bahan perbatasan

27
Warga Pulau Terluar Butuh Teknologi SENIN, 25 OKTOBER 2010 | 18:08 WIB Besar Kecil Normal TEMPO Interaktif, Bandung - Masyarakat dan tentara penjaga pulau-pulau terluar Indonesia membutuhkan teknologi mutakhir. Selain untuk bertahan hidup, juga supaya wilayah Indonesia tak dilanggar atau dicaplok negara lain. Menurut Ketua Ekspedisi Jelajah 92 pulau terluar dari Wanadri Irwanto Iskandar, ada 31 pulau terpencil itu yang dihuni penduduk antara 3-300 kepala keluarga. "Mereka membutuhkan air bersih, listrik, dan sambungan telekomunikasi," ujarnya di sela pameran dan lokakarya "Menjaga Tepian Tanah Air" di Campus Center Timur Institut Teknologi Bandung, Senin (25/10). Adapun staf ahli Panglima TNI Bidang Politik Keamanan Nasional Mayor Jenderal Liliek Kushadiyanto mengatakan, kehadiran teknologi itu setidaknya diperlukan bagi 12 pulau terluar yang rawan dimasuki atau direbut negara lain. Diantaranya alat untuk pengelolaan air tawar dan sinyal telepon seluler atau radio komunikasi. "Juga radar seperti untuk wilayah selatan Papua, Merauke, yang masih bolong sehingga bisa dimasuki pesawat Australia," ujarnya. Dari catatan TNI, selusin pulau terluar yang rawan diganggu negara lain misalnya Pulau Rondo, Berhala, Sekatung, Nipah, Marore, dan Rote. Rektor ITB Akhmaloka mengatakan, kampusnya telah memiliki beberapa teknologi yang bisa dipakai seperti penjernih air laut portable, juga panel surya. Alat tersebut siap dipakai jika pemerintah berminat. "Universitas bikin teknologinya, tapi bukan pabrik. Tinggal koordinasinya dengan pemerintah mau disalurkan ke mana," kata dia. ANWAR SISWADI

Upload: gi3e

Post on 26-Jun-2015

677 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: bahan perbatasan

Warga Pulau Terluar Butuh TeknologiSENIN, 25 OKTOBER 2010 | 18:08 WIB

Besar Kecil Normal

TEMPO Interaktif, Bandung - Masyarakat dan tentara penjaga pulau-pulau terluar Indonesia

membutuhkan teknologi mutakhir. Selain untuk bertahan hidup, juga supaya wilayah Indonesia

tak dilanggar atau dicaplok negara lain. 

Menurut Ketua Ekspedisi Jelajah 92 pulau terluar dari Wanadri Irwanto Iskandar, ada 31 pulau

terpencil itu yang dihuni penduduk antara 3-300 kepala keluarga. "Mereka membutuhkan air

bersih, listrik, dan sambungan telekomunikasi," ujarnya di sela pameran dan lokakarya "Menjaga

Tepian Tanah Air" di Campus Center Timur Institut Teknologi Bandung, Senin (25/10).

Adapun staf ahli Panglima TNI Bidang Politik Keamanan Nasional Mayor Jenderal Liliek

Kushadiyanto mengatakan, kehadiran teknologi itu setidaknya diperlukan bagi 12 pulau terluar

yang rawan dimasuki atau direbut negara lain. Diantaranya alat untuk pengelolaan air tawar dan

sinyal telepon seluler atau radio komunikasi. 

"Juga radar seperti untuk wilayah selatan Papua, Merauke, yang masih bolong sehingga bisa

dimasuki pesawat Australia," ujarnya. Dari catatan TNI, selusin pulau terluar yang rawan

diganggu negara lain misalnya Pulau Rondo, Berhala, Sekatung, Nipah, Marore, dan Rote.

Rektor ITB Akhmaloka mengatakan, kampusnya telah memiliki beberapa teknologi yang bisa

dipakai seperti penjernih air laut portable, juga panel surya. Alat tersebut siap dipakai jika

pemerintah berminat. "Universitas bikin teknologinya, tapi bukan pabrik. Tinggal koordinasinya

dengan pemerintah mau disalurkan ke mana," kata dia.

ANWAR SISWADI 

Page 2: bahan perbatasan

Panglima TNI Prioritaskan Lindungi Daerah Perbatasan  SABTU, 02 OKTOBER 2010 | 11:25 WIB

Besar Kecil Normal

 

Tiga orang prajurit marinir melakukan patroli rutin di sekitar Pulau Nipah, Batam, Kepulauan Riau

(16/1). Pulau Nipah merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara

Singapura. ANTARA/Feri

TEMPO Interaktif, Jakarta- Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan akan

mengutamakan pengawasan dan perlindungan di daerah-daerah perbatasan. Agus juga

menekankan perhatian terhadap pulau-pulau terluar tanah air dalam kepemimpinannya. "Daerah

perbatasan dan pulau terluar menjadi prioritas dalam program pembangunan 5 tahun ke depan,"

ujarnya usai upacara serah terima jabatan di Markas Besar TNI Cilangkap, Sabtu (2/10).

Agus mengatakan, penjagaan dan perlindungan terhadap daerah perbatasan dan pulau terluar sejalan dengan visi TNI dalam mempertahankan kedaulatan negara. Untuk mendukung perwujudan program tersebut, Agus menambahkan, TNI juga akan memperkuat alutsista (alat utama sistem persenjataan) sebagai sarana pembangunan kekuatan. 

Penguatan alutsista yang dimiliki TNI akan dilakukan secara bertahap namun pasti. "Kita paham bahwa membangun kekuatan besar dalam waktu singkat tidak mungkin. Pasti harus bertahap," terang dia.

Laksamana TNI Agus Suhartono hari ini resmi menggantikan Jenderal TNI Djoko Santoso yang telah 2 tahun 9 bulan memimpin TNI. Dengan banyaknya keterbatasan dan kendala yang dihadapi TNI, Agus juga mengharapkan dukungan dari para sesepuh TNI, masyarakat, pemerintah, dan parlemen. 

Page 3: bahan perbatasan

STRATEGI PENGEMBANGAN PERBATASAN WILAYAH KEDAULATAN NKRI

oleh :Eddy MT. Sianturi, SSi dan Nafsiah, SP, 

Peneliti Puslitbang Strahan Balitbang Dephan

Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara.

Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik, hukum nasional dan internasional. Dalam konstitusi suatu negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah.

Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik kegiatan antara lain :

a. Mempunyai dampak pentingbagi kedaulatan negara.

b. Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

c. Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara.

d. Mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional.

Ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam kerangka NKRI.

Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi concern setiap pemerintah yang wilayah negaranya berbatasan langsung dengan negara lain. Kesadaran akan adanya persepsi wilayah perbatasan antar negara telah mendorong para birokrat dan perumus kebijakan untuk mengembangkan suatu kajian tentang penataan wilayah perbatasan yang dilengkapi dengan perumusan sistem keamanannya. Hal ini menjadi isu strategis karena penataan kawasan perbatasan terkait dengan proses nation state building terhadap kemunculan potensi konflik internal di suatu negara dan bahkan pula dengan negara lainnya (neighbourhood countries). Penanganan perbatasan negara, pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Sabarno, 2001) .

Kondisi Daerah Perbatasan Saat Ini

Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah, penyelundupan barang dan jasa

Page 4: bahan perbatasan

serta kejahatan trans nasional (transnational crimes). Kondisi umum daerah perbatasan dapat dilihat dari aspek Pancagatra yaitu :

Aspek Ideologi.

Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia. Pada saat ini penghayatan dan peng-amalan Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup bangsa tidak disosialisasikan dengan gencar seperti dulu lagi, karena tidak seiramanya antara kata dan perbuatan dari penyelenggara negara. Oleh karena itu perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila yang terus-menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.

Aspek Politik.

Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang ke-rawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai

ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa. Situasi politik yang terjadi di negara tetangga seperti Malaysia (Serawak & Sabah) dan Philipina Selatan akan turut mempengaruhi situasi keamanan daerah perbatasan.

Aspek Ekonomi.

Daerah perbatasan merupakan daerah tertinggal (terbelakang) disebabkan antara lain :

1) Lokasinya yang relatif terisolir (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah.

2) Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.

3) Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).

4) Langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan masyarakat di daerah perbatasan (blank spot).

Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Maka tidak jarang daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit pelaku kejahatan dan teroris.

Aspek Sosial Budaya.

Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi dan komunikasi terutama internet, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh budaya asing tersebut banyak yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita, dan dapat merusak ketahanan nasional, karena mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Masyarakat daerah perbatasan

Page 5: bahan perbatasan

cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan lebih besar dan kehidupan ekonominya sangat tergantung dengan negara tetangga.

Aspek Pertahanan dan Keamanan.

Daerah perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, di tingkat regional maupun internasional baik secara langsung dan tidak langsung. Daerah perbatasan rawan akan persembunyian kelompok GPK, penyelundupan dan kriminal lainnya termasuk terorisme, sehingga perlu adanya kerjasama yang terpadu antara instansi terkait dalam penanganannya.

Permasalahan Yang Dihadapi

Penanganan perbatasan selama ini memang belum dapat dilakukan secara optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antara berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal. Lebih memprihatinkan lagi keadaan masyarakat sekitar daerah perbatasan negara, seperti lepas dari perhatian dimana penanganan masalah daerah batas negara menjadi domain pemerintah pusat saja, pemerintah daerahpun menyampaikan keluhannya, karena merasa tidak pernah diajak serta masyarakatnya tidak mendapat perhatian. Merekapun bertanya siapa yang bertanggung jawab dalam membina masyarakat di perbatasan ? Siapa yang harus menyediakan, memelihara infrastruktur di daerah perbatasan, terutama daerah yang sulit dijangkau, sementara mereka tidak tahu dimana batas-batas fisik negaranya ?

Kenyataan di lapangan ditemukan banyak kebijakan yang tidak saling mendukung dan/atau kurang sinkron satu sama lain. Dalam hal ini, masalah koordinasi yang kurang mantap dan terpadu menjadi sangat perlu untuk ditelaah lebih lanjut. Koordinasi dalam pengelolaan kawasan perbatasan, sebagaimana hendaknya melibatkan banyak instansi (Departemen/LPND), baik instansi terkait di tingkat pusat maupun antar instansi pusat dengan pemerintah daerah. Misalnya, belum terkoordinasinya pengembangan kawasan perbatasan antar negara dengan kerjasama ekonomi sub regional, seperti yang ditemui pada wilayah perbatasan antara Malaysia Timur dengan Kalimantan dengan KK Sosek Malindo dan BIMP-EAGAnya, serta dengan rencana pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Sanggau di Kalimantan Barat dan KAPET SASAMBA di Kalimantan Timur yang secara konseptual dan operasional perlu diarahkan dan dirancang untuk menumbuhkan daya saing, kompabilitas dan komplementaritas dengan wilayah mitranya yang ada di negara tetangga.

Selain isu koordinasi dalam pengembangan kawasan perbatasan, komitmen dan kebijakan Pemerintah untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi dalam pembangunan wilayah perbatasan telah mengalami reorientasi yaitu dari orientasi keamanan (security approach) menjadi orientasi kesejahteraan/pembangunan (prosperity/development approach). Dengan adanya reorientasi ini diharapkan penanganan pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut :

a) Pendekatan keamanan yang diterapkan Mabes TNI di dalam penanganan KK Sosek Malindo, walaupun berbeda namun diharapkan dapat saling menunjang dengan pendekatan pembangunan.

b) Penanganan KK Sosek Malindo selama ini ternyata tidak tercipta suatu keterkaitan (interface) dengan program pengembangan kawasan dan kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA, yang sebenarnya sangat relevan untuk dikembangkan secara integrative dan komplementatif dengan KK Sosek Malindo.

Page 6: bahan perbatasan

c) Terkait dengan beberapa upaya yang telah disepakati di dalam pengembangan kawasan perbatasan antar negara, khususnya di Kalimantan dengan KK Sosek Malindonya, diperlukan pertimbangan terhadap upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan tersebut melalui penanganan yang bersifat lintas sektor dan lintas pendanaan.

Isu pengembangan daerah perbatasan lainnya secara umum diilustrasikan sebagai berikut :

1) Kaburnya garis perbatasan wilayah negara akibat rusaknya patok-patok di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur menyebabkan sekitar 200 hektare hutan wilayah Republik Indonesia berpindah masuk menjadi wilayah Malaysia (Media Indonesia, 21 Juni 2001). Ancaman hilangnya sebagian wilayah RI di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur akibat rusaknya patok batas negara setidaknya kini menjadi 21 patok yang terdapat di Kecamatan Seluas, kabupaten Bengkayang, memerlukan perhatian. Selain di Kabupaten Bengkayang, kerusakan patok-patok batas juga terjadi di wilayah Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, masing-masing berjumlah tiga dan lima patok (Media Indonesia, 23 Juni 2001).

