water seal drainage_trisna&remon
TRANSCRIPT
WATER SEAL DRAINAGE
Oleh:
Baiq Trisna Satriana
Rahmani
Pembimbing:
dr. I Gede Ardita, Sp.B, FINACS
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
2014
1
WATER SEAL DRAINAGE
Oleh:Baiq Trisna Satriana
Rahmani
DEFINISI
Water Seal Drainage (WSD) adalah suatu sistem penyaluran (drainage) yang menggunakan air
sebagai penyekat (water seal) untuk mengalirkan udara atau cairan dari kavum pleura1,2
TUJUAN
Tujuan pemasangan WSD yaitu untuk mengeluarkan cairan atau udara patologis dari rongga
pleura dan re-ekspansi dari paru. Pada kasus pneumothoraks atau hemothoraks dapat membantu
mengembalikan hemodinamik, stabilitas respirasi dengan mengoptimalkan ventilasi/perfusi dan
meminimalkan mediastinal shift.2,3
INDIKASI PEMASANGAN WSD
- Pneumothoraks
- Efusi pleural massif
- Empyema dan complicated parapneumonic pleural effusion
- Hemopneumothoraks traumatik
- Postoperatif- contohnya: thoracotomy, oesophagectomy, cardiac surgery4,5.
TIGA SISTEM WSD
1. Sistem 1 botol
- Botol berfungsi sebagai penampung cairan drainase. Air dalam botol berfungsi
sebagai penyekat (water seal)
- Drainase berdasarkan adanya gravitasi dan terjadi secara aktif pada saat gerakan
napas3,5
2
Gambar 1. Sistem 1 botol5
2. Sistem 2 botol
- Botol pertama sebagai penampung cairan drainase, awalnya botol kosong dan
hampa udara
- Botol kedua sebagai water seal
- Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level dan cairan drainase tidak
bergabung, lebih mudah untuk evaluasi jumlah cairan drainase
- Bisa dihubungkan dengan suction control 3,5
Gambar 2. Sistem 2 botol5
3. Sistem 3 botol
- Botol pertama sebagai penampung cairan drainase
- Botol kedua sebagai water seal
- Botol ketiga sebagai suction control, tekanan dapat dikontrol dengan manometer.
3
2 cm
dari pasien
dari pasien
Botol 1: penampung (isi cairan dari rongga pleura)
Botol 2: water seal(isi cairan steril)
Bisa dihubungkan dengan suction
- Besarnya tekanan negatif:
o Dewasa:
12-15 cm H2O (pipa terbenam 12-15 cm)
Tekanan negative maksimal 25 cm H2O
o Anak :
8-10 cm H2O (pipa terbenam 8-10cm) 3,5
Gambar 3. Sistem 3 botol5
4
Kedalaman pipa menentukan tekanan suction
Ke alat suctiondari pasien
Botol 3: suction regulator
Botol 2: water sealBotol 1: penampung drainase
PROSEDUR PEMASANGAN WSD3,6,7,8
1. Persiapan alat dan bahan
Alat:
- Meja instrumen (1 buah)
- Kidney dish (nier bekken) (1 buah)
- Mangkuk kecil untuk cairan antiseptik (1 buah)
- Spuit 5 cc (1 buah)
- Jarum cutting
- Gunting benang (1 buah)
- Klem bengkok (mosquito) (1 buah)
- Pinset sirurgis (1 buah)
- Scalpel
- Scalpel holder (1 buah)
- Needle holder (1 buah)
- Trokar
- Kateter thorax/ tube lurus
- Duk berlubang steril
- Pipa plastik
- Penyambung
- Botol drainase steril
- Pompa penghisap kontinyu
- Gunting plester non steril (1 buah)
Gambar 4. Kateter Malecot Gambar 5. Kateter Thoraks
5
Gambar 6. Trokar
Bahan:
- Kassa steril
- Benang silk ukuran 0 sampai 1.0
- Cairan antiseptic: povidone iodine
- Lidocaine 2%
- Plester
APD:
- Masker
- Baju operasi, skot
- Handscoun steril
- Tutup kepala
2. Persiapan penderita
Pasien diposisikan setengah duduk dengan sudut 45o, dengan kedua tangan diangkat dan
diletakkan di belakang kepala.
