urtikaria

35
BAB I PENDAHULUAN Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772, walaupun sebenarnya penyakit ini telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan terbakar yang disebabkan oleh bermacam-macam sebab. 1,2 Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermaca-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit udem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”. 2 Meskipun pada umumnya penyebab urtikaria diketahui karena reaksi alergi terhadap alergen tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak ketahui penyebabnya secara signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik. Sejumlah faktor, baik imunologik dan nonimunologik yang dapat melepaskan histamin dari sel-sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan (termasuk morfin dan kodein), makan makanan laut seperti lobster, kerang dan makanan lain, toksin bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik kemungkinan terlibat lebih sering pada urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme yang paling sering adalah reaksi hipersensitiitas tipe I yang distimulasi oleh 1

Upload: v-na-natalia

Post on 07-Jul-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

urtikaria

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772, walaupun

sebenarnya penyakit ini telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai dengan onset

edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan terbakar yang

disebabkan oleh bermacam-macam sebab.1,2 Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives”

adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermaca-macam sebab,

biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik gambaran kulit

kemerahan (eritema) dengan sedikit udem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang

timbul secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan.

Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”.2 Meskipun

pada umumnya penyebab urtikaria diketahui karena reaksi alergi terhadap alergen tertentu,

tetapi pada kondisi lain dimana tidak ketahui penyebabnya secara signifikan, maka dikenal

istilah urtikaria idiopatik. Sejumlah faktor, baik imunologik dan nonimunologik yang dapat

melepaskan histamin dari sel-sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan

(termasuk morfin dan kodein), makan makanan laut seperti lobster, kerang dan makanan lain,

toksin bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik kemungkinan terlibat lebih sering

pada urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme yang paling sering adalah reaksi

hipersensitiitas tipe I yang distimulasi oleh antigen polivalen yang mempertemukan dua

molekul IgE spesifik yang mengikat sel mast atau permukaan basofil.

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25%

populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik. Urtikaria akut

adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari pengobatan di Unit

Gawat Darurat (UGD). Bahkan urtikaria akut adalah penyakit kulit paling umum yang

dirawat di UGD.1 Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama lebih dari 6 minggu dapat

mengganggu kualitas hidup seseorang.3

Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek. Namun, ketika

urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien atau dokter yang merawat.4

Walaupun patogenesis dan beberapa penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata

pengobatan yang diberikan kadang tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan.2

penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah-langkah umum untuk mencegah atau

menghindari faktor pencetus dan farmakoterapi. Penatalaksanaan tersebut dibagi menjadi

first-line therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.3

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Urtikaria merupakan suatu lesi kulit yang terdiri dari ruam lokal edema

intrakutan yang mengelilingi suatu area kemerahan (eritema) yang khas ditandai oleh

pruritus. Individu dapat merasakan gatal-gatal yang berlangsung mulai dari 30 menit

hingga 36 jam. Ukuran lesi tersebut mulai dari lesi kecil (milimeter) hingga 6 sampai

8 inci (giant urticaria). Lesi tersebut memucat dengan tekanan sebagai dilatasi dari

pembuluh darah yang terkompresi. Dilatasi pembuluh darah dan peningkatan

permeabilitas yang berkarakteristik urtikaria terdapat pada dermis superfisial dan

melibatkan pleksus venular di lokasi tersebut.5

2. EPIDEMIOLOGI

Urtikaria umum terjadi. Usia, ras, seks, pekerjaan, lokasi geografis, dan iklim

tahunan dapat berpengaruh pada urtikaria. Pada satu kelompok mahasiswa, 15% dari

20% dilaporkan memiliki pengalaman mengalami urtikaria, dimana 1% dari 3%

pasien dikirim ke klinik dermatologi di Inggris tercatat mengalami urtikaria.

Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun.5

Urtikaria mengarah pada kondisi akut yang terjadi kurang dari 6 minggu.

