alinahrowi4.files.wordpress.com  · web viewpertama : ketentuan umum kafalah. pernyataan ijab dan...

25
HUKUM JAMINAN Praktek Penerapan Dalam Pegadaian Cabang tlogomas malang Dan Kajian Dalam Prundang-Undangan Hukum Jaminan MAKALAH Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang Semester IV Tahun Akademik 2015-2016 Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Dosen Dr.M Nur Yasin,M.Ag Oleh KELOMPOK 5 Ali nahrowi : 13220214 Fikrah riyanda :

Upload: haxuyen

Post on 24-Feb-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUKUM JAMINAN

Praktek Penerapan Dalam Pegadaian Cabang tlogomas malang Dan Kajian

Dalam Prundang-Undangan Hukum Jaminan

MAKALAH

Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang

Semester IV Tahun Akademik 2015-2016 Jurusan Hukum Bisnis Syariah

Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen

Dr.M Nur Yasin,M.Ag

Oleh

KELOMPOK 5

Ali nahrowi : 13220214

Fikrah riyanda :

Rizqan Finan :

MALANG

2015

A. PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Manusia dalam menjalani kehidupannya membutuhkan berbagai hal

untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam memenuhi kebutuhannya setiap

individu harus mendapatkannya dengan melakukan pembelian, meminjam

atau pun dengan sistem barter. Untuk membeli dan meminjam saat ini

memang sangat sering dilakukan dan dimungkinkan terjadi. Untuk barter

memang mungkin terjadi tetapi saat ini sistem ini jarang sekali

dipergunakan.

Dalam usaha pemenuhan kebutuhannya sehari-hari setiap person

memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini.

Selain dengan pembelian, peminjaman dan barter untuk memenuhi

kebutuhannya terdapat cara lain. Cara tersebut adalah dengan gadai. Gadai

adalah jaminan atas benda yang bergerak milik debitur yang menjamin

pelunasan utang. Gadai adalah hak kebendaan atas benda milik orang lain

yang semata-mata diperjanjikan dengan penyerahan bezit atas benda tertentu

dengan tujuan pengambilan pelunasan hutang dari pendapatan penjualan

benda tersebut terlebih dahulu dari kreditur lainnya. Ketika membutuhkan

sesuatu ketika tidak memiliki modal untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Maka dapat dilakukan dengan utang yang disertai dengan jaminan utang

berupa gadai.

Hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan.

Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan, gadai, dan

hipotek. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang

(borgtocht). Sehubungan dengan pengertian, beberapa pakar merumuskan

pengertian umum mengenai hukum jaminan. Pengertian itu antara lain

menurut Satrio, hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur

tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.

Intinya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan

piutang seseorang. Disamping itu, Salim HS juga memberikan perumusan

tentang hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah – kaidah hukum yang

mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya

dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Dari dua

pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan

inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan

hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan atau

kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu

jaminan (benda atau orang tertentu)

2. Rumusan masalah

a. Bagaimanakah pengaplikasian hukum jamianan dalam

praktisi penerapan dalam lembaga pegadaian ?

b. Apasajakah dasar prundang-undangan maupun dasar Syariah

tentang hukum jaminan ?

c. Bagaimanakah hukum jaminan dalam perspektif Syariah ?

3. Tujuan

a. Untuk mengetahui pengaplikasian hukum jamianan dalam

praktisi penerapan dalam lembaga pegadaian.

b. Untuk mengetahui dasar prundang-undangan maupun dasar

Syariah tentang hukum jaminan.

c. Untuk memahami hukum jaminan dalam perspektif Syariah.

1

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian hukum jaminan

Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerhi-desstelling

atau security of law .dalam seminar badan pembinaan hukum nasional

tentang lembaga hipotek dan jaminan lainnya, yang diselenggarakan di

Yogyakarta, pada tanggal 20 sampai dengan 30 juli 1977, disebutkan bahwa

hukum jamianan, meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun

jaminan perorangan. Pengertian ini mengacu pada jenis jaminan, bukan

pengertian hukum jaminan. Definisi ini menjadi tidak jelas, karena yang

dilihat hanya dari pengelolaan jaminan.

Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda

milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika terjadi

wanprestasi terhadap pihak ketiga. Jaminan dalam pengertian yang lebih

luas tidak hanya harta yang ditanggungkan saja, melainkan hal-hal lain

seperti kemampuan hidup usaha yang dikelola oleh debitur. Untuk jaminan

jenis ini, diperlukan kemampuan analisis dari officer pembiayaan untuk

menganalisa circle live usaha debitur serta penambahan keyakinan atas

kemampuan debitur untuk mengembalikan pembiayaan yang telah

diberikan berdasarkan prinsip-prinsip Syariah1.

Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengatakan bahwa hukum jaminan

adalah:

“ mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas

kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan.

Peraturan demikian harus meyakinkan dan memberikan kepastian hukum

bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi

dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu

yang lama dan bunga yang relatif rendah”2.

1 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, 2003, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,hlm. 2812 Salim HS, perkembangan hukum jaminan di Indonesia, 2014, Depok:raja grafindo. Hlm.6

2

Adapun unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam pengertian

dalam hukum jaminan yang nantinya akan membentuk suatu kejelasan

tentang arah dari pengertian hukum jaminan yang dimaksud, adapun unsur-

unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Adanya unsur kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2

macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dalam hal ini adalah

peraturan perundang-udangan yang berlaku dan kaidah hukum tidak

tertulis yang dalam hal ini adalah kaidah-kaidah hukum jaminan

yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini

terdapat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara

lisan.

b. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan

barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai

pemberi jaminan di sini adalah orang atau badan hukum

yang ,embutuhkan fasilitas kredit. Dan penerima jaminan di sini

adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari

pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai peneriam jaminan di sini

adalah orang atau badan hukum.

Pada asasnya kedudukan para kreditur atas tagihan mereka terhadap

seorang debitur adalah sama tinggi, oleh karenanya mereka disebut

kreditur konkuren. Hal itu berarti, bahwa pada asasnya mereka

mempunyai hak yang sama atas jaminan umum, yang diberikan oleh

pasal 1131, yaitu atas seluruh harta debitur, kesempatan para

kreditur untuk mendapat pelunasan atas tagihan mereka, pada

asasnya adalah sama, sebab kalau kekayaan debitur tidak cukup

menjamin seluruh hutangnya. Maka atas hasil penjualan harta

3

debitur, para kreditur berbagi pond’s, dalam arti seimbang dengan

besar kecilnya tagihan mereka (pasal 1132 KUHPerdata)3.

c. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah

jaminan materiil dan materiil. Jaminan material semisal hak-hak

kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan tidak

bergerak.dan jaminan imateril adalah jaminan nun kebendaan.

d. Adanya fasilitas kredit

Pembebanan Jinan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan

untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan

non bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan

kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank

percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok

pinjaman dan buganya. Dan sebaliknya4.

2. Dasar hukum jaminan

Hukum jaminan memiliki dasar Kum dalam hal ini tentunya

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia selain itu jika

hukum jaminan ini dilihat dari segi hukum jaminan Syariah atau hukum

jaminan yang berdasarkan atas prinsip hukum islam atau prinsip Syariah

juga memiliki dasar hukum tersendiri yang entunya berbeda dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku secara legal formil yang

berlaku di Indonesia.

Hukum jaminan di Indonesia memiliki dasar hukum yang di

antaranya adalah sebagai berkut 5:

1. Dalam buku II KUHPerdata yaitu pada pasal 1150 sampai 1161

tentang Gadai.dan pasal 1232 tentang hak hipotik.

2. Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang UUPA.3 J.Satrio,S.H.,Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan,Hak Tanggungan Buku

I.2002,Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. Hlm. 68-69

4 Salim HS, perkembangan hukum jaminan di Indonesia, 2014, Depok:raja grafindo. Hlm.85 Salim HS, perkembangan hukum jaminan di Indonesia, 2014, Depok:raja grafindo. Hlm.12

4

3. Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan.

4. Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

5. Undang-undang nomor 21 tahun 1992 tentang pelayaran dan

6. Buku III tentang van zaken (hukum benda) NBW Belanda.

3. Macam macam hukum jaminan

Macam jaminan jika dilihat dalam hukum yang berlaku di Indonesia

dan yang berlaku di luar negeri. Dalam pasal 24 UU Nomor 14 tahun 1967

tentang perbankan bahwa “bank tidak akan memberika kredit tanpa adanya

jaminan.” Dan selanjutnya jaminan dapat dibdakan menjadi 2 macam (hasil

seminar badan bimbingan Kum nasional yang diselenggarakan di

Yogyakarta, dari tanggal 20 sampai dengan 30 juli 197)6, yaitu:

1. Jaminan material (kebendaan)

Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti

memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu yang

mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang

bersangkutan.

