word asma
DESCRIPTION
koasTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
• Nama : Ny. A
• Usia : 63 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Status : Menikah
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Agama : Islam
• Alamat : Cempaka Putih
• Tgl masuk RS : 13 September 2015
Anamnesis
Keluhan Utama:
OS datang dengan keluhan sesak napas sejak 30 menit sebelum masuk
Rumah Sakit.
Keluhan Tambahan:
Mual
Riwayat Peyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sesak
nafas sejak 30 menit SMRS. Sesak dirasakan semakin memberat sehingga
membuat pasien sulit berbicara. Pasien merasa tidak dapat bernapas dan
keluhan ini diperberat dengan keluhan batuk-batuk yang timbul saat sesak.
Saat sesak pasien juga merasa adanya keluhan mual-mual hingga ingin
muntah. Keluhan batuk sebelum dan demam sebelum sesak disangkal.
Menurut pasien, dalam satu minggu pasien sering mengalami keluhan
sesak terutama saat sore menjelang malam hari, sesak terjadi hampir setiap
1
hari dengan durasi 15-30 menit. Keluhan ini muncul setelah pasien lupa
meminum obat untuk sesaknya. Pasien biasanya meminum obat jika
keluhan sesak timbul dan merasa keluhan mereda.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat ASMA sejak usia 20 tahun
HT yang terkontrol
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ayah, kakak serta adik OS mempunyai riwayat asma
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap makanan dan obat-obatan dan makanan disangkal
Riwayat Pengobatan:
Pasien rutin mengkonsumsi obat HT (amlodipin 10 mg), Asma (theosal).
Riwayat Psikososial :
Pasien mengatakan bahwa lantai dirumah pasien menggunakan karpet dan
jarang dibersihkan.
Pemeriksaan Umum:
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis, kooperatif
Tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
N : 120 kali/menit
RR : 30 kali/menit
S : 36,8 0 C
Kepala : Bentuk normocephal, rambut warna hitam, distribus
merata, tidak
mudah dicabut.
2
Mata : Alis mata madarosis (-/-), bulu mata rontok (-),
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks pupil (+),
isokor kanan-kiri.
Kulit : Peteki (-), hematom (-), skar (-), eritema (-), ikterik (-).
Hidung : Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), otore (-/-), darah (-/-),
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-), tremor (-), tepi lidah
hiperemis (-),
perdarahan gusi (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-)
Thorax : Normochest
Paru-paru:
Inspeksi : Simetris, skar (-), otot pernapasan (+/+)
Palpasi : Vokal fremitus simetris, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, batas paru-hepar
setinggi
ICS 6, midclavicularis dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing(+/+)
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas jantung ICS 2 linea parasternalis dextra
Batas kanan jantung ICS 5 parasternalis dextra
Batas kiri jantung linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan 2 reguler, Murmur (-), Gallop (-).
3
Abdomen
Inspeksi : cekung (-), skar (-), caput medusa (-), spider nevi
(-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), Nyeri tekan abdomen
(-),
Hepatomegali (-), Splenomegali (-),
Rebound tes (-), Ballotement (-)
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Ekstr. Atas : Akral hangat, edema (-/-), palmar eritem (-/-)
Ekstr. Bawah : Akral hangat, edema (-/-), eritem (-/-), luka (-/-)
Pemeriksaan Laboratorium 13 September 2015
Item Hasil Satuan Nilai
Rujukan
Hematologi Rutin
Hb 14.2 g / dL 11.70 – 15.50
Ht 45 % 33.00 – 45.00
Trombosit 384.000 / uL 181.000 –
521.000
Eritrosit 4,60 10^6 3.80 – 5.80
Leukosit 8,5 / uL 4.50 – 13.50
MCV 89 mEq/L 80-100
MCH 32 mEq/L 26-34
MCHC 34 mEq/L 32-36
4
Resume
Pasien permpuan, 63 tahun datang dengan keluhna sesak nafas sejak 30
menit yang lalu, dirasakan semakin memberat sampai pasien sulit berbicara.