Sebagian besar episode akut disebabkan oleh reaksi akibat obat atau makanan atau

pada anak, disebabkan oleh infeksi virus. Episode dari urtikaria dapat bertahan hingga

6 minggu dan menjadi kronik dan dibagi menjadi 2 kelompok mayor, urtikaria

autoimun kronik (45 persen) dan urtikaria idiopatik kronik (55 persen), terdapat

insiden campuran pada populasi umum sekitar 0,5 persen. Berbagai jenis dari

urtikaria fisik mungkin selama beberapa tahun terakhir, tapi lesi individual mungkin

lebih sedikit dair 2 jam (kecuali pada tekanan urtikaria tipe lambat) dan intermiten. 85

persen dari anak mengalami urtikaria tanpa angioedema, 40 persen dari pasien dewasa

dengan urtikaria juga mengalami angioedema.5

Sekitar 50 persen dari pasien dengan urtikaria kronik (dengan atau tanpa

angioedema) tidak memiliki lesi dalam 1 tahun, 65 persen dalam 3 tahun, dan 85

persen dalam 5 tahun; kurang dari 5 persen memiliki lesi selama 10 tahun terakhir.5

Data epidemiologi urtikaria secara internasional menunjukkan bahwa urtikaria

(kronis, akut, atau keduanya) terjadi pada 15-25% populasi pada suatu waku dalam

2

hidup mereka. Chronic idiopatic urticaria (CIU) terjadi hibgga 0,5-1,5% populasi

semasa hidupnya. Insiden urtikaria akut lebih tinggi pada orang dengan atopi. Data

epidemiologi urtikaria berdasarkan usia menunjukkan bahwa urtikaria akut paling

sering terjadi pada anak dan dewasa muda, sedangkan CIU lebih sering terjadi pada

dewasa dan wanita setengah baya.4

Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan prevalensi urtikaria kronik yang signofikan pada perempuan

(0,48%) daripada laki-laki (0,12%). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak

ada perbedaan prevalensi urtikaria kronik berdasarkan status ekonomi, lokasi

geografis, atau luas wilayah suatu kota. Sedangkan insidensi urtikaria akut pada suatu

kota dengan penduduk lebih dari 500.000 orang memunyai frekuensi urtikaria akut

yang secara signifikan lebih tinggi daripada wilayah dengan jumlah penduduk kurang

dari 500.000.9

3. ETIOLOGI5

Urtikaria umumnya sering dicetuskan oleh beberapa faktor di bawah ini :

1. Obat-obatan atau bahan kimia. Penisilin dan derivatnya kemungkinan merupakan

penyebab obat paling sering dari urtikaria akut, tetapi obat-obatan lainnya, apakah

melalui oral, injeksi, inhalasi, atau topikal juga dapat menyebabkan reaksi

urtikaria.

2. Makanan. Makanan merupakan penyebab yang umum dari urtikaria akut.

Terutama adalah makanan laut, sedangkan makanan lainnya sering dilaporkan

adalah strawberry, cokelat, kacang, keju, telur, gandum dan susu.

3. Gigitan dan sengatan serangga. Gigitan serangga, sengatan nyamuk, kutu atau

laba-laba, dan kontak dengan ngengat, lintah, dan ubur-ubur dapat menyebabkan

timbulnya urtikaria.

4. Agen fisik. Urtikaria juga dapat merupakan akibat dari paparan panas, dingin,

radiasi dan cedera fisik.

5. Inhalan. Nasal sprat, insect sprat, inhalasi dari debu, bulu binatang atau karpet,

dan serbuk merupakan beberapa faktor pencetus melalui inhalasi.

6. Infeksi. Adanya fokus infeksi sering dipertimbangkan, cepat atau lambat, pada

kasus kronik, dan pada penyebab yang tidak biasa. Sinus, gigi geligi, tonsil,

kandung empedu, dan saluran genitourinaria sebaiknya diperiksa.

3

7. Penyakit sistemik. Urtikaria dapat timbul pada penyakit hati, parasit usus, kanker,

demam rematik dan lainnya.

8. Psikis. Setelah semua penyebab urtikaria kronik telah disingkirkan, maish terdapat

sejumlah kasus yang muncul berhubungan dengan stress atau cemas atau

kelelahan.

9. Sindroma Urtikaria Kontak. Respon yang tidak lazim ini dapat diakibatkan karena

kontak antara kulit dengan obat-obatan, bahan kimia, makanan, serangga, hewan

dan tanaman.

