bab i pendahuluan 1.1. latar belakang -...

68
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang, kondisi perekonomian di Indonesia saat ini juga semakin maju dan berkembang, oleh karena itu pemerintah semakin menekankan kepada setiap warga Negara untuk taat dan patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan yang berlaku saat ini. Dengan kondisi Negara yang seperti tersebut diatas, maka pemerintah memerlukan sumber penerimaan yang cukup besar untuk dapat menjalankan roda pemerintahan guna membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran untuk pemerintahan pusat maupun daerah. Bagi Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara. Sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Bagi pemerintah, pajak adalah sumber pendapatan yang digunakan untuk kepentingan bersama. Semakin besar pajak yang dibayarkan masyarakat, semakin besar pula pendapatan yang diterima Negara. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan biaya dan juga pengeluaran yang pengembaliannya tidak secara langsung dapat dirasakan sehingga pajak merupakan pengeluaran yang harus diperhitungkan dalam setiap keputusan yang diambil oleh perusahaan.

Upload: buianh

Post on 04-Mar-2018

232 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang, kondisi perekonomian di

Indonesia saat ini juga semakin maju dan berkembang, oleh karena itu

pemerintah semakin menekankan kepada setiap warga Negara untuk taat dan

patuh terhadap Undang-Undang Perpajakan yang berlaku saat ini. Dengan

kondisi Negara yang seperti tersebut diatas, maka pemerintah memerlukan

sumber penerimaan yang cukup besar untuk dapat menjalankan roda

pemerintahan guna membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran untuk

pemerintahan pusat maupun daerah.

Bagi Negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang

akan digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara. Sebaliknya bagi

perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Bagi

pemerintah, pajak adalah sumber pendapatan yang digunakan untuk

kepentingan bersama. Semakin besar pajak yang dibayarkan masyarakat,

semakin besar pula pendapatan yang diterima Negara. Sedangkan bagi

perusahaan, pajak merupakan biaya dan juga pengeluaran yang

pengembaliannya tidak secara langsung dapat dirasakan sehingga pajak

merupakan pengeluaran yang harus diperhitungkan dalam setiap keputusan

yang diambil oleh perusahaan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

2

Pajak merupakan beban bagi perusahaan yang dapat mengurangi laba

bersih yang seharusnya didapatkan perusahaan, oleh karena itu meminimalkan

beban pajak adalah salah satu fungsi manajemen keuangan melalui fungsi

perencanaan pajak. Dalam melakukan pengelolaan pajak, perusahaan harus

melakukan upaya-upaya agar beban yang ditimbulkan dari pajak dapat ditekan

sekecil mungkin untuk memperoleh peningkatan laba bersih setelah pajak.

Upaya untuk menekan beban pajak sekecil mungkin adalah dengan

menggunakan perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak adalah

langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan

dan penelitian terhadap peraturan pajak agar dapat diseleksi jenis tindakan

penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan

perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimalkan kewajiban

pajak (Suandy, 2013:6).

Ada berbagai jenis objek yang menjadi sasaran pajak, salah satu yang

paling umum dikenal masyarakat adalah pajak penghasilan pribadi PPh 21.

Dalam perusahaan pasti terdapat sumber daya manusia yang bekerja semi

kelangsungan hidup perusahaan sehingga mendapatkan apresiasi dari

perusahaan yang disebut gaji. Gaji adalah beban perusahaan yang wajib

diberikan kepada karyawan setiap bulannya atau dalam periode tertentu

sebagai imbalan atas hasil kerja yang telah dilakukan untuk perusahaan. Oleh

karena itu maka beban gaji adalah beban rutin yang dikeluarkan perusahaan

setiap bulannya dan menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

3

terbentuknya laba perusahaan. Sebab itu ada hubungan antara PPh 21 dengan

PPh badan (PPh 25).

Untuk dapat melakukan penghematan terhadap pajak, terutama Pajak

Penghasilan (PPh) baik pribadi maupun badan dapat dilakukan dengan

perencanaan pajak pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan bagi

karyawan. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk memotong PPh

21 karyawan. Metode yang pertama adalah gross method yaitu metode dimana

karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya. Metode kedua

yang bisa dipilih adalah net method yaitu metode perusahaan menanggung

pajak karyawannya. Dan metode ketiga yaitu metode dimana perusahaan

memberikan tunjangan pajak kepada karyawannya sejumlah PPh yang

terutang melalui Tunjangan Pajak, dan metode ini disebut juga gross up

methode.

Penulis memilih Apotek K-24 sebagai tempat penelitian karena

perusahaan ini merupakan perusahaan yang baru akan beroperasi sehingga

kemungkinan terjadinya perencanaan pajak belum dilakukan. Oleh karena itu

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Tax

Planning Pemberian Tunjangan PPh 21 Untuk Meminimalkan Beban

Pajak Pada Apotek K-24 Demak Surabaya”.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

4

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka

rumusan masalah untuk penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penerapan perencanaan pajak atas pemberian

tunjangan PPh 21 kepada karyawan di Apotek K-24 Demak

Surabaya ?

2. Bagaimana penerapan perencanaan pajak untuk meminimalisir

beban pajak Apotek K-24 Demak Surabaya ?

3. Bagaimana hubungan antara Pemberian tunjangan PPh 21 kepada

karyawan dengan beban pajak Apotek K-24 Demak Surabaya ?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perencanaan pajak atas pemberian tunjangan

PPh 21 kepada karyawan di Apotek K-24 Demak Surabaya

2. Untuk mengetahui penerapan perencanaan pajak untuk

meminimalisir beban pajak Apotek K-24 Demak Surabaya

3. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian tunjangan PPh 21

kepada karyawan dengan beban pajak Apotek K-24 Demak

Surabaya

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

5

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dengan disusunnya penelitian ini

adalah:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk menambah

pengetahuan dan dapat dipergunakan sebagai bahan untuk studi

banding dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang

khususnya yang berkaitan dengan PPh 21 dan PPh badan.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dalam

mengevaluasi kondisi perpajakan yang ada di perusahaan serta

data dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan agar dapat meminimalisir beban pajak perusahaan

sehingga dapat meningkatkan laba bersih perusahaan.

b. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk

memberikan kesempatan menerapkan ilmu yang didapat di

bangku kuliah dalam kasus kehidupan sehari-hari yang terjadi

dalam sebuah perusahaan.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

6

c. Bagi Akademisi

Dapat dijadikan bahan referensi untuk generasi yang akan

datang saat akan melakukan penelitian serupa juga untuk

melakukan pengembangan penelitian atas panalitian ini.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

7

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Pajak

Menurut Waluyo (2011:2) menyatakan bahwa banyak para ahli

memberikan batasan tentang pajak seperti yang dikemukakan oleh :

Prof. Dr. J. A. Adriani yang diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo

“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan

dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.

Menurut Prof. Edwin R. A. Seligman dalam buku Essay in Taxation

yang diterbitkan di amerika menyatakan: “Tax is compulsory contribution

from the person to the government to depray the expenses incurred in the

common interest of all, without reference to special benefit conferred”. Dari

definisi tersebut terlihat bahwa adanya kontribusi seseorang yang ditujukan

kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada

seseorang. Demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan

manfaatnya kepada masyarakat.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

8

Menurut Philip E. Taylor dalam buku the Economics of Public Finance

memberikan batasan pajak seperti diatas hanya menggantikan without

reference dengan little reference.

Menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen

Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak

oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang

ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontrapretasi, dan semata-mata

digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De Economics Betekenis

Belastingen (Terjemahan): Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang

terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa

adanya kontrapretasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,

dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang

berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” menyatakan: “Pajak

adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oeh penguasa

berdasarkan norma-norma hokum, guna menutup biaya produksi barang-

barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari

definisi tersebut tidak tampak istilah “dipaksakan” karena bertitik tolak pada

istilah “iuran wajib”. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontrapretasi

menekankan pada mewujudkan kontrapretasi itu diperlkan pajak.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

9

Menurut Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar

Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) menyatakan: “Pajak adalah

iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tidak mendapat jasa timbale (kontrapretasi), yang langsung dapat

ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

2.1.2. Pajak penghasilan

2.1.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan

Menurut Harnanto (2013:77) Pajak Penghasilan adalah Pajak yang

dikenakan atas penghasilan kena pajak yang diperoleh atau diterima oleh

wajib pajak dalam jangka waktu satu tahun berdasarkan tarif tertentu.

2.1.2.2. Subjek Pajak

Waluyo (2013:99),Subjek pajak dapat diartikan sebagai orang yang

dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan

dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Pengertian Subjek Pajak meliputi orang pribadi, warisan yang

belum terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap,

sebagai berikut :

a. Orang pribadi

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau

berada di Indonesia atau di luar Indonesia.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

10

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak

pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang

berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan.

c. Badan

Badan berdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, BUMN/BUMD dengan nama bentuk apapun, firma, kongsi,

koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi

massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan

bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.

d. Bentuk Usaha Tetap

Yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang

dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di

Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam

jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan di Indonesia.

2.1.2.3. Objek Pajak

Waluyo (2013:109) menyatakan bahwa objek pajak dapat diartikan

sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak

terutang. Objek pajak untuk PPh adalah penghasilan. Pengertian

penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

11

atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun

dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah

kekayaan kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apapun. Dilihat dari mengalirnya (inflow) tambahan

kemampuan ekonomis kepada subjek pajak, penghasilan dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan

bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter,

notaris, aktuaris, akuntan, pengacara dan sebagainya.

b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

c. Penghasilan dari modal atau investasi, yang berupa harta gerak

ataupun harta tidak bergerak seperti bunga, dividen, royalty, sewa,

keuntungan penjualan, harta atau hak yang tidak dipergunakan

untuk usaha, dan lain sebagainya.

d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan lain

sebagainya.

Sesuai Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang

termasuk penghasilan sebagai objek pajak dengan nama dan bentuk

apapun termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pension, atau imbalan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

12

dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang

Pajak Penghasilan.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan

c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pegalihan harta termasuk:

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal.

2. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekuritas, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya.

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pegamilalihan usaha, atau organisasi

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

4. Keuntungan karena pengambilan harta berupa hibah, bantuan

atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan

keagamaan atau badan pendidikan, badan social termasuk

yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha

mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya

dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara

pihak-pihak yang bersangkutan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

13

5. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,

atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

e. Penerimaan kembali penerimaan pajak yang telah dibebankan

sebagai biaya, dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian

sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalty, atau imbalan atas penggunaan hak

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

n. Premi asuransi

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya

yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau

pekerjaan bebas.

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenai pajak

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

14

q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah

r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dan

s. Surplus Bank Indonesia.

2.1.2.4. Penghasilan yang Tidak Termasuk sebagai Objek Pajak

Pasal 4 ayat (3) terdapat penghasilan yang tidak termasuk kategori

penghasilan yang dikenakan PPh, yaitu:

a. Terdiri dari:

1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh

badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh penerima

zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya

wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang

diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan

oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan

yang berhak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan

peraturan pemerintah.

2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan

pendidikan, badan social, termasuk yayasan, koperasi, atau

orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

15

ketentuannya diatur dengan/atau berdasarkan peraturan Menteri

Keuangan.

Sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,

kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.

b. Warisan

c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai

pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau

kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. Kecuali yang

diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan

pajak secara final atau Wajib Pajak yang meggunakan norma

penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.

f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan

terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, koperasi, badan usaha

milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal

pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia, dengan syarat:

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

16

2. Bagi Perseroan Terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima

dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan

dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah

modal disetor.

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya

telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh

pemberi kerja maupun pegawai.

h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension

(perhatikan huruf “g”) dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan

dengan Peraturan Menteri Keuangan.

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang

unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif.

j. Dihapus

k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan

menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan

pasangan usaha tersebut:

1. Merupakan perusahaan mikro kecil, menengah atau yang

menjalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

17

Perusahaan Modal Ventura adalah suatu perusahaan yang

kegiatan usahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha)

dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu.

l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba

yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian

dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang

membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan

prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun

sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,

dan

n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan/atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

18

2.1.2.5. Penghasilan Tidak Kena Pajak Sesuai Undang-Undang

Pajak Penghasilan 2012

Untuk menghitung berapa PTKP yang dapat diberikan kepada

seorang Wajib Pajak sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu

kondisi Wajib Pajak antara lain status menikah/belum serta tanggungan.

Berdasarkan PMK-162/PMK.011/2012 yang mulai berlaku 1 januari

2013, PTKP dapat diberikan kepada:

a. Rp. 24.300.000 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah)

untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.

b. Rp. 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) Tambahan

untuk Wajib Pajak yang kawin.

c. Rp. 24.300.000 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah)

Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami sebagaimana yang dimaksud pasal 8

ayat (1) UU PPh.

d. Rp 2.025.000 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) Tambahan

untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam

garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi

tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap

keluarga.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

19

2.1.2.6. Tarif Pajak

Besarnya Tarif Pajak berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1)

Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya tarif Pajak Penghasilan

yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam

Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di

Indonesia, sebagai berikut:

Tabel 2.1

Tarif Pajak Penghasilan

Lapisan Penghasilan Kena Paja Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh

Juta Rupiah)

5%

(Lima Persen)

Di atas Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta

Rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000,00

(Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah)

15%

(Lima Belas Persen)

Di atas Rp. 250.000.000,00 (Dua Ratus Lima

Puluh Juta Rupiah) sampai dengan Rp.

500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah)

25%

(Dua Puluh Lima

Persen)

Di atas Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta

Rupiah)

30%

(Tiga Puluh Persen)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

20

2.1.3. Pajak Penghasilan Pasal 21

2.1.3.1. Pengertian PPh 21

Menurut Waluyo (2011:201) Pajak Peghasilan (PPh) Pasal

21 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atas

penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan

pembayaran lain dengan nama apa pun sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak

Orang pribadi dalam negeri.

2.1.3.2. Tarif Pajak PPh Pasal 21 Bagi Wajib Pajak yang memiliki

NPWP

Tarif pajak yang digunakan sebagai tarif pemotongan atas

penghasilan yang terutang PPh 21 yaitu tarif pajak sebagaimana

diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak

Penghasilan, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan

pemerintah. Besarnya tarif PPh 21 yang diterapkan terhadap

Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) dapat dibuktikan dengan cara menunjukkan kartu

NPWP.

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf “a” Undang-Undang Pajak

Penghasilan diterapkan atas:

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

21

1. Jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran

imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat

berkesinambungan.

2. Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran

yang bersifat utuh dan tidak dipecah yang diterima oleh

peserta kegiatan.

2.1.3.3. Tarif Pajak PPh Pasal 21 Bagi Wajib Pajak yang tidak

memiliki NPWP

Terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP) diatur tersendiri dalam menghitung

besarnya PPh Pasal 21 Terutang. Aturan dimaksud meliputi

berikut ini:

1. Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh

Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen)

daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang

memiliki NPWP.

2. Jumlah PPh Pasal 21yang harus dipotong sebagaimana

dimaksud pada butir 2 sebesar 120% (seratus dua puluh

persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya

dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

22

3. Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada

butir 1 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21

yang bersifat tidak final.