Pasien merasa tidak dapat bernapas dengan baik dan keluhan ini disertai
dengan keluhan batuk berdahak berwarna kuning keputihan. keluhan yang
sama sering dirasakan oleh pasien dalam waktu seminggu terakhir, pasien
sering merasa sesak terutama pada sore menjelang malam dengan durasi 15-30
menit. Pasien memiliki riwayat asma sejak usia 20 tahun, keluarga seperti
ayah, kakak dan adik juga memiliki keluhan yang sama. Pasien memiliki
riwayat HT dan rutin meminum obat. Pasien mengkonsumsi obat theosal untuk
ASMA.
TTV : TD : 130/90 mmHG N: 120x/m RR : 30x/m S: 36,8 C, retraksi otot
pernapasan (+), wheezing (+/+)
Pemeriksaan Fisik : retraksi otot pernapasan (+), wheezing (+/+)
ASSESMENT
Dyspnea etc ASMA Bronkial
S : Sesak napas 30 menit yang lalu, makin memberat, riwayat sesak
sebelumnya (+), dalam satu minggu pasien memiliki keluhan sesak >3x
terutama sore menjelang malam hari dengan durasi 15-30 menit. Mual (+)
O : TD: 130/90 mmHg, Nadi : 120x/m, RR: 30x/m S: 36,8 C. retraks dinding
otot pernapasan +/+, Wh +/+
A : Dyspnea etc Asma Bronkial persistent sedang
P : Rencana diagnostik : Faal paru spirometri, foto thorax
Rencana terapi : O2 3-4L, IVFD asering /12 jam 14 tpm, Ranitidin inj 2x25
mg, Nebulizer ventolin 1 amp, Observasi keadaan umum pasien, Observasi
tanda-tanda vital
5
Follow Up Pasien
Tanggal Subjective Objective Assesment Planning
14 sept 2015 Sesak berkurang, nyeri ulu hati (+),
Mual (+)
TD: 120/80
N : 80 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36,7 C
Paru : Vs +/+
Wh +/+
Rh -/-
Asma Bronkial IFVD asering/12 jam 14 tpm
Cefotaxime 3x1
Ranitidin 2x25 mg, IV
Combivent nebu 3x1
15 sept 2015 Sesak perbaikan, nyeri ulu hati (-),
mual (-)
TD: 120/80
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36,5 C
Paru : Vs +/+
Wh -/-
Rh -/-
Asma Bronkial IFVD asering/12 jam 14 tpm
Cefotaxime 3x1
Ranitidin 2x25 mg, IV
Combivent nebu 3x1
6
BAB II
PEMBAHASAN
ASMA BRONKIAL
I. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronis jalan napas dimana berbagai
sel dan elemen seluler berperanan. Inflamasi kronik berhubungan dengan
hiperesponsivitas jalan napas yang menyebabkan episode berulang dari
wheezing, sesak napas, dan batuk, terutama pada malam dan pagi hari.
Episode ini umumnya berhubungan obstruksi jalan napas yang seringkali
reversibel baik spontan maupun setelah pengobatan.
Gangguan fisiologis yang terjadi pada asma adalah menyempitnya
jalan nafas yang dikarakteristikan dengan terbatasnya aliran nafas ketika
ekspirasi,yang dapat disertai dengan perubahan struktur jalan nafas.
II. Epidemiologi
Asma merupakan masalah yang mendunia dan mengenai kira –kira
300 juta individu dengan prevalensi global sebanyak 1 – 18 % yang
menurun pada Amerika Utara dan Eropa Barat serta meningkat pada
Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Asia. WHO memperkirakan 15 juta
disability-adjusted life years (DALYs) hilang setiap tahun karena asma,
sebanyak 1% dari total tanggungan penyakit global. Kematian pada
penderita asma sekitar 250.000.
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan
prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya
saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.
