analisis struktur i - 03

Upload: adi-indra-brugman

Post on 31-Oct-2015

198 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

HENCE MICHAEL WUATEN.ST.M Eng

TRANSCRIPT

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    9

    CHAPTER 02

    2.1 Analisis Struktur Analisis struktur bukan merupakan tahapan akhir dalam sebuah proses perancangan, tetapi

    merupakan alat yang digunakan untuk mendukung proses perancangan dari sebuah struktur. Tujuan

    utama dari analisis struktur adalah untuk membantu dalam membuat keputusan-keputusan penting

    dalam proses perancangan struktur. Pada umumnya hasil dari suatu proses analisis struktur pada

    sebuah struktur yang menerima beban-beban yang bekerja, adalah berupa respon struktur tersebut

    yang berbentuk perubahan posisi elemen atau bentuk konfigurasi struktur. Gaya-gaya internal pada

    terjadi pada elemen-elemen struktur berupa gaya aksial, gaya geser, momen lentur dan momen torsi.

    Dalam analisis dan perancangan struktur ada dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode

    elastis dan metode plastis (inelastis). Kedua metode ini mempunyai kelebihan dan kekurangan serta

    tujuan tersendiri dalam penggunaannya. Dalam analisis struktur ini, hanya akan di bahas analisis

    struktur metode elastis untuk struktur-struktur sederhana dengan konsep dasar analisis struktur yang

    dibatasi untuk struktur dalam bidang (planar system), sedangkan untuk analisis struktur tiga dimensi

    atau struktur ruang, memiliki konsep dasar yang sama tetapi dengan perhitungan numerik yang lebih

    kompleks.

    Gambar 2.1 Aplikasi analisis struktur

    2.1.1 Analisis Metode Elastis Analisis dengan metode elastis dilakukan untuk menghitung gaya-gaya dalam yang bekerja

    pada struktur yang diakibatkan oleh gaya-gaya luar yang berkerja pada struktur tersebut, seperti gaya

    aksial, gaya geser, momen dan puntir. Analisis dengan metode elastis didasarkan pada anggapan

    bahwa, gaya-gaya dalam yang berkerja pada struktur tersebut masih dalam keadaan dan batas-batas

    elastis, serta defleksi yang terjadi pada struktur masih cukup kecil. Dalam analisis struktur dengan

    metode elastis ada banyak metode yang dapat digunakan untuk penyelesaian analisis elastis seperti,

    metode Cross, metode Sloope deflection, metode Clayperon, metode Kani, metode Takabeya,

    metode Mutto, metode analogi kolom, metode matriks dan lain sebagainya.

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    10

    CHAPTER 02

    Analisis elastis dapat dengan mudah dilakukan pada semua jenis struktur, karena dalam

    analisis ini semua gaya-gaya dalam yang terjadi masih dianggap dalam kondisi elastis sehingga

    penggunaannya dapat digunakan pada semua jenis bahan, baik yang bersifat getas maupun bahan

    yang bersifat daktail. Pada umumnya hasil perhitungan dengan metode elastis berupa gaya-gaya

    dalam yang digunakan dalam proses perancangan struktur atau memeriksa keamanan struktur.

    2.1.2 Analisis Metode Plastis Analisis dengan metode plastis pada umumnya digunakan untuk menentukan besarnya beban

    runtuh atau beban ultimit yang terjadi pada suatu struktur serta perilaku keruntuhannya. Dalam

    analisis dengan metode plastis gaya-gaya dalam yang bekerja pada suatu struktur telah melebihi

    batas elatis dan nilai defleksi yang terjadi sudah cukup besar. Dengan demikian penggunaan analisis

    plastis hanya dapat digunakan pada bahan yang sifatnya daktail seperti baja dan beton bertulang

    dengan pendetailan yang cukup baik. Salah satu keuntungan dari penggunaan metode plastis adalah

    penggunaan persamaan matematik yang relatif mudah, bila dibandingkan dengan penggunaan

    persamaan matematik dalam metode elastis untuk perhitungan struktur-struktur tak tentu berderajat

    banyak seperti struktur portal, portal beratap lancip dan balok menerus. Akan tetapi analisis dengan

    metode plastis tidak dianjurkan penggunaannya pada analisis struktur statis tertentu (determinate

    structures) maupun struktur-struktur sederhana dengan pin connected members. Selain itu, salah satu

    tujuan dari analisis plastis adalah untuk menentukan besarnya beban runtuh yang terjadi pada

    struktur, disamping untuk mengetahui perilaku dari tegangan-regangan pada material apakah telah

    melampaui batas elastis pada saat terjadi keruntuhan struktur.

