05_pemberdayaan keluarga di wilayah perbatasan

8
PEMBERDAYAAN KELUARGA DI WILAYAH PERBATASAN (Identifikasi Masalah dan Kebutuhan ) Oleh : Sugiyanto Abstrak Penelitian ini, merupakan studi kasus wilayah perbatasan di lima propinsi (Kepulauan Riau, Kalimatan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Papua), dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan potensi serta untuk mendapatkan konsep model pemberdayaan keluarga di wilayah perbatasan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif-kuantitatif. Informan ditentukan secara purposive dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan focus group discussion. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi, sedangkan data kualitatif dianalisis secara reduktif, yang diikuti penyajian data, yang akhirnya dilakukan pengambilan kesimpulan. Secara umum, permasalahan yang dihadapi oleh keluarga di wilayah perbatasan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh rendahnya pendidikan, keterampilan serta ketidak menentuan jenis pekerjaan yang ditekuni dan penghasilannya. Untuk itu kebutuhan yang dibutuhkannya antara lain memfasilitasi mereka untuk dapat mengakses sistem sumber (informasi, pengetahun, keterampilan, Orsos, ekonomi, kesehatan, dan lainnya). Adapun potensi (sosial, alam, dan SDM) masih sangat terbuka sekali untuk dapat didayagunakan. Secara umum intervensi kebijakan (program pembangunan) pemerintah dan Orsos telah dilakukan namun secara spesifik yang mengarah terhadap pemberdayaan keluarga belum dilakukan. Karena program yang telah dilakukan masih bersifat charity. Konsep model pemberdayaan keluarga yang ditawarkan adalah konsep model pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan secara terpadu dan berkelanjutan. Konsep model tersebut masih perlu diujicobakan dan disosialisasikan ke berbagai pihak agar dapat menjadi program yang lebih efesien dan efektif. Kata kunci: Pemberdayaan Keluarga di Wilayah Perbatasan

Upload: fafa-forest

Post on 25-Jul-2015

17 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

PEMBERDAYAAN KELUARGA DI WILAYAH PERBATASAN

(Identifikasi Masalah dan Kebutuhan )

Oleh : Sugiyanto

Abstrak

Penelitian ini, merupakan studi kasus wilayah perbatasan di lima propinsi

(Kepulauan Riau, Kalimatan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan

Papua), dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan potensi

serta untuk mendapatkan konsep model pemberdayaan keluarga di wilayah

perbatasan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif-kuantitatif. Informan

ditentukan secara purposive dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui

wawancara, observasi, dokumentasi, dan focus group discussion. Data kuantitatif

dianalisis dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi, sedangkan data

kualitatif dianalisis secara reduktif, yang diikuti penyajian data, yang akhirnya

dilakukan pengambilan kesimpulan.

Secara umum, permasalahan yang dihadapi oleh keluarga di wilayah

perbatasan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh rendahnya pendidikan,

keterampilan serta ketidak menentuan jenis pekerjaan yang ditekuni dan

penghasilannya. Untuk itu kebutuhan yang dibutuhkannya antara lain

memfasilitasi mereka untuk dapat mengakses sistem sumber (informasi,

pengetahun, keterampilan, Orsos, ekonomi, kesehatan, dan lainnya). Adapun

potensi (sosial, alam, dan SDM) masih sangat terbuka sekali untuk dapat

didayagunakan. Secara umum intervensi kebijakan (program pembangunan)

pemerintah dan Orsos telah dilakukan namun secara spesifik yang mengarah

terhadap pemberdayaan keluarga belum dilakukan. Karena program yang telah

dilakukan masih bersifat charity. Konsep model pemberdayaan keluarga yang

ditawarkan adalah konsep model pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan

secara terpadu dan berkelanjutan. Konsep model tersebut masih perlu

diujicobakan dan disosialisasikan ke berbagai pihak agar dapat menjadi program

yang lebih efesien dan efektif.