7
III. Etiologi
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi tercetusnya asma adalah :
Faktor host
1. Genetik : Atopi, hiperesponsif saluran pernafasan, mediator
inflamasi (sitokin, kemokin, GF, Th1 dan Th2).
2. Obesitas : Mediator leptin yang dapat mempengaruhi fungsi saluran
pernafasan sehingga meningkatkan tercetusnya asma.
3. Sex : Kanak-kanak < 14thn : pria > wanita,sedangkan dewasa :
wanita>pria
Faktor lingkungan
1. Allergen : Indoor kucing, anjing, tikus, serangga, jamur, ragi
Outdoor serbuk bunga, jamur, ragi.
2. Infeksi : respiratory syncytial virus (RSV) dan parainfluenza virus
bronchiolitis .childhood asthma
3. Occupational sensitizer : lihat gambar 1
8
4. Rokok : merokok menurunkan fungsi paru pada penderita asma
menigkatnya keparahan asma sehingga penderita tidak
merespon terhadap pengobatan secara inhaled.
5. Polusi udara masih controversial, namun tingginya polusi udara
dapat menurunkan fungsi paru. Pada asma eksaserbasi terdapat
hubungan antara polusi dengan kejadian asma, kemungkinan allergen
spesifik yang terkandung didalam polusi dapat mensensitisasi individu
sehingga menimbulkan efek hiperresponsif pada saluran pernafasan.
6. Makanan : bayi yang diberikan susu formula memiliki insidensi
yang lebih tinggi untuk terjadinya asma dibandingkan
dengan bayi
IV. Patogenesis
1. Penyempitan saluran napas yang merupakan proses akhir yang
menimbulkan gejala-gejala dan perubahan fisiologis pada asma.
Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya penyempitan saluran
napas pada asma.
2.
Hiperresponsif saluran pernapasan, dikarakteristikan dengan adanya
abnormalitas fungsional yang khas pada asma menyebabkan
penyempitan saluran napas terbatasnya aliran udara dan timbulnya
9
gejala-gejala yang intermiten. Hiperresponsif saluran napas berkaitan
dengan proses inflamasi dan perbaikan, juga reversibel secara parsial
dengan terapi.
MEKANISME KHUSUS
-Eksasebasi akut: Perburukan sesaat pada asma dapat terjadi karena adanya
paparan terhadap faktor risiko atau dicetuskan oleh olahraga, polutan udara, dan
kondisi cuaca tertentu. Perburukan yang lebih lama dapat disebabkan oleh infeksi
virus saluran pernapasan atas atau paparan alergen meningkatkan inflamasi
pada saluran pernapasan bawah akan menetap selama beberapa hari atau
minggu.
-Asma nokturnal: Mekanisme terjadinya perburukan asma saat malam hari
yang mekanismenya belum dimengerti, namun mungkin dapat disebabkan oleh
ritme sirkardian dari hormon-hormon yang bersirkulasi seperti epinefrin,
kortisol, dan melatonin, serta mekanisme neural seperti tonus kolinergik.
Selain itu mungkin juga disebabkan karena adanya peningkatan inflamasi saluran
napas yang disebabkan karena penurunan mekanisme anti-inflamasi endogen.
-Terbatasnya aliran udara yang irreversibel: Beberapa pasien dengan asma
yang parah akan mengalami pembatasan aliran udara napas yang lebih progresif
yang tidak dapat diperbaiki dengan terapi yang ada saat ini. Hal tersebut
disebabkan oleh perubahan struktural saluran napas pada asma yang kronis.
10
-Asma yang sulit diatasi: Hubungan yang paling umum dalam konteks ini
yaitu rendahnya respon terhadap penatalaksanaan serta terdapat gangguan
psikologis dan psikiatris. Pada pasien dengan jenis asma yang seperti ini yaitu
adanya penutupan saluran napas sehingga terjebaknya udara dan hiperinflasi.
Selain itu, terdapat peningkatan neutrofil, saluran napas yang terkait lebih kecil,
dan terjadi perubahan struktural yang lebih banyak.