4. PATOGENESIS

Sangat penting sekali diketahui mekanisme terjadinya urtikaria, karena hal ini

akan dapat membantu pemeriksaan yang rasional. Hal yang mendasari terjadinya

urtikaria adalah triple respons dari Lewis, yaitu eritema akibat dilatasi dari kapiler,

timbulnya flare akibat dilatasi yang diperantarai refleks akson saraf dan timbulnya

wheal akibat ekstravasasi cairan akibat meningkatnya permeabelitas vaskuler.2

Secara histologis urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah

dermal di bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel

perivaskuler, diantaranya yang paling dominant adalah eosinofil. Kelainan ini

disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamine, kibat degranulasi sel mast

kutan atau subkutan, dan leukotrien juga dapat berperan.2

Histamine akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulit

sehingga kulit berwarna merah (eritema). Histamine juga menyebabkan peningkatan

permeabelitas pembuluh darah sehingga cairan dan sel, terutama eosinofil, keluar dari

pembuluh darah dan mengakibatkan pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang

keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal.

Terjadilah bentol merah yang gatal.2

4

Urtikaria disebabkan karena adanya degranulasi sel mast yang dapat terjadi melalui

mekanisme imun atau nonimun.

Histamine adalah mediator terpenting pada reaksi alergi fase cepat yang diperantarai

IgE pada penyakit atopik. Histamine terikat pada reseptor histamine yang berbeda-beda.

Terdapat 4 jenis reseptor histamine, yaitureseptor H1, H2, H3 dan H4. masing-masing

memiliki efek fisiologi yang berbeda.

Mekanisme Imun

Degranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen dengan

pembentukan atau adanya yang tersensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme imun

dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe I atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik. 2,3,4

Reaksi hipersensitivitas tipe I

Reaksi ini dinamakan juga reaksi tipe cepat dan terbanyak terlihat pada urtikaria akut.

Bila individu terpajan allergen tertentu akan membentuk antibodi IgE yang bersifat

homositotropik, yaitu mudah terikat pada sel sejenis (homolog), dalam hal ini adalah sel

mast. Bila individu tersebut kemudian terpajan kembali dengan allergen serupa, maka

tersebut akan berikatan dengan molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast. Bridging

dari dua molekul IgE yang ad pada permukaan sel mast oleh allergen akan mengakibatkan

perubahan konfigurasi membrane sel mast. Perubahan ini akan mengakibatkan aktivasi enzim

dalam sel sehingga sehingga terjadilah degranulasi sel mast. Akibatnya isi granula keluar dan

menimbulkan efek pada sel target, yaitu pembuluh darah dibawah kulit.2,4

5

Allergen dapat berupa allergen lingkungan sepeti debu rumah, tungau, serbuk sari

tumbuhan, bulu binatang atau dapat pula allergen makanan, obat-obatan, dan bahan kimia

seperti bahan pengawet, penyedap dan zat warna.

Aktivasi komplemen jalur klasik

Adanya kompleks imun dapat mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan akan

menghasilkan peptide C3a serta C5a yang dinamakan anafilaktosin. Anafilaktosin dapat

langsung menginduksi degranulasi sel mast melalui ikatan langsung dengan reseptor pada

membrane sel mast. Akibat degranulasi terjadilah pelepasan histamine sehingga terbentuk

urtikaria.

Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dapat diakibatkan oleh reaksi yipe II dan III.,

misalnya pada reaksi transfuse darah, penyakit sistemik keganasan (limfoma) lupus

eritomatosus sistemik, heoatitis dan sebagainya. Penglepasan histamine melalui aktivasi

komplemen ini sering dikaitkan dengan patofisiologi urtikaria kronik. Belum jelas apakah

semua penderita yang mengalami aktivasi komplemen akan menunjukan gejala urtikaria.

Mekanisme nonimun

Liberator histamine

Beberapa macam obat, makanan, atau zat kimia dapat menginduksi degranulasi sel

mast. Zat ini dinamakan liberator histamine, contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia,

tiamin, buah murbei, tomat dan lain-lain. Sampai saat ini belum jelas mengapa zat tersebut

metangsang degranulasi sel mast hanya pada sebagian orang saja.

Factor fisik

Factor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin), gesekan atau

tekanan (dermografisme), panas (urtikaria Panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung

menginduksi degranulasi sel mast.

