wahidin uhamka mathematical fallacies

18
Matematika Rekreasional POLA DAN KEKELIRUAN MATEMATIKA, TINJAUAN TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN Wahidin, M.Pd Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UHAMKA Email: [email protected] Abstrak. Matematika adalah ilmu tentang pola. Secara khusus ketika mempelajari matematika, maka kita mempelajari tentang pola, keteraturan, dan hubungan. Bahkan dalam pemecahan masalah matematik menjadi lebih mudah jika menggunakan ataupun menemukan pola. Menemukan pola merupakan salah satu indikator dari kemampuan penalaran matematik, sehingga mewarnai konstruksi bangunan matematika. Bahwa matematika itu tidak terpisahkan dengan penalaran itu sendiri. Mengikuti pola dalam matematika terkadang akan menimbulkan kekeliruan matematik atau paradoksal, oleh karena itu perlu hati- hati dengan pola, terutama yang mengarah kepada penalaran induktif. Banyak sekali pengerjaan matematika yang secara aljabar itu benar, namu pada hakikatnya mengandung kekeliruan yang fatal ataupun kesalahn konsep. Tulisan ini menyajikan berbagai kekeliruan matematik yang nampak benar dalam pola-pola tertentu ditinjau dari aspek kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik. Pola dan kekeliruan matematik ini cocok untuk disajikan dalam mengawali ataupun mengakhiri pemelajaran matematika di kelas, sehingga dapat merangsang berpikir siswa. Tulisan ini mengetengahkan pola dan kekeliruan matematik pada konsep pecahan, bilangan prima, barisan-deret takhingga, akar, pengukuran, dan trigonometri. Sedangkan kemampuan matematik yang dilibatkan adalah analogi, generalisasi, mencari pola, menyusun konjektur, and pembuktian. Keywords: pola, kekeliruan matematik, penalaran matematik, pemecahan masalah matematik. 1. Pendahuluan Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa, dan menggejala baik di tingkat SD, SMP, maupun

Upload: matematika-fkip-uhamka-jakarta-indonesia

Post on 30-Jul-2015

177 views

Category:

Entertainment & Humor


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

POLA DAN KEKELIRUAN MATEMATIKA, TINJAUAN TERHADAP KEMAMPUAN

PENALARAN

Wahidin, M.Pd

Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UHAMKAEmail: [email protected]

Abstrak. Matematika adalah ilmu tentang pola. Secara khusus ketika mempelajari matematika, maka kita mempelajari tentang pola, keteraturan, dan hubungan. Bahkan dalam pemecahan masalah matematik menjadi lebih mudah jika menggunakan ataupun menemukan pola. Menemukan pola merupakan salah satu indikator dari kemampuan penalaran matematik, sehingga mewarnai konstruksi bangunan matematika. Bahwa matematika itu tidak terpisahkan dengan penalaran itu sendiri. Mengikuti pola dalam matematika terkadang akan menimbulkan kekeliruan matematik atau paradoksal, oleh karena itu perlu hati-hati dengan pola, terutama yang mengarah kepada penalaran induktif. Banyak sekali pengerjaan matematika yang secara aljabar itu benar, namu pada hakikatnya mengandung kekeliruan yang fatal ataupun kesalahn konsep. Tulisan ini menyajikan berbagai kekeliruan matematik yang nampak benar dalam pola-pola tertentu ditinjau dari aspek kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik. Pola dan kekeliruan matematik ini cocok untuk disajikan dalam mengawali ataupun mengakhiri pemelajaran matematika di kelas, sehingga dapat merangsang berpikir siswa. Tulisan ini mengetengahkan pola dan kekeliruan matematik pada konsep pecahan, bilangan prima, barisan-deret takhingga, akar, pengukuran, dan trigonometri. Sedangkan kemampuan matematik yang dilibatkan adalah analogi, generalisasi, mencari pola, menyusun konjektur, and pembuktian.

Keywords: pola, kekeliruan matematik, penalaran matematik, pemecahan masalah matematik.