-Merokok dan asma: Merokok asma menjadi lebih sulit untuk dikontrol
sering terjadinya eksaserbasi, serta penurunan fungsi paru yang lebih cepat dan
meningkatnya risiko kematian. Pasien asma yang merokok memiliki inflamasi
yang neutrofil-predominan pada saluran napasnya dan ↓ respon terhadap
glukokortikoid.
V. Klasifikasi
11
ASTHMA CONTROL
Selain itu, asma juga dapat dikategorikan menjadi kelompok yang terkontrol
ataupun tidak.
VI. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis asma, maka hal yang perlu diperhatikan
adalah :
1. Gejala-gejala
Adanya sesak napas yang episodic, bunyi mengi, batuk, dan dada seperti
diikat. Munculnya gejala-gejala episodik seperti ini terjadi setelah terpapar
allergen, pengaruh musim, dan adanya riwayat keluarga dengan penyakit asma
maupun penyakit atopik. Terdapat perbedaan pola dari gejala asma yang semakin
memperkuat bahwa diagnosis asma sangat bervariasi; adanya persipitasi dari
bahan-bahan iritan seperti asap, bau yang kuat maupun olahraga; semakin
bertambah buruk saat malam hari; dan respon yang baik terhadap terapi asma.
Beberapa pertanyaan untuk mempertimbangkan ada tidaknya diagnosis asma
Apakah pasien memiliki serangan atau serangan ulang dari mengik?
Apakah pasien memiliki batuk saat malam hari?
Apakah pasien mengalami mengik atau batuk setelah berolah raga?
12
Apakah pasien memiliki pengalaman menjadi mengik, dada seperti terikat,
atau batuk setelah terpapar allergen atau polutan?
Apakah gejala-gejala tersebut membaik setelah diberikan pengobatan asma?
Pada beberapa individu yang sensitif, asma dapat mengalami eksaserbasi dengan
musim yang meningkat karena spesifik aeroallergen, diantaranya serbuk sari.
a. Batuk pada pasien asma ;
Batuk kronis, sering muncul pada anak-anak terutama menyerang pada waktu
malam hari.
Dokumentasi fungsi paru atau saluran napas yang sangat responsif serta adanya
eosinofil sputum, merupakan hal yang penting.
b. Olahraga memicu bronkokonstriksi
Aktivitas fisik merupakan penyebab penting munculnya gejala asma..
Gejala bronkokonstriksi biasanya muncul setelah 5-10 menit setelah berolah raga
(jarang muncul saat sedang berolah raga). Pasien akan mengalami gejala asma
yang tipikal, atau dapat berupa batuk berat, yang dapat membaik dalam 30-45
menit kemudian. Sebaiknya berikan inhalasi β2-agonis maupun digunakan
sebelum olahraga sebagai pencegahan.
2. Pemeriksaan fisik
Ditemukannya bunyi mengik saat dilakukan auskultasi, Pada asma
berat dengan eksaserbasi, mengik dapat tidak ditemukan, tetapi pasien
ini mungkin memiliki gejala fisik lainnya seperti sianosis, kesadaran
menurun, kesulitan berbicara, takikardia, dada
TES UNTUK MENEGAKKAN DIAGNOSIS DAN MONITORING
1. Pengukuran fungsi paru
Diagnosis asma diambil berdasarkan adanya gejala-gejala karakteriktik.
Selain itu, pengukuran fungsi paru dan reversibilitas dari fungsi abnormal paru
mampu meningkatkan konfidensi diagnosis.. Pengukuran fungsi paru mampu
menyediakan penilaian dari tingkat keparahan limitasi saluran napas, reversibilitas
yang dimilikinya, variabilitasnya, dan tentunya konfirmasi diagnosis asma.
13
Pengukuran ini mampu memberikan informasi yang lengkap mengenai aspek
berbeda dari kontrol asma.