    2.2 Idealisasi Struktur 2.2.1 Idealisasi Balok Sederhana Struktur balok sederhana banyak dijumpai pada struktur jembatan dimana, gelagar jembatan

    yang berfungsi untuk mendukung beban dari pelat jembatan yang selanjutnya dialihkan ke perletakan

    jembatan untuk diteruskan ke tanah.

    Gambar 2.2 Idealisasi balok sederhana

    Idealisasi

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    11

    CHAPTER 02

    2.2.2 Idealisasi Balok Menerus Struktur balok menerus banyak juga dijumpai pada struktur jembatan dimana, mempunyai

    beberapa perletakan sekaligus, hanya saja perilaku mekanika pada struktur balok menerus berbeda

    dengan balok sederhana.

    Gambar 2.3 Idealisasi balok menerus

    2.2.3 Idealisasi Struktur Gantung Struktur gantung (cantilever) dapat berupa struktur balok yang dijepit salah satu ujungnya dan

    salah satu ujung lainnya menggantung yang dapat mendukung beban titik, beban merata dan

    kombinasi beban atau seperti yang tergambar di bawah ini.

    Gambar 2.4 Idealisasi cantilever

    2.2.4 Idealisasi Struktur Rangka Struktur rangka (frame) merupakan struktur yang terdiri dari kumpulan elemen-elemen batang

    yang dapat berupa batang tarik atau batang tekan yang dihubungkan dengan sendi atau jepit dimana

    beban dianggap bekerja pada setiap sambungan (joint).

    Idealisasi

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    12

    CHAPTER 02

    Gambar 2.5 Idealisasi struktur rangka

    2.2.5 Idealisasi Struktur Portal Struktur portal merupakan struktur yang terdiri dari kumpulan elemen-elemen batang horisontal

    dan vertikal yang berhubungan secara kaku, dimana pada umumnya terdapat pelat untuk kepentingan

    fungsional yang melimpahkan beban ke elemen horisontal selanjutnya dari elemen horisontal

    dilimpahkan ke elemen vertikal untuk diteruskan ke tanah melalui pondasi.

    Gambar 2.6 Idealisasi struktur portal

    Di dalam struktur portal dikenal dua jenis portal yaitu, portal tidak bergoyang dan portal

    bergoyang. Disebut sebagai portal tidak bergoyang apabila bentuk portal adalah simetris dan beban

    yang bekerja juga simetris, serta apabila portal mempunyai kaitan dengan struktur lainnya. Sedangkan

    dikatakan sebagai portal bergoyang apabila beban yang tidak simetris bekerja pada portal yang tidak

    simetris dan portal simetris atau beban simetris bekerja pada portal yang tidak simetris. Untuk

    selengkapnya pembahasan mengenai portal dan proses perhitungan portal akan dibahas pada bab-

    bab selanjutnya dengan berbagai kondisi dan metode perhitungan.

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    13

    CHAPTER 02

    Gambar 2.7 Jenis portal

    2.3 Pembebanan Pada Struktur 2.3.1 Bentuk Beban Faktor beban merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perhitungan analisis

    ataupun perancangan sebuah struktur. Dalam peraturan untuk struktur baja dan beton dan jembatan,

    sudah menggunakan metode ultimit untuk analisis dan perancangan, sedangkan analisis dan

    perancangan dengan metode elastis hanya sebagai pilihan saja. Pada dasarnya agar suatu struktur

    dan komponennya dapat memenuhi syarat-syarat keamanan dan kelayakan pakai terhadap

    bermacam-macam kombinasi beban yang ada, maka harus diperhitungkan faktor-faktor beban

    tersebut, sesuai dengan sifat dan kebutuhan dari setiap faktor-faktor tersebut, sehingga untuk setiap

    perhitungan faktor beban, mempunyai persamaan tersendiri sesuai dengan Standar Nasional

    Indonesia yang telah ditetapkan.

    Secara umum struktur disebut sebagai himpunan dari elemen-elemen bahan yang berfungsi

    menyalurkan beban dan gaya dengan aman, sehingga dalam proses perencanaan suatu struktur,

    perhitungan akan kombinasi beban dan gaya yang bekerja dalam suatu struktur menjadi hal yang

    sangat penting. Adapun jenis-jenis beban yang bekerja pada struktur sesuai dengan jenis dan fungsi

    struktur, antara lain :

    1. Beban mati (dead loads)

    Adalah berat sendiri dari suatu struktur atau elemen-elemen struktur yang sifatnya tetap dan

    merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur tersebut, termasuk segala unsur-

    unsur tambahan yang ada di dalamnya.

