03 bab i

15
1 BAB SATU PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah Swt. telah memberikan bermacam kenikmatan yang tiada terkira bagi manusia. Diantara kenikmatan tersebut adalah nikmat gizi yang Allah berikan ketika masa kecil melalui menyusui. Setiap anak yang baru dilahirkan memiliki hak yang bisa dipenuhi oleh ibunya. Islam menghimbau kepada ibu untuk menyusui anak hingga berusia dua tahun. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut: ا أراد أن آ ده أو اتا وا) اة : ٢٣٣ ( Artinya: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna (Al Baqarah: 233) Asal hukum menyusui bagi seorang ibu adalah sunnah. Hal itu terjadi bila seorang ayah merupakan orang yang mampu dan ada orang lain yang mau menyusui anaknya. Jika semua hal itu tidak ada, maka menyusui anak tersebut hukumnya wajib. 1 Kata al-walidat dalam penggunaan al-Qur’an berbeda dengan kata ummahat yang merupakan bentuk jamak dari kata umm. Kata ummahat biasanya digunakan 1 Ahmad Shawi al-Maliki, Hasyiyah al-‘Allamah as-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, (Semarang: Toha Putera tt) hlm. 108-109

Upload: afdhalul-ulfa

Post on 27-Jun-2015

347 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 03 BAB I

1

BAB SATU

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah Swt. telah memberikan bermacam kenikmatan yang tiada terkira bagi

manusia. Diantara kenikmatan tersebut adalah nikmat gizi yang Allah berikan ketika

masa kecil melalui menyusui. Setiap anak yang baru dilahirkan memiliki hak yang

bisa dipenuhi oleh ibunya. Islam menghimbau kepada ibu untuk menyusui anak

hingga berusia dua tahun. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah al-Baqarah

ayat 233 sebagai berikut:

)٢٣٣:�! �ةا (وا��ا��ات ����� أو�ده� ����� آ����� ��� أراد أن � ا������

Artinya: Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun

penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna (Al Baqarah: 233)

Asal hukum menyusui bagi seorang ibu adalah sunnah. Hal itu terjadi bila

seorang ayah merupakan orang yang mampu dan ada orang lain yang mau menyusui

anaknya. Jika semua hal itu tidak ada, maka menyusui anak tersebut hukumnya

wajib.1

Kata al-walidat dalam penggunaan al-Qur’an berbeda dengan kata ummahat

yang merupakan bentuk jamak dari kata umm. Kata ummahat biasanya digunakan

1 Ahmad Shawi al-Maliki, Hasyiyah al-‘Allamah as-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain,

(Semarang: Toha Putera tt) hlm. 108-109

Page 2: 03 BAB I

2

untuk menunjuk kepada para ibu kandung, sedangkan al-walidat artinya adalah para

ibu, baik ibu kandung atau bukan. Ini berarti bahwa, al-Qur’an sejak dini telah

menggariskan bahwa air susu ibu, baik susu ibu kandung maupun bukan, adalah

makanan terbaik buat bayi setidaknya sampai usia dua tahun. Namun demikian,

tentunya air susu ibu kandung yang lebih pantas dari selainnya. Dengan menyusu

pada ibu kandung, anak merasa lebih tenang dan tenteram sebab menurut penelitian

ilmuwan, ketika menyusu, bayi mendengar suara detak jantung ibu yang telah

dikenalnya secara khusus sejak dalam kandungan. Detak jantung wanita lain berbeda

dengan ibunya sendiri.2

Tidak ada salah menyusui dilakukan lebih dari 2 tahun. Yang jelas, ASI tetap

memiliki zat imun yang melindungi bayi dari berbagai penyakit. Banyak para ahli

medis membuktikan bahwa menyusui dapat memberikan ibu proteksi dari berbagai

penyakit. Makin lama ibu menyusui, makin besar proteksi yang diberikan. Ibu dapat

