uts dinamika hi pasca 1945

10
UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2010/2011 MATA KULIAH DINAMIKA HUBUNGAN INTERNASIONAL PASCA 1945 Nama : Binar Sari Suryandari NPM : 1006664685 Pertanyaan A Menjelang akhir Perang Dunia II, negara tiga besar sekutu yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Uni Soviet berkumpul di Yalta. Ketiga negara ini diwakili oleh Roosevelt, Churchill, dan Stalin selaku pemimpin dari ketiga negara tersebut. Peristiwa ini disebut Konferensi Yalta atau Crimea Conference karena pertemuan ini tepatnya diadakan di semenanjung Crimea. 1 Konferensi Yalta ini secara khusus memfokuskan pembahasan mengenai pembangunan kembali Eropa pasca Perang Dunia II termasuk permasalahan Jerman, pembentukan sebuah organisasi internasional yang baru, serta langkah-langkah yang akan diambil untuk dapat mengalahkan militer Jepang. 2 Pada umumnya pertemuan ini dilaksanakan untuk membahas rencana-rencana negara tiga besar mengenai keamanan dan perdamaian di masa yang akan datang. 1 Diakses dari http://indonesian.irib.ir/index.php? option=com_content&view=article&id=19124:lintasan-sejarah-4- februari&catid=36:dunia-hari-ini&Itemid=69 pada 19 Oktober 2010 pukul 15.59 WIB. 2 Peter Knight, Conspiracy Theories in American History: An Encyclopedia, Vol. 1 (Santa Barbara: ABC-LIO, 2003) hlm. 748.

Upload: binar-s-suryandari

Post on 28-Jun-2015

167 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Ujian Tengah Semester dengan sifat TakeHome. Seputar Yalta Conference, Weapon of Mass Destruction, dan Sphere of Influence

TRANSCRIPT

Page 1: UTS Dinamika HI Pasca 1945

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2010/2011MATA KULIAH DINAMIKA HUBUNGAN INTERNASIONAL PASCA 1945

Nama : Binar Sari Suryandari

NPM : 1006664685

Pertanyaan A

Menjelang akhir Perang Dunia II, negara tiga besar sekutu yaitu Amerika Serikat,

Inggris dan Uni Soviet berkumpul di Yalta. Ketiga negara ini diwakili oleh Roosevelt,

Churchill, dan Stalin selaku pemimpin dari ketiga negara tersebut. Peristiwa ini disebut

Konferensi Yalta atau Crimea Conference karena pertemuan ini tepatnya diadakan di

semenanjung Crimea.1 Konferensi Yalta ini secara khusus memfokuskan pembahasan

mengenai pembangunan kembali Eropa pasca Perang Dunia II termasuk permasalahan

Jerman, pembentukan sebuah organisasi internasional yang baru, serta langkah-langkah yang

akan diambil untuk dapat mengalahkan militer Jepang.2 Pada umumnya pertemuan ini

dilaksanakan untuk membahas rencana-rencana negara tiga besar mengenai keamanan dan

perdamaian di masa yang akan datang.

Konferensi Yalta ini memiliki beberapa pengaruh terhadap kondisi Jerman di masa

pasca Perang Dunia II tersebut, terutama pada empat pokok kesepakatan yang secara langsung

menyebut negara Jerman. Pertama adalah bahwa Jerman harus menyerah tanpa syarat

(unconditional surrender). Pokok kedua adalah mengenai pembagian Jerman dan Berlin

menjadi empat bagian, serta perlunya zona penempatan bagi pasukan Prancis. Ketiga adalah

bahwa Jerman diwajibkan membayar ganti rugi perang dan penggunaan tenaga kerja Jerman

oleh sekutu. Dan yang keempat adalah mengenai pembekuan seluruh industri Jerman.3

Poin pertama mengenai penyerahan Jerman tanpa syarat ini membuat kondisi

keseluruhan Jerman menjadi semakin terpuruk. Dengan adanya poin ini, Jerman tidak

memiliki kekuatan apapun untuk dapat menolak atau menyatakan tidak setuju dengan apa 1 Diakses dari http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&view=article&id=19124:lintasan-sejarah-4-

februari&catid=36:dunia-hari-ini&Itemid=69 pada 19 Oktober 2010 pukul 15.59 WIB.2 Peter Knight, Conspiracy Theories in American History: An Encyclopedia, Vol. 1 (Santa Barbara: ABC-LIO,

2003) hlm. 748.3 U.S. Department of State, Protocol of Proceedings of Crimea Conference (Washington DC: Government Printing

Office, 1950) Article III, IV, V.

