uts kimed 2009
TRANSCRIPT
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
1/283
UJIAN TENGAH SEMESTER I
KIMIA MEDISINAL
Nama : Ni Made Ary Sukmawati
NIM : 0908505002
SOAL 42 :
Buflomedil hidroklorida adalah vasodilator yang digunakan dalam pengobatan penyakit
pembuluh darah otak dan perifer. Analisa beberapa turunan ini dengan struktur kimia berdekatan
dan efek farmakologik yang sama (minimal membahas 3 senyawa obat)
a. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, sifat kimia fisika antar senyawa obat tersebut
dengan karakter toksokinetiknya,
b. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa
tersebut pada mamalia / mamalia.
JAWABAN :
A. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Antar Senyawa Obat Tersebut Dengan Karakter
Toksokinetiknya
Buflomedil, Buflomedil HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphate adalah turunan pirilidon yang
memiliki \ aktivitas sebagai agen vasodilator yang digunakan dalam pengobatan penyakit
pembuluh darah otak dan perifer.
Struktur
1. Buflomedil (4-(pyrrolidin-1-yl)-1-(2,4,6-trimethoxyphenyl)butan-1-one)
Comment [gw1]: Nilai 50
Comment [gw2]: Ketiga senya
adalah bentuk garamnya bukan se
turunannya, senyawa turunan ada
senyawa lain dengan inti yg sama,
Misal morfin. Kodein, heroin
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
2/283
2. Buflomedil HCl (4-pyrrolidin-1-yl-1-(2,4,6-trimethoxyphenyl)butan-1-one hydrochloride)
3. Buflomedil Pyridoxal Phosphate ( ( 4-Formyl-5-hydroxy-6-methylpyridin-3-yl )methyl
dihydrogen phosphate 4-pyrrolidin-1-yl-1-(2,4,6-trimethoxyphenyl)butan-1-one)
Hubungan struktur, sifat fisika kimia terhadap sifat toksokinetik dapat dibagi
menjadi hubungan terhadap proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
1. Absorbsi
Absorbsi obat dengan cara difusi pasif di lambung dan usus tergantung pada
jumlah obat dalam bentuk tidak terionisasi. Hal ini berhubungan dengan sifat
membran biologis yang berupa lipid doubel layer sehingga obat-obatan dengan
kelarutan yang tinggi dalam lemak akan mudah menembus membran dan sebaliknya
senyawa dengan kelarutan yang rendah dalam lemak akan sulit menembus membran
biologis. Bentuk bebas dari suatu senyawa memiliki kelarutan yang lebih tinggi
dalam lemak dibandingkan bentuk ionnya, sehingga kemampuannya menembus
membran lebih besar. Konsentrasi obat dalam bentuk tidak terionisasi tergantung
pada pKa senyawa obat dan pH lingkungan (Black dan Beale, 2004; Shargel dan Yu,
2005).
Pada pemberian secara oral, Buflomedil dan Buflomedil Pyridoxal Phosphate
yang merupakan basa lemah akan terionisasi dalam lambung yang memiliki pH
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
3/283
asam. Oleh karena itu, obat ini dipasaran diberikan dalam bentuk garamnya, yaitu
Buflomedil HCl. Buflomedil HCl sendiri merupakan garam dari Buflomedil.
Penggaraman ini penting untuk zat aktif yang terionkan dalam saluran cerna. Dalam
hal ini, kelarutan zat aktif dalam saluran cerna akan berubah bila terjadi perubahan
keasaman saat zat aktif melewati lambung menuju usus (Lavarenne, tt).
Untuk dapat memberikan efek, obat yang diberikan secara oral diharapkan
terabsorbsi di usus halus yang memiliki pH basa. Buflomedil dan Buflomedil
Pyridoxal Phosphate memiliki pKa yang tinggi sehingga dalam usus yang pH-nya
8,0 keduanya akan terionkan, dimana persentase senyawa terionkan dapat ditentukan
dengan persamaan berikut.
Persen (%) Ionisasi senyawa basa = %100101
10pHpKa
pHpKa
+
(Black dan Beale, 2004)
Dengan memasukkan ke persamaan di atas, maka diperoleh bahwa pada pH usus,
yaitu, 8,0,.Namun, jika dalam bentuk garamnya, yaitu Buflomedil HCl maka obat ini
dapat terabsobsi dengan lebih baik, dimana bioavailabilitas Buflomedil HCl adalah
50 80 % (Sweetman, 2009). Jika diberikan dalam bentuk garamnya, maka urutan
kemampuan absorbsi dari yang paling tinggi adalah Buflomedil HCl diikuti dengan
Buflomedil Pyridoxal Phosphate dan Buflomedil.
2. Distribusi
Distribusi suatu obat salah satunya dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak
Semakin nonpolar suatu senyawa maka volume distribusinya akan semakin besar
sebab senyawa akan lebih mudah terdistribusi ke dalam jaringan sehingga
konsentrasi senyawa dalam plasma akan lebih kecil.
Dilihat dari distribusinya, Buflomedil, Buflomedil HCl, Buflomedil Pyridoxal
Phosphate akan terdapat dalam jumlah yang banyak pada daerah intravaskular.
Namun, bentuk bebas dari Buflomedil HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphate adalah
Buflomedil sehingga mampu terdistribusi secara ekstensif dalam tubuh.
Faktor lain yang mempengaruhi distribusi adalah ikatan dengan protein.
Kurang lebih 50 % dari protein darah adalah albumin yang mempunyai peran
Comment [gw3]: Penggarama
senyawa ini bertujuan untuk mnin
kelarutan senyawa akfit. Ketiga se
aktif akan terionisasi membetuk s
yg sama di dalam usus. Kemudian
terabsorpsi dan distribusi juga sam
Anda kurang contoh 2 lagi
Comment [gw4]: Yg teradsop
adalah senyawa yg sama, bukan d
bentuk garamnya
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
4/283
penting dalam proses pengikatan obat. Albumin bersifat amfoter yang dalam darah
akan bermuatan negatif. Karena mengandung ion zwitter, maka albumin dapat
berinteraksi dengan kation maupun anion obat. Pengikatan obat dengan protein
plasma lebih bergantung pada struktur dibandingkan dengan koefisien partisi
lemak/air.
Senyawa Buflomedil, Buflomedil HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphate
terikat dengan protein darah dalam jumlah besar. Buflomedil terikat protein
sebanyak 81% Buflomedil HCl terikat protein sebanyak 60 dan 80% pada terapi. Hal
ini berhubungan dengan struktur ketiga senyawa ini yang memiliki gugus amin pada
cincin pirolidon yang mampu berikatan dengan protein. Buflomedil, Buflomedil
HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphatememiliki atom N pada cincin pirolidon. yang
pada pH fisiologis bermuatan positif sehingga dapat mengikat protein melalui ikatan
ion.
Selain itu kepolaran juga mempengaruhi distribusi obat. Semakin non polar
suatu senyawa maka volume distribusinya akan semakin besar sebab obat akan lebih
mudah terdistribusi ke dalam jaringan dan konsentrasi obat dalam plasma akan lebih
kecil. Hal ini terjadi karena senyawa nonpolar akan lebih mudah menjalani transport
transmembran daripada senyawa polar. Akibat sifatnya yang lipofilik, senyawa
nonpolar akan mudah masuk ke lapisan lipid bilayer membran (berhubungan dengan
transportasi membran), dan akhirnya akan mudah masuk ke dalam jaringan target
untuk berikatan dengan reseptor dan akhirnya menimbulkan efek farmakologis.
Semakin cepat suatu obat didistribusikan, maka semakin cepat obat tersebut dapat
menimbulkan aktivitas biologis karena akan lebih cepat membentuk kompleks obat
reseptor.
3. Metabolisme
Molekul obat pada umumnya larut lemak dan cenderung tertahan dalam
jaringan lemak. Untuk senyawa yang kular polar dan sedikit hidrofil maka agar
dapat dikeluarkan melalui ginjal, senyawa tersebut harus mengalami perubahan
menjadi bentuk yang dapat dikeluarkan. Sehingga senyawa Buflomedil, Buflomedil
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
5/283
HCl, Buflomedil Pyridoxal Phosphate yang diberikan melalui rute oral akan
mengalamifirst pass effectdi hati oleh enzim sitokrom P450 pada hati.
4. Ekskresi
Ketiga obat ini sebagian besar diekskresikan melalui urin. Ekskresi
berhubungan erat dengan klirens dan waktu paruh. Klirens obat adalah suatu ukuran
eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya (Shargel
dan Yu, 2005). Sedangkan, waktu paruh adalah waktu yang diperlukan oleh suatu
obat untuk berkurang kadarnya dalam tubuh menjadi setengah kadar awal. Klirens
berbanding terbalik dengan waktu paruh. Semakin besar klirens maka semakin
singkat waktu paruh obat.
Waktu paruh Buflomedil 2,7 jam, waktu paruh Buflomedil HCl, adalah 2 3
jam, sementara Buflomedil Pyridoxal Phosphate belum diteliti. Namun, jika dilihat
dari perbandingan waktu paruh antara Buflomedil dan Buflomedil HCl, maka dapat
disimpulkan bahwa klirens Buflomedil HCl hampir sama dengan Buflomedil karena
waktu paruhnya yang tidak berbeda jauh.
Perbedaan waktu paruh dapat dipengaruhi oleh kepolaran senyawa, dimana
semakin polar suatu senyawa, maka akan semakin mudah diekskresikan melalui
ginjal. Namun, jika masih dalam bentuk nonpolar, maka akan direabsorbsi kembali
pada tubulus ginjal. Selain kepolaran, ikatan protein akan mempengaruhi klirens.
Obat yang terikat protein tidak dapat terfiltrasi oleh glomerolus, akibatnya
klirensnya akan rendah dan waktu paruh panjang (Shargel dan Yu, 2005).
B. Perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa tersebut
pada mamalia / manusia.
Agar dapat berinteraksi dengan reseptor maka molekul obat harus mencapai
sisi reseptor dan sesuaid dengan permukaan reseptor. Faktor sterik yang ditentukan
oleh stereokimia suatu obat dan permukaan sisi reseptor memgang peranan penting
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
6/283
dalam menentukan efisiensi interaksi obat dan reseptor dipermukaan sisi. Oleh
karena itu agar berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis,
molekul obat harus mempunyai struktur dan derajat kespesifikan tinggi.
Ketiga senyawa vasodilator tersebut (Buflomedil, Buflomedil HCl,
Buflomedil Pyridoxal Phosphate) sama-sama bekerja pada reseptor alpha-
adrenergic namun tidak selektif antara 1 maupun 2.. Namun, ketiga senyawa
tersebut memiliki efektivitas sebagai vasodilator yang berbeda-beda dan hal ini
disebabkan oleh perbedaan afinitas dan aktivitas intrinsik yang dimiliki oleh masing-
masing senyawa. Senyawa dengan afinitas yang tinggi akan dapat berikatan dengan
sisi aktif reseptor dengan lebih kuat daripada senyawa dengan afinitas yang lebih
rendah. Obat dengan afinitas yang tinggi akan memberikan efek farmakologis yang
lebih lama. Namun afinitas yang terlalu tinggi dapat berpengaruh pada toksisitas dari
suatu senyawa. Beberapa efek toksik yang ditimbulkan diantaranya menyebabkan
gangguan pencernaan, sakit kepala, vertigo, sinkop, ruam, pruritus, dan parestesia.
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
7/283
DAFTAR PUSTAKA
Black, John H. dan John M. Beale. 2004. Wilson and Grisvolds Text Book of Organic Medicinal
and Pharmaceutical Chemistry Eleventh Edition. USA : Lippincott Williams and Wilkins.
Shargel, Leon dan A.B.C. Yu. 2005.Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya :
Airlangga University Press.
Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008.Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
Sweetman, Sean C. 2009.Martindale The Complete Drug Reference Thirty Sixth Edition. UK :
Pharmaceutical Press
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
8/283
Nama : A.A.Ayu Putri Kusuma Dewi
NIM : 0908505003
Soal 48.Ciprofibrate, a fibric acid derivative, is a lipid regulating drug with actions on plasma lipids similar to those of
bezafibrate. Analisa beberapa turunan ini dengan struktur kimia berdekatan dan efek farmakologik yang sama(minimal membahas 3 senyawa obat)
a.