terminimalisasi dari risiko terkena kanker payudara, kanker ovarium (indung telur),

kanker uterine (rahim), osteoporosis, dan sebagainya.3

Penyusuan yang selama dua tahun itu, walaupun diperintahkan, bukan

merupakan perintah wajib karena dipahami dari penggalan ayat yang menyatakan

“Bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” Akan tetapi, anjuran ini sangat

ditekankan, seolah-olah hampir merupakan perintah wajib. Apabila kedua orang

2 M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol, I (Jakarta: Lentera Hati 2002), hlm. 503

3 Kelly Bonyata, Menyusui Lebih Dari Dua Tahun, di akses pada tanggal 21 April 2010 dari

http://asuh.wikia.com/wiki/Menyusui_lebih_dari_dua_tahun

Page 3: 03 BAB I

3

tuanya sepakat untuk mengurangi masa tersebut, maka tidak mengapa. Di sisi lain,

masa dua tahun dapat menjadi tolak ukur bila terjadi perbedaan pendapat ketika ibu

atau bapak ada yang ingin memperpanjang masa penyusuan.4

Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa seorang hakim dapat memaksa

seorang ibu untuk menyusui anaknya. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa

seorang ibu hanya dianjurkan (mandub) untuk menyusui anaknya. Oleh karena itu,

hakim tidak berhak memaksa kecuali hanya dalam keadaan darurat, dan tanggung

jawab menyusui anak dibebankan kepada ayah bukan kepada sang ibu.5

Perbedaan pendapat ini disebabkan adanya perbedaan pemahaman dalam

memahami ayat 233 dalam surah al-Baqarah. Sebagian ulama memahami bahwa ayat

ini sebagai perintah pada seorang ibu untuk menyusui anaknya. Pendapat ini mereka

dukung dengan potongan lain dalam surah al-Baqarah ayat 233 yang menyatakan:

&�)٢٣٣:�! �ة ا (�*(�ر وا��ة '���ه� و� ����د �) '��

Artinya: “Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan juga seorang

ayah karena anaknya” (Al Baqarah: 233 )

Jumhur ulama memahami perintah dalam ayat ini bukanlah sebagai perintah

wajib melainkan sunnah (mandub), di samping ayat itu merupakan petunjuk bagi

suami istri dalam persoalan menyusukan anak. Didukung dengan firman Allah Swt.

dalam surah at-Talaq ayat 6:

4 M. Quraisy Shihab, Tafsir…, hlm. 504 5 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa Ad’illatuhu, Juz X, (Beirut: Dar al-Fikr al-Ma’asir,

1998) hlm. 7274

Page 4: 03 BAB I

4

)34�:٦ق ا ( 01��/ �) أ.�ىوإن *��+�*

Artinya: Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh

menyusukan (anak itu) untuknya (At Talaq: 6)

Menurut jumhur ulama fiqih, seorang ibu dianjurkan untuk menyusui

anaknya, karena susu ibu lebih baik bagi anaknya dan kasih sayang ibu dalam

menyusukan anak lebih dalam. Di samping itu menyusukan anak merupakan hak bagi

ibu sebagaimana juga menjadi hak bagi sang anak.6

ASI merupakan bahan makanan yang diberikan Allah Swt. kepada seorang

bayi melalui payudara ibunya pada awal masa kehidupan. Menyusui sebaiknya

dilakukan segera setelah proses kelahiran bayi dan setiap kali bayi ingin menyusu.

Pemerintah bahkan telah berupaya untuk mendukung berkurangnya masalah gizi

dengan cara Program Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Program Inisiasi Menyusui Dini

adalah suatu program pemberian ASI eksklusif secara langsung kepada bayi setelah

lahir. Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa

tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi7.