2) Pengelolaan sumber daya alam belum terkoordinasi antar pelaku sehingga memungkinkan eksploitasi sumber daya alam yang kurang baik untuk pengembangan daerah dan masyarakat. Misalnya, kasus illegal lodging yang juga terkait dengan kerusakan patok-patok batas yang dilakukan untuk meraih keuntungan dalam penjualan kayu. Depertemen Kehutanan pernah menaksir setiap bulannya sekitar 80.000-100.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan Timur dan sekitar 150.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan barat masuk ke Malaysia (Kompas, 20 Mei 2001).

3) Kepastian hukum bagi suatu instansi dalam operasionalisasi pembangunan di wilayah perbatasan sangat diperlukan agar peran dan fungsi instansi tersebut dapat lebih efektif. Contohnya, Perum Perhutani yang ditugasi Pemerintah untuk mengelola HPH eks PT. Yamaker di perbatasan Kalimantan-Malaysia baru didasari oleh SK Menhut No. 3766/Kpts-II/1999 tanggal 27 Mei 1999, namun tugas yang dipikul Perhutani meliputi menata kembali wilayah perbatasan dalam rangka pelestarian sumber daya alam, perlindungan dan pengamanan wilayah perbatasan dan pengelolaan hutan dengan sistem tebang pilih . Tugas ini bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah sehingga diperlukan dasar hukum yang lebih tinggi.

4) Pengelolaan kawasan lindung lintas negara belum terintegrasi dalam program kerja sama bilateral antara kedua negara, misalnya keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang terletak di Kabupaten Malinau dan Nunukan, di sebelah Utara Kalimantan Timur, sepanjang perbatasan dengan Sabah Malaysia, seluas 1,35 juta hektare. Taman ini merupakan habitat lebih dari 70 spesies mamalia, 315 spesies unggas dan ratusan spesies lainnya.

5) Kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan politis mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia, dimana terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia. Ancaman di bidang hankam dan politis ini perlu diperhatikan mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya di Kalimantan Barat dengan Serawak/Sabah hanya ada 2 pos lintas batas legal dari 16 pos lintas batas yang ada.

6) Kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia berlatar belakang untuk memperbaiki perekonomian masyarakat mengingat tingkat perekonomian Malaysia lebih berkembang.

Page 7: bahan perbatasan

7) Kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara pemicu orientasi perekonomian masyarakat, seperti di Kalimantan, akses keluar (ke Malaysia) lebih mudah dibandingkan ke ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kalimantan.

8) Tidak tercipta keterkaitan antar kluster social ekonomi baik kluster penduduk setempat maupun kluster binaan pengelolaan sumber daya alam di kawasan, baik keterkaitan ke dalam maupun dengan kluster pertumbuhan di negara tetangga.

9) Adanya masalah atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan akibat adanya peristiwa-peristiwa baik yang terkait dengan aspek ke-amanan dan politis, maupun pelanggaran dan eksploitasi sumber daya alam yang lintas batas negara, baik sumber daya alam darat maupun laut.

Berdasarkan isu strategis dalam pengelolaan daerah perbatasan negara selama ini, dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang menonjol di daerah perbatasan sebagai berikut :

a) Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut maupun darat.

b) Kondisi masyarakat di wilayah perbatasan masih tertinggal, baik sumber daya manusia, ekonomi maupun komunitasnya.

c) Beberapa pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan kayu/illegal lodging, tenaga kerja dan lain-lain.

d) Pengelolahan perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan maupun program.

e) Eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, terutama hasil hutan dan kekayaan laut.

f) Munculnya pos-pos lintas batas secara ilegal yang memperbesar terjadinya out migration, “economic asset” secara ilegal.

g) Mental dan professional aparat (stake holders di pusat dan daerah serta aparat keamanan di pos perbatasan).

Perkembangan Lingkungan Strategis

Masalah perbatasan tidak terlepas dari perkembangan lingkungan strategis baik internasional, regional maupun nasional. Dalam era globalisasi, dunia makin terorganisasi dan makin tergantung satu sama lain serta saling membutuhkan. Konsep saling keterkaitan dan ketergantungan dalam masyarakat internasional berpengaruh dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamananan. Berbagai negara sambil tetap mempertahankan identitas serta batas-batas teritorial negaranya, mereka membuka semua hambatan fisik, administrasi dan fiskal yang membatasi gerak lalu lintas barang dan orang.

Perkembangan kerjasama ASEAN diharapkan akan dapat menciptakan keterbukaan dan saling pengertian sehingga dapat dihindarkan terjadinya konflik perbatasan. Hal ini didukung oleh semakin meningkatnya hubungan masyarakat perbatasan baik dari sudut sosial budaya maupun ekonomi. Dalam era reformasi dan dengan kondisi kritis yang masih berkepenjangan, penanganan masalah perbatasan belum dapat dilakukan secara optimal.

Strategi Pengembangan Daerah Perbatasan

Page 8: bahan perbatasan

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Konsepsi peng-elolaan perbatasan negara merupakan “titik temu” dari tiga hal penting yang harus saling bersinergi, yaitu:

1) Politik Pemerintahan Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam wadah NKRI.

2) Pelaksanaan otonomi daerah yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama masyarakat di daerah-daerah.

3) Politik luar negeri yang bebas-aktif dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Oleh sebab itu dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus selalu memperhatikan dan berdasarkan tiga hal tersebut di atas.

Pembentukan Kelembagaan Khusus menangani Masalah Perbatasan. Persoalan pengelolaan perbatasan negara sangat kompleks dan urgensinya terhadap integritas negara kesatuan RI,sehingga perlu perhatian penuh pemerintah terhadap penanganan hal-hal yang terkait dengan masalah perbatasan, baik antar negara maupun antar daerah. Pengelolaan perbatasan antar negara masih bersifat sementara (ad-hoc) dengan leading sektor dari berbagai instansi terkait. Pada saat ini, lembaga-lembaga yang menangani masalah perbatasan antar negara tetangga adalah:

1) General Border Committee RI-PNG diketuai oleh Panglima TNI.

2) Join Border Committee RI-PNG (JBC) diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.

3) Join Border Committee RI-UNTAET (Timtim) diketuai oleh Dirjen Pemerintah Umum Departemen Dalam Negeri.

4) Join Commisison Meeting RI – Malaysia (JCM) diketuai oleh Departemen Luar Negeri yang sifatnya kerjasama bilateral.

Dalam penanganan masalah perbatasan agar dapat berjalan secara optimal perlu dibentuk lembaga yang dapat berbentuk :

Forum/setingkatDewan dengan keanggotaan terdiri dari pimpinan Institusi terkait. Dewan dibantu oleh sekretariat Dewan. Bentuk ini mempunyai kelebihan dan penyelesaian masalah lebih terpadu dan hasilnya lebih maksimal, karena didukung oleh instansi terkait. Sedangkan kelemahannya tidak operasional, keanggotaan se-ring berganti-ganti, sehingga kurang terjadi adanya kesinambungan kegiatan.

