yazid dan kebobrokan pemerintahannya

11
Yazid dan Kebobrokan Pemerintahannya Dalam tulisan ini akan dijelaskan mengenai berbagai penyimpangan Yazid bin Muawiyah supaya menjadi jelas mengapa Imam Husein as tidak membaitnya. Pelajaran-pelajaran Asyura selalu menjadi pendorong bagi umat Islam untuk bangkit melawan kezaliman dan penindasan. Kebangkitan Imam Husein as pada tahun 61 H memberikan pelajaran yang sangat mendalam dan bahkan hingga akhir sejarah nanti, tragedi Karbala akan tetap membawa pesan nilai-nilai tinggi manusia dan menginspirasi para penuntut kebebasan dan pencari Tuhan. Abbas Mahmoud al-Aqqad, seorang penulis Mesir dalam bukunya “Al-Hussein: Abu al-Shuhada (Hussein: The Father of Martyrs)” menulis, “Tidak hanya umat Islam yang mengambil pelajaran tentang pengorbanan, sikap ksatria, dan perlawanan terhadap para tiran dari peristiwa ini (Karbala), namun juga orang-orang non-Muslim. Yaitu, sejak protes perwakilan Kristen terhadap Yazid di pertemuannya hingga di era kita sekarang.” Peristiwa menyakitkan di Karbala yang menimpa Imam Husein as dan para sahabatnya serta penawanan keluarga beliau terjadi disebabkan perlawanan cucu Rasulullah Saw itu terhadap penyimpangan-penyimpangan nyata yang mengancam kemurnian Islam sebagai agama terakhir. Tulisan singkat ini akan mencoba menjelaskan mengenai penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan Yazid sehingga mendorong Imam Husein as untuk bangkit demi menjaga kemurnian agama kakeknya, Rasulullah Saw. Di akhir usianya, Muawiyah mengingkari surat perjanjian perdamaian yang ditandatanganinya bersama Imam Hasan Mujtaba as. Ia meminta sahabat-sahabatnya untuk mengambil baiat dari masyarakat kepada anaknya, Yazid. Sejak awal, Muawiyah juga telah menyiapkan sekelompok orang untuk menyuap masyarakat supaya kelak bersedia membaiat anaknya. Selain itu, ia juga menggunakan ancaman sebagai alat untuk menekan masyarakat supaya tidak menolak untuk membaiat Yazid. Setelah Muawiyah meninggal dunia, para gubernur di berbagai kota mengumumkan bahwa Muawiyah telah memilih Yazid sebagai penggantinya. Mereka kemudian mengambil baiat

Upload: haryadi1214

Post on 25-Dec-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Dalam tulisan ini akan dijelaskan mengenai berbagai penyimpangan Yazid bin Muawiyah supaya menjadi jelas mengapa Imam Husein as tidak membaitnya. Pelajaran-pelajaran Asyura selalu menjadi pendorong bagi umat Islam untuk bangkit melawan kezaliman dan penindasan. Kebangkitan Imam Husein as pada tahun 61 H memberikan pelajaran yang sangat mendalam dan bahkan hingga akhir sejarah nanti, tragedi Karbala akan tetap membawa pesan nilai-nilai tinggi manusia dan menginspirasi para penuntut kebebasan dan pencari Tuhan.Abbas Mahmoud al-Aqqad, seorang penulis Mesir dalam bukunya “Al-Hussein: Abu al-Shuhada (Hussein: The Father of Martyrs)” menulis, “Tidak hanya umat Islam yang mengambil pelajaran tentang pengorbanan, sikap ksatria, dan perlawanan terhadap para tiran dari peristiwa ini (Karbala), namun juga orang-orang non-MuslimIPeristiwa menyakitkan di Karbala yang menimpa Imam Husein as dan para sahabatnya serta penawanan keluarga beliau terjadi disebabkan perlawanan cucu Rasulullah Saw itu terhadap penyimpangan-penyimpangan nyata yang mengancam kemurnian Islam sebagai agama terakhir.

