lapsus urtikaria akut

64
REFLEKSI KASUS URTIKARIA AKUT disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi Jember Oleh Vina Nadiyah Hajjah NIM 112011101018 Pembimbing dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK

Upload: vina-nadiyah-hajjah

Post on 11-Feb-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

enjoy it :)

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Urtikaria Akut

REFLEKSI KASUS

URTIKARIA AKUT

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik MadyaSMF/Lab. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi Jember

Oleh

Vina Nadiyah HajjahNIM 112011101018

Pembimbing

dr. Gunawan Hostiadi, Sp.KK

SMF/LAB. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINRSD dr. SOEBANDI JEMBER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER2015

Page 2: Lapsus Urtikaria Akut

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................................2

BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................5

2.1.Definisi ........................................................................................................5

2.2. Epidemiologi ..............................................................................................5

2.3. Etiologi .......................................................................................................6

2.4. Klasifikasi...................................................................................................8

2.5. Patogenesis..................................................................................................9

2.6. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik............................................................13

2.7. Manifestasi Klinik.....................................................................................15

2.8. Diagnosis Banding....................................................................................27

2.9. Pemeriksaan Penunjang............................................................................29

2.10.Penatalaksanaan ......................................................................................31

2.11.Prognosis..................................................................................................38

BAB 3. REFLEKSI KASUS..................................................................................39

3.1. Identitas penderita ....................................................................................39

3.2. Anamnesis ................................................................................................39

3.3. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................40

3.4.Pemeriksaan Penunjang ............................................................................41

3.5.Diagnosis Kerja .........................................................................................41

3.6. Diagnosis Banding....................................................................................41

3.7. Penatalaksanaan .......................................................................................41

3.8.Edukasi.......................................................................................................42

3.9. Prognosis ..................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................43

2

Page 3: Lapsus Urtikaria Akut

BAB 1. PENDAHULUAN

Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab,

biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang

perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,

sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan yang biasanya dikeluhkan oleh pasien

yaitu gatal, rasa terbakar atau rasa tertusuk. Secara klinis akan tampak eritema dan

edema setempat berbatas tegas. Namun gambaran klinisnya akan tergantung dari

agen penyebab munculnya urtika.

Urtikaria dapat menyerang segala usia, namun lebih banyak mengenai orang

dewasa, rata-rata usia 35 tahun. Ditemukan 40% berbentuk urtikaria saja, 49%

urtikaria bersama-sama dengan angioedema, dan 11% angioedema saja. Lama

serangan berlangsung bervariasi, ada yang lebih dari satu tahun bahkan ada yang

lebih dari 20 tahun. Penderita atopi akan lebih mudah mengalami urtikaria. Umur,

ras, pekerjaan, letak geografis, dan perubahan musim dapat mempengaruhi

hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE.

Urtikaria dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan. Berdasarkan

lamanya serangan berlangsung, urtikaria dibagi menjadi urtikaria akut dan urtikaria

kronik. Urtikaria akut yaitu jika serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau

berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi waktu tersebut

digolongkan menjadi urtikaria kronik. Berdasarkan morfologi klinis urtikaria

dibedakan menjadi urtikaria papular, urtikaria gutata (bila besarnya sebesar tetesan

air) atau girata (bila ukurannya lebih besar), urtikaria anular, dan urtikaria asinar.

Menurut luas dan dalamnya jaringan yang terkena, dapat dibagi menjadi urtikaria

lokal, urtikaria generalisata, dan angioedema. Berdasarkan penyebab dan mekanisme

terjadinya, urtikaria dibagi menjadi urtikaria imunologi, non imunologik, dan

idiopatik.

3

Page 4: Lapsus Urtikaria Akut

Etiologi dari urtikaria ini bermacam-macam, namun disebutkan sekitar 80%

tidak dikethaui penyebabnya. Adapun etiologi dari urtikaria diduga oleh karena,

obat, makanan, gigitan atau sengatan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan,

kontaktan, trauma fisik, infeksi, psikis, genetic ataupun penyakit sistemik. Adapun

patogenesis mekanisme terjadinya urtikaria yaitu segala macam faktor baik

imunologik maupun non imunologi merangsang sel mast atau basofil

sehingga melepaskan mediator-mediator seperti histamin, kinin, serotonin,

slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA) dan prostaglandin. Hal ini

menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler,

sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan

setempat dan terjadilah edema setempat yang disertai kemerahan.

Adapun tatalaksana pada pasien urtikaria yaitu pemberian

antihistamin. Pemberian antihistamin ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi

gejala di mana obat ini bekerja dengan menghambat histamin pada reseptornya.