Page 2: UTS Dinamika HI Pasca 1945

yang dituntutkan padanya, termasuk apa yang tercantum di poin-poin selanjutnya dalam Yalta

Conference tersebut. Jerman juga tidak dapat mempertahankan apapun bagi negaranya dan

harus terus tunduk kepada sekutu.

Poin kedua adalah mengenai pembagian Jerman dan Berlin menjadi empat bagian

kependudukan. Empat bagian ini antara lain diduduki oleh Amerika Serikat, Inggris, Uni

Soviet, dan Prancis. Dalam dokumen Konferensi Yalta ini disepakati perlunya pengalokasian

penempatan bagi pasukan Prancis di Jerman. Zona ini akan terbentuk dari zona Inggris dan

Amerika, dan luasnya akan diselesaikan oleh Inggris dan Amerika dalam konsultasi dengan

French Provisional Government. Dalam poin ini juga disepakati bahwa French Provisional

Government harus diundang untuk menjadi anggota dari Allied Control Council untuk

Jerman.4

Jerman diwajibkan untuk membayar ganti rugi perang merupakan pokok kesepakatan

ketiga dalam Konferensi Yalta yang memiliki pengaruh besar terhadap kondisi Jerman,

terutama dalam bidang ekonomi. Pengganti-rugian ini memeras perekonomian negara Jerman

tersebut. Tak hanya dalam bidang ekonomi, pokok kesepakatan ini juga melumpuhkan Jerman

dalam sektor lainnya yaitu militer dan sosial. Dalam sektor militer, kondisi yang

memperburuk kondisi Jerman adalah adanya pernyataan bahwa Jerman harus menghancurkan

alat-alat perangnya. Hal ini mengakibatkan militer Jerman menjadi lemah karena semakin

minimnya alat-alat perang yang dimilikinya. Militer Jerman seolah-olah dibuat menjadi tidak

berkutik dengan adanya poin kesepakatan ini. Penggunaan tenaga kerja Jerman oleh sekutu

untuk melakukan pembangunan Eropa juga merupakan salah satu penghinaan bagi Jerman

dalam bidang sosial. Namun akibat adanya poin tentang penyerahan Jerman tanpa syarat yang

telah disebutkan sebelumnya membuat Jerman tidak dapat melakukan apapun mengenai

apapun yang dituntutkan padanya, termasuk mengenai hal ini.

Poin keempat adalah mengenai keharusan pembekuan seluruh industri Jerman. Hal

ini secara langsung meluluh-lantakkan perekonomian Jerman, karena dengan matinya seluruh

industri Jerman, sektor ekonomi Jerman menjadi lemah dan Jerman tidak lagi memiliki

instrumen industrial yang dapat menyangga perekonomian negaranya. Poin-poin kesepakatan

dalam Konferensi Yalta ini sangat mempengaruhi kondisi Jerman secara keseluruhan, baik

dalam bidang ekonomi, politik, militer, dan sosial. Pada intinya, poin-poin yang berkenaan

4 Protocol of Proceedings of Crimea Conference, Ibid.

Page 3: UTS Dinamika HI Pasca 1945

langsung dengan Jerman dalam Konferensi Yalta ini terlihat sebagai sebuah sarana bagi the

Big Three untuk melakukan demiliterisasi dan de-nazifikasi terhadap Jerman serta untuk dapat

melemahkan dan melumpuhkan Jerman di berbagai sektor.

Pertanyaan B

Keberadaan senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction) pada masa

Perang Dunia II hingga berakhirnya Perang Dingin memiliki peran yang cukup penting dalam

mempengaruhi beberapa fenomena politik dan keamanan dalam dunia internasional. Isu

persenjataan yang dapat mengganggu keseimbangan politik dan keamanan ini mulai terjadi

saat adanya konfrontasi nuklir pertama yang dilakukan oleh Uni Soviet saat melakukan

percobaan penjatuhan bom atom pada tahun 1949.5 Hal ini memunculkan kemungkinan

bahwa ‘hot war’ dapat terjadi. Pihak Amerika Serikat pun yang mengetahui hal ini langsung

berusaha membentuk strategi perang yang disebut NSC 68 yang pada dasarnya menekankan

akan perlunya peningkatan kekuatan dan persenjataan bagi Amerika Serikat. Mulai saat inilah

adanya perlombaan senjata di antara kedua negara adidaya tersebut tidak dapat dihindarkan.