TRANSCRIPT

Page 1: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

Yazid dan Kebobrokan Pemerintahannya

Dalam tulisan ini akan dijelaskan mengenai berbagai penyimpangan Yazid bin Muawiyah supaya menjadi jelas mengapa Imam Husein

as tidak membaitnya. Pelajaran-pelajaran Asyura selalu menjadi pendorong bagi umat Islam untuk bangkit melawan kezaliman dan

penindasan. Kebangkitan Imam Husein as pada tahun 61 H memberikan pelajaran yang sangat mendalam dan bahkan hingga akhir

sejarah nanti, tragedi Karbala akan tetap membawa pesan nilai-nilai tinggi manusia dan menginspirasi para penuntut kebebasan dan

pencari Tuhan.

Abbas Mahmoud al-Aqqad, seorang penulis Mesir dalam bukunya “Al-Hussein: Abu al-Shuhada (Hussein: The Father of Martyrs)” menulis, “Tidak hanya umat Islam yang mengambil pelajaran tentang pengorbanan, sikap ksatria, dan perlawanan terhadap para tiran dari peristiwa ini (Karbala), namun juga orang-orang non-Muslim. Yaitu, sejak protes perwakilan Kristen terhadap Yazid di pertemuannya hingga di era kita sekarang.”

Peristiwa menyakitkan di Karbala yang menimpa Imam Husein as dan para sahabatnya serta penawanan keluarga beliau terjadi disebabkan perlawanan cucu Rasulullah Saw itu terhadap penyimpangan-penyimpangan nyata yang mengancam kemurnian Islam sebagai agama terakhir. Tulisan singkat ini akan mencoba menjelaskan mengenai penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan Yazid sehingga mendorong Imam Husein as untuk bangkit demi menjaga kemurnian agama kakeknya, Rasulullah Saw.

Di akhir usianya, Muawiyah mengingkari surat perjanjian perdamaian yang ditandatanganinya bersama Imam Hasan Mujtaba as. Ia meminta sahabat-sahabatnya untuk mengambil baiat dari masyarakat kepada anaknya, Yazid. Sejak awal, Muawiyah juga telah menyiapkan sekelompok orang untuk menyuap masyarakat supaya kelak bersedia membaiat anaknya. Selain itu, ia juga menggunakan ancaman sebagai alat untuk menekan masyarakat supaya tidak menolak untuk membaiat Yazid.

Setelah Muawiyah meninggal dunia, para gubernur di berbagai kota mengumumkan bahwa Muawiyah telah memilih Yazid sebagai penggantinya. Mereka kemudian mengambil baiat

Page 2: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

masyarakat. Terkait hal ini, mengambil baiat dari Imam Husein as, cucu Rasulullah Saw dan tokoh terbaik Islam, sangat penting bagi Yazid. Namun beliau menolak untuk membaiatnya. Akhirnya, Imam Husein as memilih syahid di jalan Allah Swt daripada membaiat putra Muawiyah itu. Sikap tersebut menunjukkan bahwa Imam Husein as tidak pernah tunduk terhadap kehinaan disebabkan baiat tersebut.

Ahlul Bait as sebelum di masa Yazid telah menilai khilafah sebagai hak mereka berdasarkan sabda Rasulullah Saw. Namun untuk menjaga keutuhan Islam, mereka tidak bangkit melawan khalifah-khalifah di masa itu. Lalu apa perbedaan Yazid dengan khalifah-khalifah sebelumnya sehingga menyebabkan Imam Husein as harus bangkit melawannya padahal sahabat-sahabat yang menyertai beliau sedikit dan beliau yakin pasti akan kalah dari segi militer? Mengapa menerima kekhalifahan Yazid akan dapat menghilangkan akar Islam?