Badan (LPND) yang mandiri terlepas dari institusi lain dan langsung di bawah presiden. Bentuk ini mempunyai kelebihan bersifat otonom, hasil kebijakannya bersifat operasional dan personil terdiri dari sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang kerjanya. Sedangkan kelemahannya dapat terjadi pengambil-alihan sektor, sehingga kebijakan yang ditetapkan kurang didukung oleh sektor terkait.

Mewujudkan sabuk pengaman (koridor). Dalam menjaga kedaulatan Negara dan keamanan. Untuk lebih mewujudkan keamanan negara RI Khususnya di wilayah perbatasan dengan negara tetangga perlu diciptakan sabuk pengaman yang berfungsi sebagai sarana kontrol dimulai dari titik koordinat ke arah tertentu sepanjang perbatasan.

Penyusunan Program Secara Komprehensif dan Integral. Penyusunan program secara integral dan komprahensif dalam hal ini melibatkan sektor-sektor yang terkait dalam

Page 9: bahan perbatasan

masalah penanganan perbatasan, seperti masalah kependudukan, lalu lintas barang/perdagangan, kesehatan, ke-amanan, konservasi sumber daya alam.

Penataan batas negara dalam upaya memperkokoh keutuhan integritas NKRI. Penataan batas seperti yang telah diuraikan di atas berupa batas fisik baik batas alamiah ataupun buatan. Dengan kejelasan batas-batas tersebut akan memperjelas kedaulatan fisik wilayah negara RI.

Pembangunan Ekonomi dan Percepatan Pertumbuhan Perekonomian Perbatasan Berbasis Kerakyatan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan ketahanan di daerah perbatasan. Kualitas sumber daya manusia ataupun tingkat kesejahteraan yang rendah akan mengakibatkan kerawanan terutama dalam hal yang menyangkut masalah sosial dan pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas nasional secara keseluruhan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah perbatasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:

1) Potensi sumber daya alam setempat

2) Kelompok swadaya masyarakat.

Sedangkan bentuk usaha percepatan pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:

Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat adat/kelompok-kelompok swadaya masyarakt yang sudak ada.

Pemberdayaan, pendam-pingan dan penguatan peran serta perempuan dalam kegiatan perekonomian atau sosial.

Pengembangan wawasan kebangsaan masyarakat di kawasan perbatasan.

Menghidupkan peran lembaga keungan mikro dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian.

Identifikasi potensi dan pengembangan sektor-sektor unggulan di daerah perbatasan.

Sistem Keamanan Perbatasan

Sistem keamanan perbatasan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan sistem ke-amanan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga antara lain adalah Geografi, letak geografi Indonesia sangat strategis, karena berada di jalur perdagangan internasional. Hal-hal penting yang berkaitan dengan letak geografi antara lain :

Di wilayah laut, berbatasan dengan 10 negara (India,Malaysia, Singapura,Thailand, ietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia,Timor Lorosae).

Di wilayah darat, berbatasan dengan 3 negara (Malaysia,PNG dan Timor Lorosae).

Jumlah pulau 17.508, panjang pantai 80.791 Km, luas wilayah termasuk ZEE 7,7 juta Km lautan 5,8 juta Km.

Perbandingan luas wilayah darat dan laut adalah 1 : 3.

Page 10: bahan perbatasan

b. Sumber kekayaan alam di perbatasan perlu mendapatkan pe-ngamanan/perhatian serius yang meliputi :

1) Potensi pertambangan umum/migas

2) Potensi kehutanan

3) Potensi kehutanan/perkebunan

4) Potensi perikanan

Penutup

Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam penangannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal ini disebabkan karena semua bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada didarah perbatasan apabila tidak dikelola akan mem-punyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, ditingkat regional maupun internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang timbul sering dikarenakan adanya kesan jenjang sosial di dalam masyarakat, hal semacam inilah yang perlu untuk dihindari terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Pena-nganan yang mungkin dilakukan adalah secara adat, tetapi apabila sudah menyangkut stabilitas dan keamanan nasional maka hal tersebut akan menjadi urusan pemerintah.

Problematika Perbatasan Indonesia-MalaysiaOleh: Wahyu Susilo

RI Tak Punya Badan Khusus Urus Perbatasan

Jakarta, Sinar HarapanSaat ini tidak jelas departemen atau lembaga mana yang mendapat tugas khusus menangani masalah perbatasan RI. Ketika hal ini ditanyakan kepada Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Marty Natalegawa, dia mengakui memang belum ada departemen tertentu yang diberi tanggung jawab untuk khusus menangani masalah perbatasan secara keseluruhan.

Namun, katanya, walau demikian Deplu mencanangkan konsep border diplomacy yang intinya pendekatan yang sifatnya komprehensif dan terkoordinasi.

"Terlepas dari siapa yang bertanggung jawab akhirnya harus disampaikan 

Page 11: bahan perbatasan

melalui jalur diplomatik, jadi Deplu pastinya akan berperan," kata Marty kepada SH usai press briefing di Departemen Luar Negeri, Pejambon, Jumat (4/3).Sebagaimana diketahui, masalah perbatasan RI dengan negara-negara tetangga pada saat ini koordinasinya ditangani oleh instansi yang berbeda-beda. Misalkan, perbatasan RI-Timor Leste ditangani Departemen Luar Negeri, perbatasan RI-Papua koordinasi ada pada Mendagri, RI-Malaysia pada masa lalu di bawah Panglima TNI dst.Semasa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pernah ada gagasan membentuk tim pengelola perbatasan negara guna memperjelas siapa-siapa yang berhak menangani perbatasan, termasuk untuk menangani perundingan perbatasan dengan para tetangga.

Namun gagasan itu masih angan-angan. Pada masa lalu juga pernah ada panitia koordinasi wilayah nasional dan kini sudah tidak berfungsi lagi.

Berkaitan dengan ini Laksamana Muda (purn) Wahyono S.K., mantan Deputi Penelitian Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, mengatakan perlunya hal ini segera dikoordinasikan."Maksudnya agar ada badan yang sehari-hari menyimpan berbagai file perbatasan laut atau darat," katanya. Menurut dia yang ada sekarang sangat amatiran, jadi siapa yang ditunjuk maka dia yang menyimpan.Wahyono mengusulkan sebaiknya lembaga itu setingkat direktorat jenderal di bawah departemen tertentu. "Jadi di atasnya ada menteri, dan itu bisa di Deplu, Dephan atau Depdagri," katanya.Dalam catatan SH, saat ini, Indonesia memiliki sekurangnya 10 masalah perbatasan di laut yang belum tuntas. Dengan Australia telah disepakati batas bersama ZEE, namun hingga saat ini belum meratifikasi.

