working paper proyek efisiensi perkeretaapian

Upload: infid-jakarta

Post on 30-May-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    1/27

    Tim Riset PEP:

    Siti Khoirun Nikmah

    Valentina Sri Wijiyati

    KERETA APIKU SAYANG, KERETA APIKU MALANG

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    WorkingPaperNo

    .1,

    2008

    NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    2/27

    Working Paper No.1, 2008

    Tim Riset PEP:

    Siti Khoirun Nikmah

    Valentina Sri Wijiyati

    KERETA APIKU SAYANG, KERETA APIKU MALANG

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    3/27

    - i -

    Daftar Isi

    Daftar Singkatan

    Pendahuluan 1

    Perkembangan Perkeretaapian Indonesia 3

    Metodologi Penelitian 7

    Temuan Penelitian

    Kesimpulan 16

    Rekomendasi 17

    Penutup 18

    Bibliography 19

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    4/27

    - ii -

    DAFTAR SINGKATAN

    BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBUMN : Badan Usaha Milik Negara

    BUMNIS : Badan Usaha Milik Negara dalam Industri StrategisDDT : Double Double TrackFGD : Focus Group DiscussionIMF : International Monetary FundIMO : Infrastructure Maintenance and Operation

    JBIC :Japan Bank for International CooperationKA : Kereta ApiKRL : Kereta Rel ListrikKUHD : Kitab Undang-Undang Hukum DagangLBH : Lembaga Bantuan HukumMRT :Mass Rapid Transit

    MTI : Masyarakat Transportasi IndonesiaPDAM : Perusahaan Daerah Air MinumPEP : Proyek Efisiensi PerkeretaapianPERUMKA : Perusahaan Umum Kereta ApiPFB : Personeel Fabrieks BondPJKA : Perusahaan Djawatan Kereta ApiPP : Peraturan PemerintahPSO : Public Service ObligationSPKA : Serikat Pekerja Kereta ApiSS-Bond : Staats Spoor Bond

    TAC :Track Access Charge

    UU : Undang-UndangUUD : Undang-Undang Dasar

    VSTP :Vereniging van Spoor en Tramweg Personeel YLKI : Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    5/27

    - iii -

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Penelitian ini bisa terselenggara oleh dukungan dan kerjasama dari seluruh pemangku kepentinganperkeretaaapian di Indonesia. Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantuproses penelitian. Penelitian ini ditujukan bagi perbaikan layanan publik yang seyogyanya menjadi hakseluruh rakyat, termasuk juga seluruh buruh kereta api yang terus berjuang hingga saat ini dalammenjaga fasilitas perkeretaapian.

    Penelitian ini tidak akan rampung tanpa supervisi dari DR. George Junus Aditjondro.

    Jakarta, 30 Mei 2008

    Tim peneliti PEP:1. Siti Khoirun Nikmah2. Valentina Sri Wijiyati

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    6/27

    - iv -

    KATA PENGANTAR

    Penelitian tentang Proyek Efisiensi Perkeretaapian (Railway Efficiency Project) yang dibiayai oleh utang dari

    Bank Dunia ini merupakan satu dari tiga penelitian INFID atas proyek-proyek yang dibiayai oleh Bank

    Dunia baik melalui utang maupun melalui dana hibah dari berbagai donor melalui manajemen BankDunia. Penelitian-penelitian ini dilakukan untuk menelusuri manfaat dari proyek-proyek yang dibiayai

    utang dan hibah luar negeri yang berpengaruh pada kebijakan dan program pembangunan di Indonesia.

    Pengaruh itu bisa secara langsung pada sector yang dilaksanakan dengan dana utang dan hibah luar

    negeri tersebut, atau pun pengaruh pada kebijakan yang tidak ada hubungannya dengan sector yang

    dibiayai oleh utang atau hibah luar negeri tersebut.

    Di lihat dari judulnya Proyek Efisiensi Perkeretaapian masyarakat umum mungkin akan terbuai

    dengan harapan-harapan yang berlebihan dari hasil yang mau dicapai oleh proyek yang dibiayai utang

    sebesar US$ 85 juta dari Bank Dunia ini. Judulnya memberi citra pada peningkatan kinerja dan kualitas

    pelayanan perkeretaapian Indonesia.

    Riset ini menunjukkan bahwa Proyek Efisiensi Perkeretaapian, yang didahului oleh dua proyek yang

    dibiayai utang Bank Dunia sebelumnya, pada dasarnya bertujuan untuk privatisasi perkeretaapian

    Indonesia. Dalam proses pelaksanaan proyeknya tampak dengan jelas bahwa proyek ini mulai

    mempromosikan produk-produk perkeretaapian yang ditawarkan oleh Negara-negara kreditor, yang

    akan dibeli dengan utang dengan skema tied aiddalam periode berikutnya. Dengan kata lain PEP ini

    mempersiapkan suatu kerangka utang baru yang lebih besar untuk implementasi rekomendasi-

    rekomendasinya.

    Di samping itu, PEP ini juga merekomendasikan pemecatan karyawan PT KA yang dianggap terlalugemuk dan membuat pelayanan kereta api tidak efisien. Efisiensi tentu saja penting untuk peningkatan

    kualitas pelayanan, tetapi pemecatan sejumlah besar karyawan mungkin bukan jalan keluar yang tepat

    untuk efisiensi. Di saat tingginya tingkat pengangguran di Indonesia, pemecatan ribuan karyawan PT

    KA bukanlah pilihan yang tepat bahkan merupakan pilihan yang tidak manusiawi. Tenaga kerja PT KA

    termasuk kategori tenaga kerja dengan keahlian yang specialized. Peralihan ke jenis pekerjaan yang lain

    tanpa pemberian keahlian baru merupakan beban tersendiri.

    Pemecatan buruh PT KA ini menggelitik para pengamat perburuhan yang memandang bahwa buruh

    kereta api selama ini termasuk serikat buruh yang solid dan kuat. Ternyata tidak demikian. Pemecatan

    gelombang pertama sebesar 5,500 buruh (bukan jumlah yang kecil) tidak menimbulkan gelombangresistensi yang berarti. Yang jelas, Serikat Buruh PT KA sendiri tidak memiliki informasi yang jelas

    bahwa proyek yang dibiayai Utang Bank Dunia ini yang kelak akan dibayar oleh anak cucu mereka

    sendiri, termasuk anak-cucu dari korban pemecatan, lah yang menjadi pemicu utama hilangnya sumber

    penghidupan dari ribuan buruh PT KA tersebut. Inilah ironi dari utang luar negeri. Rakyat yang

    menderita kerugian karena proyek yang dibiayai utang tersebut kelak rakyat yang sama juga yang akan

    dibebani membayar kembali utang-utang tersebut.

    Proyek ini telah resmi dianggap oleh Bank Dunia sendiri sebagai gagal, dengan mempersalahkan

    resistensi internal PT KA sendiri sebagai sumber kegagalannya. Meskipun gagal atau dengan kata lain

    proyek tersebut tidak bermanfaat untuk perkeretaapian Indonesia, seluruh rakyat Indonesia yang tidak

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    7/27

    - v -

    menerima manfaat dari proyek itu sekalipun harus ikut menanggung beban pembayaran utang dan

    bunganya di kemudian hari.

    Itulah tragedi pembangunan yang berlandaskan pada rejim utang. Rakyat yang menderita karena proyek

    yang dibiayai utang kelak akan membayar utang tersebut, meskipun proyek tersebut tidak membawa

    manfaat sama sekali bagi bangsa. Dengan kata lain proyek utang justru membuat rakyat hidup dalam

    cengkeraman penderitaan yang berkepanjangan.

    Jakarta, 17 Juni 2008

    Don Kladius Marut

    Executive Director

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    8/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 1 -

    KERETA APIKU SAYANG, KERETA APIKU MALANG

    HASIL PENELITIAN ATAS PROYEK BANK DUNIAPROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    I. PENDAHULUAN

    Tahun 1996, Bank Dunia memberikan utang berupa Railway Efficiency Project atau Proyek EfisiensiPerkeretaapian (PEP) kepada Pemerintah Indonesia. PEP merupakan proyek ketiga yang diberikanBank Dunia untuk moda transportasi kereta api sampai tahun 1996. PEP sendiri diberikan setelah the

    first railway projectdi tahun 1974 dan The Railway Technical Assistance Project yang diberikan pada tahun1987. Proyek pertama untuk kereta api bertujuan to arrest the decline in the railways share in land transportand to increase its capacity and efficiency through a program of rehabilitation and modernization, including a substantialamount of technical assistance and practical training (World Bank 1996: 6). Proyek utang kemudiandilanjutkan dengan The Railway Technical Assistance Projectyang menurut laporan Bank Dunia dianggap

    berhasil. Proyek Bantuan Teknis untuk pengelolaan perkeretaapian Indonesia telah mengubah strukturpengelolaan perkeretaapian Indonesia dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) menjadi PerusahaanUmum Kereta Api (PERUMKA) tahun 1990. Dua proyek ini yang mendorong Bank Duniamemberikan utang ketiga untuk pengelolaan perkeretaapian Indonesia melalui PEP.

