headymathic.files.wordpress.com€¦  · web viewanalisis metapedadidaktik kemampuan penalaran...

33
1 ANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM Wahidin, 2009, komunitas matematika kreatif UHAMKA, [email protected] A. Latar Belakang Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Semua upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematik siswa, tidak hanya berguna untuk memperoleh hasil belajar matematika yang tinggi, lebih dari itu sebagai bekal bagi siswa untuk menjalani kehidupan bermasyarakat. Inilah konsep kehidupan matematika dan matematika untuk kehidupan. Seperti yang ditulis Turmudi (2008) bahwa mengetahui matematika mungkin menjadi kepuasan personal, bahkan suatu digdaya, yang menopang kehidupan sehari-hari secara meningkat umumnya bersifat matematika dan teknologi. Penguasaan materi matematika oleh siswa (mahasiswa) menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin

Upload: others

Post on 26-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

1

ANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN

MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI

ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

Wahidin, 2009, komunitas matematika kreatif UHAMKA, [email protected]

A. Latar Belakang

Matematika memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan ilmu lain

maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Semua upaya yang

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan matematik siswa, tidak hanya

berguna untuk memperoleh hasil belajar matematika yang tinggi, lebih dari itu

sebagai bekal bagi siswa untuk menjalani kehidupan bermasyarakat. Inilah

konsep kehidupan matematika dan matematika untuk kehidupan. Seperti yang

ditulis Turmudi (2008) bahwa mengetahui matematika mungkin menjadi

kepuasan personal, bahkan suatu digdaya, yang menopang kehidupan sehari-

hari secara meningkat umumnya bersifat matematika dan teknologi.

Penguasaan materi matematika oleh siswa (mahasiswa) menjadi suatu

keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan

pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif.

Namun sayangnya, pencapaian prestasi belajar matematika belum begitu

memuaskan. Hal ini pun menjadi penting, ketika yang disorot adalah

mahasiswa calon guru sekolah dasar (PGSD) yang akan meletakkan pondasi

awal matematika kepada anak didik. Dapat dibayangkan, kemampuan

matematik siswa di masa mendatang, apabila kemampuan matematik calon

gurunya tidak dimantapkan saat ini.

Banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran 45

menit secara tidak efektif, rutinitas, hal ini dapat membosankan,

membahayakan, dan merusak seluruh minat siswa (Sobel dan Maletsky,

2004). Sementara itu, komitmen peningkatan kualitas dan profesionalisme

guru (program sertifikasi guru) yang dilaksanakan pemerintah bagi sekitar 2,8

Page 2: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

2

juta guru yang mesti selesai pada tahun 2015 dianggap masih terjebak

formalitas. Padahal yang dibutuhkan pendidik adalah adanya pendidikan dan

pelatihan yang berkelanjutan (Napitupulu, 2009). Betapapun pemerintah

berupaya untuk membenahi kualitas guru (inservice teacher training), sulit

untuk memperbaiki pembelajaran matematika yang tengah berlangsung saat

ini yang terus mengokohkan pradigma konvensional, jika calon guru

(preservice teacher) tidak turut sesegera mungkin untuk dibekali dengan

didaktik metodik matematika yang berlandaskan paradigma baru.

Selama ini pelaksanaan pembelajaran hanya terbatas oleh dinding-

dinding kelas, dan guru mengambil peran utama sebagai subyek belajar,

sementara siswa hanya sebagai obyek semata. Pembelajaran sebagai upaya

membuat siswa belajar belum sepenuhnya dipahami oleh kebanyakan guru,

nampak di lapangan adanya dominasi guru yang membuat aktivitas siswa

menjadi rendah (pasif). Sehingga mereka menganggap guru sebagai satu-

satunya sumber belajar, yang semestinya dapat memanfaatkan lingkungan

sebagai laboratorium belajar. Inilah gambaran sebuah situasi kelas tradisional

yang dikritik oleh Ernest, bahwa tugas-tugas kelas mengajarkan siswa untuk

melakukan prosedur simbolik tertentu, bekerja tetapi bukan untuk berfikir,

hanya untuk menjadi automatons. Hal serupa disampaikan Silver bahwa

aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas menonton gurunya menyelesaikan soal-

soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks

atau LKS yang disediakan (Turmudi, 2008).Pembelajaran matematika di

sekolah masih menggunakan cara konvensional, masih banyak guru yang

melaksanakan proses belajar mengajar secara monoton. Metode yang kerap

mereka gunakan adalah metode ceramah dengan media chalk and talk.

Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika

untuk pengembangan ilmu pengetahuan, ternyata hingga saat ini belum

menjadi pelajaran yang difavoritkan. Rasa takut terhadap pelajaran

matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan siswa dari

tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi (Fathani,

2007). Bagi banyak orang, nama matematika menimbulkan kenangan masa

sekolah yang merupakan beban berat, bahkan Piaget mengungkapkan bahwa,

Page 3: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

3

siswa cerdas sekalipun secara sistematis menemui kegagalan dalam pelajaran

matematika (Maier, 1985). Hal ini nampak dari rendahnya hasil belajar

matematika yang diperoleh siswa. Lebih dari itu suasana belajar menjadi tidak

menarik, cenderung membosankan dan rutinitas belaka (Asyhadi, 2005).

Matematika masih merupakan salah satu bidang studi yang sulit dan

anggapan bahwa matematika tidak disenangi atau bahkan paling dibenci,

masih saja melekat pada kebanyakan siswa yang mempelajarinya (Ruseffendi,

1984). Hal tersebut menjadi tugas pengajar untuk memperbaiki anggapan

tersebut agar menjadi baik. Anggapan negatif terhadap matematika tersebut

menular di perkuliahan matematika mahasiswa di Pendidikan Guru Sekolah

Dasar (PGSD). Matematika masih dianggap sebagai mata kuliah yang sulit

dan banyak mahasiswa yang merasa takut jika mengontrak mata kuliah

matematika. Anggapan tersebut berdampak pada hasil UTS dan UAS

mahasiswa PGSD yang selalu kurang memuaskan (Supriadi, 2009).

Mereka hanya dituntut menghafal informasi, mengingat informasi dan

mengumpulkannya tanpa dituntut memahami informasi yang diperolehnya.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan Supriadi (2009) selama beberapa

semester terhadap mahasiswa D2 PGSD, S1 PGSD yang berasal dari SMA,

SMK, MA dan SPG, dengan program studi IPA dan Non-IPA, ternyata kurang

memuaskan dengan diperolehnya rerata kurang dari 50% dari skor maksimal

untuk kedua kelompok tersebut. Mahasiswa masih kesulitan memahami

matematika yang dipandangnya matakuliah yang paling sulit dan tidak

menyenangkan. Ekspresi, komunikasi dan kemampuan berpikir matematika

diantara mahasiswa masih kurang. Kemudian didukung oleh penelitian

Tiurlina (dalam Supriadi, 2009) bahwa pemahaman konsep mahasiswa PGSD

masih lemah dan dibawah 50%. Karakter mahasiswa PGSD berdasarkan

pengamatan Supriadi (2009) adalah pertama, mahasiswa PGSD cenderung

menyenangi soal-soal yang berbentuk rutin sehingga saat diberikan soal-soal

yang bersifat tidak rutin mereka cenderung kesulitan. Kedua, pada umumnya

kemampuan mahasiswa PGSD dalam penyelesaian permasalahan matematika

dapat dikatakan sedang dan rendah, jarang sekali mahasiswa yang

Page 4: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

DosenMaha siswa

Dosen

MahasiswaDosen

Mahasiswa

Gbr. 1 Gbr. 2 Gbr. 3

4

berkemampuan tinggi. Ketiga, suasana kegiatan belajar mengajar mahasiswa

PGSD cenderung tidak terlalu aktif.

Fenomena sikap negatif terhadap matematika juga menghinggapi

mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA Jakarta, di mana mereka yang sedang

duduk di semester III tahun akademik 2009-2010, mengambil mata kuliah

Pendidikan Matematika III yang silabusnya berisi tentang Geometri Datar,

termasuk di dalamnya materi segitiga. Oleh karena itu, penulis (sekaligus

pengajar) merancang sebuah penelitian untuk melihat kemampuan penalaran

matematik mahasiswa PGSD tersebut.