Dalam biografi Yazid disebutkan bahwa ia lahir pada tahun 25 H dan anak dari salah satu istri Muawiyah bernama "Maysun." Kabilah Maysun bin Bajdal al-Kulaibi al-Nasrania dikenal sebagai para penganut Kristen, namun kemudian segelintir dari mereka masuk Islam. Tidak ada dokumen sejarah yang benar yang membuktikan bahwa Yazid adalah anak Muawiyah, namun justru sebaliknya, disebutkan bahwa tidak ada kejelasan siapa sebenarnya ayah Yazid.

Maysun tidak hidup bahagia di istana Muawiyah, oleh karena itu Muawiyah mengirim Yazid dan Maysun ke kabilahnya. Karena dikalangan kabilah Maysun banyak yang belum masuk Islam dan sepenuhnya belum mengenal agama ini, maka Yazid jauh dari didikan Islam. Dari situlah, dasar pengabaian terhadap keyakinan dan hukum-hukum Islam tumbuh dalam diri Yazid. Ia menjalani pola hidup bersama orang-orang badui yang hanya mengenal kesenangan, pelecehan dan hidup bersama hewan-hewan. Kebiasaan buruk yang telah melekat dalam diri Yazid tersebut terus dilakukannya meski ia telah memegang pemerintahan, bahkan ia melakukan kebiasaan buruk itu secara terang-terangan.

Pola hidup Yazid berbeda dengan kehidupan khalifah-khalifah sebelumnya. Ia tidak peduli dengan syariat dan bahkan mengingkari wahyu. Yazid adalah laki-laki pengumbar nafsu,

Page 3: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

peminum khamar dan terkenal dengan kebobrokannya. Ia meremehkan urusan pemerintahan.

Syahid Murtadha Muthahhari, cendekiawan besar Iran dalam bukunya epik Huseini menulis, “Yazid adalah orang yang suka melakukan pelecehan. Ia senang jika mayarakat mengabaikan Islam. Ia menghilangkan batas-batas Islam. Laki-laki itu minum khamar di pertemuan resmi, lalu ia mabuk dan berceloteh. Semua sejarawan terkemuka menulis bahwa ia bermain dengan seekor monyet dan cheetah. Yazid sangat menyukai monyet sehingga ia dipanggil sebagai “Abi Qais.”

Al-Masudi dalam buku Muruj az-Zahab, menulis, Yazid memilih pakaian sutra yang indah untuk monyetnya dan mendudukannya di tempat yang lebih tinggi dari para pejabat negara dan militer. Oleh karena itu, Imam Husein as berkata, riwayat Islam akan tamat jika umat Islam dipimpin oleh Yazid.

Di masa pemerintahan Muawiyah dan ketika berhaji di baitullah, serta kemudian di Madinah dan di samping rumah Rasulullah Saw, Yazid tidak pernah meninggalkan kebiasaaan buruknya. Ia selalu meletakkan khamar di mejanya, namun ketika mendengar berita bahwa Ibnu Abbas dan Husein as ingin masuk ke rumahnya, ia segera memerintahkan pelayannya untuk menyingkirkan minuman keras itu.

Kebiasaan Yazid yang meminum khamar di depan umum sangat terkenal di kalangan masyarakat, bahkan ia tidak meninggalkan kebiasan buruk tersebut meski menerima tamu-tamu dari berbagai kota yang jauh. Padahal, al-Quran dengan tegas melarang minum khamar dan menyebut perbuatan tersebut sebagai perbuatan setan.

Allah Swt dalam Surat al-Maidah Ayat 90 berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Ibnu Katsir, sejarawan Syafii menulis, “Yazid adalah orang yang tidak mampu mengalahkan hawa nafsu dan mengontrolnya. Ia menyambut pertemuan-pertemuan maksiat dengan penuh gembira dan menghindar untuk melaksanakan kewajiban

Page 4: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

terpenting Tuhan yaitu shalat, dan ia termasuk dari orang-orang yang meninggalkan shalat… sesungguhnya Yazid adalah pemimpin orang fasik dan kafir dan patut untuk dilaknat.”

