documentwa

6
Epidemiologi Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi tersier). Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi, yang berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi antibiotik yang adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif sedang pada anak-anak dan orang dewasa (PS, Roland dan Ear, Middle., 2009 ). Gejala klinis Gejala klinis dari granuloma kolesterol antara lain gangguan pendengaran unilateral, tinnitus, facial twitching, vertigo, dan facial numbness (Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2008). Diagnosis Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop, ditemukan membran tympani berwarna kebiruan atau terdapat bayangan kecoklatan di belakangnya. Pemeriksaan pencitraan (MRI , CT) dapat membantu membedakan granuloma kolesterol dengan lesi lainnya, khususnya dengan kolesteatoma. Audiogram digunakan untuk mengevaluasi gangguan pendengaran (Waizel, S. 2009). Presentasi Klinis

Upload: wulan-azmi

Post on 13-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

fisiologi

TRANSCRIPT

Epidemiologi

Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan indikasi yang relatif sering pada pembedahan otologi (kira-kira setiap minggu di praktek otologi tersier). Kematian akibat komplikasi intrakranial dari kolesteatoma sekarang jarang terjadi, yang berkaitan dengan diagnosis dini, intervensi bedah tepat waktu, dan terapi antibiotik yang adekuat. Akan tetapi kolesteatomas tetap menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif sedang pada anak-anak dan orang dewasa (PS, Roland dan Ear, Middle., 2009 ).Gejala klinis

Gejala klinis dari granuloma kolesterol antara lain gangguan pendengaran unilateral, tinnitus, facial twitching, vertigo, dan facial numbness (Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2008). Diagnosis

Pada pemeriksaan telinga dengan otoskop, ditemukan membran tympani berwarna kebiruan atau terdapat bayangan kecoklatan di belakangnya. Pemeriksaan pencitraan (MRI , CT) dapat membantu membedakan granuloma kolesterol dengan lesi lainnya, khususnya dengan kolesteatoma. Audiogram digunakan untuk mengevaluasi gangguan pendengaran (Waizel, S. 2009).Presentasi Klinis

Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif (Makishima T dan Hauptman G, 2013).

Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat(Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2008).

Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan komplikasi yang lebih serius (Waizel, S. 2009). Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus. Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada membran tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital, kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi pada membran tympani (Makishima T dan Hauptman G, 2013).

Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau kuadaran posterior (Makishima T dan Hauptman G, 2013).

Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu : trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau meningitis(PS, Roland dan Ear, Middle., 2009 ).Pemeriksaan Pencitraan

CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.7 Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus tulang-tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah sebagai berikut (Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2008):a. erosi skutum

b. fistula labirin

c. cacat di tegmen

d. keterlibatan tulang-tulang pendengaran

e. erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas

f. anomali atau invasi dari saluran tuba

Gambar . CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatomaMRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkiraka dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut(Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2008) :a. keterlibatan atau invasi dural

b. abses epidural atau subdural

c. Herniasi otak ke rongga mastoid

d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis

e. trombosis sinus sigmoidDaftar pustaka

1. Roland, PS. Middle Ear. 2009. Cholesteatoma. Emedicine. (akses 13 April 2015). 2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2008.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

3. Waizel, S. 2009. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. (akses 13 April 2015).4. Makishima T, Hauptman G. 2013.Cholesteatoma. University of Texas Medical Branch Department of Otolaryngology. (akses 13 April 2015).