Kata kunci:

Pemberdayaan Keluarga di Wilayah Perbatasan

Page 2: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504

pulau. Dua pertiga wilayahnya terdiri dari perairan dengan garis pantai sekitar

81.000-an km dan terletak diantara dua benua (Australia dan Asia) serta dua

samudera (Pasifik dan Hindia) memiliki perbatasan baik darat maupun laut

(http//www.tnial.mil.id).

Secara demografis, penyebaran penduduk di wilayah perbatasan umumnya

jarang dan sporadis. Di wilayah yang berbatasan darat, misalnya: Kalbar, Kaltim,

NTT jumlah penduduknya sedikit, sebarannya sangat jarang. Sedangkan pada

perbatasan laut, termasuk pulau-pulau terluar, bahkan tidak berpenghuni (KRA

XXXVIII, Lemhanas R.I., 2004).

Abdulhadi (LIPI) mengidentifikasi sejumlah permasalahan di wilayah

perbatasan, yaitu: pergeseran batas negara, minimnya pembangunan infrastruktur,

kesenjangan kehidupan dengan negara tetangga, arus informasi dari dalam negeri

kurang dan lebih deras arus dari negeri tetangga, kemiskinan penduduk, sampai

kurangnya perhatian dari sektor-sektor terhadap pembangunan wilayah perbatasan

(MI, 2 jan 2006). Oleh karena itu, Menko Polhukkam - dalam Rapat Tim

Koordinasi Pengelolaan Pulau-Pulau Terluar yang beranggotakan 17 menteri -

menegaskan, masalah perbatasan saat ini merupakan masalah krusial yang harus

mendapatkan perhatian khusus. Rencana pembangunan itu antara lain:

peningkatan keamanan, pelayanan bagi masyarakat serta penyediaan navigasi

pelayaran (MI, 30 Jan. 2006).

Sejalan dengan pemikiran itu, pemberdayaan keluarga di wilayah perbatasan

merupakan keharusan, karena keluarga mempunyai peran penting dan strategis

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mutu suatu masyarakat

ditentukan oleh kualitas kesatuan primer ini. Akan tetapi, kenyataan empirik

menunjukkan, banyak keluarga (di perbatasan) di dera berbagai masalah seperti:

kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesehatan & nutrisi,

perumahan dan sanitasi yang tidak layak, anak-anak yang tidak sekolah, dan

berbagai masalah sosial lainnya.

Terkait dengan itu, Puslitbang Kessos Depsos RI (2006) melakukan penelitian,

bertujuan mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan keluarga di daerah

perbatasan, serta ekplorasi model-model pemberdayaan keluarga baik yang telah

maupun sedang dilaksanakan oleh berbagai pihak di daerah ―unsur Pemda

maupun masyrakat (LSM)―. Penelitian ini merupakan input bagi penyusunan

konsep model pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan, yang nantinya

diharapkan dapat diterapkan oleh unit operasioanl terkait Departemen Sosial R.I.

dalam hal ini Direktorat Pemberdayaan Keluarga dan pihak lainnya ―Pemda,

Dunia Usaha, LSM/Orsos, dan Perguruan Tinggi―.

Menurut para ahli, keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam

kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial

di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya (Gerungan, 1988). Soekanto

(1990) juga menyatakan, keluarga adalah: (1) pelindung bagi pribadi-pribadi

anggotanya, agar ketenteraman dan ketertiban diperoleh dalam keluarga tersebut;

Page 3: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

(2) unit sosial ekonomi yang secara material memenuhi kebutuhan anggota-

anggotanya; (3) menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah pergaulan hidup; dan (4)

merupakan wadah terjadinya proses sosialisasi awal bagi manusia mempelajari

dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor :10 Tahun 1992 dinyatakan, keluarga adalah

unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan

anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Dalam konteks penelitian

ini, yang dimaksud keluarga adalah keluarga miskin yang tinggal di wilayah

berbatasan langsung dengan negara lain. Yang pada umumnya mereka dalam

kondisi keterbatasan baik secara fisik (sarana transportasi, komunikasi & lainnya

yang tidak memadai, bahkan tidak tersedia), maupun non fisik (tingkat

pendapatan rendah, tingkat pendidikan rendah, derajat kesehatan rendah dan lain

sebagainya).

