-laporan-perencanaan-agregat

49
PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secar input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan prod memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan, kebu service, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat perse yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis. Peramalan permintaan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok pr kasar (tanpa memperhatikan perbedaan spesifikasi produk), khu waktu yang panjang. Perencanaan agregat kemudian dikembangkan untuk kebutuhan produksi bulanan atau triwulanan bagi kelompokk elompok p yang telah diperkirakan dalam peramalan permintaan. Perencanaan produksi akan mudah dibuat bila tingkat permintaan atau bila waktu produksi tidak menjadi kendala. Tetapi kedua kondis dalam keadaan sebenarnya, dimana secara nyata tingkat permintaan ak perusahaan selalu dibatasi oleh tanggal waktu penyerahan produk. Perencanaan produksi yang tidak tepat dapat mengakibatkan tingg tingkat persediaan, sehingga mengakibatkan peningkatan ongkos simpa persediaan. Dan yang lebih fatal, hal tersebut dapat mengurangi pelayanan kepada konsumen karena keterlambatan penyerahan produk. Perencanaan produksi sebagal suatu perencanaan taktis adalah bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimi dalam memenuhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Yang dimaksu daya yang dimiliki adalah kapasitas mesin, tenaga kerja, teknologi Iainnya. Keterlibatan manajemen puncak pada tahap perencanaan produksi s khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, pemasaran dan k sudut pandang pabrikasi, perencanaan produksi membantu dalam peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan penyesuaian-penyesuaia yang perlu dilakukan. Dan sudut pandang pemasaran, perencanaan prod SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

Upload: heri-setiyawan

Post on 21-Jul-2015

605 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan produksi dimulai dengan meramalkan permintaan secara tepat sebagai input utamanya. Selain peramalan, input-input untuk permintaan produk tersebut juga harus memasukkan pesanan-pesanan aktual yang telah dijanjikan, kebutuhan spare-part dan service, kebutuhan persediaan gudang, dan penyesuaian tingkat persediaan sebagaimana yang telah ditentukan dalam perencanaan strategi bisnis. Peramalan permintaan biasanya dibuat untuk kelompok-kelompok produk secara kasar (tanpa memperhatikan perbedaan spesifikasi produk), khususnya selama periode waktu yang panjang. Perencanaan agregat kemudian dikembangkan untuk merencanakan kebutuhan produksi bulanan atau triwulanan bagi kelompokk elompok produk sebagaimana yang telah diperkirakan dalam peramalan permintaan. Perencanaan produksi akan mudah dibuat bila tingkat permintaan bersifat konstan atau bila waktu produksi tidak menjadi kendala. Tetapi kedua kondisi mi jarang terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana secara nyata tingkat permintaan akan berfluktuasi dan perusahaan selalu dibatasi oleh tanggal waktu penyerahan produk. Perencanaan produksi yang tidak tepat dapat mengakibatkan tingginya/rendahnya tingkat persediaan, sehingga mengakibatkan peningkatan ongkos simpan/ongkos kehabisan persediaan. Dan yang lebih fatal, hal tersebut konsumen karena keterlambatan penyerahan produk. Perencanaan produksi sebagal suatu perencanaan taktis adalah bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Yang dimaksud dengan sumber daya yang dimiliki adalah kapasitas mesin, tenaga kerja, teknologi yang dimiliki, dan Iainnya. Keterlibatan manajemen puncak pada tahap perencanaan produksi sangat diperlukan, khususnya perencanaan mengenai penentuan pabrikasi, pemasaran dan keuangannya. Dan sudut pandang pabrikasi, perencanaan produksi membantu dalam menentukan berapa peningkatan kapasitas yang dibutuhkan dan penyesuaian-penyesuaian kapasitas apa saja yang perlu dilakukan. Dan sudut pandang pemasaran, perencanaan produksi menentukan dapat mengurangi pelayanan kepada

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATberapa jumlah produk yang akan disediakan untuk memenuhi permintaan. Dan sudut pandang keuangan, perencanaan produksi mengidentifikasikan besarnya kebutuhan dana dan memberikan dasar dalam pembuatan anggaran. B. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dan praktikum mi antara lain: 1.2.