    2. Beban hidup (live loads)

    Adalah beban yang sifatnya tidak tetap dan dapat bergerak yang terjadi akibat kegiatan

    penghunian atau pengunaan suatu struktur atau bangunan yang di dalamnya termasuk

    beban-beban yang disebabkan oleh barang-barang yang dapat berpindah-pindah atau dapat

    bergerak seperti beban kendaraan pada struktur jembatan.

    3. Beban angin (wind loads)

    Adalah beban yang bekerja pada suatu struktur atau gedung yang diakibatkan oleh tekanan

    ataupun pergerakan udara atau angin.

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    14

    CHAPTER 02

    4. Beban gempa (earthquake loads)

    Adalah beban yang terjadi akibat adanya pergerakan tanah yang disebabkan oleh gempa

    yang bersifat lateral. Selain itu beban gempa menghasilkan goyangan terhadap struktur arah

    lateral dan merupakan fungsi dari berat, tinggi dan bentuk struktur.

    5. Beban tekanan (preassure loads)

    Beban tekanan adalah beban yang dapat dihasilkan oleh adanya tekanan dari udara, gas,

    air dan tanah. Pada umumnya penggunaan perhitungan terhadap beban tekanan hanya

    pada struktur-struktur tertentu disesuaikan dengan letak, fungsi dan kondisi struktur tersebut,

    seperti pada struktur dinding penahan tanah (retaining wall) dan pondasi yang mengalami

    tekanan tanah, pada struktur pelat lengkung dan cangkang yang mengalami tekanan udara,

    pada reaktor nuklir yang mengalami tekanan gas, pada struktur dam atau bendungan yang

    mengalami tekanan air dan lain sebagainya.

    6. Beban khusus (special loads)

    Adalah beban yang terjadi akibat perbedaan suhu, pengangkatan dan pemasangan,

    penurunan pondasi (settlement), susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban hidup

    seperti gaya rem, gaya sentrifugal, gaya dinamis akibat mesin-mesin dan pengaruh-

    pengaruh khusus lainnya.

    Dalam perhitungan suatu komponen struktur untuk suatu keperluan perencanaan, sangat perlu

    untuk mengikuti langkah-langkah dan ketentuan yang sudah ditetapkan, hal ini dimaksudkan guna

    mencapai suatu hasil yang maksimal dan memenuhi standar sesuai dengan faktor keamanan yang

    sudah ditetapkan.

    2.3.2 Idealisasi Bentuk Beban Dalam idelisasi dan perhitungan struktur, terdapat bermacam-macam bentuk beban yang

    merupakan idealisasi dari faktor beban yang ada di sekitar kita. Komponen beban yang ada di sekitar

    kita tersebut, kemudian diformulasikan dalam bentuk-bentuk beban untuk mempermudah proses

    perhitungan dan distribusinya dalam analisis struktur. Adapun bentuk- bentuk beban, antara lain :

    1. Beban Titik

    Beban titik atau beban terpusat adalah beban yang terkosentrasi pada satu titik atau satu

    area. Sebagai contoh adalah beban roda, beban manusia dan lain sebagainya.

    2. Beban terbagi merata

    Beban terbagi merata adalah beban yang terdistribusi secara merata sepanjang batang.

    Sebagai contoh adalah berat sendiri struktur dan lain sebagainya.

    3. Beban segitiga

    Beban segitiga adalah beban berbentuk segitiga, biasanya dapat berupa beban tekanan

    tanah, tekanan air serta penyebaran beban pada lantai atau pelat.

    4. Beban trapesium

    Beban trapesium biasanya penyebaran beban pada lantai beton bertulang dan sebagainya.

    5. Beban merata yang besarnya berubah-ubah pada setiap titik.

    Beban merata yang besarnya berubah-ubah pada setiap titik dalam fungsi jarak Q = Q(x).

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    15

    CHAPTER 02

    Gambar 2.8 Bentuk-bentuk beban

    2.3.3 Komponen Beban Pada Struktur Berdasarkan SNI 03 1727 1989 tentang Tata cara pembebanan untuk rumah dan gedung,

    bahwa bahan bangunan atau komponen-komponen struktur mempunyai harga-harga tersendiri

    seperti yang ditampilkan dalam tabel di bawah ini.

