Abang, Kakak, Adik yang telah
memberikan dukungan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan, semoga Allah
SWT membalas kebaikan yang telah dilakukan dan melimpahkan ridho dan
hidayahNya.
Akhirnya penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat
Indonesia, khususnya Kota Pekanbaru.
Pekanbaru, Agustus 2008
Penulis,
Rusherina
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
RIWAYAT HIDUP
Nama : Rusherina
Tempat/Tanggal Lahir : Pariaman, 24 April 1965
Agama : Islam
Alamat : Jln. Jasa Blok B No. 4 Perum. Nangka Permai
Telp (0761) 63446
Telp/HP : 081365708152
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun 1969 1975 : SDN 2 Pariaman
Tahun 1975 1979 : SMPN 1 Pariaman
Tahun 1979 1982 : SMUN I Pekanbaru
Tahun 1982 1985 : APK TS Padang
Tahun 2001 2004 : STIKES Hang Tuah Pekanbaru
Tahun 2006 2008 : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Medan, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan Kesehatan Kerja
RIWAYAT PEKERJAAN
1986 1987 : Staf Dinkes TK I Propinsi Riau
1987 1989 : Pjs Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru
1989 2002 : Pj. Kasubsi Kebling DKK Pekanbaru
2008 Sekarang : KASI PSM DKK Pekanbaru
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i ABSTRACT.................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... v DAFTAR ISI ............................................................................................... vi DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ...
1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Hipotesa .. 1.5. Manfaat Penelitian .
1 6 7 7 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9 2.1. Tuberkulosis Paru .
2.2. Pengawasan Menelan Obat ... 2.3. Alat Pelindung Diri (APD) ... 2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian
APD ............................................................................... 2.5. Kerangka Konsep ..........................................................
9 13 15
23 29
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................... 30 3.1. Desain Penelitian ...........................................................
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .................................... 3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................... 3.5. Variabel dan Definisi Operasional ................................ 3.6. Pengolahan Data ........................................................... 3.7. Analisis Data .................................................................
30 30 31 32 33 33 34
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
BAB 4 HASIL PENELITIAN ......................................................... 36 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..
4.2. Analisis Univariat ...... 4.3. Analisis Bivariat .
36 37 39
BAB 5 PEMBAHASAN ... 43 5.1. Hubungan Pendidikan dengan PMO Penderita
Tuberkulosis Menggunakan APD ......... 5.2. Hubungan Pengetahuan dengan PMO Penderita
Tuberkulosis Menggunakan APD . 5.3. Hubungan Motivasi dengan PMO Menggunakan APD 5.4. Hubungan Beban Kerja dengan PMO Menggunakan
APD ...
43
45 46
48 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 50 6.1. Kesimpulan ...
6.2. Saran .. 50 50
DAFTAR PUSTAKA .. 51
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman
3.1. Variabel dan Definisi Operasional .. 33
4.1. Distribusi Frekuensi Responden PMO Penderita Tuberkulosis
di Kota Pekanbaru Tahun 2008 .
38
4.2. Distribusi Responden Menurut Pendidikan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ...
40
4.3. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ..
41
4.4. Distribusi Responden Menurut Motivasi PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ...........................
42
4.5. Distribusi Responden Menurut Beban Kerja PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008 ...
42
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Konsep Penelitian 29
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Jadwal Penelitian .. 54
2. Kuesioner Penelitian 55
3. Hasil Pengolahan Data . 60
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Saat ini kuman tuberkulosis (TBC) telah menginfeksi
sepertiga penduduk dunia, sehingga tahun 1993 World Health Organitation (WHO)
mencanangkan kedaruratan global tuberkulosis. Hal ini karena pada sebagian besar
negara di dunia, tuberkulosis tidak terkendali akibat banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan terutama penderita menular Basil Tahan Asam (BTA +) (Dep
Kes RI, 2002).
Tahun 1993, ditetapkan WHO sebagai tahun kedaruratan global Tuberkulosis
(Nakajima, 1993). Ini terjadi akibat: 1) peningkatan kasus TB yang terkait dengan
peningkatan kasus AIDS/HIV; 2) tingginya angka migrasi penduduk yang
menyebabkan makin meningkatnya penyebab TB; 3) perhatian pemerintah yang
mulai berkurang dalam pemberantasan penyakit TB (terutama di negara-negara
berkembang); 4) munculnya multi drugs resistant obat-obat TB (Dep Kes, 2002).
Indonesia merupakan penyumbang penderita TBC nomor tiga terbesar
di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita 10% dari total jumlah
penderita di seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian nomor satu golongan
penyakit menular.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 2000 (SKRT, 2000)
menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia
dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Menurut WHO diperkirakan setiap
tahun di Indonesia terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian karena
tuberkulosis sekitar 140.000, secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk
Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis BTA + (Dep Kes RI, 2002).
Di Indonesia, penyakit TBC masih merupakan masalah kesehatan utama.
Sampai saat ini, program penanggulangan TBC (selanjutnya disebut P2TB) belum
menunjukkan kemajuan yang berarti, hal ini dapat dilihat dari data tentang penyebab
utama kematian di Indonesia. Penyakit TBC mencapai urutan keempat pada tahun
1990, meningkat menjadi urutan ketiga pada tahun 1996, kemudian menjadi urutan
kedua pada tahun 2000, dan kembali ke urutan ketiga pada tahun 2005 (Dep Kes RI,
2006).
Mulai tahun 1995, program penanggulangan TBC nasional mengadopsi
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sesuai rekomendasi WHO
yang kemudian dikembangkan di seluruh puskesmas di Indonesia pada tahun 2000.
DOTS telah terbukti cukup efektif mencapai kesembuhan penderita penyakit
TBC, di beberapa negara, strategi DOTS merupakan strategi komprehensif dalam
P2TB yang terdiri dari 5 (lima) komponen yang harus dijalankan secara bersamaan.
Kelima komponen tersebut adalah: 1) komitmen politik dari penentu kebijakan;
2) penegakan diagnosis dengan pemeriksaan hapusan sputum; 3) penggunaan obat Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
paduan jangka pendek yang ampuh dan gratis; 4) adanya pengawas penderita
menelan obat (PMO); 5) adanya sistem pencatatan dan pelaporan yang baik (Dep Kes
RI, 2002).
Di Propinsi Riau jumlah kasus tuberkulosis pada tahun 2007 yaitu 3.987 kasus
dengan basil tahan asam positif 2.597. Penyakit tuberkulosis banyak menyerang
masyarakat kurang mampu yang tinggal ditempat kumuh, kurang pencahayaan dan
ditambah lagi dengan daya tahan tubuh yang menurun serta makanan yang tidak
bergizi (Din Kes Provinsi Riau, 2005).