4. Dalam hal pegawai tetap atau penerima pension berkala

sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh

Pasal 21 denga tarif yang lebih tinggi sebagaimana

dimaksud pada butir 1 mendaftarkan diri untuk

memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalan

tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum

pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember,

PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan

tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut

diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk

bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok

Wajib Pajak.

2.1.3.4. Pemotong Pajak

Pemotong Pajak atas penghasilan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk

apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang pribadi

dalam negeri, Wajib Pajak dilakukan oleh:

1. Pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan,

baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

23

unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,

dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa

pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau

jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk

bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat

termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah,

instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga

negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di

luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium,

tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam

bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatan, jasa, dan kegiatan.

3. Dana Pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga

kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pension

dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas serta badan yang membayar:

a. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang

dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek

Pajak Dalam Negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang

melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

24

atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama

persekutuannya.

b. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan

oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Luar

Negeri.

c. Honorarium atau imbalan lain kepada peserta

pendidikan, pelatihan, dan magang.

5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah,

organisasi yang bersifat nasional dan internasional,

perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang

menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium,

hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apa pun kepada

Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berkenaan

dengan suatu kegiatan.

2.1.3.5. Kewajiban Pemotong Pajak

1. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai berikut:

a. setiap pemotong pajak, termasuk organisasi internasional

yang tidak dikecualikan sebagai pemotong pajak wajib

mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor

Penggalian dan Pengamatan Potensi Perpajakan setempat.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

25

b. pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang

diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban

perpajakannya kepada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor

Penyuluhan Pajak dan Pengamatan Potensi Perpajakan

setempat.

2. Kewajiban menghitung, memotong, dan menyetorkan sebagai

berikut:

a. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan

menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang

untuk setiap bulan kalender.

b. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh

pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk

setiap masa pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank

yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10

(sepuluh) hari setelah masa pajak berakhir.

c. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib

melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh 21 dan/atau

PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak yang dilakukan

melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh

Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ke Kantor Pelayanan Pajak

tempat pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah masa

pajak berakhir.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

26

d. Bila tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21

dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada huruf

“a” dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh

Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada huruf “b” bertepatan

dengan hari libur termasuk hari sabtu atau libur nasional,

penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh

Pasal 26 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

e. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus

memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas

penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap

atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan

setelah tahun kalender berakhir.

f. Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan

Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana

dimaksud pada huruf “a” harus diberikan paling lama 1

(satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.

3. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus

memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas

pemotongan PPh Pasal 21 selain pegawai tetap dan penerima

pension berkala, serta bukti pemotongan PPh Pasal 26 setiap

ali melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal

26.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

27

a. Bila dalam 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima

penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran

penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh

Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat

dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan kalender. Bentuk

formulir pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

ditetapkan dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak

tersendiri.

b. Jumlah penghasilan yang menjadi dasar penghitungan

kembali PPh Pasal 21 tersebut, didasarkan pada kewajiban

pajak subjektif yang melekat pada pegawai tetap yang

bersangkutan dan untuk pegawai tetap yang kewajiban

pajak subjektifnya berawal atau berakhir dalam tahun

pajak, dengan penghitungan sebagai berikut.

1. Apabila pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam

negeri dan mulai atau berhenti bekerja dalam tahun

berjalan, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan

pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima

atau diperolehnya dalam tahun pajak yang

bersangkutan dan tidak disetahunkan.

2. Apabila pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam

negeri yang merupakan pendatang dari luar negeri,

dan mulai bekerja di Indonesia dalam tahun berjalan,

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

28

penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah

penghasilan yang sebenarnya diperoleh dalam

bagian tahun pajak yang bersangkutan dan

disetahunkan.

3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja sebelum

tahun kalender berakhir karena meninggal dunia atau

meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,

maka pada akhir bulan berhentinya pegawai tersebut,

penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah

penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperoleh

dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan dan

disetahunkan.

c. Apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan

perhitungan kembali tersebut lebih besar dari jumlah

pajak yang telah dipotong, kekurangannya dipotong

dari pembayaran gaji pegawai yang bersangkutan untuk

bulan pada wakt dilakukannya penghitungan kembali.

d. Apabila jumlah pajak terutang berdasarkan

penghitungan kembai tersebut lebih rendah dari jumlah

pajak yang telah dipotong, kelebihannya

diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji

untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan

kembali.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

29

2.1.3.6. Subjek Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan

Pasal 21 yaitu orang pribadi yang merupakan:

1. Pegawai;

2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat

pension, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua,

termasuk ahli warisnya;

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh

penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau

kegiatan, antara lain meliputi:

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang

terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter,

konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak,

bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara,

kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain

drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

c. Olahragawan;

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan

moderator;

e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik,

computer dan system aplikasinya, telekomunikasi,

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

30

elektronika, fotografi, ekonomi dan social serta pemberi

jasa kepada suatu kepanitiaan;

g. Agen iklan;

h. Pengawas atau pengelola proyek;

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan

atau yang menjadi perantara;

j. Petugas penjaja barang dagangan;

k. Petugas dinas luar asuransi;

l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct

selling dan kegiatan sejenis lainnya.

4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh

penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam

suatu kegiatan, antara lain meliputi:

a. Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain

perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu

pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

b. Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau

kunjungan kerja;

c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai

penyelenggara kegiatan tertentu;

d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;

e. Peserta kegiatan lainnya.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

31

2.1.3.7. Objek Pajak PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21

sebagai berikut:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap,

baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun

tidak teratur.

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima

pension secara teratur berupa uang pension atau

penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan

kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang

diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang

manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,

dan pembayaran lain sejenis.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas,

berupa uang harian, upah mingguan, upah satuan, upah

borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa

honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan

nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang

dilakukan.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

32

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang

saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah

atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

dan imbalan sejenis dengan nama apa pun.

2.1.3.8. Tunjangan Pajak

Apabila kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, tunjangan

pajak tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan,

sehingga dalam perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji pegawai yang

bersangkutan, tunjangan pajak tersebut ditambahkan pada penghasilan

yang diterimanya.

Dalam perhitungan pajak penghasilan di Indonesia (PPh21), ada

3 metoda yg bisa digunakan, yaitu :

1) Net Method

Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan

menanggung pajak karyawannya

2) Gross Method

Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan

menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya

3) Gross-Up Method

Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan

memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan

jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

33

Methoda Gross-Up, akan menghasilkan tunjangan pajak sama

dengan jumlah pajak penghasilan terhutang.

Untuk mendapatkan besaran tunjangan pajak tersebut, ada

beberapa cara yaitu sebagai berikut:

1) Penghitungan Iterasi

Iterasi pertama akan menghasilkan awal pajak terhutang yang

akan dijadikan inisial besaran tunjangan pajak, yang akan merubah

besaran penghasilan brutto kembali.

Iterasi berikutnya akan menghitung kembali besaran pajak

terhutang baru, untuk dihitung selisihnya dengan tunjangan pajak

sebelumnya, jika masih ada selisih, update pajak terhutang baru

menjadi komponen tunjangan pajak baru. Hitung kembali pajak

terhutang baru, dan demikian seterusnya sampai tidak didapatkan

selisih antara besaran tunjangan pajak dengan pajak terhutang. Dengan

metode ini, biasanya untuk mendapatkan hasil akhir dibutuhkan 3

sampai 15 iterasi (tergantung dari besaran penghasilan yang

bersangkutan).

2) Penghitungan Cepat

Formulasi Gross-Up PPh Pasal 21 terbagi dalam 5 lapisan

rentang PKP, sesuai dengan lapisan tarif yang terdapat dalam pasal 17

Undang-Undang Pajak Penghasilan (Tarif Progresif) :

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

34

A. Lapisan I

Untuk PKP antara Rp. 0 hingga Rp. 47,500,000 atau 0 < X <

47,500,000.

Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp.0 X 5/95 + (0)

B. Lapisan II

Untuk PKP antara Rp 47,500,000 hingga Rp 217,500,000 atau

47,500,000 < X < 217,500,000

Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp. 47,500,000 X 15/85 (+)

Rp 2,500,000

C. Lapisan III

Untuk PKP antara Rp. 217,500,000 hingga Rp 405,000,000 atau

217,500,000 < X < 405,000,000

Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp 217,500,000 X 25/75 (+)

Rp 32,500,000

D. Lapisan IV

Untuk PKP > Rp 405,000,000

Tunjangan PPh = PKP setahun (-) Rp 405,000,000 X 30/70 (+)

Rp 95,000,000

2.1.4. Perencanaan Pajak

Suandy (2013:6) menyatakan bahwa perencanaan pajak adalah langkah

awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan

penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

35

penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya perencanaan pajak

(tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.

Harnanto (2013:3) mengatakan bahwa definisi dari perencanaan pajak

adalah suatu proses pengintegrasian usaha-usaha Wajib Pajak atau

sekelompok Wajib Pajak untuk meminimalkan beban atau kewajiban

pajaknya, baik yang berupa Pajak Penghasilan maupun pajak-pajak yang lain;

melalui pemanfaatan fasilitas perpajakan, penghematan pajak (tax saving),

dan penghindaran pajak (tax avoidance) yang sesuai dengan atau tidak

menyimpang dari ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Harnanto (2013:3) menyatakan bahwa tujuan perencanaan pajak adalah

untuk meminimisasi beban atau pajak yang terutang (dalam tahun berjalan

dan tahun-tahun berikutnya).

Suandy (2013:7) menyatakan bahwa jika tujuan perencanaan pajak

adalah untuk merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan

serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda

dengan tujuan pembuat undang-undang maka tax planning di sini sama

dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya

berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after taxreturn)

karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk

dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali.

Suandy (2013:7) mengemukakan untuk meminimumkan kewajiban

pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

36

ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan

(unlawful).

Ukuran yang digunakan dalam mengukur kepatuhan peraturan wajib

pajak adalah sebagai berikut:

a. Tax saving, upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan

menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak

pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau

pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil

dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang

besar.

b. Tax avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan

yang dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil

jumlah pajak yang terhutang.

Suandy (2008:7), tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan

untuk memenuhi hal-hal sebagai berikut :

a. Menghilangkan/menghapus pajak sama sekali;

b. Menghilangkan/menghapus pajak dalam tahun berjalan;

c. Menunda pengakuan penghasilan

d. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain;

e. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan

membentuk badan usaha baru;

f. Menghindari pengenaan pajak ganda;

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

37

g. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau

membentuk, memperbanyak, atau mempercepat pengurangan pajak.

Suandy (2008:8), manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya adalah

sebagai berikut :

a. Mengatur alur kas, merupakan perencanaan yang dapat mengestimasi

kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga

perusahaan dapat menyusun anggaran kasnya dengan lebih akurat.

b. Penghematan kas keluar, adalah perencanaan pajak yang dapat menghemat

pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan. Prinsip-prinsip untuk

menghemat pajak :

a. Memanfaatkan secara optimal ketentuan-ketentuan perpajakan yang

berlaku.

b. Menyebar penghasilan kebeberapa tahun untuk menghindari pajak yang

tinggi.

c. Mengambil beberapa keuntungan dari pemilihan bentuk-bentuk tepat.

d.Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga dapat

diukursecara keseluruhan penggunaan tarif pajak dan potensi

penghasilannya.

Motivasi Perencanaan Pajak

Menurut Suandy (2013:10), motivasi dilakukannya perencanaan pajak

pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

38

a. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), merupakan alternatif dari berbagai

sasaran yang menjadi tujuan dalam sistem perpajakan. Faktor-faktor yang

mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, antara lain :

a) Jenis Pajak yang akan dipungut.

b) Subjek Pajak.

c) Objek Pajak.

d) Besarnya Tarif Pajak.

e) Prosedur pembayaran pajak.

b. Undang-undang Perpajakan (Tax Law). Tidak ada undang-undang yang

mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam

pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain, seperti

Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan,

dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Sering terjadi pertentangan antara

ketentuan pelaksanaan tersebut dengan undang-undang itu sendiri karena

adanya penyesuaian dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam

mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akibatnya terbuka celah

(loopholes) bagi Wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat

kesempatan tersebut untuk melakukan perencanaan pajak yang baik.

c. Administrasi Perpajakan (Tax Administration). Indonesia sebagai negara

yang sedang membangun masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan

administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong

perusahaan untuk melaksanakan perencanaan dengan baik untuk

menghindari sanksi administrasi maupun pidana yang diakibatkan karena

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

39

adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan perusahaan

selaku Wajib Pajak karena luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan

sistem informasi yang belum efektif.

Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak

Suandy (2013:13) menyebutkan dalam arus globalisasi dan tingkat

persaingan yang semakin tinggi, seorang manajer dalam membuat suatu

perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan secara

keseluruhan harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat local

maupun internasional. Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan

yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai

urutan tahap-tahap berikut ini:

1. Menganalisis informasi yang ada

2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak

3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak

5. Memutakhirkan rencana pajak (Barry Spitz, 1983)

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

40

2.2. PENELITIAN TERDAHULU

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti

(Tahun)

Judul

Penelitian

Variabel

yang

digunakan

Alat Analisis Hasil Penelitian

1 Ardiantha

Saputra

(2005)

Analisis

Perencanaan

Pajak

Melalui

Revaluasi

Aktiva Tetap

dan

Penghitungan

Besarnya

Pajak

Terhutang

Wajib Pajak

Badan

Variabel

Independen:

Revaluasi

Aktiva tetap

Variabel

Dependen:

Pajak

Terutang

Wajib Pajak

Badan

Analisis

Deskriptif

Kuantitatif

menggunakan

Analisis

Statistik

Penelitian ini

membuktikan

bahwa

penerapan

perencanaan

pajak melalui

kebijakan

revaluasi aktiva

tetap tersebut

memberikan

penghematan

pajak yang

signifikan, dan

hasil ini berlaku

juga bagi semua

perusahaan

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

41

anggota populasi

penelitian

.Penelitian juga

ini

mengungkapkan

bahwa

penerapan

revaluasi aktiva

tetap akan

menurunkan

biaya

penyusutan atas

selisih revaluasi.

1 Nurjannah

(2013)

Implementasi

Perancanaan

Pajak (Tax

Planning)

untuk

penghematan

jumlah pajak

penghasilan

pada PT.

Semen

Variabel

Independen:

Perencanaan

Pajak (Tax

Planning)

Variabel

Dependen:

Jumlah

Pajak

Analisis

Deskriptif

Kuantitatif

Tanpa

menggunakan

Analisis

Statistik

Penerapan tax

planning yang

meniadakan

fasilitas mobil

dinas bagi

direksi

berdampak

positif terhadap

biaya

pemeliharaan

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

42

Bosowa

Maros

Penghasilan pabrik, dimana

anggaran untuk

mobil tersebut

dialihkan

menjadi biaya

operasional

pabrik yang

telah dikoreksi

sebesar Rp

87.747.105,00

dan temuan

lainnya yang

digunakan untuk

menghemat

pajak yaitu

biaya sebesar

Rp

700.000.000,00

yang berasal

dari jamuan

perusahaan pada

kegiatan tertentu

dan beban

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

43

handphone

sebesar

Rp

22.061.170,00

yang digunakan

untuk fasilitas

dinas direksi

2.2.1. Persamaan: antara penelitian ini maupun penelitian yang sudah ada

di atas terdapat persamaan dalam variable terikatnya yaitu Beban

Pajak

2.2.2. Perbedaan: sedangkan untuk perbedaan yang terdapat antara

penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah variable X atau

variable bebasnya.