    Tabel 2.1 Berat sendiri bahan bangunan

    Bahan Bangunan Berat

    Baja 7850 kg/m3

    Batu alam 2600 kg/m3

    Batu belah, batu bulat, batu gunung 1500 kg/m3

    Batu karang 0700 kg/m3

    Batu pecah 1450 kg/m3

    Besi tuang 7250 kg/m3

    Beton 2200 kg/m3

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    16

    CHAPTER 02

    Tabel 2.1 Lanjutan

    Bahan Bangunan Berat

    Beton bertulang 2400 kg/m3

    Kayu kelas I 1000 kg/m3

    Kerikil, koral kering udara sampai lembab 1650 kg/m3

    Pasangan batu merah 1700 kg/m3

    Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung 2200 kg/m3

    Pasangan batu cetak 2200 kg/m3

    Pasangan batu karang 1450 kg/m3

    Pasir kering udara sampai lembab 1600 kg/m3

    Pasir jenuh air 1800 kg/m3

    Pasir koral, kerikil kering udara sampai lembab 1850 kg/m3

    Tanah, lempung dan lanau kering udara sampai lembab 1700 kg/m3

    Tanah, lempung dan lanau basah 2000 kg/m3

    Timah hitam 11400 kg/m3

    Tabel 2.2 Berat sendiri komponen gedung

    Bahan Bangunan Berat

    Adukan per cm tebal dari semen 21 kg/m2

    Adukan per cm tebal dari kapur, semen merah, tras 17 kg/m2

    Aspal, bahan-bahan mineral penambah per cm tebal 14 kg/m2

    Dinding pasangan bata merah tebal 1 bata 450 kg/m2

    Dinding pasangan bata merah tebal 0,5 bata 250 kg/m2

    Tabel 2.3 Beban hidup pada struktur

    Point Bahan Bangunan Berat

    a Lantai dan tangga rumah tinggal kecuali yang disebut dalam point b. 250 kg/m2

    b Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting

    bukan untuk toko, pabrik atau bengkel. 125 kg/m2

    c Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel, asrama dan

    rumah sakit. 250 kg/m2

    d Lantai ruang olah raga 400 kg/m2

    e Lantai ruang dansa 500 kg/m2

    f

    Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan seperti masjid,

    gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop, panggung penonton dengan

    tempat duduk tetap.

    400 kg/m2

    g Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau penonton berdiri. 500 kg/m2

    h Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c. 300 kg/m2

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    17

    CHAPTER 02

    Tabel 2.3 Lanjutan

    Point Bahan Bangunan Berat

    i Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f dan g. 500 kg/m2

    j Lantai dari ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g. 250 kg/m2

    k

    Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan, ruang arsip, toko buku,

    toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin, harus direncanakan dengan beban

    hidup yang tersendiri dengan nilai minimum.

    400 kg/m2

    l Lantai gedung parkir bertingkat untuk lantai bawah

    Lantai gedung parkir bertingkat untuk tingkat selanjutnya

    800 kg/m2

    400 kg/m2

    m Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus direncanakan terhadap

    beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan dengan nilai minimum. 300 kg/m2

    2.4 Pembebanan Untuk Struktur Baja Perencanaan suatu struktur untuk keadaan-keadaan stabil batas, kekuatan batas dan

    kemampuan layan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari

    beban-beban sebagai berikut :

    1. Beban hidup dan mati seperti diisyaratkan dalam SNI 03 1727 1989, atau penggantinya.

    2. Untuk perencanaan alat pengangkat (crane), semua beban yang relevan yang diisyaratkan

    pada SNI 03 1727 1989 atau penggantinya.

    3. Untuk perencanaan tetap lorong pejalan kaki, tangga, semua beban yang relevan yang

    diisyaratkan pada SNI 03 1727 1989 atau penggantinya.

    4. Pembebanan gempa sesuai dengan SNI 03 1726 1989 atau penggantinya.

    5. Beban-beban khusus lainnya sesuai dengan kebutuhan.

    Sedangkan berdasarkan kombinasi beban-beban di atas maka, struktur baja harus mampu

    memikul semua kombinasi beban yang ada sebagai berikut :

    1,4D (2.1)

    1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H) (2.2)

    1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H) + (L L atau 0,8W) (2.3) 1,2D + 1,3W + (L L + 0,5 (La atau H) (2.4) 1,2D 1,0E + (L L) (2.5) 0,9D (1,3W atau 1,0E) (2.6)

    D = Adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,

    lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga dan peralatan layan tetap.