Antihistamin dibagi menjadi dua yaitu antagonis reseptor H1 dan antagonis reseptor

H2. Untuk urtikaria biasanya diberikan antihistamin yang berkhasiat pada reseptor

H1. Namun pada beberapa keadaan diperlukan kombinasi antihistamin H1 dan H2.

Untuk pengobatan lokal dapat diberikan antipruritus dalam bedak atau

bedak kocok. Untuk mencegah terjadinya urtikaria, pasien diberikan edukasi

untuk menghindari faktor pencetus timbulnya urtikaria ini

4

Page 5: Lapsus Urtikaria Akut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan kulit

berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh

suatu reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik gambaran kulit kemerahan

(eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang

timbul secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang

perlahan-lahan. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau

“biduran”. Meskipun pada umumnya penyebab urtikaria diketahui karena rekasi

alergi terhadap alergen tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak diketahui

penyebabnya secara signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik. Sejumlah

faktor, baik imunologik dan nonimunologik, dapat terlibat dalam patogenesis

terjadinya urtikaria. Urtikaria dihasilkan dari pelepasan histamin dari jaringan sel-sel

mast dan dari sirkulasi basofil. Faktor-faktor nonimunologik yang dapat melepaskan

histamin dari sel-sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan

(termasuk morfin dan kodein), makan makanan laut seperti lobster, kerang, dan

makanan-makanan lain, toksin bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik

kemungkinan terlibat lebih sering pada urtikaria akut daripada urtikaria kronik.

Mekanisme yang paling sering adalah reaksi hipersensitivitas tipe I yang distimulasi

oleh antigen polivalen yang mempertemukan dua molekul Ig E spesifik yang

mengikat sel mast atau permukaan basofil (Aisyah, 2007).

2.2 Epidemiologi

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis

kelamin, pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi

bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari

5

Page 6: Lapsus Urtikaria Akut

tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien

urtikaria yang datang berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah

0-9 tahun dan 30-40 tahun. Urtikaria disebut akut jika berlangsung kurang dari 6

minggu. Paling sering episode akut pada anak-anak adalah karena reaksi merugikan

atau efek samping dari makanan atau karena penyakit-penyakit virus. Episode

urtikaria yang persisten melebihi 6 minggu disebut kronik dan paling sering adalah

urtikaria idiopatik atau urtikaria yang disebabkan karena autoimun. Sekitar 50%

pasien dengan urtiakria sendirian tanpa lesi kulit lainnya dapat bebas dari lesi dalam

1 tahun, 65% dalam 3 tahun, dan 85% dalam 5 tahun; kurang dari 5% lesi hilang

lebih dari 10 tahun (Djuanda, 2008).

Lesi urtikaria dapat berupa papul-papul merah pea-sized (sebesar kacang

polong) sampai gambaran circinate (lingkaran) besar dengan batas-batas kemerahan

dan putih di sentral yang dapat menutupi seluruh bagian dari badan. Vesikel-vesikel

dan bula dapat tampak dalam kasus yang berat, bersamaan dengan efusi hemoragik.

Bentuk berat dari urtikaria disebut juga angioedema. Ia dapat mengenai seluruh

bagian tubuh, seperti bibir atau tangan. Oedem glotis dan bronkospasme merupakan

komplikasi yang serius yang dapat mengancam nyawa. Kasus-kasus akut dapat

ringan atau berat tetapi biasanya hilang dengan atau tanpa pengobatan dalam

beberapa jam atau hari. Bentuk kronik dapat mengalami remisi dan eksaserbasi

dalam hitungan beberapa bulan atau tahun (Zuberbier, 2006).

2.3 Etiologi

Penyebab dari urtikaria akut beragam, diantara: obat, makanan, gigitan

serangga, hingga ke inhalan, psikis, genetic, dan penyakit sistemik. Namun dai

kepustakaan didapatkan bahwa urtikaria akut paling banyak disebabkan oleh karena

alergi makanan dan parasit (Ferrer, 2009). Banyak jenis makanan yang dapat

menyebabkan timbulnya urtikaria akut, seperti kacang, telur, makanan laut, dan

berbagai jenis makanan lain yang mengandung zat tambahan seperti pewarna dan

6

Page 7: Lapsus Urtikaria Akut

penyedap. Sedangkan parasit yang dapat menyebabkan urtikaria akut diantaranya

kutu binatang, cacing pita, cacing gelang, juga Schistosoma (Clarke, 2004).

Urtikaria umumnya sering dicetuskan oleh beberapa faktor presipitan di

bawah ini :

1. Obat-obatan atau bahan kimia

Penisilin dan derivatnya kemungkinan merupakan penyebab obat paling

sering dari urtikaria akut, tetapi obat-obatan lainnya, apakah melalui oral,

injeksi, inhalasi, atau, topikal juga dapat menyebabkan reaksi urtikaria. Obat-

obatan yang menimbulkan urtikaria bereaksi secara imunologik maupun non-

imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara

imunologik (Tipe I atau II). Ada pula obat yang secara non-imunologik

langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamine, misalnya kodein,

opium, dan zat kontras.