Adapun arti dari pemberdayaan (empowerment) itu sendiri adalah merupakan

konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan

kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Ife (1995) memberikan batasan

pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber,

kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan

mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan

memenuhi kehidupan komunitas mereka.

Dalam konsep pemberdayaan, terdapat dua hal yang saling berkait, yaitu:

kondisi berdaya dan ketidakberdayaan. Terkait dengan ketidakberdayaan,

Chambers (1983) mengemukakan konsep perangkap depriasi (concept of

deprivation trap). Ia menganalisis penyebab kemiskinan sebagai hubungan sebab

akibat yang saling berkait dari powerlessness (ketidakberdayaan), vulnerrebality

(kerentanan), phyisical weakness (kelemahan fisik), poverty (kemiskinan), dan

isolation (keterisolisasian). Chambers lebih lanjut menjelaskan, ketidakberdayaan

membatasi akses terhadap sumber daya negara, memperumit keadilan hukum

terhadap penyelewengan, hilangnya kekuatan tawar menawar, membuat rakyat

semakin tidak mempunyai kemampuan terhadap permintaan mendadak untuk

pembayaran pinjaman atau terhadap permintaan uang suap dalam suatu sengketa.

Saling keterkaitan kelima itu dapat dicermati pada gambar berikut :

Page 4: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

Gambar 1. Perangkap depriasi

(Sumber : Chambers, 1983)

Menurut Oakley & Marsden (1984) dalam Pranarka & Moeljarto (1996),

proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yaitu: (1) proses primer,

yang menekankan pada pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau

kemampuan kepada masyarakat, agar menjadi lebih berdaya membangun asset

material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka; dan (2) proses

sekunder, dengan menekankan pada menstimuli, mendorong, memotivasi

masyarakat, agar mempunyai kemampuan /keberdayaan untuk menentukan

pilihan hidupnya. Kedua proses ini bukan klasifikasi kaku, tetapi saling terkait.

Agar kecenderungan primer terwujud, seringkali harus melalui proses sekunder

terlebih dahulu.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif-kuantitatif. Informan ditentukan

secara purposive ―mereka memahami secara baik kondisi daerah perbatasan―.

Atas pertimbangan itu, informan dalam penelitian ini adalah: (a) pemuka

masyarakat setempat (formal-informal); (b) orsos/LSM; (c) perguruan tinggi; (d)

aparat instansi Pemerintah Daerah terkait. Responden ditentukan secara random

sampling - kepala keluarga di daerah berbatasan. Teknik pengumpulan data

dilakukan melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan focus group

discussion. Lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan, lokasi tersebut

berbatasan langsung dengan negara lain. Atas dasar itu, lokasi terpilih adalah: (a)

Kampung Skouw Sae (Jayapura Papua) berbatasan darat dengan PNG; (b) Desa

Pancang (Nunukan Kaltim) berbatasan darat & laut dengan Malaysia; (c) Dususn

Bungkang (Sanggau Kalbar) berbatasan darat dengan Malaysia; (d) Desa Berakit

(Bintan Kepri) berbatasan laut dengan Malaysia & Singapura; dan (e) Desa

Silawan (Belu NTT) berbatasan darat dengan Republik Demokratik Timor Leste

(RDTL). Data kuantitatif dianalisis secara distributive-frekuentif, sedangkan data

Isolasi Kerentanan

Kemiskinan

Ketidak-

berayaan

Kelemahan

fisik

Page 5: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

kualitatif dianalisis secara reduktif, yang diikuti penyajian data, yang akhirnya

dilakukan pengambilan kesimpulan.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan, sejumlah permasalahan keluarga yang

mengedepan di daerah perbatasan ―lokasi penelitian― adalah: kemiskinan

penduduk, yang diakibatkan oleh rendahnya pendidikan serta keterampilan dan

ketidak menentuan jenis pekerjaan yang ditekuni dan penghasilannya. Masalah

tersebut terkait erat dengan kerentanan, keterisolasian, dan ketidakberdayan secara