Sebaiknya, bayi sesaat setelah dilahirkan langsung diberikan ASI karena saat itu ASI

mengandung unsur kolostrum, yaitu jenis susu yang diproduksi pada tahap akhir

kehamilan dan pada hari-hari awal setelah melahirkan. Warnanya kekuningan dan

6 Wahbah Zuhaily, al-Fiqh …, hlm. 7275 7 Utami Roesli, Mengenal ASI Ekskusif (Jakarta : PT Elex Komputindo, 2001) hlm. 3

Page 5: 03 BAB I

5

kental. Meski jumlahnya tidak banyak, kolostrum memiliki konsentrasi gizi dan

imunitas yang tinggi,8 yang merupakan nutrisi pertama paling penting bagi bayi.

Disamping mengandung antibodi yang melindungi bayi dari infeksi dan faktor

pertumbuhan yang membantu perkembangan secara normal dan pematangan

pencernaan.9

Diantara akibat penyusuan dalam perkawinan Islam adalah penghalang bagi

seseorang untuk menikah dengan wanita yang menyusuinya yang lebih dikenal

dengan radha'ah. Persusuan akan menjadikan orang yang disusui menjadi mahram

bagi ibu radha'ahnya, dan haram pula ia menikah dengan putri-putri ibu tersebut,

baik putri itu sebagai anak kandung (nasab) maupun anak susuan. Demikian pula

diharamkan bagi pemuda itu (jika yang disusui laki-laki) menikah dengan saudara-

saudara perempuan ibu tersebut karena mereka sebagai bibi-bibinya.

Memberikan ASI merupakan hal yang esensial bagi manusia, maka sebagian

orang berpikir tentang beragam cara agar semua orang dengan segala aktivitas dapat

menyusui (memberikan ASI) tanpa mengganggu kinerja kerjanya termasuk dengan

cara sedot ASI.

Para ilmuwan Eropa telah menghadirkan ide untuk mendirikan Bank ASI,

dengan tujuan membantu para ibu yang tidak bisa menyusui bayinya secara langsung,

baik karena kesibukan bekerja, maupun kesulitan yang lain seperti ASI yang tidak

8 Michael Gottstein, Kolostrum, di akses pada tanggal 21 April 2010 dari

http://asuh.wikia.com/wiki/Kolostrum 9 Sunardi, Ayah Beri Aku ASI, Cet. I (Solo: Aqwa Medika, 2008) hlm. 48

Page 6: 03 BAB I

6

bisa keluar, dan begitu juga bagi ibu pengidap penyakit yang bisa mempengaruhi

produksi ASI-nya untuk diberikan kepada bayi. Pendirian Bank ASI ini juga

bertujuan untuk membantu bayi yang lahir secara prematur maupun yang ditinggal

mati oleh ibunya.10

Namun, masih terdapat rasa kekhawatiran dari sebagian masyarakat mengenai

timbulnya mahram antara donatur susu (para ibu) dengan para bayi yang menyusu,

sehingga ketika bayi sudah mencapai usia dewasa, kemudian dia menikahi wanita

yang ASInya dia konsumsi, maka dikhawatirkan terjadi perkawinan yang dilarang

karena hubungan persusuan.

Semenjak itu, pendirian Bank ASI menimbulkan kritik dari kalangan ulama

Islam dalam menyikapinya. Diantara ulama kontemporer yang tidak membenarkan

adanya bank air susu adalah Dr. Wahbah Az-Zuhayli dan juga Majma’ Fiqih Islami.

Dalam kitab Fatawa Mua`sirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan institusi

bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah. Demikian juga dengan Majma’ Fiqih

Islami melalui Badan Muktamar Islam yang diadakan di Jeddah pada tanggal 22-28

Desember 1985/10–16 Rabiul Akhir 1406. Lembaga ini, dalam keputusannya,

menentang keberadaan bank air susu ibu di seluruh negara Islam serta mengharamkan

pengambilan susu dari bank tersebut, berdasarkan disiplin ilmu Fikih dan

perbincangan mendalam yang berlangsung dalam 2 sesi, dengan tiga alasan, yaitu:

10 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,

2003) hlm. 1475

Page 7: 03 BAB I

7

1. Bank ASI merupakan eksperimen bangsa Barat, namun institusi ini semakin

kurang mendapat perhatian karena timbul analisa-analisa negatif berdasarkan

kajian dan tinjauan ilmiah.

