thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · web view(naasp) merupakan manifestasi...

29
BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang menarik untuk menjadi sorotan bagi para pengamat hubungan Internasional. Negara ini memiliki kerentanan untuk dijadikan sebagai objek perlombaan penyebaran pengaruh oleh negara-negara besar yang memiliki kepentingan terhadap Indonesia mengingat posisi geografis Indonesia yang strategis yang berada di persilangan dua samudra dan dua benua, wilayah yang luas, sumber daya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang besar. Melalui konsepsi politik luar negeri “bebas aktif” yang dicetuskan oleh Muhammad Hatta pada 2 September 1948, Indonesia berhasil menempatkan posisinya sebagai negara yang menjadi subyek ataupun aktor utama yang mampu dalam mengambil kebijakan-kebijakan strategis berkaitan dengan kepentingan ataupun konflik dalam kawasan. Melalui politik luar negeri bebas aktif pula Indonesia 1

Upload: lyquynh

Post on 08-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu negara yang menarik untuk menjadi sorotan

bagi para pengamat hubungan Internasional. Negara ini memiliki kerentanan

untuk dijadikan sebagai objek perlombaan penyebaran pengaruh oleh negara-

negara besar yang memiliki kepentingan terhadap Indonesia mengingat posisi

geografis Indonesia yang strategis yang berada di persilangan dua samudra dan

dua benua, wilayah yang luas, sumber daya alam yang melimpah dan jumlah

penduduk yang besar. Melalui konsepsi politik luar negeri “bebas aktif” yang

dicetuskan oleh Muhammad Hatta pada 2 September 1948, Indonesia berhasil

menempatkan posisinya sebagai negara yang menjadi subyek ataupun aktor utama

yang mampu dalam mengambil kebijakan-kebijakan strategis berkaitan dengan

kepentingan ataupun konflik dalam kawasan. Melalui politik luar negeri bebas

aktif pula Indonesia dapat memainkan peran yang relatif independen dalam

kancah hubungan Internasional.

Dimulai pada era Soekarno, kebijakan politik luar negeri Indonesia mulai

terlihat dari sikap anti Soekarno terhadap imperialisme Barat, dimana Soekarno

menyerukan negara- negara di dunia untuk tidak tunduk terhadap blok- blok yang

saling berseteru di kala itu sehingga kemudian lahir Gerakan Non-Blok yang

diinisiasi dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di Bandung pada tahun

1955. Pada Fase Selanjutnya kebijakan politik luar negeri Indonesia ditunjukan

Soekarno dengan keberpihakan Soekarno terhadap Partai Komunis Indonesia

1

Page 2: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

(PKI) yang kemudian membawa Soekarno terhadap peristiwa pidato penyampaian

pidato manifesto politik (manipol) yang mengidentifikasikan imperialis barat

sebagai musuh nasional.1 Taktik yang konfrontatif ini kemudian digunakan

kembali oleh Soekarno ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia

akibat pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro

terhadap imperialisme Barat. Hal ini dianggap mengancam keberkembangan

Nefos (New Emerging Forces) oleh Oldefos (Old Established Forces), yakni dua

kategorisasi negara yang dibentuk oleh Soekarno. Berbagai kebijakan luar negeri

kemudian muncul dengan landasan kepentingan nasional yang berorientasi pada

penguatan eksistensi Indonesia dan Nefos. Salah satu tindakan yang paling

terkenal ialah pembentukan poros Jakarta – Peking dimana Indonesia pada saat itu

menjadi sangat dekat dengan China. Tidak hanya sampai di situ,Jakarta pada era

tersebut digambarkan sebagai pusat pemerintahan yang akrab dengan Moskow,

Beijing dan Hanoi serta garang terhadap Washington dan sekutu Barat.2 Sebagai

dampak, ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi terbatas pada

seputar negar- negara komunis semata. Puncak sikap kontra Soekarno terhadap

Barat ditunjukkan dengan keluarnya Indonesia dari PBB pada tanggal 7 Januari

1965 sebagai bentuk ketidaksukaan Indonesia terhadap pengangkatan Malaysia

yang dinilai pro Barat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Di era Reformasi, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih secara

demokratis sebagai Presiden Indonesia pada tahun 2004. Salah satu tugas berat

1http://www.scribd.com/doc/24673774/Politik-Luar-Negeri-Indonesia-Kebebasaktifan-Yang- Oportunis diakses pada 4April 2013 pukul 12:052http://pustaka.unpad.ac.id/wp-/01/change_and_continuity_in_indonesia_foreign_policy.pdf diakses pada 4 April 2013 pukul 12:08

2

Page 3: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

SBY adalah melakukan revitalisasi peran internasional Indonesia agar dapat

kembali berperan aktif dalam berkontribusi terhadap permasalahan Internasional

maupun pemenuhan kepentingan nasional melalui instrumen politik luar negeri.