2. Jaminan imaterial (perorangan)

Jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas

benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan

seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan

yang bersangkutan.

Dari pemahaman yang dapat diambil dari pengertian jaminan

materiil yang disampaikan oleh Sri soedewi majchjoen Sofyan, maka dapat

dikemukakan unsur-unsur Yat ercantum dalam jaminan materiil yaitu :

1. Hak mutlak atas suatu benda.

2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu

3. Dapat dipertahankan oleh siapapun

4. Selalu mengkuti bendanya

6 Salim HS, perkembangan hukum jaminan di Indonesia, 2014, Depok:raja grafindo. Hlm.24

5

5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya

Dan kemudian unsur dari jaminan perorangan(imateriil) adalah sebagai

berikut:

1. Mempunyai hunungan langsung pada orang tertentu

2. Hanya dapat diprtahankan terhadap debitur tertentu

3. Terhadap harta kekayaan debitur pada umumnya.

Selanjutnya jaminan kebendaan dapat bdibagi menjadi 5 macam, yaitu

1. Gadai (pand) yang diatur dalam bab 20 buku II KUHPerdata.

2. Hipotek, yang diatur dalam bab 21 buku II KUHPerdata.

3. Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542

sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190;

4. Hak tanggungan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4 tahun

1996;

5. jaminan fidusia, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 42 tahun

1999.

Delanjutnya yang tergolong sebagai jaminan perorangan adalah sebagai

berikut:

1. penanggng (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih

2. tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng,

3. perjanjian garansi.

Dari kedelapan macam jaminan yang telah disebutkan diatas, maka jenis

jaminan yang masih berlaku adalah :

1. gadai

2. hak taggungan

3. jaminan fidusia

4. hipotek atas kapal laut dan pesawat udara.

5. Borg

6. Tanggung-menanggung

7. Perjanjian garansi7.

7 Salim HS, perkembangan hukum jaminan di Indonesia, 2014, Depok:raja grafindo. Hlm.25

6

4. Hukum jaminan perspektif hukum bisnis Syariah

a. Pengertian

Dalam prinsip ekonomi Syariah jaminan diistilahkan dengan

menggunakan istilah kafalah . selanjutnya jika dilihat dari segi pengertian

maka didapati pengertian sebagai berikut. Bahwa Al-Kafalah secara

etimologi berarti ,(jaminan) الضمان ,(beban) الحمالة danالزعامة (tanggungan). Secara terminologi, sebagaimana yang dinyatakan para ulama

fikih selain Hanafi, bahwa kafalah adalah, "Menggabungkan dua

tanggungan dalam permintaan dan hutang”. Definisi lain adalah, "Jaminan

yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga¬ yaitu pihak

yang memberikan hutang/kreditor(makful lahu) untuk memenuhi kewajiban

pihak kedua yaitu pihak yang berhutang/debitoratau yang ditanggung

(makful ‘anhu, ashil)”.

Pada asalnya, kafalah adalah padanan dari dhamman, yang berarti

penjaminan sebagaimana tersebut di atas.Namun dalam perkembangannya,

Kafalah identik dengankafalah al-wajhi (personal guarantee, jaminan diri),

sedangkan dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk barang/harta

benda8.

Dalam literature lain jaminan dalam hal ini dijelaskan dengan istilah

dhaman. Yang memiliki arti jaminan, beban, tanggungan, sedangkan

menurut istilah penggabungan dua beban (tanggungann) untuk membayar

piutag, menggadaikan barang atau menghadirkan orang pada tempat yang

telah ditentukan9.

b. Dasar Hukum Kafalah

1) Al-quran

Dalil syara’ yang menyatakan atau menerangkan tentang kafalah

adalah sebagai berikut. Yakni al-quran surah Yusuf ayat 72 : yang artinya :

8 Ahmad Isa Asyur,Fikih al-Muyassar fi al-Muamalah, (Terj).1995. Solo: Pustaka Mantiq,.Hlm. 276.9 Ismail nawawi, fikih muamalah klasik dan kontemporer,2012, bogor:ghalia Indonesia, hlm.195

7

Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang

dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)

beban unta, dan aku menjamin terhadapnya." (Surah Yusuf : 72 )