3. Persiapan Operator
Gunakan tutup kepala, masker, skot, dan sarung tangan steril
4. Tindakan
a. Tentukan tempat insersi, setinggi sela iga V anterior linea midaxillaris pada area yang
terkena.
6
Gambar 7. Daerah ilustrasi “safe triangle” tempat insersi kateter WSD5
b. Lakukan desinfeksi menggunakan povidone iodine 10%, kemudian pasang duk steril di
daerah insersi.
c. Anastesi Lokal pada tempat yang dilakukan insersi kateter, diberikan anastesi lokal
Lidocain 2 % 2 – 4 cc (40 – 80 mg) dengan spuit 5 cc steril. Infiltrasikan bahan anastesi
lokal intra dermalsampai terjadi benjolan. Tunggu sesaat kemudian anastesi dilanjutkan
kearah dalam sampai mencapai Pleura Parietalis. Jarum dimasukkan kerongga pleura,
kemudian dilakukan aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan atau udara lokasi insersi dapat
diubah. Penyuntikan pada daerah antar iga ini hendaknya menghindari daerah subkosta
d. Insisi transversal 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan
e. Untuk memasukkan kateter thoraks ke dalam kavum pleura terdapat 2 cara:
1. Diseksi tumpul melalui jaringan subkutan sampai pleura parietalis, tepat di atas iga.
Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukkan jari ke dalam tempat insisi
untuk mencegah melukai organ yang lain dan melepaskan perlekatan dan bekuan
darah
2. Dengan menggunakan trokar, satu tangan mendorong trokar dan tangan lain
memfiksir trokar untuk membatasi masuknya alat kedalam rongga pleura. Setelah
trocar masuk ke rongga pleura, stilet dicabut dan lobang trokar ditutup dengan ibu
jari. Kateter yang sudah diklem pada ujung distalnya diinsersi secara cepat melalui
trocar ke dalam rongga pleura. Kateter diarahkan ke anteroapikal pada pneumotoraks
dan kearah posterobasal pada cairan pleura atau empiema. Trokar dilepaskan dari
dinding dada. Kateter diklem diantara dinding dada dan trokar. Klem bagian distal
dilepas dan trokar dikeluarkan.
7
f. Disiapkan jahitan matras mengelilingi kateter dengan menggunakan benang silk ukuran 0
sampai 1 – 0
g. Sambung ujung kateter torakostomi ke WSD.
h. Jahitan matras disimpulkan secara surgeon knot (ikatan berputat ganda). Selanjutnya
ujung bebas jahitan matras ini dilingkarkan secara berulang pada kateter dan dibuat
simpul sedemikian rupa sehingga pada saat akan membuka kateter simpul mudah dilepas.
i. Dipasang kasa bentuk “Y” untuk menutupi luka, kemudian ditempelkan plester lebar
untuk membantu fiksasi kateter
j. Foto rontgen thoraks untuk memastikan posisi kateter dalam kavum pleura dan
meyingkirkan adanya komplikasi seperti pneumothoraks atau emfisema akibat tindakan
pemasangan WSD.
k. Mintakan analisis gas darah dan/ atau pasang pulse oxymeter.
l. Pemeriksaan analisa gas darah sesuai kebutuhan.3,6,7,8
PERAWATAN PENDERITA DENGAN WSD
1. Penderita dengan posisi tiduran atau setengah duduk
2. Seluruh rangkaian drainase, pipa, botol harus tersusun rapi. Memastikan posisi botol tetap
di bawah letak insersi sepanjang waktu, dan memastikan air dalam botol WSD tetap
adekuat agar ujung kateter tetap terendam di dalam air.
3. Pipa yang keluar dari dinding dada harus difiksasi ke tubuh dengan plester lebar, untuk
mencegah goncangan
4. Memastikan drainase tidak terhambat
5. Setiap hari dilakukan pemeriksaan fisik (pergerakan dinding dada dan suara napas)
6. Dilakukan kontrol foto dada serial, untuk melihat:
- keadaan paru (ekspansi paru)
- posisi pipa drainase
- meyingkirkan komplikasi seperti pneumothoraks atau emfisema akibat tindakan
pemasangan WSD
7. Menghitung jumlah sekret atau udara (bubbling) setiap hari, serta jenis sekret yang keluar
(darah, pus).
