wahidin uhamka mathematical fallacies
TRANSCRIPT
Matematika Rekreasional
POLA DAN KEKELIRUAN MATEMATIKA, TINJAUAN TERHADAP KEMAMPUAN
PENALARAN
Wahidin, M.Pd
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UHAMKAEmail: [email protected]
Abstrak. Matematika adalah ilmu tentang pola. Secara khusus ketika mempelajari matematika, maka kita mempelajari tentang pola, keteraturan, dan hubungan. Bahkan dalam pemecahan masalah matematik menjadi lebih mudah jika menggunakan ataupun menemukan pola. Menemukan pola merupakan salah satu indikator dari kemampuan penalaran matematik, sehingga mewarnai konstruksi bangunan matematika. Bahwa matematika itu tidak terpisahkan dengan penalaran itu sendiri. Mengikuti pola dalam matematika terkadang akan menimbulkan kekeliruan matematik atau paradoksal, oleh karena itu perlu hati-hati dengan pola, terutama yang mengarah kepada penalaran induktif. Banyak sekali pengerjaan matematika yang secara aljabar itu benar, namu pada hakikatnya mengandung kekeliruan yang fatal ataupun kesalahn konsep. Tulisan ini menyajikan berbagai kekeliruan matematik yang nampak benar dalam pola-pola tertentu ditinjau dari aspek kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik. Pola dan kekeliruan matematik ini cocok untuk disajikan dalam mengawali ataupun mengakhiri pemelajaran matematika di kelas, sehingga dapat merangsang berpikir siswa. Tulisan ini mengetengahkan pola dan kekeliruan matematik pada konsep pecahan, bilangan prima, barisan-deret takhingga, akar, pengukuran, dan trigonometri. Sedangkan kemampuan matematik yang dilibatkan adalah analogi, generalisasi, mencari pola, menyusun konjektur, and pembuktian.
Keywords: pola, kekeliruan matematik, penalaran matematik, pemecahan masalah matematik.
1. Pendahuluan
Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa, dan
menggejala baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA (Turmudi, 2008). Akan tetapi bagi
sebagian yang lain, penguasaan terhadap matematika menjadi sebuah kebanggaan,
kedigdayaan tersendiri.
Bisa dibayangkan kalau dunia tanpa matematika, dunia tanpa angka nol (bahwasannya
dunia digital dikonstruksi dengan deretan 101010101…). Kita akan banyak kehilangan
teknologi yang berbasis digital.
NCTM (2000), menetapkan standar-standar kemampuan matematik seperti pemecahan
masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi, sebagai tujuan
pembelajaran matematika yang harus dicapai oleh siswa. Semua kemampuan ini harus
Matematika Rekreasional
terintegrasi ke dalam standar isi pelajaran matematika, kemudian diharapkan melampaui
ulangan (ujian nasional) matematika yang sementara ini mengukur hasil belajar rutin.
Sumarmo (2005) mengatakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya
mengutamakan daya matematika siswa yang meliputi kemampuan menggali, menyusun
konjektur dan menalar secara logik, menyelesaikan soal yang tidak rutin, dan pemecahan
masalah.
Demikian pula dalam dokumen KTSP (Depdiknas, 2006) menetapkan tujuan
pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan: ... 2) Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; …
Hasil studi NAEP menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan ketika
dihadapkan pada permasalahan yang menuntut kemampuan penalaran maupun kemampuan
pemecahan masalah (Suherman dkk, 2003).
Survei yang dilakukan oleh JICA-IMSTEP pada tahun 1999 di Bandung, kegiatan
bermatematika yang dipandang sulit oleh siswa maupun guru matematika SMP adalah
justifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika,
menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara fakta-fakta yang
diberikan (Suryadi, 2005).
2. Kajian Teori
2.1. Hakikat Matematika
Matematika dalam bahasa Belanda disebut Wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan
dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu
konsep (pernyataan) sebagai akibat logis dari kebenaran konsep sebelumnya, sehingga kaitan
antara konsep dalam matematika bersifat konsisten (Depdiknas, 2006). Riedesel, Schwartz,
dan Clements (1996) menulis beberapa alasan kenapa matematika perlu diajarkan, di
antaranya yang bersesuaian dengan tulisan ini, bahwa matematika adalah suatu aktivitas
untuk menemukan dan mempelajari pola maupun hubungan, cara berpikir dan alat untuk
berpikir.
