uu tambang timah

3
Larangan Ekspor Mineral Mentah Ditunda ke 2017, Pemerintah Langgar UU Minerba Di bagian penjelasannya disebutkan : "Kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam mengeri dimaksudkan, antara lain, untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara." Sungguh tujuan yang mulia. Tetapi apakah tujuan ini sudah diimplementasikan? UU ini memberikan tenggat waktu sampai 12 Januari 2014 kepada para penambang untuk menjalankan kewajiban ini. Itu artinya, dua bulan lagi amanat ini harus sudah dijalankan. Sudah siapkah perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia mengimplementasikan amanat mulia ini? Sejauh ini mayoritas perusahaan-perusahaan tambang baru merencanakan pembangunan smelter. Ada juga yang sudah dalam tahap konstruksi. Tapi yang pasti, smelter mereka belum bisa beroperasi penuh pada tahun 2014. Lantas pemerintah pun "berbaik hati" kepada para perusahaan tambang. Saat ini, melalui kantor Menteri KOordinator Perekonomian, pemerintah sedang mempersiakan sebuah peraturan pemerintah yang intinya memberikan dispensasi kepada perusahaan tambang untuk "melanggar" UU NO 4 Tahun 2009. Artinya, mereka masih boleh mengekspor mineral mentah (biji mineral) pada tahun 2014. Informasinya, dispensasi ini berlaku hingga 2017 mendatang. Dispensasi diberikan kepada perusahaan yang sudah melakukan studi kelayakan pembangunan smelter paling lambat Desember 2013 ini. Untuk perusahaan yang tidak memiliki rencana pembangunan smelter, ekspor masih bisa dilakukan bila sudah meneken nota kesepahaman dengan jual beli biji mineral dengan perusahaan yang membangun smelter. Secara pribadi saya sangat tidak setuju dengan dispensasi semacam ini. Apalagi masa jedah yang diberikan UU cukup lama yaitu lima tahun. Ke mana saja perusahaan-perusahaan tambang itu selama lima tahun ini? Jangan-jangan mereka mengisi masa jedah lima tahun ini dengan jor-joran

Upload: febrian-adhitya-rachman

Post on 25-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Larangan Ekspor Mineral Mentah Ditunda ke 2017, Pemerintah Langgar UU Minerba

Di bagian penjelasannya disebutkan : "Kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam mengeri dimaksudkan, antara lain, untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk, tersedianya bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara."

Sungguh tujuan yang mulia. Tetapi apakah tujuan ini sudah diimplementasikan?

UU ini memberikan tenggat waktu sampai 12 Januari 2014 kepada para penambang untuk menjalankan kewajiban ini. Itu artinya, dua bulan lagi amanat ini harus sudah dijalankan.

Sudah siapkah perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia mengimplementasikan amanat mulia ini?

Sejauh ini mayoritas perusahaan-perusahaan tambang baru merencanakan pembangunan smelter. Ada juga yang sudah dalam tahap konstruksi. Tapi yang pasti, smelter mereka belum bisa beroperasi penuh pada tahun 2014.

Lantas pemerintah pun "berbaik hati" kepada para perusahaan tambang. Saat ini, melalui kantor Menteri KOordinator Perekonomian, pemerintah sedang mempersiakan sebuah peraturan pemerintah yang intinya memberikan dispensasi kepada perusahaan tambang untuk "melanggar" UU NO 4 Tahun 2009.

Artinya, mereka masih boleh mengekspor mineral mentah (biji mineral) pada tahun 2014. Informasinya, dispensasi ini berlaku hingga 2017 mendatang.

Dispensasi diberikan kepada perusahaan yang sudah melakukan studi kelayakan pembangunan smelter paling lambat Desember 2013 ini. Untuk perusahaan yang tidak memiliki rencana pembangunan smelter, ekspor masih bisa dilakukan bila sudah meneken nota kesepahaman dengan jual beli biji mineral dengan perusahaan yang membangun smelter.

Secara pribadi saya sangat tidak setuju dengan dispensasi semacam ini. Apalagi masa jedah yang diberikan UU cukup lama yaitu lima tahun. Ke mana saja perusahaan-perusahaan tambang itu selama lima tahun ini? Jangan-jangan mereka mengisi masa jedah lima tahun ini dengan jor-joran mengekspor mineral mentah?

