djadja subardja, antonius kasno dan erna...

14
369 Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah untuk Pertanian di Bangka Belitung 1 Djadja Subardja, 2 Antonius Kasno dan 1 Erna Suryani 1 Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. E-mail: [email protected] 2 Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114 Abstrak. Lahan terdegradasi dan terlantar berupa lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung diperkirakan lebih dari 200.000 ha dan terus bertambah. Saat ini kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan dan mengancam ketahanan pangan. Usaha penambangan timah legal dan atau ilegal yang dilakukan oleh masyarakat bila tidak dikendalikan secara ketat akan mempercepat kerusakan lahan dan lingkungan, secara luas akan mengancam keberlangsungan pembangunan pertanian di daerah tersebut. Rehabilitasi lahan pada lahan bekas tambang timah yang dikelola oleh perusahaan besar (PT. Timah, PT. Koba Tin) pada awalnya telah dilakukan dengan baik, namun saat ini sebagian besar lahan tersebut telah dirusak dan ditambang kembali secara ilegal oleh masyarakat setempat karena alasan ekonomi, tidak memperoleh manfaat langsung, serta kurangnyda pengawasan dan ketegasan hukum. Perubahan paradigma dalam merehabilitasi lahan terdegradasi adalah pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang produktif. Pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah dan Belitung dapat dijadikan contoh yang perlu di kembangkan sebagai model inovasi teknologi pemulihan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang memberikan dampak nyata terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kata kunci: Teknologi, pemulihan lahan, lahan bekas tambang timah, pertanian Abstract. Degraded and abandoned land as ex tin mining in Bangka Belitung Islands is estimated more than 200,000 ha, and will continue to increase. Currently, condition of ex tin mining is very worrying and threatening food security. The legal tin mining or illegal tin mining gradually accelerate destruction of land and surrounding environment if not strictly controlled, widely would threaten the sustainability of agricultural development in the area. Rehabilitation land on ex tin mining that managed by big companies (PT Timah, PT. Koba Tin) initially has well done , but in the present most of land has been destroyed and illegally mined again by local communities for economic reasons, , as well as the lack of oversight and rigor of law. The changing paradigm on rehabilitation degraded land is using formerly tin mining land to develop productive agriculture. The creating of new paddy field and its management on formerly tin mining in Central Bangka and Belitung can be an example as model of technological innovation restoration of formerly tin mining land for sustainable agriculture. Keyword:Technology, land restoration, ex tin mining land, agriculture 33

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 369

    Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah untuk Pertanian di Bangka Belitung

    1Djadja Subardja, 2Antonius Kasno dan 1Erna Suryani 1Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara

    Pelajar No. 12, Bogor 16114. E-mail: [email protected]

    2Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor

    16114

    Abstrak. Lahan terdegradasi dan terlantar berupa lahan bekas tambang timah di Bangka

    Belitung diperkirakan lebih dari 200.000 ha dan terus bertambah. Saat ini kondisinya

    sudah sangat mengkhawatirkan dan mengancam ketahanan pangan. Usaha penambangan

    timah legal dan atau ilegal yang dilakukan oleh masyarakat bila tidak dikendalikan secara

    ketat akan mempercepat kerusakan lahan dan lingkungan, secara luas akan mengancam

    keberlangsungan pembangunan pertanian di daerah tersebut. Rehabilitasi lahan pada lahan

    bekas tambang timah yang dikelola oleh perusahaan besar (PT. Timah, PT. Koba Tin)

    pada awalnya telah dilakukan dengan baik, namun saat ini sebagian besar lahan tersebut

    telah dirusak dan ditambang kembali secara ilegal oleh masyarakat setempat karena alasan

    ekonomi, tidak memperoleh manfaat langsung, serta kurangnyda pengawasan dan

    ketegasan hukum. Perubahan paradigma dalam merehabilitasi lahan terdegradasi adalah

    pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang produktif.

    Pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah

    dan Belitung dapat dijadikan contoh yang perlu di kembangkan sebagai model inovasi

    teknologi pemulihan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang memberikan

    dampak nyata terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan kesejahteraan masyarakat

    secara berkelanjutan.

    Kata kunci: Teknologi, pemulihan lahan, lahan bekas tambang timah, pertanian

    Abstract. Degraded and abandoned land as ex tin mining in Bangka Belitung Islands is

    estimated more than 200,000 ha, and will continue to increase. Currently, condition of ex

    tin mining is very worrying and threatening food security. The legal tin mining or illegal

    tin mining gradually accelerate destruction of land and surrounding environment if not

    strictly controlled, widely would threaten the sustainability of agricultural development in

    the area. Rehabilitation land on ex tin mining that managed by big companies (PT Timah,

    PT. Koba Tin) initially has well done , but in the present most of land has been destroyed

    and illegally mined again by local communities for economic reasons, , as well as the lack

    of oversight and rigor of law. The changing paradigm on rehabilitation degraded land is

    using formerly tin mining land to develop productive agriculture. The creating of new

    paddy field and its management on formerly tin mining in Central Bangka and Belitung

    can be an example as model of technological innovation restoration of formerly tin

    mining land for sustainable agriculture.