Upaya Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis (P2TB) di Provinsi Riau
dengan strategi DOTS mulai dilaksanakan pada tahun 1995. Pada tahun 1998-1999
semua kabupaten/kota telah melaksanakan strategi DOTS dan sampai saat ini telah
menjangkau semua Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang ada serta
1 Rumah Sakit Umum Pemerintah. Pada tahun 2001 telah dibentuk Tim Gerakan
Terpadu Nasional (GERDUNAS) TBC tingkat Provinsi dan Tim Gerdunas TBC
tingkat Kabupaten/Kota (Dinkes Provinsi Riau 2005).
Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pendamping
minum obat (PMO). PMO adalah seseorang yang bertugas untuk mengawas,
memberikan dorongan dan memastikan penderita TB menelan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) secara teratur sampai selesai. Sebaiknya PMO adalah petugas
kesehatan tetapi bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat
berasal dari keluarga penderita, Tokoh Masyarakat (TOMA), dan Tokoh Agama
(TOGA). Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Peran seorang PMO sangat penting dalam pengobatan penderita tuberculosis
karena pengobatan yang cukup lama yaitu 6-8 bulan diperlukan pengawasan langsung
bagi penderita terutama pada tahun intensif (2 bulan pertama) dan juga pada fase
lanjutan karena dikhawatirkan penderita akan mangkir atau putus berobat sebelum
berakhirnya masa pengobatan.
Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa
lalu dapat menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC terhadap OAT atau Multi Drug
Resistance (MDR) (Dep Kes RI, 2002).
Berdasarkan laporan dari masing-masing Puskesmas yang dihimpun oleh
Dinas Kesehatan kota Pekanbaru dari 17 Puskesmas yang ada di kota Pekanbaru
kasus tuberkulosis cukup tinggi, pada tahun 2007 berjumlah 306 kasus dan PMO
yang BTA + berjumlah 15 orang, hal ini disebabkan belum adanya kebijakan dari
Pemerintah Daerah setempat untuk memfasilitasi pemakaian alat pelindung diri
(APD) dalam usaha pencegahan penyakit menular. Pelindung sekarang umumnya
diacu sebagai Perlengkapan Pelindung Diri (PPD), telah digunakan bertahun-tahun
lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas
yang bekerja pada suatu tempat perawat kesehatan. Dengan munculnya kembali
tuberkulosis dibanyak negara, penggunaan PPD menjadi sangat penting untuk
melindungi petugas (Teitjen, et. al, 1997).
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Dari studi awal yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kota Pekanbaru
pada tanggal 10 Maret 2008, masih banyak keluarga penderita sebagai PMO belum
menggunakan alat pelindung diri seperti masker, mereka hanya menggunakan sapu
tangan sebagai penutup mulut pada saat mengawasi penderita minum obat. Melihat
tingginya resiko terhadap gangguan kesehatan terhadap PMO, maka perlu dilakukan
upaya-upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit akibat lingkungan kerja dan
faktor manusianya, salah satu diantaranya adalah penggunaan alat pelindung diri
(Sumamur, 1981).
Alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau
tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja yang terjadi. Peralatan pelindung diri
tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada.
Peralatan ini hanya mengurangi jumlah kontak bahaya dengan cara
penempatan penghalang antara tenaga kerja dengan bahaya (Sumamur, 1981).
Strategi program P2TB di Kota Pekanbaru juga mengacu kepada kebijakan
Departemen Kesehatan RI yaitu dengan strategi DOTS yang mencakup antara lain
upaya penemuan dan pengobatan penderita TB BTA+ ditingkatkan secara bertahap
minimal 70% yang mengikuti angka konversi sebesar 80% serta angka kesembuhan
minimal 85% pada tahun 2007, yang dilakukan melalui unit pelayanan Puskesmas
yang ada dan unit pelayanan kesehatan lainnya di Kota Pekanbaru (DKK, 2004)
bahwa hasil kegiatan program P2TB di Kota Pekanbaru masih rendah jika
dibandingkan dengan target program P2TB Nasional. Penemuan penderita TBC
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
masih rendah dari penderita TB BTA+ yang diobati angka kesembuhan juga masih
rendah.
Gibson (1985) mengemukakan ada 3 jenis variabel yang mempengaruhi
kinerja seseorang yaitu faktor individu (kemampuan keterampilan dan latar
belakang), faktor organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur,
organisasi dan desain pekerjaan) dan faktor psikologi (persepsi, sikap, kepribadian
dan motivasi).
Menurut Teitjen, et. al (1997) mengidentifikasikan beberapa faktor
psikososial dan organisasional yang menambah terjadinya ketidakpatuhan petugas
perawat kesehatan.
Yang paling penting dirasakan adalah: 1) pengaman yang kurang untuk
petugas yang bekerja dirumah sakit dan klinik, dan 2) konflik kepentingan antara
menyelenggarakan perawatan kesehatan yang terbaik dan melindungi diri sendiri dari
pemaparan (Gershon, 1996).
Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, maka penulis ingin melihat
analisa pekerja kesehatan menggunakan alat pelindung diri sebagai pengawas
menelan obat penderita tuberkulosis di Kota Pekanbaru tahun 2008.
1.2. Perumusan Masalah
Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerja kesehatan
menggunakan alat pelindung diri (APD) sebagai PMO penderita tuberkulosis di Kota
Pekanbaru tahun 2008. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui gambaran PMO menggunakan alat pelindung diri (APD)
pada penderita tuberkulosis di Kota Pekanbaru tahun 2008.
1.3.1. Untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban
kerja PMO menggunakan alat pelindung diri pada penderita tuberkulosis
di Kota Pekanbaru.
1.4. Hipotesa
Untuk menjawab pertanyaan Apakah Pekerja Kesehatan Menggunakan Alat
Pelindung Diri Sebagai Pengawas Menelan Obat Penderita Tuberkulosis Paru, maka
peneliti memberikan jawaban sementara dalam bentuk hipotesis, sebagai berikut:
1.4.1. Adanya hubungan antara penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian
kasus BTA + pada PMO.
1.4.2. Adanya hubungan antara pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban kerja
dengan penggunaan alat pelindung diri pada PMO.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Memberi masukan bagi Departemen Kesehatan dalam rangka menentukan
kebijakan dan strategi intervensi yang tepat dan terarah dalam program P2TB.
1.5.2. Memberi masukan bagi Dinas Kesehatan Provinsi Riau dalam rangka
menentukan kebijakan operasional, pedoman dan strategi intervensi yang
tepat dan terarah dalam program P2TB sesuai dengan kondisi setempat. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
1.5.3. Bagi Pimpinan Puskesmas hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam
upaya meningkatkan motivasi pekerja kesehatan menggunakan alat pelindung
diri (APD) dalam pengawasan penelan obat (PMO) yang akhirnya diharapkan
dapat meningkatkan keteraturan berobat bagi penderita TBC.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuberkulosis Paru
2.1.1. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dan biasanya menyerang paru-paru (Diane
C. Baughman, 2000).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberkulosis), sebagian besar menyerang paru-paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya (Pedoman Penanggulangan TBC, 2006).