    Tujuan utama yang diharapkan dari PEP ini sendiri seperti yang tertuang dalam dokumen Staff AppraisalReport Bank Dunia (World Bank 1996: 27) meliputi a) reformasi sektor perkeretaapian melaluihubungan antara pengelola kereta api (operator) dengan pemerintah, sekaligus membangun landasandalam mendorong partisipasi swasta, b) rasionalisasi investasi modal sektor perkeretaapian, c)pengembangan manajemen dan operasional perkeretaapian, dan d) peningkatan kapasitas fisik padakoridor utama kereta api. Kalau dibandingkan dengan pemberian utang Bank Dunia untuk sektor

    transportasi lainnya terutama pengembangan infrastruktur angkutan jalan raya yang berbasis padaotomotif, proyek Bank Dunia untuk kereta api relatif sedikit di mana sampai pada tahun 1996 utangBank Dunia untuk jalan raya sudah mencapai 15 proyek.

    PEP terdiri atas lima komponen yang terdiri atas:a) Policy reform involving restructuring of Perumka into a persero and reform of government corporate interfaces;b) Improvements to the railway between Jakarta and Bandung (170 km) to expand capacity, shorten passenger

    journey times, and improve safety in this important passenger and freight corridor;c) Implementation of a modern track maintenance system on Java;d) Implementation of e diesel electric locomotive unit exchange maintenance system on Java;e) Strengthening of Perumkas management(World Bank 1996: 27).

    Secara keseluruhan, besarnya anggaran Proyek Efisiensi Perkeretaapian ini mencapai US$ 207.3 jutayang ditanggung oleh tiga pihak yaitu Pemerintah Indonesia, PT. Kereta Api, dan Bank Dunia. BankDunia berkomitmen akan memberikan utang sebesar US$ 105 juta, meskipun kemudianimplementasinya hanya mencapai US$ 85,2 juta dengan alasan proyek tidak berjalan sesuai dengan yangdiharapkan alias tidak memuaskan (The World Bank 2005: 5). Agustus 1998 terjadi pembatalan US$ 20juta dari yang direncanakan oleh Bank Dunia, sehingga pinjaman yang diterima tinggal US$ 85 juta,terdiri atas pinjaman pemerintah US$ 65,2 juta dan pinjaman PT KAI US$ 19,8 juta. Pinjamanpemerintah digunakan untuk pengembangan koridor Jakarta-Bandung, perbaikan dan pemeliharaantrack. Pinjaman PT KAI digunakan untuk reformasi kebijakan/restrukturisasi perkeretaapian,pemeliharaan lokomotif, dan penguatan kelembagaan (BAPPENAS 2003).

    Penjelasan mengenai jalannya proyek pada beberapa laporan yang diulas oleh Bank Dunia (2008), PEPberjalan tidak sesuai dengan target yang diharapkan atau unsatisfactory. Hal yang sama juga diungkap

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    9/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 2 -

    dalam laporan pelaksanaan proyek yang dirilis tahun 2005, di mana PEP dianggap tidak sesuai terutamadengan tujuan pertama proyek ini yaitu reformasi sektor perkeretaapian. Menurut Bank Dunia, sampaihari ini belum ada perubahan secara signifikan dalam struktur perkeretaapian yang memberikan ruangbagi masuknya swasta. Adapun penyebab utama tidak tercapainya tujuan tersebut adalah adanyaresistensi internal perkeretaapian terhadap perubahan itu sendiri, terutama masuknya peran swasta

    dalam tubuh perkeretaapian Indonesia. Selain juga karena kondisi obyektif yang terjadi di tahun 1997yaitu adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga berdampak pada terhambatnya beberaparencana pengembangan sistem perkeretaapian yang sudah direncanakan dalam PEP.

    Pertanyaan mendasar adalah benarkah penyebab utama gagalnya PEP ini disebabkan oleh faktorinternal perkeretaapian itu sendiri, atau karena kondisi obyektif yang tengah terjadi di Indonesia?Kemungkinan lain rekomendasi yang tertuang dalam proyek itu sendiri tidak sesuai dengan kehendakmasyarakat perkeretaapian yang meliputi para pengambil kebijakan (regulator), operator (PT KA), ataukehendak masyarakat sebagai pengguna kereta api? lebih tragis lagi bilamana rekomendasi tersebut lebihmencerminkan kepentingan Bank Dunia sendiri terhadap sistem perkeretaapian di Indonesia. Nyatanya,situasi perkeretaapian di Indonesia hingga kini belum menunjukkan peningkatan kualitas layanan secara

    berarti. Sebaliknya, yang terjadi justru semakin menurunnya kualitas pelayanan kereta api terutamakereta api ekonomi dan juga masih tingginya angka kecelakaan kereta api.

    Menurut Bank Dunia, kerugian yang harus ditanggung kereta api sangat memberatkan pemerintahdengan pemberian subsidi yang besar. Juga terjadi inefisiensi dalam pengelolaan sistem perkeretaapianakibat sistem ketenagakerjaan yang tidak efisien. Itu sebabnya, perlu ada restrukturisasi dalampengelolaan kereta api di Indonesia. Belum lagi beban anggaran yang sangat besar yang harusditanggung untuk merawat dan mengembangkan infrastruktur perkeretaapian yang sebagian besarsudah tua. Bahkan hingga kini masih digunakan infrastruktur kereta api yang dibangun di masa Belanda.

    Alasan inilah yang dipakai Bank Dunia untuk menyatakan bahwa kereta api harus melakukan efisiensidengan menerapkan prinsip-prinsip bisnis untuk meraih keuntungan, sehingga ke depan kereta api

    seyogyanya tidak mendapatkan subsidi pemerintah.

    Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Dunia mendorong diterapkannya sistem pembiayaan melaluisistem public service obligation(PSO), infrastructure maintenance and operation (IMO), dan track access charge(TAC) yang diharapkan transparan dan akuntabel. Saran Lembaga Keuangan Multilateral itu, swastaperlu diberi peranan untuk mengurangi monopoli perkeretaapian di Indonesia yang selama ini dipegangoleh PT Kereta Api (PT KA). Saran tersebut dibarengi dengan saran agar diadakan rasionalisasi buruhPT KA yang selama ini strukturnya dianggap terlalu gemuk. Termasuk juga pengembangan beberapakoridor dengan tingkat beban, baik penumpang maupun barang, yang lebih menjanjikan sepertipengembangan koridor Jakarta - Bandung.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    10/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 3 -

    II. PERKEMBANGAN PERKERETAAPIAN INDONESIA

    Naik kereta api tut.. tut.. tut..Siapa hendak turut?Ke Bandung.. Surabaya..

    Bolehlah naik dengan percuma..Ayo kawanku lekas naik..Kretaku tak berhenti lama

    Bait pertama lirik lagu anak-anak yang tidakdiketahui pasti penciptanya ini mengungkapkanharapan dan cita-cita anak-anak Indonesia atastransportasi publik di Indonesia. Penggalan lirikbolehlah naik dengan naik percuma menunjukkanharapan terhadap penyediaan transportasi yangterjangkau oleh rakyat di mana layanan

    transportasi bisa disediakan secara percuma (gratis). Tentu hal ini hanya bisa diraih jika Negara memilikiparadigma pemenuhan hak rakyat, bukan paradigma penyediaan jasa, apalagi liberalisasi layanan publik.Penggalan lirik ayo kawanku lekas naik... keretaku tak berhenti lama menunjukkan cita-cita akan adanyalayanan transportasi yang efisien, tepat waktu, sehingga penumpangnya tidak perlu membuang-buang

    waktu karena keterlambatan armada.

    Cita-cita rakyat Indonesia puluhan tahun lalu, sebagaimana tersirat dalam lagu anak-anak di atas belumtentu sejalan dengan apa yang diterapkan Indonesia saat ini, tergantung konsepsi pelayanan publik yangdianut oleh Indonesia. Secara umum terdapat dua faham tentang pelayanan publik. Pertama, yangdidasarkan pada prinsip negara kesejahteraan (welfare state); Kedua, yang menganggap pelayanan publikmerupakan usaha untuk mendapatkan keuntungan.

    Konsepsi negara kesejahteraan (welfare state ) menempatkan layanan publik sebagai tanggung jawabnegara dan digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyatnya. Prinsip ini dianut oleh sebagian besarnegara Eropa terutama negara-negara Skandinavia di mana welfare statedifahami sebagai berikut:

    Political system under which the state (rather than the individual or the private sector) has responsibility for thewelfare of its citizens, providing a guaranteed minimum standart of life, and insurance against the interruption orearning through sickness, injury, old age, or unemployment. They take the forms of unemployment and sicknessbenefits, family allowances, and incomes also include health and education, financed typically through taxation,and the provision of subsidized social housing. Subsidized public transport, leisure facilities, and publiclibraries, with special discounts for the elderly, unemployment, and disabled, are other noncore elements of awelfare state (Encyclopaedia 2008)

    Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik bagi negara welfare state adalah tanggungjawab negara, termasuk di dalamnya transportasi publik. Pendanaan pelayanan publik oleh negaradisediakan baik melalui asuransi sosial yang diterapkan di Jerman maupun melalui pajak seperti yangdilakukan oleh Inggris.