Permasalahan yang akan di bahas adalah mengenai perencanaan agregat. Pengolahan data perhitungan yang berhubungan dengan Perencanaan Agregat. Penyelesaian persoalan yang berhubungan dengan perencanaan agregat.

3.

C. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dan praktikum ini adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Mengetahui konsep mengenai agregat Mampu menyusun rencana agregat Mengetahui tujuan, dan sifat Perencanaan Agregat Mengetahui input dan output Perencanaan Agregat. Mengetahui ongkos-ongkos yang terlibat dalam Perencanaan Agregat. 6. Mengetahui strategi PerencanaanAgregat beserta keuntungan dan kerugiannya masing-masing. 7. Mengetahui contoh perhitungan yang berhubungan dengan Perencanaan Agregat. 8. Mengetahui metode dalam menyusun rencana agregat

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perencanaan Agregat Perencanaan agregat ( agregat planning) juga dikenal sebagai penjadwalan agregat adalah suatu pendekatan yang biasanya dilakukan oleh para manajer operasi untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah ( biasanya antara 3 hingga 12 bulan ke depan). Perencanaan agregat dapat digunakan dalam menentukan jalan terbaik untuk memenuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerja lembur, tingkat subkontrak dan variable lain yang dapat dikendalikan. Keputusan penjadwalan menyangkut perumusan rencana bulanan dan kuartalan yang mengutamakan masalah mencocokkan produktifitas dengan permintaan yang fluktuatif. Oleh karenanya perencanaan agregat termasuk dalam rencana jangka menengah.

B. Tujuan Perencanaan Agregat Pada dasarnya tujuan perencanaan agregat adalah berusaha untuk memperoleh suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada periode perencanaan. Namun bagaimanapun juga, terdapat permasalahan starategis lain yang mungkin lebih penting daripada biaya rendah. Permasalahan strategis yang dimaksud itu antara lain mengurangi permasalahan tingkat ketenagakerjaan, menekan tingkat persediaan, atau memenuhi tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Bagi perusahaan manufaktur, jadwal agregat bertujuan menghubungkan sasaran strategis perusahan dengan rencana produksi, tetapi untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan menghubungkan sasaran dengan jadwal pekerja. Ada empat hal yang diperlukan dalam perencanaan agregat antara lain:

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT1.

Keseluruhan unit yang logis untuk mengukur penjualan dan output. Maksudnya

di sini adalah untuk meramalkan agregat yang 2. Prediksi permintaan untuk suatu periode perencanaan jangka menengah yang

layak pada waktu agregat. 3. 4. metode untuk menentukan biaya. model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan

penjadwalan dapat dibuat untuk periode perencanaan.

C. Sifat Perencanaan Agregat Perencanaan agregat menurut istilah agregat berarti mengombinasikan sumber daya yang sesuai ke dalam jangka waktu keseluruhan. Dengan prediksi permintaan, kapasitas fasilitas, tingkat persediaan, ukuran tenaga kerja, dan input yang saling berhubungan, perencana harus memilih tingkat output untuk sebuah fasilitas selama 3 hingga 12 bulan yang akan datang. Dalam perencanaan agregat, rencana produksi tidak menguraikan per produk tetapi menyangkut berapa banyak produk yang akan dihasilkan tanpa mempermasalahkan jenis dan produk tersebut. Sebagai contoh pada perusahaan pembuat mobil, hanya memperhitungkan berapa banyak mobil yang akan dibuat, tetapi bukan berapa banyak mobil dua pintu atau empat pintu atau berapa banyak mobil berwarna merah atau biru.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

D. Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat Input Dan Output Perencanaan Agregat Pembatasan kapasitas produksi untuk alternatif produksi Keputusan menggunakan alternatif yang mungkin INPUTS Ramalan permintaan tiap periode Alternatif produksi yang mungkin Data biaya pada item 2 Kondisi inisial : P1, I1 Kriteria Performan OUTPUTS Rata-rata produksi Alokasi permintaan untuk

Perencana an Agregat

Ukuran tenaga kerja Inventori tersimpan Jumlah subkontrak St Untuk t = 1,2,.....,12

Peminimalan total biaya produksi

E. Ongkos-ongkos yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat

Berdasarkan keterangan diatas, maka ongkos-ongkos yang terlibat dalam perencanaan agregat adalah: 1. HIRING COST (Ongkos Penambahan Tenaga Kerja)