B. Kajian Teori

1. Situasi Didaktis

Mengadopsi konsep metapedadidaktik dari Suryadi (2009) bahwa

pemikiran seorang pengajar (dosen) dan mahasiswa berkenaan dengan

konsep matematika (jumlah sudut dalam suatu segitiga) dapat digambarkan

sebagai berikut:

Dari gambar 1, diinterpretasikan bahwa pemikiran seorang dosen

yang menyajikan materi sejalan dengan pemikiran mahasiswa. Ini adalah

suatu situasi didaktis yang diharapkan, di mana mahasiswa dapat menyerap

secara keseluruhan apa yang disampaikan dosen. Untuk gambar 2, situasi

yang muncul adalah hanya sebagian pemikiran seorang dosen yang bisa

diserap siswa. Sebagian dari mahasiswa mempunyai pemikiran lain

berkenaan dengan konsep matematika. Berati di sini ada situasi didaktis

dan ada situasi a-didaktis. Sedangkan gambar 3, menjelaskan bahwa

pemikiran dosen berbeda sama sekali dengan pemikiran mahasiswa, terjadi

situasi a-didaktis.

Page 5: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

OTORITASMAHASISWA

OTORITASDOSEN

GARISFLEKSIBILITAS

5

Ketiga situasi ini harus dipahami oleh seorang dosen, sehingga

mereka dapat mendesain bahan ajar maupun penggunaan ragam metode

dan media untuk menjembatani antara pemikiran dosen dengan pemikiran

mahasiswa. A Situation is a-didactical if the teacher's specific intentions

are successfully hidden from the students and the student can function

without the teacher's intervention (Warfield, 2006). Situasi a-didaktis boleh

jadi sesuatu kecemerlangan yang diraih mahasiswa, manakala mereka

mampu mengembangkan daya matematiknya tanpa intervensi (bantuan)

dosen.

Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana tentang belief guru (dosen)

untuk membenahi situasi pembelajaran matematika. Artzt dalam Suryadi

(2009) menuliskan bahwa Teachers’ beliefs adalah sistem pandangan

personal terintegrasi tentang hakekat materi ajar, siswa, belajar dan

pembelajaran. Sistem beliefs guru (dosen) merefleksikan pandangan

personal tentang hakekat pengetahuan yang berpengaruh pada cara

pengambilan keputusan dosen mengenai kurikulum dan pendekatan

pembelajaran. lebih dari itu ia menyangkut keterampilan dosen dalam

penggunaan ragam media pembelajaran matematika. Belief ini pun turut

mempengaruhi dosen dalam menggeser otoritas mereka secara peralahan

kepada otoritas siswa dalam memperoleh pengetahuan secara mandiri.

Karena itu kehadiran segitiga didaktik dapat menjadi model yang

mudah untuk memahami problematika pembelajaran matematika saat ini.

Page 6: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

Before Teaching While Teaching

Teachers’ Thinking

After Teaching

Prospective Analysis Metapedadidaktik Retrospective Analysis

RecontextualizedRepersonalized

Analisis tentang apayang dipikirkan sebelum pembelajaran dengan kenyataan pembelajaran

6

HD : Hubungan DidaktisHP : Hubungan PedagogisADP : Antisipasi Didaktis-Pedagogis

Didactical Design Research (DDR)

2. Metode Laboratorium

A. Diesterweg said “What counts is not memorising, but

understanding, not watching, but searching, not receiving, but seizing, not

learning, but practising“ (Wittmann, 2004).

Seorang Filosof Cina Confucius mengatakan bahwa saya dengar maka

saya lupa, saya lihat maka saya ingat, dan saya alami maka saya paham.

Bila berpedoman kepada persentase banyaknya yang dapat diingat,

maka metode laboratorium ini merupakan metode yang sangat penting.

Johnson dan Rising dalam Ruseffendi (2006) mengatakan “bahwa belajar

dapat mengingat sekitar seperlimanya dari yang didengar, setengahnya dari

yang dilihat, dan tigaperempatnya dari yang diperbuat”. Untuk itu

manipulasi benda-benda konkrit dalam belajar matematika sangat penting.

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang

dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Sedapat mungkin guru mengerjakan

kegiatan matematika untuk anak, bukan lebih dominan mengajarkan

matematika. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi

terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek (short

Page 7: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

7

term memory), tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah

kehidupan jangka panjang.

Matematika mempunyai objek abstrak berupa fakta, konsep, operasi

serta prinsip dan asas yang abstrak. Objek tersebut diusahakan agar mudah

dipahami oleh siswa, dengan cara menyajikannya melalui benda-benda

konkrit. Menurut Suherman dkk. (2003) hal inilah yang dilakukan dalam

laboratorium pembelajaran matematika, sebagai suatu lingkungan di mana

siswa belajar matematika dengan mengeksplorasi konsep matematika,

menemukan prinsip matematika dalam situasi konkrit. Aktivitas eksplorasi

ini dapat dibawakan oleh guru atau dengan demonstrasi siswa, individu

atau kelompok, dengan metode inkuiri, discovery, atau aktivitas problem

solving.