Latihan jasmani

Latihan jasmani pada seseorang dapat menimbulkan urtikaria yang dinamakan juga

urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil-kecil dengan diameter 1-3 mm dan sekitarnya

berwarna merah, terdapat di tempat yang berkeringat. Diperkirakan yang memegang peranan

6

adalah asetilkolin yang terbentuk yang bersifat langsung dapat menginduksi degranulasi sel

mast.2,3

Zat penghambat siklooksigenase

Zat penghambat enzim siklooksigenase akan menghambat metabolisme asam

arakhidonat melalui jalur siklooksigenase, sehingga metabolisme hanya melalui jalur

lipoksigenase yang akan menghasilkan leukotrien yang bersifat sama seperti histamine. Zat

tersebut antara lain aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid, zat warna tartrazin, dan zat

pengawet sodium benzoate. Pada skema di bawah ini dapat dilihat jalur metabolisme asam

arakhidonat.

7

Anafilaktosin

Fragmen komplemen anafilaktosin (C3a,C5a) yang terbentuk melalui aktivasi

komplemen jalur alternative, misalnya oleh endotoksin dapat langsung merengsang

degranulasi sel mast. Mungkin inilah sebabnya mengapa penderita gingivitis ataupun

tonsillitis dapat disertai urtikaria.

Secara singkatnya semua mekanisme diatas dapat dilihat pada skema berikut ini.

5. KLASIFIKASI

Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis daripada

etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau patogenesis urtikaria

dan banyak kasus karena idiopatik.3 Terdapat bermacam-macam klasifikasi urtikaria,

berdasarkan lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik.

1. Urtikaria Akut

8

Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau

berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu

biasanya hilang dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak dan

sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20-30% pasien dengan urtkaria akut

berkembang menjadi kronis atau rekuren.3

2. Urtikaria Kronik

Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,

pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama

lebih dari 6 minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya

mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas

hidup.3

3. Urtikaria Kontak

Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di

tempat di mana agen eksternal memiliki kontak dengan kulit atau mukosa.

Urtikaria kontak dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE)

atau non alergi (IgE-independen).3

4. Urtikaria Fisik

a. Dermographism

Merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan merupakan

suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk

linier yang tepinya eritema yang muncul beberapa detik setelah

kulit digores.10,11 Dermographism tampak sebagai garis biduran

(linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara

muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit, akan

tetapi kulit biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan

dapat muncul.10

b. Delayed Dermographism

Terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa

immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi

terdiri dari nodul eritema linier. Kondisi ini mungkin berhbungan

dengan delayed pressure urticaria.10

c. Delayed Pressure Urticaria

Tampak sebagai lesi eritematosa, edema lokal, sering disertai nyeri,

yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.

9

Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di

bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan

setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.10

d. Vibratory Angioedema

Dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik yang berhubungan dengan

cholinergic urticaria atau setelah beberapa tahun karena paparan

vibrasi okupasional seperti pada pekerja di pengasahan logam

karena getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan

autosomal dominan yang diturunkan dalam keluarga. Bentuk

keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah.10,11

e. Cold Urticaria

Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan

diturunkan (herediter). Serangan terjadi dalam hitungan menit

setelah paparan yang meliputi perubahan dalam temperatur

lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara

paparan dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5

jam, dan rata-rata durasi episode adalah 12 jam.10

f. Cholinergic Urticaria

Terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic urticaria

terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak

dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4

mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas merupakan

gambaran dari urtikaria jenis ini.10,11

g. Local Heat Urticaria

Bentuk yang jarang di mana biduran terjadi dalam beberapa menit

setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5

menit setelah kulit terpapar panas di atas 43oC. Area yang

terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat dan menjadi merah,

bengkak dan indurasi.10,11

h. Solar Urticaria

Timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-

kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah

paparan dengan sinar matahari atau sumber cahaya buatan.

Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat

10

ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet

(UVA), UVB, dan sinar yang terlihat.10

i. Exercise-induced Anaphylaxis

Gejala klinis yang kompleks terdiri dari pruritus, urtikaria,

angioedema, dan sinkop yang berbeda dari cholinergic urticaria.