2. Makanan

Makanan merupakan penyebab yang umum dari urtikaria akut. Terutama

adalah makanan seafood, sedangkan makanan lainnya yang sering dilaporkan

adalah strawberry, cokelat, kacang, keju, telur, gandum, dan susu.

3. Gigitan dan sengatan serangga

Gigitan serangga, sengatan nyamuk, kutu, atau laba-laba, dan kontak dengan

ngengat, lintah, dan ubur-ubur dapat menyebabkan timbulnya urtikaria. Hal

ini sering diperantarai oleh IgE (Tipe I) dan tipe selular (Tipe IV). Tetapi

venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen.

4. Agen fisik

Urtikaria juga dapat merupakan akibat dari paparan panas, dingin, radiasi,

cidera fisik seperti faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang,

faktor vibrasi dan tekanan yang berulang-ulang contohnya pijatan dapat

menyebabkan urtikaria fisik baik secara imunologik maupun non-imunologik.

5. Inhalan

7

Page 8: Lapsus Urtikaria Akut

Nasal spray, insect spray, inhalasi dari debu, bulu-bulu binatang atau karpet,

dan serbuk merupakan beberapa faktor pencetus melalui inhalasi.

6. Infeksi

Adanya fokus infeksi sering dipertimbangkan, cepat atau lambat, pada kasus

kronik, dan pada penyebab yang tidak biasa. Sinus, gigi geligi, tonsil,

kandung empedu, dan saluran genitourinaria sebaiknya diperiksa.

7. Penyakit dalam

Urtikaria dapat timbul pada penyakit hati, parasit usus, kanker, demam

rematik, dan lainnya.

8. Psikis

Setelah semua penyebab urtikaria kronik telah disingkirkan, masih terdapat

sejumlah kasus yang muncul berhubungan dengan stress atau nervous, cemas,

atau kelelahan. Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung

menyebabkan peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler.

9. Sindroma Urtikaria Kontak

Respon yang tidak lazim ini dapat diakibatkan karena kontak antara kulit

dengan obat-obatan, bahan kimia, makanan, serangga, hewan, dan tanaman.

2.4 Klasifikasi

Menurut Aishah (2007), terdapat beberapa penggolongan urtikaria :

Berdasarkan lamanya serangan berlangsung

Urtikaria akut : bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau

berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.

Urtikaria kronik: bila serangan lebih dari 6 minggu.

Berdasarkan morfologi klinis

Urtikaria popular : bila berbentuk papul.

Urtikaria gutata : bila besarnya sebesar tetesan air.

Urtikaria girata : bila ukuran besar.

8

Page 9: Lapsus Urtikaria Akut

Berdasarkan luas dan dalamnya jaringan terkena

Urtikaria lokal

Urtikaria generalisata

Angioedema

Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadi urtikaria

Urtikaria imunologik

1. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)

2. Ikut sertanya komplemen

3. Reaksi alergi tipe IV

Urtikaria nonimunologik

1. Langsung memacu sel mas, sehingga terjadi pelepasan mediator. (misalnya

obat golongan opiat dan bahan kontras)

2. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya

aspirin, obat anti inflamasi non-steroid)

3. Trauma fisik, misalnya dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar,

dan bahan kolinergik.

Urtikaria Idiopatik : Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.

2.5 Patogenesis

Sel mast merupakan sel efektor primer pada patogenesis timbulnya gejala-

gejala urtikaria. Di kulit, sel mast terdapat di dermis. Selain itu sel mast juga terdapat

di pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf-saraf, dan organ tubuh. Granul-granul

dalam sel mast mengandung histamin, heparin, slow reacting substance of

anaphylaxis (SRSA), dan Eosinophile Chemotactic Factor (ECF). Ada 2 macam sel

mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama

ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah histamin dan heparin.

Pelepasan mediator tersebut dihambat kromoglikat yang mencegah influks kalsium

9

Page 10: Lapsus Urtikaria Akut

ke dalam sel. Sel mast yang kedua ditemukan di saluran cerna dan nafas. Proliferasi

sel mast oleh dipicu IL-3 dan IL-4 dan bertambah pada infeksi parasit (Habif, 2004).