Penyakit tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kumam tuberkulosis (Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar
kuman tuberkulosis ini menyerang paru, tapi dapat juga mengenai organ tubuh lain
(http; //www. infeksi. com).
2.1.2. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei).
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab (Depkes RI, 2006).
Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
keluar dari parunya. Makin tinggi derajad positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seorang
terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut (Dep Kes RI, 2006).
2.1.3. Gejala Penyakit
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat, gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
Gejala Sistemik/Umum
1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam, kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul (40 41`C),
2. Penurunan nafsu makan dan berat badan, Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
3. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah),
4 Perasaan tidak enak (malaise), lemah,
5. Berat badan menurun.
Gejala Khusus
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah
yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
3. Bila mengenai tulang maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuatan pada kulit diatasnya, pada
muaranya ini akan keluar cairan nanah (http:penyakit-pengobatan.blogspot.com).
2.1.4. Upaya Pencegahan/Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis
Directly Observed Treatmen Shortcourse (DOTS) merupakan suatu strategi
dalam pemberantasan penyakit tuberkulosis paru yang direkomendasikan oleh WHO
yaitu pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh PMO. Penanggulangan penderita tuberkulosis dengan strategi DOTS dapat
memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS
merupakan strategi kesehatan yang paling cont-effective. Dengan strategi DOTS Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
manajemen penanggulangan tuberkulosis di Indonesia ditekankan pada tingkat
kabupaten/kota (Dep Kes RI, 2002).
2.1.5. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resisten kuman terhadap obat anti tuberkulin (OAT).
Prinsip Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan, jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawasan Menelan Obat
(PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan
Tahap Awal (intensif )
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resisten obat.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
2. Bila pengobatan tetap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
2. Tahap lanjutan penting membunuh kuman persisten, sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan
perpaduan OAT:
Kategori I : 2HRZE / 4 H3R3
Kategori II : 2HRZE / HRZE / 5H3R3E3
Kategori III : 2HRZ / 4 HR
(Depkes RI, 2002)
2.2. Pengawasan Menelan Obat
2.2.1. Definisi PMO
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang PMO.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
PMO (Pengawasan Menelan Obat) adalah orang yang dipercaya, dikenal, dan
disetujui oleh petugas kesehatan maupun penderita untuk mengawasi penderita TBC
dalam meminum obat dan pengobatan yang teratur sampai selesai.
2.2.2. Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
2.2.3. Siapa yang Bisa Jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di Desa, Perawat,
Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, atau tokoh
masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
2.2.4. Tugas Seorang PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan.
2.2.5. Informasi Penting yang Perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada Pasien dan Keluarganya
1. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
2. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan.
3. Cara penularan TB, gejala-gejala mencurigakan dan cara pencegahannya.
4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.
2.3. Alat Pelindung Diri (APD)
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat
untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko
pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak
dengan darah dan tubuh sewaktu perawatan rutin pasien.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
2.3.1. Pengertian
Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga
kerja dari bahaya di tempat kerja. Alat pelindung diri dipakai setelah usaha rekayasa
(engineering) dan cara kerja yang aman telah maximum (Depnakertrans RI, 2004).
Menurut Suma`mur (1992), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai
untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja.
Menurut Habsari (2003) langkah-langkah dalam pemilihan alat pelindung diri
terdiri dari:
1. Mengumpulkan data tentang potensi bahaya yang dapat terjadi, sebagai langkah
awal agar alat pelindung diri yang digunakan sesuai kebutuhan.
2. Menentukan jumlah alat pelindung diri yang akan disediakan. Dalam menentukan
jumlah tergantung pada jenis alat pelindung diri yang dapat digunakan secara
bergantian.
3. Memilih kualitas/mutu dari alat pelindung diri yang akan digunakan.
Alat Pelindung Diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
1. Dapat memberikan perlindungan terhadap bahaya.
2. Berbobot ringan.
3. Dapat dipakai secara fleksibel (tidak membedakan jenis kelamin).
4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan.
5. Tidak mudah rusak. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
6. Memenuhi ketentuan dari standar yang ada.
7. Pemeliharaan mudah.
8. Penggantian suku cadang mudah.
9. Tidak membatasi gerak.
10. Rasa tidak nyaman tidak berlebihan.
11. Bentuknya cukup menarik.
Menurut Suardi (2005) keberhasilan penggunaan alat pelindung diri
tergantung jika peralatan pelindungnya:
1. Tepat pemilihannya.
2. Digunakan secara benar.
3. Sesuai dengan situasi dan kondisi bahaya.
4. Senantiasa dipelihara.
Santosa (2004) menyatakan masalah umum alat pelindung diri terdiri atas:
1. Tidak semua alat pelindung diri melalui pengujian laboratories, sehingga tidak
diketahui derajad perlindungannya.
2. Tidak nyaman dan kadang-kadang membuat si pemakai sulit bekerja.
3. Alat pelindung diri dapat menciptakan bahaya baru.
4. Perlindungan yang diberikan alat pelindung diri sulit untuk dimonitor.
5. Kewajiban pemeliharaan alat pelindung diri dialihkan dari pihak manajemen
kepekerja.
6. Efektivitas alat pelindung diri sering tergantung kondisi kesehatan para pekerja.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
7. Kepercayaan pada alat pelindung diri akan menghambat pengembangan kontrol
teknologi yang baru.
Menurut Suardi (2005) masalah pemakaian alat pelindung diri dibagi atas:
1. Sisi pekerja tidak mau memakai dengan alasan:
1. Tidak sadar/tidak mengerti,
2. Panas,
3. Sesak,
4. Tidak enak dipakai,
5. Tidak enak dipandang,
6. Berat,
7. Mengganggu pekerjaan,
8. Tidak sesuai dengan bahan yang ada,
9. Tidak ada sanksi jika tidak menggunakannya,
10. Atasan juga tidak memakai.
2. Sisi instansi
1. Ketidak mengertian dari instansi tentang alat pelindung diri yang sesuai
dengan jenis resiko yang ada,
2. Sikap dari instansi yang mengabaikan alat pelindung diri,
3. Dianggap sia-sia (karena pekerja tidak mau memakai),
4. Pengadaan alat pelindung diri yang asal beli.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
2.3.2. Alat Perlindungan Pernafasan/Masker
Menurut Habsari (2003) alat pelindung diri pernafasan/masker berguna untuk
melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang terkontaminasi
di tempat kerja yang dapat bersifat racun, korosi, ataupun rangsangan.
Masker terbuat dari berbagai bahan antara kain: katun ringan, kasa, kertas
sampai bahan sintesis, yang beberapa diantaranya tahan cairan. Masker yang tebuat
dari katun atau kertas sangat nyaman tapi sebagai filter tidak tahan cairan dan tidak
efektif.