Semua hasil kerja yang telah diperoleh Piaget, Bruner dan Dienes

mendukung pernyataan bahwa, manipulasi benda-benda konkrit merupakan

aktivitas penting dalam pembelajaran matematika. Dalam laboratorium

matematika, siswa memecahkan masalah, mengekplorasi konsep

matematika, merumuskan dan bereksperimen dengan prinsip-prinsip

matematika, dan membuat penemuan matematika (mathematical

discoveries) melalui manipulasi benda konkrit yang merepresentasikan ide-

ide abstrak matematika (Bell, 1978).

Jika diterapkan dengan benar, pembelajaran laboratorium dapat

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pendekatan

heuristik dalam problem solving. Untuk mewujudkan hal tersebut, guru

harus memiliki akses kepada beragam alat bantu pembelajaran (Wahyudin,

2008).

Laboratorium matematika adalah suatu ruang (bisa berupa kelas

biasa) yang dilengkapi dengan alat peraga matematika sehingga

memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri dalam mengekspresikan

konsep matematika. Aktivitas ini mencakup pengkajian konsep, pengujian

hipotesis, analisis masalah, induksi melalui inkuiri berbagai konsep, teori,

ide, dan fakta dengan bantuan benda-benda konkrit, model matematika,

sesuatu yang dimanipulasi. Aktivitas laboratorium membimbing siswa

Page 8: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

8

menemukan fakta matematika didasarkan atas prinsip belajar dengan

berbuat, belajar dengan pengamatan yang berlanjut dari yang konkrit

menuju abstrak (Anitah dkk, 2007).

Prinsip metode laboratorium adalah belajar sambil berbuat,

mengobservasi, dan memulai dari yang konkrit ke yang abstrak, ia sejalan

dengan metode induktif. Siswa belajar dengan objek-objek yang kemudian

digeneralisasikan. Metode ini khusus untuk mengabaikan keabstrakan

hakikat matematika. Namun dapat menarik minat peserta didik terhadap

matematika yang abstrak. Menurut Ernest dalam Turmudi (2008) bahwa

belajar matematika adalah pertama dan paling utama adalah aktif, dengan

siswa belajar melalui permainan, kegiatan, penyelidikan, proyek, diskusi,

eksplorasi, dan penemuan. Cara melaksanakan metode ini bermacam-

macam, antara lain dengan bermain dan menggunakan kartu (Hudoyo,

1985).

Dengan metode laboratorium siswa dapat belajar fakta, keterampilan,

konsep, dalil, atau teori melalui manipulasi benda-benda kongkrit, model

matematika, atau permainan. Ia dapat meningkatkan keinginan belajar,

belajar melalui berbuat, menghayati dan menghargai metode ilmiah,

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat analisis, dan

evaluasi (Ruseffendi, 2006).

3. Penalaran Matematik

Penalaran dan pembuktian matematika menawarkan suatu cara untuk

mengembangkan wawasan siswa tentang fenomena. Orang yang nalar dan

berpikirnya analitik cenderung mencatat pola, struktur, dan keteraturan

dalam situasi nyata (real-word) dan benda-benda simbolik (Turmudi,

2008). Permasalahan dalam dunia matematika adalah bagaimana

menghasilkan suatu konsep dari konsep yang sudah diketahui, hal ini bisa

dipecahkan, dibutuhkan kemampuan penalaran yang memadai sehingga

langkah demi langkah penyelesaiannya akan terarah dan sistematis.

Keraf dalam Shadiq (2004) menyatakan bahwa penalaran sebagai

proses berpikir yang menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju

kepada suatu kesimpulan. Sebagai contoh, dari pengetahuan tentang besar

Page 9: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

9

dua sudut dalam suatu segitiga yaitu 30o dan 45o, maka dapat disimpulkan

atau dibuat pernyataan bahwa sudut yang ketiga dalam segitiga tersebut

besarnya adalah 105o. Pada intinya penalaran merupakan suatu kegiatan,

suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan

atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan pada beberapa

pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan

sebelumnya. Menurut Schonfeld dalam Sumarmo (2004), matematika

merupakan proses yang aktif, dinamik, generatif dan eksploratif. Berarti

bahwa proses matematika dalam penarikan kesimpulan merupakan

kegiatan yang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi.