Dalam tafsir Aisarut Tafasir disebutkan bahwa Para pembantu raja

menjawab, "Kami sedang mencari bejana tempat minum raja. Kami akan

memberikan hadiah bagi orang yang menemukannya berupa makanan

seberat beban unta." Pemimpin mereka pun menyatakan dan menegaskan

hal itu dengan berkata, "Aku menjamin janji ini."10

2) Al-hadits

Dasar hukum darikafalah ini dapat dijumpai pada hadis Rasululah

yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a. yang berbunyi:

ي رجل منا, وعن جابر رضي الله عنه قال: ) توفول ناه, ثم أتين##ا ب##ه رس## لناه, وحنطناه, وكف فغسلي علي##ه? الله صلى الله عليه وس##لم فقلن##ا: تص## فخطا خطى, ثم قال: أعليه دين? قلنا: دين##اران،لهما أبو قتادة، فأتيناه, فقال أبو فانصرف, فتحمول الله ص##لى ال رس## ، فق## قتادة: ال##ديناران علي الله عليه وسلم أحق الغريم وبرئ منهما الميت? قال: نعم, فصلى عليه ( رواه أحم##د, وأب##و داود,

حه ابن حبان, والحاكم , وصح والنسائي

Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami

meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas,

dan mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah Shallallaahu

'alaihi wa Sallam dan kami tanyakan: Apakah baginda akan

menyolatkannya?. Beliau melangkan beberapa langkah kemudian bertanya:

"Apakah ia mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau

kembali.Maka Abu Qotadah menanggung hutang tersebut. Ketika kami

mendatanginya; Abu Qotadah berkata: Dua dinar itu menjadi

10 Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Asarut Tafasir  Jilid 2, 1993, Madinah: Darus Sunnah. hlm. 631.

8

tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas darinya." Ia

menjawab: Ya. Maka beliau menyolatkannya. Riwayat Ahmad, Abu Dawud,

dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.

3) Fatwa DSN

Ketentuan hukum dalam fatwa DSN MUI no.

11/DSN-MUI/IV/2000tentang kafalah ini adalah sebagai berikut :

Pertama : Ketentuan Umum Kafalah

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk

menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee)

sepanjang tidak memberatkan.

3. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh

dibatalkan secara sepihak.

Kedua : Rukun dan Syarat Kafalah

1. Pihak Penjamin (Kafiil)

a) Baligh (dewasa) dan berakal sehat.

b) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan

hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.

2. Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)

a) Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada

penjamin.

b) Dikenal oleh penjamin.

3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)

a) Diketahui identitasnya.

b) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.

c) Berakal sehat.

4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)

9

a) Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik

berupa uang, benda, maupun pekerjaan.

b) Bisa dilaksanakan oleh penjamin.

c) Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak

mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.

d) Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.

e) Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).

Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau

jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya

dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

a. Ketentuan Kafalalh

Adapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa

lileratur fikih terdiri atas11:

1. Pihak penjamin/penanggung (kafil, dhamin, za’im), dengan

syaratbaligh(dewasa), berakal sehat, berhak penuh melakukan

tindakan hukum dalam urusan hartanya, dan rela(ridha) dengan

tanggungan kafalah tersebut.

2. Pihak yang berhutang/yang dijamin(makful 'anhu, 'ashil,

madhmun’anhu), dengan syarat sanggup menyerahkan

tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh

penjamin.

3. Pihak yang berpiutang/yang menerima jaminan (makful lahu,

madhmun lahu),dengan syaratdiketahui identitasnya, dapat hadir

pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.

4. Obyek jaminan (makful bih,madhmun bih),merupakan tanggungan

pihak/orang yang berhutang (ashil), baik berupa utang, benda,

orang maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh pejamin, harus

merupakan piutang mengikat (luzim) yang tidak mungkin

11 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, 2010, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,hlm. 98.

10

hapuskecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus jelas

nilai,jumlah, dan spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari'ah

(diharamkan).

5. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz ijab dan kabul itu berarti

menjamin.

6. Tidak bertentangan dengan syariat Islam.

4. Hasil observasi pada P.T. pegadaian (persero )

Dalam hal ini kami melakukan observasi pada kantor pegadaian P.T

Pegadaian (Persero) Cabang Tlogomas Cl. Mt Haryono no. 104 – malag.