Sel mast akan melepaskan mediator-mediator radang seperti histamin,

leukotrin (SRSA), kinin, serotonin, PEG, PAF, dan lain-lain. Pelepasan mediator-

mediator radang ini karena rangsangan dari beberapa faktor, antara lain faktor

imunologik (reaksi alergi tipe I, II, III, IV, dan genetik yaitu defisiensi C1 esterase

inhibitor) dan faktor nonimunologik (bahan kimia pelepas mediator, faktor fisik, efek

kolinergik, alkohol, emosi, demam). Mediator-mediator yang dilepaskan akan

memberikan pengaruh-pengaruh yang berbeda (Baratawidjaja, 2004).

Salah satu mediator yang dilepaskan oleh sel mast yang sangat penting dalam

proses timbulnya gejala-gejala pada urtikaria adalah histamin. Ada beberapa

mekanisme pelepasan histamin. Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya

menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan histamin ke jaringan dan

sirkulasi. Histamin menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi kebocoran,

dimana cairan berpindah dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga timbullah

edema (Habif, 2004).

Bila telah masuk ke dalam kulit, histamin menyebabkan triple response of

Lewis, yaitu eritema lokal (vasodilatasi), suatu flare dengan karakteristik eritema di

luar batas dari eritema lokal, hingga terbentuk suatu wheal akibat kebocoran cairan

vena-vena postkapiler. Pembuluh darah terdiri dari 2 reseptor histamin. Reseptor

yang selama ini diteliti adalah H1 dan H2 (Baratawidjaja, 2004)..

Reseptor H1 ketika dirangsang oleh histamin, akan menyebabkan refleks dari

akson, vasodilatasi dan pruritus. Perangsangan reseptor H1, melalui saraf sensorik,

menyebabkan kontrakasi otot polos pada traktus respiratorius dan gastrointestinal,

pruritus, dan bersin. Ketika reseptor H2 dirangsang, terjadi vasodilatasi. Disamping

itu reseptor H2 juga terdapat di permukaan membrane dari sel mast dan ketika

dirangsang, akan menyebabkan produksi dari histamine. Aktivasi reseptor H2 sendiri

akan menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Aktivasi H1 dan H2

10

Page 11: Lapsus Urtikaria Akut

bersamaan akan mengakibatkan hipotensi, takikardi, kemerahan, dan sakit kepala

(Baratawidjaja, 2004)..

11

Page 12: Lapsus Urtikaria Akut

SEL MAS BASOFIL

FAKTOR NON IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Efek kolinergik

Faktor fisik(panas, dingin, trauma,

sinar X, cahaya)

AlkoholEmosi Demam

Idiopatik?

Bahan kimia pelepas mediator(morfin,kodein)

Reaksi tipe I (IgE)(inhalan, obat, makanan, infeksi)

Reaksi tipe IV (kontaktan)

Pengaruh komplemen

Reaksi tipe II

Reaksi tipe III

URTIKARIA

Aktivasi komplemenklasik – alternatif

(Ag-Ab, venom, toksin)

Faktor genetik(defisiensi C1 esterase inhibitor)

PELEPASAN MEDIATOR(histamin, SRSA, serotonin, kinin, PEG, PAF)

VASODILATASIPERMEABILITAS KAPILER ↑

Gambar 1. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang Menimbulkan Urtikaria

12

Page 13: Lapsus Urtikaria Akut

2.6 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

a. Anamnesis

Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya dan durasi rash / ruam serta

gatal dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau

kronik. Untuk urtikaria kronik atau rekuren, penting untuk mempertimbangkan

faktor-faktor penyebab sebelumnya dan keefektifan berbagai pilihan terapi.

- Tanyakan tentang faktor presipitan, seperti panas, dingin, tekanan, aktivitas

berat, cahaya matahari, stres emosional, atau penyakit kronik

(misalnya, hipertiroidisme, rheumatoid arthritis, SLE,

polimiositis, amiloidosis, polisitemia vera, karsinoma, limfoma).

- Tanyakan tentang penyakit lain yang dapat menyebabkan pruritus, seperti

diabetes mellitus (DM), insufisiensi ginjal kronik, sirosis bilier primer, atau

kelainan kulit nonurtikaria lainnya (misalnya, eczema, dermatitis kontak).

- Tanyakan tentang riwayat angioedema pada keluarga dan pribadi, dimana

urtikaria pada jaringan yang lebih dalam dan dapat mengancam nyawa jika

mengenai laring dan pita suara. Penyebab spesifik angioedema diantaranya

hereditari angioedema (defisiensi C1-inhibitors) dan acquired angioedema

(berhubungan dengan angiotensin-converting enzyme [ACE] inhibitor dan

angiotensin receptor blockers (ARBs). Karakteristik dari angioedema

meliputi di bawah ini: 

- Vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam

daripada yang tampak pada urtikaria.

- Pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya

terjadi pada permukaan mukosa dari saluran nafas (bibir, lidah,

uvula, palatum molle, dan laring ) dan saluran cerna

(pembengkakan usus menyebabkan nyeri abdomen berat).