Beberapa indikator penalaran matematik (Sumarmo, 2004) dalam

pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat: 1) Menarik kesimpulan

logik, 2) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan

hubungan, 3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi, 4) Mengunakan

pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, 5) Menyusun dan

menguji konjektur, 6) Merumuskan lawan contoh (counter example), 7)

Mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen, 8) Menyusun

argumen yang valid, 9) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan

menggunakan induksi matematik.

Depdiknas (2002) menyatakan bahwa materi matematika dan

penalaran matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu

materi matematika dipahami melalaui penalaran dan penalaran dipahami

dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Penalaran ini tidak hanya

dibutuhkan oleh siswa dalam mempelajari matematika ataupun ilmu-ilmu

lainnya, lebih dari itu, penalaran menjadi penting untuk memecahkan

masalah kehidupan nyata yang dihadapinya (Shadiq, 2004).

Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran

induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan proses

berfikir berupa penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk

semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus yang

dimulai dari sekumpulan fakta yang ada dengan berproses dari hal-hal yang

bersifat konkrit ke yang bersifat abstrak. Untuk menemukan suatu formula

Page 10: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

10

siswa terlibat aktif dalam mengobservasi, berpikir, dan bereksprimen.

Lebih lanjut dikatakan bahwa penalaran deduktif terjadi ketika siswa

bernalar dari pernyataan-pernyataan umum kemudian diturunkan menjadi

kesimpulan-kesimpulan khusus.

C. Metodologi

Tulisan ini merupakan laporan dari penelitian singkat yang mengadopsi

Didactical Design Research, yang bertujuan untuk melihat kemampuan

penalaran mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA terhadap soal yang

menggunakan konsep sudut dalam segitiga. Sebanyak Sembilan orang

mahasiswa semester III tahun akademik 2009-2010, yang tengah mengikuti

mata kuliah Pendidikan Matematika III (Geometri Datar) dijadikan sampel.

Responden diberikan satu soal pembuktian sudut dalam segitiga untuk dilihat

cara penyelesaiannya (apa yang menjadi pikiran mahasiswa) kemudian

dibandingkan dengan cara penyelesaian yang disediakan ataupun yang

diprediksi oleh dosen (apa yang menjadi pikiran dosen).

Desain bahan ajar yang disajikan kepada mahasiswa juga dilihat

kesesuaianya dengan gaya belajar mahasiswa, sehingga penyampaian materi

ajar melalui metode laboratorium dapat menjadi alternatif solusi untuk

membenahi kemampuan penalaran matematik mahasiswa PGSD.

D. Permasalahan

Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “bagaimana kemampuan

penalaran mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA setelah mendapatkan

pembelajaran geometri datar melalaui metode laboratorium?” Juga dilihat

bagaimana kecenderungan mahasiswa terhadap pembelajaran dengan metode

laboratorium.

Tulisan ini mengetengahkan analisis singkat terhadap kemampuan

mahasiswa S1-PGSD dalam menjawab soal non rutin, berkenaan dengan

materi sudut dalam segitiga. Diberikan satu soal kepada mahasiswa, soal ini

menuntut kemampuan penalaran mahasiswa yaitu pada aspek membuktikan.

Menurut Polya (1973), terdapat dua macam masalah, yaitu problem to

Page 11: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

i a b

e

f

g

c

h

d

11

construction dan problem to prove. Masalah untuk membuktikan adalah untuk

menunjukan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-

duanya. Harus menjawab pertanyaan: “Apakah pernyataan itu benar atau

salah?” Bagian utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari

suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.

Selama pembelajaran matematika berlangsung, soal-soal matematika

dapat dibedakan menjadi dua bagian:1) Soal rutin, yang mencakup aplikasi

suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru

dipelajari. Ia hanya bersifat berlatih agar terampil menggunakan konsep

matematika. 2) Soal tidak-rutin, untuk sampai pada jawaban dari soal ini

diperlukan pemikiran yang mendalam, menghendaki siswa untuk

menggunakan sintesis atau analisis. Pengetahuan, fakta, keterampilan, dan

pemahaman yang telah diperoleh (dikuasai) siswa dappat diterapkan pada

situasi baru. Namun secara umum, suatu masalah adalah situasi yang

memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

a. Situasi tersebut menunjukan adanya kesenjangan antara harapan dan

kenyataan.

b. Situasi tersebut membangkitkan motivasi bagi orang tersebut untuk

berupaya menemukan jalan keluarnya.

c. Tidak tersedia secara ”instant” alat yang dapat digunakan untuk

mewujudkan keinginan orang tersebut untuk menemukan jalan keluarnya.