Az-Zahabi, seorang perawi dan sejarawan menulis, “Yazid adalah Nasibi (musuh Ahlul Bait as) ekstrim dan orang yang mudah marah, di mana ia memiliki akhlak seperti binatang. Ia meminum khamar dan tidak pernah berpaling dari maksiat dan kemunkaran. Pemerintahannya dimulai dengan pembunuhan terhadap Husein (as) dan diakhiri dengan perusakan Kabah.”

Dalam sejarah yang ditulis al-Masudi disebutkan bahwa ketika Yazid memegang kekuasaan, ia tidak keluar rumahnya selama tiga hari. Para bangsawan Arab dan panglima pasukan mendatangi rumahnya. Di hari keempat, Yazid naik ke mimbar dengan muka berdebu dan berkata: aku tidak meminta maaf atas kebodohanku dan tidak sedang menuntut ilmu.”

Perilaku buruk Yazid telah dicontoh oleh orang-orang terdekat dan bawahannya. Ia tidak mampu mengurus pemerintahan dan tidak pernah komitmen dengan urusan itu, bahkan ia suka menghambur-hamburkan harta. Terkadang ia menghabiskan harta dan memberikannya kepada pelayan-pelayannya tanpa perhitungan. Dalam urusan finansial dan pemerintahan, Yazid tidak pernah berpikir ke depan.

Banyak ulama Ahlussunnah seperti Ibnu Jauzi, Suyuti, Ibn Hazm, Sheikh Mohammad Abduh dan Ahmad bin Hambal menilai Yazid bin Muawiyah sebagai orang yang kafir dan fasik karena telah membunuh Imam Husein as. Para ulama tersebut membolehkan untuk melaknat Yazid. Rekam jejak pemerintahan Yazid selama empat tahun telah menjadi bukti atas kebobrokan dan keburukannya. Tragedi di Karbala dan penawanan Ahlul Bait as adalah bentuk kebrutalan terburuk di awal tahun pemerintahannya.

Setelah Imam Husein as dan tawanan Karbala mengungkap keburukan Yazid, masyarakat Madinah pada tahun 63 H mengutus sekelompok orang ke Syam guna mencari informasi tentang Yazid. Setelah kembali dari Syam, mereka mengatakan, “Kami mendatangi seseorang yang tidak mempunyai agama, peminum khamar dan selalu bersenang-senang dan menyanyi. Para penyanyi dan penari perempuan dipanggil ke istana Yazid untuk menghiburnya. Setiap malam, Yazid mabuk bersama para

Page 5: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

pencuri dan orang-orang jahat. Kami menjadikan kalian sebagai bukti bahwa kami telah menghapusnya dari kekhalifahan.”

Yazid mengutus Muslim bin Uqbah untuk menumpas masyarakat Madinah, bahkan ia menghalalkan harta, jiwa dan kehormatan masyarakat Madinah untuk pasukannya selama tiga hari. Setelah mengalahkan orang-orang Madinah, pasukan Yazid melakukan berbagai kejahatan mengerikan di sana yang merenggut nyawa antara 6-10 ribu orang, di mana banyak sahabat nabi termasuk menjadi korban dalam tragedi yang dikenal dengan peristiwa al-Harrah itu.

Setelah melakukan kejahatan mengerikan tersebut, Yazid pada tahun 64 H mengirim pasukan yang sama ke Mekah untuk mengepung dan membunuh Abdullah bin Zubair. Mereka mengepung Mekah dan dengan menggunakan pelontar, mereka membakar dan menghujani Kabah yang digunakan Abdullah bin Zubair berlindung. Serangan tersebut telah menyebabkan kerusakan pada Kabah, namun sebelum kejahatan lainnya dilakukan, terdengar bahwa Yazid mati. Akhirnya pengepungan pun berakhir.