2.3. KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai factor yang telah diidentifikasi sebagai masalah

yang penting. Kerangka pemikiran yang baik akan menjelaskan secara teoritis

hubungan antara variable yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan

hubungan antara variable independen dan dependen.

Tunjangan PPh 21

(X)

Beban Pajak Badan

(Y)

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif

Kualitatif dengan pendekatan Studi Kasus. Sugiyono (2010:29), mendefinisikan

“Penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau

menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat

kesimpulan yang lebih luas”.

3.2. Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel

3.2.1. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya

akan diduga, sedangkan populasi untuk penelitian ini adalah Penerapan

Tax Planning pemberian tunjangan PPh Pasal 21.

3.2.2. Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili

populasi dalam penelitian, dan untuk sampel dalam penelitian ini

adalah Apotek K-24 Demak Surabaya.

3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang suatu hal, kemudian

ditarik kesimpulan. Variabel penelitian dapat dibedakan menjadi Variabel

Independen dan Variabel Dependen (terikat). Variabel Independen adalah Variabel

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

45

yang memengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variable Dependen (terikat). Sedangkan Variabel Dependen (terikat) adalah

variable yang dipengaruhi atau menjadi akibatkarena adanya variable bebas.

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

a. Penerapan Tax Planning pemberian Tunjangan PPh Pasal 21 Karyawan

(Variabel Independen)

Tunjangan PPh Pasal 21 Karyawan yaitu tunjangan yang diberikan

oleh pemberi kerja kepada karyawan atas besarnya beban pajak yang harus

dibayar karyawan atas penghasilannya.

b. Beban Pajak Badan Apotek K-24 (Variabel Dependen)

Beban Pajak Badan yaitu jumlah pajak terutang atas laba yang

dibebanan kepada perusahaan yang diperoleh dalam satu periode tertentu.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Kualitatif, yaitu data yang berisi kondisi perusahaan seperti latar

belakangperusahaan, struktur organisasinya, tujuan perusahaan, rencana

perusahaan, kebijakan perusahaan. Data tersebut dapat diperoleh secara

lisan maupun tulisan.

2. Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk dokumen, daftar atau angka-

angka yang dapat dihitung berupa laporan keuangan perusahaan. Sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

46

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dengan melakukan

wawancara dan observasi pada perusahaan sebagai objek penelitian.

2. Data sekunder, yaitu data yang berupa catatan-catatan perusahaan dan

lampiran-lampiran serta literatur yang berhubungan dengan penelitian

ini.

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.5.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Apotek K-24 Demak Surabaya yang lebih

tepatnya ada di Jl. Demak No. 274 Surabaya.

3.5.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 1 (satu) bulan terhitung sejak 20

Mei 2014 sampai 20 juni 2014, selama jam kerja dari pukul 09.00 –

17.00 dari hari senin – jumat.

3.6. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu:

1. Observasi, yaitu peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap

objek yang diteliti agar mendapat data yang diperlukan.

2. Wawancara, yaitu peneliti melakukan kegiatan tanya-jawab dengan pihak

yang dianggap mengetahui informasi yang dibutuhkan.

3. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data berupa dokumen dan catatan

perusahaan yang diperlukan dalam penelitian ini.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

47

Instrumen penelitian merupakan alat bantu di dalam melakukan penelitian

yaitu untuk mengumpulkan data secara terencana. Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan instrumen penelitian disesuaikan dengan teknik pengumpulan data.

Dalam melakukan observasi, yang dibutuhkan adalah daftar kebutuhan data. Di

dalam teknik interview, instrumen yang digunakan adalah daftar pertanyaan yang

diajukan kepada sumber informasi. Untuk pegumpulan data dokumentasi

menggunakan alat tulis manual maupun elektronik.

3.7. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis deskriptif kualitatif, yaitu menafsirkan dan menggambarkan data yang

bersangkutan dengan situasi yang terjadi, pertentangan 2 keadaan atau lebih,

hubungan antar varibel dan pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak (Tax

Planning) untuk Penghematan jumlah Pajak Penghasilan pada Apotek K-24

Demak Surabaya.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

48

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

4.1. Penyajian Data

4.1.1. Sejarah Singkat Apotek K-24 Demak

1. 1989 : dr. Gideon Hartono menyelesaikan kuliah kedokteran di

Universitas Gajah Mada

2. 1991 : dr. Gideon Hartono memulai bisnis fotografi “Agatha” yang

menjadi salah satu pemimpin pasar di industrinya di Yogyakarta

3. 1991 : dr. Gideon Hartono memulai bisnis “Agatha Video” yang menjadi

salah satu pemimpin pasar di industrinya di Yogyakarta

4. 2002 : dr. Gideon Hartono membuka gerai pertama Apotek K-24 di Jl.

Magelang, Yogyakarta

5. 2003 : Pembukaan Apotek K-24 Jl. Gejayan, Yogyakarta dan Jl.

Kaliurang Yogyakarta

6. 2004 : Pembukaan Apotek K-24 Jl. Gajah Mada, Semarang dan Jl.

Gondomanan, Yogyakarta

7. 2005 : Apotek K-24 mulai diwaralabakan

8. 2011 : dr. Putu Suastiana Adnyana (PSA Apotek K-24 Demak Surabaya)

mulai bergabung dengan PT.KDE (Ka Dua Empat) dengan

membuka gerai K-24 di Jl. Demak No.274 Surabaya

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

49

4.1.2. Konsep Bisnis Apotek K-24

1. Komplit

Persediaan ragam obat di Apotek K-24 relatif komplit

2. 24 Jam

Semua gerai Apotek K-24 berkomitmen melayani masyarakat 24 jam

perhari 7 hari perminggu

3. Harga Sama

Pada pagi-siang-malam dan hari libur Apotek K-24 berkomitmen tidak

mengenakan harga yang lebih tinggi di luar jam kerja biasa

4. Keaslian Obat

Apotek K-24 berkomitmen untuk menyediakan obat hanya dari sumber-

sumber dengan prosedur yang resmi sehingga keaslian obat lebih terjamin

5. Kemajemukan

Semua karyawan Apotek K-24 memahami dan menghargai perbedaan dan

keragaman sosial budaya di dalam maupun di luar perusahaan

6. Melayani Masyarakat

Untuk dapat melayani masyarakat di sekitar lokasi gerai, setiap apotek K-

24 menyelenggarakan pelayanan pengobatan gratis bagi warga sekitar yang

tidak mampu pada setiap hari ulang tahun gerainya.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

50

4.1.3. Visi dan Misi Apotek K-24

4.1.3.1. Visi

1. Menjadi merek nasional yang menjadi pemimpin pasar bisnis

Apotek di Negara Republik Indonesia, melalui apotek jaringan

waralaba yang menyediakan ragam obat yang komplit, buka 24 jam

termasuk hari libur, yang tersebar di seluruh Indonesia.

2. Menjadi merek nasional kebanggaan bangsa Indonesia yang menjadi

berkat dan bermanfaat bagi masyarakat, karyawan-karyawati dan

pemilik.

4.1.3.2. Misi

1. Menyediakan pilihan obat yang komplit, setiap saat, dengan harga

sama pagi-siang-malam dan hari libur: Apotek K-24 melayani

masyarakat selama 24 jam perhari 7 hari perminggu dengan

memberlakukan kebijakan harga yang tetap sama pada pagi, siang

hari, malam hari maupun hari libur.

2. menyediakan kualitas pelayanan prima: Apotek K-24 senantiasa

mempelajari dan mengusahakan peningkatan kualitas pelayanan

untuk memaksimalkan tingkat kepuasan para pelanggan dan

penerima waralaba.