    Pilihan para pendiri ( founding fathers ) Indonesia pada sejarah awal pembebasan dari kolonialismemeletakkan landasan konsep Indonesia sebagai negara kesejahteraan. Pendirian para pendiri bangsa inibisa dilihat dalam amanat konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada Pasal 33 yangmenyatakan bahwa:

    1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

    2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orangbanyak dikuasai oleh negara;

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    11/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 4 -

    3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.

    Dalam penjelasan pasal 33 terdapat penegasan bahwa Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajathidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang.

    Sebagai bagian agenda liberalisasi pasar global yang didorong oleh IMF dan Bank Dunia, para legislatormelakukan amandemen terhadap UUD 1945 sampai empat kali, dimulai tahun 1999 setelah Indonesiamengalami krisis ekonomi. Amandemen keempat UUD 1945 yang ditetapkan tahun 2002, secaraeksplisit menghilangkan kewajiban negara dalam pengelolaan sumber daya yang penting dan menguasaihajat hidup orang banyak dan tidak lagi membatasi aktor-aktor ekonomi mana yang akan terlibat. Pasal34 ayat 3 amandemen keempat hanya menegaskan bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaanfasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

    Berangkat dari amanat konstitusi di atas, negara berkewajiban menyediakan layanan transportasi yangmampu menjawab kebutuhan mobilitas warga. Untuk daerah dengan penduduk yang padat, kereta api

    merupakan sarana transportasi massal dengan daya angkut yang besar, memiliki tingkat keselamatanyang lebih tinggi dibanding dengan sarana transportasi darat lainnya seperti jalan tol, juga merupakansarana transportasi yang ramah lingkungan. Dengan demikian, penyediaan dan pengelolaan sarana danprasarana angkutan kereta api seyogyanya menjadi tanggung jawab negara. Sebagai fasilitas publik yangmenjadi kebutuhan sebagian besar rakyat Indonesia dan merupakan badan usaha vital bagi perikehidupan rakyat, negara bertanggungjawab dalam penyediaan dan pengelolaan kereta api.

    Sejarah kereta api di Indonesia awalnya dibangun pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr.L.A.J. Baron Sloet van den Beele tahun 1864, di Desa Kemijen, Semarang. Lahirnya kereta api sekaligusjuga menandai awal industrialisasi di Indonesia yang melahirkan kelas buruh perkebunan dan buruhpabrik, beriringan dengan masa awal perkembangan industri modern di Eropa. Ketika mengalami

    kebangkrutan ekonomi akibat perang Diponegoro (1825 1830), Belanda menerapkan sistem tanampaksa (cultuurstelsel) dengan mewajibkan penduduk pribumi menanam tanaman untuk pasar Eropa (tebu,kopi, nila, kapas, tembakau), disertai dengan pendirian pabrik gula. Saat itulah, kereta api dibangundengan fungsi utama sebagai alat angkut (lori) tebu dan hasil perkebunan lainnya sampai tiga tahunpertama.

    Tiga tahun setelah mulai beroperasi di Indonesia, kereta api mulai digunakan untuk mengangkutpenumpang. Pada masa itu, jaringan rel dibangun dengan cepat, sehingga tahun 1939, panjang rel telahmencapai 6.811 km. Pada tahun yang sama, jaringan kereta api telah melebar ke Sumatera, Sulawesi danKalimantan (PT KAI 2007: 03), sehingga kereta api berkembang menjadi tulang punggung utama dalamsistem transportasi darat untuk mengangkut penumpang dan barang.

    Ironisnya, walaupun jumlah dan mobilitas penduduk terus meningkat, panjang rel mengalamipenyusutan. Sampai tahun 2000, panjang rel kereta api turun sampai 41% dalam rentang waktu 1939sampai 2000. Ini disebabkan oleh ruas jalan yang tidak dipakai lagi atau rusak. Jumlah sarana kereta apijuga menurun, seperti jumlah lokomotif menurun dari 1.314 menjadi 530 unit (berkurang 60%). Tidaksemua sarana bisa dioperasikan karena sudah tua, bahkan ada sebagian sudah dioperasikan sejak masaHindia Belanda. Sementarar itu, jumlah penumpang kereta api naik sebesar 30% dalam kurun 45 tahun.Kenaikan ini terjadi dalam dasawarsa terakhir, setelah terjadi kejenuhan moda angkutan jalan raya (lihattabel di bawah).

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    12/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 5 -

    Tabel 1. Perkembangan Aset Perkeretaapian IndonesiaTahun

    1939 1955/1956 2000

    Panjang jalan kereta api 6.811 km 6.096 km 4.030 km Turun 40% dalam 61tahun

    Jumlah stasiun dan

    pemberhentian

    1.516 buah 571 buah Turun 62% dalam 45

    tahun Jumlah lokomotif 1.314 buah 530 buah Turun 60% dalam 61

    tahun Jumlah penumpang 146.9 juta 191.9 juta Naik 30% dalam 45

    tahunJumlah penduduk (Jawa &Madura)

    54.5 juta 114.9 juta

    Jumlah penumpang keretaapi

    132.5 juta 69.2 juta

    Tahun 1955 Kkeretaapi mengangkut248%, sementaratahun 2000 hanyamengangkut 60%

    Sumber: Lubis 2002: II-22

    Perubahan kondisi kereta api tidak hanya terjadi di sarana dan prasarana, melainkan juga dalam struktur

    manajemen. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 61/1971, struktur pengelolaan perkeretaapianIndonesia diubah menjadi PJKA yang memiliki tujuan penuh bagi pelayanan publik. Status badanhukum ini mengalami perubahan seiring dengan keluarnya PP No. 9/1998 tentang pengalihan bentukusaha dari PJKA ke PERUMKA. Lahirnya PP ini merupakan hasil rekomendasi Proyek Bantuan Teknisuntuk Perkeretaapian yang didanai utang Bank Dunia. Pada saat inilah pengelolaan kereta api didoronguntuk meraih keuntungan dengan menerapkan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas. Dorongan untukmeraih keuntungan kemudian diperteguh dalam PP No. 19/1998 tentang pengalihan bentuk usaha dariPERUM menjadi persero (PT) yang tunduk pada aturan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang(KUHD).

    Sejarah gerakan buruh kereta api juga berjalan seiring dengan perkembangan perkeretaapian di

    Indonesia, baik perkembangan maupun kemundurannya. Gerakan buruh kereta api di Indonesiamemiliki sejarah yang panjang seiring dengan sejarah perkeretaapian. Serikat buruh kereta apimerupakan serikat buruh pertama di Indonesia dengan berdirinya Staats Spoor Bond (SS-Bond) yangdibentuk oleh para amtenar dan pegawai perusahaan pemerintah tahun 1905, kemudian diikutiberdirinya Vereniging van Spoor en Tramweg Personeel (VSTP) yang dibentuk oleh buruh kereta api diSemarang tahun 1908 (Sadali 2002: 24). VSTP inilah yang menjadi kekuatan buruh paling progresif dimasanya dan menjadi cikal bakal gerakan yang terorganisasi melawan kolonialisme Belanda danmelahirkan organisasi perlawanan rakyat seperti Sarikat Islam di bawah kepemimpinan Semaoen.

    Serikat buruh kereta api merupakan serikat buruh yang secara aktif memperjuangkan nasib paraanggotanya mulai dari tuntutan jam kerja delapan jam sehari, upah yang layak, tunjangan dan

    penyelesaian perselisihan perburuhan. Secara konsisten serikat buruh terus memperjuangkan hak-haksosial ekonomi anggotanya hingga memimpin pemogokan besar-besaran di tahun 1923, seperti yangditulis Sandra (1961:185):

    Sejarah perjuangan buruh Indonesia mempunyai tradisi yang perwira, seperti yang dibuktikanoleh pemogokan buruh gula dalam tahun 1920 di bawah pimpinan Personeel Fabrieks Bond(PFB),pemogokan buruh Pengadaian Bumiputra (PPPB), pemogokan buruh Kereta Api dalam tahun1923 di bawah pimpinan VSTP, dan selanjutnya dibuktikan oleh peranan penting dari buruhdalam pemberontakan rakyat terhadap penjajahan Belanda tahun 1926, pemberontakan di KapalPerang Zeven Provincien tahun 1933.

