ushul fiqhi

20
USHUL FIQHI AL-MASLAHAH AL-MURSALAH Disusun Oleh Kelompok 7 SUHARNI 1012100012 HARDIANA UTARI 1012100040 SALMAWATI 1022100009 JURUSAN TARBIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 1

Upload: phujie-fahrani

Post on 24-Dec-2014

244 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Ushul fiqhi

USHUL FIQHI

AL-MASLAHAH AL-MURSALAH

Disusun Oleh

Kelompok 7

SUHARNI 1012100012

HARDIANA UTARI 1012100040

SALMAWATI 1022100009

JURUSAN TARBIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2012-2013

1

Page 2: Ushul fiqhi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga makalah kami yang berjudul “Maslahah Mursalah” dapat

terselesaikan tepat waktu.

Makalah ini kami buat untuk diajukan sebagai tugas kelompok yang

nantinya digunakan sebagai bahan presentasi dalam mata kuliah Ushul FIQH.

Kami mengetahui kalau dalam pembuatan makalah kami terdapat

kesalahan dari segi penulisan maupun penulisan karena maka kami sadar

bahwa kami hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Olehnya itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kelengkapan atau sempurnya makalah kami.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan semoga makalah kami

dapat bermanfaat bagi kita semua

Makassar, 26 Desember 2012

Kelompok 7

2

Page 3: Ushul fiqhi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………. ii

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………. 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………….. 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Maslahah Al-Mursalah ………………………………………………….. 2

B. Macam-Macam Maslahah Mursalah …............…………………………………………. 3C. Syarat-Syarat Maslahah Mursalah ...........…………………………………………………. 6

D. Kehujjahan Maslahah Mursalah ...........……………..……………………….………... 7

BAB III. PENUTUP ………………………………………………………………………………...... 9

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: Ushul fiqhi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan umat Islam di dunia ini setiap hari makin berkembang

dan kompleks. Keberadaan nash al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai referensi

utama semua iter hanya mencakup permasalahan-permasalahan yang sangat

global, sedangkan permasalahan manusia sangat beragam bentuknya. Para

ulama menggunakan berbagai metode ijtihad yang digunakan untuk menggali

iter-hukum yang ada dalam iterature nash.

Metode ijtihad yang beragam itu ada yang disepakati oleh semua ulama

tentang kehujjahannya, namun ada pula yang masih diperselisihkan para

ulama dalam hal kehujjahannya. Salah satu metode ijtihad yang masih

diperselisihkan adalah al-Mashlahah al-Mursalah. Berikut ini beberapa

rumusan masalah sekaligus pembahasannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Maslahah Mursalah ?

2. Apa macam-macam Al-Maslahah Al-Mursalah ?

3. Apa syarat-syarat maslahah Mursalah ?

4. Bagaimana pendapat para ulama tentang Marsalah Mursalah ?

4

Page 5: Ushul fiqhi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Maslahah Al-Mursalah

Secara etimologi, maslahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal

maupun makna. Maslahah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang

mengandung manfaat. Secara terminologi, terdapat beberapa definisi

maslahah yang dikemukakan ulama ushul fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut

mangandung esensi yang sama. Imam Al-Ghazali, mengemukakan bahwa

pada prinsipnya maslahah adalah “mengambil manfaat dan menolak

kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.”

Tujuan syara’ yang harus dipelihara tersebut, menurut al-Ghazali, ada

lima bentuk yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang pada intinya untuk

memelihara kelima aspek tujuan syara’ di atas, maka dinamakan maslahah. Di

samping itu, upaya untuk menolak segala bentuk kemudaratan yang berkaitan

dengan kelima aspek tujuan syara’ tersebut, juga dinamakan maslahah.

Dengan demikian, al-Maslahah al-Mursalah adalah suatu kemaslahatan

yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya.

Sedangkan alasan dikatakan al-mursalah, karena syara’ memutlakannya

bahwa di dalamnya tidak terdapat kaidah syara’ menjadi penguatnya ataupun

pembatalnya.

B. Macam-Macam Maslahah Mursalah

Al-Mashlahat ditinjau dari kesesuaianya dengan kesaksian syariat Islam,

dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri, terbagi menjadi 3, yaitu1

1. Al-Mashlahah al-Mu’tabarah ( المعتبرة المصلحة ), yaitu mashlahat yang

diperhitungkan oleh syara’. Maksudnya adalah mashlahat yang didukung 1 Muhammad al-Jayzani, Ma’alim, 242-3

5

Page 6: Ushul fiqhi

oleh dalil syara’ untuk memeliharanya. Dalil syara’ tersebut bisa langsung

maupun tidak langsung dalam memberikan petunjuk. Dalam hal

tersebut,mashlahat terbagi lagi menjadi dua, yaitu:

a) Al-Munaasib al-mu’atstsir ( المؤثر المناسب ), yaitu mashlahat yang

ada petunjuk langsung dari Syaari’, baik berupa nash,

ijma’ maupun qiyas. Contohnya seperti mashlahat yang terdapat dalam

larangan mendekati perempuan yang sedang dalam keadaan

menstruasi dengan alasan menstruasi itu adalah penyakit.