    L = Adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung termasuk beban kejut,

    tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti beban angin, hujan dan lain-lain.

    La = Adalah beban hidup di atap yang timbul selama perawatan oleh pekerja, peralatan,

    material, atau selama penggunaan biasa oleh orang atau benda bergerak.

    H = Adalah beban hujan tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air.

    W = Adalah beban angin.

    E = Adalah beban gempa yang ditentukan menurut SNI 03 1726 1989 atau penggantinya.

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    18

    CHAPTER 02

    2.5 Pembebanan Untuk Struktur Beton Terhadap kombinasi beban terfaktor dan gaya geser terfaktor yang terjadi, maka dalam SNI 03

    2847 2002 disebutkan bahwa struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua

    penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu yang dihitung berdasarkan

    kombinasi beban dan gaya terfaktor yang bekerja pada struktur, sesuai dengan ketentuan SNI 03

    2847 2002. Selain itu, komponen struktur harus memenuhi ketentuan-ketentuan lain yang sudah

    ditetapkan, sehingga dapat menjamin tercapainya perilaku struktur yang cukup baik pada tingkat

    beban kerja.

    2.5.1 Kuat Perlu Agar suatu struktur dan komponennya dapat memenuhi syarat-syarat keamanan dan kelayakan

    pakai terhadap bermacam-macam kombinasi beban yang ada, maka harus diperhitungkan Faktor-

    faktor beban tersebut, sesuai dengan sifat dan kebutuhan dari setiap faktor-faktor tersebut, sehingga

    untuk setiap perhitungan faktor beban, mempunyai persamaan tersendiri sesuai dengan SNI 03 2847

    2002, sebagai berikut :

    1. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan

    U = 1,4 D (2.7) Kuat perlu untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan

    U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (2.8)

    2. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai

    U yang terbesar, yaitu: U = 1,2 D + 0,5 L + 1,3 W + 0,5 (A atau R) (2.9) Dimana kombinasi beban harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh

    dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya dan :

    U = 0,9 D + 1,3 W (2.10)

    Setiap kombinasi beban D, L, W dan U tidak boleh kurang dari persamaan (2.8). 3. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus diperhitungkan dalam

    perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai :

    U = 1,2 D + 0,5 L 1,1 E (2.11) Atau

    U = 0,9 D 1,1 E (2.12) Dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI 03 1726 1989 F tentang Tata

    cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung atau penggantinya.

    4. Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam perencanaan, maka pada

    Persamaan (2.8) ditambahkan 1,6.H kecuali bahwa pada keadaan di mana D atau L

    mengurangi pengaruh H, maka nilai U maksimum ditentukan dengan mengganti 1,2.D pada

    persamaan (2.8) dengan 0,9.D dan nilai L diambil sama dengan nol. Untuk setiap kombinasi

    dari D, L, dan H, nilai kuat perlu U tidak boleh lebih kecil dari persamaan (2.8).

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    19

    CHAPTER 02

    5. Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida F, yang berat jenisnya

    dapat ditentukan dengan baik, dan ketinggian maksimumnya terkontrol, diperhitungkan

    dalam perencanaan, maka beban tersebut harus dikalikan dengan faktor beban 1,3 dan

    ditambahkan pada semua kombinasi beban yang memperhitungkan beban hidup.

    6. Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam perencanaan maka pengaruh

    tersebut harus disertakan pada perhitungan beban hidup L.

    7. Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi

    beton, atau perubahan suhu sangat menentukan dalam perencanaan, maka kuat perlu U

    minimum harus sama dengan:

    U = 0,75(1,2 D + 1,2T + 1,6 L) (2.13)

    Tetapi nilai U tidak boleh kurang dari :

    U = 1,2 (D + T) (2.14)

    Perkiraan atas perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut, ekspansi beton, atau

    perubahan suhu harus didasarkan pada pengkajian yang realistis dari pengaruh tersebut

    selama masa pakai.

    8. Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus digunakan faktor beban 1,2

    terhadap gaya penarikan tendon maksimum.

    Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh beban tersebut

    dikalikan dengan faktor 1,2.

    9. Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka pengaruh beban tersebut

    dikalikan dengan faktor 1,2.