    Seiring dengan memudarnya gerakan buruh kereta api akibat kebijakan pemerintah Soeharto yangmengkooptasi gerakan buruh dengan menggiring gerakan buruh dalam satu wadah tunggal, kereta apijuga mengalami kemunduran baik secara kualitas pelayanan juga kuantitas jangkauan. Hal ini terjadi

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    13/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 6 -

    karena serikat buruh kereta api tidak hanya memperjuangkan hak-hak para buruh kereta api, melainkanjuga menuntut kebijakan pemerintah demi eksistensi perkeretaapian Indonesia. Pada era Soeharto, adausaha penguasa untuk membentuk wadah tunggal buruh di Indonesia melalui pembentukan MajelisPermusyawaratan Buruh Indonesia (MPBI) tahun 1969 (Nikmah 2003: 35). Upaya ini dilakukan sebagaipengawasan gerakan buruh di Indonesia. Akibatnya, gerakan buruh - terutama buruh kereta api - mulai

    melemah, termasuk memperlemah perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihakterhadap kereta api melainkan memprioritaskan pengembangan jaringan jalan raya berbasis otomotif.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    14/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 7 -

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    Tim Peneliti INFID menggunakan pendekatan kualitatif dalam bentuk analisis evaluatif terhadapkebijakan PEP. Studi ini merupakan studi kasus untuk mengkaji konseptualisasi, pelaksanaan, danevaluasi kebijakan PEP, dengan unit analisis daerah operasi perkeretaapian di Jawa. Pertimbangannya

    adalah jalur angkutan penumpang dengan arus paling padat dan divisi yang sedang dipersiapkan untukdiswastakan yaitu Divisi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), letak kantorpusat PT KAI di Bandung, dan letak PT INKA sebagai industri strategis kereta api di Madiun.

    Pengumpulan data dengan menggunakan enam metode yaitu studi kepustakaan, metode grafis,pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dan focus group discussion(FGD). Studikepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data awal sebagai bahan penyusunan materi wawancaradengan informan kunci dan bahan penyusunan materi awal observasi. Temuan awal studi kepustakaandikonsolidasikan dengan menggunakan metode grafis menjadi web chartpenelitian.

    Wawancara mendalam dilakukan ke informan kunci sebagai pemangku kepentingan perkeretaapian di

    Indonesia. Wawancara mendalam ini bertujuan mengumpulkan data primer maupun data sekunder.Adapun informan kunci meliputi :

    1. Direktorat Perkeretaapian Dirjen Perhubungan Darat Departemen Perhubungan RI sebagairegulator perkeretaapian;

    2. PT KA Pusat dan PT KA Divisi Jabodetabek sebagai operator perkeretaapian yang sedangmelakukan restrukturisasi dengan menjadikan Divisi Jabodetabek sebagai Divisi AngkutanPerkotaan mulai Juli 2008;

    3. Pengurus Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) yang berkantor di Bandung sebagai serikat buruhkereta api yang masih aktif;

    4. Pengurus dan anggota Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ) sebagai wadah buruh kereta

    api di Jabodetabek. Sebagian besar anggota SPKAJ adalah buruh outsourcingdi PT KA;5. PT INKA sebagai penyedia jasa sarana perkeretaapian Indonesia;6. Salah seorang anggota Tim Revitalisasi Perkeretaapian, dibentuk Departemen Perhubungan di

    tahun 2007 dengan tugas utama menyiapkan peta jalan revitalisasi perkeretaapian di tahun 2010;7. Pengamat transportasi dari akademisi dan ahli-ahli di bidang transportasi yang tergabung dalam

    Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dan Indonesian Railway Watch;8. Pengguna kereta api yang tergabung dalam komunitas KRL Mania dan Yayasan Lembaga

    Konsumen Indonesia (YLKI) yang melakukan pemantauan secara langsung dan berkala terhadapkualitas layanan kereta api;

    9. LBH Jakarta sebagai kuasa hukum SPKAJ.

    Selain studi kepustakaan dan wawancara mendalam, Tim Peneliti juga melakukan pengamatan dan jugapengamatan terlibat terhadap faktor-faktor yang terkait dengan subyek yang diteliti. Pengamatan terlibatdilakukan dengan menjadi penumpang kereta di jalur-jalur KRL Jabodetabek, jalur kereta api di DaerahOperasi Bandung, dan jalur kereta api di Daerah Operasi di Jawa (Yogyakarta dan Madiun).

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    15/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 8 -

    Dari proses yang dilakukan, Tim Peneliti menggali beberapa asumsi sebagai berikut :

    Asumsi Bank Dunia1. Swastanisasi pengelolaan kereta api akan meningkatkan kualitas layanan, dibanding jika tetap

    menjadi layanan publik, karena itu subsidi harus dicabut.

    2. Skema pembiayaan dengan penerapan prinsip bisnis akan meningkatkan kualitas layanan kereta api;3. Proyek PEP mengambil fokus pengembangan koridor Jakarta Bandung karena tingginya aruspenumpang dan barang yang tidak terlayani secara baik oleh moda transportasi lainnya.

    4. Pemisahan Sistem Jabodetabek (commuter) dengan Sistem Antar Kota Antar Propinsi (Java Inter CitySystem) akan meningkatkan efisiensi perkeretaapian di Jawa.

    Asumsi tim peneliti INFID1. Perkeretaapian Indonesia dijadikan ladang korupsi dan bagi-bagi jabatan bagi orang-orang di sekitar

    kekuasaan, akibat tingginya intervensi politik dalam perkeretaapian di Indonesia;2. Pengembangan sistem perkeretaapian Indonesia tidak didasari oleh rencana induk (master plan) yang

    memadai;

    3. Implikasi utang luar negeri terhadap pengembangan sistem kereta api mendorong diterapkannyaprinsip-prinsip bisnis seperti rasionalisasi buruh kereta api;4. Pelaksanaan PEP bertujuan 1) melariskan produk-produk kereta api dari negara-negara kreditor

    utama Bank Dunia, seperti gerbong kereta dari Jepang dan Jerman, persinyalan dari Belanda, danjembatan dari Austria; 2) mendorong dimanfaatkannya skema utang Jepang (JBIC) untukmembangun jalur ganda (double track) Cikampek Cirebon, Kroya Yogyakarta, double-double track(DDT) Manggarai Cikarang, dan Depo KRL Depok.

    Asumsi-asumsi tersebut merupakan kodifikasi, dalam pengertian pedagogi Paulo Freire, kemudian di-dekodifikasi melalui FGD yang diselenggarakan di Jakarta, 14 Mei 2008. Hadir dalam FGD tersebutstakeholderyang berkepentingan langsung dalam perkeretaapian. FGD menghasilkan rumusan-rumusan

    mendasar yang kemudian ditindaklanjuti dengan wawancara mendalam lanjutan dan juga obsevasilanjutan sebagai verifikasi di lapangan.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    16/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 9 -

    IV. TEMUAN PENELITIAN

    Dibantu beberapa asumsi tersebut sebagai pedoman wawancara, maka Tim Peneliti INFIDmenemukan beberapa temuan, yang telah disusun mulai dari hal-hal yang paling empiris (paling mudahdiobservasi) sampai pada hal-hal yang lebih bersifat konseptual.

    1. Resistensi Pemangku Kepentingan

    Struktur manajemen perkeretaapian Indonesia telah mengalami perubahan. Kalau sebelumnyamanajemen kereta api berbentuk PJKA yang lebih menekankan pelayanan publik, kemudian menjadiPERUMKA tahun 1990. Setelah itu, menjadi perseroan (PT) tahun 1998. Perubahan ini merupakanhasil rekomendasi utang Bank Dunia dalam bentuk Proyek Bantuan Teknis perkeretaapian dan PEPyang dengan jelas mendorong prinsip-prinsip pengusahaan kereta api dari public servicesmenjadi publicutilitydan tunduk pada aturan dagang dengan tujuan utama meraih keuntungan. Struktur manajemen inidiperkuat dengan perubahan UU Tentang Perkeretaapian dari No. 13/1996 menjadi UU No. 23/2007yang secara eksplisit memberi ruang bagi masuknya swasta dalam perkeretaapian. Pandangan ini bisa

    dilihat pada UU tentang Perkeretaapian No 23/2007 Pasal 23 yang berbunyi:

    Ayat 1) Penyelenggaraan prasarana perkeretaapian umum sebagai dimaksud dalam pasal 18 dilakukanoleh Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerja sama.

    lAyat 2) Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum,Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan prasarana perkeretaapian.

    Pasal 33 dengan jelas memberi ruang bagi pelibatan swasta dalam pengelolaan prasarana perkeretaapian.Demikian halnya dengan pengelolaan sarana perkeretaapian yang tertuang dalam pasal 31.