Jelaskan perbedaan hubungan struktur, sifat kimia fisika antar senyawa obat tersebut dengan karaktertoksokinetiknya.
b.
Jelaskan perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa tersebut padamamalia / manusia
Jawaban :
Ciprofibrate, turunan asam fibric, adalah obat pengatur lipid pada plasma lipid dengan
aktivitasnya mirip dengan bezafibrate. Adapun turunan asam fibric yang akan dibahas di
bawah ini adalah ciprofibrate, bezafibrate, dan clofibrate.
Tabel struktur dan sifat fisika-kimia ciprofibrate, bezafibrate, dan clofibrate
Ciprofibrate Bezfibrate Clofibrate
PemerianSebuah putih atau agakkuning, kristal bubuk.
Sebuah putih atau hampirputih, kristal bubuk. Inimenunjukkan polimorfisme.
Cairan kuning pucat
RumusMolekul
C13H14Cl2O3 C19H20ClNO4 C12H15ClO3
BM 289,2 361,8 242,7
Struktur
Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air,mudah larut dalam
Alkohol terdehidrasi, larutdalam toluena.
Praktis tidak larut dalam air,sedikit larut dalam etanol,aseton metanol, dan; larutdalam dimetilformamida,larut dalam larutan encer darihidroksida alkali
Praktis tidak larut dalam air,larut dengan etanol, aseton,kloroform, dan eter.
KoefisienPartisi
LogP(octanol/water), 3,94.95% terikat albumin
Log P (Octanol/water): 4,294-96% terikat pada protein
plasma
Log P (octanol/water) : 3,695 sampai 98% terikat
protein plasmaKonstantaDisosiasi
pKa 3,31 pKa 3,6 pKa 3,0
AbsorbsiOral
49,5 % 100 % 97 %
WaktuParuh
27-88 jam 0,87-4,82 jam 18 sampai 25 jam
Volume 11,7 L/kg 17 L/kg 0,1 sampai 0,2 L / kg
Comment [gw1]: Nilai 80
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
9/283
DistribusiClearancecreatinin
0,15 mL/menit 142,5 mL/menit 10 mL/menit
a. Perbedaan Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Antar Senyawa Obat
(Ciprofibrate, Bezafibrate, dan Clofibrate) dengan Karakter Toksokinetika
Proses Toksokinetika terdiri dari fase absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.
Fase absorpsi akan menghasilkan ketersediaan biologis obat yaitu senyawa aktif dalam cairan
darah (pH = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fase distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen
tempat reseptor berada. Semua fase ini akan menentukan kadar obat aktif yang dapat
mencapai jaringan target.
1. Absorpsi
Absorpsi didefinisikan sebagai jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik
dalam bentuk tidak berubah (tidak terionisasi). Dengan demikian, besarnya absorpsi
dipengaruhi oleh perbandingan fraksi obat terionkan dengan obat tak terionisasi. Derajat
ionisasi suatu senyawa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tetapan ionisasi (pKa) dan
pH dimana obat tersebut berada (persamaan Henderson-Hasselbach).
- Untuk Asam : pH = pKa + log (bentuk terionkan : bentuk tak terionkan)
-
Untuk Basa : pH = pKa + log (bentuk tak terionkan : bentuk terionkan)Ciprofibrate dan senyawa obat turunan asam fibric akan diserap pada usus halus
dimana pH usus halus lebih bersifat basa yaitu antara 7-8. Obat dengan pKa tinggi dalam
usus akan lebih berada dalam bentuk tak terionkan sehingga akan lebih mudah
mengalami transport transmembran dan diabsorpsi lebih banyak. Pada Ciprofibrate
memiliki pKa yaitu 3,31; bezafibrate memiliki nilai pKa 3,6 dan clofibrate mempunyai
nilai pKa 3,0 dimana ketiga senyawa ini berupa asam lemah. Ketika berada dalam usus,
ketiga obat ini akan berada dalam bentuk terionkan sehingga absopsi obat ini dalam usus
akan menjadi minimal. Lain halnya ketika obat ini berada dalam lambung, dimana
lambung memiliki pH berkisar 1,5 - 7,0, dalam lambung ketiga obat ini akan berada
dalam bentuk tak terionkan sehingga absorpsi kedua obat ini dalam lambung akan
meningkat.
Hal ini menunjukkan, ketiga turunan obat ini memiliki karakteristik absopsi yang
sama. Ciprofibrate, bezafibrate, dan clofibrate akan terabsorpsi lebih baik pada lambung.
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
10/283
Di lambung, urutan absorbsi obat dari yang paling baik adalah clofibrate, ciprofibrate,
dan terakhir bezafibrate, dimana urutannya dari pKa lebih kecil ke besar.
Selain itu absorbsi juga dipengaruhi oleh koefisien partisi. Dilihat dari koefisien
partisinya, urutan senyawa yang paling nonpolar ke polar adalah bezafibrate,
ciprofibrate, dan clofibrate. Hal ini disebabkan karena pada bezafibrate memiliki dua
cincin benzene dan satu gugus asam karboksilat (-COOH) sehingga bersifat paling
nonpolar, kemudian ciprofibrate yang memiliki satu cincin benzen, satu cincin trisiklik,
dan satu gugus asam karboksilat dengan sifat nonpolar urutan kedua. Sedangkan
clofibrate hanya memiliki satu cincin benzene sehingga bersifat lipofilik paling rendah
meskipun terdapat gugus ester yang berikatan dengan alkil CH3 yang menunjukkan
gugus ester lebih bersifat nonpolar dibandingkan gugus asam karboksilat yang langsung
berikatan dengan OH.
2. Distribusi
Setelah obat mencapai sistem peredaran darah, maka obat bersama darah akan
diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistem sirkulasi sitemik obat akan
terdistribusi lebih jauh melewarti membran sel menuju sistem organ atau ke jaringan-
jaringan tubuh. Distribusi suatu obat/xenobiotika di dalam tubuh dipengaruhi oleh :
tercampurnya obat/xenobiotika dalam darah, laju aliran darah, dan laju transport
transmembran. Semakin non-polar suatu senyawa akan lebih mudah melakukan transport
transmembran.Koefisien partisi dari ketiga senyawa berdasarkan nilai log P (oktanol/air) yaitu
3,94 untuk ciprofibrate; 4,2 untuk bezafibrate; dan 3,6 untuk clofibrate. Berdasarkan nilai
log P dari masing-masing senyawa maka dapat disimpulkan bahwa semua senyawa
bersifat nonpolar dan larut dalam lemak (lipofil) sehingga akan mudah melewati
membrane biologis. Kemampuan absorpsi/ melewati membran biologis berbeda-beda
untuk masing-masing senyawa dimana kemampuan terbesar dimiliki oleh bezafibrate,
lalu ciprofibrate, dan yang terakhir clofibrate.
Setelah masuk ke dalam tubuh, obat dapat berikatan dengan protein plasma.
Interaksi obat-protein plasma lebih tergantung pada struktur kimia daripada koefisien
partisi. Dari ketiga obat tersebut, ciprofibrate memiliki ikatan dengan protein plasma
yaitu 95%, bezafibrate memiliki ikatan yang kuat dengan protein plasma yaitu 94-96%,
dan clofibrate memiliki ikatan paling kuat yaitu mencapai 95-98%. Dengan ikatan
protein yang tinggi ini akan menyebabkan terhambatnya senyawa pada proses distribusi
Comment [gw2]: Pada kenyatciprofibric terabsorpsi terrendah (
anda belum mampu menjelaskan
berdasarkan sifat polarotas molek
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
11/283
dan akan menyebabkan kurangnya obat bebas yang mencapai reseptor sehingga
mengurangi pembentukan kompleks obat-reseptor. Semakin cepat obat terdistribusi,
maka kompleks obat-reseptor terbentuk akan semakin cepat sehingga akan timbul efek
farmakologis yang diinginkan. Walaupun ketiga senyawa tersebut memiliki nilai log P
yang cukup besar, namun untuk ketersediaan obat bebas yang mencapai reseptor, dapat
mengalami hambatan akibat adanya ikatan protein plasma yang tinggi, terutama pada
clofibrate dengan persentase berikatan yang paling tinggi.
Volume distribusi untuk ciprofibrate, bezafibrate, dan clofibrate masing-masing
adalah 11,7 L/kg, 17 L/kg, dan 0,1-0,2 L/kg. Volume distribusi yang ditunjukkan oleh
masing-masing turunan menunjukkan perbedaan yang bervariasi, terutama pada
clofibrate yang sangat berbeda jauh. Clofibrate memiliki Vd yang kecil karena terikat
dengan protein dalam jumlah paling besar yaitu 95-98%. Jika jumlah obat terikat dengan
protein plasma besar maka obat lebih banyak berada pada darah sehingga nilai Vd lebih
kecil. Selain itu juga sifat lipofilitas dari clofibrate paling rendah diantara kedua obat
yang lain. Dan waktu paruhnya pun lama yaitu 18-25 jam, hal ini karenapersentase
berikatan yang besar terhadap protein plasma sehingga obat yang bebas akan sedikit
untuk melewati jaringan. Sedangkan untuk bezafibrate memiliki ikatan protein sebesar
94-96% dimana menjadi urutan kedua diantara kedua obat yang lain, namun Vd-nya
memiliki nilai terbesar diantara yang lain karena sifat lipofilitasnya paling tinggi,
meskipun persentase berikatan dengan protein plasma besar, namun ikatan tersebut
bersifat reversibel (dapat terpulihkan). Sedangkan pada ciprofibrate, persentase ikatandengan protein paling rendah yaitu 95%, namun waktu paruhnya terlama yaitu 27-88 jam
dan persentase absorbsi secara oral paling kecil yakni sebesar 49,5%. Hal ini
menunjukkan ciprofibrate yang mencapai jaringan sangat sedikit, namun banyak yang
beredar dan lama berada di dalam darah. Hal ini akan meningkatkan toksisitas jika
pemberian pada dosis berikutnya sehingga pengaturan dosis harus diperhatikan. Tidak
terdapat data yang jelas mengenai jalur metabolisme dari ciprofibrate, bezafibrate, dan
clofibrate.
3.
Metabolisme
Obat fibrate telah digunakan secara farmakologis untuk mengurangi trigliserida
plasma dan kolesterol. Obat-obat ini terdiri dari berbagai kelompok bahan kimia yang
disebut proliferators Peroksisom menghasilkan peningkatan besar baik dalam ukuran dan
jumlah peroksisom dalam sel. Peroksisom adalah kompartemen sel yang mengandung
Comment [gw3]: Disamping %protein obat, kekuatan ikatan pro
berpengaruh pada distribusi obat
tubuh (Vd).
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
12/283
enzim yang terlibat dalam metabolisme oksidatif (H2O2-produksi oksidase, peroksidase /
katalase, superoksida dismutase Mn) dan juga terlibat dalam katabolisme lipid melalui
beta-oksidasi. Seperti ciprofibrate menghasilkan peningkatan mitokondria hati dan
peroksisom melalui proliferasi seluler. Bezafibrate dan Fibrate lainnya sangat terikat
protein-dan dapat menggantikan obat lain dari mengikat protein. Interaksi juga dapat
terjadi melalui perubahan aktivitas isoenzim sitokrom P450, terutama CYP3A4.
Clofibrate di dalam hati menjadi bentuk ester glucuronide yang inaktif. Clofibrate
meningkatkan konjugasi bilirubin dan ekskresi dan obat ini enhancerinduksi transferase
glucuronosyl yang baik.