Kemaslahatan dari larangan tersebut adalah menjauhkan diri dari

kerusakan atau penyakit. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam al-

Qur’an:

&ك& +و(ن &ل ئ &س( (ض/ ع&ن/ ي (م&ح/ي &ذ8ى ه+و& ق+ل( ال +و(ا أ &ز/ل ف&اع(ت

اء& <س& (ض/ ف/ي الن (م&ح/ي ال

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakanlah bahwa haid itu

adalah penyakit; oleh karenanya jauhilah perempuan yang sedang

haid.”

b) Al-Munaasib al-mulaaim ( المالئم المناسب ), yaitu mashlahat yang

tidak ada dalil syara’ secara langsung yang menunjukkannya, baik

berupa nash, ijma’ atau qiyas. Namun ada dalil yang secara tidak

langsung menunjukkan kepadanya. Contohnya seperti

diperbolehkannya jama’shalat bagi orang yang muqim (penduduk

setempat) karena hujan. Keadaan hujan ini memang tidak pernah

dijadikan alasan untuk hukumjama’ shalat, namun syara’

melalui ijma’ menetapkan keadaan yang sejenis dengan hujan, yaitu

“dalam perjalanan” menjadi alasan untuk bolehnya jama’ shalat.

6

Page 7: Ushul fiqhi

2. Al-Mashlahah al-Mulghah ( الملغاة المصلحة ), yaitu mashlahat yang

diabaikan. Maksudnya adalah mashlahat yang dianggap baik oleh akal

namun tidak ada dalil syara’ yang memperhatikannya bahkan ada dalil

yang menolaknya. Contohnya pada masa kini masyarakat telah mengakui

adanya emansipasi wanita untuk menyamakan kedudukan derajatnya

dengan laki-laki. Akal menganggap adanya mashlahat dengan

menyamakan hak wanita dengan hak laki-laki dalam hal warisan. Hal

inipun dianggap sejalan dengan tujuan ditetapkannya hukum waris oleh

Allah SWT. Padahal hukum Allah telah jelas yaitu hak waris anak laki-laki

itu sama dengan dua kali lipatnya hak waris anak perempuan, dan hal ini

ternyata berbeda dengan apa yang dianggap oleh akal tersebut.

Sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an:

ي�ك�م� د�ك�م� ف�ي� الله� ي�و�ص� و�ال�أ�

ث�ل� ل�لذ�ك�ر� ظ� م� �ن�ث�ي�ي�ن ح� األ�

“Allah mensyariatkan pada kalian semua (tentang bagian warisan) untuk

anak-anak kalian, yaitu untuk laki-laki dua kali bagian perempuan.”

3. Al-Mashlahah al-Maskuut ‘anha ( عنها المسكوت المصلحة ), yaitu

mashlahat yang dianggap baik oleh akal serta tidak didukung maupun

tidak ditentang oleh dalil syara’ yang khusus, akan tetapi kemaslahan

tersebut sejalan dengan dalil ‘aam kulliy. Sehingga mashlahat tersebut

tidak didasarkan pada dalil khash tertentu tapi didasarkan padamaqaashid

asy-syarii’ah. Mashlahat ini disebut dengan al-Mashlahah al-Mursalah.

Sedangkan mashlahat dipandang dari segi kekuatannya untuk dijaga itu terbagi

menjadi tiga, yaitu:

7

Page 8: Ushul fiqhi

الضرورية المصلحة .1 , yang disebut dengan Dar’ al-mafaasid (mencegah

kerusakan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan primer yang menempati

posisi darurat, sekiranya kemaslahatan ini tidak ada maka salah satu atau

keseluruhan lima prinsip dasar di atas juga rusak. Mashlahat ini menempati

posisi teratas untuk dijaga. Sehingga segala usaha yang secara langsung

menjamin atau menuju pada keberadaan lima prinsip dasar tersebut

adalah mashlahat pada tingkat dlaruuri. Contohnya Allah melarang murtad

untuk memelihara agama; melarang membunuh untuk memelihara jiwa;

melarang minum minuman keras untuk memelihara akal; melarang berzina

untuk memelihara keturunan; melarang mencuri untuk memelihara harta.

الحاجية المصلحة .2 , yang disebut dengan Jalb al-mashaalih (menarik

kemanfaatan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan sekunder yang

menempati posisi kebutuhan (hajat), dan tidak sampai pada posisi darurat.