13

Page 14: Lapsus Urtikaria Akut

- Suara serak, merupakan tanda paling awal dari oedem laring

(tanyakan pasoen bila ia mengalami perubahan suara serak)

Untuk urtikaria akut, tanyakan tentang kemungkinan pencetus/presipitan,

seperti di bawah ini: 

- Penyakit sekarang (misalnya, demam, nyeri tenggorokan, batuk, pilek,

muntah, diare, nyeri kepala)

- Pemakaian obat-obatan meliputi penisilin, sefalosporin, sulfa, diuretik,

nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), iodida, bromida, quinidin,

chloroquin, vancomycin, isoniazid, antiepileptic agents, dll.

- Intravenous media radiokontras

- Riwayat bepergian (amebiasis, ascariasis, strongyloidiasis, trichinosis,

malaria)

- Makanan (eg, kerang, ikan, telur, keju, cokelat, kacang, tomat)

- Pemakaian parfum, pengering rambut, detergen, lotion, krim, atau pakaian

- Kontak dengan hewan peliharaan, debu, bahan kimia, atau tanaman

- Kehamilan (biasanya terjadi pda trimester ketiga dan biasanya sembuh

spontan segera setelah melahirkan)

- Kontak dengan bahan nikel (ex, perhiasan, kancing celana jeans), karet (ex,

sarung tangan karet, elastic band), latex, dan bahan-bahan industri

- Paparan panas atau sinar matahari

- Aktivitas berat

b. Pemeriksaan Fisik

Urtikaria mempunyai karakteristik ruam kulit pucat kemerahan dengan

elevasi kulit, dapat linier, annular (circular), atau arcuate (serpiginous). Lesi ini dapat

terjadi pada daerah kulit manapun dan biasanya sementara dan dapat berpindah.

- Dermographism dapat terjadi (lesi urtikaria yang berasal dari goresan ringan).

14

Page 15: Lapsus Urtikaria Akut

- Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan

menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa. Di

antaranya :  

o Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak

o Angioedema pada bibir, lidah, atau laring 

o Skleral ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan

adanya hepatitis atau penyakit kolestatik hati

o Pembesaran kelenjar tiroid

o Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma

o Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan

penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus

(SLE)

o Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm

(asthma)

o Extremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur

2.7 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit

berupa biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas

dengan batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai

berat, pedih, dan atau sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak

pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan telinga.

Diameter lesi dapat bervariasi dari sekitar 5 mm (0,2 inchi) sampai dapat sebesar satu

piring makan. Ketika proses oedematous meluas sampai ke dalam dermis dan atau

subkutaneus dan lapisan submukosa, maka ia disebut angioedema. Urtikaria dan

angioedema dapat terjadi pada lokasi manapun secara bersamaan atau sendirian.

Angioedema umumnya mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai

15

Page 16: Lapsus Urtikaria Akut

nyeri tetapi jarang pruritus, dan dapat berlangsung sampai beberapa hari.

Keterlibatan bibir, pipi, dan daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema

juga dapat mengenai lidah dan faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak,

jarang persisten melebihi 24-48 jam, dan dapat berulang untuk periode yang tidak

tentu.

Urtikaria dapat bermanifestasi sebagai keadaan-keadaan dibawah ini :

I. Immunologic IgE- dan IgE Receptor–Dependent Urticaria/Angioedema

a) Urtikaria yang disebabkan oleh antigen spesifik

Contoh-contoh umum dari antigen spesifik yang dapat memprovokasi timbulnya

urtikaria/ angioedema misalnya makanan, seperti kerang, kacang-kacangan, dan

cokelat; obat-obatan dan agen terapeutik, misalnya penisilin; aeroallergen; dan

Hymenoptera venom.

b) Atopic diathesis

Episode akut urtikaria/angioedema yang terjadi pada pasien-pasien dengan riwayat

pribadi atau keluarga dengan asma, rhinitis, atau eczema diduga merupakan IgE-

dependent. Dalam praktik klinik, urtikaria/angioedema jarang disertai eksaserbasi

asma, rhinitis, atau eczema. Prevalensi urticaria/angioedema kronik tidak meningkat

pada pasien-pasien atopik.

c) Physical urticaria (urtikaria fisik)

Dermographism

Dermographism merupakan bentuk paling sering dari physical urticaria. Ia tampak

sebagai garis biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara

muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit

16

Page 17: Lapsus Urtikaria Akut

biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul. Ia tidak

berhubungan dengan atopi. Respon dermographic secara pasif ditransfer ke kulit

normal dengan serum atau Ig E.

Gambar 2. Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal

Delayed dermographism

Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa

rekasi immediate, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul

eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.