Peringatan ke-50 Konferensi Asia-Afrika pada April 2005 dengan menawarkan

kerja sama New Asian-African Strategic Partnership (NAASP) merupakan

manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk

kembali aktif dalam berintraksi dengan masyarakat internasional.3

Politik luar negeri Indonesia di era Soekarno dapat dikatakan cenderung ke

arah kiri. Jakarta tampak lebih akrab dengan Moskow, Beijing maupun Hanoi, dan

tampak garang terhadap AS dan sekutu Baratnya. Keagresifan Bung Karno antara

lain ditandai dengan pembentukan NEFOS (New Emerging Forces) yang

beranggotakan negara-negara Dunia Ketiga, serta gagasan pembentukan “Poros

Jakarta-Beijing-Pyongyang” yang kesemuanya menunjukkan kedekatan Bung

Karno dengan komunis. Bung Karno melakukan tindakan-tindakan konfrontatif,

di antaranya saat menyatakan perang dengan Malaysia pada tahun 1964

dan setahun kemudian RI keluar dariPerserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun yang

sama. Pertikaian dengan Malaysia tersebut juga memancing reaksi Inggris dan

Australia untuk kontak senjata dengan RI.4

Rumusan bebas-aktif dalam kenyataannya menjadi sebuah bualan utopia

yang hendak dibangun Soekarno dan Hatta. Inkonsistensi mereka dalam

mendefinisikan bebas-aktif menjadi jamuan pengkhianatan atas idealisme yang

mereka bangun. Hal ini ditunjukkan secara gamblang dalam ketidaksukaan

3http://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/.pd f diakses pada 4 April 2013.4Sinar Harapan, Dari Bung Karno yang Vokal ke Mbak Mega yang Bungkam, diakses dalam http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/07/27/0058.htmlpada 25 Juli 2013

3

Page 4: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

Soekarno terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer kemudian

diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap

gagal membuat Belanda angkat kaki dari Irian Barat. Dukungan Amerika Serikat

yang kemudian didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi

kedekatan Jakarta dengan Moskow.

Selama beberapa tahun terakhir salah satu prioritas utama diplomasi

Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden SBY adalah membangun kedekatan

hubungan dengan negara-negara mitra kunci, baik negara maju maupun

berkembang, dalam bentuk strategic partnerships ataupun comprehensive

partneships.5 Kemitraan strategis maupun kemitraan komprehensif merupakan

suatu upaya untuk menyusun struktur hubungan, persetujuan berdasarkan prioritas

dan bagaimana untuk mencapai target yang telah ditetapkan sehingga hubungan

kemitraan yang telah terjalin menjadi lebih terukur dan dapat diprediksi.6 Dalam

pengertian lain, kemitraan strategis menunjukan suatu hubungan kemitraan yang

didasari oleh sebuah persetujuan untuk menempa dan melembagakan kerjasama

berdasarkan seperangkat isu yang telah disepakati bersama dan berjangka

panjang. Kemitraan strategis maupun komprehensif ini menjadi bagian penting

dan tuntutan diplomasi luar negeri Indonesia yang lebih pro-aktif, dimana

Indonesia ingin dilihat sebagai negara yang secara strategis dan politis

mempunyai arti bagi stabilitas dan perdamaian kawasan.

Politik luar negeri indonesia di era SBY berusaha menjalin hubungan

dengan hampir semua negara. Hal ini sesuai dengan jargon politik luar negerinya

5http://repository.unri.ac.id/bitstream/PLN%20RI%20Era%20Presiden%20SBY%202009- 2011.pdf diakses pada 4 April 2013.6Siswo Pramono, “A Million Friends Diplomacy”, The Jakarta Post Online, 13 Juni 2010.