8. Penderita dilakukan fisioterapi dengan latihan nafas setiap hari.
8
9. Adanya kelainan pada sistem drainase harus segera diperbaiki.
10. Drainase dihentikan jika pasien mengeluh rasa tidak nyaman pada dada, batuk persisten,
atau gejala vasovagal 1,3.
INDIKASI PENCABUTAN WSD
- Pada foto dada tampak paru sudah mengalami re-ekspansi
- Tidak ada tanda kebocoran udara dalam 24 jam
- Tidak ada fluktuasi (penambahan cairan drainase) pada botol WSD atau drainase berkurang
menjadi sangat sedikit. Jumlah drainase kurang dari 2ml/kgBB/hari.
- Pernapasan penderita tampak nyaman (tidak ada usaha napas tambahan dengan penggunaan
otot bantu napas, Respiratory rate normal)
- Suara napas normal pada kedua lapang paru1,5,7
Kondisi alternatif
a. Jika paru tetap kolaps, dapat dilakukan tindakan :
1. Tekanan negatif dinaikkan sampai 25 cm H2O (jika menggunakan WSD sistem
dengan suction). Bila indikasi pelepasan kateter sudah terpenuhi (paru mengalami re-
ekspansi), klem pipa drainase selama 24 jam, bila tetap baik, pipa drainase dicabut.
2. Bila paru tetap kolaps atau penderita dipasang WSD sistem 1 botol, ditunggu 1-2
minggu, bila tidak berhasil dilakukan dekortikasi.
b. Sekret > 200cc/24 jam
Curiga adaya chylothoraks (pastikan dengan pemeriksaan laboratorium), pertahankan pipa
drainase selama 4 minggu.
1. Bila sekret < 100 cc/24 jam, klem 24 jam kemudian cabut
2. Bila secret tetap >200cc/24 jam, dilakukan torakotomi.3
9
PROSEDUR PELEPASAN WSD
Prinsip dalam prosedur pelepasan WSD yaitu menjaga agar udara tidak masuk ke kavum
pleura.6,7
1. Persiapan alat dan bahan
Alat :
- Meja instrumen (1 buah)
- Kidney dish (nier bekken) (1 buah)
- Mangkuk kecil untuk cairan antiseptik (1 buah)
- Spuit 5 cc (1 buah)
- Jarum cutting
- Gunting benang (1 buah)
- Gunting plester non steril (1 buah)
- Pinset sirurgis (1 buah)
- Needle holder (1 buah)
Bahan:
- Kassa steril
- Benang silk ukuran 0 sampai 1.0
- Cairan antiseptic: povidone iodine
- Lidocaine 2%
- Plester
APD:
- Masker
- Baju operasi, skot
- Handscoun steril
- Tutup kepala
2. Mempersiapkan penderita, memposisikan penderita, tangan diangkat diletakkan di belakang
kepala
3. Persiapan operator : gunakan tutup kepala, masker, skot, dan sarung tangan
4. Melepas dressing
5. Memasang sarung tangan steril
10
6. Lakukan desinfeksi pada daerah yang terpasang WSD
7. Injeksi lokal anestesi (bisa dilakukan maupun tidak). Anestesi lokal biasanya dipakai jika
kateter WSD yang digunakan yaitu kateter Malecot atau diperkirakan ada perlekatan antara
kateter dengan luka. Jika digunakan kateter thoraks/tube lurus tidak digunakan anestesi.
8. Simpul pada kateter dilepas
9. Ibu jari dan telunjuk jari tangan kiri memegang kulit sekitar kateter dengan erat untuk
mencegah udara masuk ke dalam kavum pleura.
10. Minta pasien untuk menarik napas dalam dan menahan napas
11. Kateter dilepaskan secara cepat. Jika pasien tidak mampu menahan napas, kateter dilepas
pada saat inspirasi.
12. Simpul pada kulit dieratkan.
13. Luka ditutup dengan kassa steril dan diplester
14. Lakukan foto dada ulang 4 jam setelah pelepasan kateter untuk mengkonfirmasi tidak adanya
udara yang memasuki pleura dan paru-paru tetap ekspansi sempurna2,5,6.