Page 12: bahan perbatasan

Ancaman tenggelamnya Pulau Nipah akibat penambangan pasir berpotensi mengubah garis perbatasan RI dengan Singapura, yang aktif melakukan reklamasi menggunakan pasir dari Riau.Dengan Malaysia, selain klaim di wilayah Ambalat juga belum ditetapkan batas laut pasca keputusan ICJ yang memenangkan Malaysia soal Sipadan-Ligitan. Indonesia dan Thailand juga belum tuntas menetapkan ZEE di Perairan Selatan Laut Andaman. Pulau Miangas, yang meski secara de facto dan de jure sah milik Indonesia, tetap saja Filipina suka menggunakan Treaty of Paris 1889 ketimbang UNCLOS 1982 untuk tetap mengklaim pulau tersebut. Batas laut RI - Timor Leste juga belum tuntas.

Harus Ada ArmadaSementara itu pengamat militer dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Begi Hersutanto kepada SH, menyatakan soal nota diplomatik Indonesia tidak akan banyak mendapatkan tanggapan sejauh Indonesia belum menempatkan armadanya untuk berpatroli di wilayah terluar Indonesia. Sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Internasional, klaim wilayah harus dibarengi oleh pengakuan dan kehadiran armada di wilayah tersebut."Nah bagaimana kita bisa memperoleh pengakuan atas klaim kita terhadap wilayah tertentu kalau kita tidak hadir secara nyata di sana? (Apabila-red) baru setelah ada klaim negara lain, baru meletakkan patroli di sana, itu kebijakan yang agak terlambat," kata Begi.Menurutnya, patroli harus dilakukan secara rutin di titik terluar perbatasan. Jika tidak, akan muncul persepsi yang bisa menjadi preseden buruk yaitu betapa mudahnya untuk menduduki wilayah Indonesia. "Kalau sampai ini terjadi lagi kan konyol namanya. Seharusnya Indonesia belajar banyak dari kasus Sipadan-Ligitan," Begi mengingatkan.

Page 13: bahan perbatasan

Ia menambahkan, jika pemerintah tidak berbenah, maka setiap nota diplomatik tidak akan pernah mendapat perhatian serius. Oleh sebab itu kini sudah waktunya Indonesia mengubah tatanan paradigma pertahanan, dengan memperkuat angkatan laut.Senada dengan Begi, mantan Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong mengatakan pemerintah seharusnya bersikap lebih tegas mengenai wilayah perbatasan. Pengukuran wilayah-wilayah terluar harus segera dilakukan kembali untuk menegaskan batas terluar wilayah Indonesia.

Pengadilan InternasionalMengenai tidak jelasnya wilayah perbatasan Indonesia, menurut Kepala Badan Pelatihan dan Pendidikan Departemen Pertahanan, Marsekal Muda Koesnadi Kardi, menyebabkan lemahnya posisi Indonesia jika masalah perbatasan dibawa ke pengadilan internasional seperti kasus Sipadan-Ligitan.Ia berpendapat, hanya perbatasan dengan negara Papua Niugini dan Timor Timur yang berbatasan darat dengan Indonesia, sedangkan perbatasan dengan negara lainnya berupa lautan. Pada titik inilah pemerintah harus segera berbenah. "Jika tidak, wilayah negara lain akan bertambah dan wilayah negara kita akan berkurang," katanya kepada SH. Ia menegaskan, pemerintah seharusnya mengembangkan strategi politik, strategi ekonomi dan strategi militer secara bersamaan untuk menjamin keamanan nasional.Komandan Pangkalan Angkatan Laut Letkol (Laut) Ibnu Parna mengatakan, TNI AL terus mengintensifkan patroli di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia di perairan di Pulau Kalimantan, antara Selat Ambalat hingga Pulau Karang Unarang.Keempat KRI yang berpatroli di wilayah perbatasan akan bergantian melakukan patroli, yakni KRI Wiratno, KRI Nuku, KRI Rencong, dan KRI Karel

Page 14: bahan perbatasan

Satsuit Tubun. KRI Wiratno membawa 60 personel TNI AL, KRI Nuku membawa 60 personel, KRI Rencong membawa 65 personel, KRI KS Tubun membawa 120 personel.

Indonesia Tak TerimaDalam press briefing, Marty menegaskan posisi Indonesia dalam soal Ambalat masih sama yaitu perairan Laut Sulawesi di sebelah timur Pulau Kalimantan adalah bagian dari wilayah Indonesia. Marty menegaskan Indonesia tidak dapat menerima klaim Malaysia tentang keabsahan peta Malaysia tahun 1979 yang sering dinyatakan pihak Malaysia dalam setiap kesempatan."Yang lupa mereka sampaikan adalah peta termaksud adalah peta yang dipermasalahkan bukan saja oleh Indonesia bahkan oleh sejumlah negara di Asia Tenggara," kata Marty.Inggris pun, kata Marty, pada saat itu mewakili Brunei Darussalam mempermasalahkan peta tersebut.Tampaknya pihak Malaysia menggunakan keputusan berkaitan Sipadan-Ligitan untuk menetapkan batas maritimnya, kata Marty. Hal itu tidak dapat diterima Indonesia karena kepemilikan Malaysia atas Pulau Sipadan-Ligitan tidak memberikan efek penuh terhadap batas maritim, dan sebagai bukan negara kepulauan Malaysia tidak bisa menggunakan klausul yang dimiliki oleh negara kepulauan seperti Indonesia.Sehubungan dengan landas kontinen, Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 mengatur antara lain negara kepulauan memiliki hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber alam atas landas kontinennya. Hak tersebut eksklusif, dengan pengertian tidak ada negara lain yang dapat melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber alam tanpa persetujuan khusus dari negara kepulauan yang bersangkutan.Malaysia telah menjawab nota protes tanggal 25 Februari lalu, yang

Page 15: bahan perbatasan

intinya menyampaikan bahwa wilayah itu adalah perairan Malaysia.

MASALAH PERBATASAN, KARENA PETA DASAR SETIAP NEGARA BERBEDAMonday, 30 August 2010 03:11

Jakarta, press3G- Terkait persoalan perbatasan Indonesia dengan Negara-Negara tetangganya, Anggota DPD RI Aida Zulaika Nasution Ismeth kepada press3G di Senayan-Jakarta, belum lama ini mengatakan,

penyebab belun terselesaikan, karena Peta dasar yang di pakai masing-masing Negara itu berbeda.