Exercise-induced anaphylaxis memerlukan olahraga sebagai

stimulusnya.10

j. Adrenergic Urticaria

Timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang

terjadi selama stres emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena

peran norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah

rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi dan

coklat.10,11

k. Aquagenic Urtcaria and Aquagenic Pruritus

Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat

menghasilkan urtikaria dan atau pruritus. Air menyebabkan

urtikaria karena bertindak sebagai pembawa antigen epidermal

yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran kecil yang mirip dengan

cholinergic urticaria.10,11

5. Sindrom Khusus

a. Schnitzler Syndrome

Varian unik urtikaria kronis yang ditandai oleh pruritic non wheal

yang berulang, demam intermiten,nyeri tulang, atralgia atau radang

sendi, terdapat peningkatan erythrocyte sdimentation rate (ESR)

dan monoclonal IgM gammopathy.3,16

b. Muckle-Wells Syndrome

Suatu kelainan yang berhubungan dengan autoinflammatory yang

ditandai dengan urtikaria, arthralgia, ketulian sensorineural yang

prograsif, dan amiloidosis.3,17

c. Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy

Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak

disertai gatal yang dikenal dengan Pruritus Urticarial Papules and

Plaques of Pregnancy (PUPP). Erupsi muncul secara tiba-tiba

11

dengan 90% di abdomen, dan dalam beberapa hari dapat menyebar

secara simetris dengan tidak melibatkan wajah.10

d. Urticarial Vasculitis

Presentasi klinis urticarial vaculitis dapat dibedakan dari urtikaria

kronis. Berbeda dengan urtikaria kronis, lesi dari urticarial

vasculitis cenderung bertahan lebih lama dari 24 jam dan berkaitan

dengan sensasi panas, nyeri, dan gatal. Lesi ini juga digambarkan

sebagai penyembuhan dengan atau petechiae purpura karena

garukan.3

6. GEJALA KLINIS

- Gejala2,4

o Gatal, rasa terbakar atau tertusuk

o Biduran berwarna merah muda sampai merah

o Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat

muncul seterusnya

o Serangan berat sering disetai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,

muntah dan nyeri kepala

- Tanda2,4

o Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-

kadang bagian tengah tampak lebih pucat

o Bentuknya dapat papular, lentikulat, numular dan plakat

o Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,

respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress

o Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika

ditekan, maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat

meninggalkan perubahan pigmentasi.

7. DIAGNOSIS BANDING

- Angioedema

- Pitiriasis rosea

- Urtikaria pigmentosa

- Dermatitis atopik

12

- Dermatitis kontak alergi

8. DIAGNOSIS

- Anamnesis

Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya dan durasi rash / ruam

serta gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut,

rekuren, atau kronik. Untuk urtikaria kronik atau rekuren, penting untuk

mempertimbangkan faktor-faktor penyebab sebelumnya dan keefektifan berbagai

pilihan terapi.

- Tanyakan tentang faktor presipitan, seperti panas, dingin, tekanan, aktivitas

berat, cahaya matahari, stres emosional, atau penyakit kronik

(misalnya, hipertiroidisme, rheumatoid arthritis, SLE,

polimiositis, amiloidosis, polisitemia vera, karsinoma, limfoma).

- Tanyakan tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan pruritus, seperti

diabetes mellitus (DM), insufisiensi ginjal kronik, sirosis bilier primer, atau

kelainan kulit nonurtikaria lainnya (misalnya, eczema, dermatitis kontak).

- Tanyakan tentang riwayat angioedema pada keluarga dan pribadi, dimana

urtikaria pada jaringan yang lebih dalam dan dapat mengancam nyawa jika

mengenai laring dan pita suara. Penyebab spesifik angioedema diantaranya

hereditari angioedema (defisiensi C1-inhibitors) dan acquired angioedema

(berhubungan dengan angiotensin-converting enzyme [ACE] inhibitor dan

angiotensin receptor blockers (ARBs). Karakteristik dari angioedema meliputi

di bawah ini: 

- Vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam daripada

yang tampak pada urtikaria.

- Pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada

permukaan mukosa dari saluran nafas (bibir, lidah, uvula, palatum molle,

dan laring ) dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan nyeri

abdomen berat).

- Suara serak, merupakan tanda paling awal dari oedem laring (tanyakan

pasien bila ia mengalami perubahan suara serak)

Untuk urtikaria akut, tanyakan tentang kemungkinan pencetus/presipitan,

seperti di bawah ini: 

13

- Penyakit sekarang (misalnya, demam, nyeri tenggorokan, batuk, pilek,

muntah, diare, nyeri kepala)

- Pemakaian obat-obatan meliputi penisilin, sefalosporin, sulfa, diuretik,

nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), iodida, bromida, quinidin,

chloroquin, vancomycin, isoniazid, antiepileptic agents, dll.