    Swastanisasi kereta api mendapat resistensi dari pemangku kepentingan. Ronny Wahyudi, Direktur

    Utama PT KA, mengatakan sistem perkeretaapian di negara manapun memang membutuhkanperhatian langsung dari pemerintah, bahkan campur tangan dalam bentuk subsidi. Pasalnya adakepentingan pemerataan ekonomi di dalamnya (Investor Mei 2008: 94 - 95). Demikian jugaPuspawarman sebagai Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) menekankan, swastanisasitidak boleh terjadi terhadap aset yang sekarang dikelola oleh PT KA. Restaria Hutabarat dari LembagaBantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan, konsep swastanisasi dalam pengelolaan kereta api perludikritisi lebih dalam, mengingat fungsi utama kereta api sesungguhnya adalah pelayanan publik. Karenaitu, tidak realistis jika PT. KA dibebani tanggung jawab meraih keuntungan. Kedua konsep tersebutjelas saling bertentangan, mengingat pelayanan publik adalah tanggung jawab negara, bukan swasta.Pendapat senada juga disampaikan pengamat perkeretaapian Taufik Hidayat dari Indonesian RailwayWatch kepada Tim Peneliti INFID, bahwa pelibatan swasta dalam perkeretaapian bukanlah jawaban,

    karena masalah sesungguhnya adalah kebijakan pemerintah yang belum memberikan prioritas padapengembangan moda transportasi kereta api.

    Pemerintah Indonesia harus belajar dari pengalaman swastanisasi sektor air di Indonesia di mana BankDunia juga turut andil dalam mendorong masuknya peran swasta dalam pengelolaan air di Indonesiatahun 1996 melalui dana utang yang diberikan (Hadi dkk 2007: 128). Alasan yang dikemukakan pada

    waktu itu adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Jakarta yang selama ini mengelola airminum tidak menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang menguntungkan, sehingga pengelolaan air selalumerugi. Hasil swastanisasi PDAM malah menunjukkan kualitas air tetap keruh dan berbau tidak sedap,sementara tarifnya menjadi lebih mahal, dan Pemerintah kehilangan kontrol atas pengelolaan air bersih.Proses swastanisasi sektor-sektor strategis di Indonesia juga sering kali bahkan hampir selalu melibatkan

    orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Proses swastanisasi PDAM di Jakarta tersebut melibatkanSigit Harjojudanto, anak Soeharto sebagai calo bagi Thames Water, sehingga maskapai Inggris itumendapatkan kontrak 25 tahun dengan PDAM Jaya (Aditjondro 2007: 328).

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    17/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 10 -

    Para pemangku kepentingan menekankan swastanisasi perkeretaapian tidak sesuai dengan kebutuhanyang ada. Pengguna juga menghawatirkan jika perkeretaapian Indonesia diswastakan, maka tarif keretaapi akan naik sebagai kompensasi dari target keuntungan yang diharapkan. Hal ini akan membuat fungsipelayanan publik terabaikan. Contoh fenomena ini terjadi di Divisi Jabodetabek yang telah meluncurkan

    kereta api kelas ekonomi AC dengan tarifflatRp 6.000. Tarif ini dinilai sangat mahal mengingat padasaat yang sama tarif kereta api ekonomi biasa Rp 2.500 (Jakarta Kota Bogor). Menurut rencana, pada2010, seluruh kereta api kelas ekonomi akan dihapuskan dan diganti dengan kereta api ekonomi AC(wawancara dengan Akhmad Sujadi, Ka Humas Daop Jabodetabek). Kebijakan ini tentu akanmemberatkan penumpang kereta api yang sebagian besar adalah masyarakat ekonomi menengah kebawah.

    2. Menurunnya Kualitas Layanan

    Penerapan prinsip bisnis melalui mekanisme pembiayaan public service obligation(PSO), infrastructuremaintenance and operation(IMO), dan track access charge(TAC) yang direkomendasikan Bank Dunia dalam

    PEP, ternyata tidak terbukti mampu meningkatkan kualitas layanan KA. Nilai PSO yang diberikan daritahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2005, PSO yang dicairkan sebesar Rp 270 miliar,meningkat di tahun 2006 menjadi Rp 350 miliar, dan 2007 menjadi Rp 425 miliar, tetapi kualitas layanankereta api - terutama kelas ekonomi - semakin buruk. Tidak hanya headwayyang tidak pasti, kondisikeamanan yang rawan, dan tingkat keselamatan yang terus menurun. Angka kecelakaan kereta api terusmeningkat, di mana pada tahun 2007 terjadi kecelakaan sebanyak 116 kali, meningkat dari tahun 2006sebanyak 107 kali. Lebih dari 90% kecelakaan yang terjadi di tahun 2007 terjadi akibat kereta anjlok atauterguling (Direktorat Perkeretaapian 2008).

    Sebanyak 90% kecelakaan kereta api terjadi karena kereta anjlok dan terguling. Data tersebut jelasmenunjukkan adanya masalah dalam teknologi kereta api. Berdasarkan penelusuran Tim Peneliti INFIDsaat melakukan pengamatan di Depo KRL Depok, ditemukan beragamnya komponen kereta api mulaidari rel, bantalan rel, gerbong kereta api, loko, hingga persinyalan. Menurut pengakuan petugasperawatan, komponen yang ada di Depo ini didatangkan lebih dari delapan negara; misalnya rel dari

    Jepang, gerbong kereta ada juga dari Jepang dan dari Jerman, mesin bubut dari Perancis, dan loko dari Amerika. Menurutnya, beragamnya komponen kereta yang ada menyebabkan kesulitan dalamperawatan, karena tidak semua spesifikasi komponen yang ada sesuai dengan kebutuhan dan kondisijaringan rel di Indonesia.

    Ketidaksanggupan PT KA dalam menentukan komponen yang sesuai dan seragam agar lebihmemudahkan perawatan teknologi kereta api disebabkan karena pengadaan prasarana dan saranamenjadi kewenangan Departemen Perhubungan. Meskipun dalam UU No. 23/2007 disebutkan,pengadaan dan pengelolaan sarana merupakan tanggung jawab operator, dalam hal ini adalah PT KA,namun pada prakteknya pengadaan sarana lebih banyak dilakukan oleh pemerintah. Menurut pengakuanpemerintah, kondisi ini tidak bisa dihindarkan karena sebagian besar pembiayaan untuk pemenuhansarana dan prasarana kereta api berasal dari utang luar negeri dan penggunaan komponen kereta apiberasal dari negara pemberi utang. Contoh pengalaman ini adalah yang dilakukan oleh DepartemenPerhubungan di tahun 2004 dengan mengimpor 40 gerbong kereta rel listrik (KRL) dari Jerman. Imporini dilakukan sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah RI untuk mendapatkan utang dari

    Jerman, guna membiayai pembangunan infrastruktur dan perbaikan fasilitas transportasi perkeretaapiandi Jabodetabek (Kompas, 30 Oktober 2003a).

    Bank Dunia turut andil dalam mendorong beragamnya komponen teknologi kereta api. PEPmendorong rencana investasi tidak hanya pembangunan rel ganda Jakarta Bandung, melainkan jugapembangunan rel ganda untuk Cikampek Kroya, Kroya Yogyakarta, dan double double trackManggarai Cikarang yang didanai oleh JBIC (Jepang) dengan menggunakan komponen dari Jepang.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    18/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 11 -

    Selain itu, fasilitas persinyalan untuk koridor Jakarta Bandung didatangkan dari Belanda, dan pada saatyang sama Bank Dunia terlibat dalam pengadaan bantalan rel yang berasal dari India. Terbukti sebanyak10.680 bantalan rel yang didatangkan Departemen Perhubungan tahun 1999 dengan nilai US$ 466.400juta, terbuang percuma dan tidak bisa digunakan karena tidak sesuai dengan rangkaian rel yang sudahada. Keterlibatan Bank dunia dalam proyek pengadaan bantal rel dari India terjadi melalui Task Force

    Team Leader yang dibentuk Bank Dunia sebagai bagian PEP melalui pemberian persetujuan tender(Indomedia, 4 Maret 2003).

    3. Pemiskinan Buruh dan Pelemahan Organisasi Buruh

    Implikasi PEP dengan mendorong rasionalisasi buruh kereta api telah menimbulkan dampakkemiskinan bagi sebagian besar buruh kereta api. Tuntutan pengurangan buruh kereta api secara jelasdimintakan oleh Bank Dunia dalam rangka efisiensi kereta api. Dalam wawancara dengan Tim PenelitiINFID, Ahmad Sujadi selaku Kepala Humas Divisi Jabodetabek menyatakan Bank Dunia memintaadanya pengurangan buruh kereta api sekitar 10.000 orang. Kalau sekarang buruh kereta api berjumlah27.000 orang, menurut Bank Dunia idealnya jumlah buruh kereta api berjumlah 17.000 orang.

    Kebijakan ini jelas memiskinan buruh kereta api karena ancaman kehilangan pekerjaan dan kehilanganpendapatan.

    Meskipun tidak melakukan pemecatan secara langsung, namun PT KA menerapkan sistem kerjaoutsourcingterutama untuk bidang pekerjaan ketertiban, keamanan, pelayanan portir, dan loket di stasiunmaupun di atas kereta api. Praktek outsourcingtelah dilaksanakan terutama di Divisi Jabodetabek sejaktahun 2007 dengan menggandeng rekanan dari tiga perusahaan yaitu PT. Laksana Bintang Jakarta, PT.Bawata, dan PT. Kencana Lima. Sampai saat ini, jumlah tenaga kerja yang telah di-outsourcingdari tigaperusahaan tersebut sebanyak 550 personel, terdiri dari personel PT. Laksana Bintang Jakarta sebanyak150 orang, PT. Bawata 100 orang, dan dari PT. Kencana Lima 300 orang.