1. Pendahuluan

Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa, dan

menggejala baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA (Turmudi, 2008). Akan tetapi bagi

sebagian yang lain, penguasaan terhadap matematika menjadi sebuah kebanggaan,

kedigdayaan tersendiri.

Bisa dibayangkan kalau dunia tanpa matematika, dunia tanpa angka nol (bahwasannya

dunia digital dikonstruksi dengan deretan 101010101…). Kita akan banyak kehilangan

teknologi yang berbasis digital.

NCTM (2000), menetapkan standar-standar kemampuan matematik seperti pemecahan

masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi, sebagai tujuan

pembelajaran matematika yang harus dicapai oleh siswa. Semua kemampuan ini harus

Page 2: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

terintegrasi ke dalam standar isi pelajaran matematika, kemudian diharapkan melampaui

ulangan (ujian nasional) matematika yang sementara ini mengukur hasil belajar rutin.

Sumarmo (2005) mengatakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya

mengutamakan daya matematika siswa yang meliputi kemampuan menggali, menyusun

konjektur dan menalar secara logik, menyelesaikan soal yang tidak rutin, dan pemecahan

masalah.

Demikian pula dalam dokumen KTSP (Depdiknas, 2006) menetapkan tujuan

pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan: ... 2) Menggunakan

penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; …

Hasil studi NAEP menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan ketika

dihadapkan pada permasalahan yang menuntut kemampuan penalaran maupun kemampuan

pemecahan masalah (Suherman dkk, 2003).

Survei yang dilakukan oleh JICA-IMSTEP pada tahun 1999 di Bandung, kegiatan

bermatematika yang dipandang sulit oleh siswa maupun guru matematika SMP adalah

justifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika,

menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara fakta-fakta yang

diberikan (Suryadi, 2005).

2. Kajian Teori

2.1. Hakikat Matematika

Matematika dalam bahasa Belanda disebut Wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan

dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu

konsep (pernyataan) sebagai akibat logis dari kebenaran konsep sebelumnya, sehingga kaitan

antara konsep dalam matematika bersifat konsisten (Depdiknas, 2006). Riedesel, Schwartz,

dan Clements (1996) menulis beberapa alasan kenapa matematika perlu diajarkan, di

antaranya yang bersesuaian dengan tulisan ini, bahwa matematika adalah suatu aktivitas

untuk menemukan dan mempelajari pola maupun hubungan, cara berpikir dan alat untuk

berpikir.

Secara etimologis, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan

bernalar, ia lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Kemampuan

bernalar ini dapat dilihat dari cara memecahkan persoalan-persoalan matematika maupun

Page 3: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

persoalan-persoalan kehidupan (Suherman, dkk., 2003). Matematika merupakan

penggolongan dan penelaahan tentang pola (Hudoyo, 1990).

2.2. Penalaran Matematik

Shadiq (2004) memandang penalaran sebagai proses pencapaian kesimpulan logis

berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Berkaitan dengan tulisan ini, indikator penalaran

matematik (Sumarmo, 2005), di antaranya siswa dapat: ... 4) Mengunakan pola dan

hubungan untuk menganalisis situasi matematik, 5) Menyusun dan menguji konjektur, 6)

Merumuskan lawan contoh, ...

Depdiknas (2006) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematik

adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui

penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.

Penalaran menjadi penting untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Secara garis besar

terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.

2.3. Pola Matematika

Matematika adalah ilmu tentang pola (Sumarmo, 2012). Pola adalah sebuah susunan

yang mempunyai bentuk yang teratur dari bentuk yang satu ke bentuk berikutnya. Ia

mempertahankan keteraturan melalui pengulangan (repetisi). Bahwasannya suatu bentuk

yang sederhana jika diulang-ulang secara teratur maka akan membentuk suatu pola tertentu.

Untuk hal bilangan dalam matematika, jika disusun secara teratur menurut selisih ataupun

perbandingan, maka akan terbentuk pola bilangan.