Dengan bapak Anang selaku direktur pegadaian cabang tlogomas malang

dan mendapatkan informasi terkait pengaplikasian hokum jamianan yakni

barang yag dijadikan jaminan dalam pelaksanaan proses pegadaian di kantor

pegadaia tersebut.

Dan kemudian hadil dari observasi tersebut menghasilka data

sebagai berikut :

1. Mengenai barang jaminan.

Dalam hal barang-barang jaminan yang bias dijaminkan sesuai

dengan hasil observasi kami , bahwa barang yang dapat dijaminkan

adalah hanya berupa barang-barang sebagai berikut:

a. Barang bergerak

Dalam hal ini dijelaskan bahwa barang yang boleh dijadikan

jaminan dalam pegadaian tersebut adalah barang bergerak seperti

: emas, sepeda motor, mobil dan lain-lain.

b. Harus memiliki nilai ekonomi

Dalam hal barang bergerak yang boleh dijadikan barang jaminan

dijelaskan bahwa barang tersebut haruslah barang yang berilai

ekonomi , artinya tidak semua barang bergerak bias dijadikan

sebagai jaminan atas pinjamannya namun harus yng bernilai

ekonomis. Nilai ekonomis disini juga dijelaskan haruslah barang

11

yang bernilai menurut perspektif umum artinya bukan barang

yang ekonomis subyektif seperti keris, hewan peliharaan dan

lain-lain.

2. Mengenai prosedur penjaminan

3. Mengenai eksekusi terhadap barang jaminan

Dalam hal eksekusi terhadap barang jaminan dalam pegadaian ini

adalah jika dalam jangka waktu tertentu ternyata si penggadai tidak

dapat melakukan kewajibannya untuk membayar pinjaman yang

diminta, maka barang yang dijaminkan akan dilakukan pelelangan.

Karna procedural yang berlaku pada pegadaian ini juka terjadi

semisal pada pihak kreditor tidak mampu mengembalikan uang

pinjamannya maka ada beberapa opsi yang ditawarkan yakni :

a) Melakukan pembayaran bunga pinjaman.

b) Pihak pegadaian melelang barang jaminan.

C. PENUTUP

1. Simpulan

Perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti

dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan

hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima

jaminan.Jaminan adalah sejenis harta yang dipercayakan kepada pengadilan

untuk membujuk pembebasan seorang tersangka dari penjara, dengan

pemahaman bahwa sang tersangka akan kembali ke persidangan atau

membiarkan jaminannya hangus (sekaligus menjadikan sang tersangka

bersalah atas kejahatan kegagalan kehadiran). Biasanya jaminan berupa

uang akan dikembalikan pada akhir persidangan jika sang tersangka hadir

dalam setiap persidangan.

12

Fungsi Hukuman Jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau

kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau

melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan

perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

Selanjutnya dalam hukum islam (prinsip Syariah ) jaminan dikenal

dengan istilah kafalah yang mempunyai pengertian sebagai jaminan yang

diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (yang menerima

jaminan) (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (pihak

yang dijamin) (makful ‘anhu, ashil). Akad ini berlandaskan dalil baik dari

al-qur’an maupun as-sunnah dan memiliki rukun-rukun yang harus

dipenuhi.

2. Saran

Dalam perjanjian tentunya ala ada permasalahan yang muncul baik

itu dari pihak pertama maupun pihak kedua hal ini adalah suatu kewajaran

dalam manusia bermuamalah dalam suatu transaksi perjanjian Namun

dalam perjanjian seharusnya kedua belah pihak haruslah saling

mempercayai. Saling berusaha untuk memenuhi kewajibannya masing-

masing. Asas kepercayaan yang menjadi penghubung terjalinnya dan

terjadinya perjanjian tersebut.

13

DAFTAR PUSTAKA

Al Jazairi, Abu Bakar Jabir. Asarut Tafasir  Jilid 2. 1993. Madinah:

Darus Sunnah.

Isa Asyur, Ahmad .Fikih al-Muyassar fi al-Muamalah.(Terj). 1995.

Solo: Pustaka Mantiq.

Salim HS. perkembangan hukum jaminan di Indonesia. 2014.

Depok: raja grafindo.

Satrio,J. Hukum Jaminan,Hak Jaminan Kebendaan,Hak

Tanggungan Buku I.2002.Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Suhendi, Hendi. 2010. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Usman, Rachmad. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia.

2003. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Nawawi ,Ismail. fikih muamalah klasik dan kontemporer.2012.

bogor:ghalia Indonesia

14

15