Cold-dependent dermographism adalah kondisi yang terjadi hanya setelah terjadi

paparan dingin. Cholinergic dermographism adalah bentuk yang jarang yang terjadi

sebagi biduran punctata (punctate wheals) pada pasien dengan cholinergic urticaria.

Pressure urticaria

Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, oedem local, sering

disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.

Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk

pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan

dengan tangan. Delayed pressure urticaria dapat berhubungan dengan demam,

menggigil, arthralgia, dan myalgia, juga dengan peningkatan LED dan leukositosis.

Immediate pressure urticaria adalah kelainan idiopatik yang jarang. Ia telah diketahui

berhubungan dengan pasien sindroma hipereosinofilik.

Vibratory angioedema

17

Page 18: Lapsus Urtikaria Akut

Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat

berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena

paparan vibrasi okupasional. Ia dapat sebagai kelaianan autosomal dominan yang

diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada

wajah. Peningkatan kadar plasma histamin ditemukan dalam serangan pada pasien

dnegan bentuk keturunan / herediter dan pada pasien dengan penyakit yang didapat.

Cold urticaria

Terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter) dari cold

urticaria/angioedema. Bentuk yang didapat lebih sering dijumpai. Idiopathic atau

primary acquired cold urticaria mungkin berhubungan dengan sakit kepala, hipotensi,

sinkop, wheezing, shortness of breath, palpitasi, nausea, vomiting, dan diare.

Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan

dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Biduran

dapat timbul setelah dilakukan kontak kulit dengan es yang disebut dengan

diagnostic cold contact test. Jika seluruh tubuh dingin, seperti dalam keadaan

berenang, hipotensi dan sinkop, yang berpotensi mematikan dapat terjadi. Bentuk

yang jarang dari acquired cold urticaria yang telah dilaporkan pada beberapa kasus di

antaranya systemic cold urticaria, localized cold urticaria, cold-induced cholinergic

urticaria, cold-dependent dermographism, dan localized cold reflex urticaria. Dua

bentuk dominan dari inherited cold urticaria telah dideskripsikan. Familial cold

urticaria, yang juga disebut dengan familial cold autoinflammatory syndrome

merupakan kelainan autosomal dominan dengan genetic linkage terhadap kromosom

1q44. Erupsi muncul sebagai macula eritematous disertai rasa panas seperti terbakar

dan pruritus dan jarang dengan biduran. Demam, nyeri kepala, conjunctivitis,

arthralgia, dan neutrophilic leukocytosis merupakan gambaran dari serangan. Jarak

antara paparan dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan

rata-rata durasi episode adalah 12 jam. Biopsi kulit specimen menunjukkan

18

Page 19: Lapsus Urtikaria Akut

degranulasi sel mast dan infiltrasi neutrofil. Delayed cold urticaria terjadi sebagai lesi

eritematous, oedematous, dan pembengkakan lebih dalam yang muncul 9-18 jam

setelah paparan dingin. Biopsi kulit specimen menunjukkan adanya oedem dengan

sedikit jumlah sel mononuclear; sel-sel mast tidak mengalami degranulasi; dan

protein komplemen, immunoglobulin, dan fibrin tidak ditemukan.

Gambar 3. Cold urticaria

Cholinergic urticaria

Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh, seperti selama

mandi dengan air hangat, olahraga, atau episode demam. Prevalensi tertinggi adalah

pada usia 23-28 tahun. Erupsi tampak dengan biduran bentuk papular, bulat, ukuran

kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau luas merupakan

gambaran yang khas dari urtikaria jenis ini; kadang-kadang, lesi dapat menjadi

konfluen, atau angioedema dapat terjadi. Gambaran sistemik termasuk pusing, nyeri

kepala, sinkop, flushing, wheezing, shortness of breath / sesak nafas, nausea,

vomiting, dan diare. Peningkatan prevalensi pada pasien atopi telah dilaporkan.

Injeksi intrakutaneus agen kolinergik, seperti methacholine chloride, menghasilkan

biduran secara local pada kira-kira 1/3 pasien. Perubahan dalam fungsi pulmonal

telah didokumentasikan selama percobaan exercise challenge atau setelah inhalasi

acetylcholine. Kasus-kasus familial telah dilaporkan hanya pada laki-laki dalam

empat keluarga. Pengamatan ini menunjukkan kecenderungan adanya kelainan

19

Page 20: Lapsus Urtikaria Akut

autosomal dominan inheritance. Setelah exercise challenge, histamin dan faktor

kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dilepaskan ke dalam sirkulasi.

Gambar 4. Cholinergic urticaria.