    2.5.2 Kuat Rencana Kuat rencana atau kuat rancang yang dipakai adalah dengan mengambil nilai kuat rancang

    yang tersedia pada suatu komponen struktur sambungan dengan komponen struktur yang lain

    ataupun terhadap penampangnya dengan kriteria lentur, beban normal, geser atau torsi yang diambil

    sebagai kekuatan nominal yang dikalikan dengan nilai faktor reduksi kekuatan (). Dalam SNI 03 2847 2002 besarnya nilai kuat rencana dan faktor reduksi kekuatan ditentukan sebagai berikut :

    1. Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan

    penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban normal, geser, dan torsi, harus

    diambil sebagai hasil kali kuat nominal, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi

    dari tata cara ini, dengan suatu faktor reduksi kekuatan dalam nilai reduksi dibawah ini. 2. Faktor reduksi kekuatan ditentukan sebagai berikut : (1) Lentur murni tanpa beban aksial adalah sebesar 0,80.

    (2) Beban aksial dan beban aksial dengan lentur, dimana untuk beban aksial dengan lentur,

    kedua nilai kekuatan nominal, yaitu beban aksial dan momen harus dikalikan dengan

    satu nilai yang sesuai seperti di bawah ini : a. Beban aksial tarik dan beban aksial tarik dengan lentur adalah sebesar 0,80.

    b. Beban aksial tekan atau beban aksial tekan dengan lentur dibagi lagi menurut

    komponen struktur yang dipakai, sebagai berikut :

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    20

    CHAPTER 02

    Komponen struktur tulangan spiral atau sengkang ikat adalah sebesar 0,70. Komponen struktur dengan sengkang biasa adalah sebesar 0,65.

    Apabila dari hasil perhitungan didapat ataupun diketahui bahwa nilai aksial tekannya

    cukup rendah, maka nilai dapat dinaikan ataupun diperbesar dengan tetap mengacuh pada syarat-syarat sebagai berikut :

    a. Untuk komponen struktur dimana nilai tegangan leleh baja tulangan (fy) yang tidak

    melampaui 400 MPa dengan tulangan simetris dan dengan (h d ds) dibagi h tidak

    kurang dari 0,65 nilai , dan dapat dinaikan nilainya secara linier menjadi 0,80 untuk nilai Pn yang berkurang dari 0,10.fc.Ag ke nol.

    b. Untuk komponen struktur beton bertulang yang lain, nilai dapat ditingkatkan secara linier menjadi, 0,80 untuk keadaan dimana nilai Pn berkurang dari nilai terkecil antara 0,10.fc. Ag dan Pnb ke nol.

    c. Di daerah rawan gempa, komponen struktur penahan gempa tanpa penulangan

    transversal sebesar 0,50.

    (3) Geser dan torsi 0,75 Kecuali pada struktur yang bergantung pada sistem rangka pemikul

    momen khusus atau sistem dinding khusus untuk menahan pengaruh gempa :

    a. Faktor reduksi untuk geser pada komponen struktur penahan gempa yang kuat geser

    nominalnya lebih kecil dari pada gaya geser yang timbul sehubungan dengan

    pengembangan kuat lentur nominalnya 0,55.

    b. Faktor reduksi untuk geser pada diafragma tidak boleh melebihi faktor reduksi

    minimum untuk geser yang digunakan pada komponen vertikal dari sistem pemikul

    beban lateral.

    c. Geser pada hubungan balok-kolom dan pada geser balok perangkai yang diberi

    tulangan diagonal 0,80.

    (4) Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengangkuran pasca tarik 0,65.

    (5) Daerah pengangkuran pasca tarik 0,85.

    3. Perhitungan panjang penyaluran sesuai dengan butir 12 SNI 03 2847 2002 tidak

    memerlukan faktor reduksi . 2.6 Distribusi Beban Dari Pelat Perhitungan pembebanan dilakukan dengan, asumsi bahwa struktur yang ditinjau harus dapat menahan semua beban yang bekerja pada struktur, sesuai dengan keadaan dan kondisi lapangan

    dimana struktur tersebut akan dibangun.

    Dalam perhitungan pembebanan, terlebih dahulu haruslah menghitung terjadinya penyebaran

    beban, baik yang diakibatkan oleh beban mati, beban hidup ataupun beban-beban lainnya. Analisis

    penyebaran beban dapat dilakukan dengan metode amplop (envelope) yaitu, dengan menarik garis

    450 pada denah, sehingga dapat dilakukan analisis terhadap bentuk penyebaran beban tersebut, baik

    yang yang berupa beban segitiga atau beban trapesium. Adapun salah satu cara perhitungan

    penyebaran beban adalah sebagai berikut :

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    21

    CHAPTER 02

    Gambar 2.9 Penyebaran beban dari pelat

    Gambar 2.10 Pemerataan beban segitiga dan trapesium

    Untuk beban segitiga :