Masker yang terbuat dari bahan sintetik dapat memberikan sedikit
perlindungan dari tetesan partikel besar (> 5um) yang disebarkan lewat batuk dan
bersin dari petugas pelayanan kesehatan yang berada dekat (kurang dari 1 meter)
dengan pasien. Namun mereka, merasa kurang nyaman untuk memakainya karena
bahan ini sukar dipakai untuk bernafas. Santoso (2004) menyatakan masalah alat
pelindung diri pernafasan terdiri atas:
1. Penutup muka yang buruk dapat menimbulkan jerawat, dapat membuat rambut
jadi terjepit, tidak sesuai dengan ukuran wajah, menimbulkan iritasi pada bekas
luka.
2. Pemeliharaan yang tidak baik.
3. Tali pengikat longgar/lepas.
4. Tidak nyaman dalam menghirup udara.
5. Menimbulkan sesak nafas.
6. Psikologis dan kecemasan. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
7. Meningkatkan beban kerja pada jantung dan hati.
8. Menghirup kembali udara yang dihembuskan.
9. Kesulitan berkomunikasi.
2.3.3. Respirator
Respirator adalah masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang
dianjurkan dalam situasi menyaring udara yang ditarik nafas dianggap sangat penting
(umpamanya, dalam perawatan orang dengan tuberkulosis paru). Terdiri dari
berlapis-lapis bahan filter yang terpasang pada muka dengan ketat.
Lebih sulit untuk bernafas melaluinya dan lebih mahal dari pada masker
bedah. Efektivitas pemakaian masker khusus ternyata belum terbukti (Teitjen et.al,
1997).
Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan yang ditujukan
kepada perubahan perilaku pelayanan kesehatan dalam menggunakan alat pelindung
diri lainnya, perlindungan utama harus terus berlanjut menjadi fokus kegiatan dimasa
depan. Untuk lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan kerja lebih aman harus
diarahkan kepada semua kader petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter atau
perawat.
Memperbaiki kepatuhan setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku
dapat ditingkatkan kalau:
1. Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit dalam usaha-usaha
keamanan yang dianjurkan (umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
diperbaiki, pratik-pratik yang berbahaya segera dilenyapkan, dan para petugas
secara aktif didorong untuk mencari solusi-solusi yang mudah dan murah.
2. Para penyelia secara teratur memberikan umpan balik dan menghargai perilaku
yang tepat (umpamanya, cuci tangan jika kontak di antara pasien ke pasien).
3. Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior fakultas lainnya, secara aktif
mendukung pencegahan infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh/model
perilaku yang tepat (Lipscomb dan Rosenstock, 1997).
Dengan membuat rekomendasi yang tepat, mudah digunakan dan dipantau
akan meningkatkan kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas kesehatan lebih
baik.
Akhirnya, karena perawat kesehatan merupakan profesi yang penting dan
berguna, merupakan tanggung jawab dari semua profesi perawat kesehatan untuk
membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk pasien dan para
pekerjanya.
2.3.4. Tujuan dan Manfaat Penggunaan APD
Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan juga merupakan
salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja oleh
bahaya potensial pada suatu perusahaan yang tidak dapat dihilangkan atau
dikendalikan (Suma`mur, 1986).
Keuntungan penggunaan APD dapat dirasakan oleh tiga pihak yaitu:
perusahaan, tenaga kerja, masyarakat dan pemerintah Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
1. Perusahaan
1. Meningkatkan keuntungan karena hasil produksi dapat terjamin baik jumlah
maupun mutunya.
2. Penghematan biaya pengobatan serta pemeliharaan kesehatan para tenaga
kerja.
3. Menghindari terbuangnya jam kerja akibat absentisme tenaga kerja, sehingga
dapat tercapai produktivitas yang tinggi dengan efisiensi yang optimal.
2. Tenaga Kerja
1. Menghindari diri dari resiko pekerjaan seperti kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
2. Memberi perbaikan kesejahteraan pada tenaga kerja sebagai akibat adanya
keuntungan perusahaan.
3. Masyarakat dan Pemerintah
1. Meningkatkan hasil produksi dan menguntungkan perekonomian negara dan
jaminan yang memuaskan bagi masyarakat.
2. Menjamin kesejahteraan masyarakat tenaga kerja, berarti melindungi sebagian
penduduk Indonesia dan membantu usaha-usaha kesehatan Pemerintah.
3. Kesejahteraan tenaga kerja, berarti dapat menjamin kesejahteraan keluarga
secara langsung.
4. Merupakan suatu usaha kesehatan masyarakat yang akan membantu kearah
pembentukan masyarakat sejahtera.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
5. Kebiasaan hidup sehat diperusahaan akan membantu penerapannya dalam
pembinaan kesehatan keluarga yang akan membawa hasil bagi usaha
kesehatan masyarakat.
2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian APD
2.4.1. Faktor Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses penyampaian bahan, materi pendidikan
kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku
(tujuan). Karena pendidikan itu adalah suatu proses maka dengan sendirinya
mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan adalah sasaran
pendidikan atau anak didik yang mempunyai berbagai karakteristik, sedangkan
keluaran proses pendidikan adalah tenaga atau lulusan yang mempunyai kwalifikasi
tertentu sesuai dengan tujuan pendidikan institusi yang bersangkutan (Notoatmojo,
1992).
Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya
terhadap peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin besar kemungkinan tenaga kerja dapat bekerja dan
melaksanakan pekerjaannya (Ravianto, 1990).
Pendidikan merupakan hal yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang
dilakukan dengan sengaja bagi perolehan hasil yang berupa pengetahuan, ketrampilan
dan sikap seseorang (Arikunto, 1988). Sedangkan Simanjuntak (1992) menyatakan
bahwa apapun yang dilakukan dengan sistem pendidikan formal, akan terdapat Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, dunia pendidikan lebih
diarahkan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga siap latih.
2.4.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga
(Notoatmojo, 2003).
Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan memiliki beberapa tingkatan antara
lain:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk mengingat sesuatu hal dengan baik seluruh bahan yang
telah dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara garis
benar yang telah dipelajari.
3. Penerapan (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu organisasi dan masih
ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan
dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun, dapat menyelesaikan dan
sebagainya terdapat suatu materi atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden ke dalam pengetahuan yang ingin diketahui atau kita ukur, dengan cara
kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan pengetahuan
menurut Notoatmojo (2003) antara lain:
1. Umur, Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
2. Pendidikan,
3. Pekerjaan,
4. Pengalaman,
5. Status Ekonomi,
6. Informasi,
7. Media Masa.
2.4.3. Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan atau kehendak yang didasari oleh adanya
kebutuhan tertentu sehingga mengarahkan pada perilaku peningkatan kinerja. Teori
mengenai motivasi dengan rancangan hirarki kebutuhan manusia, dinyatakan oleh
A. Maslow dalam teorinya.
Maslow memandang motivasi manusia dalam jenjang lima kebutuhan yang
merentang dari kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan dasar yang meningkat ke
kebutuhan rasa aman, kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan penghargaan sampai yang
tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Setiap kebutuhan harus sekurang-kurangnya
dipenuhi sebelum keinginan individu memuaskan kebutuhan pada tingkat berikut
yang lebih tinggi. Dengan motivasi yang meningkat maka kinerja akan meningkat.