Secara etimologis, matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan
bernalar, ia lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran). Kemampuan
bernalar ini dapat dilihat dari cara memecahkan persoalan-persoalan matematika maupun
Matematika Rekreasional
persoalan-persoalan kehidupan (Suherman, dkk., 2003). Matematika merupakan
penggolongan dan penelaahan tentang pola (Hudoyo, 1990).
2.2. Penalaran Matematik
Shadiq (2004) memandang penalaran sebagai proses pencapaian kesimpulan logis
berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Berkaitan dengan tulisan ini, indikator penalaran
matematik (Sumarmo, 2005), di antaranya siswa dapat: ... 4) Mengunakan pola dan
hubungan untuk menganalisis situasi matematik, 5) Menyusun dan menguji konjektur, 6)
Merumuskan lawan contoh, ...
Depdiknas (2006) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematik
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui
penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.
Penalaran menjadi penting untuk memecahkan masalah kehidupan nyata. Secara garis besar
terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
2.3. Pola Matematika
Matematika adalah ilmu tentang pola (Sumarmo, 2012). Pola adalah sebuah susunan
yang mempunyai bentuk yang teratur dari bentuk yang satu ke bentuk berikutnya. Ia
mempertahankan keteraturan melalui pengulangan (repetisi). Bahwasannya suatu bentuk
yang sederhana jika diulang-ulang secara teratur maka akan membentuk suatu pola tertentu.
Untuk hal bilangan dalam matematika, jika disusun secara teratur menurut selisih ataupun
perbandingan, maka akan terbentuk pola bilangan.
Menurut Hudoyo (2003), objek penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi
lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Pada kesempatan yang
lain Hudoyo (1990) mengatakan bahwa, matematika sebagai teori logika deduktif yang
berkenaan dengan hubungan-hubungan yang bebas dari isi materialnya dengan hal-hal yang
ditelaah, penggolongan dan penelaahan tentang pola, berkenaan dengan ide abstrak yang
tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif.
The process of "doing" mathematics is far more than just calculation or deduction; it
involves observation of patterns, testing of conjectures, and estimation of results.
Mathematics is a science of pattern and order (Hill etall, 1989).
2.4. Kekeliruan Matematik
Matematika Rekreasional
Kekeliruan-kekeliruan dalam matematika pada berbagai buku dan tulisan terangkum
dalam istilah mathematical paradoxal atau mathematical fallacies. Dalam beberapa buku,
kekeliruan matematik juga terangkum dalam konsep Mathematical Recreational. Bahwa
keseriusan dan kekokohan abstraksi matematika perlu disajikan dengan hiburan-hiburan
(oleh guru), sehingga siswa merasakan keindahan matematika yang mereka pelajari. Dalam
pengerjaan matematik berkenaan dengan kekeliruan matematik ini, akan banyak
menggunakan hukum pencoretan.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Candamatika
Salah Nanya
2 + … = 5, berapa titik-titiknya? 3
3 + …. = 7, berapa titik-titiknya? 4
4 + .. = 5; berapa titik-titiknya? 2
3 + □ = 8, berapa kotaknya? 1
Salah Nyoret
Salah Paham
3.2. Kekeliruan Pecahan
Materi pecahan untuk siswa kelas VII SMP dapat disajikan dengan menunjukkan
hubungan-hubungan berikut:
1664
=14
;hapuskan saja 6
1995
=15
;hapuskan saja 9
2665
=25
;hapuskan saja6
Bisa jadi ada siswa yang akan memberlakukan pencoretan seperti di atas dan kemudian
mengklaim bahwa
Matematika Rekreasional
1223
=1223
=13
adalah benar yaitu dengan cara menghapuskan saja 2 (Posamentier, 2003).
3.3. Generalisasi yang Keliru
Sebuah generalisasi dapat dibuktikan ketidakbenarannya dengan menyajikan satu
contoh penyangkal. Perumusan lawan contoh sebagai penyangkal ini merupakan salah satu
indikator dari kemampuan penalaran matematik (Sumarmo, 2005). Prinsip pembuktian
dengan contoh penyangkal ini dapat dilihat pada proposisi berikut ini
x A p(x)
Penyangkal
a A -p(a)
Proposisi Bilangan Prima
Perhatikan proposisi
n N n(n + 1) + 41
[n(n + 1) + 41] merupakan bilangan prima untuk semua bilangan asli n (Hudoyo, 2003).