    Keyword:Technology, land restoration, ex tin mining land, agriculture

    33

    mailto:[email protected]

  • Djadja Subardja et al.

    370

    PENDAHULUAN

    Lahan-lahan terlantar dan terdegradasi berat bekas tambang timah di Kepulauan Bangka

    Belitung cukup luas. Menurut Pemerintah Daerah Kepulauan Bangka Belitung (2010) luas

    total kuasa penambangan timah di Pulau Bangka mencapai 374 ribu ha atau 35% dari total

    luasan daratan Pulau Bangka yang sebagian besar dimiliki oleh PT Timah dan PT

    Kobatin, sisanya merupakan milik perusahaan swasta dan rakyat. Lahan-lahan bekas

    tambang timah juga terdapat di P. Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Menurut Ai

    Dariah et al. (2010), luas areal penambangan yang telah diberi izin eksploitasi secara

    nasional sampai tahun 2009 mencapai 2,2 juta ha. Lahan-lahan bekas tambang tersebut

    sebagian besar belum atau tidak direklamasi dan dibiarkan terlantar, atau pernah

    direklamasi namun ditambang kembali secara ilegal oleh masyarakat setempat. Kegiatan

    reklamasi dan revegetasi mampu memulihkan dan merubah lahan-lahan tersebut menjadi

    lahan pertanian produktif melalui perbaikan kualitas lahan.

    Aktivitas penambangan timah menyebabkan hilangnya biodiversiti flora dan fauna

    alami, terhentinya kegiatan mikrobiologi tanah dan menurunnya kualitas dan

    produktivitas tanah (Adewole dan Adesina, 2011). Akibat lain yang ditinggalkan pasca

    kegiatan penambangan adalah terjadinya perubahan drastis pada sifat fisik dan kimia

    tanah. Tailing timah bersifat sangat porous, tekstur kasar (pasir) dengan kapasitas

    memegang air rendah serta kapasitas tukar kation tergolong sangat rendah (Sujitno, 2007).

    Dalam rangka pemulihan lahan bekas tambang timah tersebut, Badan Litbang

    Pertanian telah melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pencetakan lahan

    sawah pada lahan bekas tambang timah di Kabupaten Bangka Tengah dan Belitung,

    Kepulauan Bangka Belitung. Menurut Subardja et al. (2010) teknologi pencetakan sawah

    spesifik lokasi harus disesuaikan dengan kondisi lapang, sebagai contoh kasus di Perlang,

    Bangka Tengah, lahan sawah dirancang berteras-teras dengan ukuran petak sawah

    bervariasi mengikuti kelerengan lahan. Tingkat kesuburan tanah bekas tambang umumnya

    sangat rendah, ditunjukkan oleh pH tanah sangat masam sampai masam, kadar C-organik,

    hara N, P, K, KTK dan kejenuhan basa sangat rendah. Kadar besi bekas dan kejenuhan Al

    cukup tinggi yang berpotensi meracuni tanaman. Oleh karena itu pada pencetakan lahan

    sawah diperlukan input tinggi untuk memulihkan dan memperbaiki kualitas lahan menjadi

    lahan-lahan pertanian produktif.

    Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari karakteristik lahan dan menetapkan

    teknologi pemulihan lahan bekas tambang timah menjadi lahan pertanian produktif dan

    berkelanjutan di Bangka Belitung.

  • Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah

    371

    METODOLOGI PENELITIAN

    Bahan-bahan penelitian diperoleh dari hasil kegiatan survei identifikasi dan karakterisasi

    lahan pada areal-areal kuasa penambangan PT. Timah dan PT. Koba Tin di Bangka

    Belitung (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2009), penelitian dan

    pengembangan teknologi pencetakan sawah di lahan bekas tambang timah di Perlang,

    Bangka Tengah (Subardja et al. 2010) serta penelitian keragaan beberapa varietas padi

    dan pengelolaan lahan, hara dan air untuk tanaman padi dan jagung pada lahan sawah

    bekas tambang (Asmarhansyah et al. 2010).

    Beberapa profil tanah asli dan profil tanah bekas tambang dideskripsi, diambil

    contoh tanah dan dianalisis sifat fisik, kimia dan mineraloginya. Deskripsi profil tanah

    mengacu pada Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990). Analisis tanah

    dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah. Data dari kedua kondisi tanah

    dibandingkan dan dipelajari tentang kerusakan tanah akibat penambangan berdasarkan

    penurunan sifat-sifat tanahnya, terutama tekstur, bahan organik, status hara tanah,

    kemasaman tanah, KB dan KTK tanah. Upaya pemulihan lahan lebih didekati dari inovasi

    teknologi yang diterapkan kepada lahan bekas tambang (terdegradasi) tersebut agar

    kembali kepada kondisi aslinya, minimal sama atau lebih baik untuk peningkatan

    produktivitas lahan secara berkelanjutan. Inovasi teknologi pemulihan lahan diterapkan

    pada pencetakan sawah bekas tambang di Perlang, Bangka Tengah dan Cerucuk, Belitung.