4

Page 5: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

zero enemy, million friendsyang sifatnya lebih terbuka baik itu hubunganya

dengan negara kapitalisme barat dan komunisme sekalipun. Buktinya Ameraka

Serikat sebagai representasi negara barat menjadi partner ekonomi dan militer

Indonesia. Di lain pihak negara China sebagai representasi negara komunis pun

juga turut memiliki hubungan baik dengan Indonesia dalam bidang ekonomi pasar

bebas. Hal ini tentu saja berbeda dengan apa yang di lakukan soekarno dengan

idealismenya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan

Soekarno dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan

Susilo Bambang Yudhoyono dalam kaitannya menjalin hubungan kerjasama

dengan negara-negara komunis dan kapitalisme barat?”

C. Kerangka Pemikiran

1. Konsep Politik Luar Negeri

Politik luar negeri merupakan rangkaian kebijakan otoritatif dari suatu

negara terhadap dunia luar, dipengaruhi dan dibentuk oleh berbagai faktor internal

dan eksternal yang saling berinteraksi. Politik luar negeri menggambarkan suatu

tindakan negara yang mengarah pada situasi tertentu yang dipengaruhi oleh

kondisi, ruang dan waktu, baik dipengaruhi oleh kondisi domestik maupun

kondisi internasional. Pollitik (kebijakan) luar negeri adalah strategi yang

5

Page 6: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

dirumuskan oleh elit politik suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain

untuk memperoleh, memperjuangkan, dan mempertahankan kepentingan

nasionalnya (national interest) melalui jalan (instrumen) diplomasi ataupun

perang. 7

Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan mendasar serta

faktor paling menentukan yang menmandu para pembuat keputusan dalam

merumuskan politik luar negerinya. kepentingan nasional merupakan konsepsi

sangat umun tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan sangat vital bagi

negara. unsur tersebut mencakup kelangsungan hidup bangsa dan negara,

kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan militer, dan kesejahteraan ekonomi.

karena tidak ada interest secara tunggal mendominasi fungsi pembuatan

keputusan suatu pemerintahan, maka konsepsi ini dapat menjadi lebih akurat jika

dianggap sebagai “national interest”. manakala sebuah negara mendasarkan

politik luar negeri sepenuhnya pada kepentingan nasional secara kukuh denga

sedikit atau tidak hirau sama sekali terhadap prinsip-prinsip moral universal maka

negara tersebut dapat diungkapkan sebagai kebijaksanaan realistis, berlawanan

dengan kebijakan idealis yang memperhatikan prinsip moral internasional.8

Kepentingan nasional (national interest) merupakan pilar utama bagi

teorinya tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realis.

Pendekatan morgenthau ini begitu terkenal sehingga telah menjadi suatu

paradigma dominan dalam studi politik internasional sesudah Perang Dunia II. hal

7Ganewati Wuryandari, ‘Enam Dekade Politik Luar Negeri Indonesia’, dalam Ganewati Wuryandari (ed), Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal 17-18.8 Jack C Plano. Roy Olton,. Kamus Hubungan Internasioanal. Putra Bardin. Hal. 7.

6

Page 7: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

ini didasarkan pada premis bahwa strategi diplomasi harus didasarkan pada

kepentingan nasional, bukan pada alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang

dianggapnya utopis dan bahkan berbahaya. kepentingan nasional setiap negara

adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan

mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan

kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan

maupun kerjasama. Demikianlan Morgenthau membangun konsep abstrak yang

artinya tidak mudah di definisikan, yaitu kekuasaan (power) dan kepentingan

(interest), yang dianggapnya sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan

politik internasional.

K.J.Holsti memberikan pandangan yang menarik tentang sudut pandang

analisa politik luar negeri. Dalam pandanganya kajian politik internasional dan

kebijakan luar negeri akan memusatkan perhatian kepada tindak-tanduk dan

perilaku pribadi para negarawan. Ini adalah pendekatan yang biasa digunakan para

ahli sejarah diplomasi, dengan anggapan yang benar bahwa perilaku “negara”

sesungguhnya dimanifestasikan dalam aktor pengambilan kebijakan yang

merumuskan tujuan, memilih di antara serangkaian tindakan dan memanfaatkan

kemampuan nasional untuk mencapai tujuan atas nama negara. Tingkat analisis

ini memofuskan pada ideologi, motifasi, cita-cita, persepsi, nilai-nilai atau

keistimewaan mereka yang diberi wewenang untuk mengambil berbagai

keputusan bagi negara.9

9 K.J.Holsti, Politik Internasional: Kerangka Untuk Analisis, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1988, hal. 17.