“ Indonesia kini memakai peta 2009, sedangkan Malaysia memakai peta 1979 “ ujarnya.  Selain itu, lanjut Aida, Singapura juga memisahkan diri dari Malaysia dan menyisahkan masalah perbatasan. Sementara itu, perbatasan RI-Malaysia belum terselesaiakan saat Singapura memisahkan diri. Karena itu Malaysia dan Singapura harus menuntaskan dulu persoalan perbatasannya 

Anggota DPD RI Provinsi Kepulauan Riau itu mengungkapkan, sebagian perbatasan wilayak Negara Indonesia dan Negara tetangga di dasarkan pada hasil perjanjian-perjanjian perbatasan, antara penjajahan Belanda dan Inggris, sedangkan perkembangan hukum internasional sesudah itu, tidak sepenuhnya disetujui oleh pihak yang terkait langsung, dalam hal ini Indonesia dengan Malaysia.

Melalui Deklarasi juanda dan UNCLOS/ United Nation Convention on The Law of The Sea 1982 ( Konvensi PBB tentang hukum laut internasional) Indonesia mengukuhkan diri sebagai Negara kepulauan, sedangkan Malaysia hanya di akui sebagai Negara pantai. 

Salah satu konsekuensi Deklarasi Juanda dan UNCLOS 1982 adalah melebarnya wilayah laut Negara Indonesia dan wilayah yuridikasi Indonesia. Yang di maksud dengan wilayah yuridikasi berdasarkan Undang-undang No. 43 tahun 2008 tentang zona Ekonomi eksklusif, Landas kontinen dan Zona Tambahan di mana Negara memiliki hak berdaulat dan kewenangan tertentu laianya.

“ Panorama Deklarasi Juanda, UNCLOS 1982 dan UU wilayah Negara membuat batas wilayah Indonesia masuk dalam wilayah yang di per-sengketakan “  ujar Aida. ApalagI, lanjutnya, pada kawasan Selat Malaka dan Selat Singapura, jarak pulau terdepan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia kurang dari 200 mil lau

Masalah Perbatasan Republik Indonesia – Republik Demokratik Timor Leste

Page 16: bahan perbatasan

Senin, 12 Juli 2010

Perlu diketahui, bahwa perbatasan antar negara Republik Indonedia (RI) dengan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) di Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di tiga Kabupaten yakni di Belu, Kupang dan Timor Timur Utara (TTU). Perbatasan di Belu terletak memanjang dari utara ke selatan bagian pulau Timor, sedangkanperbatasan Kabupaten Kupang dan TTU berbatasan dengan salah satu wilayah Timor Leste, yaitu di Oekusi yang terpisah dan berada di tengah wilayah Indonesia. Garis batas antar negara di NTT terletak di sembilan kecamatan. Satu kecamatan di Kabupaten Kupang, tiga kecamatan di TTU, dan lima kecamatan di Kabupaten Belu. Permasalahan batas dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu, Unresolved dan Unsurveyed. Unresolved adalah masalah perbatasan yang belum terselesaikan, sementara Unsurveyed maksudnya wilayah yang belum bisa disurvey karena ada penolakan warga. Permasalah batas meliputi tiga, Unresolved di Noel Besi/Citrana, Bijael Sunan/Oben dan Dilumil/Memo, serta satu Unsurveyed area yaitu di Subina.

Masalah Unresolved di Noel Besi/Citrana.

Daerah sengketa terletak di dusun Naknuka, dengan luas lebih kurang 1,069 hektare. Warga yang tinggal di wilayah tersebut berasal dari Kec. Citrana Distrik Oecusse dan ber KTP Timor Leste, masih ada hubungan kekeluargaan dengan masyarakat RI yng berada di desa Natemnanu utara Kec. Amfoang Timur, Kab. TTU-NTT. Warga yang tinggal di wilayah tersebut berjumlah 200 jiwa, yang meliputi 44 KK. 36 KK beragamaKatholik, dan delapan KK beragama Protestan. Di daerah tersebut ada bangunan baru yaitu Balai Pertahanan dan Perkebunan (Balai Pertanian, Perkebunan, Rumah Dinas, Aula Pertemuan dan Gudang), serta LSM OACP(Oecussee Ambono Community Programme) yang berjarak lebih kurang 2 Km dari Pamtas Yonif 744/SYB yang ada di Oepoil Sungai.

Pada November 2008, dilaksanakan pembangunan Pos Imigrasi RDTL, kemudian sempat dihentikan , setelah diadakan musayarah antara aparat pemerintah dan masyarakat. Tetapi kemudian ditemukan bagunan baruuntuk Kantor Pertanian dan Balai Pertemuan dan diresmikan oleh Menteri Pertanian RDTL pada bulan

Mei 2009. Selanjutnya pada mingu ke empat bulan April 2010 ditemukan pemasangan nama Gedungbertuliskan “MENESTERIO DA AGRI KULTURA”, dan penggunaan mesin pertanian di daerah Naktuka, serta terdapat LSM OACP (Oecussee Ambono Community Programme).

Masalah Unresolved di Bijael Sunan/Manusasi.

Daerah yang di sengketakan seluas lebih kurang 142,7 hektare, karena adanya perbedaan persepsi traktat, dan terkait masalah adat. Sebagai informasi, bahwa sebelum tahun 1893 daerah tersebut berada dalam kekuasaan masyarakat Timor Barat (Belanda), namun antara tahun 1893 – 1966 sudah dikuasai masyarakat Timor Timur (Portugal). Oleh karena itu, pada tahun 1966 garis batas di sepanjang Sungai Noel Miomafo digeser ke utara mengikuti pncak gunung, mulai dari puncak Bijael Sunan sampai barat laut Oben yang ditandai dengan pilar Ampu Panalak. Pemindahan batas wilayah tersebut dilakukan secara adat dan disaksikan oleh Gubernur Potugis, dan NTT pada saat itu belum ditemukan data tertulis.

Page 17: bahan perbatasan

Masalah Unresolved di Dilumil/Memo.

Permasalahan di Dilumil/Memo Kabupaten Belu mencakup daerah seluas lebih kurang 41,9 hektare, berada di delta Sungai Malibaka, akibat proses alamiah (pengendapan). Pihak RI pada awalnya menghendaki batas wilayah RI-RDTL berada disebelah timur delta, sedangkan pihak RDTL menghendaki di sebelah barat delta.Perkembangan terakhir, sesuai pertemuan TSC-BDR RI-RDTL tahun 2004, pihak RI menghendaki penarikan batas sesuai median line yang membagi dua river delta, meski di wilayah tersebut belum ada konflik batas wilayah dari masyarakat kedua negara.

Masalah Unsurveyed area di Subina-Oben.