Motivasi merupakan dorongan yang didasari oleh adanya kebutuhan tertentu, kinerja
akan optimal jika kebutuhan terpenuhi (Maslow, 1989).
Motivasi adalah sesuatu yang pokok yang menjadi dorongan seseorang untuk
bekerja. Motivasi orang bekerja ada bermacam-macam. Ada orang termotivasi Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
mengerjakan sesuatu karena uangnya banyak, meskipun kadang-kadang pekerjaan itu
secara hukum tidak benar. Ada juga yang termotivasi karena rasa aman atau
keselamatan meskipun bekerja dengan jarak jauh, bahkan ada orang termotivasi
bekerja karena pekerjaan tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya
sangat kecil (Ishak & Tanjung, 2003).
Menurut Hasibuan (2001), motivasi berasal dari kata movere yang berarti
dorongan atau menggerakkan. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang agar daya upayanya untuk mencapai
kepuasan. Motivasi merupakan hal yang sangat penting karena motivasi adalah hal
yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau
bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting
karena manejer membagikan pekerjaan bawahannya untuk dikerjakan dengan baik
dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.
2.4.4. Beban Kerja
Beban kerja merupakan sejumlah tanggung jawab pekerjaan yang harus
dikerjakan oleh seorang tenaga kesehatan. (Depkes, 1999), menyebutkan bahwa pada
umumnya proporsi antara jumlah tenaga dan jumlah program di puskesmas tidak
seimbang, sehingga seseorang petugas bisa mempunyai tugas lebih dari satu/tugas
rangkap. Dengan adanya tugas rangkap ini maka beban kerja dengan sendirinya
menjadi lebih besar.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Para praktisi yang membagi pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil
menyebutkan adanya keuntungan khusus dalam melakukan aktivitas pekerjaan karena
mereka dapat melaksanakan pekerjaan tersebut dengan lebih fokus pada bidangnya,
seringkali mereka menyebut keuntungan spesialisasi. Dua keuntungan pokok
diantaranya, yaitu:
1. Jika suatu pekerjaan terdiri atas sedikit tugas akan lebih mudah melatih
pengganti pegawai yang dipecat, dialih tugaskan atau berhalangan hadir,
usaha paling minimum untuk menghasilkan biaya pelatihan yang rendah.
2. Jika suatu pekerjaan hanya terdiri dari sejumlah tugas terbatas, karyawannya
dapat menjadi ahli dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Tingkat keahlian
karyawan yang tinggi menghasilkan mutu keluaran yang lebih baik (Gibson,
1985).
Salah satu faktor yang dapat menurunkan kerja karyawan adalah keluhan
tingginya beban kerja karyawan. Tingginya beban kerja karyawan kesehatan atau
Rumah Sakit dapat berefek penurunan terhadap prestasi kerja (Ilyas, 2001).
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
2.5. Kerangka Konsep
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
PMO Keluarga Penderita - Pendidikan - Pengetahuan - Motivasi - Beban kerja
Pemakaian
APD
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat cross-sectional (potong lintang) dengan maksud ingin
melihat keadaan dari hubungan sesaat antara variabel independen dan variabel
dependen yaitu ingin melihat penggunaan alat pelindung diri oleh pengawas menelan
obat penderita tuberkulosis.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan Kota Pekanbaru tahun 2008, yang terdiri dari
12 kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka, konsultasi,
dilanjutkan dengan mempersiapkan proposal penelitian, kolokium dan penelitian
di lapangan, pengumpulan data, analisa data, serta penyusunan laporan penelitian atau
seminar hasil, membutuhkan waktu selama 7 (tujuh) bulan mulai bulan Desember
2007 sampai dengan bulan Juni 2008.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga penderita TBC yang menjadi
Pengawas Minum Obat (PMO) dari 12 kecamatan yang berada di Kota Pekanbaru
yaitu sebanyak 306 orang.
3.3.2. Sampel
Untuk mendapatkan jumlah sampel digunakan rumus:
n = { Z2 ( 1 /2 ) x P ( 1 p ) }
d2
Dimana :
N = jumlah sampel
P = estimasi proporsi sampel yang memakai APD = 0,5
1-P = estimasi proporsi yang tidak memakai APD ( 1-0,5 )
Z = deviasi normal standar, digunakan 1,96
d = posisi yang diukur dalam setengah dari interval kepercayaan yang
diinginkan.
Karena proporsi PMO yang memakai APD dan tidak memakai APD belum
diketahui secara pasti, maka digunakan rumus: p = q = 50%, dengan tingkat presisi
yang diinginkan atau d = 10% dan z = 1,96.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
dengan demikian perhitungan sampel adalah sebagai berikut:
n = { (1,96)2 x (0,5) (0,5) }
(0,1)2
= ( 3,8416 x 0,25 )
0,01
= 0,9604
0,01
= 96
Sampel yang diperlukan sebesar 96 responden
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner dengan cara
mengajukan pertanyaan yang diisi langsung oleh responden yang dijadikan objek
penelitian.
3.4.2. Data Sekunder
Sebelum melaksanakan pengumpulan data primer, peneliti melaksanakan
pengumpulan data sekunder pada Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru yang meliputi
antara lain: data geografis, demografis, cakupan penderita tuberkulosis serta data
lainnya, di Puskesmas data sekunder dikumpulkan dengan observasi dan catatan
medical recor. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Pendidikan Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan oleh responden, yang ditunjukkan dengan ijazah terakhir.
Wawancara Kuesioner 1. SD 2. SLTP 3. SLTA 4. Perguruan Tinggi
Ordinal
2. Pengetahuan Kemampuan responden untuk mengetahui pentingnya menggunakan APD dalam pengawasan menelan obat
Penjumlahan nilai benar pada kuesioner Benar dinilai 1 Salah dinilai 0
Kuesioner Jumlah skor Baik skor Median Kurang < Median
Ordinal
3. Motivasi Adanya dorongan untuk menggunakan APD dalam pengawas menelan obat
Diukur dari 5 pertanyaan dimana setiap pernyataan ada 5 pernyataan diberi skor 1, 2, 3, 4, 5
Kuesioner Tinggi bila skor Median Rendah bila skor < Median
Ordinal
4. Beban Kerja Hambatan kerja dan tugas tambahan selain tugas-tugas rutin rumah tangga
Wawancara Kuesioner 1. Ya 2. Tidak
Ordinal
3.6. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan
penelitian setelah pengumpulan data (Hastomo, 2000). Pengolahan data dilakukan
melalui empat tahapan, yaitu:
a) Editing
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Merupakan proses pengecekan isian atau kuesioner apakah jawaban yang ada
di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
b) Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi berbentuk data atau
bilangan. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah pada saat analisis dan
juga mempercepat proses entri data.
c) Entri Data
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar serta setelah melewati
pengkodean, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis
dengan cara entri data dari kuesioner kepaket program komputer.
d) Cleaning
Cleaning (pembersih data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak.