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATPenambahan tenaga kerja menimbulkan ongkos-ongkos untuk iklan, proses seleksi dan training. Ongkos training merupakan ongkos yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman. 2. FIRING COST (Ongkos Pemberhentian Tenaga Kerja) Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastis. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktifitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Kesemua akibat ini dianggap sebagai ongkos pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan. 3. OVERTIME COST DAN UNDERTIME COST (Ongkos Lembur Dan Ongkos Menganggur) Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi,tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan ongkos tambahan lembur yang biasanya 150% dari ongkos kerja reguler. Disamping ongkos tersebut, adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan karena capek. Kebalikan dari kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung ongkos menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya. 4. INVENTORY COST DAN BACKORDER COST (Ongkos Persediaan Dan Ongkos Kehabisan Persediaan) Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekwensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya ongkos penyimpanan (inventory cost/holding cost) yang berupa ongkos tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan ongkos sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATpermintaan yang datang tetapi tidak dapat dilayani karena barang yang diminta tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO (Make TO Order = Memproduksi Berdasarkan Pesanan) akan mengakibatkan jadwal penyerahan order terlambat, sedangkan pada sistem MTS (Make To Stock = Memproduksi Untuk Memenuhi Persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diingikan akan diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai ongkos kehabisan persediaan. Ongkos kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan ongkos pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu. 5. SUBCONTRACT COST (Ongkos Subkontrak) Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas reguler, biasanya perusahaan mensubkontrakkan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya ongkos subkontrak, dimana biasanya ongkos mensubkontrakkan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari kontraktor. F. Strategi Perencanaan Agregat. Pada umumnya, ada empat jenis strategi yang dapat dipilih dalam membuat perencanaan agregat. Pemilihan strategi tersebut tergantung dari kebijaksanaan perusahaan, keterbatasan perusahaan dalam prakteknya, dan pertimbangan biaya. Keempat jenis strategi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan. Alternative ini akan menghasilkan tingkat produksi relative konstan, tetapi mengakibatkan ongkos persediaan yang tinggi. 2. Merekrut (menambah) tenaga kerja pada saat permintaan tinggi dan

memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah. Penambahan tenaga kerja memerlukan biaya rekruitmen dan pelatihan. Biaya konpensasi dan reorganisasi sering kali harus dikeluarkan jika dilakukan pengurangan tenaga kerja. Biaya-biaya ini biasanya diikuti oleh biaya tak tampak seperti: kemerosotan moral kerja dan turn over tenaga kerja yang tinggi. Karena kapasitas fasilitas produksi adalah tetap, maka

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATpenurunan produktivitas mungkin akan terjadi jika penambahan tenaga kerja tanpa disertai dengan penambahan peralatan produksi (mesin-mesin). 3. Melemburkan pekerja. Alternative ini sering dipakai dalam perencanaan agregat, tetapi ada keterbatasannya dalam menjadwalkan kapasitas mesin dan tenaga kerja yang ada. Jika permintaan naik, maka kapasitas produksi dapat dinaikkan dengan melemburkan pekerja. Tetapi penggunaan lembur hanya dapat dilakukan dalam batas-batas maksimum kerja lembur yang bisa dilakukan perusahaan, misalnya pemerintah mengatur kerja lembur tidak boleh melebihi 25% dari waktu total kerja regular. Kenaikkan kapasitas produksi melebihi aturan tersebut hanya dapat dilakukan melalui penambahan tenaga kerja. Alternative lembur akan menyebabkan biaya tambahan karena biasanya tarif upah lembur adalah 150% dari upah regular. Jika permintaan turun, maka kapasitas produksi dapat disesuaikan dengan mengatur pekerja (undertime). Undertime akan mengakibatkan biaya tetap yang harus dibayar meskipun tenaga menganggur, kecuali manajemen dapat memberikan kerja tambahan selama mereka menganggur seperti pemeliharaan mesin dan lain-lain. 4. Mensubkontrakkkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk. Alternative ini akan mengakibatkan tambahan ongkos karena subkontrak dan ongkos kekecewaan konsumen bila terjadi kelambatan penyerahan dari barang yang disubkontakkan. Masing-masing alternative tersebut akan mempunyai dampak yang berpengaruh secara psikologis (moral, produktivitas) maupun non psikologis (ongkos, efisiensi). Sebagai contoh, perusahaan yang menaikkan tingkat produksi dengan cara lembur pada saat permintaan tinggi ada kemungkinan akan mengalami penurunan semangat pekerja pada saat lembur ditiadakan. Biasanya bagian perencanaan produksi akan membuat perencaan agregat dengan mengkombinasikan alternate-alternatif di atas sehingga fluktuasi permintaan dapat dikendalikan dan biaya total produksi yang direncanakan dapat ditekan seminim mungkin.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