Menurut Hudoyo (2003), objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi

lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Pada kesempatan yang

lain Hudoyo (1990) mengatakan bahwa, matematika sebagai teori logika deduktif yang

berkenaan dengan hubungan-hubungan yang bebas dari isi materialnya dengan hal-hal yang

ditelaah, penggolongan dan penelaahan tentang pola, berkenaan dengan ide abstrak yang

tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif.

The process of "doing" mathematics is far more than just calculation or deduction; it

involves observation of patterns, testing of conjectures, and estimation of results.

Mathematics is a science of pattern and order (Hill etall, 1989).

2.4. Kekeliruan Matematik

Page 4: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Kekeliruan-kekeliruan dalam matematika pada berbagai buku dan tulisan terangkum

dalam istilah mathematical paradoxal atau mathematical fallacies. Dalam beberapa buku,

kekeliruan matematik juga terangkum dalam konsep Mathematical Recreational. Bahwa

keseriusan dan kekokohan abstraksi matematika perlu disajikan dengan hiburan-hiburan

(oleh guru), sehingga siswa merasakan keindahan matematika yang mereka pelajari. Dalam

pengerjaan matematik berkenaan dengan kekeliruan matematik ini, akan banyak

menggunakan hukum pencoretan.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Candamatika

Salah Nanya

2 + … = 5, berapa titik-titiknya? 3

3 + …. = 7, berapa titik-titiknya? 4

4 + .. = 5; berapa titik-titiknya? 2

3 + □ = 8, berapa kotaknya? 1

Salah Nyoret

Salah Paham

3.2. Kekeliruan Pecahan

Materi pecahan untuk siswa kelas VII SMP dapat disajikan dengan menunjukkan

hubungan-hubungan berikut:

1664

=14

;hapuskan saja 6

1995

=15

;hapuskan saja 9

2665

=25

;hapuskan saja6

Bisa jadi ada siswa yang akan memberlakukan pencoretan seperti di atas dan kemudian

mengklaim bahwa

Page 5: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

1223

=1223

=13

adalah benar yaitu dengan cara menghapuskan saja 2 (Posamentier, 2003).

3.3. Generalisasi yang Keliru

Sebuah generalisasi dapat dibuktikan ketidakbenarannya dengan menyajikan satu

contoh penyangkal. Perumusan lawan contoh sebagai penyangkal ini merupakan salah satu

indikator dari kemampuan penalaran matematik (Sumarmo, 2005). Prinsip pembuktian

dengan contoh penyangkal ini dapat dilihat pada proposisi berikut ini

x A p(x)

Penyangkal

a A -p(a)

Proposisi Bilangan Prima

Perhatikan proposisi

n N n(n + 1) + 41

[n(n + 1) + 41] merupakan bilangan prima untuk semua bilangan asli n (Hudoyo, 2003).

Kita investigasi data-data yang terbentuk untuk beberapa bilangan asli pertama.

n = 1 n(n + 1) + 41 = 1(1 + 1) + 41 = 43

n = 2 2(1 + 2) + 41 = 47

n = 3 3(1 + 3) + 41 = 53

n = 4 4(1 + 4) + 41 = 61

Berdasarkan data-data induktif di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa n(n + 1)

+ 41 adalah bilangan prima. Berikut disajikan hasil untuk semua nilai n ≤ 40

Tabel 1Nilai n(n + 1) + 41; n ≤ 40

n n(n + 1) + 41 n n(n + 1) + 41 n n(n + 1) + 41 n n(n + 1) + 411 43 11 173 21 503 31 10332 47 12 197 22 547 32 10973 53 13 223 23 593 33 11634 61 14 251 24 641 34 12315 71 15 281 25 691 35 13016 83 16 313 26 743 36 13737 97 17 347 27 797 37 14478 113 18 383 28 853 38 15239 131 19 421 29 911 39 160110 151 20 461 30 971 40 1681

Page 6: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Ternyata untuk 1 ≤ n ≤ 39, memberikan nilai n(n + 1) + 41 yang merupakan bilangan

prima. Sedangkan untuk n = 40 diperoleh

n(n + 1) + 41 = 40(40 + 1) + 41

= 40(41) + 41

= (40 + 1)41

= 41 × 41

= 1681

yang merupakan bilangan kuadrat.