Apabila kemaslahatan ini terpenuhi maka akan menghasilkan kemudahan

dan kemanfaatan. Bentuk kemaslahatannya tidak langsung bagi

pemenuhan kelima prinsip dasar agama, tetapi hanya secara tidak langsung

menuju ke sana seperti dalam hal-hal yang memberi kemudahan bagi

pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Seperti menuntut ilmu agama

untuk tegaknya agama, melakukan akad jual beli untuk mendapatkan harta,

dan lain sebagainya.

التحسينية المصلحة .3 , yang disebut dengan penyempurna. Mashlahat ini

tidak barada pada posisi darurat maupun hajat, hanya sebatas

kemaslahatan tertier yang perlu untuk dipenuhi guna menyempurnakan

akhlak dan mengikuti jalan terbaik. Hal ini untuk menyempurnakan dan

memperindah hidup manusia.Contohnya seperti larangan memakan

makanan yang najis.

C. Syarat-Syarat Maslahah Mursalah

8

Page 9: Ushul fiqhi

Uama’-ulama’ yang mengambil “maslahah mursalah” sebagai sumber

hukum terutamanya ulamak Mazhab Maliki tidaklah sewenang-wenang

menganggap setiap sesuatu itu sebagai “maslahah mursalah”. Bahkan mereka

telah meletakkan beberapa syarat dalam mengambil “maslahah mursalah”

sebagai sumber hukum agar tidak terjadi penetapan hukum yang berdasarkan

nafsu. Syarat- syarat tersebut adalah:

1. Bentuk mashlahah tersebut harus selaras dengan tujuan-tujuan syari’at,

yakni bahwa kemaslahatan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-

prinsip dasarnya, dan juga tidak menabrak garis ketentuan nash atau dalil-

dalil yang qath’i. dengan kata lain bahwa kemashlahatan tersebut sesuai

dengan tujuan-tujuan syari’at, merupakan bagian keumumannya, bukan

termasuk

kemashlahatan yang gharib, kendati tidak terdapat dalil yang secara spesifik

mengukuhkannya.

2. Kemashlahatan tersebut adalah kemashlatan yang rasional, maksudnya

secara rasional terdapat peruntutan wujud kemashlahatan terhadap

penerapan hukum. Misalnya pencatatan administrasi dalam berbagai

transaksi akan menetralisir persengketaan atau persaksiaan palsu. Dalam

kaitannya dengan konteks syariat hal semacam ini selayaknya diterima.

Beda halnya dengan pencabutan hak talak dari suami dan menyerahkan

kewenangan pada qadli (hakim), keputusan kontropersialsemacam ini

tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan garis ketentuan syariat.

3. Mashlahah yang menjadi acuan penetapan hukum haruslah bersukup

universal, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Karena

hukum-hukum syariat diberlakukan untuk semua manusia. Karenanya

penetapan hukum tidak selayaknya mengacu secara khusus pada

9

Page 10: Ushul fiqhi

kepentingan-kepentingab pejabat, penguasa atau bermotif nepotisme

misalnya.

D. Kehujjahan Maslahah Mursalah

Mencegah kerusakan dan menarik kemanfaatan merupakan dasar dari

tujuan syariat Islam yang disepakati oleh para ulama. Tetapi para ulama

berbeda pendapat dalam penggunaan al-Mashlahah al-Mursalah sebagai

hujjah. Para ulama yang berpendapat bahwa al-Mashlahah al-

Mursalahmerupakan bagian dari pencegahan kerusakan dan penarikan

kemanfaatan maka menganggapnya sebagai dalil dan bisa dijadikan hujjah.

Sedangkan para ulama yang tidak berpendapat demikian bahkan berpendapat

bahwa al-Mashlahah al-Mursalah termasuk membuat syariat berdasarkan

pada nalar dan pembuatan hukum berdasarkan akal dan hawa nafsu

menganggapnya bukan termasuk dalil syara’ dan bisa digunakan sebagai

hujjah.

Imam Malik beserta para pengikutnya adalah kelompok yang secara jelas

menggunakan al-Mashlahah al-Mursalah sebagai metode ijtihad. Sedangkan

pandangan ulama Hanafiyyah terhadap al-Mashlahah al-Mursalah ini terdapat

penukilan yang berbeda. Menurut al-Amidi, banyak ulama yang beranggapan

bahwa ulama Hanafiyyah tidak mengamalkannya. Namun menurut Ibnu

Quddamah, sebagian ulama Hanafiyyah menggunakan al-Mashlahah al-

Mursalah. Tampaknya ulama yang berpendapat bahwa sebagian ulama

Hanafiyyah menggunakan metode ini lebih tepat, karena kedekatan metode

ini dengan al-Istihsanyang populer di kalangan ulama Hanafiyyah.