4. Ekskresi
Setelah diabsorpsi dan didistribusikan dalam tubuh, obat/xenobiotika dapat
dikeluarkan dengan cepat atau perlahan. Obat/xenobiotika dapat dikeluarkan secara
perlahan ataupun sebagai metabolitnya. Biotransformasi atau metabolisme menentukan
kecepatan eliminasi suatu obat yang dinyatakan dengan pengertian waktu paruh
eliminasi, dan waktu paruh eliminasi menentukan cepat tidaknya obat diekskresikan dari
dalam tubuh. Waktu paruh menunjukkan waktu yang diperlukan suatu obat/xenobiotika
untuk menjadi setengah kadar awalnya. Selain itu, eliminasi juga identik dengan klirens
dari obat/xenobiotika tersebut dimana klirens merupakan ukuran eliminasi obat dari
tubuh tanpa mempermasalahkan prosesnya.
Ciprofibrate, bezafibrate, dan clofibrate sebagian besar dieksresikan melalui urin.
Ketiga obat tersebut diserap di lambung. Ciprofibrate memiliki klirens 0,15 mL/menit
dengan waktu paruh terlama sebesar 27 88 jam. Clinofibrate juga memiliki waktu
paruh yang berdekatan dengan rentang waktu paruh ciprofibrate yaitu 18-25 jam dengan
klirens 10,5 mL/menit. Sedangkan untuk bezafibrate memiliki klirens 142,5 mL/menit
dengan waktu paruh tercepat yaitu 0,87-4,2 jam. Sekitar 30 sampai 75% dari dosis
tunggal diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah (20 sampai 25% dari total
diekskresikan) dan sebagai konjugat glukuronat, dalam waktu 72 jam. Ciprofibrate
memiliki waktu paruh terlama, sehingga klirensnya cenderung paling rendah. Hal ini
dapat disebabkan besarnya persentase obat yang berikatan dengan protein, dimana obat
yang berikatan dengan protein akan memiliki BM yang lebih besar dan akan sulit untuk
dieliminasikan melewati glomerulus pada ginjal. Clofibrate memiliki klirens dengan
urutan kedua diantara obat lainnya, hal ini karena waktu paruhnya juga pada urutan
kedua meskipun persentase berikatan terhadap protein plasma terbesar yakni 95-98%,
Comment [gw4]: Tolong dijela
perbedaan metabolisme ketiga se
obat tersebut, isoenzim yg terliba
metabolit yg terbentuk. Perbedaa
metabolisme dapat dilihat dari t1/
masing2 obat.
Comment [gw5]: Datanya?
CL total tidak bisa dijadikan data C
renalis.
Comment [gw6]: Artinya CLr Cuma 2025%, berarti CLh obat in
lebih besar dari 70%
Comment [gw7]: Diamati CL rseluruh obat, sehingga CLh akan
sebanding dengan laju metabolism
ini
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
13/283
karena ikatan dengan protein bersifat reversibel atau dapat terpulihkan karena adanya
ikatan kimia seperti ikatan ion, hidrogen, hidrofob, dan van de Waals, sehingga
kemungkinan untuk dapat dieliminasikan lewat ginjal ada meski sangat kecil, dan sekitar
50 sampai 85% dari dosis diekskresikan dalam urin dalam 48 jam, dimana sebagian besar
sebagai asam clofibric terkonjugasi. Bezafibrate memiliki waktu paruh tercepat yakni
0,87-4,82 jam dan klirens terbesar yakni 142,5 mL/menit sehingga mudah dieliminasikan
melalui ginjal, meskipun persentase ikatan dengan protein plasma juga besar yakni 94-
96%, namun sebagian kecil yakni sekitar 3% bezafibrate dapat dieliminasikan melalui
feses karena sifatnya yang lipofilik sehingga dihidrolisis oleh enzim seperti bilirubin,
kemudian dieksresi melalui feses.
b. Perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa
tersebut pada mamalia / manusia
Dinamis kinetik resolusi (DKR) adalah suatu metode untuk mendapatkan
senyawa kiral dari yang rasemat di lebih dari 50% hasil. Yang diperlukan untuk DKR
yang efektif adalah substrat epimerization sebelum reaksi di mana perbedaan yang
signifikan dalam tingkat antara dua isomer yang ada, dalam hal ini, isomer bereaksi lebih
lambat diubah menjadi lebih cepa, dengan konversi kuantitatif teoritis bahan awal
menjadi produk isomer tunggal. Di antara metode yang berbeda untuk mencapai DKR,
studi ekstensif yang dilakukan pada substitusi nukleofilik -halocarboxylic turunan asam
mengandung bantu kiral dalam bagian karboksilat, racemization pusat kiral labil dalam-posisi untuk karbonil, yang disebabkan oleh aditif seperti pelarut polar, basa atau
garam halida, memungkinkan untuk mendapatkan induksi asimetris tinggi melalui proses
resolusi dinamis kinetik. Metodologi ini digunakan untuk preparasi kiral 2-aryloxyacid
analog obat antilipidemic clofibrate, yang menunjukkan aktivitas biologis yang berbeda
tergantung pada stereokimia. Namun difokuskan pada substitusi nukleofilik
diastereoselective natrium 4-chlorophenoxide dengan configurationally labil -
bromocarboxylic ester atau amida berisi pembantu kiral (R)-pantolactone dan (S)-4-
isopropil-1,3-oxazolidin-2-satu. Hasil reaksi dengan pembentukan preferensial isomer
dengan (S)-konfigurasi ke stereocenter dalam untuk karbonil.
Comment [gw8]: Pemahamansalah. Lihat komen saya di atas
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
14/283
- Skema 1
Dikembangkan juga stereoselektif esterifikasi rac-ibuprofen dengan amida dari (S)-asam
laktat, dengan adanya disikloheksilkarbodiimida (DCC) dan 4-dimethylaminopyridine
(DMAP). Dipertimbangkan bahwa lactamides yang sama dapat berguna sebagai
pembantu kiral dalam reaksi substitusi atas -bromoacid derivatif.
- Skema 2
Berkenaan dengan variasi, stereokimia fitur suhu dan struktural kiral tambahan
ditemukan untuk mempengaruhi diastereoselectivities dari reaksi substitusi (Tabel 1).
Dalam senyawa awal yang sama, kenaikan suhu (dari 0 C hingga 60 C)
mengarah pada pengurangan rasio diastereomerik (entri 2, 4 dan 6). Cukup peningkatan
selektivitas diamati dengan dimethyllactamide (entri 3) dibandingkan dengan
dibenzyllactamide (entri 1); rasio 98:2 diastereomerik terbaik diperoleh dengan terhalang
hambatan sterik pyrrolidinyllactamide pada 0 C (entri 5). Jalur induksi asimetris
ditentukan oleh proses penyelesaian dinamis kinetik, dimana epimerization ke -karbon
senyawa 2a-c, dipromosikan oleh Net3 dan n-hexylammonium iodida, cukup cepat
menghormati dengan laju SN2. Dengan kondisi tersebut, rasio produk ditentukan oleh
perbedaan energi transisi state diastereomerik untuk reaksi substitusi dengan fenoksida.
Stereokimia utama 4-chlorophenoxyesters dielusidasi menggunakan 98:2 tersebut
campuran diastereomer dari 3c (Tabel 1, entri 5) dipilih sebagai kasus yang representatif.
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
15/283
hidrolisis dengan LiOH di THF/H2O pada suhu kamar memberikan optik aktif (R) -4 -
(chlorophenoxy) butanoic acid (R) -4 dalam hasil tinggi, tanpa racemization (Skema 3).
- Skema 3
(R)-asam adalah analog kiral dari clofibrate dengan aktivitas anti-aggregatory lebih
tinggi, menurunkan efek miotonic, dan hepatocarcinogenicity dibandingkan dengan yang
(S) enantiomer sesuai. Rotasi tertentu (R) -4, dibandingkan dengan nilai-nilai sastra,
menunjukkan untuk menjadi dasarnya murni. (S)-kiral auxiliary dipulihkan dalam bentuk
enansiomer murni. Produk utama campuran lainnya diasumsikan memiliki (R) yang
sama-stereokimia.
Fitur utama dari prosedur yang diuraikan di sini adalah reaksi SN2 dari
configurationally labil bromosters dengan suatu aryloxide, produk stereokimia diatur
oleh amida dari (S) - asam laktat (S)-1a-c (Gambar 1) ditempatkan di bagian karboksilat.
Gambar 1
Para pembantu kiral yang mudah disintesis oleh aminolysis sederhana dari (S)-etil
laktat atau (S)-asam laktat dengan sedikit kelebihan dibenzylamine, dimetilamina dan
pirolidin, dan dimurnikan melalui distilasi atau rekristalisasi. Atau, sintesis amida (S)-1c
dilakukan dalam kondisi amidasi Weinreb, dengan mengaduk (S)-etil laktat dengan
pirolidin, dengan adanya jumlah ekimolar dari trimethylaluminium, fungsi katalis adalah
untuk menghasilkan amida dimethylaluminium yang bereaksi dalam waktu yang relatif
singkat dengan etil laktat. Ester lactamide dari asam -bromobutanoyc (R, S)-2a-c dan
(S, S)-2a-c disiapkan melalui basis-katalis penambahan (S)-1a-c untuk rasemat 2-
bromobutanoyl klorida, dalam CH2Cl2 at -20 C, dan investigasi GC H NMR
menunjukkan dengan jelas bahwa dalam setiap kasus sekitar campuran ekimolar dari
diastereoisomer diperoleh rendemen kimiawi yang baik. Dalam rangka untuk memahami
sumber induksi asimetris dalam substitusi nukleofilik dari -bromoesters, kami
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
16/283
melakukan reaksi 2a-c dengan 4-chlorophenoxide, preformed dari 4 -klorofenol dan
natrium, dalam solusi yang mengandung THF trietilamina dan sejumlah katalis iodida
nhexylammonium, pada 0 C dan 60 C (Skema 2). Induksi Asymmetric diamati pada
setiap kasus karena non-setara campuran dari dua diastereoisomer produk (R, S)-3a-c
dan (S, S)-3a-c dicapai dengan hasil kimia yang sangat baik.
Sebagai kesimpulan, kami telah menerapkan sintesis stereospesifik dari analog
(R)-kiral dari clofibrate melalui resolusi kinetik dinamis, menggunakan amida berasal
dari asam laktat sebagai kiral baru bantu.
Bezafibrate, obat antilipidemic, dikenal sebagai alosterik ampuh efektor
hemoglobin. Mekanisme yang diusulkan sebelumnya sebagai potensi alosterik dari obat
ini adalah bahwa hal itu stabil dan menghambat T-sate hemoglobin dengan secara khusus
mengikat rongga pusat T-state. Dilaporkan alosterik sepenuhnya mengikat liganded R-
state hemoglobin untuk obat ini. Struktur kristal resolusi tinggi
carbonmonoxyhemoglobin pada kuda di senyawa kompleks dengan bezafibrate
mengungkapkan bahwa molekul bezafibrate terletak dekat permukaan heliks E-masing
subunit dan kompleks mempertahankan struktur kuaterner dari R-state. Binding
disebabkan oleh fit dekat bezafibrate ke dalam saku mengikat, yang terdiri dari beberapa
residu hidrofobik dan tepi heme, menunjukkan pentingnya interaksi hidrofobik. Setelah
pengikatan bezafibrate, jarak antara Fe dan N2 dari-Nya E7 distal (58) diperpendek
0,22 dalam subunit , sedangkan tidak ada perubahan struktural yang signifikanditransmisikan ke subunit . Studi keseimbangan oksigen R-state-terkunci hemoglobin
dengan bezafibrate dalam berpori basah sol-gel menunjukkan bezafibrate yang selektif
menurunkan afinitas oksigen dari satu jenis subunit dalam R-state, konsisten dengan data
struktural. Hasil ini mengungkapkan mekanisme alosterik baru bezafibrate dan
menawarkan demonstrasi pertama bagaimana efektor alosterik berinteraksi dengan R-
state hemoglobin.