    Keberhasilan teknologi pemulihan lahan dapat ditunjukkan oleh adanya perbaikan kualitas

    lahan dan produktivitas tanaman (Asmarhansyah et al. 2010).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik iklim

    Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh tipe iklim basah dengan pola hujan ganda

    IIIC, tipe iklim ini memiliki curah hujan tahunan 2000-3000 mm, lamanya bulan kering

    (curah hujan 75%. Kondisi iklim seperti ini

    sangat mendukung pengembangan pertanian, baik untuk komoditas pangan maupun

    perkebunan (Subardja dan Subandiono, 2011).

  • Djadja Subardja et al.

    372

    Karakteristik Tanah

    Karakteristik tanah asli

    Tanah asli (bukan bekas tambang) yang dominan di Bangka Belitung terbentuk dari

    batuan volkan dan sedimen masam berumur tua (tersier) yang tersusun terutama atas

    batuan granit, batupasir dan batuliat pada dataran tektonik datar sampai bergelombang,

    menghasilkan tanah-tanah masam yang terlapuk lanjut. Menurut Taksonomi Tanah (Soil

    Survey Staff, 2010) tanah diklasifikasikan sebagai Hapludox dan atau Kandiudox.

    Soepraptohardjo (1961) mengklasifikasikannya sebagai Podsolik Merah Kuning.

    Beberapa karakteristik fisika, kimia dan mineral pasir dari Hapludox disajikan pada

    (Tabel 1 dan 2).

    Tanah umumnya memiliki kedalaman efektif dalam (solum tebal >100 cm),

    berwarna coklat kekuningan sampai merah kekuningan, struktur gumpal halus, gembur,

    tekstur lempung liat berpasir sampai liat berpasir, drainase baik, pori aerasi sedang sampai

    tinggi, permeabilitas cepat. Air mudah hilang meresap ke lapisan bawah sehingga tanah

    dan tanaman, terutama tanaman pangan mudah kekeringan bila tidak turun hujan dalam

    beberapa hari. Komposisi mineral pasir didominasi oleh kuarsa (>95%) yang resisten

    terhadap pelapukan dan sangat sedikit sekali atau tidak ada lagi mineral mudah lapuk

    sebagai sumber cadangan hara. Kesuburan tanah sangat rendah, reaksi tanah masam

    sampai sangat masam, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kadar hara (N, P,

    K) dan kation-kation basa Ca, Mg serta KTK dan KB sangat rendah. Sedangkan

    kejenuhan aluminium tergolong tinggi (>60%) yang dapat meracuni tanaman tertentu.

    Kondisi tanah tersebut mengindikasikan bahwa tingkat produktivitas tanah sangat

    ditentukan oleh input produksi (pupuk) yang akan diberikan, tanpa pemberian input maka

    produktivitas tanah dan produksi pertanian akan rendah. Perbaikan kesuburan tanah

    melalui pemupukan (organik dan anorganik) mutlak diperlukan untuk memperoleh

    produktivitas yang optimal.

    Tabel 1. Sifat fisik dan komposisi mineral pasir Hapludox (Podsolik Merah Kuning) di

    Bangka Belitung

    Profil Kedalaman

    (cm)

    BD

    (g.cc-1)

    Pori

    aerasi

    (%)

    Air

    tersedia

    (%)

    Permeabilitas

    (cm.jam-1)

    Kuarsa

    (%)

    DS3/I 0-19 0,89 30,41 15,14 27,14 99

    DS3/II 19-51 1,05 16,64 9,33 17,38 97

    DS3/III 51-103 - - - - 98

  • Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah

    373

    Tabel 2. Sifat kimia Hapludox (Podsolik Merah Kuning) di Bangka Belitung

    Profil Kedalm

    (cm)

    Liat

    (%)

    pH C

    (%)

    N

    (%)

    P-tot

    (mg)

    K-tot

    (mg)

    KTK

    (cmol.kg-1)

    KTKliat

    (cmol.kg-1)

    KB

    (%)

    K-Al

    (%)

    DS3/I 0-19 30 4,7 2,79 0,19 7 2 6,34 21 17 64

    DS3/II 19-51 32 4,7 0,69 0,05 2 1 2,81 9 16 54

    DS3/III 51-103 40 4,6 0,35 0,03 2 2 1,78 4 19 58

    DS3/IV 103-140 38 4,5 0,25 0,02 3 2 1,81 5 24 53

    KARAKTERISTIK TANAH BEKAS TAMBANG TIMAH

    Sifat fisik tanah

    Lahan bekas tambang timah mempunyai permukaan yang tidak teratur, berlubang-lubang

    besar dan seringkali diisi oleh air hujan atau air dalam tanah (kolong). Lahan bekas

    tambang timah, meski sudah direklamasi sering menyisakan berbagai kendala untuk

    pertanian. Hasil penelitian Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1996)

    menunjukkan bahwa kerusakan lahan yang paling parah adalah berubahnya tekstur dan

    bahan organik tanah, sehingga tekstur tanah ditetapkan sebagai indikator penilai tingkat

    kerusakan lahan. Tanah dinyatakan rusak apabila tekstur berubah menjadi pasir (sand),

    yaitu tersusun dari fraksi pasir ≥ 80%, fraksi liat ≤ 10% dan kandungan bahan organik <