Terdapat 2 metode yang dapat di diaplikasikan kepada pasien yang
berumur > 5 tahun, yaitu spirometri, pengukuran FEV1 (force expiratory volume
dalam 1 detik), dan PEF (peak expiratory flow).
- Spirometri
Spirometri merupakan metode untuk mengukur limitasi saluran
napas dan reversibilitas untuk menegakkan diagnosis asma. Pengukuran FEV1
dan FVC dilakukan saat melakukan maneuver forced expiratory dengan
menggunakan spirometer. Derajat reversibilitas dari FEV1 dengan indikasi asma
yaitu ≥12% (≥200ml) dari nilai pre-bronkodilator. Tes yang dilakukan berulang
sangat dianjurkan untuk meningkatkan sensitivitas.
Maneuver forced expiratory harus dijelaskan kepada pasien. Pada
beberapa penyakit paru, nilai FEV1 dapat menurun, sehingga perbandingan
FEV1/FVC lebih digunakan, dengan nilai normal >0,75 hingga 0,80 bahkan bisa
sampai 0,9 pada anak-anak. Apabila dihasilkan nilai yang lebih rendah, maka
dikatakan terdapat limitasi saluran napas.
- Peak expiratory flow
Pengukuran dilakukan menggunakan peak flow meter, hal ini penting untuk
mendiagnosis serta memonitor asma.
Untuk diagnosis asma
Hal ini dilakukan dengan menilai limitasi saluran napas, 60 liter/menit setelah
inhalas bronkodilator, atau variasi diurnal PEF >20% menunjukkan diagnosis
asma.
Untuk monitoring asma
Dengan menggunakan kurva PEF.
VII. Diagnosa Banding
Diangnosa banding pada pasien yang dicurigai asma dibagi berdasarkan kelompok
umur, yaitu: bayi, anak-anak, dewasa muda, dan orang tua.
14
Anak <5 tahun
Tanda-tanda khas yang terjadi pada anak adalah : episode mengik dan batuk
sangat sering dialami oleh anak-anak <3 tahun tanpa penyakit asma. Terdapat 3
tipe mengik pada anak <3tahun:
Transient early wheezing
Pada anak premature atau orang tua yang perokok
Persistent early onset wheezing
Berhubungan dengan infeksi respirasi virus akut
Late onset wheezing
Berhubungan dengan penyakit atopik.
Beberapa kategori berikut menunjukkan diagnosis asma,
Episode mengik yang frekuen (>1bulan)
Periode batuk malam hari tanpa infeksi virus
Tidak ada mengik sesuai perubahan musim
Gejala yang tetap ada setelah umur 3 tahun
Anak dan dewasa
Beberapa hal yang dapat diperhatikan dalam menegakkan diagnosis:
Sindrom hiperventilasi dan serangan panik
Obstruksi saluran napas atas
Disfungsi pita suara
Jenis penyakit obstruksi penyakit paru
Penyakit paru non-obstruktif
Penyebab selain paru (gagal jantung kiri)
Orang tua
Penyakit asma yang tidak terdiagnosis pada orang tua menjadi gejala respiratori
yang mengancam. Gejala mengik, kesulitan bernapas, dan batuk dikarenakan
gagal jantung kiri disebut dengan ‘cardiac asthma’. Adanya gejala yang
15
memburuk saat berolahraga dan pada malam hari dapat semakin menguatkan
diagnosis.
Asma pekerjaan
Ditandai dengan adanya gejala rhinitis, batuk, dan mengik . Diagnosis yang tepat
membutuhkan riwayat pajanan pekerjaan pada pasien.