Apakah Bilangan Prima ?

Perhatikan pola penyusunan bilangan deretan 3 dan 1. Apakah bilangan 333 …

31 merupakan bilangan prima?

Sekarang kita observasi untuk n = 1, 2, 3 yang memberikan hasil

31 ; prima

331 ; prima

3331 ; prima

Dapatkah disimpulkan bahwa bilangan dengan deretan angka 3 yang diakhiri dengan

1 merupakan bilangan prima? Sehingga 333 … 31 merupakan bilangan prima.

Kita observasi lagi untuk n = 4, 5, 6, 7 dengan hasil

33331 ; prima

333331 ; prima

3333331 ; prima

33333331 ; prima

yang ternyata masih merupakan bilangan prima.

Akan tetapi, untuk n = 8, diperoleh 333333331 yang bukan merupakan

bilangan prima, karena terdapat 17 anggota bilangan asli, sedemikian sehingga

33333333117

=19607843

Page 7: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Jadi bilangan 333 … 31 tidak dapat digeneralisir sebagai bilangan prima

(Jones, 2007).

3.4. Kekeliruan Pengakaran

Perkalian Bentuk Akar (-1 = 1)

Diketahui √a×b=√a ×√b. Juga diketahui bahwa (√ p )2=p. Berdasarkan rumusan

ini, kita akan menghitung hasil dari √−1×√−1.

Sebagian dari kita mungkin akan mengerjakannya dengan bentuk

√−1×√−1=√(−1)(−1)=√+1=1

Sebagian yang lain boleh jadi akan mengerjakannya dengan cara

√−1×√−1=(√−1 )2=−1

Penyederhanaan Bentuk Akar (-2 = 2)

√ (−8 )23=√( (−8 )2 )

13=√(64 )

13=(√64 )

13 =3√8=2

√ (−8 )23=√( (−8 )

13)2

=(−8 )13 =3√−8=−2

Tentu saja -2 ≠ 2, lalu mana yang benar? Kita dapat menginvestigasi permasalahan

kekeliruan pengakaran ini dengan menggunakan alat komputasi.

3.5. Kekeliruan Geometri-Pengukuran

Konversi Satuan Massa (1kg = 100ons)

Berikut disajikan masalah konversi satuan dari pengukuran massa yang dinilai sebagai

sebuah kekeliruan. Telah diketahui bahwa

4 kg = 40 ons

½ kg = 5 ons

Kalikan kedua persamaan tersebut, diperoleh (perkalian masing-masing ruas)

(4 × ½) kg = (40 × 5) ons

2 kg = 200 ons

Berarti 1 kg = 100 ons ?

Page 8: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Kekeliruan ini menarik untuk menjadi pemicu dalam pembelajaran matematika dengan

pendekatan konflik kognitif, di mana konversi satuan berikut perkalian ataupun faktornya

menjadi penting untuk dikuasai oleh siswa.

Kebenaran pengoperasian konsep konversi satuan ini dapat dilihat sebagai berikut:

4 kg = 40 ons

½ kg = 5 ons

Perkalikan kedua persamaan tersebut, memberikan hasil

(4 kg × ½ kg) = (40 ons × 5 ons)

(4 × ½) kg2 = (40 × 5) ons2

2 kg2 = 200 ons2

Berarti 1 kg2 = 100 ons2 ; setarakan satuan dalam ons atau kg

1 (10 ons)2 = 100 ons2

100 ons2 = 100 ons2

Kekeliruan konversi pengukuran yang ditampilkan di atas, berkenaan dengan operasi

aljabar 4 kg × ½ kg yang seharusnya dituliskan sebagai 2 kg2, kemudian dikonversikan

kedalam ons2 menjadi 1 kg2 = 100 ons2.