- Intravenous media radiokontras

- Riwayat bepergian (amebiasis, ascariasis, strongyloidiasis, trichinosis,

malaria)

- Makanan (eg, kerang, ikan, telur, keju, cokelat, kacang, tomat)

- Pemakaian parfum, pengering rambut, detergen, lotion, krim, atau pakaian

- Kontak dengan hewan peliharaan, debu, bahan kimia, atau tanaman

- Kehamilan (biasanya terjadi pda trimester ketiga dan biasanya sembuh

spontan segera setelah melahirkan)

- Kontak dengan bahan nikel (ex, perhiasan, kancing celana jeans), karet (ex,

sarung tangan karet, elastic band), latex, dan bahan-bahan industri

- Paparan panas atau sinar matahari

- Aktivitas berat

- Pemeriksaan Fisik

Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan

elevasi kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi

ini dapat terjadi pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat

berpindah.

o Dermographism dapat terjadi (lesi urtikaria yang berasal dari goresan

ringan).

o Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang

memungkinkan menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi

mengancam nyawa. Di antaranya :  

Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-

anak

Angioedema pada bibir, lidah, atau laring 

Skleral ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang

mengindikasikan adanya hepatitis atau penyakit kolestatik hati

14

Pembesaran kelenjar tiroid

Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma

Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit

jaringan penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus

erythematosus (SLE)

Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau

bronchospasm (asthma)

Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau

jamur

- Pemeriksaan penunjang

o Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada

tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.2

Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui

kemungkinan adanya penyakit penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan

seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal

hati, faal hati, dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria

vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting

pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.11 Cryoglubulin dan

cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.2

o Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.

Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.2

o Tes Alergi

Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan

melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik

(radio-allergosorbent test-RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan

serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai

sebagai tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya

faktor vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies. 11

o Tes Provokasi

Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes

alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes

15

provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin

keamanannya.11

o Tes eleminasi makanan

Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang

dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.2

o Tes foto tempel

Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.11

o Suntikan mecholyl intradermal

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria

kolinergik.2

o Tes fisik

Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai

adanya alergi pada suhu tertentu. 2

o Pemeriksaan histopatologik

Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu

diagnosis.2 Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis.

Tidak terdapat perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan

peningkatan jarak antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh

edema dermis. Selain itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di

papilla dermis dan pembuluh limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu

terdapat suatu infiltrat limfositik perivaskuler dan mungkin sejumlah

eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya pada kulit yang bersangkutan.10

Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan

kronik. Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu

campuran limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel

inflamasi lainnya.

Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari

respon alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat

parah atau urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada biopsi kulit.

Spektrum histopatologi berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai

dari limfositik (ringan) sampai ke vaskulitik (parah).4

9. PENATALAKSANAAN

16

Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line

therapy, dan third-line therapy.3

- First-line therapy

First-line therapy terdiri dari: 3,4

a. Edukasi kepada pasien:

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan

menggunakan bahasa verbal atau tertulis.

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak

mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan

fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

b. Langkah non medis secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas,

stres, alcohol, dan agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE

inhibitor.

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan

urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1%

atau 2%.

c. Antagonis reseptor histamin

Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap.

Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja

antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada

reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan

angioedema dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada reseptor

H1 namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping

farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin

yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi

nonsedasi golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.2

Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah

terfenadin, aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini

diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa

awitan lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam

(misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam setelah

17

pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan

AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian

dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai

antihistamin yang long acting. Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak

mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus sawar darah otak.2

Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada

beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah tipe

H2. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya

yang minimal pada pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah

cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan famotidine.3

- Second-line therapy

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line

therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-

farmakologi.

Photochemotherapy

Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen plus

UVA [PUVA]) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian

menunjukkan peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola

urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.

Antidepresan

Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis

reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai

efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik.

Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang

bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat

bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang

dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang

menunjukkan efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas

antipruritus. Telah dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus

urtikaria fisik dan delayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.3

Kortikosteroid

Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin

gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah.

Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan

18

menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan

kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis,

vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial

vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus

singkat dari kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari,

dengan atau tanpa tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat

membantu ketika digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak

respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada

penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek

samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus

peptikum, dan hipertensi.3,4

Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,

methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi

prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis

dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak

0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat

mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60

mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis

anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis).

Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan permeabilitas

kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-

anak 0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.4

Leukotriene Receptor Antagonist

Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan

mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria

kronis atau pada individu yang sehat. Leukotriene receptor antagonist

seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton menunjukkan keunggulan

yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan

urtikaria kronik.3

Calcium Channel Blocker

19

Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan whealing

pada pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau

dikombinasikan dengan antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan

dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast kutaneus.3

- Third-line therapy

Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak

berespon terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy

menggunakan agen immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine,

tacrolimus, methotrexate, cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan

intravenous immunoglobulin (IVIG). Pasien yang memerlukan third-line

therapy seringkali mempunyai bentuk autoimun dari urtikaria kronik. Third-

line therapy lainnya meliputi plasmapheresis, colchicine, dapsone, albuterol

(salbutamol), asam tranexamat, terbutaline, sulfasalazine,

hydroxychloroquine, dan warfarin.3

Immunomudulatory Agents

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam

mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine

dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga

pasien dengan urtikaria kronik yang tidak berespon terhadap antihistamin.

Tacrolimus dengan dosis 20-µg/mL setiap hari dapat mengobati pasien

dengan corticosteroid-dependent urticaria.3

Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen

pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun

mekanisme yang terlibat tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG

mungkin berisi anti-idiotypic antibody yang bersaing dengan IgG endogen

untuk reseptor H1 dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak

klirens IgG endogen.3

Plasmapheresis

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan

urtikaria autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup

untuk mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan

histamine dan harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan

immunosuppressant pharmacotherapy.3

Obat lainnya

20

Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola

urtikaria ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi

mungkin paling berguna untuk urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine

juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan

urtikaria kronik idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik

pada hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun ß2-

adrenoceptor agonist terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen

urtikaria kronik, penggunaannya umumnya tidak dianjurkan karena efek

samping seperti takikardia dan insomnia yang tidak dapat ditoleransi

dengan baik oleh banyak pasien.3

10. PROGNOSIS

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,

sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.2

21

First-line Therapy

EdukasiLangkah non-medis

Antihistamin

Second-line Therapy

Farmakologi

Non-farmakologi

PUVAAntidepresanKortikosteroidLeukotriene receptor antagonistCCB

Third-line Therapy

Immunomodulatory agent

CyclosporineTacrolimus

Plasmapheresis

Obat lain:

Colchicine DapsoneHydroxychloroquineTerbutaline

URTIKARIA

BAB III

KESIMPULAN

Urtikaria adalah reaksi vaskuler di kulit akibat faktor imunologik dan non imunologik.

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25% populasi

semasa hidupnya. Kebanyakan kasus urtikaria adalah self limited dan durasinya pendek.

Penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah umum untuk mencegah atau menghindari

faktor pemicu dan farmakoterapi. Edukasi kepada pasien dan antagonis reseptor histamin H1

merupakan first line therapy.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, H.K. (2009). Urticaria, Acute. Emedicine

2. Djuanda, A. (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

3. Poonawalla, T., Kelly, B. (2009). Urticaria – a review. Am J Clin Dermatol; 10(1): 9-21.

4. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine

5. Soter, Allen. Urticaria and Angioedema. Dalam : Freedberg, Eisen, Wolff, Austen.

Fitzpatrick’s Dermatology In Genereal Medicine. Edisi 6. New York : McGraw-Hill Inc.

2003: 122-45

6. Perdanakusuma, D.S. (2008). Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Kulit. Surabaya

Plastic Surgery

7. Gaig, P., Olona1, M., Lejarazu, D.M., et al. (2004). Epidemiology of urticaria in Spain. J

Invest Allergol Clin Immunol; 14(3): 214-220

8. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi C, Konthen PG. (2006). Urtikaria dan Angioedema

dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; p.257-61.

9. Rikyanto. (2006). Urtikaria dalam: Handout Bahan Ajar Kuliah. Yogyakarta: Fakultas

Kedokteran UMY.

10. Hall. Vascular Dermatoses. Dalam : Hall. Gordon. Sauer’s Manual of Skin Disease. Edisi

8. London : Lippincott William & Wilkins. 2000 : 19-41.

11. Habif. Urticaria. Dalam : Baxter. Clinical Dermatology. Edisi 3. USA : Mosby-year Book

Inc. 1996 : 145-67.

23