Unsurveyed segment terdapat diantara Subina sampai  dengan  Oben  yang  sebenarnya  merupakan permasalahan  klaim hak ulayat masyarakat setempat. Masyarakat menolak daerah tersebut untuk di survey dan ditentukan batasnya,

sehingga tim dari RI – RDTL batal melaksanakan survey. Hingga sekarang, penyelesaian masalah Unsurveyedbelum ada titik temu. Mengingat, bahwa kesepahaman yang ada serta sesuai kesepakatan bersama pemerintah RI – RDTL sebagaimana tertuang dalam PA (Provisional Agreement) tanggal 8 Maret 2005, bahwakedua belah pihak sepakat dan menghormati hukum adat di daerah yang belum terselesaikan.

Terlepas dari itu semua, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri telah mengeluarkan Nota Protes Nomor. D/00172/01/2010/59 tanggal 27 Januari 2010 tentang keberadaan bangunan dan aktiva masyarakat Timor Leste di Unresolved Segment Noel Besi-Citrana, dan hingga sekarang pemertintah Timor Leste belum memberi tanggapan atas protes tersebut.

Secara fakta, warga Timor Leste yang memasuki wilayah (Unresolved Segment) tidak dilarang oleh Pos UPF, sedangkan warga Indonesia dilarang oleh petugasPos TNI. Sementara pendapat masyarakat Nakuta (Timor Leste) menganggap bahwa lahan tersebut sudah masuk wilayah Timor Leste. Sehingga pernah pasukan patroli pas-pam TNI yang melaksanakan patroli di wilayah Dusun Naktuka dianggap telah melanggar batas wilayah, dan pernah dihadang oleh masyarakat setempat dengan menggunakan parang, dan memutus jembatan serta memblokir jalan yang dilalui petugas TNI. Bahkan, pemangku adat Kerajaan Amfoang Robby G.J. Manoh pada tanggal 12 Juni 2009 pernah menyatakan, apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk menyelesaikan persoalan perbatasan, pihaknya menyatakan perang.

Dalam berbagai perundingan, kedua belah pihak sebenarnya sudah sepakat, bahwa permasalahan batas wilayah kedua negara, tidak akan bisa diselesaikan kalau hanya berpedoman pada treaty atau perjanjianBelanda-Portugis ketika itu. Oleh karena itu, kedua negara sepakat menggunakan PA (Provisional Agreement)yang ditandatangani tanggal 8 Mei 2005 tentang persetujuan kedua negara agar mempertimbangkan hukum adat sebagai bagian dari penyelesaian batas wilayah. (Tim Opini)

Page 18: bahan perbatasan

Pembangunan Perbatasan, Separatisme dan Nasionalisme

Submitted by Polsan on Tue, 03/10/2009 - 09:47. 

Analysis

Oleh: Mayor (Inf) Polsan Situmorang, SE., Kontributor TANDEF

Pasca reformasi, isu tentang perbatasan tidak pernah surut dari diskursus publik, bahkan semakin hari semakin gencar sehingga menjadi komoditas publik dan politik yang tiada habisnya. Kasus-kasus yang muncul pun silih berganti dan semakin beragam, baik itu berupa isu maupun suatu fakta realitas di lapangan, baik tingkat lokal, regional maupun internasional, dan isu yang terakhir adalah Askar Wataniah. Pemerintah daerah yang berbatasan langsung tidak memiliki kewenangan yang eksplisit untuk menangani kawasan perbatasan, selain dari aspek perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, karena terkait dengan kewenangan yang tidak diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten.

Mengapa Pasca Reformasi

Mengapa pasca reformasi isu perbatasan semakin mencuat ? Menurut hemat penulis adalah terjadinya pergeseran paradigma dalam pelaksanaan pembangunan dari sentralistis menjadi desentralistis. Paradigma yang mengandalkan sistem sentralistik sangat menekankan pendekatan tradisional, sehingga lokasi yang jauh dari pusat pemerintahan menjadi kurang diperhatikan bahkan terlupakan atau lebih ekstrim lagi dilupakan. Dalam konsepsi pemikiran tradisional pada konsteks politik kewilayahan bukan saja menyebabkan pemerintah lebih sibuk mengurus wilayah di lingkungan dan disekitar pusat pemerintahan, tetapi memiliki kecenderungan kurang memperhatikan wilayah yang lebih jauh dari pusat dan praktis melupakan daerah perbatasan. Sikap tradisional sistem pemerintahan yang menjadikan wilayah perbatasan sebagai daerah pinggiran dalam pertimbangan politik dan ekonomi merupakan suatu kesalahan masa lalu yang tak bisa ditolerir lagi.

Paradigma ini erat kaitannya dengan trilogi pembangunan yang menjadi dasar bagi Pemerintahan Orde Baru saat itu. Pendekatan trickle down effect pun tidak cocok untuk menjawab dan menganalisa proses pembangunan kawasan perbatasan, karena tetesan bahkan percikannya pun tidak sampai pada daerah-daerah perbatasan, sebagai daerah terdepan dengan negara tetangga atau dunia internasional. Bahkan yang terjadi merupakan hal kontradiktif, yakni terjadinya eksploitasi sumber daya alam, khususnya kehutanan atau kayu (illegal logging) besar-besaran dengan satu alasan “sebagai daerah sabuk pengaman atau daerah lini satu.”Masyarakat di kawasan perbatasan dapat dikategorikan “mendiami tanah perjanjian”. Karena masyarakat perbatasan dijanjikan dibangun unit sekolah baru mulai dari SD sampai dengan SMA, akan direkrut menjadi anggota baru TNI, POLRI, APDN, siapapun tahu bahwa mereka (masyarakat di kawasan perbatasan) memiliki kontribusi yang tak

Page 19: bahan perbatasan

ternilai dalam hal perjuangan di kawasan perbatasan, terutama pada saat curahan politik konfrontasi terhadap Malaysia dan usaha penghancuran dan penumpasan unsur-unsur yang dianggap sebagai pendukung PGRS/PARAKU pada tahun 1960-1970-an. Tetapi sampai saat ini, perbatasan masih identik dengan daerah terbelakang, terisolir, tertinggal, dan marginal, sehingga orientasi pemikiran, lebih dominan ke Serawak, karena lebih maju dan secara geografis lebih dekat, harga barang-barang terjangkau walaupun berkualitas. kondisi sosial budaya, tingkat pendidikan, dan kesehatan masih dalam kategori yang rendah bahkan sangat memprihatinkan.

