kurniawanpagaralam.files.wordpress.com · web viewtitrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis...
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
NAMA : KURNIAWAN SAPUTRA
NPM : E1C014001
PRODI : PETERNAKAN
KELOMPOK : 2 (DUA)
HARI/JAM : RABU 19 NOVEMBER 2014/ 10.00 WIB
Ko Ass : 1. SITTI UMROH
2. NURUL KHASANAH
DOSEN : FITRI ELECTRIKA DEWI S. STP, M.Sc
OBJEK PRAKTIKUM : TITRASI ASAM BASA
LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu aplikasi stoikiometri larutan adalah titrasi. Titrasi merupakan suatu
metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi
yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis
atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya. Suatu zat yang akan ditentukan
konsentrasinya disebut sebagai “titran” dan biasanya diletakkan di dalam labu
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer”
atau “titrat” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titran
biasanya berupa larutan.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam
proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa atau aside alkalimetri, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan
reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
mengandung asam.
Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya
ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau
titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan
cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Adi Gunawan : 2004)
Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa dihitung
konsentrasi titran tersebut. (Umi L Baroroh :2004 )
Gambar set alat titrasi
Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan titik
ekuivalen dari titrasi asam-basa. Karena indikator mempunyai interval pH yang
berbeda-beda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam-basa berubah-ubah sesuai
dengan kekuatan relatif asam basanya, maka pemilihan indikator merupakan hal
terpenting. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-
basa adalah titrasi yang yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang
telah diketahui konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya)
dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar
larutan basa dapat diketahui dengan menggunakan larutan asam yang diketahui
kadarnya. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam dan basa (titrant dan titer) tepat
ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik ekuivalen titrasi ini dapat
dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada saat ini pH larutan besarnya 7. Titik
ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis. Problemnya sekarang adalah kita inngin
menetapkan titik akhir ini dengan pertolongan indikator. Titik akhir yang dinyatakan
oleh indikator disebut titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih agar titik
akhir titrasi dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih
indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya di sekitar titik akhir
teoritis. (Sukardjo, 1984)
A. Cara mengetahui titik ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik
tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit
mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna
ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai
dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat dengan pH meter.
Gambar berikut merupakan perubahan warna yang terjadi jika menggunakan indikator
fenolftalein. (J.E. Bredy : 1999)
Sebelum mencapai titik ekuivalen Setelah mencapai titik ekuivalen
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik equivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang
tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan
dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. ( Adi
Gunawan : 2004)
B. Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent
basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka
rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+
pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam)
atau OH – (pada basa)
Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator fenolftalein. Tabel
berikut ini merupakan karakteristik dari indikator fenolftalein.
Ph < 0 0−8.2 8.2−12.0 >12.0
Kondisi Sangat asam Asam atau
mendekati netral
Basa Sangat basa
Warna Jingga Tidak berwarna pink keunguan Tidak berwarna
Gambar
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah :
- Alat - Bahan
a. Indikator pnolphetalein a. NaOH 0,1 M
b. Erlenmayer b. HCl 0,1 M
c. Buret 50 ml c. H2C2O4
d. Statif dan klem
e. Gelas ukur 25 ml atau 10 ml
f. Corong kaca
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan
membilas dengan 5 ml larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan
cairan yang tersisa dalam buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 ml NaOH
untuk membasahi dinding buret. Kemudian larutan di keluarkan lagi dari buret.
Memasukan lagi larutan NaOH kedalam buret sampai skala tertentu. Mencatat
kedudukan volume awal NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
Mencuci 3 erlenmeyer, memipetkan 10 ml larutan asam oksalat 0,1 M dan
memasukkan kedalam setiap erlenmeyer dan menambahkan kedalam masing-
masing erlenmeyer 3 tetes indikator penolphetelein (pp).
Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terlihat warna merah muda yang tidak hilang apabila menggoyangkan gelas
erlenmeyer.
Mencatat volume NaOH yang terpakai.
Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan III.
Menghitung molaritas (M) NaOH.
3.2.2 Penentuan konsentrasi HCl
Mencuci 3 erlenmeyer, memipetkan 10 ml larutan HCl 0,1 M dan memasukan
kedalam setiap erlenmeyer.
Menambahkan kedalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes indikator
penolphetelein (pp).
Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila menggoyangkan gelas
erlenmeyer.
Mencatat volume NaOH yang terpakai.
Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan ke III.
Menghitung molaritas (M) HCl.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
N
o
Prosedur
Ulangan
Rata-RataI II III
1 Volume larutan asam oksalat 0,1 M 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
2 Volume NaOH terpakai 7,2 ml 16 ml 8,2 ml 10,47 ml
3 Molaritas (M) NaOH 0,139 ml 0,625 ml 0,122 ml 0,108 ml
*Dalam literatur atau titrasi yang sudah umum dilakukan , Volume NaOH terpakai untuk
titrasi asam basa dalam standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4 ialah 7-16 mL.