2. Dalam Islam telah disepakati bahwa sesuatu yang diharamkan sebab

persusuan sama dengan yang diharamkan sebab nasab, sementara Islam

datang dengan tujuan menjaga kepentingan keturunan nasab, sedangkan Bank

ASI bisa jadi menyebabkan percampuran keturunan dengan ibu radha’ahnya,

dan juga dengan bayi lain yang mengonsumsi susu dari ibu radha’ah tersebut.

3. Bayi-bayi yang kekurangan berat badan atau mengidap penyakit-penyakit

tertentu masih boleh dirawat melalui proses penyusuan biasa pada ibu

kandung atau penyusu upahan. Dari sudut ini, institusi Bank Susu dilihat tidak

relevan diwujudkan.

Karena beberapa sebab tersebut, majelis menetapkan seperti berikut:

a) Menentang perwujudan Bank-Bank ASI di seluruh negara Islam;

b) Mengharamkan pengambilan susu dari Bank tersebut.11

Berbeda dengan Yusuf Qardhawi, sebagai ulama kontemporer dia pernah

melontarkan pemikiran kontroversial tentang perwujudan Bank ASI. Menurutnya,

pendirian Bank ASI tidaklah dilarang oleh agama karena tidak dijumpai alasan untuk

melarang (mani’) asalkan bertujuan untuk mewujudkan tujuan yang kuat dan untuk

11 Syaikh ‘Abdul ‘Azis Ibn Fauzan, Bunuk al-Hillib, di akses pada tanggal 12 Juni 2010 dari

http://www.islammessage.com/articles.aspx?cid=1&acid=141&aid=1494

Page 8: 03 BAB I

8

memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi bagi bayi prematur (yang tidak

mempunyai daya dan kekuatan) terlebih bayi yang ditinggal mati oleh ibunya.12

Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian

air susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala

dari Allah dan terpuji di sisi manusia. Sebenarnya wanita itu bahkan boleh menjual

air susunya bukan sekedar menyumbangkan. Sebab di masa nabi, para wanita yang

menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian sehingga hukumnya

memang diperbolehkan untuk menjual air susu.

Selain Yusuf Qardhawi, yang menghalalkan bank susu adalah Al-Ustadz Asy-

Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Cairo. Beliau menyatakan bahwa

hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua

orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari

satu saksi laki-laki. Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu

tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak

bayi tersebut.13

Salah satu metode yang digunakannya dalam menemukan hukum adalah

metode ijtihad tarjih intiqa’i (selektif), yaitu memilih satu pendapat dari beberapa

pendapat terkuat yang terdapat pada warisan fiqih Islam yang penuh dengan fatwa

dan keputusan hukum dengan tidak membatasi satu mazhab, melainkan beberapa

12 Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Islam Kontemporer, Jilid II, terj. Abdul Hayi al-Kattani dkk

(Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 783 13 Syaikh ‘Abdul ‘Azis Ibn Fauzan, Bunuk al-Hillib, di akses pada tanggal 12 Juni 2010 dari

http://www.islammessage.com/articles.aspx?cid=1&acid=141&aid=1494

Page 9: 03 BAB I

9

mazhab sehingga dapat dipilih pendapat yang terkuat dalil dan alasannya dan sesuai

dengan kaidah tarjih.14

Munculnya perbedaan pendapat mengenai timbul atau tidaknya hubungan

mahram karena proses persusuan dalam Bank ASI merupakan masalah yang

memerlukan perhatian yang tinggi karena tidak diketahui siapa pendonor susu

tersebut dan bisa jadi si pengonsumsi ASI akan menikahi ibu yang mendonorkan susu

tersebut atau anak dari ibu itu sehingga umat Islam akan terjatuh dalam perbuatan

yang dilarang oleh agama.