7

Page 8: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

Politik internasional abad kesembilan belas, secara unik dipengaruhi oleh

pertumbuhan isu-isu ideologi, peningkatan kerusakan akibat perang, dan

kebangkitan nasionalisme serta keterlibatan rakyat dalam hubungan luar negeri.

Berdasarkan ideologi aktor K.J .Holsti membagi peran aktor sebagai

berikut:

1. Benteng Revolusi, Pembebas. Beberapa pemerintah berpendapat

bahwa mereka wajib mengorganisasikan atau memimpin berbagai tipe

gerakan revolusioner di luar negeri. Menurut mereka salah satu tugas

negara mereka adalah membebaskan negara lainnya atau bertindak

sebagai kubu gerakan revolusioner luar negeri-yaitu, menyediakan

suatu kawasan yang dapat dipandang oleh para pemimpin revolusioner

asing sebagai sumber dukungan fisik dan moral, dan juga sebagai

pemberi ilham ideologi. Pengumuman kebijakan luar negeri cina pada

tahun 1950-an dan 1960-an penuh dengan sindiran terhadap peran

internasional. Sindiran semacam itu terdapat pula dalam peryataan

politik para pemimpin negara-negara yang baru merdeka.

2. Pemimpin Regional. Tema konsepsi peran ini mengacu pada

kewajiban atau tanggung jawab khusus yang dirasakan oleh suatu

pemerintahan terhadap suatu wilayah atau kawasan. Tema ini sangat

menonjol dalam pernyataan politik pemerintah Libya mengenai

posisinya di Timur Tengah dan kadang-kadang dalam konsepsi

Amerika mengenai tugas-tugas internasionalnya.

8

Page 9: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

3. Bebas Aktif. Kebanyakan pernyataan politik pemerintah yang

mendukung strategi nonblok tidak lebih dari pada afirmasi peran

“merdeka” dalam kebijakan luar negeri. Akan tetapi, beberapa negara

berpendapat bahwa kemerdekaan tidak harus berarti isolasi atau

ketidakterlibatan. Tema konsepsi peran menekankan pentingnya

meningkatkan ketirlibatan melalui pembinaan hubungan diplomatik

dengan sebanyak mungkin negara, dan kadang-kadang melibatkan diri

sebagai mediator dalam konflik blok. Konsepsi peran bebas aktif

sering dijumpai dalam pernyataan kebijakan luar negeri para pejabat

tinggi Yugoslavia, India, Malaysia, Rumania, dan Indonesia.

4. Pendukung pembebasan. Berbeda dengan konsepsi peran kubu

rovolusi, peran pendukung pembebasan tidak menunjukan tanggung

jawab formal untuk mengorganisasikan, memimpin, atau secara fisik

mendukung gerakan pembebasan di luar negeri. Kebanyakan bangsa

yang sedang membangun melihat diri mereka sendiri sebagai

pendukung yang sederhana pembebasan nasional atau gerakan anti

kolonial. Oleh karena itu, kita dapat meramalkan misalnya, bahwa

mengenai isu kolonial di perserikan bangsa-bangsa, pemerintah ini

akan selalu bersikap antikolonial.

5. Agen Antiimperialis. Di mana imperialisme dirasakan sebagai suatu

ancaman, banyak pemerintah yang menyatakan dirinya sebagai agen

dalam “perjuangan” menentang ancaman ini. Pemerintah Uni Sovyet,

9

Page 10: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

Vietnam, dan Libya, antara lain, adalah agen-agen antiimperialis yang

menonjol.

6. Pembela Kepercayaan. Beberapa pemerintah memandang bahwa

tugas kebijakan luar negerinya adalah untuk membela nilai-nilai

tertentu dari serangan. Misalnya, Presiden Kennedy, dalam pidato

pelantikanya, menyatakan bahwa Amerika Serikat akan “membayar

setiap negara, memikul setiap kewajiban, memecahkan setiap

kesulitan, membantu setiap sahabat, atau menentang setiap musuh

untuk menjamin kelangsungan dan suksesnya kebebasan. Dengan nada

yang sama Walter Ulbricht, bekas kepala pemerintahan Jerman Timur,

melihat tanggung jawab utama negaranya adalah “membela tradisi

kemanusiaan eropa melawan Amerikanisme dan militerisme Jerman

yang kejam.”