Perlombaan senjata ini sebenarnya terjadi karena kedua negara sama-sama merasa

keamanannya terancam. Kedua negara merasa khawatir bahwa salah satu negara akan benar-

benar meluncurkan senjata nuklirnya untuk menyerang yang lain. Dunia internasional pun

merasa insecure dan memiliki kekhawatiran akan adanya potensi pecahnya perang nuklir atau

perang panas akibat perlombaan senjata yang dilakukan antara Amerika Serikat dan Uni

Soviet. Kedua negara ini terus menyusun strategi pertahanan keamanan serta menyusun usaha

untuk saling memata-matai (politik spionase) untuk mengetahui strategi apa yang sedang

dibuat oleh pihak lawan.

Proses saling curiga dan memata-matai ini mencapai puncak saat mata-mata Amerika

Serikat menemukan adanya pembangunan instalasi nuklir di Kuba oleh pihak Uni Soviet pada

tahun 1962. Peristiwa ini disebut dengan Cuban Missile Crises. Presiden Amerika Serikat,

John F. Kennedy, menunjukkan bukti fotografi yang menggambarkan pembangunan empat

puluh pabrik misil di Kuba oleh pihak Uni Soviet.6 Kennedy mengutuk adanya 5 John Young dan John Kent, International Relations Since 1945: A Global History (New York: Oxford University

Press, 2004), hlm. 138.6 “Perang ‘Misil’ AS dan Soviet di Kuba” yang diakses dari http://www.vhrmedia.com/vhr-corner/agenda,Perang-

Misil-AS-dan-Soviet-di-Kuba-987.html pada 19 Oktober 2010 pukul 17.36 WIB.

Page 4: UTS Dinamika HI Pasca 1945

penginstalasian nuklir oleh Uni Soviet ini. Kuba dianggap oleh Uni Soviet sebagai tempat

yang cocok untuk menginstalasi nuklir karena letaknya yang relatif cukup dekat dengan

Amerika Serikat. Beberapa analisis menganggap tujuan Krushchev mengambil keputusan

untuk menempatkan misil jarak jauh dan menengah ini adalah untuk mencegah Amerika

Serikat dalam menumbangkan rezim Castro.7

Untuk mengatasi hal ini Kennedy dan penasihatnya memutuskan untuk memblokade

atau secara lebih halus dikatakan sebagai proses ‘karantina laut’ untuk mencegah pengiriman

misil dari Uni Soviet ke Kuba. Karantina laut yang dilakukan Amerika Serikat ini memaksa

Uni Soviet untuk menarik misilnya dari Kuba. Krisis Misil Kuba ini nyaris membawa dunia

kepada perang nuklir. Namun akhirnya diperoleh persetujuan bahwa Uni Soviet akan menarik

persenjataan nuklirnya di Kuba, demikian pula dengan Amerika Serikat dengan persenjataan

nuklirnya di Turki, serta dengan jaminan bahwa Amerika Serikat tidak akan menginvasi

Kuba.

Mengacu pada peristiwa di atas, terlihat bahwa keberadaan weapon of mass

destruction di antara masa akhir Perang Dunia II dan Perang Dingin ini jelas memunculkan

banyak keresahan dan kekhawatiran bagi banyak pihak. Dunia internasional khawatir hal ini

akan mengakibatkan pecahnya perang panas yang dapat menelan banyak korban. Kondisi dan

situasi dunia menjadi sangat rentan akan potensi diaktifkan dan diluncurkannya nuklir-nuklir

tersebut. Kedua negara yang terlibat pun sebenarnya memiliki kekhawatiran dan sama-sama

merasa keamanan negaranya terancam. Security dilemma yang dirasakan oleh kedua negara

ini lalu justru memicu kedua negara untuk memperkuat persenjataannya. Kedua negara saling

menyusun strategi politik untuk melakukan spionase satu sama lain untuk dapat mengetahui

apabila keamanannya terancam. Peristiwa perlombaan senjata ini akhirnya dapat ditengahi

dengan munculnya ide untuk mengendalikan dan membatasi jumlah kepemilikan persenjataan

nuklir di suatu negara yang diwujudkan melalui beberapa persetujuan antara dua negara

adidaya tersebut yaitu Test Ban Treaty pada tahun 1963, Non-Proliferation Treaty pada tahun

1968, dan SALT I pada tahun 1972.

Pertanyaan C

7 Young & Kent, Op. cit., hlm. 236.

Page 5: UTS Dinamika HI Pasca 1945

Pemeliharaan sphere of influence oleh dua negara adidaya yaitu Amerika Serikat dan

Uni Soviet di masa Perang Dingin menyebabkan Eropa terpecah ke dalam dua kutub politik,

yaitu blok barat dan blok timur. Penyebab terjadinya perpecahan kutub ini adalah adanya

paham yang berbeda antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua negara ini memiliki

pandangan yang berbeda dan sama-sama berkeinginan kuat untuk dapat menanamkan

pahamnya kepada negara-negara di Eropa.