Soal:

Semua segitiga berikut adalah sebangun. Tentukan besar penjumlahan

sudut d, e, f, g, h, dan i pada gambar berikut!

Page 12: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

i a b

e

f

g

c

h

d

12

Alternatif Penyelesaian:

Cara 1

a = d = i ; konsep sudut-sudut sehadap

b = e = f

c = g = h +

180o = 180o = 180o

Jadi d + e + f + g + h + i = 180o + 180o

= 360o

Cara 2

h + i + b = 180o

d + e + c = 180o

f + g + a = 180 o +

h + i + b + d + e + c + f + g + a = 540o

d + e + f + g + h + i + ( a + b + c) = 540o

d + e + f + g + h + i = 540o – ( a + b + c)

Karena a + b + c = 180o, maka

d + e + f + g + h + i = 540o – 180o

= 360o

Cara 3

Karena terdapat empat segitiga yang sebangun yaitu hib, dec, fga,

dan abc. Berarti jumlah keseluruhan sudut adalah 720o. Karena sudut-sudut

a, b, dan c terulang sebanyak dua kali, maka dikurangi 2 180o. Sehingga

besar penjumlahan sudut d, e, f, g, h, dan i adalah 360o.

Cara 4

Jadi jumlah sudut d, e, f, g, h, dan i adalah 3 180o – 180o = 360o

Page 13: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

13

E. Hasil

Dari Sembilan orang mahasiswa yang diberikan soal, maka diperoleh

beragam jawaban yang dapat terkategorikan sebagai berikut:

Cara 1

Page 14: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

14

Cara 2

Cara 4

Page 15: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

15

Cara yang berbeda

Page 16: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

DosenMahasiswa

66,67%

33,33%

16

Berdasarkan hasil jawaban mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA,

maka dapat dianalisis bahwa sebanyak 66,67% mahasiswa yang memiliki

kesamaan pikiran dengan apa yang dipikirkan oleh dosen. Sementara itu

terdapat 33,33% mahasiswa yang berbeda dengan apa yang dipikirkan dosen.

Hal tersebut dapat dilihat pada diagram berikut:

Kesamaan pikiran antara dosen dengan mahasiswa sebatas pad aide

penyelesaian soal, sedangkan prosedur pengerjaan aljabar dan aritmetikanya,

menunjukkan ada mahasiswa yang memiliki kemampuan algebraic sense

maupun number sense. Sehingga situasi didaktis yang muncul tidak murni

lagi. Untuk yang 33,33% menunjukkan situasi adidaktis, oleh karena itu perlu

diakomodir tentang ide-ide mahasiswa sebagai masukan bagi upaya

pembenahan masalah didaktis. Terdapat pula cara yang dipikirkan dosen, yang

tidak mampu dipikirkan oleh mahasiswa, yaitu cara 3

F. Analisis Bahan Ajar

Bahan ajar yang disajikan menggunakan worksheet, sementara

penyampaian materi ajar dengan memanfaatkan metode laboratorium, yaitu

dengan permainan, alat peraga, dan praktikum, sampai kepada penggunaan

software Geometer Sketcpad. Pada sajian bahan ajar ini untuk mengajak

mahasiswa menemukan bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o.

Kemudian mahasiswa membuat dugaan (conjecture) tentang hal tersebut,

inilah proses penalaran induktif yang dilakukan oleh mahasiswa. Setelah

meyakini bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180o, maka mereka

diarahkan untuk dapat secara analitis membuktikannya, sebagai bentuk

penalaran deduktif. Jadi kerja laboratorium adalah bagaimana menemukan

suatu konsep secara induktif, sehingga menghasilkan suatu conjecture,

Page 17: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

P

QR

A

B

C

17

kemudian membuktikannya secara deduktif. Semua ini dilakukan dengan

praktikum dan manipulasi benda-benda konkrit.

WORKSHEET

Mata Kuliah Pend. Matematika III (Geometri Datar)

Hari, tanggalNama Mahasiswa

Indikator : Menemukan dan membuktikan jumlah sudut dalam segitiga

Pengajar Wahidin, S.Pd.Maksud :Membangun konsep lewat praktikum

1. Pengukuran

1.1. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, beri nama dengan segitiga PQR. Ukurlah besar sudut-sudutnya dengan busur derajat. Kemudian jumlahkan ketiga sudut tersebut

P = ..... Q = ..... R = ..... + = ......