7. Mediator – Pemersatu. Sejumlah pemerintah kontemporer

memandang diri mereka sendiri mampu atau bertanggung jawab, untuk

memenuhi atau menjalankan tugas mediasi khusus untuk

mendamaikan negara lain atau kelompok negara. Mereka melihat diri

mereka sebagai “pemersatu” regional atau global. Tema semacam ini

sering muncul dalam pernyataan kebijakan luar negeri Kanada,

Perancis, Rumania, Amerika Serikat, dan Yugoslavia.

8. Pembangun. Tema dalam konsepsi peran ini menunjukkan suatu tugas

atau kewajiban khusus untuk membantu negara-negara yang sedang

membangun. Acuan pada kecakapan atau keunggulan khusus untuk

10

Page 11: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

melaksanakan tugas berkesinambungan semacam ini juga tampak

sering. Kebanyakan negara industri, baik timur maupun barat melihat

hal ini sebagai salah satu peran internasional atau regional mereka.

9. Sekutu Yang Setia. Para pembuat kebijakan memandang kebanyakan

aliansi dewasa ini sebagai usulan satu pihak. Banyak negara manerima

jaminan aliansi dari negara lain, tetapi harus mengikatkan diri mereka

untuk mendukung tujuan-tujuan politik luar negeri negara yang

memberikan jaminan itu. Konsepsi peran sekutu yang setia adalah

salah satu konsepsi yang digunakan oleh para pembuat kebijakan

untuk menyatakan bahwa mereka akan mendukung, dengan segala cara

yang mungkin, para sekutu-saudara mereka. Perhatian mereka

umumnya lebih tertuju pada pemberian bantuan yang sudah dijanjikan

kepada negara lain ketimbang pada penerimaan bantuan dari negara

lain. Jerman Timur dan Inggeris sering menekankan komitmen aliansi

mereka dengan cara ini.

10. Teladan. Konsepsi peran ini menekankan pentingnya peningkatan

prestise dan memperoleh pengaruh dalam sistem internasional dengan

mengejar kebijakan dalam negeri tertentu.

Dibawah kepemimpinan Presiden SBY, Indonesia semakin outward

looking, karena ada masa dimana setelah reformasi, indonesia dipandang oleh

negara-negara kawasan sebagai negara yang inward looking, jadi terlalu dibebani

oleh masalah-masalah dalam negeri. Dalam sebuah pidato menyambut HUT ke-65

11

Page 12: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

kemerdekaan RI, disampaikan Susilo Bambang Yudhoyono, tantangan Indonesia

sekarang dan ke depan adalah bagaimana kita beradaptasi dengan perubahan

jaman.

“Dulu, Bung Hatta pernah melukiskan tantangan politik luar negeri sebagai “mendayung di antaradua karang”dalam arti antara Blok Barat dan Blok Timur. Kini, saat persaingan Blok Barat dan Blok Timur sudah hilang. Diplomasi Indonesia di Abad ke-21 menghadapi dunia yang jauh lebih kompleks, ibarat “mengarungi samudera yang penuh gejolak”. Kita kini dapat menempuh “all directions foreign policy”.Kita dapat mempunyai “a million friends, zero enemy”.”10

a million friends, zero enemymerupakan jargon politik luar negeri

indonesia di era SBY yang menunjukan bahwa indonesia terbuka untuk menjalin

hubungan dengan negara manapun. Bagi sebagian pengamat SBY cendrung

liberal dan pragmatis karna tidak melibatkan ideoligi negara mitra sebagai

pertimbangan menjalin hubungan diplomatik. SBY tetap menjalankan hubungan

baik dengan negara-negara komunis baik itu china maupun rusia.

Periode Orde Lama dimulai ketika Presiden Soekarno menyatakan dekrit

1959 yang berisi tentang pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi

negara dan menghapus UUD RIS. Akan tetapi secara teknis, Presiden Soekarno

memimpin era ini semenjak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Meskipun

demikian, sejarah perjuangan Soekarno dalam merebut kemerdekaan Indonesia

dari kolonialisme Barat telah membentuk pandangan Soekarno menjadi anti

terhadap Barat. Sehingga secara sikap politik pun, Soekarno nampak cenderung

pro terhadap ideologi kiri atau timur. Kedekatan ini ditunjukan dengan

10Presiden: Ini Saatnya Indonesia Mendunia, diakses dari http://log.viva.co.id/news/read/171307-presiden-sby--ini-saatnya-indonesia-mendunia, pada 1 Agustus 2013