Ulama Syafi’iyyah tampaknya tidak menggunakan al-Mashlahah al-

Mursalah dalam berijtihad. Pendapat ini didukung oleh al-Amidi dan Ibn al-

Haajib. Imam Syafi’i sendiri tidak menyinggung metode ini dalam kitab

standarnya, ar-Risaalah. Namun Imam al-Ghazali sebagai pengikut Imam

10

Page 11: Ushul fiqhi

Syafi’i dalam dua kitabnya (al-Madkhul dan al-Musytasfa) secara tegas

menyatakan bahwa beliau menerima penggunaan al-Mashlahah al-

Mursalah dengan syarat al-Mashlahah al-Mursalah itu

bersifat dlaruuri(menyangkut kebutuhan pokok dalam

kehidupan), qath’i (pasti), dan kulli(menyeluruh). Sedangkan ulama Hanabilah

menurut pendapat yang shahih mengatakan bahwasanya al-Mashlahah al-

Mursalah tidak memiliki kekuatan hujjah dan tidak boleh melakukan ijtihad

dengan menggunakan metode ini.

BAB III

11

Page 12: Ushul fiqhi

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Al-Mashlahah al-Mursalah adalah maslahat atau manfa’at yang tidak

disyariatkan oleh Syaari’ dalam wujud hukum dalam rangka menciptakan

kemaslahatan, bersamaan dengan tidak adanya dalil khusus yang

membenarkan ataupun menyalahkannya.

2. Al-Mashlahat ditinjau dari kesesuaianya dengan kesaksian syariat

Islam, dengan tujuan dari syariat Islam itu sendiri, terbagi menjadi 3, yaitu:

Ø Al-Mashlahah al-Mu’tabarah ( المعتبرة المصلحة ).

Ø Al-Mashlahah al-Mulghah ( الملغاة المصلحة ).

Ø Al-Mashlahah al-Maskuut ‘anha ( عنها المسكوت المصلحة ), yang

disebut dengan al-Mashlahah al-Mursalah.

Sedangkan mashlahat dipandang dari segi kekuatannya untuk dijaga itu

terbagi menjagi tiga, yaitu:

Ø الضرورية المصلحة , yang disebut dengan Dar’ al-mafaasid (mencegah

kerusakan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan primer.

Ø الحاجية المصلحة , yang disebut dengan Jalb al-mashaalih (menarik

kemanfaatan). Mashlahat ini adalah kemaslahatan sekunder.

Ø التحسينية المصلحة , yang disebut dengan penyempurna. Mashlahat ini

adalah kemaslahatan tertier.

12

Page 13: Ushul fiqhi

3. Para ulama yang berpendapat bahwa al-Mashlahah al-

Mursalahmerupakan bagian dari pencegahan kerusakan dan penarikan

kemanfaatan maka menganggapnya sebagai dalil dan bisa dijadikan

hujjah. Sedangkan para ulama yang tidak berpendapat demikian bahkan

berpendapat bahwa al-Mashlahah al-Mursalah termasuk membuat

syariat berdasarkan pada nalar dan pembuatan hukum berdasarkan akal

dan hawa nafsu menganggapnya bukan termasuk dalil syara’ dan bisa

digunakan sebagai hujjah.

4. Argumentasi para ulama yang berpendapat bahwa al-Mashlahah al-

Mursalah merupakan hujjah dan bisa dijadikan sebagai metode ijtihad

adalah adanya pengakuan Rasulullah SAW. atas penjelasan sahabat

Mu’adz ibn Jabal, adanya praktek al-Mashlahah al-Mursalah yang meluas

dikalangan para sahabat Nabi pada kejadian-kejadian yang masyhur, dan

lain sebagainya.

5. Syarat- syara penggunaan al-Mashlahah al-Mursalah adalah

mashlahatnya hakiki dan bersifat umum, mashlahat tersebut tidak

berbenturan dengan dalil nash, ijmaa’ maupun qiyas, mashlahat tersebut

sejalan dengan tujuan syariat Islam dalam menetapkan setiap hukum, al-

Mashlahah al-Mursalah itu diamalkan dalam kondisi yang memerlukan,

bersifat dlaruri, mashlahat tersebut tidak bertentangan dengan

mashlahat lain yang lebih unggul atau setidaknya sama dengan mashlahat

tersebut.

13

Page 14: Ushul fiqhi

B. Kritik dan saran

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari

kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat membutuhkan kirik dan saran

dari para pembaca yang bersifat membangun untuk melengkapi materi

dalam makalah ini. Semoga materi dalam makalah ini dapat bermanfaat

dan menambah pengetahuan bagi kita semua.

14