Disajikan beberapa bangun daerah segitiga yang berbeda, kemudian mahasiswa diminta untuk menginvestigasinya. Kesimpulan: ………………………………………………………..…………………………..

………………………………………………………..…………………………..

1.2. Gambarlah segitiga sembarang, beri nama dengan segitiga ABC. Ukurlah sudut-sudutnya dengan busur derajat. Kemudian jumlahkan ketiga sudut tersebut!

A = ..... B = ..... C = ..... + = ......

Disajiikan beberapa gambar segitiga yang berbeda, kemudian mahasiswa diminta untuk menginvestigasinya.Kesimpulan: ………………………………………………………..…………………………..

………………………………………………………..…………………………..

1.3. Aplikasi Geometer Sketcpad

Guru dapat mendemonstrasikan pengunaan komputer, atau kalau memungkinkan mahasiswa dapat secara individual mengunakan komputer yang dilengkapi dengan software Geometer Sketcpad.

Berikut contoh hasil investigasi dan eksplorasi dengan software

Page 18: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

18

2. Gunting dan Lipat

Perlu diperagakan oleh dosen, kemudian mahasiswa mengikuti.2.1. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, lipatlah salah satu sudutnya

sehingga menyentuh sisi di hadapannya dan bentuk lipatannya tersebut sejajar dengan sisi di hadapan sudut (akan membentuk bangun trapesium). Kemudian sudut-sudut lainnya dilipat ke dalam sehingga berimpit, maka akan terbentuk persegipanjang dan ketiga sudut yang diimpitkan tadi akan membentuk sudut lurus

Mahasiswa dapat mencoba praktikum di atas dengan beberapa bagun daerah segitiga yang berbeda.Kesimpulan: ………………………………………………………..…………………………..

………………………………………………………..…………………………..

2.2. Tumpuklah tiga lembar kertas, kemudian guntinglah menjadi bangun daerah segitiga, sehingga didapat tiga buah segitiga yang sama. Beri nama masing-masing sudutnya, yaitu , , .

(Koeno Gravemeijer, Freudental Institut, p.9)

Nampak bahwa sudut , , dan membentuk sudut lurus.

Page 19: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

E F

G

1 2 3

19

2.3. Guntinglah kertas menjadi bangun daerah segitiga, potonglah atau sobeklah ketiga sisinya seperti gambar berikut:

Aturlah potongan-potongan itu sedemikian rupa sehingga setiap sudut berimpit, seperti gambar di samping.

Kesimpulan:………………..…………………………………..

Untuk yang berikut ini, dapat menggunakan alat peraga dari bahan keramik, mika, triples, ataupun kardus bekas, sehingga mudah untuk dimanipulasi dengan tangan.

Kesimpulan: ………………………………………………………..………………………………..

3. Analitis

3.1. Pada EFG, buatlah garis melalui titik F sejajar sisi EGmaka: E = F3 (sudut sehadap)

G = F2 (sudut berseberangan)

E + G = F3 + F2

F3 + F2 + F1 = 180o

Jadi E + G + F1 = 180o

3.2. Pada ABC, buatlah garis melalui titik C sejajar sisi ABmaka: A = C1 (sudut berseberangan)

B = C3 (sudut berseberangan)

A + B = C1 + B3

C1 + C2 + C3 = 180o

Jadi A + B + C2 = 180oA B

C1 2 3

Page 20: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

A B

CD

21

12 berseberangan

A B

CDD

A B

20

4. Pendekatan jumlah sudut persegi panjang

4.1. Bangun daerah persegi panjang yang digunting menurut salah satu diagonalnya, sehingga didapat dua buah segitiga siku-siku. Kemudian kedua segitiga tersebut didempetkan menurut daerahnya, maka mereka kongruen.

Jumlah sudut persegi panjang = 360o

Jumlah sudut 2 segitiga = Jumlah sudut persegi panjangJumlah sudut segitiga = ½ Jumlah sudut persegi panjang