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan dalam tatalaksana asma yang sukses adalah untuk :
Mancapai dan mempertahankan kontrol dari berbagai gejala
Mempertahankan tingkat aktivitas normal, termasuk berolah raga
Mempertahankan fungsi paru hingga mendekati normal
Mencegah eksaserbasi asma
Menghindari efek samping dari obat-obatan asma
Mencegah mortalitas karena asma
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan 4 komponen terapi yaitu :
1. Mengembangkan hubungan yang baik antara pasien dan dokter.
2. Mengidentifikasi dan menurunkan paparan terhadap faktor resiko
3. Menilai, mengobati, dan memonitor asma
4. Menangani eksaserbasi asma
Penatalaksanaan Umum:
Mencegah faktor resiko
Meminum obat dengan benar
Mengerti perbedaan antara controller dan reliever
Mengenali tanda asma yang memburuk dan mengambil tindakan
Mencari pertolongan medis bila diperlukan
Control 1-3 bulan sekali
Control 2-4 minggu setelah eksaserbasi
16
Farmakologi
β2 – agonist inhalasi kerja cepat (SABA)
dimulai dengan 2 – 4 puff setiap 20 menit untuk 1 jam pertama, serangan
ringan 2 – 4 puff setiap 3 – 4 jam, dan serangan sedang 6 – 10 puff setiap 1 – 2
jam
Glukokortikoid oral
0,5-1,0 mg prednisolon/kgBB selama 24 jam) pada serangan sedang dan berat
untuk mengurangi inflamasi dan mempercepat penyambuhan
Oksigen bila saturasi O2 kurang dari 95%
Kombinasi β2-agonist dengan antikolinergik
Methylxanthine (theophyline) tdk direkomendasikan bila digunakan
bersama dengan β2 – agonist inhalasi.
Mengatasi eksaserbasi
Eksaserbasi asma (serangan asma) ditandai dengan adanya peningkatan
sesak nafas yang progresif, batuk, mengi, atau chest tightness atau kombinasi dari
gejala – gejala ini.
17
Asma berat dapat mengancam jiwa sehingga penanganannya harus baik.
Pasien – pasien yang beresiko dan terancam kondisinya memburuk di antaranya
adalah pasien :
Dengan riwayat asma yang fatal sehingga memerlukan intubasi dan
ventilasi mekanik
Yang dirawat atau datang ke UGD karena asma dalam 1 tahun terakhir
Yang sekarang sedang menggunakan atau baru berhenti menggunakan
glukokortikoid oral
Yang sedang tidak menggunakan inhalasi glukokortikoid
Yang bergantung secara berlebihan terhadap β2 agonist inhalasi kerja
cepat terutama yang menggunakan lebih dari 1 tabung salbutamol setiap
bulannya
Dengan riwayat penyakit psikiatri atau masalah psikososial terutama
pengguna sedative
Dengan riwayat kepatuhan yang kurang terhadap pengobatan asma
Pasien harus segera mencari pertolongan medis bila :
Serangan yang terjadi berat :
- Pasien sesak saat beristirahat, membungkukkan badan ke depan,
berbicara dalam beberapa kata, agitasi, bingung, bradikardia, atau
pernafasan > 30 x/menit.
- Mengi keras ataupun tidak ada
- Nadi > 120 x/menit
- PEF < 60% nilai yang diprediksi, walaupun telah diterapi inisial
- Pasien kelelahan
Respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator inisial tidak
berhasil dan masih berlangsung setidaknya 3 jam
Tidak ada kemajuan dalam 2 – 6 jam setelah meminum
glukokortikoid oral
Terjadi perburukan
Serangan asma (Asthma Excacerbation) memerlukan pengobatan yang tepat :
18
β2 – agonist inhalasi kerja cepat (dimulai dengan 2 – 4 puff setiap 20
menit untuk 1 jam pertama, serangan ringan 2 – 4 puff setiap 3 – 4 jam,
dan serangan sedang 6 – 10 puff setiap 1 – 2 jam)
Glukokortikoid oral (0,5 – 1,0 mg prednisolon / kgBB selama 24 jam)
pada serangan sedang dan berat untuk mengurangi inflamasi dan
mempercepat penyambuhan
Oksigen diberikan bila saturasi O2 kurang dari 95%
Kombinasi β2 – agonist dengan antikolinergik berhubungan dengan
angka perawatan di rumah sakit yang lebih rendah dan perkembangan
PEV dan FEV1 yang lebih baik.