    Menurut para buruh kereta api dalam wawancara mendalam dengan Tim Peneliti INFID, rencananyasebanyak 223 orang buruh kereta api dan 181 pekerja harian lepas yang selama ini bernaung di bawahKoperasi Wahana Usaha Jabotabek (Kowasjab) akan dialihkan ke manajemen PT Kencana Limadengan status kerja outsourcing. Namun para buruh menolak, karena sudah bekerja selama puluhantahun. Kami sebenarnya ditawari gaji lebih tinggi sebesar Rp 1.050.000 dari sebelumnya Rp 871.000dan dijanjikan perbaikan penampilan dengan menggunakan seragam. Namun kami menolak karenanasib kami ke depan belum jelas dengan status kontrak ini, kata Pupuh Saifulloh, Ketua SPKAJ.

    Akibat penolakan terhadap praktekoursourcingini, sebagian buruh belum dipekerjakan kembali, sisi lainada keluarga yang harus mereka hidupi.

    Praktek kerja outsourcing ini juga ditengarai sebagai upaya memperlemah organisasi buruh kereta api

    mengingat sistem kerja outsourcingmenyebabkan kontrak kerja yang ada tidak lagi antara buruh denganPT KA melainkan dengan perusahaan lain yang menjadi rekanan PT KA. Sehingga ketika terjadiperselisihan hubungan industrial, para buruh tidak bisa menuntut secara langsung ke PT KA melainkanke PT yang sudah mengontrak mereka. Pelemahan organisasi buruh kereta ini terjadi mengingat dalamsejarahnya, organisasi buruh kereta api adalah gerakan buruh yang paling maju yang mendoronglahirnya gerakan perlawanan di masa kolonialisme Belanda. Kekuatan buruh kereta api dalammengorganisasi dirinya juga sangat dikhawatirkan oleh penguasa seperti rencana mogok kerja yangdilakukan oleh SPKA dalam menuntut uang pensiun.

    4. Lemahnya Keberfihakan Negara

    Gencarnya pembangunan infrastruktur jalan tol yang dilakukan oleh Pemerintah dengan dukunganBank Dunia, menjadikan arus transportasi darat lebih menggantungkan pada jaringan jalan raya yangberbasis pada industri otomotif. Terbukti dari besarnya dukungan Bank Dunia melalui utang yang

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    19/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 12 -

    dikucurkan untuk pembangunan jalan tol. Sampai tahun 1996 saat PEP diluncurkan, utang Bank Duniauntuk pengembangan jalan darat mencapai 15 proyek (World Bank 1996: 5). Industri otomotif mulaigencar didorong sekitar tahun 1980-an termasuk juga di Indonesia. Pemerintah gencar membanguninfrastruktur jalan raya yang memberi ruang bagi otomotif untuk terus berkembang dibandingmengembangkan industri strategis jalan raya berbasis rel.

    Pengoperasian Tol Cipularang pada Mei 2005 yang menghubungkan Jakarta dengan Bandung jelasmenimbulkan dampak bagi penurunan jumlah penumpang kereta api koridor Jakarta-Bandung. PadahalPEP dirancang untuk pengembangan Jalur Jakarta-Bandung dengan pembangunan rel ganda yangbertujuan mengurangi waktu tempuh, sehingga jumlah penumpang semakin meningkat. Pilihan koridor

    Jakarta-Bandung sendiri diambil karena arus penumpang Jakarta-Bandung yang sangat tinggi. Namundengan pembangunan Jalan Tol Cipularang, jumlah penumpang angkutan kereta api menurun tajammencapai lebih dari 70%. Hal ini menimbulkan dampak penurunan tarif kereta api rata-rata 30% untuksemua kelas baik kelas bisnis maupun kelas eksekutif (Hidayat: 2008). Kebijakan pembangunan TolCipularang menjadikan target pengembangan koridor Jakarta-Bandung tidak berhasil. Dana yang sudahdikucurkan untuk proyek pembanguna rel ganda koridor Jakarta Bandung sebesar USD 98,4 juta,

    terbuang sia-sia.

    Kebijakan negara yang lebih mengembangkan jaringan jalan raya dibanding jalan rel, jelas menunjukkanlemahnya keberfihakan negara terhadap pengembangan kereta api. Belum lagi rencana induk (master

    plan) perkeretaapian yang tidak memadai. Industri kereta api sudah ada di Indonesia sejak tahun 1864,namun Pemerintah baru merumuskan rencana induk perkeretaapian tahun 2005. Pemerintah juga barumembentuk Direktorat Perkeretaapian tahun 2005 yang sebelumnya berada di Direktorat PerhubunganDarat Divisi Jaringan Jalan Rel.

    Lemahnya keberfihan negara terhadap pengembangan sarana transportasi publik, juga bisa dilihat daritidak adanya integrasi antar moda transportasi. Pilihan pemerintah membangun tol Cipularang,

    menunjukkan pemerintah tidak memiliki rencana transportasi yang komprehensif. Satu sisi mendorongpengembangan kereta api, sisi lain mengembangankan jalan tol. Parahnya lagi, antara pengembanganinfrastruktur satu dengan lainnya, tidak ada kesatuan antar moda. Contohnya Jakarta, PemerintahDaerah sedang giat mendorong angkutan umum melalui pengoperasian busway yang bertujuanmengurangi pemakaian kendaraan pribadi, sisi lain pemerintah daerah malah membangun jalan toldalam kota yang dengan sendirinya mengundang pemakaian kendaraan pribadi. Sehingga yang terjadi,busway hanya menjadi pemanis di tengah semrawutnya jalan yang dipenuhi kendaraan pribadi.Lemahnya keberfihakan negara pada transportasi publik inilah yang menjadikan kereta api di Indonesiasemakin menurun kualitasnya.

    5. Akumulasi Utang Luar Negeri

    Posisi utang luar negeri Indonesia sampai tahun 2007 mencapai US$ 62.25 miliar, dimana 30,6%-nya(US$ 19.05 miliar) berasal dari utang multilateral termasuk dari Bank Dunia (Direktorat JenderalPengelolaan Utang 2008). PEP sekalipun dinilai gagal - bahkan oleh Bank Dunia sendiri - sebagaiproyek yang kinerjanya tidak memuaskan, tetap saja PEP menambah menjadi beban utang Indonesia.Selain itu, PEP juga mendorong Indonesia terjebak dalam akumulasi utang luar negeri.

    PEP merekomendasikan pemisahan pengelolaan (spin off) daerah operasi Jabodetabek dari sistem keretaapi antar kota yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota lainnya di Jawa, menjadi divisi khususangkutan penumpang yaitu Divisi Jabodetabek yang pengelolaannya terlepas dari PT KA. Konsekuensipemisahan pengelolaan tersebut, tidak hanya merubah manajemen pengelolaan divisi Jabodetabek

    melainkan juga merekomendasikan pembangunan double double track (DDT) Manggarai - Bekasi -Cikarang untuk optimalisasi penumpang. Rekomendasi tersebut direspon pemerintah dengan utang kepemerintah Jepang melalui Japan Bank for International Corporation(JBIC) sebesar Rp 281 miliar (41 miliar

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    20/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 13 -

    Yen). Kontribusi PEP terhadap akumulasi utang luar negeri juga terjadi melalui skema pengembanganinfrastruktur kereta api seperti pembangunan rel ganda Cirebon Kroya dengan dana utang daripemerintah China mencapai USD 194.88 juta dan pembangunan rel ganda Kutoarjo Yogyakartadengan dana utang dari pemerintah Jepang sebesar Rp 822 miliar (Departemen Perhubungan 2007).

    Akumulasi utang luar negeri tidak berhenti sampai disitu. Pemerintah juga mengandalkan utang luarnegeri untuk pembiayaan infrastruktur kereta api lainnya. Seperti pengembangan kereta api bawah tanah(subway) atau angkutan massal cepat (mass rapid transit/MRT) di DKI Jakarta. Pemerintah Propinsi telahmenandatangani perjanjian utang sejak 27 November 2006 dengan JBIC untuk engineering service. Totaldana yang dibutuhkan US$ 800 juta (Bisnis Indonesia, 3 Maret 2008).

    Dengan sendirinya, komitmen dan pencairan utang PEP meningkatkan akumulasi utang luar negeriIndonesia yang semakin akut. Ironis, karena hasil temuan penelitian menunjukkan banyak implikasinegatif yang timbul dari pelaksanaan proyek. Utang yang mencakup persyaratan penggunaan saranaperkeretaapian dari Negara-negara kreditor utama Bank Dunia oleh PT KA diakui berimplikasi negatifoleh para pemangku kepentingan perkeretaapian Indonesia. Selain itu, implementasi negatif terhadap

    pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak serta demokratisasi dunia perburuhanIndonesia. Utang untuk moda transportasi kereta api juga tidak diimbangi dengan perbaikan kinerjaoperasional yang signifikan. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh terus meningkatnya angka kecelakaankereta api (Kompas, 18 Oktober 2003b).