    1%. Perubahan tekstur merupakan kerusakan yang bersifat permanen sehingga diperlukan

    rehabilitasi tanah. Untuk memperbaiki tekstur tidak cukup hanya dengan penambahan

    bahan organik, tetapi harus ditambahkan bahan tanah mineral berkadar liat > 30%.

    Tabel 3 menyajikan sifat fisik tanah calon lokasi sawah. Terlihat bahwa lokasi

    Perlang mempunyai tekstur kasar rata-rata mengandung > 75% fraksi pasir, 15% debu dan

    60% pasir,

    21% debu dan

  • Djadja Subardja et al.

    374

    Tabel 3. Berat isi tanah dan laju permeabilitas tanah di lokasi calon sawah

    Kedalaman Perlang Bangka Tengah Cerucuk Belitung

    Berat isi Permeabilitas Berat isi Permeabilitas

    (cm) (g.cc-1) (cm.jam-1) (g.cc-1) (cm.jam-1)

    0-10 1,49 20,28 0,91 18,02

    10-40 1,37 8,82 1,44 11,64

    40-70 0,93 0,18 1,60 20,33

    >70 1,67 4,22

    Sifat kimia dan kesuburan tanah

    Tanah di lokasi Cerucuk Belitung sudah ditambang cukup lama dan sebagian

    sudah direklamasi, namun sebagian sudah ditambang kembali dan belum diratakan. Di

    Cerucuk terdapat dua kolong yang besar dan letaknya berada di tengah sungai, kolong

    tersebut dapat digunakan sebagai cadangan air. pH air dalam kolong besar yang relatif

    baru

  • Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah

    375

    Karakteristik kimia tanah lahan bekas tambang timah Perlang, Bangka Tengah

    disajikan pada (Tabel 5). Berdasarkan tabel tersebut tekstur lahan bekas tambang timah

    didominasi oleh pasir dengan fraksi pasir mencapai 89%. Kandungan pasir yang tinggi

    tersebut mengakibatkan kemampuan tanah memegang air dan unsur hara sangat rendah.

    RendaHnya kemampuan memegang hara dapat dilihat dari KTK tanah yang rendah dan

    kandungan hara seperti N, P, K dan basa-basa dapat tukar rendah serta pH tanah masam.

    Nilai pH yang rendah tidak memadai untuk pertumbuhan vegetasi alami.

    Tabel 5. Rata-rata sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah di

    Perlang, Bangka Tengah

    No. Parameter Nilai rerata Kriteria

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    pH H2O

    C-organik (%)

    N Total (%)

    P2O5 (mg.100 g-1)

    K2O (mg.100 g-1)

    Ca-dd (cmol(+).kg-1)

    Mg-dd (cmol(+).kg-1)

    K-dd (cmol(+).kg-1)

    Na-dd (cmol(+).kg-1)

    KTK (cmol(+).kg-1)

    Tekstur

    - Pasir (%)

    - Debu (%)

    - Liat (%)

    4,5

    0,23

    0,02

    2

    3

    0,19

    0,05

    0,06

    0,07

    1,77

    89

    9

    2

    Masam

    Sangat Rendah

    Sangat Rendah

    Sangat Rendah

    Sangat Rendah

    Sangat Rendah

    Sangat Rendah

    Sangat rendah

    Sangat Rendah

    Sangat Rendah

    Pasir

    Sumber : Subardja et al.(2009)

    Rendahnya kandungan fraksi liat dan hara tanah pada lahan bekas tambang

    tersebut merupakan akibat hilangnya partikel liat dan unsur hara pada proses pencucian

    saat penambangan timah. Penurunan tingkat kesuburan tanah dapat terjadi akibat

    pencucian, erosi dan terangkut saat panen (Donova and Casey, 1998). Selain itu,

    rendahnya kandungan unsur hara juga disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan

    organik (0,23%), sehingga kemampuan tanah memegang hara juga menjadi rendah.

    Kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang rendah juga merupakan refleksi dari rendahnya

    kandungan liat pada lahan-lahan bekas tambang timah. Oleh karena itu, dalam upaya

    mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, maka upaya pemulihan lahan bekas

    tambang timah harus mendapatkan input berupa tanah mineral berliat dan pupuk organik.

    Hadi dan Sudiharto (2004) menyatakan bahwa langkah awal yang dilakukan untuk

    meningkatkan kualitas dan kesehatan lahan bekas tambang timah adalah melalui

    peningkatan kadar bahan organik tanah.