Lalu, apa pula kerja pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM) selama lima tahun ini? Sepengamatan saya, pemerintah baru serius mensosialisasikan kewajiban hilirisasi ini pada tahun 2012 lalu. Ini ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM No 7 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral.

Dalam catatan saya berdasarakan keterangan pejabat Kementerian ESDM, Peraturan yang diteken Menteri ESDM Jero Wacik pada 6 Februari 2012 ini diterbitkan karena beberapa alasanya :

Pertama, UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara mengamanatkan agar ada komoditas pertambangan wajib diolah di dalam negeri sebelum diekspor. UU ini memberikan pengecualian kepada perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk menjalankan kewajiban tersebut paling labat tahun 2014 nanti.Sedangkan untuk perusahaan pegemang IUP operasi produksi dan Izin Pertambangan Rakyat wajib menjalankan kewajiban tersebut sejak diterbitkan UU ini. Namun, meski sudah sekitar tiga tahun (tahun 2012 lalu) UU Minerba berlaku, tetapi kegiatan pengolahan dan permuniran di dalam negeri belum menunjukan peningkatan signifikan, malah sebaliknya kegiatan ekspor bahan mentah (raw material) pertambangan mineral terus menunjukan peningkatan.

Data Direktoran Jenderal Mineral dan Batubara mengungkapkan ada sejumlah komoditas mineral yang saat ini sama sekali belum memiliki smleter di dalam negeri sehingga sebagian besar produksinya diekspor. Misalnya, biji nikel. Tahun 2011 lalu total produksinya mencapai 32,9 juta ton. Dari jumlah tersebut yang diekspor mencapai 32,6 juta ton.

Demikian juga bauksit. Produksi tahun 2011 mencapai 40,7 juta ton. Dari jumlah tersebut total ekspor mencapai 39,7 juta ton sedang yang diolah di dalam negeri hanya 0,03 juta ton.

Alasanya kedua, karena sejak tahun 2009, ada tren produksi mineral dilakukan secara masif. Mangan misalnya, produksinya meningkat delapan kali lipat sejak 2008, tembaga bahkan 11 kali lipat dari 2008 ke tahun 2011.

Tetapi terbitnya Permen No 7 Tahun 2012 ini memicu penolakan dari sejumlah perusahaan tambang yang tergabung dalam asosiasi perusahaan tambang mineral. Pemerintah pun ciut nyalinya. Maka belum sempat diterapakan, Permen No 7 tahun 2012 itu pun direvisi lagi dengan Permen No 11 tahun 2012. Isinya, pemagang IUP operasi produksi masih boleh melalukan ekspor mineral dengan sejumlah catatan yaitu:

Pertama menandatangai pakta integritas untuk mengembangkan hilirisasi melaui pembangunan smelter dalam rangka peningkatan nilai tambah.

Kedua, ada kewajiban-kewajiban untuk menjaga lingkungan dan hal-hal yang berkaitan dengan tata niaga.

Ketiga, IUP dari perusahaan-perusahaan tambang harus sudah dinyatakan clear and clean (CNC).

Apabila semua persyaratan terpenuhi, perusahaan tambang mineral tetap boleh melakukan ekspor sampai tahun 2014 asal membayar bea keluar.

Tahun 2013, karena alasan kinerja ekspor Indonesia melemah, pemerintah lantas merelaksasi ekspor mineral yang sudah diketatkan sejak 2012 lalu.

Dan kini, ketika 2014 sudah di depan mata, lagi-lagi pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian mempermainkan peraturan.

Berdasarakan keteraangan Amir Sambodo, sataf ahli kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, seperti dilansi Harian KONTAN, 18 November 2013, pemerintah sekarang sedang menyiapkan aturan baru terkait larangan ekspor mineral.

Aturan ini nantinya tetap memberikan izin ekspor kepada sejumlah perusahaan tambang mineral pada tahun 2014 nanti hingga 2017 dengan sejumlah persyaratan seperti yang sudah penulis kemukakan seblumnya.

Menurut Amir Sambodo pemerintah akan meminta persetujuan DPR terkait penundaan larangan ekspor mineral ini. Apakah DPR akan ikut "mempermainakan" UU minerba yang telah mereka godok lima tahun lalu? Kita tunggu saja kelanjutan ceritanya.