Pada dasarnya, kedua negara ini memiliki niat yang sama yaitu untuk dapat

membantu pembangunan kembali negara-negara di Eropa pasca Perang Dunia II. Namun

ternyata niat yang sama ini tidak diiringi dengan visi yang sama akan pandangan

pembangunan seperti apa yang akan ditanamkan di Eropa pada masa itu. Kedua negara

memiliki perbedaan pandangan akan pembangunan dan keduanya ingin dapat mendominasi

pembentukan paham yang akan ditanamkan di Eropa. Amerika Serikat dan Uni Soviet sama-

sama merasa bahwa paham yang dianutnya adalah yang terbaik dan terkuat, sehingga

perbedaan ini akhirnya menyebabkan pembagian kekuasaan atas Eropa antara Uni Soviet dan

Amerika Serikat. Pengkutuban ini mulai sangat terlihat saat Amerika Serikat menyusun

Marshall Plan. Tidak diragukan lagi, Marshall Plan merupakan titik kunci pembangunan atas

kedua blok, yaitu timur dan barat. Di level politik, Marshall Plan dianggap sebagai penyebab

sekaligus konsekuensi dari adanya ketegangan di antara dua kutub.8 Lalu hal ini berlanjut

kepada pembagian wilayah kekuasaan Eropa, Uni Soviet mendapatkan daerah Eropa bagian

timur dan Amerika Serikat mendapat daerah Eropa bagian Barat, atau lebih sering disebut

dengan Blok Timur dan Blok Barat. Ketegangan di antara kedua kubu pun semakin kuat

seiring dengan munculnya istilah politik tirai besi (The Iron Curtain) yang memisahkan

hubungan antara kedua kawasan tersebut.

Uni Soviet, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mendapatkan kekuasaan untuk

melakukan pembangunan di daerah Eropa Timur. Hal ini tentu saja juga dimanfaatkan oleh

Uni Soviet untuk dapat melakukan ekspansi politik dan ideologisnya yaitu komunisme.9

Sistem politik yang berlaku di negara – negara di Eropa Timur umumnya tidak jauh dari

pengaruh Uni Soviet yaitu komunisme, mengingat bahwa selama masa itu negara-negara

Eropa Timur ’diasuh‘ oleh Uni Soviet.

8 Young & Kent, Ibid., hlm. 74.9 Ibid., hlm. 21.

Page 6: UTS Dinamika HI Pasca 1945

Komunisme adalah sebuah sistem politik dan ideologi yang berdasarkan atas

kepemilikan komunal dan struktur sosial yang tanpa mengenal kelas.10 Hal ini memiliki

perbedaan mendasar dengan sistem kapitalis yang memberikan kebebasan bagi tiap individu

untuk melakukan kegiatan dan hak atas kepemilikan sesuatu. Karakter sistem politik di Eropa

Timur diwarnai dengan prinsip komunisme. Namun dengan pemberlakuan sistem ini,

perbedaan kelas antara kaum borjuis dan proletar semakin terlihat. Sistem politik komunisme

memperlihatkan wajah pemerintahan yang totaliter karena seluruh kegiatannya dipusatkan

pada pemerintah pusat.

Eropa Timur di bawah pengaruh Uni Soviet menjadi negara-negara satelit Blok

Timur. Karakter kuat dalam sistem politiknya pun didominasi dengan paham komunisme

yang ditanamkan oleh Uni Soviet. Namun lama kelamaan, paham ini mulai meresahkan

karena dianggap tidak dapat mengayomi kepentingan rakyat banyak (kaum proletar). Negara-

negara Eropa Timur mulai merasa bahwa kepentingan mereka diinjak-injak oleh para kaum

borjuis. Kegiatan yang dilakukan oleh rakyat Eropa Timur di masa itu terlihat hanya untuk

mendukung kepentingan Uni Soviet, terutama dengan tidak diakuinya hak-hak individu dalam

sistem komunisme. Sehingga setelah kematian Stalin, Uni Soviet mulai memperhalus wajah

pemerintahan mereka dan menyuguhkan paham sosialisme wajah baru.11 Pemodifikasian

paham ini didasari ketakutan para pemimpin baru akan lepasnya negara-negara Eropa Timur

dari genggaman Uni Soviet. Namun adanya pemodifikasian paham yang diaplikasikan di

kawasan Eropa Timur justru memperlihatkan pengaruh Uni Soviet yang semakin melemah

pada masa itu.

10 Diakses dari http://www.auburn.edu/~johnspm/gloss/communism pada 25 Oktober 2010 pkul 12.06 WIB.11 Young & Kent, Op. cit., hlm. 194.