    Ls = 1/2 . L . t

    RA = RB

    = 1/2 . Ls

    C1 = RA . (1/2 . L) 1/2 . Ls . (1/3 . t) (2.15)

    C2 = 1/8 . h . L2 (2.16)

    Selanjutnya persamaan (2.15) disamakan dengan persamaan (2.16) untuk mendapatkan

    besarnya nilai h :

    C1 = C2 . h h = C1/C2

    Untuk beban trapesium :

    Ls = 1/2 . a . t

    Lp = b . t

    RA = RB

    RA = Ls + 1/2 . Lp

    C1 = RA . (1/2 . L) Ls . (1/3 . a + 1/2 . b) 1/2 . Lp . (1/4 . b) (2.17)

    C2 = 1/8 . h . L2 (2.18)

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    22

    CHAPTER 02

    Selanjutnya persamaan (2.17) disamakan dengan persamaan (2.18) untuk mendapatkan

    besarnya nilai h :

    C1 = C2 . h

    h = C1 / C2 Apabila pemerataan beban telah selesai dilakukan, maka berat bangun trapesium atau segitiga

    dapat dihitung berdasarkan persamaan :

    wp = n . h . Qu (2.19)

    Dimana :

    wp = berat bangun trapesium atau segitiga.

    n = jumlah bangun yang didistribusikan ke balok atau portal.

    h = tinggi ekivalen hasil pemerataan beban.

    Qu = beban kombinasi yang bekerja pada struktur.

    Contoh 2.1 :

    Diketahui sebuah struktur satu lantai dengan denah seperti tergambar. Apabila data-data beban

    yang bekerja pada struktur diketahui :

    Berat air hujan pada pelat atap : 100 kg/m2 Beban hunian kantor pada pelat lantai : 250 kg/m2 Berat plafond dan penggantung : 50 kg/m2 Berat tegel tebal 1 cm : 24 kg/m2 Berat adukan tebal 1 cm : 21 kg/m2 Berat dinding : 250 kg/m2 tebal pelat atap : 10 cm Hitunglah tinggi ekivalen (h) dan beban merata yang bekerja pada portal A A !

    Gambar 2.11 Distribusi beban dari pelat ke balok

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    23

    CHAPTER 02

    Penyelesaian :

    Perhitungan tinggi ekivalen (h) :

    Gambar 2.12 Distribusi beban dari pelat ke portal A A

    Untuk beban trapesium :

    Ls = 1/2 . a . t

    = 1/2 . 2 . 2

    = 2

    Lp = b . t

    = 4 . 2

    = 8

    RA1 = RA2

    RA1 = Ls + 1/2 . Lp

    = 2 + 1/2 . 8

    = 6

    Dengan menggunakan persamaan (2.17) dan persamaan (2.18) :

    C1 = RA . (1/2 . L) Ls . (1/3 . a + 1/2 . b) 1/2 . Lp . (1/4 . b)

    = 6 . (1/2 . 8) 2 . (1/3 . 2 + 1/2 . 4) 1/2 . 8 . (1/4 . 4)

    = 6 . 4 2 . 2,6667 4 . 1

    = 24 5,3340 4

    = 14,6666

    C2 = 1/8 . h . L2

    = 1/8 . h . 82

    = 8 . h

    C1 = C2 . h

    h = 14,6666 / 8

    = 1,8333

    Perhitungan pembebanan pelat atap :

    Perhitungan beban mati (DL) :

    Berat sendiri pelat : 0,10 x 2400 = 240 kg/m2 Berat plafond dan penggantung = 50 kg/m2 = 290 kg/m2

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    24

    CHAPTER 02

    Perhitungan beban hidup (LL) :

    Beban air hujan pada pelat atap = 100 kg/m2 Perhitungan beban kombinasi (Qu) :

    Qu = 1,2 . DL + 1,6 . LL

    = 1,2 . 290 + 1,6 . 100

    = 348 + 160

    = 508 kg/m2

    Beban merata pada portal A A :

    Berat bangun trapesium A A : 1 x 1,8333 x 508 = 931,32 kg/m1 Berat sendiri balok : 0,20 x (0,30 0,10) x 2400 = 96,00 kg/m1 = 1027,32 kg/m1

    Contoh 2.2 :

    Diketahui sebuah struktur dua lantai dengan denah seperti tergambar. Apabila data-data beban

    yang bekerja pada struktur diketahui :

    Berat air hujan pada pelat atap : 100 kg/m2 Tebal pelat atap : 10 cm Beban hunian kantor pada pelat lantai : 250 kg/m2 Tebal pelat lantai : 12 cm Berat plafond dan penggantung : 50 kg/m2 Tinggi dinding : 4 m Berat tegel : 24 kg/m2 Berat adukan : 21 kg/m2 Berat dinding : 250 kg/m2 Dimensi balok : 20 x 30 cm2 Hitunglah tinggi ekivalen (h) dan beban merata yang bekerja pada portal B B tersebut !