Hemoglobin adalah protein tetrameric yang terdiri dari dua subunit dan dua
subunit disusun di sekitar rongga berisi air pusat. Masing-masing subunit membawa
satu kelompok heme yang satu molekul oksigen mengikat reversibel. Afinitas oksigen
subunit masing-masing meningkat sebagai hemes lainnya di tetramer yang sama menjadi
jenuh dengan oksigen. Interaksi telah dijelaskan sebagai akibat dari pergeseran dalam
kesetimbangan antara dua struktur kuaterner dari afinitas T-state rendah ke afinitas tinggi
R-state. Perubahan konformasi kuaterner terdiri dari rotasi dimer simetris terkait kira-
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
17/283
kira 15 relatif terhadap satu sama lain dan terjemahan dari sekitar 0,8 sepanjang
sumbu rotasi, menghasilkan rongga sentral sempit di R-state daripada di T-state.
Afinitas oksigen hemoglobin lebih dimodulasi oleh beberapa non-heme ligan
seperti proton, ion klorida dan 2,3-disphosphoglycerate yang mengurangi afinitas
oksigen oleh istimewa mengikat hemoglobin di T-state. Selain ini efektor alosterik alam,
berbagai molekul sintetik telah diperiksa untuk kemampuan mereka menurunkan afinitas
oksigen dari hemoglobin, karena modulator alosterik tersebut berpotensi berguna untuk
penelitian dan aplikasi terapeutik.
Pada tahun 1983, Perutz dan Poyart menemukan bahwa obat antilipidemic
bezafibrate (BZF) menurunkan afinitas oksigen dari hemoglobin lebih kuat dari dan
bertindak secara sinergis dengan efektor alami 2,3-diphosphoglycerate. Sebuah studi
kristalografi berikutnya kompleks deoxyhemoglobin-BZF manusia menunjukkan bahwa
dua molekul mengikat BZF ke rongga pusat besar dari deoxyhemoglobin T-negara dalam
mode simetris dan bahwa setiap kontak dengan satu dan dua subunit pada jarak dari 2
,3-diphosphoglycerate mengikat situs. Di sisi lain, analisis kristalografi sebelumnya
manusia R-state carbonmonoxyhemoglobin co-kristalisasi dengan BZF (pada 4,85
resolusi) tidak menunjukkan obat yang terikat pada molekul R-state (11). Selain itu, studi
sebelumnya solusi mengikat menunjukkan bahwa BZF mengikat hanya nonspesifik ke
R-negara hemoglobin.
Dalam studi ini, ditunjukkan resolusi tinggi (1,55 ) x-ray struktur kristal
carbonmonoxyhemoglobin kuda di kompleks dengan BZF dan menunjukkan lokasi danstereokimia dari situs pengikatan diduga dari R-state hemoglobin untuk BZF. Untuk
meneliti lebih lanjut efek BZF pada fungsi R-state, dijabek konformasi R asli
carbonmonoxyhemoglobin kuda dengan BZF oleh enkapsulasi secara transparan basah
sol-gel. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa molekul hemoglobin dikemas
berada dalam kontak dengan pelarut dan mampu mengikat atau melepaskan ligan kecil,
sedangkan matriks gel membatasi perubahan struktur kuaterner hemoglobin. Dengan
demikian, dapat menentukan sifat kesetimbangan oksigen dari hemoglobin R-state-
terkunci dengan BZF di sol-gel. Tanpa teknik perangkap, yang triply liganded T-state,
yang mungkin muncul di hadapan kuat alosterik efektor (s), akan menghalangi penentuan
R-state yang benar afinitas. Keuntungan tambahan dari teknik ini adalah untuk
menyelesaikan afinitas oksigen individu untuk subunit dan .
Struktur kristal carbonmonoxyhemoglobin kuda di kompleks dengan BZF
ditentukan pada 1,55 resolusi. Gambar di bawah menunjukkan 1 dan 2 subunit
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
18/283
kompleks pada saat yang bersamaan dari BZF bebas carbonmonoxyhemoglobin kuda di
R-state (29). Tidak ada perbedaan struktural yang signifikan ditemukan di 12 kontak
(sliding kontak), menunjukkan bahwa struktur kuaterner kompleks identik dengan
negara-R BZF bebas. Kami juga menegaskan bahwa penambahan BZF tidak mengubah
struktur R kuaterner carbonmonoxyhemoglobin kuda dalam larutan yang diperiksa oleh
spektroskopi resonansi magnetik inti proton di wilayah hidrogen-berikat.
Ditemukan bahwa dua molekul mengikat BZF secara simetris untuk satu
carbonmonoxyhemoglobin tetrameric pada situs pengikatan berbeda dari yang T-negara
deoxyhemoglobin, yaitu rongga sentral besar di T-state. Molekul BZF yang terikat
carbonmonoxyhemoglobin yang tertata dengan baik seperti yang ditunjukkan oleh o 2F -
F c elektron kepadatan peta. Menariknya, setiap molekul BZF terletak di dekat
permukaan heliks E dari subunit dengan cincin klorobenzena yang berinteraksi dengan
salah satu kelompok metil heme. Juga, bagian klorida BZF cocok ke dalam rongga
hidrofobik dikelilingi oleh residu Ala E14 (65), Leu E17 (68), Leu F1 (80), dan Leu
F4 (83). Selain itu, salah satu kelompok metil dari obat ini dalam van der Waals kontak
dengan rantai sisi Ala E6 (57). Di sisi lain, kelompok karboksilat yang paling polar obat
sepenuhnya terkena pelarut. Secara keseluruhan, mayoritas energi yang mengikat adalah
hasil dari interaksi hidrofobik.
Disimpulkan bahwa ditemukan situs pengikatan baru alosterik R-state
hemoglobin kuda untuk BZF. Data kami mengungkapkan mekanisme penghambatan
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
19/283
baru BZF, yaitu, secara langsung berinteraksi dengan heme dan E dan F heliks dalam
subunit dan dengan demikian mempersempit saku ligan mengikat tanpa mengubah
struktur R kuaterner. Sebagian besar mekanisme lain penghambatan alosterik oleh
efektor heterotropic melibatkan pembentukan ikatan hidrogen intersubunit atau van der
Waals kontak yang secara khusus menstabilkan dan membatasi struktur kuaterner T.
Sebaliknya, situs yang diamati mengikat kami dekat permukaan masing-masing subunit
dalam struktur kuaterner R. Selain itu, temuan ini dikombinasikan dengan pengamatan
sebelumnya dari kompleks deoxyhemoglobin-BZF memungkinkan kita untuk
menyimpulkan bahwa BZF adalah alosterik multifungsi baru efektor yang berinteraksi
dengan hemoglobin tidak hanya di negara-T tetapi juga di negara-R, memanfaatkan situs
mengikat yang berbeda.
Proliferators Peroksisom mengaktifkan reseptor Peroksisom nuklir proliferator-
diaktifkan reseptor (PPAR ) dan meningkatkan transkripsi beberapa gen dalam hati.
Dilaporkan bahwa sintetis PPAR ligan Wy-14, 643, ciprofibrate, clofibrate, dan lain-
lain menginduksi translokasi nuklir konstitutif androstane reseptor (CAR) dalam sel hati
tikus in vivo. Adenoviral-hijau ditingkatkan neon protein-CAR ekspresi menunjukkan
bahwa PPAR sintetik ligan drive CAR ke dalam inti hepatosit dalam PPAR dan
PPAR secara independen. Translokasi ini tergantung pada transkripsi coactivator
PPAR-binding protein namun independen PRIP coactivators dan SRC-1. PPAR ligan-
induced nuklir translokasi CAR tidak terkait dengan induksi Cyp2b10 mRNA di hatitikus. PPAR ligan mengganggu perekrutan coactivator untuk domain ligan CAR
mengikat dan mengurangi transactivation konstitutif CAR. Kedua Wy-14, 643 dan
ciprofibrate menduduki saku ligan mengikat CAR dan diadaptasi mirip dengan yang ada
pada androstenol agonis CAR invers mengikat modus. Pengamatan ini, oleh karena itu,
memberikan informasi bagi pertama kalinya untuk menunjukkan bahwa PPAR ligan
tidak hanya berfungsi sebagai PPAR agonis tapi mungkin bertindak sebagai antagonis
CAR.
PPAR Ligan menginduksi translokasi nuklir endogen CAR hati tikus.
Pewarnaan imunohistokimia bagian hati untuk CAR mengungkapkan bahwa PPAR ini
agonis Wy-14, 643 dan ciprofibrate diinduksi translokasi CAR endogen ke dalam inti
hepatosit tikus in vivo.
Dengan tidak adanya aktivasi oleh agonis, yang konstitutif CAR reseptor aktif
nuklir terbatas pada sitoplasma di sel hati di kompleks dengan Hsp90 dan co-
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
20/283
pendamping CAR retensi protein sitoplasma (CCRP). Pada respon CAR agonist seperti
TCPOBOP, yang pengikatan ligan domain dari reseptor, ini 2A merekrut kompleks
protein fosfatase, dan thisstep translokasi enablesthe CAR ke dalam inti. Translokasi
nuklir dari CAR adalah langkah awal aktivasi oleh xenobiotik. Kemampuan CAR untuk
mengaktifkan transkripsi gen target dapat diblokir oleh inhibitor Ca 2 dan atau
Kalmodulin kinase, meskipun CAR nuklir translokasi tidak diblokir. Dalam CAR, inti
heterodimerizes dengan RXR, dan CAR-RXR heterodimer merekrut p160/SRC-1 dan
lainnya coactivator protein. Afinitas CAR-RXR heterodimer untuk coactivators adalah
ditingkatkan dengan agonis (TCPOBOP) dan penggerak langsung (Phenobarbital) yang
mengakibatkan peningkatan sistem enzim yang bertanggung jawab untuk metabolisme
xenobiotik berpotensi toksik. Dengan demikian, ia menegaskan bahwa CAR bertindak
sebagai intraseluler sensor untuk beberapa jenis bahan kimia asing. Aktivitas Down-
regulation constitutive CAR isinduced oleh invers agonists seperti androstenol (5-
androst -16-en -3-ol), yang mengikat reseptor dan sterik mengganggu posisi helix AF2,
mencegah CAR dari berinteraksi dengan coactivators. Pengikatan agonis terbalik dengan
CAR dan kegagalan yang dihasilkan untuk merekrut dan mempertahankan coactivators
mengurangi aktivitas konstitutif CAR. Akhirnya, aktivitas CAR bisa turun-diatur oleh
belum diidentifikasi antagonis klasik yang tidak memiliki aktivitas penghambatan
intrinsik dalam adanya agonis terikat. Dalam hal ini, agonis invers umumnya disebut
sebagai antagonis CAR. Secara keseluruhan, modulator CAR relatif sedikit yang
diketahui meskipun kelimpahan relatif dari kedua bahan kimia alami dan sintetik sedangdigunakan. Menggunakan adenovirally didorong EGFP-CAR sistem ekspresi, kami baru-
baru menunjukkan bahwa eksogen CAR translocates ke dalam inti dari wild type
hepatosit tikus setelah pengobatan dengan agonis langsung dan tidak langsung dari
penggerak CAR di bawah kedua in vivo dan dalam kondisi in vitro. Sistem ini relatif
sederhana memungkinkan visualisasi dari sitoplasma ke nucleartranslocation dari
expressedCAR dalam hepatosit yang eksogen. Ketersediaan Ad / EGFP-CAR virus serta
tikus yang diubah secara genetik dengan terganggu PPAR , PBP, SRC-1, PRIP, dan gen
AOX mengizinkan kita untuk menyaring senyawa yang memfasilitasi sitoplasma untuk
translokasi nuklir CAR. Digambarkan untuk pertama kalinya bahwa PPAR ligan Wy-
14, 643 dan ciprofibrate menginduksi translokasi nuklir CAR di PPAR + / + dan PPAR
-/- sel hati tikus menyiratkan bahwa CAR translokasi / fungsi retensi nuklir dari agen
adalah independen dari PPARpartisipasi. Karena lokasi nuklir CAR diperlukan untuk
peningkatan transkripsional Gen CAR diatur dalam hati, maka perlu untuk menentukan
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
21/283
apakah PPAR ligan-induced CAR translokasi menyebabkan aktivasi fungsional gen
target CAR di hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa translokasi CAR disebabkan
oleh PPAR ligan tidak disertai dengan peningkatan transkripsional Gen target CAR,
terutama Cyp2b10, dalam hati, menunjukkan bahwa PPAR ligan berfungsi sebagai
antagonis CAR. Asam Fibric, dengan ligan PPAR , memiliki afinitas yang lebih besar
untuk PPAR dari ester fibrate, fibrate ester yang ditunjukkan untuk menunjukkan
afinitas yang lebih besar untuk LXR reseptor nuklir (liver X reseptor). Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk memastikan efektivitas asam fibric dan fibric ester menginduksi
nucleartranslocation CAR. Hal ini menarik bagi perhatikan bahwa microarray studi di
PPAR +/+ tikus yang diobati dengan PPAR ligan mungkin terbukti menjadi nilai
dalam memastikan perubahan struktural dan fungsional dari PPAR ligan interaksi
dengan CAR. PPAR diekspresikan hati levelsin atrelatively tinggi, jantung, adiposa
coklat jaringan, dan ginjal seperti dibandingkan CAR, yang dianggap reseptor hepato-
gastrointestinal-spesifik dinyatakan dalam duodenum, jejunum, dan hati. Relatif tinggi
tingkat ekspresi PPAR dalam hati dibandingkan dengan CAR dapat mendukung
ekspresi gen PPAR yang diatur. Di hal ini, penting untuk dicatat bahwa PPAR null
tikus menunjukkan proliferasi hepatosit ditingkatkan dalam menanggapi hepatomitogen
TCPOBOP, menyiratkan bahwa tidak adanya PPAR! entah bagaimana meningkatkan
ketersediaan RXR untuk formasi CAR-RXR heterodimer. Ini akan menarik untuk
menentukan apakah PPAR ligan mengerahkan tikus responsesin ditingkatkan
kekurangan CAR dalam ketiadaan CAR dapat meningkatkan kemampuan senyawa iniuntuk berinteraksi dengan PPAR .