4.1.4. Merek dan Citra Perusahaan

1. Merek K-24 merupakan singkatan dari “Komplit-24 jam”, berarti

persediaan obat relatif komplit dan buka 24 jam perhari 7 hari perminggu

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

51

2. Logo Apotek K-24 menyiratkan filosofi Apotek K-24 yang memiliki

makna kehidupan yang harmonis di tengah kemajemukan kelompok

masyarakat di Indonesia, yang dilambangkan dengan perpaduannya secara

harmonis warna-warna berikut:

a. Hijau

Melambangkan keberadaan umat muslim yang merupakan mayoritas

masyarakat Indonesia

b. Merah

Melambangkan keberadaan umat kristiani di Indonesia

c. Kuning

Melambangkan keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia

d. Putih

Melambangkan keberadaan kelompok-kelompok lain di Indonesia,

yang tidak dideskripsikan oleh ketiga warna tersebut.

4.1.5. Lokasi Perusahaan

Apotek K-24 Demak berada di Jalan Demak No. 274 RT. RW.001 Kelurahan

Jepara Kecamatan Bubutan Kota Surabaya. Alasan dipilihnya lokasi tersebut

adalah karena aktifitas operasional apotek yang relatif simpel mengingat

perusahaan ini adalah perusahaan dagang yang aktifitas utamanya adalah membeli

obat dan alat kesehatan dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) kemudian menjualnya

kembali kepada konsumen (Pasien). Sedangkan untuk Sumber Daya Manusia atau

tenaga kerjanya, perusahaan ini dibantu oleh Branch Office kota Surabaya untuk

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

52

merekrut karyawan dimulai dari pendaftaran, test, sampai proses pelatihan

karyawan baru yang diadakan di K-24 pusat di kota Yogyakarta. Untuk

pemasarannya perusahaan menggunakan system retail sebagaimana yang

dilakukan oleh toko-toko retail yang ada di sekitar masyarakat.

4.1.6. Struktur Organisasi Perusahaan

Dalam Organisasi dengan segala aktivitas, terdapat hubungan antara orang-

orang yang menjalankan aktifitasnya. Makin banyak kegiatan yang dilakukan

dalam organisasi, makin kompleks pula hubungan-hubungan dalam organisasi

tersebut. Struktur organisasi yang baik merupakan salah satu syarat keberhasilan

untuk menangani kegiatan usaha dalam rangka pencapaian sasaran perusahaan.

Tetapi struktur organisasi yang tepat bagi suatu perusahaan yang bersangkutan

haruslah menguntungkan jika ditinjau dari segi ekonomi dan bersifat fleksibel

sehingga bila ada perluasan keadaan, tidak akan mengganggu susunan yang telah

ada. Dalam hal ini struktur organisasi Apotek K-24 Demak Surabaya diatur dalam

Pedoman Operasional Waralaba (Franchise Operations Manual) Vol.1 tentang

“Sistem Waralaba Apotek K-24”.

Struktur organisasi dimaksudkan sebagai alat ukur kontrol bahkan diharapkan

struktur organisasi dapat membawa persatuan dan dinamika suatu perusahaan,

atau dapat dikatakan bahwa struktur organisasi inilah yang mempersatukan

fungsi-fungsi yang ada dalam lingkungan tersebut.

Untuk lebih jelasnya tentang struktur organisasi Apotek K-24 Demak

Surabaya, dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

53

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Apotek K-24 Demak Surabaya

Sumber: K-24 Demak Surabaya

Direktur / PSA

Apoteker Pengelola Apotek

APA

Apoteker Penndamping Pengelola

APP

Asisten Apoteker

AA

Bagian

Administrasi Bagian Akunting

Kasir Bagian Umum

Adapun pembagian tugas masing-masing fungsi dalam struktur organisasi

perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Direktur / Pemilik Sarana Apotek (PSA) , Tanggung Jawabnya

meliputi :

a. Mewakili Perusahaan dalam beragam kegiatan non-teknis

kefarmasian

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

54

b. Melakukan rekuritmen, bila perlu Pemberi Waralaba akan

membantu

c. Menentukan kebijakan kepegawaian menurut ketentuan Pemberi

Waralaba

d. Mengusahakan tercapainya target kinerja sesuai dengan proyeksi

keuangan

e. Memantau persaingan dan melaporkan kepada Pemberi Waralaba

f. Bersama Pemberi Waralaba merencanakan strategi pemasaran

2. Apoteker Pengelola Apotek (APA), Tanggung Jawabnya meliputi:

a. Mengelola Keuangan

b. Mengelola kepegawaian

c. Pengendalian Stok

d. Filing

e. Membuat laporan secara periodik (bulanan) ke dinas kesehatan dan

BPOM

f. mewakili institusi Apotek K-24 dalam berbagai acara pelatihan,

seminar, dan lain-lain.

g. Tara timbangan secara periodik (1 tahun)

3. Apoteker Pendamping Pengelola (APP), Tanggung Jawabnya meliputi:

a. Membantu APA merencanakan stock opname

b. Mengatur adanya meeting bulanan serta jadwal karyawan

c. Menerima pendelegasian tugas dari APA apabila APA sedang tidak

bisa melaksanakan tugasnya.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

55

4. Asisten Apoteker (AA), Tanggung Jawabnya meliputi:

a. Melayani penjualan obat resep dan non resep, baik melalui Telepon

atau Fax

b. Bersama APA/APP bertanggung jawab dalam pembelian obat antar

apotek

c. Mengupdate kartu stock

d. Menerima barang dari supplier serta melakukancek Expired Date

(ED) dan Batch Number sesuai dengan faktur

e. Membantu melakukan entry data pembelian

f. Merekap resep

5. Bagian Administrasi, Tanggung Jawabnya meliputi:

a. Memeriksa laporan penjualan harian kasir

b. Menyiapkan keperluan uang tunai, bai untuk modal kasir, modal

tukar, maupun untuk Kas Besar apotek

c. Melakukan setoran ke Bank

d. Melakukan penggantian atas pengeluaran-pengeluaran kasir.

e. Memeriksa email

f. Melakukan kegiatan operasional keuangan harian apotek

g. Melakukan pembayaran atas pembelian

h. Memeriksa pembayaran / pencairan transaksi penjualan card

i. Mencetak laporan mutasi harian kas bank dari program

j. Melakukan Penagihan piutang ke pelanggan / instansi

k. Menerima pelunasan / pembayaran piutang pelanggan.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

56

6. Bagian Akunting, Tanggung Jawabnya meliputi:

a. Mengambil bukti-bukti dari bagian pejualan, pembelian, dan

keuangan

b. Memeriksa keabsahan bukti-bukti dari bagian penjualan,

pembelian, dan keuangan

c. Mencetak laporan jurnal harian

d. Memeriksa jurnal dengan bukti terlampir

e. Membuat jurnal dari bukti-bukti pembelian, pejualan, dan

keuangan

f. Membuat rekonsiliasi Bank

g. Membuat Cash Flow (Arus Kas) dan analisa umur piutang

h. Posting ke buku besar

i. Membuat Laporan keuangan

7. Kasir, Tanggung Jawabnya meliputi:

a. Menerima pembayaran Tunai / Card / Kredit dari pelanggan

b. Menerima retur dari pelanggan

c. Membuat laporan transaksi per-shift

8. Bagian Umum, Tanggung Jawabnya meliputi:

a. Membersihkan sampah, lantai, jendela, dan etalase

b. Membuang sampah dan merapikan kardus obat

c. Pemeliharaan sarana dan prasarana (kendaraan, AC, kipas angin,

genset, emergency Lamp, ruang dokter, kamar mandi, dll)

d. Pengiriman dan penjemputan pesanan

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

57

4.2. Analisis Data

K-24 Demak Surabaya adalah perusahaan dagang farmasi yang beroperasi

sejak tahun 2011, dan perusahaan ini belum menerapkan penerapan Tax Planning

berupa pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan mengingat Sumber Daya

Manusia di perusahaan ini adalah termasuk salah satu bagian vital dalam proses

aktivitas keseharian perusahaan.