= 180o

4.2. Gambar persegi panjang yang memanfaatkan konsep kesejajaran garis

A1 = C1

A2 = C2

B = D ; siku-siku

A + B + C + D = 360o

A2 + B + C1 + C2 + D + A1 = 360o

2A2 + 2B + 2C1 = 360o

2(A2 + B + C1) = 360o

A2 + B + C1 = 180o

5. Pendekatan jumlah sudut persegi

5.1. Konsep garis bagidiagonal BD merupakan garis bagi sudut B dan D, sehingga pada segitiga ABD didapat:A = 90o

B = 45o

D = 45o

A + B + C = 180o

Bahan ajar di atas sedikit banyak mampu mengakomodir beragam gaya

belajar mahasiswa, baik secara individual, kelompok, maupun klasikal. Apa

yang dipikirkan dosen dapat diterima oleh mahasiswa, bahkan akan menjadi

pikiran mahasiswa juga. Sehingga situasi didaktis maupun a-didaktis yang

muncul selalu bernilai positif. Pembelajaran dengan metode laboratorium

mampu melayani keinginan mahasiswa dari konkrit hingga abstrak. Metode

ini cocok untuk mengajarkan matematika kepada mahasiswa PGSD yang

Page 21: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

21

secara latar belakang mereka lemah terhadap kemampuan matematika, bahkan

di antara mereka bersikap negative terhadap matematika.

G. Kesimpulan

Ketika mahasiswa S1-PGSD FKIP UHAMKA Jakarta diberikan masalah

non-rutin berkenaan dengan konsep sudut dalam segitiga, mahasiswa

memberikan respon yang beragam dalam hal penyelesaian dari soal tersebut.

Bahwa dalam penyelesaian masalah pun terjadi situasi didaktis dan situasi

adidaktis.

Untuk mengatasi keberagaman respon mahasiswa guna melayani

perbedaan individual dalam pembelajaran matematika, maka penyajian bahan

ajar yang kreatif mampu menjawab hal tersebut. Bagaimana learning

sequence nampak pada setiap pembelajaran yang dialami anak didik. Inilah

upaya pengembangan bahan ajar berbasis riset.

Metode laboratorium mampu melayani keragaman belajar individual

mulai dari yang konkrit sampai kepada abstrak. Juga mampu membangun

kemampuan penalaran mahasiswa, sehingga mahasiswa PGSD mulai terbiasa

dengan soal-soal pembuktian walaupun masih tergolong sederhana. Kelas pun

menjadi aktif, karena mahasiswa belajar sambil bekerja (learning by doing).

Referensi

Anitah, S.W., Manoy, JT., dan Susanah. 2007. Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: UT Depdiknas

Asyhadi, A. (2005). Pengenalan Laboratorium Matematika di Sekolah. IHT Media Bagi Staf LPMP Pengelola Laboratorium Matematika Tanggal 5 s.d. 11 September 2005 di PPPG Matematika Yogyakarta.

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (the secondary schools). USA: Wm. C. Brown Company Publisher.

Depdiknas. 2002. Ringkasan Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta: Depdiknas.Hudojo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

JICA. Universitas Negeri Malang.Maier, H. (1985). Kompendium Didaktik Matematika. Bandung: CV Remaja

Karya.Napitupulu, E.L. (2009). Standar Pendidikan Belum Menasional. Jakarta: Artikel

Kompas terbitan tanggal 23 Desember 2009.

Page 22: headymathic.files.wordpress.com€¦  · Web viewANALISIS METAPEDADIDAKTIK KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK MAHASISWA PGSD FKIP UHAMKA, DITINJAU DARI ASPEK PEMBELAJARAN METODE LABORATORIUM

22

Polya, G. (1973). How to Solve It, a New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press.

Ruseffendi, ET. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Shadiq, Fajar. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Disajikan pada Diklat Instruktur Matematika SMP Jenjang Dasar, 10–23 Oktober 2004. Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika Jogjakarta.

Sobel, MA. dan Maletsky, EM, terj. Dr. Suyono, M.Sc. (2004). Mengajar Matematika. Ed. 3. Jakarta: Erlangga.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Depdiknas-JICA-UPI.

Supriadi. (2009). Analisis Proses Berpikir Matematika antara Dosen, Mahasiswa (Guru SD & Non Guru SD) PGSD dan Siswa SD dalam Pembelajaran Matematika di Propinsi Banten. Bandung: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, 19 Desember 2009 Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu Strategi Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Pendidikan Matematika FPMIPA UPI 22 Oktober 2008. Tidak diterbitkan.

__________. (2009). Teachers’ Beliefs dan Pembelajaran. Bahan Kuliah Analisis Kurikulum Pendidikan Matematika SPS UPI.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran: Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung: Diktat Perkuliahan UPI. Belum diterbitkan.

Warfield, V.M. (2006). Invitation to Didactique. Seattle: University of Washington.

Wittmann, E.C. (2004). Developing Mathematics Education in a Systemic Process. In Proceedings of the Ninth International Congress on Mathematical Education. 75-90.