Daftar Pustaka :
Ammazzalorso, A., R. Amoroso, G. Bettoni, B.D. Filippis,Giampietro, L., C. Maccallini, andM. L. Tricca. 2004. Dynamic Kinetic Resolution of -Bromoesters ContainingLactamides as Chiral Auxiliaries.ARKIVOC 2004 (v) 375-381
Guo, D., et al. 2007. Induction of Nuclear Translocation of Constitutive Androstane Receptorby Peroxisome Proliferator-activated Receptor Synthetic Ligands in Mouse Liver.The Journal of Biological Chemistry Vol. 282, No. 50, pp. 3676636776
Moffat, A. C, M.D. Osselton, B. Widdop. 2005. Clarke's Analysis of Drugs and PoisonsThird Edition. Pharmaceutical Press.
Shibayama, N., S. Miura, J. R. H. Tame, T. Yonetani, and S. Y. Park. 2002. Crystal Structureof Horse Carbonmonoxyhemoglobin-Bezafibrate Complex at 1.55- Resolution A
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
22/283
Novel Allosteric Binding Site in R-State Hemoglobin. Journal of BiologicalChemistry, 277, 38791-38796.
Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Siswandono dan Soekardjo, B. editor. Surabaya:
Airlangga University Press.
Sweetman, Sean C. 2009.Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Sixth Edition.London: Pharmaceutical Press.
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
23/283
UTS I KIMIA MEDISINAL
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT FISIKA-KIMIA ANTIKOAGULAN TERHADAP FASE
TOKSOKINETIK DAN TOKSODINAMIK
Oleh:
Nama : Ida Ayu Gede Astiti
NIM : 0908505004
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
Soal 29.
Acenocoumarol is an oral coumarin anticoagulant with actions similar to those of warfarin. Analisa
beberapa turunan ini dengan struktur kimia berdekatan dan efek farmakologik yang sama (minimal
membahas 3 senyawa obat)
a. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, sifat kimia fisika antar senyawa obat tersebut dengan
karakter toksokinetiknya,
b. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa tersebut pada
mamalia / manusia
JAWAB
Struktur Acenocoumarol
Comment [gw1]:Nilai 79
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
24/283
Struktur Warfarin
Struktur Phenindione
Acenocoumarol (C19H15NO6), pKa = 4,7 ; log P = 2,0Warfarin (C19H16O4), pKa = 5,0 ; log P = 2,60
Phenindione (C15H10O2), pKa = 4,1 ; log P = 2,9.
Berdasarkan nilai konstanta disosiasi (pKa) dan koefisien partisi (log P) dari ketiga senyawa
antikoagulan tersebut, maka urutan senyawa dari yang paling polar ke yang paling non polar adalah
acenocoumarol, warfarin, dan phenindione. Hal ini didasarkan pada teori bahwa semakin tinggikoefisien partisi suatu zat, maka semakin nonpolar zat tersebut. Namun jumlah atom karbon dan
substituen juga mempengaruhi sifat kepolaran dari suatu senyawa, dimana semakin panjang rantai
karbon suatu senyawa, maka semakin nonpolar senyawa tersebut. Pada ketiga senyawa di atas
warfarin dan acenocoumorol memiliki jumlah atom C terbesar dibandingkan dengan phenindione.
Namun pada acenocoumorol terdapat gugus NO2 yang menyebabkan senyawa tersebut bersifat lebih
hidrofilik dibandingkan kedua senyawa lainnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa urutan
polaritas ketiga senyawa tersebut dari yang paling polar adalah acenocoumarol, phenindione, dan
warfarin.
Sebelum suatu obat dapat menimbulkan aktivitas farmakologis, maka obat tersebut harus melalui
fase toksokinetik dan toksodinamik sebagai berikut :
1. Hubungan Struktur, Sifat Kimia Fisika Acenocoumarol, Warfarin, dan Phenindione
Dengan Karakter Toksokinetiknya
a. Absorpsi
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
25/283
Konsentrasi relatif bentuk ion/molekul bergantung pada pKa obat dan juga pada pH
lingkungannya. Kebanyakan obat berupa asam lemah atau basa lemah, oleh karena absorpsi dengan
cara difusi pasif hanya terjadi dalam bentuk tidak terionisasi, maka perbandingan fraksi obat yang
tidak terionisasi dan fraksi obat yang terionisasi sangat menentukan absorpsi. Berdasarkan persamaan
Henderson-Hasselbach, derajat ionisasi tergantung pada dua faktor, yaitu :
- Tetapan ionisasi dari suatu senyawa atau pKa
- pH cairan dimana molekul zat aktif terdapat
Obat antikoagulan oral yang umumnya bersifat asam lemah diharapkan akan diabsorpsi di
lambung yang memiliki pH asam (1-3,5), sehingga dengan pKa yang rendah, obat akan berada dalam
bentuk tak terionkan (bentuk bebas) lebih banyak dibandingkan obat yang berada dalam bentuk
terionkan. Obat dengan bentuk non ion (bebas) memiliki kelarutan dalam lemak yang besar, sehingga
mudah menembus membran lambung dan dengan demikian akan lebih mudah untuk diabsorpsi dan
dihantarkan menuju ke tempat target (reseptor). Oleh karena itu aktivitas farmakologi suatu obat dapatditentukan berdasarkan fraksi obat bebasnya. Namun dalam hal ini perbedaan nilai pKa dari ketiga
obat tersebut tidak terlalu besar. Phenindione memiliki nilai pKa terendah (pKa= 4,1) dibandingkan
acenocoumarol (pKa= 4,7) dan warfarin (pKa= 5). Namun absorpsi suatu obat tidak hanyadipengaruhi oleh faktor derajat ionisasi dari obat tersebut. Struktur kimia obat juga mempengaruhi
laju absorpsi dari suatu obat. Senyawa yang memiliki atom C dengan jumlah yang besar akan semakin
bersifat lipofilik, sehingga mudah untuk menembus membran lambung melalui transpor
transmembran. Dalam hal ini senyawa yang memiliki jumlah atom C terbesar adalah warfarin dan
acenocoumarol yakni sebanyak 19 atom dibandingkan dengan phenindione dengan jumlah 15 atom C.
Tetapi adanya gugus NO2menyebabkan acenocoumarol bersifat lebih hidrofilik dibandingkan kedua
senyawa lainnya. Data koefisien partisi ketiga senyawa juga menunjukkan bahwa acenocoumarol
memiliki nilai koefisien partisi yang paling rendah. Adapun nilai koefisien partisi dari ketiga senyawa
tersebut berturut-turut yaitu phenindione (2,9) ; warfarin (2,6) dan acenocoumarol (2,0). Rendahnya
koefisien partisi menunjukkan rendahnya daya larut senyawa tersebut dalam lemak, sehingga
kemampuan menembus membran biologis lambung menjadi rendah, dan akibatnya senyawa tersebutsulit untuk diabsorpsi. Oleh karena itu berdasarkan struktur kimia, derajat ionisasi dan koefisien
partisi dari ketiga senyawa maka urutan senyawa dari yang paling mudah diabsorpsi hingga yangpaling sulit diabsorpsi adalah warfarin, phenindione, dan acenocoumarol. Kemudahan absorpsi dari
warfarin dibandingkan senyawa lainnya juga ditunjukkan dengan tingginya persentase absorpsi
warfarin yakni 57-84 % dibandingkan acenocoumarol dengan persentase absorpsi sebesar 40-50%,
sedangkan data % absorpsi phenidione belum diketahui. Oleh karena itu dalam hal ini warfarin
merupakan obat yang paling mudah diabsorpsi sehingga meningkatkan laju obat tersebut untuk
mencapai reseptor dan selanjutnya menimbulkan efek antikoagulan.
b. Distribusi
Berdasarkan struktur dan sifat fisikokimia dari ketiga senyawa tersebut, warfarin merupakan
senyawa yang bersifat paling nonpolar dibandingkan senyawa lainnya. Oleh karena itu urutan
polaritas ketiga senyawa tersebut dari yang paling polar adalah acenocoumarol, phenindione, dan
warfarin. Semakin non polar suatu senyawa maka volume distribusinya akan semakin besar sebab
obat akan lebih mudah terdistribusi ke dalam jaringan dan konsentrasi obat dalam plasma akan lebih
kecil. Hal ini terjadi karena senyawa nonpolar akan lebih mudah menjalani transport transmembran
daripada senyawa polar. Akibat sifatnya yang lipofilik, senyawa nonpolar akan mudah masuk kelapisan lipid bilayer membran (berhubungan dengan transportasi membran), dan akhirnya akan mudah
masuk ke dalam jaringan target untuk berikatan dengan reseptor dan akhirnya menimbulkan efek
farmakologis. Semakin cepat suatu obat didistribusikan, maka semakin cepat obat tersebut dapat
menimbulkan aktivitas biologis karena akan lebih cepat membentuk kompleks obat -reseptor.
Comment [gw2]: Mana data Vsyw ini
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
26/283
Namun distribusi obat juga ditentukan oleh adanya ikatan dengan protein plasma. Warfarin
memiliki ikatan dengan protein plasma dalam jumlah yang besar yakni 97-99% sehingga kadar obat
bebas dalam darah akan menurun. Akibatnya warfarin tidak dapat didistribusikan dengan optimum
pada jaringan target. Kadar konsentrasi tertinggi dalam darah dapat dicapai dalam waktu 4 jam setelah
pemberian secara oral. Hal ini menyebabkan warfarin memiliki volume distribusi yang lebih rendah
yakni sebesar 0,05 L/kg - 0,25 L/kg dibandingkan volume distribusi acenocoumarol yaitu sebesar 0,3
L/kg. Acenocoumarol memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan warfarin
dikarenakan acenocoumarol memiliki ikatan protein yang lebih rendah yakni sebesar 98% daripada
warfarin. Akibatnya, bentuk bebas acenocoumarol dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih besar
dan dapat melintasi transport transmembran untuk menuju jaringan target dan berikatan dengan
reseptor untuk menimbulkan efek farmakologis. Kadar obat tertinggi dalam darahnya dapat dicapai
dalam waktu 3 jam setelah pemberian secara oral.