Standarisasi HCl dengan larutan NaOH
No Prosedur Ulangan Rata-Rata
I II III
1 Volume larutan HCl 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
2 Volume NaOH terpakai 9,5 ml 9,2 ml 9,3 ml 9,3 ml
3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan di atas 0,108 ml
4 Molaritas (M) larutan HCl 0,100 ml
*Dalam literatur atau titrasi yang sudah umum dilakukan , Volume NaOH terpakai untuk
titrasi asam basa dalam standarisasi larutan NaOH dengan larutan HCl ialah 9-10mL.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Standarisasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat
Mencari molaritas NaOH
Ulangan 1 M NaOH x V NaOH = M H2C2O4 x V H2C2O4
M NaOH x 7,2 ml = 0,1 x 10 ml
M NaOH x 7,2 = 1
M NaOH = 1
7,2
= 0,139 M
Ulangan 2 M NaOH x V NaOH = M H2C2O4 x V H2C2O4
M NaOH x 16 ml = 0,1 x 10 ml
M NaOH x 16 = 1
M NaOH = 1
16
= 0,0625 M
Ulangan 3 M NaOH x V NaOH = M H2C2O4 x V H2C2O4
M NaOH x 8,2 ml = 0,1 x 10 ml
M NaOH x 8,2 = 1
M NaOH = 1
8,2
= 0,122 M
Rata-rata = M NaOHi + M NaOHii + M NaOHiii
3
= 0,139 + 0,0625 + 0,122
3
= 0,108 M
4.2.2 Standarisasi NaOH dalam HCl
Mencari molaritas HCl
Ulangan 1 M HCl x V HCl = M NaOH x V NaOH
M HCl x 10 ml = 0,108 x 9,5
M HCl x 10 ml = 1,026
M HCl = 1,026
10
M HCl = 0,1026 M
Ulangan 2 M HCl x V HCl = M NaOH x V NaOH
M HCl x 10 ml = 0,108 x 9,2
M HCl x 10 ml = 0,9936
M HCl = 0,9936
10
M HCl = 0,099 M
Ulangan 3 M HCl x V HCl = M NaOH x V NaOH
M HCl x 10 ml = 0,108 x 9,3
M HCl x 10 ml = 1,004
M HCl = 1,004
10
M HCl = 0,1004 M
Rata-rata = M HCli + M HClii + M HCliii
3
= 0,1026 + 0,099 + 0,1004
3
= 0,100 M
Analisis percobaan
Dalam praktikum ini, volume NaOH yang terpakai pada percobaan
standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat memiliki perbedaan yang cukup
signifikan antara pengulangan pertama, dan pengulangan kedua. Sedangkan pada
pengulangan ketiga memiliki hasil yang tak jauh berbeda dengan percobaan
pertama. perbedaan ini terjadi karena di sebab kan oleh berbagai macam sebab
antara lain:
a. Ketidaksterilan pada alat-alat dan bahan.
b. Penggunaan indikator pp yang ada kesalahan
c. Kekurangtelitian dalam praktikum
d. Jumlah larutan yang berbeda dengan ketentuan
Sedangkan pada percobaan standarisasi HCl dengan larutan NaOH,
volume NaOH yang terpakai untuk menstandarisasi HCl memiliki selisih yang
tidak terlalu jauh berbeda, yaitu berkisar antara 0,1-0,3 ml saja. Hal tersebut
menghasilkan Molaritas (M) larutan HCL 0,100 M. Dalam praktikum ini ada juga
yang namanya pp (penolphetalein), pp digunakan dalam praktikum ini sebagai
indikator. Indikator dapat memberitahu titik titrasi pada percobaan titrasi ini.
Indikator yang tepat, dapat timbul perubahan warna, indikator dengan rentang
indikator yang sempit. Penolphtalein adalah indikator titrasi yang sering
digunakan, dan penolphtalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya
suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi
dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau
konsentrasinya. Dari percobaaan yang telah dilakukan, kita dapat mengetahui dan
menerapkan teknik tirasi yang benar untuk menganalisis contoh yang mengandung
asam.
Dengan menggunakan teknik titrasi yang benar, kita dapat menstandarisasi larutan
yang di uji. Pada percobaan yang dilakukan, larutan yang distandarisasi yaitu
larutan NaOH dan HCl.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan tentang titrasi asam basa harus di
perhatikan sungguh-sungguh saat ko ass menjelaskan tentang cara melakukan
percobaan tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahan serta alat yang akan digunakan
dalam percobaan ini harus dikeringkan terlebih dahulu, sebab jika tidak maka akan
mempengaruhi konsentrasi dari suatu larutan.
JAWABAN PERTANYAAN
Pertanyaan
1. Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen ?
2. Jelaskan dengan singkat fungsi indikator ?
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambahkan indikator ?
4. Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas ?
5. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan sekunder ?
6. Tuliskan syarat- syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi?
Jawaban Pertanyaan
1. Dengan cara pemilihan indikator yang tepat , karena indikator yang tepat dapat
membuat titik titrasi mendekati titik ekivaken .
2. Untuk mengetahui titik titrasi.
3. Bisa , tetapi jika tanpa indikator sangat sulit bagi kita menentukan titik titrasi.
4. a. 2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O
b. HCl + NaOH NaCl + H2O
5. Larutan primer ialah larutan yang telah diketahui konsentrasinya, dalam proses
ini larutan primer tak perlu distandarisasi dengan larutan lain untuk memastikan
konsentrasi lain sebenarnya.
Larutan Sekunder ialah larutan ynag dipergunakan untuk menstandarisasi
konsentrasi lain tetapi larutan standar tersebut harus distandarisasi terlebih dahulu
untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya.
6. -Indikatornya tepat
-Dapat timbul perubahan warna
-Indikator dengan rentang indikator yang sempit.
DAFTAR PUSTAKA
Baroroh, Umi L. U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru.
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta.
Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia: Jakarta.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik. Jakarta ; Rineka Cipta.