  • Djadja Subardja et al.

    376

    PEMULIHAN LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH

    Tanah bekas tambang umumnya bertekstur pasir, kemampuan tanah memegang hara

    rendah dan mudah mengalami kekeringan. Penambahan bahan organik dapat

    meningkatkan kemampuan tanah memegang hara dan air serta kemampuan tanah

    mendukung pertumbuhan tanaman.

    Tanah topsoil sebagai urugan untuk pemulihan lahan bekas tambang memiliki sifat

    yang sama dengan tanah asli, terutama tekstur, pH, bahan organik, hara P dan K. Tanah

    calon timbunan harus memiliki kadar liat, hara P dan K lebih tinggi, namun kadar Al dan

    Fe lebih rendah. Pada Tabel 6 disajikan bahan tanah urugan yang diperoleh dari daerah

    sekitarnya.

    Tabel 6. Hasil analisis sifat kimia tanah bahan urugan

    Kode Tekstur (pipet) pH (1:5) Bahan organik HCl 25% Bray 1

    Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N P2O5 K2O P2O5

    .........%.......... ......%...... Mg.100 g-1 ppm

    UG 07 56 10 34 4,6 4,1 0,22 0,02 11 2 3 2,5

    UG 24 38 25 25 4,5 4,1 0,96 0,07 14 2 2 3,5

    KS 15 15 47 38 4,6 4,2 1,23 0,11 11 3 4 8,2

    Berdasarkan perangkat uji tanah kering (PUTK), jika bahan urugan digunakan

    untuk tanah sawah, maka dosis pupuk yang diperlukan adalah 200 kg Superphos, 100 kg

    KCl, 500 kg dolomit ha-1

    dan pupuk kandang 5 t ha-1

    setiap musim tanam. Pupuk

    Superphos dan dolomit diberikan sehari sebelum tanam dan bahan organik seminggu

    sebelum tanam. Pupuk KCl diberikan 3 kali, pertama bersamaan pemupukan urea pertama

    (

  • Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah

    377

    Berdasarkan hal tersebut perlu upaya penanggulangan dan pemulihan lahan bekas

    tambang secara lebih cepat, produktif dan berkelanjutan. Salah satunya dengan merubah

    lahan bekas tambang menjadi lahan pertanian yang produktif, yaitu pencetakan lahan

    sawah baru pada lahan bekas tambang timah sebagaimana telah dilakukan oleh Badan

    Litbang Pertanian di Perlang, Bangka Tengah.

    PENCETAKAN DAN PENGELOLAAN LAHAN SAWAH BARU

    Pada tahun I (2009), lahan bekas tambang timah di Perlang dicetak menjadi lahan sawah

    dengan input yang diaplikasikan berupa tanah mineral 1.000 ton ha-1

    dan pupuk organik

    10 ton ha-1

    . Kegiatan yang dilakukan dalam proses pencetakan sawah adalah penyiapan

    lapisan kedap air, penambahan bahan tanah mineral dan bahan organik, pelumpuran dan

    perbaikan kondisi kimia tanah dan atau pencucian Fe dan Al (Subardja et al. 2010).

    Pada tahun II (2010) Musim Tanam I (MT I) dilakukan penanaman padi sawah

    varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 dengan input produksi 10 ton pupuk

    organik ha-1

    , 2,2 ton kapur ha-1

    , 300 kg Urea ha-1

    , 200 kg SP-36 ha-1

    dan 350 kg KCl ha-1

    .

    Sedangkan pada MT II dilakukan penanaman padi sawah varietas Cibogo, Inpari 1 dan

    Inpari 2 dengan input produksi 7,5 ton pupuk organik ha-1

    , 2,5 ton kapur ha-1

    , 300 kg Urea

    ha-1

    , 200 kg SP-36 ha-1

    dan 350 kg KCl ha-1

    . Ukuran petak yang digunakan untuk masing-

    masing varietas adalah 25 m x 50 m.

    Sifat fisik dan kimia tanah lahan bekas tambang timah di Desa Perlang, Kabupaten

    Bangka Tengah setelah ditanami padi Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MK I,

    serta Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2 pada MK II disajikan pada (Tabel 7).

    Berdasarkan Tabel 7, pemberian tanah mineral dan pupuk organik secara nyata

    memberikan pengaruh terhadap sifat fisik tanah (kandungan liat meningkat, tekstur tanah

    menjadi lebih halus) setelah dua kali penanaman padi. Terjadinya perbaikan tekstur tanah

    tersebut merupakan implikasi dari aplikasi tanah mineral dan pupuk organik. Menurut

    Tisdall dan Oades (1982) bahwa pemberian bahan organik sangat berperan sebagai

    pembenah tanah mengingat senyawa organik mampu mengikat partikel utama pada

    agregat tanah, sehingga terjadi peningkatan stabilitas agregat. Hasil penelitian Van Veen

    and Kuikman (1990) dan Giardina et al. (2001) menyatakan bahwa tekstur tanah terkait

    erat dengan beberapa karakteristik tanah lainnya. Tanah-tanah dengan tekstur lebih halus

    cenderung memiliki kapasitas memegang air yang lebih tinggi dan memberikan

    produktivitas tanaman lebih baik.