Kita investigasi data-data yang terbentuk untuk beberapa bilangan asli pertama.
n = 1 n(n + 1) + 41 = 1(1 + 1) + 41 = 43
n = 2 2(1 + 2) + 41 = 47
n = 3 3(1 + 3) + 41 = 53
n = 4 4(1 + 4) + 41 = 61
Berdasarkan data-data induktif di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa n(n + 1)
+ 41 adalah bilangan prima. Berikut disajikan hasil untuk semua nilai n ≤ 40
Tabel 1Nilai n(n + 1) + 41; n ≤ 40
n n(n + 1) + 41 n n(n + 1) + 41 n n(n + 1) + 41 n n(n + 1) + 411 43 11 173 21 503 31 10332 47 12 197 22 547 32 10973 53 13 223 23 593 33 11634 61 14 251 24 641 34 12315 71 15 281 25 691 35 13016 83 16 313 26 743 36 13737 97 17 347 27 797 37 14478 113 18 383 28 853 38 15239 131 19 421 29 911 39 160110 151 20 461 30 971 40 1681
Matematika Rekreasional
Ternyata untuk 1 ≤ n ≤ 39, memberikan nilai n(n + 1) + 41 yang merupakan bilangan
prima. Sedangkan untuk n = 40 diperoleh
n(n + 1) + 41 = 40(40 + 1) + 41
= 40(41) + 41
= (40 + 1)41
= 41 × 41
= 1681
yang merupakan bilangan kuadrat.
Apakah Bilangan Prima ?
Perhatikan pola penyusunan bilangan deretan 3 dan 1. Apakah bilangan 333 …
31 merupakan bilangan prima?
Sekarang kita observasi untuk n = 1, 2, 3 yang memberikan hasil
31 ; prima
331 ; prima
3331 ; prima
Dapatkah disimpulkan bahwa bilangan dengan deretan angka 3 yang diakhiri dengan
1 merupakan bilangan prima? Sehingga 333 … 31 merupakan bilangan prima.
Kita observasi lagi untuk n = 4, 5, 6, 7 dengan hasil
33331 ; prima
333331 ; prima
3333331 ; prima
33333331 ; prima
yang ternyata masih merupakan bilangan prima.
Akan tetapi, untuk n = 8, diperoleh 333333331 yang bukan merupakan
bilangan prima, karena terdapat 17 anggota bilangan asli, sedemikian sehingga
33333333117
=19607843
Matematika Rekreasional
Jadi bilangan 333 … 31 tidak dapat digeneralisir sebagai bilangan prima
(Jones, 2007).
3.4. Kekeliruan Pengakaran
Perkalian Bentuk Akar (-1 = 1)
Diketahui √a×b=√a ×√b. Juga diketahui bahwa (√ p )2=p. Berdasarkan rumusan
ini, kita akan menghitung hasil dari √−1×√−1.
Sebagian dari kita mungkin akan mengerjakannya dengan bentuk
√−1×√−1=√(−1)(−1)=√+1=1
Sebagian yang lain boleh jadi akan mengerjakannya dengan cara
√−1×√−1=(√−1 )2=−1
Penyederhanaan Bentuk Akar (-2 = 2)
√ (−8 )23=√( (−8 )2 )
13=√(64 )
13=(√64 )
13 =3√8=2
√ (−8 )23=√( (−8 )
13)2
=(−8 )13 =3√−8=−2
Tentu saja -2 ≠ 2, lalu mana yang benar? Kita dapat menginvestigasi permasalahan
kekeliruan pengakaran ini dengan menggunakan alat komputasi.
3.5. Kekeliruan Geometri-Pengukuran
Konversi Satuan Massa (1kg = 100ons)
Berikut disajikan masalah konversi satuan dari pengukuran massa yang dinilai sebagai
sebuah kekeliruan. Telah diketahui bahwa
4 kg = 40 ons
½ kg = 5 ons
Kalikan kedua persamaan tersebut, diperoleh (perkalian masing-masing ruas)
(4 × ½) kg = (40 × 5) ons
2 kg = 200 ons
Berarti 1 kg = 100 ons ?
Matematika Rekreasional
Kekeliruan ini menarik untuk menjadi pemicu dalam pembelajaran matematika dengan
pendekatan konflik kognitif, di mana konversi satuan berikut perkalian ataupun faktornya
menjadi penting untuk dikuasai oleh siswa.