Untuk obat yang memiliki ikatan protein yang besar ( > 90%), adanya sedikit kenaikankonsentrasi obat bebas dalam darah akibat suatu pendesakan ikatan protein, akan menyebabkan
kenaikan volume distribusi total secara bermakna. Hal inilah yang menyebabkan walaupun warfarin
memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan acenocoumarol pada konsisi normal, namun
warfarin dapat memberikan aktivitas antikoagulan yang lebih baik dibandingkan acenocoumaril.
c.
Metabolisme
Warfarin dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom P450 di hati dengan ekspresi gen CYP2C9.Kontributor utama untuk metabolisme oksidatif (R)-warfarin yaitu CYP 3A4, 2C19, dan 1A2. Efek
antikoagulan dari warfarin dimediasi oleh enzim VKORC1, yang mana target dari enzim tersebut
dihambat oleh warfarin. Variasi dari gen CYP2C9 menyebabkan pasien mengalami metabolisme yang
lambat dari warfarin dan dengan waktu paruh obat yang panjang sehingga menghasilkan konsentrasi
obat dalam darah yang lebih besar dari biasanya, dan meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin.Variasi tertentu dari gen VKORC1 menghasilkan aktivitas enzim yang menurun dan dapat
menurunkan fungsi dari vitamin K sebagai faktor yang mempengaruhi koagulasi.
(R)-enansiomer warfarin dimetabolisme terutama melalui pengurangan (RS)-3'-
hydroxywarfarin, meskipun pengurangan 6-hidroksilasi juga terjadi. (S)-enansiomer dimetabolisme
terutama oleh 6 - dan 7-hidroksilasi dengan jumlah yang lebih kecil dari metabolit (SS)-3'-hidroksi.
Metabolit hasil reduksi bersifat kurang aktif dibandingkan warfarin, sedangkan metabolit 6- dan 7-
hidroksi bersifat tidak aktif. Metabolit lainnya termasuk alkohol natrium warfarin, sodium
dehydrowarfarin dan dua diastereoisomer alkohol, memiliki aktivitas minimal. Kurang dari 1% dari
dosis diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah. Sekitar 16-43% dari dosis tunggaldiekskresikan dalam urin sebagai metabolit bebas atau terkonjugasi dalam 6 hari. Ekskresi juga
terjadi, pada tingkat lebih rendah, melalui empedu. Akibatnya, hanya sedikit dari fraksi bebas obat ini
yang dapat menuju ke fase toksodinamik, yaitu fase dimana terjadi ikatan antara obat dengan reseptor
untuk menimbulkan efek antikoagulan.
Sama halnya dengan warfarin, acenocoumarol juga dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450di hati dengan ekspresi gen CYP2C9. Acenocoumarol secara ekstensif dimetabolisme melalui
penurunan sejumlah metabolit termasuk turunan amino, dan dua diastereoisomer dari 4-hydroxy-3-[1-
(4-nitrofenil)-3-hydroxybutyl] coumarin. Dua metabolit tidak aktif yang dihasilkan yaitu derivatif 6-
hidroksi dan 7-hydroxycoumarin telah diidentifikasi dalam urin. Sekitar 50-60% dari dosis
diekskresikan sebagian besar sebagai bentuk metabolit dalam urin setelah 48 jam, dan kurang dari
1% dalam bentuk obat tidak berubah, serta sekitar 30% dari dosis dieliminasi dalamfeses.
Walaupun demikian, efek antikoagulan yang dihasilkan oleh warfarin lebih tinggi
dibandingkan efek antikoagulan yang dihasilkan oleh acenocoumarol. Hal ini dikarenakan warfarin
memiliki tingkat absorpsi yang lebih besar dibandingkan acenocoumarol, dengan distribusi yang tidakjauh berbeda. Selain itu tingginya persentase metabolit dari acenocoumarol dalam urin (50-60%)
dibandingkan warfarin (16-43%) menyebabkan efektivitas terapi dari acenocoumarol menjadi lebih
rendah dibandingkan warfarin. Sementara itu, metabolisme phenindione dalam tubuh belum
dilaporkan secara jelas, namun diduga obat ini juga mengalami metabolisme di hati hingga kadarnyadalam darah menurun dan tidak memberikan efektivitas yang optimum.
Comment [gw3]: Vagaimana syw ini dan juga CL totalnya? Dar
ini bisa dipresiksi laju metabolism
obat ini.
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
27/283
d. Ekskresi
Ketiga obat antikoagulan tersebut mengalami ekskresi utama lewat ginjal, sehingga struktur
dan sifat fisika kimia senyawa yang berpengaruh terhadap proses ekskresi utamanya disebabkan oleh
pengaruh obat tersebut pada ginjal, terutama pada proses reabsorbsi oleh tubulus ginjal dan transport
aktif yang dilakukan oleh protein transporter ginjal. Penurunan kadar obat dalam plasma terutama
disebabkan oleh proses metabolisme dan ekskresi.
Parameter yang digunakan untuk menentukan ukuran eliminasi dari suatu obat adalah nilai
klirens. Klirens adalah volume cairan (yang mengandung obat) yang dibersihkan dari obat per satuan
waktu. Dalam hal ini acenocoumarol memiliki nilai klirens yang lebih besar yakni 0,5 mL/min/kg
dibandingkan warfarin dengan klirens sebesar 0,02-0,08 mL/min/kg. Sedangkan belum ada data yang
jelas mengenai nilai klirens dari phenindione.
Besarnya nilai klirens dari acenocoumarol menunjukkan bahwa obat ini lebih cepat
dieliminasi dengan jumlah yang besar dari dalam tubuh dibandingkan dengan warfarin. Hal ini jugadapat diamati berdasarkan perbedaan waktu paruh dari kedua senyawa tersebut. Waktu paruh (t1/2)
didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat sehingga kadar obat tersebut menurun
menjadi setengah dari konsentrasi awalnya. Berdasarkan waktu paruh eliminasi maka dapat
ditentukan cepat tidaknya obat diekskresikan dari dalam tubuh.
Dalam hal ini warfarin memiliki waktu paruh yang paling panjang yaitu 15-85 jam, dan
phenindione memiliki waktu paruh yang paling singkat yaitu 6 jam, sedangkan waktu paruh dari
acenocoumarol adalah 8 jam. Obat yang mengalami metabolisme dengan cepat, akan memiliki waktuparuh yang pendek, sehingga ekskresinya dari dalam tubuh juga akan berlangsung dengan cepat,
dalam hal ini adalah acenocoumarol. Demikian pula sebaliknya, obat yang tidak mengalami
metabolisme atau lebih lambat untuk dimetabolisme, akan memiliki waktu paruh yang panjang dan
lama tinggal di dalam tubuh, sehingga ekskresinya dari dalam tubuh juga akan berlangsung dalam
waktu yang lebih lama, dalam hal ini adalah warfarin.
2. Hubungan Struktur, Aspek Sterik, Dengan Toksisitas Antar Senyawa Pada Mamalia /
Manusia
Dalam fase toksodinamik, struktur dan sifat fisika kimia obat berpengaruh terhadap ikatan antara
obat dengan reseptor. Ketiga senyawa antikoagulan tersebut (acenokoumarol, warfarin, dan
phenidione) sama-sama bekerja dengan mengurangi koagulasi melalui penghambatan beberapa
mekanisme koagulasi yang bergantung pada vitamin K dan faktor fibrinolitik. Namun ketiga senyawa
tersebut memiliki efektivitas yang berbeda sebagai antikoagulan. Hal ini disebabkan karena perbedaan
afinitas dan aktivitas intrinsik yang dimiliki oleh tiap senyawa. Senyawa dengan afinitas yang tinggiakan dapat berikatan dengan sisi aktif reseptor dengan lebih kuat daripada senyawa dengan afinitas
yang lebih rendah.
Antikoagulan oral memberikan efeknya melalui interferensi dengan perubahan internal siklus
vitamin K dan epoksidanya. Warfarin menghambat reduktase vitamin K maupun epoksidanya,
sedangkan vitamin KH2 adalah kofaktor untuk karboksilasi proenzim inaktif (faktor II, VII, IX dan
X). Vitamin K sendiri merupakan kofaktor untuk karboksilasi residu glutamat menjadikarboksiglutamat (Gla) pada atom N terminal dari protein yang bergantung pada vitamin K. Reaksi ini
dikatalisa oleh suatu enzim karboksilase yang bergantung pada vitamin K dan membutuhkan bentuk
tereduksi dari vitamin K (KH2), molekul O2serta CO2. Selama reaksi ini residu Gla terbentuk dan
KH2 dioksidasi menjadi epoksidanya yang kemudian diubah lagi menjadi vitamin K oleh reduktase
vitamin K epoksida. Vitamin K yang terbentuk direduksi lebih jauh menjadi KH2 oleh reduktase
vitamin K. Penghambatan enzim reduktase vitamin K epoksida dan mungkin reduktase vitamin Koleh warfarin menyebabkan akumulasi vitamin K epoksida dalam hati dan plasma serta deplesi
vitamin KH2. Hal ini akan membatasi gamma karboksilasi terhadap protein pembekuan darah yangbergantung pada vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) dan terhadap protein antikoagulan (protein C
dan S), sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi biologis pembekuan darah.
Berbagai antikoagulan disintesis sebagai derivat 4-hidroksikumarin dan indan 1,3 dion,
tetapi hanya derivat kumarin yang banyak digunakan karena saat mula kerja (onset) dan lamanya
dapat diperkirakan serta karena ketersediaan hayati yang tinggi. Residu 4-hidroksi-kumarin dengan 1
atom karbon nonpolar pada posisi-3 merupakan struktur minimal yang dibutuhkan untuk aktivitas
Comment [gw4]: CL ini adalatotal, CLr bisa diprediksi dari %ek
obat bebas ke urin.
Comment [gw5]: Bagaimana dengan efek farmakologinya?
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
28/283
antikoagulan. Atom karbon ini asimetris pada warfarin dan enantiomernya berbeda dalam hal potensi,
metabolisme, eliminasi serta interaksi dengan obat lainnya.
Afinitas obat terhadap reseptor dipengaruhi oleh perubahan konformasi atau perubahan gugus
fungsional. Pada keadaan tertentu, dengan gugus tertentu, afinitasnya tinggi. Tapi jika dirubah,
afinitasnya jadi rendah karena ikatan kimia yang terbentuk rendah. Substitusi gugus akan memberikan
pengaturan elektronik dan sterik yang berbeda pula pada suatu senyawa sehingga akan memberikan
efek yang berbeda pula pada organisme. Reduktase atau dehidrogenase dapat bekerja secarastereoselektif dan stereospesifik. Reduksi antikoagulan warfarin selektif untuk enantiomer (R)-(+) dan
stereospesifik untuk pembentukan (R,S)-warfarin alkohol. Interaksi stereospesifik dapatmempengaruhi metabolisme oksidatif isomer R maupun S dan memiliki arti klinis yang penting.
Warfarin dengan isomer S memiliki aktivitas farmakologi 5 kali lebih besar dibandingkan isomer R-
nya.
Toksisitas suatu senyawa bagi mamalia/manusia dapat dilihat dari strukturnya serta
pertimbangan kemampuan obat tersebut untuk dimetabolisme dan dieliminasi dari tubuh. Diantara
ketiga obat (acenocoumaril, warfarin, dan phenindione) yang memiliki toksisitas paling tinggi adalah
warfarin. Hal ini disebabkan karena dalam strukturnya, warfarin memiliki substituen CH3 yang
bersifat nonpolar (lebih non polar dibandingkan dengan acenocoumaril dan phenidione). Susbtituen
non polar ini dalam tubuh akan paling cepat berikatan dengan reseptor, dikarenakan kemampuanabsorpsi obat tersebut meningkat akibat mudahnya transpor transmembran. Akan tetapi karena sifat
non polartersebut, warfarin akan susah dieliminasi dari tubuh sebab tidak mampu untuk bercampur
dengan cairan sistemik tubuh. Akibatnya akan terjadi penumpukan warfarin dalam tubuh yang
mengakibatkan efek toksik.