G. Metode Perencanaan Agregat. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada perencanaan produksi agregat. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: Jumlah Tenaga Kerjanya Tetap dan Struktur Biayanya Linier Trial and Error Program Linier Transportasi Programa Dinamis

Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Linier Programa Linier

Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Non Linier Linier Decision Rule Heuristic Search

Metode Trial-Error Metode trial-error ini merupakan metode yang paling sederhana, tetapi tidak menghasilkan keputusan yang optimal. Metode ini memerlukan ketelitian dalam perhitungannya, karena sekali langkah awal salah, maka langkah berikutnya akan salah. Metode Transportasi Perencanaan agregat dapat mengunakan metode transportasi yang merupakan bagian dari perencanaan produksi programa linier dengan jumlah tenaga kerja ( work force) tetap. Metode ini mengijinkan penggunaan produksi reguler, overtime, inventori, backorder, dan subkontrak. Hasil perencanaan yang diperoleh dapat dijamin optimal dengan asumsi optimistik bahwa tingkat produksi (yang dipengaruhi oleh hiring dan

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATtraining pekerja) dapat dirubah dengan cepat. Agar metode ini dapat diaplikasikan, kita harus memformulasikan persoalan perencanaan agregat sehingga : 1. 2. Kapasitas tersedia (supplay) dinyatakan dalam unit yang sama dengan kebutuhan ( demand). Total kapasitas untuk horison perencanaan harus sama denga total peramalan kebutuhan. Bila tidak sam, kita gunakan variabel bayangan (dummy) sebanyak jumlah selisih tersebut dengan unit cost = 0. 3. Semua hubungan biaya merupakan hubungan linier.

Metode Programa Dinamis Tanpa Backorder Programa dinamis dapat diaplikasikan dalam menyelesaikan problem perencanaan produksi agregat dengan batasan-batasan tertentu. Ada 2 algoritma yang diperkenalkan, yaitu Algoritma Wagner Within yang digunakan untuk membuat perencanaan produksi tanpa ada kasus backorder, dan Algoritma Zangwill yang digunakan untuk membuat perencanaan produksi yang melibatkan kasus backorder. Asumsikan bahwa biaya produksi pada periode-t (C(Pt)) mengikuti tungsi sebagai berikut : 0 C(Pt) = At + bPt dimana : At = biaya produksi tetap pada periode-t b = biaya produksi variabel per-unit Pt = jumlah produksi pada periode t Bila kita definisikan variabel-variabel berikut ini sedemikian, dimana : Ft = peramalan (forecast) permintaan pada periode t It = persediaan (inventory) pada akhir periode t Maka Wagner dan Within menyatakan bahwa solusi optimal akan mempunyai sifatsifat sebagai berikut : , bila Pt > 0 (1.1) , bila Pt = 0

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATIt-1 . Pt Pt = 0, Ft, Ft+Ft+1, Ft+ Ft+1+ Ft+2,........., Ft (1.3) (1.2)

Persamaan (1.2) menyatakan bahwa untuk periode-t kapanpun kita dapat memakai persediaan dari periode sebelumnya untuk memenuhi semua permintaan pada periode sekarang (It-1 > Ft, Pt = 0) atau kita dapat memenuhi semua permintaan pada periode sekarang hanya memproduksi saja tanpa menggunakan persediaan (Pt > Ft , It-1 = 0). Persamaan (1.3) menyatakan bahwa jumlah produksi yang ditetapkan dalam periode kapanpun akan merupakan produksi keseluruhan periode atau kombinasi dari keseluruhan periode. Asumsikan bahwa akan dibuat perencanaan produksi yang sederhana untuk dua periode dengan peramalan permintaan F1 = F2 = 10. Jika backorder tidak diperbolehkan, maka akan ada 11 kombinasi yang mungkin dan jumlah produksi (Pt) sebagai berikut : P1 20 19 18 12 11 10 P2 0 1 2 8 9 10

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATkarena It-1 . Pt=0, maka kasus tersebut akan mengakibatkan dua jadwal utama yaitu : karena kita hanya perlu mengevaluasi jadwal yang utama, maka akan ada pengurangan usaha yang besar dalam perhitungan.