Melihat penyimpangan dan kejahatan Yazid maka tidak mungkin Imam Husein as akan bersedia membaiatnya. Beliau yang merupakan lentera petunjuk dan kapal penyelamat, tidak mungkin membaiat orang yang zalim dan fasik seperti Yazid. (IRIB Indonesia/RA)

Page 6: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

Umar bin Saad dan Pasukannya Memasuki Karbala

Umar bin Saad memasuki Karbala pada 3 Muharram 61 Hq dengan laskar Kufah yang berjumlah

empat ribu orang.

Sebagian menuliskan, "Kabilah Umar bin Saad (Bani Zuhrah) datang mendekati dan menyumpahnya untuk mengurungkan diri dari keputusannya (menjadi sukarelawan untuk berperang menentang Imam Husein as), karena hal ini akan menyebabkan permusuhan antara mereka dan Bani Hasyim.

Di sisi lain, salah satu dari dua putranya yang bernama Hafsh mendorongnya untuk membunuh Imam Husein as, sedang yang lainnya memperingatkan untuk mengurungkan niat itu. Dan usulan Hafsh-lah yang terpilih. Ia bersama ayahnya memutuskan diri pergi ke Karbala untuk memerangi Imam Husein as.

Saat Umar bin Saad mengirim seseorang kepada Imam Husein as untuk mengetahui alasan kedatangan beliau ke negeri ini, beliau as berkata, "Rakyat kota Anda telah menulis surat kepadaku dan mengundangku. Jika kedatanganku telah membuat Anda tak senang, maka saya akan kembali!"

Begitu Umar bin Saad mendengar pesan Imam Husein as ini, ia berkata, "Semoga Allah melepaskanku dari memerangi Husein."

Saat memasuki Karbala, Imam Husein as berkata, "Manusia adalah budak dunia dan agama mereka hanya menjadi hiasan di bibir. Selama kehidupan mereka masih berputar, mereka akan mengikuti agama. Namun, begitu ujian dan cobaan datang, hanya sedikit dari mereka yang masih tetap mempertahankan agamanya." (IRIB Indonesia)

Page 7: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

Al-Quran dalam Kehidupan Imam Husein as

Apakah Anda mengenal manusia-manusia langit? Adalah yang hati mereka dipenuhi keyakinan, perilaku mereka lembut dan dada

mereka penuh dengan kecintaan kepada Allah. Dengan tangan-tangan mereka masalah masyarakat terselesaikan dan langkah-langkah

mereka untuk beramal semata-mata demi keridhoan Allah Swt. Sedemikian terkesima dan terpesona mereka kepada Allah Swt

sehingga malam-malam mereka lalui dengan shalat dan beristighatsah serta meratap kepada Sang Pencipta. Mereka hidup di dunia dan

bekerja akan tetapi tidak pernah tertipu oleh kenikmatan dunia yang cepat berlalu dan seperti yang disebutkan al-Quran:

“Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayar zakat...” (al-Nur, ayat 37)

Imam Husein as adalah salah satu manifestasi dari manusia unggul tersebut yang memiliki hubungan cinta dengan Sang Pencipta, dan yang kehidupannya terikat dengan al-Quran. Imam Husein as mendapat bimbingan langsung Rasulullah Saw, Sayidah Fatimah as dan Imam Ali bin Abi Thalib as. Sejak usia dini beliau telah mengenal dan mempelajari al-Quran. Rasulullah Saw dalam hadis terkenal Tsaqalain, menyebut Ahlul Bait-nya dan al-Quran saling terikat dan bersabda: “Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian dua pusaka : kitab Allah (al-Quran) dan itrahku (Ahlul Bait) dan keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiku di telaga sorga.”