sosial, politik, dan psikologis. Kondisi tersebut diperparah oleh berbagai

keterbatasan sarana prasarana, antara lain: jalan, transportasi, pendidikan,

kesehatan, dan ekonomi (pasar), serta belum ada program pemberdayaan secara

spesifik bagi keluarga di daerah perbatasan, baik yang dirancang oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah. Dengan demikian, kebutuhan keluarga di

daerah perbatasan adalah: memfasilitasi mereka, untuk dapat mengakses sistem

sumber (informasi, pengetahun, keterampilan, Orsos, ekonomi, kesehatan, dan

lainnya). Disamping itu, juga diperlukan sarana prasarana pendidikan, kesehatan,

fasilitas pasar, dan berbagai bantuan (kebutuhan pokok, bahan bangunan untuk

perbaikan rumah, dan bantuan usaha ekonomi).

Adapun potensi (sosial, alam, dan SDM) yang dapat didayagunakan untuk

memberdayakan keluarga di daerah perbatasan, adalah: adanya rasa kebersamaan,

kegotongroyongan, dan kesetiakawanan sosial pada keluarga di daerah

perbatasan. Disamping itu, juga adanya lembaga-lembaga (informal, non formal)

lokal, yang dapat dimanfaatkan bagi terjadinya perubahan. Demikian juga potensi

alam (laut, lahan pertanian, perkebunan) yang masih belum diolah secara

maksimal, dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga di daerah

perbatasan. Adapun intervensi kebijakan (program pembangunan) pemerintah

yang telah dilakukan terhadap keluarga di daerah perbatasan. Lokasi penelitian

adalah: pembangunan sarana prasarana fisik (jalan, sekolah, kesehatan, ekonomi

(pasar) dan pemukiman, BLT/SLT, raskin, bantuan modal dari Meneg UKM dan

lainnya), masih jauh dari yang diharapkan, karena masih lebih bersifat charity,

tidak berkelanjutan, tidak ada pendampingan, dan tidak ada monitoring dan

evaluasi. Demikian halnya intervensi sosial yang dilakukan oleh Masyarakat

(Orsos/LSM: dalam, luar negeri), juga bersifat philantropy.

Model Pemberdayaan Keluarga di Wilayah Perbatasan

Berdasarkan permasalahan, kebutuhan, potensi tersebut model yang

ditawarkan ini akan diuraikan melalui variabel-variabel: lokasi penelitian

(desa/kecamatan/ kabupaten), permasalahan, kebutuhan, potensi, motode, model

yang ditawarkan (yang dilihat dari pelatihan, penyuluhan, UEP, pendampingan),

dan user. Model tersebut seperti terlihat pada bagan tersebut di bawah ini :

Page 6: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

Gambar 11. Model Pemberdayaan Keluarga di Wilayah Perbatasan.

Model tersebut memungkinkan untuk direplikasikan di tempat lain, tentunya

selain di lima daerah daerah perbatasan yang menjadi sampel penelitiaan ini.

Namun masih diperlukan adanya penyempurnaan dalam usaha memperkecil

kelemahan dan menjawab ancaman. Sesuai dengan prinsip prticipatory action

research (PAR), maka untuk menghasilkan model yang diharapkan memerlukan

proses yang panjang. Oleh karena itu uji coba perlu dilaksanakan berkali-kali

untuk meredesign sesuai dengan hasil uji coba.

Pelaksanaan uji coba dalam penelitian ini nantinya masih terbatas pada lima

lokasi penelitian awal (Bintan, Sanggau, Nunukan, Belu dan Jayapura), yang

mewakili perbatasan darat maupun laut dengan negara tetangga. Setelah itu bisa di

uji cobakan lagi pada daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Sehingga

nantinya didapatkan/ dihasilkan model yang variatif untuk setiap jenis wilayah

perbatasan.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian itu disimpulkan bahwa permasalahan umum

keluarga di daerah perbatasan, adalah kemiskinan penduduk. Dengan demikian,

kebutuhan keluarga di daerah perbatasan antara lain: memfasilitasi mereka,

setidaknya untuk dapat mengakses terhadap sistem sumber (informasi,

pengetahun, keterampilan, Orsos, ekonomi, kesehatan, dan lainnya. Adapun

potensi (sosial, alam, dan SDM) yang dapat didayagunakan. Sedangkan intervensi

kebijakan (program pembangunan) pemerintah antara lain: pembangunan sarana

prasarana fisik (jalan, sekolah, kesehatan, ekonomi (pasar) dan pemukiman,

Keluarga di daerah

perbatasan

Intervensi:

Pelatihan, bimbingan

Bantuan teknis

(pendampingan)

Bantuan:

Kebutuhan pokok, bahan

bangunan perbaikan rumah, &

UEP.

Diperolehnya

pengetahuan, keterampilan,

bantuan

Kebutuhan pokok, bahan

bangunan

perbaikan rumah, &

bantuan UEP

Penguatan Keluarga &

Rasa

Nasionalism

e

LMS/Orsos

Pemuka

Masyarakat

Pengawasan

Masyarakat (Pelaku

perubahan)

Pemerintah

(Fasilitator)

Page 7: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

BLT/SLT, raskin, bantuan modal ―dari Meneg UKM― dan lainnya), masih jauh

dari yang diharapkan, karena masih lebih bersifat charity ―tidak berkelanjutan,

tidak ada pendampingan, dan tidak ada monitoring dan evaluasi.

Dalam upaya pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan, untuk itu

direkomendasikan, pertama: secara internal (Depsos R.I.) perlu dirancang suatu

konsep model pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan secara terpadu dan

berkelanjutan. Seperti konsep model yang ditawarkan (prescriptive) tersebut di

atas. Kedua: secara eksternal, dipandang perlu: (a) penyusunan rancangan

perundang-undangan tentang daerah perbatasan antar negara/pulau terluar/

terpencil, sebagai acuan secara nasional dalam upaya mengembangkan daerah

perbatasan antar negara/pulau terluar/terpencil tersebut dalam rangka

memperkokoh rasa nasionalisme dan tetap utuhnya NKRI; (b) membentuk

semacam lembaga nasional, yang khusus menangani daerah perbatasan antar

negara/pulau terluar/ terpencil.

Daftar Pustaka

Chambers, Robert. (1983). Rural development: Putting the last first, Published by

Longman scientific and technical, essex, United Kingdom.

Depsos R.I., Ditjen. Pemberdayaan Sosial, D it. Pemberdayaan Peran Keluarga.

(2002). UU. R.I. Nomor: 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.Himpunan Peraturan

Perundang-Undangan Bidang Tugas Di. Pemberdayaan Peran Keluarga

Gerungan, W.A. (1988). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.

Ife, Jim. (1995). Community development: Creating community alternatives-

vision, analysis and practice, Australia, Longman Pty Ltd.

Pranarka, A.M.W. & Moeljarto, Vindyandika. (1996). Pemberdayaan

(Empowerment). Pemberdayaan, konsep, dan implementasi, Jakarta: Centre

for strategic and intenational studies (CSIS).

.

.

Biodata Penulis

Sugiyanto, lahir di Tawangharjo, 8 Januari 1961. S1 (Sarjana Pendidikan Moral

Pancasila dan Kewargaan Negara) diperoleh dari Sekolah Tinggi Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial (STPIPS) YAPSI Jayapura (1994), dan Magister Sains

Program Studi Ilmu Administrasi Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Publik,

Kekhususan Pengembangan Masyarakat (S2), di peroleh dari Universitas

Muhammadiyah Jakarta (2005). Jabatan peneliti: Ajun Peneliti Muda bidang

Kesejahteraan Sosial (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial)

Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial, Departemen Sosial RI. Aktif mengikuti

mengikuti kegiatan penelitian bidang kesejahteraan sosial, dan berbagai seminar

permasalahan sosial di Indonesia.Beberapa hasil penelitiannya telah diterbitkan,

Page 8: 05_pemberdayaan Keluarga Di Wilayah Perbatasan

baik secara mandiri maupun kelompok, dan kumpulan tulisannya pernah

diterbitkan di JURNAL maupun INFORMASI.