P1 20 10

P2 0 10

Struktur dari situasi perencanaan untuk banyak periode ditunjukkan pada gambar dibawah ini : Pada akhir periode ke-j kapanpun, dimana Ij = 0, maka akan ada sejumlah strategi produksi yang mungkin sehingga memenuhi seluruh permintaan yang masih tersisa dalam horison perencanaan, J+1 sampai T.

0

j

k

t

Bila Cjk = ongkos produksi pada periode j+1 untuk memenuhi permintaan pada j+1, j+2,....,k. Cjk diatas termasuk biaya produksi dan biaya persediaan selama sub-periode-j ke periode-k adalah sebagai berikut : C(Pjk) = AI + bI (Fj+1 + Fj+2 +.....+ Fk) = AI + bI PI ] j t tabel (t a/2, df = n-2). Diperoleh t hit = r [(n-2)/(1-r2)] = 4,162 > 2.0323. Tolak H0, berarti ada faktor trend, dapat dilihat pada Gambar 2.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Gambar 2. Faktor

Trend

3.3 Peramalan Metode peramalan yang cocok untuk kondisi berfaktor trend adalah double exponential smoothing, winter multiplicative dan multiplicative decomposition. Dari ketiga metode tersebut, dipilih metode peramalan dengan MAD terkecil dan hasil peramalan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peramalan dengan Metode Multiplicative Decomposition

3.4 Data Mesin Tabel 1. Data Mesin

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

3.5 Waktu Baku Penggunaan mesin secara otomatis mengakibatkan semua waktu proses di set-up melalui sistem komputerisasi dengan data seperti pada tabel dibawah ini.

3.6 Kapasitas Produksi Perhitungan waktu baku digunakan untuk menentukan kapasitas produksi tiap mesin seperti ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

3.7 Data Pekerja Total pekerja 108 orang yang terbagi dalam 3 shift. Data pekerja pada masing-masing bagian adalah sebagai berikut :

Kebijaksanaan perusahaan dalam hal tenaga kerja adalah :

Hari kerja sebulan 26 hari dengan 8 jam kerja per hari Jam lembur maksimal 8 jam per minggu, dilaksanakan pada hari minggu Sistem pengupahan : Upah pokok : Rp. 20.500,- per hari Upah lembur : Rp. 6.161,85 per jam

Pemutusan hubungan kerja dan perekrutan : Pesangon PHK : 6 bulan gaji = Rp. 3.198.000, Biaya rekrut : 2 stel seragam = Rp. 35.000,-

4. Model Integrasi Perencaan produksi dilakukan untuk 24 bulan yang terbagi dalam 8 periode perencanaan. 4.1 Perencanaan Produksi Agregat

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATPada perencanaan ini ditentukan tingkat produksi dan tingkat tenaga kerja yang meminimalkan biaya produksi untuk memenuhi permintaan pada tiap periode perencana. Model ini mengasumsikan bahwa jam kerja overtime menyesuaikan dengan jam kerja tenaga manual. Pengelompokan produk pada perencanaan agregat dilakukan berdasarkan body ubin keramik, yaitu body polos kilap dan body bergelombang, dimana :

body polos kilap : SYG, SYC, SYR, Malibu body bergelombang : ROB, ROGreen, ROT, Ob, Oc, Safari

Pengelompokan dilakukan karena kesamaan dalam proses produksi maupun bahan baku yang digunakan. Model Perencanaan Agregat : Variabel keputusan : P, I, S, Lr, Lo, Lu,L+,LMinimasi:

4.2 Perencanaan Kebutuhan Mesin Model ini digunakan untuk menentukan jumlah mesin atau peralatan kerja sesuai dengan jumlah permintaan pada tiap periode perencanaan. Pada model ini diasumsikan overtime dapat digunakan secara penuh, jadi tenaga kerja menyesuaikan dengan jam kerja mesin. Model Perencanaan Kebutuhan Mesin : Variabel keputusan : P, I, M, Mo Minimasi :

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Model ini menggunakan notasi : (a)+ = max {a,0} dan (a)- = max {-a,0} yang menyebabkan model menjadi non-linier. Model Kebutuhan mesin diatas dapat dilinierkan dengan transformasi : Xt = ( Mt Mt-1 )+ dan X t = ( Mt Mt-1 )Pada kendala ditambahkan Mt Mt-1 = Xt - X t It = It+ - It4.3 Model Integrasi Pada model perencanaan agregat dan perencanaan kebutuhan mesin, tidak diperhitungkan adanya ketergantungan antara tingkat tenaga kerja dan mesin. Pada model perencanaan agregat biasanya diasumsikan kapasitas mesin cukup besar untuk memenuhi tingkat perencanaan produksi untuk pekerja. Sedangkan model perencanaan mesin mengasumsikan bahwa tenaga kerja yang tersedia selalu dapat memenuhi kebutuhan jumlah tenaga kerja manual untuk memproduksi suatu produk. Model integrasi menggabungkan kedua model tersebut sehingga diperhitungkan semua biaya baik yang terkait dengan mesin maupun tenaga kerja sebagai berikut : Variabel keputusan : P, I, W, M, Mo Minimasi:

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

Model ini juga menggunakan notasi (a)+ dan (a)- yang nantinya akan dilinierkan dengan transformasi yang sama seperti pada perencanaan kebutuhan mesin. 5. Hasil Perhitungan Dan Analisa Pada saat model perencanaan agregat yang digunakan, akan didapatkan perencanaan tingkat tenaga kerja yang paling optimal, sedangkan jumlah mesin dan penggunaannya akan menyesuaikan dari hasil ini. Dengan cara sama, saat model kebutuhan mesin yang digunakan maka tingkat tenaga kerja menyesuaikan berdasarkan jumlah optimal dan penggunaan optimal dari mesin. Hasil dari Perencanaan Agregat dan Perencanaan Kebutuhan Mesin dapat dilihat pada tabel 5 dan 6 sedangkan hasil dari model integrasi dapat dilihat pada tabel 7. Pada model perencanaan agregat terlihat bahwa penggunaan tingkat tenaga kerja adalah lebih tinggi daripada pada kedua model perencanaan lainnya, namun tidak ada penugasan over time. Rendahnya biaya perekrutan dan pemecatan dibandingkan dengan biaya operasional keseluruhan proses produksi menyebabkan begitu mudahnya terjadi pengurangan dan penambahan tenaga kerja. Misalnya untuk model perencanaan agregat, pada periode 1 terjadi pemecatan 25 tenaga kerja tetapi pada periode 4, 6 dan 7 dimana

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATdemand relatif tinggi maka terjadi penambahan karyawan. Pada model integrasi juga terjadi pemecatan 51 orang tenaga kerja pada periode 1 dan dengan peningkatan penggunaan mesin pada over time maka periode selanjutnya tidak memerlukan penambahan tenaga kerja. Pada kenyataannya, menurut pengamatan yang dilakukan peneliti pada perusahaan ubin keramik ini, memang terjadi kurangnya efektifitas kerja dari tenaga kerja yang ada saat ini karena banyak tenaga kerja yang terlihat menganggur.

Mesin yang beroperasi secara penuh dan terus menerus adalah mesin kiln. Karena itu dengan penambahan mesin kiln maka biaya produksi akan dapat lebih ditekan. Sedangkan pada perencanaan kebutuhan mesin, jumlah mesin yang dioperasikan pada regular time sama