    6. Kurangnya Transfer Teknologi

    PEP mensyaratkan penggunaan sarana dan prasarana perkeretaapian dari negara-negara kreditor utamaBank Dunia. Syarat ini meliputi penggunaan gerbong dari Jepang dan Jerman, sistem persinyalan dariBelanda, dan jembatan dari Australia. Persyaratan ini dengan sendirinya menutup peluang bagipengembangan kekuatan pelaku industri teknologi perkeretaapian dalam negeri, sekaligus tidak

    memberikan transfer tekhnologi. Sisi lain, Indonesia sebenarnya memiliki Badan Usaha Milik Negara(BUMN) yang bergerak di lingkup industri strategis yang sebenarnya sudah memiliki kapasitas untukmenyediakan sarana-prasarana perkeretaapian. PT INKA berdiri tahun 1981, memiliki kompetensi dankapasitas untuk menyediakan produk sarana perekeretaapian. Keunggulan produk PT INKA pun sudahmendapatkan pengakuan internasional dengan diekspornya produk PT INKA ke Malaysia, Muangthai,

    Australia, dan Bangladesh. Skema PEP menghilangkan kesempatan Indonesia, terutama PT INKA danBadan Usaha Milik Negara dalam Industri Strategis (BUMNIS) lain, untuk mengembangkan kekuatanteknologi perkeretaapian.

    Sebagian besar komponen kereta api berasal dari luar negeri. Mulai dari mesin loko, rel, alat persinyalan,sampai gerbong kereta. Indonesia tidak hanya bergantung dengan teknologi negara lain, tetapi juga

    menjadi negara tempat pembuangan barang bekas. Tahun 2006, Departemen Perhubunganmendatangkan 40 set atau 160 gerbong KRL bekas dari Jepang. Setelah tahun sebelumnya, PT KA jugamengimpor 16 unit KRL bekas dari negara yang sama (Kompas, 14 Maret & 12 Januari 2006).

    Baik Departemen Perhubungan maupun PT KA menyatakan mendatangkan kereta bekas dari Jepang,karena harganya lebih murah dibandingkan dengan produksi PT INKA. Menurut Akhmad Sujadi,Kepala Humas Divisi Jabodetabek, harga rata-rata KRL bekas produksi Jepang antara Rp 800 jutasampai Rp 1 miliar per gerbong, sementara harga yang baru Rp 10 miliar per gerbong. Harga yangditawarkan PT INKA, sekitar Rp 11,523 miliar per gerbong. Jika dibandingkan dengan harga gerbongbaru dari Jepang, belum termasuk biaya ongkos kirim, produksi PT INKA masih kompetitif. Rata-rataumur kereta yang diimpor 30 tahun, padahal penyusutan kereta di Jepang sendiri sampai 13 tahun. Pada

    usia tersebut, nilai bukunya sudah mendekati nol. Meskipun secara teknis umur kereta sampai 30 tahun,namun harus di-scrap untuk menjaga mutu dan biaya scrap di Jepang sangat mahal (Investor Daily, 10Maret 2008). Malah, Indonesia memilih barang bekas.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    21/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 14 -

    Pengalaman menggunakan barang bekas, bukan hal baru bagi Indonesia. Tahun 1996 saat B.J. Habibiemenjabat Menristek, melalui skema utang luar negeri dengan Pemerintah Jerman, pemerintah Indonesiamendatangkan 39 kapal perang bekas. Terdiri atas 16 jenis Parchim, 14 Frosch, dan 9 Condorseharga US$442.8 juta, lebih dari US$ 100 juta dari yang disetujui Menteri Keuangan, Marie Muhammad. Selain

    disain kapal yang tidak sesuai dengan perairan Indonesia, juga tidak memberikan manfaat bagiIndonesia karena tinggal 14 kapal yang bisa digunakan, itupun hanya untuk kapal patroli. Padahal untukperawatannya, pemerintah harus berutang lagi ke Pemerintah Jerman (Aditjondro 2007: 5 6).

    7. Pelemahan Kedaulatan Ekonomi

    Dalam kacamata ilmu ekonomi, setiap investasi di sektor riil memiliki efek ganda (multiplier effect).Melalui penyediaan sarana perkeretaapian oleh PT. INKA, efek ganda kegiatan produksi memilikisumbangan besar bagi perekonomian nasional. Pilihan memproduksi sarana perkeretaapian di dalamnegeri, dapat menyediakan lapangan kerja yang besar dan menggerakkan perekonomian secara riil. Initerjadi karena penyediaan komponen sarana perkeretaapian, mulai dari komponen-komponen teknis

    sampai komponen interior kereta yang tidak seluruhnya bisa ditangani oleh PT. INKA, bisa disub-kontrakkan kepada koperasi dan usaha kecil-menengah di Indonesia. Dengan sendirinya, pilihan untuktidak memakai produk sarana perkeretaapian dalam negeri menghilangkan peluang efek ganda bagipengembangan perekonomian nasional.

    Bukti adanya kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan nasional, bisa dilihat dalam porsi nilaiproyek yang ditangani PT INKA dan kontraktor nasional dalam proyek prasarana dan pengadaansarana perkeretaapian melalui utang luar negeri. Pengembangan Divisi Jabodetabek, rehabilitasiangkutan batubara Sumatera Selatan, Jalur Citayam Nambo, dan pengadaan sarana kereta api senilaiUS$ 525 juta, porsi kerja PT INKA dan kontraktor nasional sangat kecil. Belum lagi jika ditilikminimnya dukungan pemerintah bagi PT. INKA untuk bersaing di ranah internasional, relatif kecil

    dibanding dengan perlakuan pemerintah negara lain terhadap masing-masing pelaku industri nasional.Industri lokal hanya dijadikan pendamping perusahaan asing dalam proyek rehabilitasi, modernisasi,serta pembangunan sarana dan prasarana perkeretaapian nasional. Kebijakan tersebut tentunya bisamematikan industri lokal (Kompas, 18 Oktober 2003b).

    Pengalaman implikasi pilihan-pilihan yang tidak bijak ini, terbukti ditahun 2004-2005, di mana PT.INKA mengalami krisis karena adanya kebijakan yang tidak berpihak pada industri nasional. Saat ituPT. INKA nyaris bangkrut. Hanya reposisi bisnis dengan mengembangkan divisi produk non-kereta apiyang menyelamatkan PT INKA dari jurang kebangkrutan. Pengembangan produk non-kereta apiberupa medical mobile train, rail bus, mini train, dump truck, micro car, early warning system, container office,articulated bus, dan modular container office mampu mengembalikan kepercayaan investor kepada PT.

    INKA. Keterlibatan PT. INKA dalam pameran produk nasional pada Agustus 2006 menjadi salah satutonggak pemulihan PT. INKA.

    Jika mau jujur, semua pengadaan sarana perkeretaapian Indonesia diserahkan kepada PT. INKA. Disamping untuk pengembangan kekuatan teknologi nasional, ada hal lain yang harus diraih berupa efekganda berupa pengembangan perekonomian nasional bidang perkeretaapian. Meski manfaat dankeuntungan yang diperoleh dari penggunaan produk dalam negeri telah terbukti meningkatkan kinerjaperkeretaapian nasional, namun alasan penggunaan tekhnologi dari negara lain karena mendesaknyapenyediaan sarana perkeretaapian sebagai bagian transportasi massal, dan dihadapkan denganketerbatasan dana Pemerintah, membuat PT. INKA juga memaklumi dan tidak bisa memaksa semuapenyediaan sarana perkeretaapian Indonesia diserahkan kepada PT INKA.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    22/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 15 -

    Bisa diprediksi kerugian ekonomi nasional yang akan timbul jika PT INKA harus dilikuidasi. Bisadiestimasi juga, kerugian ekonomi dan teknologi nasional jangka panjang jika pilihan-pilihan kebijakanyang berpihak pada kepentingan nasional harus tunduk pada intervensi modal semata.

    Pelemahan kedaulatan ekonomi Indonesia diperkuat dari pemakaian gerbong bekas dari Jepang.

    Padahal kapasitas PT INKA cukup untuk mendukung penyediaan sarana perkeretaapian. Sebagaipembanding, Pemerintah India mampu menyelamatkan Indian Railwayyang nyaris bangkrut tahun 2001akibat buruknya kualitas layanan dan keselamatan. Upaya penyelamatan dilakukan dengan (a) pemisahanperan kelembagaan (pengambil kebijakan, regulasi, dan manajemen), (b) penuntasan diferensiasi antaratangung jawab sosial dan kinerja imperatif, serta (c) penciptaan tim kepemimpinan yang committeddankapabel. Dan yang patut dicatat, upaya penyelamatan Indian Railwayoleh Pemerintah India dilakukantanpa campur tangan Bank Dunia (Hidayat, 2007). Jika India bisa melakukan, mengapa Indonesiatidak?