KOMPLIKASI
Komplikasi pemasangan WSD
Komplikasi pemasangan WSD pada umumnya terjadi oleh karena perlukaan organ
abdomen, thoraks, pecahnya pembuluh darah besar akibat insersi pipa drainase dada : 1,3,7
1. Paru
a. Laserasi paru umumnya terjadi pada penyakit paru dengan penurunan pengembangan
paru dan adhesi pleura sehingga paru melekat pada dinding thoraks. Komplikasi ini
dapat dihindari dengan memasukkan jari ke rongga pleura untuk menghilangkan adesi.
b. Emfisema subkutis paling sering terjadi pada pasien pneumothoraks, kemungkinan
terjadi bisa dikarenakan ikatan pada kateter kurang erat.
c. Empyema
2. Jantung dan Pembuluh darah
a. Trauma pada jantung dapat menyebabkan kardiak tamponade
b. Pecahnya pembuluh darah interkostal lebih sering terjadi terutama pada orang tua,
oleh karena pembuluh darahnya berkelok- kelok. Keadaan ini dapat dihindari dengan
11
pemasangan pipa drainase dada tepi superior kosta, menghindari bundle neurovascular
pada tepi inferior kosta.
3. Organ abdomen
Sewaktu ekspirasi, diafragma dapat terangkat sampai setinggi spatium interkostal ke 4,
sehingga insersi pipa drainase dada dapat menyebabkan perforasi gaster, lien dan hepar.
Untuk menghindari hal tersebut, jangan menginsersikan pipa drainase terlalu rendah
misalnya pada spatium interkostal ke 6 dan spatium interkostal di bawahnya.
Komplikasi saat perawatan WSD
1. Jika botol drainase di angkat atau berada pada posisi lebih tinggi dari dada pasien, cairan
dari botol dapat berpindah ke kavum pleura pasien.
2. Penggunaan WSD dengan suction dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru akibat
tekanan negatif yang terlalu tinggi.
3. Rasa tidak nyaman dan nyeri pada daerah insersi kateter WSD sehingga mengganggu
mobilisasi pasien dan memperlambat penyembuhan
4. Jika dilakukan klem pada kateter WSD dapat menyebabkan tension pneumothoraks
(terutama pada pasien pneumothoraks).
5. Jika botol drainase rusak atau kateter terlepas, dan posisi ujung kateter tidak terendam di
bawah air, dapat menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura mengakibatkan
pneumothoraks
6. Botol drainase yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi 1.
Komplikasi pelepasan WSD
Pelepasan WSD tanpa memperhatikan prinsip kedap udara dapat menyebabkan masuknya udara
ke kavum pleura melalui luka insersi berakibat peumothoraks iatrogenik1,3.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Aston L, Scorthern H. Guidelines for the Management a Patient with Underwater Seal Chest
Drainage. In: Nottingham University Hospitals NHS Trust Nursing Practice Guidelines.
Nottingham University Hospitals; England. 2012. p.1-15
2. Ciacca LD, Neal M, Highcock M, Bruce M, Snowden J, O'Donnell A. Guidelines for the
Insertion and Management of Chest Drains. PAT/T 29 version 1. Doncaster and Bassetlaw
Hospitals; England. 2007. p.1-14
3. Samiadji S. Evaluasi Pemasangan "Water Seal Drainage" Pada Ruda Paksa Dada. FK
UNDIP; Semarang. 1995. Hal 1-12
4. Durai R, Hoque H, Davies TW. Managing a Chest Tube and Drainage System. AORN
Journal 91. AORN, Inc. 2010. p.275-280.
5. Rajan CS. 2013. Tube Thoracostomy Management. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1503275. Accessed at : March 20, 2014.
6. Borrie J. Chapter 2: Basic Procedures in Thoracic Management. In: Management of
Emergencies in Thoracic Surgery. Second edition. Meredith Corporation: New York. 1972.
p.29-41
7. Laws D, Neville E, Duffy J. BTS guidelines for the insertion of a chest drain. Thorax
2003;58(Suppl II):ii53–ii59.
8. American College of Surgeon Committee on Trauma. Skill Station VII: Penanganan Cedera
Thoraks. In: ATLS: Student Course Manual. Eighth Edition.American College of Surgeon;
Chicago. 2008. Hal 126-127
13