Data yang telah terkumpul dientri diolah dengan menggunakan program SPSS
untuk menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerja PMO
penderita tuberkulosis oleh pekerja kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kota
Pekanbaru.
3.7. Analisis Data
Dalam penelitian ini dilakukan analisis data univariat, bivariat. Analisis
univariat adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-
masing variabel yang akan diteliti. Analisis statistik bivariat menggunakan chi - Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
square yaitu: untuk mengetahui hubungan antara kinerja PMO dengan faktor yang
berhubungan dengan pekerja PMO (pendidikan, pengetahuan motivasi, dan beban
kerja).
Untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan statistik digunakan batas
kemaknaan 0,05 sehingga:
a. Bila nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna,
b. Bila nilai p > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak bermakna.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Provinsi Riau saat ini terdiri dari tiga kota dan 12 kabupaten yang mempunyai
luas wilayah 329.867.01 Km2 yang terdiri dari dataran seluas 94.501.61 Km2
(28,87%) dan lautan 235.305.40 Km2 (71,13%), memiliki geografis strategis karena
berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia serta
berbatasan tidak langsung dengan beberapa Negara Asean, selain itu juga Provinsi
Riau berada di lintasan perdagangan Internasional mulai dari Selat Malaka sampai ke
Laut Cina Selatan.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 Provinsi Riau mempunyai
penduduk sejumlah 4.733.948 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 3,79% per tahun
di mana jumlah penduduk terbanyak adalah di Kota Pekanbaru.
Kota Pekanbaru mempunyai luas wilayah 632,26 km2, terdiri dari 12
kecamatan dan 58 kelurahan. Penduduk Kota Pekanbaru tahun 2007 berdasarkan
proyeksi penduduk tahun 2007 adalah berjumlah lebih kurang 771.429 jiwa, naik
3,8% setiap tahunnya, dengan kepadatan penduduk 1.220 km2. Kota Pekanbaru
terletak antara garis 101.14! sampai 101.34! Bujur timur dan 0.25! sampai 0.45!
Lintang Utara dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Siak,
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar,
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kebupaten Kampar,
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Siak.
Kota Pekanbaru terdiri dari 12 kecamatan dan 17 puskesmas yang merupakan
unit pelaksana pembangunan kesehatan di wilayah kecamatan, dan sebagai pusat
kesehatan masyarakat khususnya pelayanan penderita tuberkulosis, dari 17
Puskesmas yang ada di Kota Pekanbaru kasus tuberkulosis cukup tinggi, pada tahun
2007 berjumlah 306 kasus dan PMO yang BTA + berjumlah 15 orang, hal ini
disebabkan belum adanya kebijakan dari Pemerintah Daerah setempat untuk
memfasilitasi pemakaian APD dalam usaha pencegahan penyakit menular. PMO
kadang kala menggunakan sapu tangan sebagai penutup mulut pada saat mengawasi
penderita TBC minum obat.
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Karakteristik responden meliputi: pendidikan, pengetahuan, motivasi dan
beban kerja dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut:
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden PMO Penderita Tuberkulosis di Kota Pekanbaru Tahun 2008
Variabel n %
Pendidikan Rendah Tinggi
51 45
53,1 46,9
Pengetahuan Rendah Tinggi
33 63
34,4 65,6
Motivasi Rendah Tinggi
60 36
62,5 37,5
Beban Kerja Ringan Berat
43 54
44,8 55,2
Dari Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa dari 96 responden yang menjadi
PMO berpendidikan Rendah sebanyak 51 responden (53,1%) dan berpendidikan
Tinggi sebanyak 45 responden (46,9%).
Pengetahuan responden yang menjadi PMO dapat dilihat bahwa 96
responden mayoritas berpengetahuan rendah yaitu 33 responden (34,4%), sedangkan
yang berpengetahuan tinggi sebanyak 63 responden (65,6)
Motivasi responden yang menjadi POM penderita tuberkulosis dari 96
responden yang bermotivasi rendah 60 responden (62,5%) dan bermotivasi tinggi 36
responden (37,5%)
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Beban kerja responden yang menjadi PMO dapat dilihat bahwa dari 96
responden yang memiliki beban kerja ringan yaitu 43 responden (44,8%) dan beban
kerja berat 53 responden (39,6%).
4.3. Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen
maka dilakukan analisis bivariat pada tabel silang dengan menggunakan analisis
statistik chisquare. Pada analisis bivariat ini akan dihubungkan variabel independen
(pendidikan, pengetahuan, motivasi dan beban kerja) dengan variabel dependen yaitu
penggunaan APD oleh pekerja kesehatan.
4.3.1. Hubungan Pendidikan dengan PMO yang Menggunakan APD
Hubungan pendidikan PMO oleh pekerja kesehatan dapat dilihat dari tabel
di bawah ini dari 51 PMO penderita TB yang berpendidikan Rendah yang
menggunakan APD sebesarr 22 (43,1%), sedangkan dari 45 PMO berpendidikan
Tinggi yang menggunakan APD sebanyak 46 (46,7%).
Dari hasil uji statistik didapatkan (p = 0,12 > 0,05), berarti tidak ada hubungan
yang signifikan PMO yang berpendidikan tinggi dengan penggunaan APD.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Pendidikan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008
PMO Menggunakan APD
Ya Tidak
Total
No
Pendidikan
Jml % Jml % Jml %
1 Rendah 22 43,1 29 56,9 51 100
2 Tinggi 21 46,7 24 53,3 45 100
N=96 X2=0,729 p=0,12
4.3.2. Hubungan Pengetahuan dengan PMO Menggunakan APD
Hubungan pengetahuan PMO menggunakan APD dapat dilihat dari tabel
di bawah ini. Hasil analisis didapatkan bahwa dari 63 PMO yang mempunyai
pengetahuan tinggi selalu menggunakan APD sebesar 28 (44,4%), sedangkan 33
PMO yang mempunyai pengetahuan rendah menggunakan APD sebesar 15 (45,5 %).
Hasil uji statistik didapatkan nilai (p=0,09>0,05), berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara PMO yang berpengetahuan tinggi dalam menggunakan APD.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Tabel 4.3. Distribusi Responden Menurut Pengetahuan PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008
PMO Menggunakan APD
Ya Tidak
Total
No
Pengetahuan
Jml % Jml % Jml %
1 Rendah 15 45,5 18 54,4 33 100
2 Tinggi 28 44,4 36 55,6 63 100
3 Total 43 44,8 53 55,2 96 100
N=96 X2=0,925 p=0,09
4.3.3. Hubungan Motivasi PMO Menggunakan APD Penderita TB
Tabel di bawah ini memperlihatkan hubungan motivasi PMO menggunakan
APD. Dari tabel silang dapat dilihat bahwa 36 PMO yang bermotivasi tinggi
menggunakan APD Sebanyak 15 (41,7%). Sedangkan 60 PMO yang bermotivasi
rendah menggunakan APD sebanyak 28 (46,7%).