Mengingat Ahlul Bait as memiliki hubungan yang sedemikian kuat dengan al-Quran, maka tafsir al-Quran juga harus dicari dalam ucapan dan amal mereka, karena khazanah kemuliaan dan keutamaan al-Quran tersimpan dalam wujud mereka.

Perjalanan hidup Imam Husein as terikat erat dengan al-Quran sehingga pada detik-detik akhir hidupnya di padang gersang Karbala, beliau tetap memberikan nasehat dengan ayat-ayat al-Quran dan bahkan menunjukkan kepada pasukan Yazid tentang akibat yang akan mereka alami dengan membacakan ayat-ayat wahyu.

Page 8: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

Setelah kematian Muawiyah, Imam Husein as ditekan oleh penguasa Madinah untuk berbaiat kepada Yazid. Di hadapan tekanan tersebut dan dalam menjawab tuntutan penguasa Madinah, Imam Husein as menyebut dirinya dan Ahlul Bait sebagai khazanah risalah dan imamah, serta menyebut Yazid sebagai orang yang fasiq. Kemudian kepada penguasa Madinah, Imam Husein as berkata, “Dia adalah orang yang fasiq, lalu bagaimana mungkin aku berbaiat kepadanya?”

Menghadapi tekanan penguasa Madinah, Imam Husein as kemudian berkata, “Aku dari keluarga suci sebagaimana Allah telah menurunkan ayat tentang mereka kepada Rasulnya: Sesungguhnya Allah berkehendak melenyapkan dosa dari kalian, wahai Ahlul Bait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (al-Ahzab ayat 33)

Imam Husein as tetap menghadapi tekanan dari penguasa Madinah dan akhirnya beliau bersama rombongan keluarganya keluar dari Madinah menuju Mekkah selain untuk menunaikan haji juga untuk menghindari bahaya. Ketika itu Imam Husein membacakan ayat 21 surat al-Qasas: “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu." Doa inilah yang dibaca Nabi Musa as ketika terbebas dari cengkeraman Firaun.

Setibanya di Mekkah, Imam Husein as kembali mengucapkan doa yang juga diucapkan oleh Nabi Musa dan disebutkan dalam al-Quran: Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Semoga Tuhanku membimbingku ke jalan yang benar”. Pembacaan ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Imam Husein as di masanya sama seperti Nabi Musa, sendirian dan menghadapi ancaman dari pemerintah zalim, juga menunjukkan puncak ketidakpedulian umat Islam saat itu dalam mendukung Ahlul Bait Nabi as.

Imam Husein as yang tidak dapat menerima kezaliman dan kesewenang-wenangan Yazid serta pendistorsian hukum dan sunnah Islam oleh manusia fasiq itu, memutuskan untuk menyadarkan para pemimpin kabilah Arab. Beliau di Mekkah menulis dua surat untuk warga Basrah dan Kufah. Kepada warga Basrah beliau menulis, “Sesungguhnya Rasulllah Saw telah diutus untuk kalian dengan al-Quran dan aku menyeru kalian kepada al-Quran dan sunnah Rasul Saw karena mereka telah

Page 9: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

menyimpangkan sunnah dan menghidupkan kembali bid’ah! Jika kalian mengikutiku, maka aku akan membimbing kalian ke jalan kebahagiaan dan kebebasan.”

Kepada warga Kufah, Imam Husein as menulis, “... bukan pemimpin kecuali jika seseorang yang mengamalkan kitab Allah Swt (al-Quran), menegakkan keadilan, menjadikan kebenaran sebagai pilar hukum masyarakat dan menjaga dirinya tetap jalan lurus Allah Swt.”

Benar bahwa tugas besar Imam Husein as adalah mengembalikan umat pada bimbingan kebahagiaan dalam al-Quran dan sunnah Rasulullah Saw.