  • Djadja Subardja et al.

    378

    Tabel 7. Sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah Desa Perlang,

    Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah setelah dicetak sawah dan ditanami

    padi Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada pertanaman I serta Cibogo,

    Inpari 1 dan Inpari 2.

    No.

    Parameter

    Banyuasin IR-64 Inpara 1 Inpara 2

    Cibogo Inpari 1 Inpari 2

    Nilai Nilai Nilai Nilai

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    pH H2O

    C Organik (%)

    N Total (%)

    P2O5 (HCl25% mg.100 g-1)

    K2O (HCl 25% mg.100 g-1)

    Ca-dd (cmol(+).kg-1)

    Mg-dd (cmol(+).kg-1)

    K-dd (cmol(+).kg-1)

    Na-dd (cmol(+).kg-1)

    KTK (cmol(+).kg-1)

    Tekstur

    -Pasir (%)

    -Debu (%)

    -Liat (%)

    6,6

    0,62

    0,05

    11

    10

    2,21

    1,39

    0,19

    0,10

    3,24

    58

    9

    33

    6,4

    0,72

    0,05

    12

    10

    2,19

    1,29

    0,19

    0,05

    2,85

    65

    8

    27

    6,0

    0,91

    0,08

    15

    6

    2,43

    1,19

    0,11

    0,04

    3,06

    63

    9

    28

    7,1

    0,61

    0,05

    21

    6

    2,70

    1,63

    0,10

    0,09

    4,27

    59

    8

    33

    Pemberian tanah mineral, pupuk organik dan anorganik, serta kapur (dolomit)

    secara nyata juga memberikan pengaruh terhadap sifat kimia tanah, yaitu pH tanah,

    kandungan N, P2O5, K2O, basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) dan KTK tanah.

    Perbaikan kualitas lahan tersebut dapat dimengerti mengingat input yang diberikan berupa

    tanah mineral, pupuk organik dan anorganik, serta kapur mampu memperbaiki kualitas

    tanah. Menurut Benfeldt et al. (2001), aplikasi bahan organik akan sangat berperan dalam

    peningkatan KTK, peningkatan kapasitas memegang air dan mensuplai unsur hara.

    Terkait dengan rendahnya pH tanah dan kandungan unsur hara makro dan mikro pada

    lahan bekas tambang timah, maka pemberian kapur (dolomit) untuk menetralkan pH tanah

    dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah menjadi penting dilakukan.

    Peningkatan kandungan C-organik tanah dapat dilakukan melalui pemberian bahan

    organik. Menurut Stevenson (1994), bahan organik berperan sebagai penyedia unsur hara,

    sumber makanan dan energi bagi mikroorganisme tanah dan mampu untuk

    mempertahankan kelembaban tanah. Selain peranan pupuk organik, peranan pupuk

    anorganik juga cukup penting terhadap perbaikan sifat kimia tanah. Pupuk anorganik

    dapat menyediakan hara secara cepat untuk tanaman. Kombinasi nutrisi asal pupuk

    organik dan pupuk anorganik memberikan sinergi dan memperbaiki pelepasan dan

    penyerapan hara oleh tanaman dan meningkatkan hasil (Mugendi et al. 1999). Hal yang

    sama disampaikan oleh Antill et al. (2001) bahwa pemberian pupuk organik berupa

    kotoran ternak akan mensuplai hara esensial bagi tanaman, baik secara langsung maupun

    tidak langsung melalui penurunan keracunan Al atau melalui produksi asam organik dan

    mengikat Al dan akhirnya akan meningkatkan ketersediaan hara.

  • Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah

    379

    Hasil penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa bahan organik sangat

    berperan penting di dalam perbaikan kualitas lahan (sifat fisik dan kimia tanah). Inonu et

    al. (2010) melaporkan bahwa pemberian amelioran bahan organik berpengaruh nyata

    terhadap sifat kimia “sand tailing” pasca penambangan timah pada peubah K-dd, Ca-dd,

    Mg-dd dan kapasitas tukar kation. Hal ini juga didukung oleh penelitian Bakayoko et al.

    (2009) yang menyebutkan bahwa amelioran pupuk organik asal kotoran ternak secara

    nyata meningkatkan kandungan C, N dan KTK tanah. Menurut Stevenson (1994) bahwa

    penggunaan bahan organik mampu memperbaiki kualitas lahan yaitu meningktakan pH

    tanah, mampu meningkatkan kapasitas tukar kation dan sebagai pemasok unsur hara bagi

    tanaman.

    Produksi Padi Varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MT I dan

    Cibogo, Inpari 1, dan Inpari 2 pada MT II di lahan sawah bekas tambang timah Bangka

    Tengah disajikan pada (Tabel 8).