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    23/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 16 -

    V. KESIMPULAN

    Dari keseluruhan proses dan temuan penelitian, bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut:

    1. PEP tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan (tidak memuaskan) disebabkan oleh rekomendasiPEP tidak sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan sektor perkeretaapian diIndonesia. Reformasi kebijakan yang merubah pengelolaan perkeretaapian Indonesia dari publicservice menjadi public utilitydengan menekankan keuntungan, jelas mendapat resistensi darimasyarakat. Resistensi didasari amanat konstitusi Bangsa Indonesia sebagai wujud penerapan negarayang bertujuan mensejahterakan warganya, menempatkan kereta api sebagai cabang penting yangmenguasai hajat hidup orang banyak dan seharusnya dikuasai oleh negara. Tidak seharusnyapengelolaan perkeretaapian diserahkan dan dikelola swasta.

    2. Lemahnya keberfihakan negara menyebabkan tidak ada kekuatan pengimbang terhadap agendaBank Dunia terhadap pengembangan sektor transportasi yang lebih bias ke otomotif, sepertipembangunan tol Cipularang. Dorongan Bank Dunia terhadap pengembangan jaringan jalan rayayang berbasis otomotif justru menyebabkan PT.KA dalam kondisi yang semakin lemah danterkalahkan oleh ekspansi industri otomotif. Lemahnya keberfihakan juga terjadi terhadap buruhkereta api. PEP tidak memperbaiki kinerja buruh kereta api, melainkan memiskinkan danmemperlemah organisasi buruh kereta api dengan rasionalisasi. Penerapan prinsip-prinsip bisnisseperti PSO, IMO, dan TAC ternyata juga tidak serta merta mendorong perbaikan layanan keretaapi.

    3. PEP mendorong Indonesia semakin terjebak dalam akumulasi utang luar negeri. Akumulasi utangluar negeri terjadi karena PEP sendiri menambah besaran akumulasi utang luar negeri Indonesia.Selain juga, PEP merekomendasikan utang-utang lain untuk pengelolaan perkeretaapian Indonesia.

    Yang menjadi catatan penting, pembengkakan utang di sektor perkeretaapian, menjadikan Indonesiaterus bergantung pada teknologi dari negara lain.

    4. PEP menghilangkan peluang diperolehnya efek gandabagi perekonomian Indonesia, karena PEPmeniadakan peluang pelaku industri dalam negeri (PT INKA) menjadi tulang punggung pengadaansarana perkeretaapian Indonesia. Industri lokal hanya dijadikan pendamping perusahaan asingdalam proyek rehabilitasi, modernisasi, serta pembangunan sarana dan prasarana perkeretaapiannasional tanpa bisa menggunakan kompetensi dan kapasitasnya secara optimal. Kebijakan yangtidak berpihak ini juga menyulitkan pelaku industri nasional berkompetisi di ranah internasional.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    24/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 17 -

    VI. REKOMENDASI

    1. Sesuai dengan amanat UUD 1945, kereta api adalah cabang produksi penting yang menguasai hajathidup orang banyak dan harus dikuasai oleh negara. Berdasarkan ketentuan ini, pemerintah harusmembatalkan rencana swastanisasi perkeretaapian dan mengembalikan kereta api sebagai layananpublik yang merupakan hak rakyat.

    2. Pemerintah harus mewujudkan komitmen dalam pengembangan perkeretaapian di Indonesiamelalui kebijakan transportasi yang komprehensif dan berkelanjutan. Pengambangan jaringan jalanraya hendaknya bertumpu pada jaringan jalan rel. Karena itu, kebijakan transportasi harus disertaidengan realisasi sarana dan prasarana yang memadai bagi pengembangan sistem perkeretaapianIndonesia.

    3. Pemerintah harus mewujudkan kebijakan yang mendorong sinergi industri strategis nasional untukmendukung pengembangan kekuatan teknologi dan perekonomian nasional dan melepaskanketergantungan terhadap produk impor.

    4. Pembelian komponen-komponen bekas dari negara-negara kreditor utama Bank Dunia harusdihentikan, dan pemerintah harus menolak pembayaran utang yang selama ini mengerdilkankemampuan PT INKA.

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    25/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 18 -

    BIBLIOGRAFI

    Aditjondro, George Junus (2006), Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga Istana, Tangsi,dan Partai Penguasa. Yogyakarta: LKiS.

    -------------- (2007), Sailing Over Troubled Waters: A Case Study of Odious Debt, Involving a German Companyand Its Indonesian Cronies. Jakarta: INFID.

    Lubis, Harun Al Rasyid (2002). Studi Mobilisasi Sumber Daya dalam Pengembangan Perkeretaapian Indonesia.Bandung: PT KAI.

    Bank Dunia (2008), Laporan Indonesia Country Assistance Strategy Tahun Anggaran 2004-2007.Jakarta:Kantor Perwakilan Bank Dunia.

    BAPPENAS (2003),Urgensi Perkeretaapian. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(BAPPENAS), Maret.

    Bisnis Indonesia(2008), Pembangunan subwaydi Jakarta kian mundur, 3 Maret.

    Center for European Reform (2007), The Future of Public Service in Europe. Diakses dari:http://www.unison.org.uk/acrobat/B1846.pdf.

    Departemen Perhubungan (2007), Informasi Transportasi. Jakarta: Departemen Perhubungan.

    Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (2008), Posisi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Berdasarkan SumberPinjaman. Jakarta: Departemen Keuangan. Diakses darihttp://www.dmo.or.id/content.php?section=46

    Direktorat Perbendaharaan (2006), Jerman Siapkan Tukar Utang dengan KRL. Jakarta: DepartemenKeuangan. Diakses dari: http://www.perbendaharaan.go.id/modul/terkini/index.php?id=385

    Direktorat Perkeretaapian (2008), Kinerja Perkeretaapian 2003 2007. Jakarta: Direktorat PerkeretaapianDepartemen Perhubungan.

    Hadi, Syamsul, Dewi Sinorita Sitepu, Dichiya Soraya, Devi Kusumaningtyas, Herjuno Ndaru danMutiara Arumsari [Tim Penulis CIReS] (2007), Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi diIndonesia. .Jakarta: Marjin Kiri.

    Hidayat, Taufik (2007), Tragedi perkeretaapian Kita.27 September.

    ---------- (2008), KA Bandung Jakarta Pasca Penurunan Tarif. Pikiran Rakyat Online, 31 Mei.

    Tiscali.reference (2008), Encyclopaedia, diakses dari:http://www.tiscali.co.uk/reference/encyclopaedia/hutchinson/m0028820.html

    Indomedia(2003), Bantalan Rel KA Asal India Dinilai Mubazir. 4 Maret. Diakses darihttp://www.indomedia.com/sripo/2003/03/04/0403bis2.htm

    Investor, (2008), Buah Simalakama Revitalisasi Kereta Api.Mei, hal. 94 - 95.

    Investor Daily(2008), KA Bandara Akan Gunakan Gerbong Bekas Jepang. 10 Maret.

    Kompas(2003a), Dephub Impor 40 Gerbong KRL Jerman.30 Oktober.

    http://www.unison.org.uk/acrobat/B1846.pdfhttp://www.dmo.or.id/content.php?section=46http://www.tiscali.co.uk/reference/encyclopaedia/hutchinson/m0028820.htmlhttp://www.indomedia.com/sripo/2003/03/04/0403bis2.htmhttp://www.indomedia.com/sripo/2003/03/04/0403bis2.htmhttp://www.tiscali.co.uk/reference/encyclopaedia/hutchinson/m0028820.htmlhttp://www.dmo.or.id/content.php?section=46http://www.unison.org.uk/acrobat/B1846.pdf
  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    26/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    - 19 -

    --------- (2003b), Utang Luar Negeri KA Membengkak, Kinerja Memprihatinkan. 18 Oktober.

    Nikmah, Siti Khoirun (2003): Serikat Pekerja dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Malang.

    Ombudsman(Mei 2008), Outsourcing Kok Puluhan Tahun.Mei, hal. 76 - 77.

    PT. INKA (2007), Business Overview. Madiun: PT INKA.

    PT. KAI (2007), Profil Perusahaan. Bandung: PT KAI.

    Sandra (1961), Sedjarah Pergerakan Buruh Sebuah Kajian Sedjarah. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

    Sadli (2002), Sejarah Gerakan Buruh Indonesia. Pustaka Pena.

    World Bank (1996), Staff Appraisal Report Railway Efficiency Project. Document No 15646-IND.Washington, DC: World Bank.

    --------------- (2005), Implementation Completion Report. Document No 31719. Washington, DC: World Bank.

    --- 000 ---

  • 8/14/2019 Working Paper Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    27/27

    PROYEK EFISIENSI PERKERETAAPIAN

    Address: Jalan Mampang Prapatan XI No.23 Jakarta 12790 Indonesia

    Phone (6221) 79196721, 79196722, Fax (6221) 7941577

    Email:[email protected],www.infid.org

    mailto:[email protected]://www.infid.org/http://www.infid.org/mailto:[email protected]