Siapapun yang pernah mengunjungi wilayah perbatasan akan tahu bahwa lebih mudah untuk mendengar radio dan melihat TV negeri jiran. Maka apa yang dikatakan, kalau penduduk di daerah perbatasan merasa lebih akrab dengan suasana sosial–politik, bahkan kebudayaan dari negara tetangga merupakan sesuatu yang sangat lumrah. Jika mau jujur dengan fakta sejarah, maka pada proses hukum yang lagi ditegakkan di tanah air, kayu-kayu daerah lini satu perbatasan telah lama dieksploitasi, sehingga terjadi efek negatif yang membahayakan, dan merugikan pihak RI, bila kawasan perbatasan dirambah secara tak terkendali, oleh negara tetangga (polarization effect). Artinya, sumber kekayaan alam dan SDM suatu negara, ditarik ke negara tetangga tanpa memberikan manfaat bagi negara yang memiliki SDA dan SDM secara proporsional.

Terkait dengan efek polarisasi tersebut, sudah bukan rahasia umum lagi selama rezim Orde Baru perbatasan lebih didominasi oleh HPH tertentu, tetapi belum begitu gencar dikritisi oleh para pemerhati lingkungan hidup, supaya dikategorikan dan ditetapkan sebagai pelaku illegal logging, daripada masyarakat yang menebang satu pohon dihalamanya sekarang ini dituduh dan ditetapkan sebagai pelaku illegal logging.

Data dan fakta menunjukkan bahwa kawasan perbatasan Provinsi Kalimantan Barat, merupakan provinsi yang berbatasan dengan negara bagian Serawak Malaysia. Panjang garis perbatasan Kalimantan Barat dengan Sarawak adalah 966 kilometer, yang melintasi 113 desa dalam 15 kecamatan dan di 5 kabupaten. Aktivitas perlintasan batas tradisional melalui jalur darat lebih banyak terjadi di (5) lima kabupaten perbatasan tersebut. Oleh karena itu, selain pintu lintas batas resmi, di Kalimantan Barat juga terdapat banyak pintu lintas batas tidak resmi. Di wilayah ini tercatat sebanyak 50 jalur jalan setapak yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dan 32 kampung di Sarawak. Dari 50 jalan setapak tersebut, telah disepakati 16 desa di Kalimantan Barat dan 10 kampung di Sarawak sebagai Pos Lintas Batas (PLB).

Dari PLB-PLB tersebut, Entikong sejak 25 Februari 1991 telah diresmikan sebagai Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) atau istilah dalam keimigrasian disebut dengan Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), menyusul disepakati melalui SOSEK MALINDO Nanga Badau di Kapuas Hulu pada tanggal 17 Desember 1998 dan Aruk di Sambas pada tanggal 12 Mei 2005 sebagai PPLB/TPI yang diharapkan bisa dioperasikan pada tahun 2007, diharapkan dapat menyusul TPI Jagoi Babang Kab. Bengkayang. Namun kenyataannya masih menunggu waktu karena selalu berubah-ubah dan banyaknya kepentingan yang terjadi.

Fungsi Perbatasan

Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Daerah perbatasan adalah daerah batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah batas wilayah negara tetangga yang disepakati bersama berdasarkan perjanjian

Page 20: bahan perbatasan

lintas batas (crossing border agreement) antara Pemerintah Republik Indonesia Indonesia dan negara tetangga, berdasarkan peraturan perundang-undangan. Secara teoritis, perbatasan memiliki fungsi yang sangat krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya terdapat 5 (lima) fungsi perbatasan negara: pertama sebagai garis pertahanan suatu negara; kedua sebagai pelindung kegiatan ekonomi dalam wilayah; ketiga fungsi hukum; empat batas wilayah kekuasaan negara, dan kelima, sebagai aspek kepentingan suatu negara.

Batas negara pada dasarnya merupakan garda terdepan dalam hubungan dengan luar negeri atau dunia internasional. Untuk itu, dikenal konsep daerah frontier dan boundary. Frontier merupakan wilayah yang berada di depan, sedangkan boundary mengandung makna garis batas, yang tegas dalam aspek politik, sesuai dengan kedudukan suatu negara. Frontier dan boundary terkait dengan integrasi nasional dan kedaulatan NKRI.

NATO dan Wacana

Dalam mengatasi berbagai persoalan di perbatasan, pemerintah daerah kabupaten yang berbabatasan langsung, selama ini seolah-olah berjuang masing-masing untuk dirinya sendiri, belum diakomodir dan tidak terkoodirnir oleh pemerintah yang lebih atas secara terfokus dan integral. Program dan kegiatan masih sangat parsial dan dibawah payung atmosfer ego sektoral masing-masing leading sector. Padahal secara geopolitik dan geostrategi, satu jengkal tanah di Desa Sungkung Kecamatan Siding Kab. Bengkayang, satu jengkal tanah di Aruk Kecamatan Sajingan Kab. Sambas, Satu jengkal tanah di Suluh Tembawang Kecamatan Entikong Kab. Sanggau, dan satu jengkal tanah di Jasa Kecamatan Ketunggau Hulu Kab. Sintang serta satu jengkal tanah di Badau Kec. Badau Kab. Kapuas Hulu merupakan tanah yang sah dalam bingkai kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Nation State Indonesia) yang harus djaga, dan dilindungi oleh seluruh warga Negara RI.

Apabila argumentasi klasik tetap menjadi alasan yang fundamental yakni wilayah NKRI terlalu luas, maka jawabannya diperlukan strategi dan kebijakan khusus untuk menangani persoalan-persoalan krusial di perbatasan. Strategi dan kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang integral dan holistik. Tidak waktunya lagi untuk mencari “kambing hitam dan kambing putih”, mengedepankan aspek pertahanan dan keamanan semata (security), tetapi aspek kesejahteraan (prosperity approach) yang selama ini didengungkan dapat diimplementasikan secara bertahap. Aspek kesejahteraan juga beragam sebagaimana yang tercantum dalam indek pembangunan daerah (regional development index), yakni mulai dari pembangunan ekonomi, pembangunan manusia, pembangunan lingkungan hidup, pembangunan insfruktur dasar, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pembangunan kawasan perbatasan bukan zamannya lagi dijadikan isu dan komoditas politik oleh berbagai pihak, sebagai tempat rekreasi berbagai instansi, tetapi perlu tindakan nyata secara profesional dan proporsional oleh pemerintah secara berjenjang. Karena Wacana tanpa aksi nyata dan komitmen yang kuat akan sia-sia, dan kondisi yang demikian akan bertentangan dengan keharusan konstitusional dari sebuah tatanan negara modern. Akhirnya, Quo Vadis Pembangunan Perbatasan ? Masih menjadi pertanyaan besar bagi segenap pihak yang konsen terhadap perbatasan antar negara.

Page 21: bahan perbatasan
Page 22: bahan perbatasan