Methylxanthine tidak direkomendasikan bila digunakan bersama
dengan β2 – agonist inhalasi. Walaupun demikian, teofilin dapat
digunakan bila β2 – agonist inhalasi tidak tersedia. Bila pasien
mengkonsumsi teofilin, konsentrasi serum harus diukur sebelum
menambahkan teofilin kerja cepat.
Terapi yang tidak direkomendasikan untuk serangan asma, yaitu :
Sedatif
Obat mukolitik (dapat memperburuk batuk)
Fisioterapi dada (dapat meningkatkan ketidaknyamanan pasien)
Hidrasi dengan volume yang besar
Antibiotik (kecuali ada tanda – tanda infeksi seperti pneumonia atau
sinusitis)
Epinefrin / adrenalin
Monitor Respon Terapi
Dapat diukur dengan saturasi oksigen. Pemeriksaan analisa gas darah
dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai hipoventilasi, kelelahan, distress yang
berat, atau PEF diprediksi 30 – 50%.
19
Follow Up :
Setelah eksaserbasi ditangani identifikasi penyebab cegah serangan
dan tentukan pengobatan pada pasien.
Derajat Klinis Sebelum
Pengobatan
Nilai VEP1 Obat Pencegah Harian
Asma
Intermiten
- gejala intermiten
1x seminggu
- serangan singkat
(jam- hari)
- serangan malam
2x/bulan
>80%
(var: <20%)
Tidak diperlukan
Bila timbul serangan dapat
digunakan agonis beta 2 hirup,
bila serangan berat timbul,
ditambahkan pemberian
glukokortikoid sistemik.
Asma
Persisten
Ringan
- gejala >2x
seminggu
(<1x per hari)
- serangan
mengganggu
aktivitas & tidur
- serangan malam
>2x/bulan
80%
(var:20 - 30%)
Glukokortikoid hirup dosis
rendah
Alternatif: teofilin lepas lambat,
kromolin, anti-leukotrien,
nedokromil
Asma
Persisten
Sedang
-gejala (+) setiap
hari
-serangan
mengganggu
aktivitas & tidur
-serangan malam
>1x/minggu
> 60%-< 80%
(var: >30%)
Glukokortikoid dosis rendah-
sedang hirup dan agonis beta-2
hirup kerja panjang.
Alternatif: anti-leukotrien atau
teofilin
Asma
Persisten
Berat
-gejala terus
menerus, sering
mendapat serangan
-aktivitas fisik
terbatas karena
60%
(var: > 30%)
Glukokortikoid hirup dosis tinggi
dan beta-2 agonis hirup kerja
panjang, dan jika perlu
ditambahkan glukokortikoid tab
atau sirup kerja panjang
20
gejala asma
-serangan malam
sering
(2mg/hari, maks. 60 mg/hari).
PENILAIAN DERAJAT EKSASERBASI
Ringan Sedang Berat Ancaman
henti napas
Sesak Saat berjalan
Masih dapat
berbaring
Saat berbicara
Harus duduk
Saat istirahat
Duduk
membungkuk
Bicara Satu Kalimat
panjang
Beberapa kata Satu kata
Kesadaran Dapat gelisah Umumnya
gelisah
Umumnya
gelisah
Kesadaaran
menurun
Laju napas Meningkat Meningkat Lebih 30
/menit
Retraksi
suprasternal
Umumnya
tidak
Umumnya Umumnya
Wheezing Sedang,
seringkali
hanya pada
akhir
ekspirasi
Keras Umumnya
keras
Umumnya
wheezing
hilang
Denyut/menit < 100 100 – 120 > 120 Bradikardi
Pulsus
paradoksus
Tidak ada
< 10 mmHg
Dapat ada
10 – 25
mmHg
Sering ada
> 25 mmHg
Tidak ada
karena otot
napas lemah
PEF > 80% Sekitar 60 –
80 %
< 60%
prediksi
SaO2 > 95% 91 – 95% < 90%
21
TINDAKAN
Eksaserbasi Ringan Eksaserbasi Sedang Eksaserbasi Berat
• Oksigen untuk mencapai
saturasi O2 90% (95%
pada anak)
• Inhalasi β2-agonis kerja
cepat 2 to 4 puffs (atau
nebulasi) setiap 20 menit
dalam satu jam.