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATdengan pada model integrasi. Tetapi pada perencanaan kebutuhan mesin semua mesin tersebut dioperasikan secara penuh pada over time, sedangkan pada model integrasi hanya mesin ball-mill yang dioperasikan secara over time namun tidak sepenuhnya, pada periode ke 6 dan 7. Selain itu tingkat tenaga kerja yang digunakan pada model perencanaan kebutuhan mesin lebih tinggi daripada pada model integrasi. Ketiga model perencanaan di atas menghasilkan keputusan bahwa pada tiap periode produksi tidak ada inventory. Faktor yang mempengaruhi unjuk kerja model integrasi terhadap kedua model lainnya adalah rasio kontribusi operator dan mesin terhadap proses produksi. Rasio ini dapat ditentukan dengan T/Tw dimana T adalah machining time yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk (jam/unit) dan Tw adalah muatan kerja manual dari satu unit produk (jam/unit). Rasio ini dapat pula ditentukan dengan KR dimana K adalah kebutuhan tenaga kerja per unit produk (periode-pekerja/unit) dan R adalah output mesin berupa produk yang baik dari tiap mesin (unit/periode). Semakin besar rasio ini berarti ketergantungan terhadap tenaga kerja akan semakin besar sehingga model perencanaan agregat akan lebih cocok. Begitu pula bila rasio ini semakin kecil, yang berarti peran mesin lebih dominan daripada peran tenaga manual, maka unjuk kerja model perencanaan kebutuhan mesin akan semakin meningkat. Analisa ini mendukung hasil penelitian diatas bahwa dengan KR>2 maka penghematan model integrasi terhadap model perencanaan kebutuhan mesin lebih besar dibandingkan terhadap model perencanaan agregat. Perhitungan total biaya dengan model perencanaan agregat adalah Rp.89.540.209.100,sedangkan dengan model perencanaan kebutuhan mesin adalah Rp.89.830.819.050,- dan dengan model integrasi adalah Rp.89.360.756.070,- yang menunjukkan total biaya terkecil.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGATBAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan 1. Perencanaan agregat ( agregat planning) adalah suatu pendekatan yang biasanya dilakukan oleh para manajer operasi untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah ( biasanya antara 3 hingga 12 bulan ke depan).

2. Tujuan perencanaan agregat adalah berusaha untuk memperoleh suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada periode perencanaan. Bagi perusahaan manufaktur, jadwal agregat bertujuan menghubungkan sasaran strategis perusahan dengan rencana produksi, tetapi untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan menghubungkan sasaran dengan jadwal pekerja.

3. Ongkos-ongkos yang terlibat dalam perencanaan agregat yaitu Hiring cost (ongkos penambahan tenaga kerja), Firing cost (ongkos pemberhentian tenaga kerja), Overtime cost dan undertime cost (ongkos lembur dan ongkos menganggur), Inventory cost dan backorder cost (ongkos persediaan dan ongkos kehabisan persediaan), dan Subcontract cost (ongkos subkontrak).

4. Strategi-strategi perencanaan agregat: 5. Memproduksi banyak barang pada saat permintaan rendah, dan menyimpan kelebihannya sampai saat yang dibutuhkan. 6. Merekrut (menambah) tenaga kerja pada saat permintaan tinggi dan

memberhentikannya (mengurangi) pada saat permintaan rendah. 7. Melemburkan pekerja.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT8. Mensubkontrakkkan sebagian pekerjaan pada saat sibuk. 9. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pada perencanaan produksi agregat. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut: Jumlah Tenaga Kerjanya Tetap dan Struktur Biayanya Linier Trial and Error Program Linier Transportasi Programa Dinamis Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Linier Programa Linier Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Non Linier Linier Decision Rule Heuristic Search 10. Fase-fase perencanaan agregat antara lain: Fase 1 : persiapan peramalan permintaan agregat Fase 2 : mengkhususkan kebijaksanaan organisasi untuk melancarkan penggunaan kapasitas Fase 3 : menentukan alternatif produksi yang layak Fase 4 : menentukan strategi produksi yang optimal

V.2. Saran 1. 2. Ketenangan di laboratorium di jaga terutama keributan pada saat asisten menjelaskan. Volume suara diperbesar pada saat menjelaskan materi ke praktikan.

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERANCANGAN TEKNIK INDUSTRI III/ PERENCANAAN AGREGAT

DAFTAR PUSTAKA http://74.125.153.132/search? q=cache:lxenP8LYGUkJ:digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2004/jiunkpe-ns-s1-200425400071-4036-alaschapter2.pdf+aplikasi+perencanaan+agregat+pada+perusahaan&cd=21&hl=id&ct=clnk &gl=id&client=firefox-a

SUARMAN(D22106007)/TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS HASANUDDIN