Sedangkan untuk acenocoumaril, walaupun memiliki substituen CH3 seperti pada warfarin,
namun obat ini juga memiliki gugus NO2 yang bersifat hidrofilik sehingga polaritas senyawa ini lebih
besar dibandingkan dengan warfarin. Adanya gugus hidrofilik ini menyebabkan acenocoumaril
mampu bercampur dengan cairan sistemik tubuh sehingga mampu dieliminasi dari tubuh. Adanya
gugus C=O yang bersifat hidrofilik sedang pada phenidione menyebabkan senyawa ini bersifat lebih
polar dibandingkan warfarin sehingga juga memiliki toksisitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan warfarin. Comment [gw6]: Bahasan QScukup namun belum lengkap dalam
mebandingkan ketiga senyawa yg
dijadikan contoh.
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
29/283
UTS I KIMIA MEDISINAL
Nama : Nyoman Darpita Wijaya
NIM : 0908505005
Soal 6Amyl salicylate senyawa obat yang memiliki efek antiimflamasi dan antipiretik. Analisa
beberapa turunan obat ini dengan struktur kimia berdekatan dan efek farmakologik yang sama(minimal membahas 3 senyawa obat)
1. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, sifat kimia fisika antar senyawa obat tersebut dengan
karakter toksokinetiknya,2. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa tersebut
pada mamalia / manusia
Jawaban:
Amyl salicylate merupakan turunan asam salisilat yang memiliki efek antiinflamasi danantipiretik. Beberapa turunan asam salisilat lain yang memiliki efek farmakologi yang samadiantaranya adalah acetyl salicylic acid (aspirin), sodium salicylate dan salicylamide.
(b) (c)
(a)
(d) (e)
Gambar 1. Struktur (a) Asam salisilat (b) Amyl salicylate (c) Aspirin
(d) Sodium Salicylate (e) Salicylamide(Sweetman, 2009)
1. Hubungan struktur dan sifat kimia fisika antara aspirin, sodium salicylate dan salicylamidedengan karakter toksokinetiknya.
Aspirin Sodium salicylate Salicylamide
pKa 3,5 3,0 ; 13,4 8,2
Log P -1,1 2,3 1,3
t 17 menit 2-4 jam (dosis
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
30/283
besar koefisien partisi menunjukkan bahwa senyawa tersebut makin non polar (makinmudah larut lemak), semakin banyak obat yang tersedia di sistem sistemik sehingga
semakin besar kemungkinannya untuk menduduki reseptor dan meningkatkan efek. Jadi,jika diurutkan dari senyawa yang paling mudah diabsorpsi adalah sodium salicylate,
salicylamide dan aspirin.
b) Distribusi
Aspirin dan sodium salicylate memiliki kemampuan berikatan dengan proteinplasma yang relatif tinggi yaitu 50-90%. Kemampuan berikatan dengan protein ini akan
menurun seiring dengan meningkatnya dosis. Dari sifat fisiko kimianya, dapat dilihat
bahwa sodium salicylate merupakan senyawa yang paling nonpolar dibandingkan duasenyawa lainnya. Semakin non polar maka volume distribusi senyawa ini juga akan
meningkat karena obat akan lebih mudah terdistribusi ke jaringan dan konsentrasi obatdalam plasma akan lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh sifat lipofilisitas senyawa non
polar tersebut tinggi sehingga akan lebih mudah menembus membran lipid bilayer (lebih
mudah mengalami transpor trans membran). Kemudahan untuk menembus membran iniakan meningkatkan kemungkinan senyawa untuk berikatan dengan reseptor danmenimbulkan efek farmakologis. Semakin cepat suatu obat didistribusikan, makasemakin cepat obat tersebut dapat menimbulkan aktivitas biologis karena akan lebih cepat
membentuk kompleks obat reseptor.
Waktu yang dibutuhkan oleh ketiga senyawa tersebut untuk mencapai kadar puncakdalam darah berurutan dari yang tersingkat adalah salicylamide (0,3 jam), aspirin (0,5-1jam) dan sodium salicylate (0,9 jam) (Moffat et al, 2005). Waktu yang dibutuhkan olehsodium salicylate untuk mencapai kadar puncak lebih lama dibanding aspirin karena
volume distribusinya yang lebih kecil. Sedangkan untuk salicylamide, data mengenai
volume distribusinya belum dapat ditemukan. Onset terapi salicylamide cepat namundurasinya singkat. Hal ini tidak dipengaruhi oleh ikatannya dengan protein, tetapi karenasenyawa ini mampu berdifusi dengan sangat cepat melewati jaringan tubuh. Aktivitasfarmakologinya disebabkan oleh bentuk tidak terkonjugasinya, yaitu amida bebas.
c) MetabolismeReaksi metabolisme obat terdiri dari dua tahap yaitu reaksi fase I atau reaksi
fungsionalisasi dan reaksi fase II atau reaksi konjugasi. Yang termasuk reaksi fase Iadalah oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Tujuan reaksi fase I adalah memasukkan gugus
fungsional tertentu yang bersifat polar seperti OH, COOH, NH2 dan SH ke strukturmolekul senyawa. Sedangkan reaksi fase II yang mencakup reaksi konjugasi, metilasi danasetilasi bertujuan untuk mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan
senyawa endogen yang mudah terionisasi dan bersifat polar seperti asam glukoronat,sulfat, glisin, dan glutamin, menghasilkan konjugat yang mudah larut dalam air.
Struktur kimia suatu senyawa akan mempengaruhi proses metabolismenya. Aspirin
yang mengandung gugus ester akan mengalami reaksi hidrolisis yang akan menghasilkanmetabolit asam salisilat yang merupakan senyawa aktifnya. Metabolit ini bersifat polar
dan mudah terkonjugasi. Reaksi hidrolisis aspirin ini dibantu oleh enzim mikrosom yaituesterase yang terdapat dalam jaringan hati, ginjal, usus dan plasma. Asam salisilatselanjutnya dikonjugasi oleh asam glukoronat dan glisin menjadi bentuk asil dan eter
glukoronida dan asam salisilurat yang tidak aktif. Konjugat ini bersifat polar, mudah larutdalam air dan diekskresikan melalui ginjal. Sama dengan aspirin, sodium salicylate yang
mengandung gugus fenol akan mudah mengalami reaksi konjugasi. Sodium salicylate
mengalami reaksi konjugasi dengan asam glukoronat dan glisin untuk menghasilkan asamsalisilurat, salisil O-glukoronid dan salisil ester glukoronid. Sedangkan salicylamide yang
mengandung gugus fenol dan amin aromatik akan cenderung mengalami reaksi konjugasisulfat. Konjugasi sulfat ini meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dan membuatnya
menjadi tidak toksik.
Comment [gw4]: Lalu bagaim
dengan laju dan jumlah absorpsi d
tiga senyawa tersebut? Data untuk
tidak ada yg diungkap!
Comment [gw5]: Datanya? Se
kenyataan tidak ada perbedaan da
signifikan, salisilamid tidak diperol
Vdnya
Comment [gw6]: Bagaimana
perbedaan ketiga senyawa obat te
bahasan sebaiknya didasarkan ata
yg ada
Comment [gw7]: Bagimana pe
sifat fisikokimia terhadap tMax da
snyawa ini? Sebaikna dijelaskan
Comment [gw8]: Durasi ditenoleh laju absorpsi, CpMax, t1/2 dis
belum ada data untuk menyimpulk
salisilamide memiliki durasi yg lam
Comment [gw9]: Isoezim yg teResksi fase dua?
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
31/283
d) Eliminasi
Aspirin, sodium salicylate dan salicylamide diekskresikan melalui ginjal. Salisilatdireabsorpsi oleh tubulus ginjal dari asam urat melalui proses difusi pasif. Proses
reabsorpsi ini dipengaruhi oleh sifat fisika kimia seperti ukuran molekul dan koefisienpartisi. Sodium salicylate memiliki koefisien partisi tertinggi sehingga lebih non polardibanding dua senyawa lainnya dan lebih mudah larut dalam lemak sehingga memiliki
kemungkinan lebih besar untuk diabsorpsi kembali oleh membran tubulus. Sedangkanmeskipun aspirin memiliki koefisien partisi yang rendah, senyawa ini bersifat elektrolit
lemah, sehingga pada pH urin normal akan berada dalam bentuk tidak terdisosiasi, mudah
larut dalam lemak sehingga mudah diabsorpsi kembali oleh tubular. Proses reabsorpsipada tubulus ginjal ini juga dipengaruhi oleh pH urin. Senyawa-senyawa turunan asam
salisilat yang bersifat asam lemah tersebut akan meningkat bila pH urin dibuat basa danakan menurun bila pH urin dibuat asam.
Proses ekskresi dan metabolisme saling berkaitan dalam menyebabkan terjadinya
penurunan kadar obat dalam darah. Kecepatan metabolisme akan mempengaruhikecepatan eliminasi suatu obat. Kecepatan eliminasi obat dapat dilihat dari data waktu
paruhnya (t ) dimana parameter ini menggambarkan waktu yang dibutuhkan oleh suatuobat agar kadarnya menurun menjadi setengah konsentrasi awalnya. Secara berurutan,
senyawa yang memiliki waktu paruh tersingkat hingga terpanjang adalah aspirin (17
menit), salicylamide (1 jam), dan sodium salicylate ( 2-4 jam tergantung dosis). Aspirinmemiliki waktu paruh tersingkat karena metabolisme senyawa ini berlangsung cepat.Semakin lama proses metabolismenya, waktu paruh senyawa akan makin panjang dansemakin lama tinggal di dalam tubuh.
2. Hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antara aspirin, sodium salicylate dansalicylamide pada mamalia / manusia
Hampir semua obat yang memiliki efek farmakologis sama, pada umumnyamempunyai gambaran struktur tertentu. Gambaran struktur ini disebabkan oleh orientasi
gugus-gugus fungsional dalam ruang dan pola yang sama. Dari gambaran sterik dikenal
berbagai macam struktur isomeri, antara lain adalah isomer geometrik, isomer konformasi,diasterioisomer, dan isomer optik. Bentuk-bentuk isomer tersebut dapat mempengaruhiaktivitas biologis obat (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Ketiga obat turunan asam salisilat tersebut memiliki isomer geometrik karena
strukturnya hanya dibedakan oleh atom-atom atau gugus-gugus yang terikat secara langsungpada suatu ikatan rangkap atau dalam suatu sistem asiklik. Dibandingkan dengan senyawainduknya (asam salisilat), aspirin kehilangan gugus hidroksinya yang digantikan dengan
ester. Hal ini mengakibatkan kepolarannya dan keasamannya berkurang. Adanya gugus estermembuat aspirin mudah mengalami metabolisme hidrolitik menjadi asam salisilat yang
merupakan senyawa aktifnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa substitusi gugus OH pada
asam salisilat dengan ester akan meningkatkan lipofilisitas senyawa sehingga lebih mudahmenembus membran biologis dan dapat berubah kembali menjadi senyawa aktifnya melalui
reaksi hidrolisis pada proses metabolisme.Gugus fungsi adalah letak kereaktifan kimia dalam molekul dan timbul dari ikatan pi
atau dari perbedaan dalam keelektronegatifan antara atom yang berikatan. Sodium salicylate
dan salicylamide sama-sama kehilangan gugus karboksilatnya dan secara berturut-turutdigantikan dengan gugus yang mengandung Na dan gugus amina. Dilihat dari tabel periodik
unsur, Amina jelas lebih elektronegatif dibanding Na. Semakin elektronegatif suatu senyawa,
makin mudah ia akan berikatan dengan reseptor sehingga aktivitasnya akan lebih cepat. Halini dapat dibuktikan dari data tmax-nya dimana salicylamide yang lebih elektronegatif
memiliki tmax yang lebih singkat (0,3 jam) dan sodium salicylate yang lebih elektropositifmemiliki tmax yang blebih lama(0,9 jam).