• Bila tidak ada respon
segera, atau bila
sebelumnya mendapat
glukokortikosteroid oral
beri Glukokortikosteroid
oral: prednisolon 40-50
mg, atau metilprednisolon
60-80 mg dosis tunggal,
atau hidrokortison 300-
400 mg dosis terbagi
selama 5-10 hari tanpa
tappering.
• Sedasi kontra indikasi
pada terapi eksaserbasi
= Eksaserbasi Ringan +
• Inhalasi antikolinergik
setiap 60 menit
• Teruskan terapi untuk
1-3 jam hingga
perbaikan
= Esaserbasi Ringan +
• Inhalasi antikolinergik
setiap 60 menit
• Glukokortikosteroid oral
prednisolon 40-50 mg,
atau metilprednisolon 60-
80 mg dosis tunggal, atau
hidrokortison 300-400 mg
dosis terbagi selama 5-10
hari tanpa tappering.
• Magnesium intravena,
infus 2g selama 20 menit
satu kali pemberian
Nilai ulang derajat eksaserbasi setelah 1-2 jam
22
RESPON SETELAH 1-2 jam
RESPON TINDAKAN
Respons Baik dalam 1-2 Jam:
• Respons bertahan 60 menit setelah
terapi terakhir
• Pemeriksaan fisik normal: tanpa
distress
• PEF > 70%
• Saturasi O2 > 90% (95% children)
Rawat Ruang Biasa
Terapi reliever dan kontroler sesuai
status kontrol asma atau derajat asma.
Respons Inkomplet dalam 1-2 Jam:
• Faktor risiko untuk asma hampir
fatal.
• Pemeriksaan fisik: gejala sedang
sampai berat
• PEF < 60%
• Saturasi O2 tidak ada perbaikan
Observasi di IGD
• Oksigen
• Inhalasi β2-agonis ± antikolinergik
• Glukokortikosteroid sistemik
• Magnesium intravena 2g selama 20
menit
• Monitor PEF, saturasi O2, denyut nadi
• Tidak responb dalam 6-12 jam: rawat
ICU
Respon buruk within 1-2 Hours:
• Faktor risiko untuk asma hampir
fatal.
• Pemeriksaan Fisiik: gejala berat,
kesadaran menurun,
• PEF < 30%
Rawat ICU
• Oksigen
• Inhalasi β2-agonis + antikolinergik
• Glukokortikosteroid intravena
• Pertimbangkan β2-agonis intravena
• Pertimbangkan teofilin intravena 5-6
mg/kgBB bolus dilanjutkan drip
23
• PCO2 > 45 mm Hg
• PO2 < 60mm Hg
0,5-,06mg/kgBB/jam
• Kemungkian intubasi dan ventilasi
mekanik
KRITERIA BEROBAT JALAN
Kriteria berobat jalan
• PEF > 60% prediksi
• Bertahan pada pengobatan
oral/inhalasi
Pengobatan dirumah:
• Teruskan inhalasi β2-agonis
• Pertimbangkan glukokortikosteroid
inhalasi/oral
• Pertimbangkan penambahan inhalasi
kombinasi.
• Edukasi Pasien: Gunakan obat dengan
tepat
24
DAFTAR PUSTAKA
Global Initiative For Asthma. Global Strategy For Asthma Management And Prevention. MRC Vision Inc. 2014.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : Edisi Kelima, Jilid I, Interna Publishing. 2009
Panduan Pelayanan Medik, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Interna Publishing.
25