    4.00 m

    4.00 m

    4.00 m4.00 m

    A CB

    A B CD D

    E E

    F FA CB

    A B CD D

    E E

    F F

    Gambar 2.13 Distribusi beban dari pelat ke balok

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    25

    CHAPTER 02

    B BO Gambar 2.14 Distribusi beban segitiga pada portal B B

    Penyelesaian :

    Perhitungan tinggi ekivalen (h) portal B - B :

    Gambar 2.15 Pemerataan beban segitiga pada portal B B

    Pemerataan bangun segitiga B1 O1 dan O2 B2 :

    Ls = 1/2 . L . t

    = 1/2 . 4 . 2

    = 4

    RB1 = RO1 = RO2 = RB2

    = 1/2 . Ls

    = 1/2 . 4

    = 2

    C1 = RB1 . (1/2 . L) 1/2 . Ls . (1/3 . t)

    = 2 . (1/2 . 4) 1/2 . 4 . (1/3 . 2)

    = 2,6667

    C2 = 1/8 . h . L2

    = 1/8 . h . 42

    = 2 . h

    C1 = C2 . h

    h = 2,6667 / 2

    = 1,3334

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    26

    CHAPTER 02

    Perhitungan pembebanan pelat atap :

    Perhitungan beban mati (DL) :

    Berat sendiri pelat : 0,10 x 2400 = 240 kg/m2 Berat plafond dan penggantung = 50 kg/m2 = 290 kg/m2

    Perhitungan beban hidup (LL) :

    Beban air hujan = 100 kg/m2 Perhitungan beban kombinasi (Qu) :

    Qu = 1,2 . DL + 1,6 . LL

    = 1,2 . 290 + 1,6 . 100

    = 348 + 160

    = 508 kg/m2

    Beban merata B O :

    Berat bangun trapesium B1 O1 : 2 x 1,3334 x 508 = 1354,73 kg/m1 Berat sendiri balok : 0,20 x (0,30 0,10) x 2400 = 96,00 kg/m1 q1 = 1450,73 kg/m1

    Beban merata O B :

    Berat bangun trapesium O2 B2 : 2 x 1,3334 x 508 = 1354,73 kg/m1 Berat sendiri balok : 0,20 x (0,30 0,10) x 2400 = 96,00 kg/m1 q2 = 1450,73 kg/m1

    Perhitungan pembebanan pelat lantai :

    Perhitungan beban mati (DL) :

    Berat sendiri pelat : 0,12 x 2400 = 288 kg/m2 Berat plafond dan penggantung = 50 kg/m2 Berat adukan = 21 kg/m2 Berat tegel = 24 kg/m2 = 383 kg/m2

    Perhitungan beban hidup (LL) :

    Beban hunian kantor = 250 kg/m2 Perhitungan beban kombinasi (Qu) :

    Qu = 1,2 . DL + 1,6 . LL

    = 1,2 . 383 + 1,6 . 250

    = 459 + 400

    = 859 kg/m2

    Beban merata B O :

    Berat bangun trapesium B1 O1 : 2 x 1,3334 x 859 = 2290,78 kg/m1 Berat sendiri balok : 0,20 x (0,30 0,12) x 2400 = 86,40 kg/m1 Berat dinding di atas balok : 250 x 4 = 1000,00 kg/m1 q3 = 3377,18 kg/m1

  • ANALISIS STRUKTUR I HENCE MICHAEL WUATEN

    27

    CHAPTER 02

    Beban merata O B :

    Berat bangun trapesium O2 B2 : 2 x 1,3334 x 859 = 2290,78 kg/m1 Berat sendiri balok : 0,20 x (0,30 0,12) x 2400 = 86,40 kg/m1 Berat dinding di atas balok : 250 x 4 = 1000,00 kg/m1 q4 = 3377,18 kg/m1

    B BO

    q2 = 1450,73 kg/m1q1 = 1450,73 kg/m1

    q3 = 3377,18 kg/m1 q4 = 3377,18 kg/m1

    Gambar 2.16 Beban merata pada portal B B