Kebenaran pengoperasian konsep konversi satuan ini dapat dilihat sebagai berikut:
4 kg = 40 ons
½ kg = 5 ons
Perkalikan kedua persamaan tersebut, memberikan hasil
(4 kg × ½ kg) = (40 ons × 5 ons)
(4 × ½) kg2 = (40 × 5) ons2
2 kg2 = 200 ons2
Berarti 1 kg2 = 100 ons2 ; setarakan satuan dalam ons atau kg
1 (10 ons)2 = 100 ons2
100 ons2 = 100 ons2
Kekeliruan konversi pengukuran yang ditampilkan di atas, berkenaan dengan operasi
aljabar 4 kg × ½ kg yang seharusnya dituliskan sebagai 2 kg2, kemudian dikonversikan
kedalam ons2 menjadi 1 kg2 = 100 ons2.
Luas Bangun Datar (64 = 65)
Diberikan bagun datar segitiga dan trapezium seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3Puzzle Segi Empat
Bangun-bangun tersebut disusun membentuk persegi dan persegi panjang berikut:
Gambar 4Susunan Puzzle Segi Empat
Matematika Rekreasional
Luas persegi = 64 cm2 sedangkan luas persegi panjang = 65 cm2. Padahal keduanya tersusun
dari segitiga dan trapesium yang sama.
3.6. Kekeliruan Aljabar
Faktor Aljabar (2 = 1)
Hasil pemikiran yang keliru umumnya menjadi perhatian bagi murid-murid yang
belajar matematika (Sobel-Maletsky, 2002)
Andaikan x = y ; dikalikan x
x2 = xy ; dikurang y2
x2 – y2 = xy – y2 ; difaktorkan
(x – y)(x + y) = y(x – y) ; dibagi (x – y)*
(x + y) = y ; ganti x dengan y
2y = y ; dibagi y
2 = 1
Kesalahan yang dilakukan di sini adalah pembagian dengan (x – y)*, padahal x = y,
berarti kita telah melakukan pembagian dengan nol (tak terdefinisi).
Sistem Persamaan Linier 3 Variabel
Diberikan paket harga makanan sebagai berikut:
Tabel 2Daftar Harga Paket Makanan
Makanan Paket I Paket IIGorengan 7 10Teh manis 5 7Nasi uduk 3 4
Total Harga
Rp 30.000,- Rp 45.000,-
Tentukan harga yang harus dibayarkan apabila membeli masing-masing satu buah gorengan,
teh manis, dan nasi uduk.
Permasalahan ini dapat dimodelkan menjadi:
10 G + 7 T + 4 N = 45.000
7 G + 5 T + 3 N = 30.000
Nampak bahwa sistem persamaan linier tiga variabel yang tidak diketahui hanya dengan dua
persamaan. Jelas menurut aturannya SPLTV tidak dapat diselesaikan.
Matematika Rekreasional
Untuk mencari harga G + T + N, kita cukup melakukan manipulasi pengali, yaitu
persamaan pertama dikali 3 sedangkan persamaan kedua dikali 2, sehingga didapat
21G + 15T + 9N = 90.000
20G + 14T + 8N = 90.000 –
G + T + N = 0 ; GRATIS
Akan ada yang mempersoalkan kenapa gratis? Itu mustahil. Ya namanya juga hiburan
matematika. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa berpikir secara keseluruhan terkadang
lebih baik dari pada berpikir parsial.
3.7. Kekeliruan Deret Takhingga
Deret ganti Tanda (0 = 1)
Diberikan deret ganti tanda jenis deret takhingga.
S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + …
Tugas kita sekarang adalah menghitung jumlah deret tersebut, dengan
mengelompokkannya dalam (1 – 1).
S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + … = (1 – 1) + (1 – 1) + (1 – 1) + … = 0 + 0 + 0 + 0 + … = 0
Pengelompokkan bentuk lain:
S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 +… = 1 – (1 – 1) – (1 – 1) – (1 – 1) … = 1 – 0 – 0 – 0 – … = 1
Deret Pangkat (-1 adalah Positif)
Deret takhingga berikut merupakan deret pangkat dengan bilangan pokok 2.
S2 = 1 + 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + … (*)
Dituliskan dengan notasi sigma, yaitu
S2=∑n=1
∞
2n−1
Deret ini jelas memberikan hasil bilangan yang positif.
Deret (*) dapat kita ubah bentuknya seperti di bawah ini
S2 – 1 = 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + … (**)
Kalikan persamaan (*) dengan 2, diperoleh
2S2 = 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + … (***)
Dari (**) dan (***) didapat bahwa
2S2 = S2 – 1
S2 = -1
Matematika Rekreasional
Hasilnya bilangan negatif, sedangkan jelas diketahui sebelumnya bahwa S2 merupakan
bilangan positif.