12

Page 13: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

keberpihakan Soekarno terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kemudian

membawa Soekarno terhadap peristiwa pidato penyampaian pidato manifesto

politik (manipol) yang mengidentifikasikan imperialis barat sebagai musuh

nasional.11

2. Teori Pengambilan Keputusan Politik Luar Negeri

Sebagai besar studi mengenai “politik dunia” atau politik inetrnasional pada

kenyataan telah menjadi studi mengenai kebijakan luar negeri. Studi itu

memusatkan perhatian pada deskripsi kepentingan, tindakan dan unsur kekuatan

adikuasa. Kebijakan luar negeri menjadi politik internasional? Perbedaan antara

kedua istilah itu mungkin lebih besifat akademik dari pada riil, tetapi secara kasar

perbedaan itu adalah mengenai tujuan dan tindakan (keputusan dan kebijakan)

satu atau beberapa negara dan interaksi antara dua negara atau lebih.

Gambar Perbandingan Kebijakan Luar Negeri dan Politik Internasional:

KEBIJAKAN LUAR NEGERI POLITIK INTERNASIONAL Negara lainNegara A (lingkungan)

Negara A Negara BYang menghasilkan sasaran tindakansasarandan tindakan

tindakan sasaran

Sumber: Holsti, K.J. International Politics: A Framework for Analysis Fourth Edition, edisi Bahasa Indonesia Politik Internasional: Kerangka untuk Analisis Edisi Keempat Jilid 2. Diterjemahkan oleh M. Tahir Azhary. Jakarta: Erlangga, 1988, hal. 22

11http://www.scribd.com/doc/24673774/Politik-Luar-Negeri-Indonesia-Kebebasaktifan-Yang- Oportunis diakses pada 30 Desember 2012 pukul 21:17

13

Kemampuan, pembuatan kebijakan, kebutuhan, aspirasi, dsb.

Tanggapan

Tanggapan

Page 14: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

Pembahasan mengenai tujuan negara, variabel-variabel yang mempengaruhi

pemilikan tujuan tersebut dan berbeda teknik yang digunakan untuk mencapai hal

itu berkaitan erat dengan studi kebijakan luar negeri, sementara pertimbangan

mengenai sistem penolakan dan perilaku internasional dalam situasi konflik lebih

dekat dengan gagasan interaksi antara negara.

Menurut Willian D. Coplin dalam membuat kebijakan politik luar negeri

para pengambil keputusan tidak bertindak tanpa pertimbangan. Tetapi sebaliknya,

kebijakan politik luar negeri tersebut dipandang sebagai akibat dari tiga hal yang

mempengaruhi para pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan politik

dalam negeri, yaitu kondisi politikdalam negeri, kemampuan ekonomi dan militer

dan yang terakhir adalah konteks internasional.12Jika digambarkan maka hasilnya

adalah sebagai berikut :

Gambar Proses Pengambilan Kebijakan Politik Luar Negeri

12 Willian D Coplin dan Marsedes Marbun.2003.Pengantar Politik Internasional. Bandung: Sinar Baru.

14

Politik dalam negeri

Kebijakan politik luar negeri

Pengambil keputusan

Kontek internasional (suatu produk

tindakan politik luar negeri seluruh negara

pada masa lampau, sekarang, dan masa

mendatang yang mungkin atau yang

diantisipasi)

Kondisi ekonomi dan militer

Page 15: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

Sumber : William D. Coplin dan Marsedes Marbun “Pengantar Politik Internasional”, Bandung, 2003, hal. 30

Coplin menekankan bahwa yang menjadi pusat perhatian adalah orang-

orang yang memegang peran dalam pengambilan kebijakan politik luar negeri,

yaitu orang-orang yang memiliki tanggungjawab resmi dan pengaruh dalam

mengambil kebijakan-kebijakan yang menyangkut keterlibatan negaranya dalam

hubungan dengan aktor lain. Pengambil kebijakan luar negeri sebenarnya lebih

merupakan sebuah proses yang melibatkan banyak pertimbangan dan sangat

kompleks.

D. Hipotesa

Kebijakan politik luar negeri Indonesia di era Soekarno cenderung anti

Barat, dan lebih condong ke negara-negara komunis, seperti Uni Soviet dan

China, sedangkan politik luar negeri Indonesia di era Susilo Bambang Yudhoyono

politik luar negeri cenderung terbuka yakni Indonesia menjalin hubungan baik

dengan negara-negara komunis seperti China dan juga kapitalisme barat seperti

Amerika Serikat.