Oleh karena itu, penulis tertarik menghadirkan pemikiran dari Yusuf

Qardhawi beserta metode istinbat hukum yang diterapkan karena beliau merupakan

sosok ulama yang ahli dalam bidang hukum Islam yang banyak mengeluarkan

pendapat yang kontroversial, bahkan ada yang menganggapnya merupakan ahli

bid’ah.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah meliputi hal-hal tersebut di bawah ini:

1. Bagaimanakah pandangan Yusuf Qardhawi terhadap adanya Bank ASI?

2. Bagaimana proses istinbat hukum Yusuf Qardhawi mengenai kebolehan Bank

ASI dan implikasi pandangannya dalam hukum radha'ah?

14 Yusuf Qardhawi, Ijtihad Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan, terj, Ahmad

Barmawi, M.Ag, (Jakarta: Restu Ilahi, 2004), hlm. 23-24

Page 10: 03 BAB I

10

C. Tujuan Pembahasan

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang Bank ASI

terhadap hukum radha’ah.

2. Untuk mengetahui proses istinbat hukum Yusuf Qardhawi tentang kebolehan

Bank ASI dan implikasinya terhadap hukum radha’ah.

D. Penjelasan Istilah

Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah kunci dalam penelitian ini,

maka disini dijelaskan maknanya sebagai berikut:

1. Bank ASI: Suatu sarana yang dibuat untuk menolong bayi-bayi yang tak

terpenuhi kebutuhan ASInya. Di tempat ini, para ibu dapat menyumbangkan

air susunya untuk diberikan kepada bayi-bayi yang membutuhkan.

2. Implikasi: Keterlibatan atau keadaan terlibat; apa yang termasuk atau

tersimpul; sesuatu yang disugestikan tetapi tidak dinyatakan.15 Yaitu implikasi

pandangan Yusuf Qardhawi mengenai persusuan dalam Bank ASI terhadap

hukum radha’ah.

3. Radha’ah: Secara etimologis, radha’ah atau ridha’ah berarti suatu nama

untuk isapan atau sedotan air susu dari al-sadyu (susu), baik susu manusia

maupun susu binatang. Karena titik berat dalam pengertian lugawi ini terletak

15 Pusat Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)

hlm. 427

Page 11: 03 BAB I

11

pada isapan dari al-sadyu, maka jika air susu itu diperah kemudian diberikan

kepada seseorang, hal ini bukan dinamakan radha’ah. Dalam pengertian

lugawi, tidak disyaratkan besar kecil orang yang menyusu.16 Dengan kata lain

siapapun yang menyusu baik itu anak-anak, maupun orang dewasa, baik

kepada manusia maupun kepada binatang tetap dinamakan radha’ah.

Sedangkan sebagian Ulama fikih mendefinisikan radha’ah dengan,

“Masuknya air susu manusia kedalam perut seorang anak yang umurnya tidak

lebih dari dua tahun.”17

4. Wacana: Ucapan; Percakapan; Kuliah18

5. Pemikiran: Proses, cara atau perbuatan berpikir terhadap problem yang

memerlukan pemecahan.19

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa metode dan

teknik antara lain :

1. Teknik Pengumpulan Data

16 Abdurrahman Al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah, juz IV. (Beirut : Dar

al-Fikr, tt). hlm 223

17 Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2003) hlm. 1470

18 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia, edisi

ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka : 2006), hlm 1358

19 Pusat Bahasa…, hlm 892

Page 12: 03 BAB I

12

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Library Research

(Penelitian Kepustakaan) untuk mendapatkan data-data dalam menyusun teori

sebagai landasan ilmiah dengan mengkaji dan menelaah pokok-pokok permasalahan

dari literatur yang mendukung dan berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. Data-

data penulis kumpulkan berdasarkan sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sumber datanya adalah sebagai berikut:

a. Sumber Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat,20 Adapun sumber data

tersebut diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan ini antara

lain:

- Fatwa-fatwa Kontemporer

- Sistem Pengetahuan Islam

- Ijtihad Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan

b. Sumber Data Sekunder

Data yang diperoleh dari bahan pustaka21. Adapun sumber sekunder yang

dijadikan rujukan adalah:

- Al-Muhalla bi al-Asar

- Al-Fiqh al-Islam wa ‘Adillatuhu

- Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib al-Arba’ah

20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2005) hlm. 51 21 Soerjono Soekanto, Pengantar...., hlm. 51

Page 13: 03 BAB I

13

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka (literatur)22 yaitu

menghimpun data yang berasal dari buku-buku dan naskah-naskah yang berkaitan

dengan permasalahan tersebut.23 Dalam penelitian ini, data yang akan dihimpun

merupakan data yang berkaitan dengan hukum radha’ah dalam Bank ASI.

c. Sumber Tersier

Sumber data yang diperoleh sebagai pelengkap dengan memberikan gambaran

dan pemaparan tentang kejadian mengenai orang, tindakan, dan pembicaraan secara

apa adanya.24

2. Metode Analisa Data

Data disajikan berdasarkan metode deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk

menggambarkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data yang ada lalu

dianalisis, diinterpretasikan, dan dikomparasikan.25

a. Pendekatan

Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis dengan cara

mengumpulkan data, memferifikasi, mengevaluasi, dan memperoleh kesimpulan

yang kuat.26 Setelah itu dihubungkan ke peristiwa-peristiwa dengan memperhatikan

unsur, tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku peristiwa tersebut.

23 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004) hlm. 151

24 Moleong, Metodologi Penelitian, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 105 25 Cholid Narboko, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002) hlm. 44

26 Cholid Narboko, Metodelogi …, hlm 17

Page 14: 03 BAB I

14

b. Teknik Analisa Data

Data yang telah berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif dengan

menggunakan metode komparatif,27 yaitu memaparkan data-data yang terkait dengan

masalah pembahasan yang ditemukan dalam berbagai literatur, kemudian

membandingkan mana yang lebih kuat dalilnya dan kesimpulannya diambil melalui

logika induktif yaitu memaparkan masalah-masalah yang bersifat khusus kemudian

ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum.28 Metode ini digunakan sebagai

metode analitis berdasarkan teori umum yang pasti kebenarannya tentang hukum

radha'ah dalam Bank ASI.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis berpedoman kepada

buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa dan Pedoman Transliterasi Arab

Latin, yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda

Aceh Tahun 2004. Sedangkan untuk penerjemahan ayat-ayat Al-Quran dikutip dari

Al-Quran dan Terjemahannya yang diterbitkan oleh Yayasan Penyelenggaraan

Penterjemahan Al-Quran Departemen Agama RI Tahun 1990.

F. Sistematika Pembahasan

Agar skripsi ini menjadi satu kesatuan yang kronologis dan sistematis maka

pembahasan yang akan disusun adalah sebagai berikut:

27 Cholid Narboko, Metodelogi …, hlm. 105

28 Cholid Narboko, Metodelogi …, hlm. 105

Page 15: 03 BAB I

15

I. Bab I, dalam bab ini penulis membahas latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, penjelasan istilah, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

II. Bab II, dalam bab ini akan dibahas landasan teori yang terkait dengan tema

skripsi dengan menjabarkan pengertian radha'ah dan Bank ASI, dasar

hukum radha'ah, rukun dan syarat radha'ah, serta prosedur pendonoran dan

pengambilan susu di Bank ASI.

III. Bab III membahas perspektif ulama kontemporer tentang Bank ASI,

pandangan dan metode istinbat hukum Yusuf Qardhawi tentang Bank ASI

dan implikasinya terhadap hukum radha’ah.

IV. Bab IV merupakan bagian terakhir dari penyusunan skripsi ini yang

berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta saran.