    Tabel 8. Produksi padi varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MT I serta

    Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2 pada MT II di lahan sawah bekas tambang timah

    Bangka Tengah

    No. Varietas Produksi (t ha-1)

    Ditanam pada MT I (April-Juli 2010) (Asmarhansyah et al. 2011a)

    1. Banyuasin 3,71

    2. IR-64 3,13

    3. Inpara 1 2,47

    4. Inpara 2 2,48

    Ditanam pada MT II (Nopember 2010-Februari 2011) (Asmarhansyah et al. (2011b)

    1. Cibogo 3,54

    2. Inpari 1 3,62

    3. Inpari 2 3,87

    Pengaruh pemberian tanah mineral, kapur, pupuk organik dan pupuk anorganik

    terhadap produksi padi selama dua kali musim tanam perdana sudah menunjukkan hasil

    padi yang cukup menggembirakan walaupun belum mencapai produksi optimal bila

    dibandingkan dengan potensi genetik produksi yang dimiliki oleh masing-masing varietas

    padi tersebut. Namun tampak jelas dari aspek kualitas tanahnya telah ada perbaikan yang

    tercermin dari peningkatan pH tanah, kandungan bahan organik, unsur hara N, P, K, basa-

    basa dapat tukar dan KTK tanah. Produksi padi yang belum mencapai optimal bisa terjadi

    karena pemberian input yang belum optimal atau faktor luar lainnya. Hasil penelitian

    Kasno et al. (2009) bahwa aplikasi 10 t.ha-1 pupuk kandang belum dapat meningkatkan

    produksi padi sawah, tetapi neraca unsur hara P dan K menjadi positif.

  • Djadja Subardja et al.

    380

    Masih rendahnya produksi padi tersebut juga dapat disebabkan oleh beberapa hal,

    antara lain pada fase pertumbuhan vegetatif, tanaman padi perdana mendapatkan

    keracunan Fe. Asmarhansyah et al. (2010) melaporkan bahwa pada persemaian beberapa

    varietas tanaman padi di lahan sawah bekas tambang timah pada pertumbuhan persemaian

    padi saat berumur 20 hari setelah tanam menunjukkan warna daun kuning kecoklatan dan

    warna perakaran coklat kemerahan yang merupakan gejala keracunan Fe.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Lahan terdegradasi bekas tambang timah di Bangka Belitung cukup

    mengkhawatirkan perluasannya dan dapat mengancam ketahanan pangan.

    Pencegahan dan pemulihan lahan bekas tambang perlu diupayakan secara serius dan

    terkoordinasi baik antar instansi terkait di Pusat dan Daerah. Pemulihan lahan bekas

    tambang lebih kepada upaya fisik perbaikan lahan melalui pemberian input yang

    dapat mengembalikan tanah kepada kondisi semula.

    2. Rehabilitasi dan reklamasi lahan bekas tambang timah dengan tanaman kehutanan

    antara lain Acasia, tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat

    sekitarnya sehingga banyak lahan yang telah direklamasi di rusak dan ditambang

    kembali sehingga menimbulkan kerusakan lahan dan lingkungan yang sulit

    dikendalikan.

    3. Pencetakan lahan sawah baru pada lahan bekas tambang di Perlang, Bangka Tengah

    merupakan suatu percontohan yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat

    sekitar serta sebagai upaya pengendalian dan pemulihan lahan terdegradasi.

    4. Pemberian tanah mineral, pupuk organik, kapur dan pupuk anorganik pada lahan

    bekas tambang timah, mampu memperbaiki sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia tanah

    (pH, kandungan C-organik, N, P, K, basa-basa dapat tukar dan KTK) serta mampu

    memberikan hasil panen padi perdana mencapai 3,71 t.ha-1

    GKP (Banyuasin) pada

    MT I dan 3,87 t.ha-1

    GKP (Inpari 2) pada MT II.

    5. Untuk mendapatkan pengaruh jangka panjang penggunaan tanah mineral dan pupuk

    organik terhadap sifat fisika dan kimia tanah, hasil padi optimum dan kandungan

    logam berat pada gabah, maka disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan

    dengan menggunakan perlakuan input pupuk organik dan pupuk anorganik dengan

    berbagai tingkat dosis pada varietas harapan pengembangan (IR-64, Banyuasin,

    Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2).

  • Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah

    381

    DAFTAR PUSTAKA

    Adewole, M.B., and M.A. Adesina, 2011. Impact of marble mining on soil properties in a part of Guinea Savanna zone of Southerwestern Nigeria. Ethiopian Journal Environ. Studies Manage. 4:1-8.

    Ai Dariah, A. Abdurachman dan D. Subardja. 2010. Reklamasi lahan eks-penambangan untuk perluasan areal pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, Vol. 4 No.1. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

    Antill, R.S., R.D. Lovel, D.J. Hatec, and S.C. Jarvis. 2001. Mineralization of nutrient in permanent pastures amended with fertilizer or dung. Biol. Fertile Soils, 33:132-138.