Hasil uji chi square diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan antara
PMO yang menggunakan APD motifasi tinggi dan PMO menggunakan APD dengan
motivasi rendah dengan hasil (p=0,22
-
Tabel 4.4. Distribusi Responden Menurut Motivasi PMO Menggunakan APD di Kota Pekanbaru Tahun 2008
PMO Menggunakan APD
Ya Tidak
Total No
Motivasi
Jml % Jml % Jml %
1 Rendah 28 46,7 32 53,3 60 100 2 Tinggi 15 41,7 21 58,3 36 100 3 Total 43 44,8 53 55,2 96 100 n= 96 X2= 0,633 p=0,22
4.3.4. Hubungan Beban Kerja PMO Menggunakan APD
Tabel di bawah ini memperlihatkan hubungan beban kerja PMO
menggunakan APD. Dari 53 PMO yang mempunyai beban kerja berat tidak
menggunakan APD.
Hasil uji chi square diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara PMO yang menggunakan APD mempunyai beban kerja ringan dan PMO
menggunakan APD dengan beban kerja berat dengan hasil (p=0,000
-
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pendidikan dengan PMO Penderita Tuberkulosis
Menggunakan APD
Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari masukan
yaitu sasaran pendidikan, keluaran yaitu suatu bentuk perilaku baru atau kemampuan
baru dari sasaran pendidikan (Notoatmojo, 2002), semakin tinggi pendidikan akan
semakin tinggi pola produktivitas kerjanya (Simanjuntak, 1985), pendidikan juga
merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan. Dengan latar belakang pendidikan pula seseorang
dianggap mampu menduduki jabatan tertentu (Hasibuan, 2001).
Kemampuan berpikir seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan,
hubungan ini sesuai dengan teori Bloom, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin mudah untuk menerima dan menangkap informasi yang dibutuhkan (Suciati,
2001).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan variabel pendidikan,
responden yang berpendidikan rendah 43,1% menggunakan APD, sedangkan
responden yang berpendidikan tinggi 46,7% menggunakan APD, keadaan ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang dapat memberikan
kontribusi pengetahuan tentang penggunaan APD, sedangkan hipotesis adanya
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
hubungan variabel pendidikan dengan PMO menggunakan APD tidak terbukti
dengan nilai p =0,12 artinya pendidikan bukan merupakan faktor yang berhubungan
dengan penggunaan APD dalam melakukan pengawasan menelan obat.
Tingkat pendidikan dalam melaksanakan tugas sebagai PMO penderita TBC
menggunakan APD kurang mempunyai pengaruh, karena tugas sebagai PMO
penderita TBC tidak memerlukan keahlian yang spesifik. Tingkat pendidikan
mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mencerna dan memahami suatu
masalah, selanjutnya pemahaman dalam membentuk sikap seseorang akan
dipengaruhi oleh lingkungannya dan menghasilkan suatu perilaku (tindakan) nyata
sebagai suatu reaksi, tindakan tersebut dapat berupa tindakan baik atau tindakan
kurang baik. Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian Siahaan, R (2008)
melaporkan tingkat pendidikan responden yang rendah menyebabkan kurangnya
pengetahuan, hasil penelitian ini tidak sependapat dengan Panjaitan (2004) yang
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara tingkat pendidikan lebih
tinggi dan lebih rendah, namun secara proposional ada kecenderungan PMO yang
berpendidikan yang lebih tinggi mempunyai perilaku lebih baik.
Perbedaan jenjang pendidikan pada PMO menurut peneliti tidak berpengaruh
terhadap keinginan PMO untuk menggunakan APD, menjadi PMO penderita TBC
oleh keluarga penderita lebih dibutuhkan pada rasa tanggung jawab secara moral agar
penderita tidak mangkir.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
5.2. Hubungan Pengetahuan dengan PMO Penderita Tuberkulosis Menggunakan APD
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting bagi
terbentuknya suatu tindakan, tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik
dan lebih tepat dari pada tindakan yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmojo,
2000).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap satu objek tersebut. Pengetahuan merupakan faktor yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, pengetahuan biasanya sejalan
dengan tingkat pendidikan. Pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi pengetahuan
sehingga akan lebih baik. Akan tetapi pendidikan seseorang yang rendah belum tentu
pengetahuan rendah, karena informasi yang diperoleh tidak hanya melalui apa yang
dilihat dan didengar dengan berbagai media masa.
Dalam penelitian ini peneliti membagi 2 kategori pengetahuan PMO yaitu:
pengetahuan baik jika PMO mampu menjawab pertanyaan dengan benar >50%, dan
pengetahuan kurang jika PMO mampu menjawab dengan benar
-
artinya semakin tinggi pengetahuan PMO maka semakin disiplin PMO menggunakan
APD.
Pengetahuan menurut peneliti tidak hanya diperoleh dari pendidikan
formalnya, tetapi dapat juga diperoleh dari pengalaman, dengan demikian semakin
banyak memperoleh pengetahuan tentang APD maka semakin besar kemungkinan
untuk menggunakan APD.
5.3. Hubungan Motivasi dengan PMO Menggunakan APD
Motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk
berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan (Wahyu Sumijo, 2000).
Motivasi akan menimbulkan keinginan di dalam diri individu yang mendorong
seseorang untuk bertindak, dengan motivasi kita menguraikan kekuatan-kekuatan
yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan
perilaku (Gibson, 1997).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan variabel motivasi,
responden yang motivasi rendah 46,7% menggunakan APD, sedangkan responden
yang motivasi tinggi 41,7% menggunakan APD, hasil uji chi squaret diperoleh bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan PMO yang menggunakan
APD p = 0,22, dengan demikian pada penelitian ini hipotesa adanya hubungan
variabel motivasi dengan penggunaan APD oleh PMO tidak terbukti, hal ini tidak
sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu bahwa motivasi sangat berpengaruh
terhadap kinerja Ayun penyuluh KB Madya di DKI Jakarta (Al Fikri, 1994). Motivasi Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
berhubungan dengan kinerja perencanaan Dati II pasca pelatihan perencanaan di
Provinsi Jawa Barat (Tabrani, 1994), serta motivasi juga merupakan faktor yang
paling berperan terhadap kinerja bidan puskesmas di Kabupaten Garut (Retnasih,
1995).
Motivasi merupakan suatu hal yang berasal dari internal individu yang
menimbulkan dorongan atau semangat untuk bekerja keras, pada dasarnya motivasi
pekerja kesehatan menggunakan APD dapat terpacu oleh tenaga kesehatan yang ada
di puskesmas yang selalu memberikan dorongan dan mengingatkan tentang
pentingnya menggunakan APD.
Demikian juga perlu kiranya pimpinan Puskesmas selalu memberikan
dorongan dan motivasi kepada pekerja kesehatan yang menjadi PMO penderita TBC
untuk aktif menggunakan APD dalam mengawasi penderita minum obat, hal ini
karena menjadi PMO merupakan pekerjaan dan tidak ada mendapatkan insentif.