Luas Bangun Datar (64 = 65)

Diberikan bagun datar segitiga dan trapezium seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3Puzzle Segi Empat

Bangun-bangun tersebut disusun membentuk persegi dan persegi panjang berikut:

Gambar 4Susunan Puzzle Segi Empat

Page 9: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Luas persegi = 64 cm2 sedangkan luas persegi panjang = 65 cm2. Padahal keduanya tersusun

dari segitiga dan trapesium yang sama.

3.6. Kekeliruan Aljabar

Faktor Aljabar (2 = 1)

Hasil pemikiran yang keliru umumnya menjadi perhatian bagi murid-murid yang

belajar matematika (Sobel-Maletsky, 2002)

Andaikan x = y ; dikalikan x

x2 = xy ; dikurang y2

x2 – y2 = xy – y2 ; difaktorkan

(x – y)(x + y) = y(x – y) ; dibagi (x – y)*

(x + y) = y ; ganti x dengan y

2y = y ; dibagi y

2 = 1

Kesalahan yang dilakukan di sini adalah pembagian dengan (x – y)*, padahal x = y,

berarti kita telah melakukan pembagian dengan nol (tak terdefinisi).

Sistem Persamaan Linier 3 Variabel

Diberikan paket harga makanan sebagai berikut:

Tabel 2Daftar Harga Paket Makanan

Makanan Paket I Paket IIGorengan 7 10Teh manis 5 7Nasi uduk 3 4

Total Harga

Rp 30.000,- Rp 45.000,-

Tentukan harga yang harus dibayarkan apabila membeli masing-masing satu buah gorengan,

teh manis, dan nasi uduk.

Permasalahan ini dapat dimodelkan menjadi:

10 G + 7 T + 4 N = 45.000

7 G + 5 T + 3 N = 30.000

Nampak bahwa sistem persamaan linier tiga variabel yang tidak diketahui hanya dengan dua

persamaan. Jelas menurut aturannya SPLTV tidak dapat diselesaikan.

Page 10: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Untuk mencari harga G + T + N, kita cukup melakukan manipulasi pengali, yaitu

persamaan pertama dikali 3 sedangkan persamaan kedua dikali 2, sehingga didapat

21G + 15T + 9N = 90.000

20G + 14T + 8N = 90.000 –

G + T + N = 0 ; GRATIS

Akan ada yang mempersoalkan kenapa gratis? Itu mustahil. Ya namanya juga hiburan

matematika. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa berpikir secara keseluruhan terkadang

lebih baik dari pada berpikir parsial.

3.7. Kekeliruan Deret Takhingga

Deret ganti Tanda (0 = 1)

Diberikan deret ganti tanda jenis deret takhingga.

S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + …

Tugas kita sekarang adalah menghitung jumlah deret tersebut, dengan

mengelompokkannya dalam (1 – 1).

S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + … = (1 – 1) + (1 – 1) + (1 – 1) + … = 0 + 0 + 0 + 0 + … = 0

Pengelompokkan bentuk lain:

S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 +… = 1 – (1 – 1) – (1 – 1) – (1 – 1) … = 1 – 0 – 0 – 0 – … = 1

Deret Pangkat (-1 adalah Positif)

Deret takhingga berikut merupakan deret pangkat dengan bilangan pokok 2.

S2 = 1 + 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + … (*)

Dituliskan dengan notasi sigma, yaitu

S2=∑n=1

2n−1

Deret ini jelas memberikan hasil bilangan yang positif.

Deret (*) dapat kita ubah bentuknya seperti di bawah ini

S2 – 1 = 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + … (**)

Kalikan persamaan (*) dengan 2, diperoleh

2S2 = 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + … (***)

Dari (**) dan (***) didapat bahwa

2S2 = S2 – 1

S2 = -1

Page 11: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Hasilnya bilangan negatif, sedangkan jelas diketahui sebelumnya bahwa S2 merupakan

bilangan positif.