Dengan demikian ada baiknya jika perusahaan melakukan penelitian

tentang penerapan pemberian tunjangan PPh 21 kepada karyawan dan menilai

keefektifan dan pengaruh atas diberikannya tunjangan PPh 21 terhadap kinerja

perusahaan.

4.2.1. Implementasi Perencanaan Pajak dalam perusahaan

4.2.1.1. Kebijakan-kebijakan Akuntansi yang Diterapkan

Perusahaan dalam Perhitungan PPh Terutang

Adapun Kebijakan-kebijakan Perusahaan dalam menjalankan

usahanya antara lain:

a. Dasar pembukuan yang dilakukan oleh perusahaan adalah

menggunakan accrual basis.

b. Sistem penilaian persediaan dengan menggunakan metode FIFO

(First In First Out).

c. Sistem Pencatatan persediaan dilakukan dengan pencatatan

perpetual.

d. Penyusutan Aktiva Tetap menggunakan metode garis lurus.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

58

4.2.1.2. Pemberian Tunjangan PPh 21 Karyawan

Dalam pelaksanaan Tax Planning perusahaan masih belum mengadakan

pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan sehingga karyawan masih

menanggung sendiri PPh 21 yang dikenakan atas penghasilannya.

Sedangkan untuk memperkecil PKP (Penghasilan Kena Pajak)

perusahaan dapat memberikan Tunjangan PPh 21 kepada karyawan karena

tunjangan tersebut dapat dikurangkan untuk mengurangi laba perusahaan

sehingga PKP perusahaan dapat menjadi lebih kecil yang berujung pada

minimalnya Pajak terutang yang harus dibayar.

4.3. Interpretasi

4.3.1. Penerapan Strategi Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pemberian

Tunjangan PPh 21 yang dilakukan Aotek K-24 Demak Surabaya

4.3.1.1. Pemberian Tunjangan PPh 21

Perusahaan masih belum menerapkan pemberian tunjangan PPh 21

kepada karyawan atas pajak penghasilan yang harus dipotongkan ke

karyawan Apotek K-24 Demak Surabaya.

Pemberian Tunjangan PPh 21 menurut peraturan Menteri Keuangan

Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan pemotongan pajak

atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan merupakan penghasilan yang

dikenakan pajak bagi karyawan menurut UU PPh No.36 Tahun 2008 pasal 4

ayat (1) huruf a, dapat dikurangkan dalam Penghasilan Kena Pajak bagi

perusahaan.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

59

Dengan demikian perusahaan dapat mempertimbangkan kembali selisih

biaya perusahaan yang harus perusahaan keluarkan jika memberikan

tunjangan PPh 21 atas Penghasilan karyawan.

4.3.1.2. Perbandingan Laba Rugi Fiskal Sebelum dan Sesudah Tax

Planning

Sebelum membandingkan Laporan Laba Rugi sebelum dan sesudah Tax

Planning, hal yang lebih dulu harus dilakukan adalah menghitung besarnya

Tunjangan PPh 21 yang diberikan kepada seluruh karyawan K-24 Demak

Surabaya. Setelah itu baru bisa dilihat perbedaan pada Laporan Laba Rugi seelum

dan Sesudah Tax Planning dilakukan.

Berikut adalah perbandingan laporan Laba rugi fiskal sebelum dan sesudah

Tax Planning

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

60

Tabel 4.1

Apotek K-24 Demak Surabaya

Laporan Laba Rugi

Periode 1 Januari – 31 Januari 2013

(dalam rupiah)

Laba Rugi

(Sebelum Tax

Planning)

Laba Rugi

(Sesudah Tax

Planning)

Penjualan

Harga Pokok Penjualan

Laba Kotor

Biaya Operasional

Biaya Gaji

Biaya Tunjangan Makan

Biaya Tunjangan Transp

Biaya Lembur

Biaya Tunjangan PPh 21

Biaya ATK

Biaya Fotocopy

Biaya BBM

Biaya Parkir & Tol

Biaya Perlengkapan

Biaya Listrik

Biaya Air

Biaya Telepon / Fax

Biaya Materai

Biaya Dep. Bangunan

Biaya Dep. Kendaraan

Biaya Dep. Inv. Kantor

Biaya Dep. Komputer

Biaya Dep. Genset

Biaya Amortisasi Franchise

Fee

Biaya Amortisasi Renovasi

Bangunan

Pendapatan Lain-lain

Pendapatan Bunga

Pendapatan Embalase

Pendapatan/Beban Pembulatan

Selisih Setor Kasir

Biaya Lain-lain

Biaya Bank

Biaya Pajak Bunga

Total Biaya Operasional

Laba / Rugi

433.057.892

368.907.520

64.150.372

21.130.000

3.000.000

3.000.000

0

0

736.400

342.000

120.000

30.000

472.200

1.945.300

42.300

243.600

12.000

416.667

97.917

462.699

760.313

137.500

1.222.222

1.630.865

436.914

33.454

17.475

54.325

15.000

87.383

35.259.815

28.890.557

433.057.892

368.907.520

64.150.372

21.130.000

0

0

0

294.789

736.400

342.000

120.000

30.000

472.200

1.945.300

42.300

243.600

12.000

416.667

97.917

462.699

760.313

137.500

1.222.222

1.630.865

0

0

0

0

15.000

0

30.096.772

34.053.600 Sumber: K-24 Demak Surabaya

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

61

Tabel 4.2

Apotek K-24 Demak Surabaya

Laporan Laba Rugi

Periode 1 Februari – 28 Februari 2013

(dalam rupiah)

Laba Rugi

(Sebelum Tax

Planning)

Laba Rugi

(Sesudah Tax

Planning)

Penjualan

Harga Pokok Penjualan

Laba Kotor

Biaya Operasional

Biaya Gaji

Biaya Tunjangan Makan

Biaya Tunjangan Transp

Biaya Lembur

Biaya Tunjangan PPh 21

Biaya ATK

Biaya Fotocopy

Biaya BBM

Biaya Parkir & Tol

Biaya Perlengkapan

Biaya Listrik

Biaya Air

Biaya Telepon / Fax

Biaya Materai

Biaya Dep. Bangunan

Biaya Dep. Kendaraan

Biaya Dep. Inv. Kantor

Biaya Dep. Komputer

Biaya Dep. Genset

Biaya Amortisasi Franchise

Fee

Biaya Amortisasi Renovasi

Bangunan

Pendapatan Lain-lain

Pendapatan Bunga

Pendapatan Embalase

Pendapatan/Beban Pembulatan

Selisih Setor Kasir

Biaya Lain-lain

Biaya Bank

Biaya Pajak Bunga

Total Biaya Operasional

Laba / Rugi

487.912.185

418.833.339

69.078.846

21.130.000

3.000.000

3.000.000

0

0

472.150

105.450

160.000

34.000

502.800

1.835.000

41.150

247.050

18.000

416.667

97.917

462.699

760.313

137.500

1.222.222

1.630.865

490.115

37.691

19.778

24.300

15.000

98.023

34.701.899

34.376.947

487.912.185

418.833.339

69.078.846

21.130.000

0

0

0

294.789

472.150

105.450

160.000

34.000

502.800

1.835.000

41.150

247.050

18.000

416.667

97.917

462.699

760.313

137.500

1.222.222

1.630.865

0

0

0

0

15.000

0

29.568.572

39.510.274 Sumber: K-24 Demak Surabaya

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

62

Tabel 4.3

Apotek K-24 Demak Surabaya

Laporan Laba Rugi

Periode 1 Maret – 31 Maret 2013

(dalam rupiah) Laba Rugi

(Sebelum Tax Planning) Laba Rugi

(Sesudah Tax Planning)