Dengan adanya dorongan dari pimpinan puskesmas diharapkan akan dapat
menimbulkan motivasi pada diri PMO sehingga timbul dorongan dan semangat untuk
menggunakan APD disaat mengawas menelan obat. Menurut teori motivasi Taylor
bahwa adanya insentif berupa uang dapat mendorong orang untuk bekerja atau
berperilaku. Reward dalam hal ini tidak harus berupa materi tetapi dari pengakuan
atas prestasi sebagai PMO yang menggunakan APD, menurut teori Maslow,
pemenuhan akan kebutuhan pengakuan (self esteem) pemberian dorongan pribadi dan
pengakuan prestasi dari pimpinan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
motivasi. Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
5.4. Hubungan Beban Kerja dengan PMO Menggunakan APD
Beban kerja adalah volume yang dibebankan kepada seseorang pekerja dan
hal ini merupakan tanggung jawab dari pekerja tersebut (Hasibuan, 2001).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan variabel beban kerja,
responden yang beban kerja ringan menggunakan APD 100%, sedangkan responden
yang memiliki beban kerja berat sama sekali tidak menggunakan APD, dengan
demikian terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan pekerja
kesehatan menggunakan APD p = 0,000. Dengan demikian hipotesis adanya
hubungan antara beban kerja dengan PMO menggunakan APD terbukti, hal ini
dikarenakan pekerjaan PMO bukan semata-mata hanya sebagai seorang pengawas
menelan obat penderita TBC, namun banyak pekerjaan sampingan yang harus
dilakukan seperti pekerjaan rumah tangga, jualan dan lain sebagainya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Aditama (2000) bahwa salah satu faktor
yang dapat menimbulkan penurunan kinerja karyawan adalah keluhan beban kerja,
dan penelitian yang dilakukan Basjuni (2001) yang menyatakan ada hubungan
variabel beban kerja dengan hasil kerja, hampir semua PMO mempunyai tugas
rangkap, dengan adanya tugas rangkap ini maka beban kerja dengan sendirinya
menjadi lebih besar.
Mengingat tuberkulosis di Indonesia merupakan penyebab utama kematian
nomor 3 (tiga) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada
semua kelompok umur dan nomor 1 (satu) dari golongan penyakit infeksi, masalah
ini juga merupakan bagian dari masalah kesehatan masyarakat di Kota Pekanbaru, Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
oleh karena itu perlu mendapat perhatian dan diatasi secara menyeluruh baik oleh
Pemerintah Daerah maupun oleh masyarakat. Dengan adanya Otonomi Daerah maka
urusan pemerintah dalam bidang kesehatan baik upaya kesehatan dasar maupun
pelayanan kesehatan rujukan menjadi urusan rumah tangga daerah kabupaten/kota.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Keluarga penderita tuberkulosis yang menjadi PMO berpendidikan tinggi
sebanyak 45 orang (46,9 %), berpengetahuan tinggi sebanyak 63 orang (65,5),
bermotivasi tinggi 36 orang (37,5), sedangkan yang memiliki beban kerja
berat sebanyak 53 orang (55,2).
2. Berdasarkan hasil dari analisis bivariat hubungan variabel independen dengan
variabel dependen PMO menggunakan APD pada penderita tuberkulosis yang
mempunyai hubungan signifikan adalah beban kerja, sedangkan yang tidak
mempunyai hubungan yang signifikan yaitu: pendidikan, pengetahuan dan
motivasi.
6.2. Saran
1. Diharapkan PMO yang mempunyai beban kerja yang berat, dapat memikirkan
kesehatan dengan menggunakan APD saat mengawasi penderita menelan
obat, agar penularan kuman mycobacterium tuberkulosis dapat ditekan
seminimal mungkin.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan APD pada
pengawas menelan obat dengan variabel dan sampel yang berbeda.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, Mendekatkan Pelayanan TB Kepada Masyarakat, Gerdunas Volume 12, Pekanbaru, 2007.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta. 2002.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta, 2006.
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Paradikma Sehat, Jakarta, 2001.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Pengawasan K3 Lingkungan Kerja, Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Jakarta, 2004.
Gibson, James I, et al, Organisasi dan manajemen, Prilaku, dan Proses, terjemahan Djakarsih Jilid I, Erlangga, Jakarta, 1985.
Habsari Diana, N, Penggunaan Alat Pelindung Diri Bagi Tenaga Kerja, Bunga Rampai Hiperkes & KK, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2003.
Hasibuan,SR, Manajement Sumber Daya Masyarakat, Edisi Revisi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2001.
Hidayat Alimut A Aziz, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta, 2007.
Idris, Fachmi, Penanggulangan Tuberkulosis Strategi DOTS, Pengurus besar IDI, Jakarta, 2004.
Ilyas, Yaslis, Perencanaan Sumber Daya Manusia Rumah Sakit, Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI, Depok, 2001.
Maslow, Motivasi dan Kepribadian, Teori Motivasi dengan Rancangan Hirarki Kebutuhan Manusia, (Terjemahan Nurul), PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1989.
Misnadiarti. Penyakit Infeksi TB Paru dan Ekstra TB Paru, Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2006.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2005.
Notoatmojo, Soekidjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta, 2003.
Purwanta. Ciri-Ciri Pengawas Minum Obat yang Diharapkan oleh Penderita Tuberkulosis Paru di Daerah Urban dan Rural di Yogyakarta, Jurnal Kesehatan, September, 2005.
Santoso, Manajement Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004.
Suciati, Taksonomi Tujuan Intraksional, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001.
Sumamur, P.K, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakan, P.T Toko Gunung Agung, Jakarta, 1981.
Suwardi Rusdi, Sistim Manajement Keselamatan dan Kesehatan Kerja, PPM, Jakarta, 2005.
Smeltzer, Suzanne, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth Volume I Edisi 8, EGC, Jakarta, 2001.
Saroso, Sulianti, Pusat Informasi Penyakit Infeksi Khusus HIV/AIDS, http:// www, infeksi.com.
Siswono, Epidemiologi Penyakit TB Paru, File://F://TBC, 2008.
Simanjuntak, Payaman I, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Lembaga Penerbit FKUI, Jakarta, 1989.
Teitjen, Pedoman Pencegahan Infeksi, YBP-SP, Jakarta, 2004.
Wahyuningsih, Analisis Kinerja Nakes Sebagai Pengawasan Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2004, Tesis, FKM-UI, Jakarta, 2004.
Yasmin Asin, Niluh Gede, Keperawatan Medikal Bedah dengan Gangguan Pernafasan, EGC, Jakarta, 2002.
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
-
Rusherina : Determinan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita Tuberkulosis Di Kota Pekanbaru Tahun 2008, 2008 USU Repository 2008
__________, Panduan Kader dalam Penanggulangan TBC, Ditjen PPM & PLP, Depkes RI, Jakarta, 2001.
__________, Riau Sehat 2005, Depkes Prop Riau, Pekanbaru, 2000.