Comment [gw10]: Ditunjung
bukti Vd
Comment [gw11]: Bahasan in
tepatnya pada distribusi
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
32/283
Untuk data toksisitas, dapat digunakan parameter polaritas dimana senyawa yanglebih non polar akan lebih mudah larut dalam lemak sehingga ketersediaannya lebih banyak
di sistem sistemik dan kemungkinannya menduduki reseptor lebih besar. Namun hal ini jugamengakibatkan senyawa makin sulit dieliminasi sehingga kemungkinan untuk terakumulasi
besar dan toksisitasnya tinggi. Sedangkan untuk senyawa yang lebih polar kemungkinanterakumulasinya lebih kecil dan toksisitas lebih rendah. Jika diurutkan dari yang tertinggi,senyawa yang memiliki toksisitas tertinggi hingga terendah adalah sodium salicylate,
salicylamide dan terakhir aspirin.
Reference:Moffat, A.C, M.D. Oselton, B. Widdop. 2005. Clarke Analysis of Drug and Poissons. USA:
Pharmaceutical Press.Siswandono, B. Soekardjo. 2008.Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.
Sweetman, S.C. 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. London: Pharmaceutical
Press.
Comment [gw12]: Bagaimanareseptor ketiga obat ini, pengarus
halangan sterik/isomer terhadap ik
reseptor dan toksisitas dari ke3 syw
ini.
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
33/283
Oleh:
Pande Nyoman Karismawan (0908505006)
Soal 61.
Fenoldopam is a dopamine agonist that is reported to have a selective action at dopamine D1-receptors,
leading to vasodilatation. Analisa beberapa turunan ini dengan struktur kimia berdekatan dan efek
farmakologik yang sama (minimal membahas 3 senyawa obat)
a. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, sifat kimia fisika antar senyawa obat tersebut dengan karakter
toksokinetiknya,
b. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa tersebut pada
mamalia / manusia
Jawaban
fenoldopam dopexamin dopamin
struktur
BM 305,8 356.5 153.2
Rumus
moleku
l
C16H16ClNO3 C22H32N2O2 C8H11NO2
Koefisi
enpartisi
Log P(octanol/water), 2.39 Log P(octanol/water), 4.27 Log P(octanol/water), 1.0
pKa 9,71 9.652 8,93
t 1/2 5 - 10 min 7 min; 11 min pada pasien dengan
gagal jantung
2 menit
CL 1.49 L/h/kg (0.025 g/kg
body weight/min dose) to
2.29 L/h/kg (0.5 g/kgbody weight/min dose)
Plasma clearance, 36 mL/min/kg -??????
Ikatan
dengan
protein
Approx. 88% -?????? -??????
Comment [gw1]: Nilai 60
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
34/283
1. Hubungan struktur, sifat fisika-kimia pada fase toksokinetik
a. Absorbsi
Konsentrasi relatif bentuk ion/molekul bergantung pada nilai pKa obat dan juga pada pH
lingkungan tempat molekul zat aktif berada. Kebanyakan obat berupa asam lemah atau basa lemah,
karena absorpsi dengan cara difusi pasif hanya terjadi dalam bentuk tidak terionisasi, maka perbandingan
fraksi obat yang tidak terionisasi dan fraksi obat yang terionisasi sangat menentukan absorpsi.
Berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach, derajat ionisasi ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
- Tetapan ionisasi dari suatu senyawa atau pKa
- pH cairan dimana molekul zat aktif terdapat
Dilihat dari nilai pKa, ketiga obat ini bersifat basa lemah. Ketika obat yang bersifat basa lemah
berada pada lingkungan yang asam seperti di lambung, maka absorbsinya akan rendah. Hal ini disebabkankarena senyawa basa lemah akan lebih banyak berada dalam bentuk ionnya ketika berada di lingkungan
asam. Hal ini menyebabkan absorbsi per oral ketiga obat ini sangat rendah. Jika ketiga obat ini
dibandingkan, maka berdasarkan nilai pKa dan nilai koefisien partisinya dopexamin akan lebih mudah
diserap di usus ketika diberikan secara oral, hal ini disebabkan karena pada suasana basa dopexamin akan
lebih banyak berada dalam bentuk tak terionkan. Dengan demikian, bentuk bebas akan lebih mudahdiabsorbsi dan dihantarkan menuju tempat target. Selain itu, dopexamin juga memiliki sifat yang paling
nonpolar yang akan memudahkan dirinya untuk terlarut dalam medium lemak sehingga dengan lebihmudah dapat melintasi membran dan jumlah yang diabsorbsi akan lebih banyak. Meskipun fenoldopam
nilai pKa-nya sedikit lebih tinggi dari dopexamin, namun fenoldopam kurang nonpolar dibandingkan
dengan dopexamin dilihat dari nilai koefisien partisinya. Sehingga kelarutannya dalam lemak akan lebih
rendah dan sedikit lebih sulit untuk dapat diabsorbsi melintasi membrane biologis. Selain itu daristrukturnya, fenoldopam memiliki 3 subtituen hidroksi yang menyebabkan sifatnya cenderung lebih polar
dibandingkan dopexamin yang memiliki ranta karbon yang lebih panjang dan hanya memiliki 2 gugus
hidroksi.
b. Distribusi
Distribusi suatu obat salah satunya dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak. Semakin nonpolar
suatu senyawa maka volume distribusinya akan semakin besar sebab senyawa akan lebih mudah
terdistribusi ke dalam jaringan. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi adalah ikatan dengan protein.Dari segi struktur dan sifat fisiko kimia, dopexamin merupakan senyawa yang bersifat paling nonpolar
dibandingkan kedua senyawa lainnya sehingga lebih mudah terdistribusi ke dalam jaringan melalui
mekanisme difusi pasif, dimana dopexamin akan melarut pada lemak penyusun membrane. Selain itu,
dopexamin memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan fenoldopam. Hal ini
disebabkan karena potensi ikatan dengan proteinnya tidak setinggi ikatan protein pada
fenoldopam.Akibatnya, bentuk bebas dari dopexamin dapat ditemukan dalam jumlah besar dan dapatmelintasi membran untuk menuju jaringan target dan berikatan dengan reseptor sehingga menimbulkan
efek farmakologis.
Semakin non polar suatu senyawa maka volume distribusinya akan semakin besar sebab obat
akan lebih mudah terdistribusi ke dalam jaringan dan konsentrasi obat dalam plasmaakan lebih kecil. Hal
ini terjadi karena senyawa nonpolar akan lebih mudah menjalani transport trans membran daripada
senyawa polar. Akibat sifatnya yang lipofilik, senyawa nonpolar akan lebih mudah masuk ke lapisan lipid
bilayer dan akhirnya akan mudah menuju ke dalam jaringan target untuk berikatan dengan reseptor dan
akhirnya menimbulkan efek farmakologis. Semakin cepat suatu obat didistribusikan, maka semakin cepat
Comment [gw2]: Tidak ditam
data Vd syw obatnya.
Comment [gw3]: Pembahasa
semestinya ditunjang oleh data V
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
35/283
obat tersebut dapat menimbulkan aktivitas biologis karena akan lebih cepat membentuk kompleks obat
reseptor.
c. Eliminasi
Secara umum ketiga obat ini disekresikan melalui ginjal. Eksresi obat melalui ginjal melibatkan
tiga proses yaitu penyaringan glomerolus, absorpsi kembali secara pasif pada tubulus ginjal dan sekresi
aktif pada tubulus ginjal.
Dari ketiga obat ini, dopamine memiliki ekskresi yang paling cepat dibandingkan dua obat
lainnya terbukti dari waktu paruhnya yang sangat singkat yaitu 2 menit. Hal ini disebabkan karena pada
proses penyaringan glomerulus, molekul dopamine yang bersifat paling hidrofil dapat langsung dengan
lebih mudah melewati glomerulus karena dopamine paling mudah larut dalam cairan plasma. Selain itu,
dopamine juga mampu bergerak dari plasma darah ke urin melalui membrane tubulus ginjal dengan
mekanisme transport aktif sehingga lebih cepat dibersihkan dari tubuh.
Sementara itu, dopexamin yang bersifat paling nonpolar akan memiliki waktu ekskresi yangpaling lama. Hal ini disebabkan karena absorbsi kembali dalam tubulus ginjal berlangsung dengan difusi
pasif. Obat yang bersifat nonpolar akan mudah larut dalam lemak sehingga mudah di absorbsi kembali
oleh membrane tubulus, sehingga untuk membersihkannya diperlukan waktu yang lebih lama
dibandingkan obat yang bersifat lebih polar. Dilihat dari bobot melekulnya, dopexamin memiliki bobot
molekul yang paling besar, sehingga lebih sulit untuk diekskresikan. Pernyataan ini sesuai dengan dataklirens obat dan waktuparuh obat pada tabel diatas.
2.Perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa tersebut pada
mamalia/manusia
Ketiga obat ini memiliki aktivitas dengan berikatan pada reseptor D-1, dimana dari nilai pKa
diketahui bahwa ketiga obat ini bersifat basa lemah. Pada obat yang bersifat basa lemah, ketika terjadi
peningkatan pH media di tempat ikatan akan mengakibatkan sifat ionisasi menurun, bentuk tak terionisasi
bertambah besar, sehingga jumlah obat yang menembus membrane biologis akan semakin banyak.
Akibatnya kemungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor bertambah besar dan aktivitasbiologisnya semakin meningkat.
Dilihat dari keelektronegatifannya, fenoldopam paling elektronegatif karena memiliki subtituen
Cl pada strukturnya, sehingga ikatan dengan reseptor D-1 akan lebih kuat dan efek bronkodilatornya akan
lebih poten dibandingkan dengan 2 senyawa lainnya. Keelektronegatifan akan menentukan afinitas obat
dengan reseptornya. Sehingga fenoldopam memiliki afinitas dengan reseptor D-1 yang lebih kuat
dibandingkan 2 senyawa lainnya.
Toksisitas suatu senyawa bagi mamalia/manusia dapat dilihat dari strukturnya serta pertimbangan
kemampuan obat tersebut untuk dimetabolisme dan dieliminasi dari tubuh. Diantara ketiga obat ini, yang
memiliki kemungkinan toksisitas tinggi adalah dopexamin. Hal ini disebabkan karena dopexamin bersifat
paling nonpolar, akibatnya senyawa non polar ini dalam tubuh akan paling cepat berikatan dengan
reseptor karena substituen non polar cenderung tidak akan berikatan dengan protein plasma sehingga akan
paling banyak dalam bentuk bebas dan kemungkinan berikatan dengan reseptor juga lebih banyak. Akan
tetapi, karena sifat non polarnya tersebut, dopexamin akan susah dieliminasi dari tubuh sebab tidak
mampu untuk bercampur dengan cairan sistemik tubuh. Akibatnya kemungkinan untuk terjadinyaakumulasi dalam tubuh yang mengakibatkan efek toksik akan lebih besar.
Comment [gw4]: Tidak diduk
data menyimpulkan senyawa diel
utama melalui ginjal, CLr?
Comment [gw5]: Mesestinya
didukung oleh jumlah eksresi sywbentuk aktivnya melalui ginjal?
Comment [gw6]: CL di atas ad
total.
Comment [gw7]: Penjelasan
sebelumnya belum didukung data
Comment [gw8]: Kuatnya ika
dengan reseptor dapat dilihat dar
aktifitas intrinsic masing2 syw, at
Dosis/kg yg diberikan. Dlm hal ini
cukup data untuk menyimpulkan
tersebut
-
7/24/2019 UTS Kimed 2009
36/283
Nama : I Putu Hengky Prawiranata
Nim : 0908505007
Soal 52.
Debrisoquine is an antihypertensive with actions and uses similar to those of guanethidine. Analisa beberapa
turunan ini dengan struktur kimia berdekatan dan efek farmakologik yang sama (minimal membahas 3 senyawa
obat)
a. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, sifat kimia fisika antar senyawa obat tersebut dengan karakter
toksokinetiknya
b. Jelaskan perbedaan hubungan struktur, aspek sterik, dengan toksisitas antar senyawa tersebut pada mamalia /
manusia
JAWABAN :
Debrisoquine merupakan senyawa turunan dari guanidin. Ini adalah antihipertensi obat yang memiliki mekanismekerja mirip dengan guanethidine. Debrisoquine memiliki mekanismme kerja sebagai obat antihipertensi dengan
memblok transmisi saraf efektor. Senyawa pemblok transmisi saraf efekto