Setelah menerima ribuan surat baiat dari warga Kufah, Imam Husein as bergerak menuju kota tersebut (di Irak sekarang). Akan tetapi di tengah jalan dan di padang Karbala, perjalanan beliau dihadang pasukan musuh. Saat itu, warga Kufah bukan saja meninggalkan Imam Husein as sendirian, melainkan juga bertindak bertentangan dengan baiat mereka dan bahkan sebagian di antara mereka bergabung dengan pasukan Umar bin Saad untuk menumpahkan darah manusia termulia kala itu. Namun, Imam Husein as yang selalu bersama dengan cahaya al-Quran, mengetahui bahwa “siratul mustaqim” adalah jalan yang sedang ditempuh beliau.

Sore hari kesembilan bulan Muharram, Umar bin Saad mengerahkan pasukannya menyerang tenda-tenda keluarga dan sahabat Imam Husein as. Imam Husein as meminta saudaranya Abbas untuk berbicara kepada pasukan musuh agar memberikan kesempatan satu malam untuk berdoa, shalat, membaca al-Quran dan bermunajat serta menyampaikan cinta dan penyerahan diri kepada Allah Swt.

Pada malam kesepuluh Muharram atau Asyura, Imam Husein as mengucapkan kata-kata yang menunjukkan puncak cinta beliau kepada Allah Swt dan berkata, “Allah Swt mengetahui dengan baik bahwa aku selalu mencintai shalat, membaca al-Quran, banyak berdoa dan memohon ampunan dari-Nya.” Imam Husein as pada siang dan malam Asyura membacakan berbagai ayat untuk menyadarkan umat. Termasuk di antaranya adalah pada malam Asyura dan tentang kondisi pasukan Yazid beliau membacakan ayat 178 dan 179 surat al-Imran:

Page 10: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian kesempatan Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi kesempatan kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin).”

Dalam khutbah di hari Asyura, beliau berulangkali menyinggung ayat al-Quran agar pasukan musuh menyadari kesalahan mereka. Agar tidak terbersit anggapan bahwa beliau mengandalkan sarana materi, Imam Husein membacakan ayat 196 surat al-A’raf: “Sesungguhnya pelindungku adalah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.”

Pada hari itu, seorang dari pasukan Umar bin Saad bernama Muhammad Asy’ats berkata kepada Imam Husein as: “Wahai Husein putra Fatimah! Posisi dan keunggulan apa dari Rasullah Saw yang ada pada dirimu yang tidak ada pada orang lain?” Imam Husein as menjawabnya dengan ayat 33 surat al-Imran: “Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” Imam Husein as menjelaskan bahwa dirinya adalah dari keturunan Nabi Ibrahim as dan Allah Swt telah memuliakannya lebih dari manusia lain.”

Dan ketika Imam Husein as menyadari bahwa nasihat dan peringatan kasih sayang beliau tidak berguna lagi bagi pasukan musuh, beliau membacakan ayat 71 surat Yunus:

“Hai kaumku, jika terasa berat bagimu untuk tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi kesempatan kepadaku.” Dan musuh pun membantai Imam Husein as beserta keluarga dan sahabat beliau secara sadis di padang Karbala.

Page 11: Yazid Dan Kebobrokan Pemerintahannya

Keakraban Imam Husein as dengan al-Quran tidak hanya pada masa kehidupan jasmani beliau saja, melainkan juga berlanjut setelah kesyahidan beliau. Salmah bin Kuhail mengatakan, “Aku melihat kepala suci (Imam Husein as) di ujung tombak yang membacakan ayat ini ‘Maka Allah akan menjagamu dari [keburukan] mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui’.” (al-Baqarah ayat 137)

Nasehat dan peringatan Imam Husein as serta kehidupan dan kebangkitan beliau, semuanya terilhami dari al-Quran. Beliau tidak menerima kehinaan dan kenistaan walau sedetik pun, dan pesan-pesan kebangkitan beliau menunjukkan kehormatan dan komitmen pada jalan al-Quran.(IRIB Indonesia)