Kekeliruan ini terjadi karena kita melakukan suatu operasi hitung terhadap sesuatu

yang takhingga. Kita tidak dapat memprediksi ujung dari S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + …,

apakah -1 atau 1? Sehingga tidak dapat menentukan jumlahnya. Begitu pula deret S2, bahwa

2S2 ≠ S2 – 1, yang sesungguhnya deret S2 tidak dapat ditentukan jumlahnya, karena

merupakan deret takhingga dengan r > 1.

3.8. Kekeliruan Trigonometri (0 = 4)

Kita telah mengetahui salah satu identitas trigonometri, yaitu

sin2 x+sin2 x=1

Penemuan dan pembuktian rumus ini dapat menggunakan sistem koordinat kutub ataupun

teorema Pythagoras, untuk hal tersebut, dapat dilihat pada buku kalkulus ataupun buku-buku

trigonometri. Sekarang kita akan melakukan manipulasi aljabar untuk identitas tersebut.

sin2 x+cos2 x=1

sin2 x=1−cos2 x

sin x=√1−cos2 x

1+sin x=1+√1−cos2 x

(1+sin x )2=(1+√1−cos2 x)2

Pada bentuk yang terakhir ini, akan menjadi keliru jika kita mensubstitusikan nilai-

nilai sudut tertentu. Misalnya jika diambil nilai x = 270O, tentu dengan hasil cos 270O = 0 dan

sin 270O = -1; sehingga didapat solusi

(1−1 )2=(1+√1−0 )2

0=4

Untuk nilai x = 180O, maka cos 180O = -1 dan sin 180O = 0; yang memberikan hasil

(1+0 )2=(1+√1−(−1))2

1=(1+√2 )2

Jelas 0 ≠ 4 dan 1 ≠ (1+√2 )2. Padahal nilai x = {180O, 270O} akan memberikan

kesamaan yang benar jika disubstitusikan ke sin2 x+sin2 x=1.

Page 12: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

4. Kesimpulan

Matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan, dan hubungan. Pengenalan dan

penemuan pola membantu dalam membuat konjektur, generalisasi, dan pemecahan masalah

matematik. Beberapa pola dalam matematika terkadang menimbulkan kekeliruan

matematika, sehingga penalaran induktif tidak sepenuhnya bisa diterima sebagai kebenaran.

Pola dan kekeliruan matematik ini cocok untuk disajikan dalam mengawali ataupun

mengakhiri pebelajaran matematika di kelas, sehingga dapat merangsang berpikir siswa.

5. Daftar Rujukan

Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: Dirjen Manajemen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional.

Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar dalam PBM Matematika. Jakarta: Depdikbud.NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTMHill, Shirley A. Griffiths, Phillip A. and Bucy, J. Fred. (1989). Everybody Counts: A Report

to the Nation on the Future of Mathematics Education. NRC-Mathematical Sciences Education Board. Washington D.C.: National Academy Press.

Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang._______. (2003). Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Matematika. Malang:

Depdiknas-JICA-UM.Jones, Tim Glynee. (2007). The Book of Numbers. London: Arcturus.Posamentier, Alfred S. (2003). Math Wonders, to Inspirate Teachers and Students. Virginia

USA: ASCD.Riedesel, C. A., Schwartz, J. E., and Clements, D. H. (1996). Teaching Elementary School

Mathematics. Boston: Allyn & Bacon.Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi Dalam Pembelajaran

Matematika. Disajikan pada Diklat Instruktur Matematika SMP Jenjang Dasar, 10–23 Oktober (2004). Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika Jogjakarta.

Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Depdiknas-JICA-UPI.

Suherman, E. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Kompetensi Siswa. Makalah disajikan dalam acara Diklat Pembelajaran bagi Guru-guru Pengurus MGMP Matematika di LPMP Jawa Barat tanggal 10 Desember 2004: Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Pertemuan MGMP Matematika SMPN I Tasikmalaya. [12 Februari 2005].

____________. (2012). Bahan Belajar Proses Berpikir Matematik. Bandung: Program S2 Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi. [tidak diterbitkan].

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Page 13: Wahidin uhamka mathematical fallacies

Matematika Rekreasional

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.