Kekeliruan ini terjadi karena kita melakukan suatu operasi hitung terhadap sesuatu
yang takhingga. Kita tidak dapat memprediksi ujung dari S1 = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + …,
apakah -1 atau 1? Sehingga tidak dapat menentukan jumlahnya. Begitu pula deret S2, bahwa
2S2 ≠ S2 – 1, yang sesungguhnya deret S2 tidak dapat ditentukan jumlahnya, karena
merupakan deret takhingga dengan r > 1.
3.8. Kekeliruan Trigonometri (0 = 4)
Kita telah mengetahui salah satu identitas trigonometri, yaitu
sin2 x+sin2 x=1
Penemuan dan pembuktian rumus ini dapat menggunakan sistem koordinat kutub ataupun
teorema Pythagoras, untuk hal tersebut, dapat dilihat pada buku kalkulus ataupun buku-buku
trigonometri. Sekarang kita akan melakukan manipulasi aljabar untuk identitas tersebut.
sin2 x+cos2 x=1
sin2 x=1−cos2 x
sin x=√1−cos2 x
1+sin x=1+√1−cos2 x
(1+sin x )2=(1+√1−cos2 x)2
Pada bentuk yang terakhir ini, akan menjadi keliru jika kita mensubstitusikan nilai-
nilai sudut tertentu. Misalnya jika diambil nilai x = 270O, tentu dengan hasil cos 270O = 0 dan
sin 270O = -1; sehingga didapat solusi
(1−1 )2=(1+√1−0 )2
0=4
Untuk nilai x = 180O, maka cos 180O = -1 dan sin 180O = 0; yang memberikan hasil
(1+0 )2=(1+√1−(−1))2
1=(1+√2 )2
Jelas 0 ≠ 4 dan 1 ≠ (1+√2 )2. Padahal nilai x = {180O, 270O} akan memberikan
kesamaan yang benar jika disubstitusikan ke sin2 x+sin2 x=1.
Matematika Rekreasional
4. Kesimpulan
Matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan, dan hubungan. Pengenalan dan
penemuan pola membantu dalam membuat konjektur, generalisasi, dan pemecahan masalah
matematik. Beberapa pola dalam matematika terkadang menimbulkan kekeliruan
matematika, sehingga penalaran induktif tidak sepenuhnya bisa diterima sebagai kebenaran.
Pola dan kekeliruan matematik ini cocok untuk disajikan dalam mengawali ataupun
mengakhiri pebelajaran matematika di kelas, sehingga dapat merangsang berpikir siswa.
5. Daftar Rujukan
Depdiknas. (2006). Kurikulum 2006 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: Dirjen Manajemen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional.
Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar dalam PBM Matematika. Jakarta: Depdikbud.NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTMHill, Shirley A. Griffiths, Phillip A. and Bucy, J. Fred. (1989). Everybody Counts: A Report
to the Nation on the Future of Mathematics Education. NRC-Mathematical Sciences Education Board. Washington D.C.: National Academy Press.
Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang._______. (2003). Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Matematika. Malang:
Depdiknas-JICA-UM.Jones, Tim Glynee. (2007). The Book of Numbers. London: Arcturus.Posamentier, Alfred S. (2003). Math Wonders, to Inspirate Teachers and Students. Virginia
USA: ASCD.Riedesel, C. A., Schwartz, J. E., and Clements, D. H. (1996). Teaching Elementary School
Mathematics. Boston: Allyn & Bacon.Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah, dan Komunikasi Dalam Pembelajaran
Matematika. Disajikan pada Diklat Instruktur Matematika SMP Jenjang Dasar, 10–23 Oktober (2004). Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika Jogjakarta.
Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Depdiknas-JICA-UPI.
Suherman, E. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Kompetensi Siswa. Makalah disajikan dalam acara Diklat Pembelajaran bagi Guru-guru Pengurus MGMP Matematika di LPMP Jawa Barat tanggal 10 Desember 2004: Tidak Diterbitkan.
Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Pertemuan MGMP Matematika SMPN I Tasikmalaya. [12 Februari 2005].
____________. (2012). Bahan Belajar Proses Berpikir Matematik. Bandung: Program S2 Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi. [tidak diterbitkan].
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Matematika Rekreasional
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.