Penjualan

Harga Pokok Penjualan

Laba Kotor

Biaya Operasional

Biaya Gaji

Biaya Tunjangan Makan

Biaya Tunjangan Transp

Biaya Lembur

Biaya Tunjangan PPh 21

Biaya ATK

Biaya Fotocopy

Biaya BBM

Biaya Parkir & Tol

Biaya Perlengkapan

Biaya Listrik

Biaya Air

Biaya Telepon / Fax

Biaya Materai

Biaya Dep. Bangunan

Biaya Dep. Kendaraan

Biaya Dep. Inv. Kantor

Biaya Dep. Komputer

Biaya Dep. Genset

Biaya Amortisasi Franchise

Fee

Biaya Amortisasi Renovasi

Bangunan

Pendapatan Lain-lain

Pendapatan Bunga

Pendapatan Embalase

Pendapatan/Beban Pembulatan

Selisih Setor Kasir

Biaya Lain-lain

Biaya Bank

Biaya Pajak Bunga

Selisih Stock Opname

Total Biaya Operasional

Laba / Rugi

424.271.465

359.337.409

67.934.056

21.130.000

3.000.000

3.000.000

2.864.740

0

497.000

111.000

150.000

35.000

523.000

1.724.700

40.000

250.500

30.000

416.667

97.917

462.699

760.313

137.500

1.222.222

1.630.865

426.187

32.775

17.121

49.504

15.000

85.237

510.600

38.169.374

29.764.683

424.271.465

359.337.409

67.934.056

21.130.000

0

0

2.864.740

433.948

497.000

111.000

150.000

35.000

523.000

1.724.700

40.000

250.500

30.000

416.667

97.917

462.699

760.313

137.500

1.222.222

1.630.865

0

0

0

0

15.000

0

0

32.533.070

35.400.986

Sumber: K-24 Demak Surabaya

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

63

1. Sebelum perencanaan Tax Planning

PPh terutang Bulan Januari 2013:

25% x 50% x Rp. 28.890.557 = Rp. 3.611.320 / tahun

= Rp. 300.943 / Bulan

PPh terutang Bulan Februari 2013:

25% x 50% x Rp. 34.376.947 = Rp. 4.297.118 / tahun

= Rp. 358.093 / Bulan

PPh terutang Bulan Maret 2013:

25% x 50% x Rp. 29.764.683 = Rp. 3.720.585 / tahun

= Rp. 310.049 / Bulan

2. Setelah perencanaan Tax Planning

PPh terutang Bulan Januari 2013:

25% x 50% x Rp. 34.053.600 = Rp. 4.256.700 / tahun

= Rp. 354.725 / Bulan

PPh terutang Bulan Februari 2013:

25% x 50% x Rp. 39.510.274 = Rp. 4.938.784 / tahun

= Rp. 411.565 / Bulan

PPh terutang Bulan Maret 2013:

25% x 50% x Rp. 35.400.986 = Rp. 4.425.123 / tahun

= Rp. 368.760 / Bulan

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

64

Dari 3 periode laporan Laba Rugi yang disajikan, dapat digambarkan

hasil perhitungan jumlah pajak terutang seperti tabel berikut :

Tabel 4.4

Perhitungan Pajak Terutang

K-24 Demak Surabaya

Periode Januari – Maret 2013

Periode Pajak Terutang

(sebelum Tax

Planning)

Pajak Terutang

(sesudah Tax

Planning)

Naik

(Turun)

%

Januari 2013 300.943 354.725 53.782 15.16 %

Februari 2013 358.093 411.565 53.472 12.99 %

Maret 2013 310.049 368.760 58.711 15.92 %

Jumlah 969.085 1.135.050 165.965 14.62%

setelah diterapkannya Tax Planning dengan pemberian Tunjangan PPh 21

kepada karyawan, diperoleh hasil bahwa ternyata pemberian tunjangan

belum efektif untuk diterapkan karena terdapat biaya-biaya yang tidak

diakui fiscal (Tunjangan Makan dan Tunjangan Transportasi). tetapi,

ditinjau dari segi non-financial pemberian Tunjangan PPh 21 kepada

karyawan mempunyai nilai lebih terhadap perusahaan karena karyawan

akan merasa diperhatikan sehingga semakin besar pula kemungkinan

diperolehnya loyalitas dari para karyawan.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, penerapan Tax Planning

dengan pemberian Tunjangan PPh 21 kepada karyawan oleh Apotek K-24 Demak

Surabaya untuk meminimalkan jumlah pajak penghasilan terutang menghasilkan

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam menerapkan Tax Planning, perusahaan telah memiliki beberapa

kebijakan-kebijakan akuntansi yang dijadikan sebagai acuan. Seperti

perusahaan memilih menerapkan metode penyusutan dengan metode

garis lurus (straight line).

2. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap penerapan Tax Planning

dengan pemberian Tunjangan PPh 21 memberikan hasil bahwa

perusahaan belum efektif untuk menerapkan pemberian Tunjangan

dikarenakan terdapat biaya-biaya yang tidak diakui oleh pajak dan itu

menyebabkan terjadi kenaikan laba sebanyak Rp. 165.965 atau

sebesar 14,62%.

5.2. Saran

Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan, berdasarkan pengamatan

data-data yang diperoleh dari perusahaan serta teori-teori yang ada maka

penulis memberikan saran agar perusahaan:

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

66

1. Menerapkan Tax Planning dengan memberikan Tunjangan PPh 21

kepada karyawan agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang

kondusif di apotek sehingga besar kemungkinan akan menciptakan

pribadi yang loyal dari para karyawan karena merasa perusahaan

memperhatikan dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan.

2. Memasukkan Tunjangan Makan dan Tunjangan Transportasi ke dalam

pos beban gaji tiap bulannya sehingga beban tersebut dapat diakui oleh

fiscal jika tunjangan-tunjangan tersebut memang diberikan kepada

karyawan dalam bentuk uang. Dengan begitu maka pemberian

Tunjangan PPh 21 akan dapat diterapkan dalam perusahaan.

3. Dalam penyajian laporan keuangan khususnya Laporan Laba Rugi

sebaiknya perusahaan menggunakan istilah “Beban” dari pada “Biaya”

karena ditinjau dari pengertian kedua hal tersebut jelas berbeda. Beban

adalah Pengorbanan ekonomis yang diberikan untuk mendapatkan Laba.

Sedangkan Biaya adalah pengorbanan ekonomis yang diberikan untuk

mendapatkan barang / jasa. Mengingat Pengorbanan operasional K-24

Demak Surabaya adalah untuk mendapatkan Laba, maka lebih tepat jika

Laporan Laba Rugi menggunakan istilah “Beban”.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

67

DAFTAR PUSTAKA

Feldmann , NJ. De Over Heidsmiddelen Van Indonesia.

Harnanto. 2013.Perencanaan Pajak. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta.

http://www.ortax.go.id diakses tanggal 06 Juni 2014

http://www.jasakonsultanpajak.com diakses tanggal 06 Juni 2014

Mardiasmo.2009.Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta.

Seligman , Edwin R. A.Essay in Taxation. Amerika.

Smeets, MJH.Economics Betekenis Belastingen.

Soemahamidjaja, Soeparman.Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong.

Soemitro, Rochmat.Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan.

Suandy, Erly.2013.Perencanaan Pajak. Salemba Empat, Jakarta.

Taylor , Philip E.the Economics of Public Finance.

Waluyo.2011. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - library.uwp.ac.idlibrary.uwp.ac.id/digilib/files/disk1/9/--dwiirawati-441-3-03.bab... · BAB I PENDAHULUAN 1.1. ... firma, kongsi, koperasi,

68

LAMPIRAN