E. Tujuan Penelitian

Penilitian ini bertujuan untuk

1. mengetahui perkembangan arah politik luar negeri Indonesia.

2. Mengetahui gaya kepemimpinan Soekarno dan SBY dalam mengarahkan

politik luar negeri indonesia.

15

Page 16: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

F. Metode Penilitian

Penelitian ini merupakan hasil dari studi pustaka penulis dengan

mengunakan beberapa sumber baik dari buku, jurnal, majalah, surat kabar, artikel

online dan sumber pustaka lainnya. Metode kualitatif ini berusaha memfokuskan

pada analisa deskriptif yang mengacu pada landasan teori yang telah dibangun

oleh penulis.

G. Jangkauan Penelitian

Untuk mempermudah penulisan, penulis akan membatasi ruang lingkup

kajian agar penulis tidak menyimpang dari tema atau tujuan yang diinginkan.

Fokus utama dari penulisan ini adalah membahas Bagaimana perbandingan politik

luar negeri Indonesia di Era Soekarno dan SBY. Penulis akan mulai

membandingkan arah politik luar negeri kedua presiden tersebut dengan melihat

arah kerjasama atau aliansi yang dibentuk oleh Indonesia di era presiden tersebut.

Penulis akan mendeskripsikan ke arah mana Indonesia menjalin hubungan kerja

sama dengan negara-negara di dunia, serta mengemukan alasan masing-masing

presiden menjalin hubungan atau aliansi dengan negara-negara tersebut.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan apabila penulis akan

menjelaskan diluar batasan tersebut. Menengok kembali peristiwa – peristiwa

sebelumnya untuk memperkuat dan dapat dijadikan data pendukung penulisan,

dengan catatan diperhatikan relevansinya.

16

Page 17: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

H. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan.

Pada bab ini penulis memaparkan konstruksi dasar penelitian yang terdiri

dari Latar belakang, Rumusan masalah, Kerangka pemikiran, Hipotea, Tujuan

penelitian, Metode penelitian.

BAB II : Politik Luar Negeri Indonesia Di Era Soekarno

Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan arah politik luar negeri

Indonesia dengan negara-negara komunis secara umum. Penulis berusaha

mendeskripsikan hubungan Indonesia dengan negara komunis baik itu dari

beberapa bidang diplomasi seperti ekonomi, pendidikan, militer, dan kedekatan

emosional dan ideoligis Indonesia dengan negara komunis.

BAB III : Politik Luar Negeri Indonesia Di Era SBY

Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan secara umum hubungan

politik luar negeri Indonesia dengan negara-negara kapitalis barat. Pertimbangan

ekonomi militer, pendidikan, dan dimensi lain diplomasi menjadi pertimbanagn

analisa penulis dalam mendeskripsikan hubungan keduanya. Peluang kerja sama

dilihat sebagai wujud hubungan baik masing-masing nagara baik itu di tinjau dari

keuntungan dan kerugian yang dihadapi.

17

Page 18: thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t32495.docx · Web view(NAASP) merupakan manifestasi awal dari keinginan Indonesia dibawah pemerintahan SBY untuk kembali aktif dalam berintraksi

BAB IV : Komparasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia Dalam

kerjasama Dengan negara Komunis Dan Kapitalisme Barat Di Era Soekarno

(Orde Lama) Dengan Di Era Susilo Bambang Yudhoyono (Reformasi)

Bab ini merupakan pembahasan analisa penulis terhadap arah politik luara

negeri indonesia di era Soekarno dan SBY. Perbandingan keduanya akan

dideskripsakan penulis melalui beberapa indikator perbandingan yakni bentuk

politik luar negeri, ideoligi kedua aktor tersebut kekuatan dan pengaruh

internasional, kiblat politik luar negeri yang di lihat dari hubunga kerja sama, dan

pencapaiaan serta kesuksesan keduanya di dunia internasional. Ruang analisa

akan mengerucut pada hubungan indonesia dengan negara-negara komunis dan

kapitalisme barat semasa kedua presiden itu menjabat.

BAB V : Penutup.

Bab ini merupakan kesimpulan dari seluruh hasil pembahasan penelitian

penulis sekaligus sebagai deskripsi pembuktian atas hipotesa yang telah dibangun

pada awal penelitian.

18