    Asmarhansyah, Issukindarsyah dan Atekan. 2010. Keragaan Pertumbuhan Beberapa Varietas Padi Pada Persemaian di Sawah Lahan Bekas Galian Timah Desa Perlang, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Kemandirian Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jayapura.

    Asmarhansyah, M.D. Pertiwi, Issukindarsyah, D. Rusmawan, Muzammil. 2011a. Keragaan beberapa varietas padi di lahan sawah bekas tambang timah, Kepulauan Bangka Belitung. Prossiding Seminar Nasional Strategi Reduksi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Bidang Pertanian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

    Asmarhansyah, D. Subardja, D. Rusmawan dan Muzammil. 2011b. Pengelolaan lahan, hara dan air untuk tanaman padi dan jagung di lahan eks tambang timah. Laporan Akhir Pengkajian BPTP Kepulauan Bangka Belitung.

    Bakayoko, S., D. Soro, C. Nindjin, D. Dao, A. Tschannen, O. Girardin and A. Assa. 2009. Effects of cattle and poultry manures on organic matter content and adsorption complex of a sandy soil under cassava cultivation (Manihot esculenta Crantz.), African Journal of Environmental Science and Technology Vol. 3 (8), pp. 190-197, August, 2009.

    Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2009. Karakterisasi dan Evaluasi Potensi Lahan Pada Calon-Calon Lokasi Tambang Timah di Bangka Belitung. Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Dok. BBSDLP, Bogor.

    Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Depertemen Pertanian.

    Bendfeldt, ES, Burger, J A dan Daniels, WL. 2001. Quality of Amenden Mine Soil After Sixteen Years. Soil sci. Sco. Am : J65.

    Donova, G. And C. Casey. 1998. Soil fertility management in Sub-Sahara Africa. 2002, Phosphorus and nitrogen based manure and compost application. Agron J., 94:128-135.

    FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description. FAO Soil Bulletin No. 6, Rome Italy.

    Giardina CP, Ryan MG, Hubbard RM, Binkley D, 2001. Tree species and soil textural controls on carbon and nitrogen mineralization rates. Soil Sci Soc Am J 65:1272–1279.

  • Djadja Subardja et al.

    382

    Hadi, H. Dan Sudiharto.2004. Pengembangan perkebunan karet di daerah sekitar tambang batubara: Kasus di Kabupaten Tabalong, kalimantan Selatan. Warta Perkaretan 23(3):28-36.

    Inonu, I., D.Budianta, M. U. Harun, Yakup dan A.Y.A. Wiralaga. 2010. Penggunaan Bahan Organik Lokal Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Dan Kimia Tailing Pasir Pascatambang Timah Di Pulau Bangka. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia di Jambi tanggal 24-25 November 2010.

    Kasno, A., Nurjaya dan D.A. Suriadikarta. 2009. Neraca hara N, P, K pada pengelolaan hara terpadu lahan sawah bermineral liat campuran dan 1:1. Dalam: Prosiding Semiloka Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan, Bogor 24-25 November 2009. Hal. 205-219.

    Mugendi, D.N., P.K.R. Nair, J.N. Mugwe, M.K. O’Neill, and P.L. Woomer. 1999. Calliandra and Leucaena alley cropped with maize. Part 1 Soil fertility change and maize roduction in the sub-humid highlands of Kenya. Agrof. Sustems. 46: 39-50.

    Pemerintah Daerah Kepulauan Bangka Belitung. 2010. Profil bidang pertambangan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. www.babelprop.go.id Dikunjungi pada 16 Juni 2012.

    Soepraptohardjo,M. 1961. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Bogor.

    Soil Survey Staff, 2010. Keys to Soil Taxonomy. 11 th Edition. NRCS-USDA. Washington, D.C.

    Stevenson F.J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. (John Wiley & Sons. New York).

    Subardja, D., A. Kasno, Sutono dan H. Sosiawan. 2010. Laporan Penelitian pengembangan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah dan Belitung. Dok. BBSDLP, Bogor.

    Subardja, D. dan RE Subandiono. 2011. Karakteristik tanah pada pada lahan potensial tersedia di Sumatera dan arahan penggunaannya untuk pertanian. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Buku I. Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian. Bogor.

    Sujitno, S. 2007. Sejarah Timah di Pulau Bangka. PT Tambang Timah Tbk. Pangkalpinang.

    Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1996. Studi Upaya Rehabilitasi Lingkungan Penambangan Timah. Laporan Akhir Penelitian, 66 hal. Kerjasama antara Proyek Pengembangan Penataan Lingkungan Hidup dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Tisdall, J.M. dan J.M. Oades. 1982. Organic matter and water stable aggregates in soils. J. Soil Sci. 33:41-63.

    Van Veen JA and Kuikman PJ, 1990. Soil structural aspects of decomposition of organic matter by micro-organisms. Biogeochemistry 13:213-233.

    http://www.babelprop.go.id/