Local heat urticaria

Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam

beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal. Peningkatan insidensi

pada pasien atopi telah dilaporkan. Histamin, neutrophil aktivitas chemotactic, dan

PGD 2 ditemukan dalam sirkulasi pada penelitian experimental. Bentuk familial

delayed dari local heat urticaria dimana urtikaria terjadi 1-2 jam setelah uji

tantangan/challenge dan berlangsung sampai dengan 10 jam.

Solar urticaria

Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-kadang

angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar

matahari atau sumber cahaya buatan. Nyeri kepala, sinkop, pusing, wheezing, dan

nausea merupakan gambaran sistemik. Empat puluh delapan persen pasien

mempunyai riwayat atopi. Meskipun solar urtikaria dapat berhubungan dengan

systemic lupus erythematosus (SLE) dan polymorphous light eruption, tetapi

biasanya idiopatik. Perkembangan lesi kulit di bawah lingkungan experiment dalam

respon terhadap panjang gelombang spesifik diklasifikasikan ke dalam enam subtipe;

akan tetapi, seseorang dapat merespon lebih dari satu bagian dari spectrum cahaya.

Pada tipe I, didapatkan dengan panjang gelombang 285-320 nm, dan pada tipe II,

20

Page 21: Lapsus Urtikaria Akut

panjang gelombang 400-500 nm. Tipe VI, terjadi pada erythropoietic protoporphyria

dan yang dikarenakan defisiensi ferrochelatase telah dilaporkan pada satu pasien.

Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat ditemukan dalam

darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB, dan sinar/cahaya

yang terlihat.

Exercise-induced anaphylaxis

Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari

pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang

berbeda dari cholinergic urticaria. Pada kebanyakan pasien, biduran tidak

mempunyai punctate tetapi dengan ukuran yang normal. Variasi tipe dari sindroma

ini telah dideskripsikan, termasuk diantaranya exercise-induced anaphylaxis

memerlukan olahraga/exercise sendirian sebagai stimulusnya, food-dependent

exercise-induced anaphylaxis memerlukan baik exercise dan makanan sebagai

stimulus, dan bentuk varian dimana biduran punctata timbul setelah exercise.

Pemberian aspirin sebelum makan makanan allergen menginduksi urtikaria pada

beberapa pasien dengan food-dependent exercise-induced anaphylaxis. Pada

exercise-induced anaphylaxis, tes fungsi paru normal, biopsy specimen menunjukkan

degranulasi sel mast, dan pelepasan histamin dan tryptase ke dalam sirkulasi.

Adrenergic urticaria

Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran dikelilinngi oleh white halo yang terjadi

selama stress emosional. Lesi dapat ditemukan dengan injeksi norepinefrin

intrakutaneus.

Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus

Kontak kulit dengan air pada temperature berapapun dapat menghasilkan pruritus

sendirian atau, lebih. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan

21

Page 22: Lapsus Urtikaria Akut

cholinergic urticaria. Aquagenic pruritus tanpa urtikaria biasanya idiopatik tetapi

juga terjadi pada orang-orang tua dengan kulit yang kering dan pada pasien dengan

polycythemia vera, Hodgkin's disease, sindroma myelodysplastic, dan sindroma

hipereosinophilic. Pasien-pasien dengan aquagenic pruritus sebaiknya dievaluasi

untuk menyingkirkan kelainan hematologik. Setelah tes experimental challenge,

kadar histamin darah akan meningkat pada pasien dengan aquagenic pruritus dan

dengan aquagenic urticaria. Degranulasi sel mast tampak pada lesi jaringan.

d) Urtikaria kontak

Urtikaria dapat terjadi setelah kontak langsung dengan beberapa substansi. Ia dapat

disebabkan faktor immunologik yang dimediasi IgE atau nonimmunologik. Transient

eruption muncul dalam beberapa menit ketika dimediasi oleh IgE. Protein dari

produk-produk latex adalah penyebab sering dari urtikaria kontak yang dimediasi

IgE. Protein-protein latex juga dapat menjadi allergen airborne. Pasien-pasien ini

dapat bermanifestasi secara cross-reactivity terhadap buah-buahan, seperti pisang,

alpukat, dan kiwi. Manifestasi lainnya yang juga berhubungan termasuk rhinitis,

conjunctivitis, dyspnea, dan syok. Kelompok risiko didominasi oleh pekerja

biomedis dan orang-orang dengan frekuensi kontak dengan latex yang sering. Agen-

agen seperti bulu-bulu arthropoda, dan bahan-bahan kimia dapat melepaskan

histamin secara langsung dari sel-sel mast. Papular urtikaria terjadi sebagai lesi

papular urtikaria dengan diameter 3-10 mm, distribusi simetris, serangan episodik

yang berasal dari reaksi hipersensitif terhadap gigitan serangga, seperti nyamuk,

kutu, dan bedbugs. Kondisi ini muncul terutama pada anak-anak. Lesi cenderung

muncul pada kelompok area yang terekspose, seperti aspek ekstensor dari

ekstremitas.

Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak disertai gatal yang

sikenal dengan “Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy” (PUPP),

dengan insidensi kira-kira 1 dari 160 kehamilan. Sering muncul pada primigravida

22

Page 23: Lapsus Urtikaria Akut

pada trimester III akhir atau segera dalam periode post partum. Erupsi muncul secara

tiba-tiba dengan 90% di abdomen, dan dalam beberapa hari dapat menyebar secara

simetris dengan tidak melibatkan wajah. Tidak seperti urtikaria pada umumnya,

erupsi menetap dan intensitasnya dapat meningkat, hilang pada kebanyakan kasus

sebelum atau dalam 1 minggu post partum. Diduga disebabkan reaksi terhadap

distensi abdomen. Rasa gatal dapat diredakan dengan pemberian topikal steroid

sedang dan antihistamin. Prednisone (40 mg/hari) mungkin diperlukan jika pruritus

sukar hilang.

Gambar 5. PUPP

e) Urtikaria autoimun

Sirkulasi autoantibodi telah diketahui berada di dalam serum pada beberapa pasien

dengan urtikaria idiopatik kronik, menyebabkan autoimmune urticaria. Antibodi-

antibodi ini diperkirakan ada pada sedikitnya 35-40 persen dari pasien dengan

urtikaria idiopatik kronik. Positif autologous serum skin test didefinisikan sebagai

bulir kemerahan dengan diameter 1.5 mm lebih besar daripada saline-induced

respons dalam 30 menit. Pasien-pasien dengan autoantibodi mempunyai jumlah

biduran yang lebih banyak dengan distribusi yang lebih luas, pruritus lebih berat, dan

gambaran sistemik dari nausea, nyeri abdomen, diare, dan flushing.

23

Page 24: Lapsus Urtikaria Akut

II. Urticaria/Angioedema Yang Dimediasi oleh Sistem Komplemen dan

Sistem Efektor Plasma Lainnya

a) Angioedema herediter dan didapat

Angioedema herediter merupakan kelainan yang diturunkan secara dominan yang

ditandai dengan serangan berulang/rekuren angioedema yang melibatkan kulit dan

membran mucus saluran respirasi dan gastrointestinal. Terdapat defisiensi fungsional

dari inhibitor komponen first activated dari sistem komplemen (C1INH).

Angioedema didapat dengan deplesi C1INH mempunyai dua bentuk. Satu

berhubungan dengan keganasan, yaitu limfoma sel B dan autoantibodi terhadap

protein. Bentuk yang lain berhubungan dengan autoantibodi secara langsung

melawan molekul C1INH. Kompleks gejala klinis yang mirip dengan angioedema

herediter dan mempunyai gambaran X-linked inheritance telah dilaporkan pada

banyak wanita dengan angioedema tanpa urtikaria dan dengan oedem laring dan

nyeri abdomen. Kadar dan fungsi C4 dan C1INH adalah normal. Bentuk estrogen-

dependent dari angioedema yang mirip dengan angioedema herediter telah

dilaporkan pada satu keluarga dengan tujuh anggota keluarga yang terkena dalam

tiga generasi, menunjukkan gambaran autosomal dominant inheritance. Gambaran

klinis diantaranya angioedema tanpa urtikaria, oedem laring, dan nyeri abdomen

dengan muntah-muntah. Serangan dapat terjadi selama kehamilan dan dengan

pemberian estrogen eksogen.

Gambar 6. Angioedema herediter.

Tampak wajah penderita yang sangat kontras saat dalam serangan dan di luer serangan.

24

Page 25: Lapsus Urtikaria Akut

b) Venulitis urtikaria

Urtikaria kronik dan angioedema dapat sebagai manifestasi dari cutaneous

necrotizing venulitis, yang dikenal sebagai urticarial venulitis. Gambaran klinis

lainnya diantaranya demam, malaise, arthralgia, nyeri abdomen, dan lebih jarang,

konjungtivitis, uveitis, diffuse glomerulonephritis, penyakit paru obstruktif dan

restriktif, hipertensi intracranial benigna. Abnormalitas komplemen serum telah

dilaporkan pada beberapa pasien dengan kelainan ini. Istilah hypocomplementemic

urticarial vasculitis syndrome digunakan pada pasien-pasien dengan gejala klinis

yang lebih berat dari urticarial venulitis dengan hypocomplementemia dan low-

molecular-weight 7S C1q-precipitin yang telah diidentifikasi sebagai autoantibody

IgG secara langsung melawan collagen-like region dari C1q. Urticarial venulitis juga

dapat terjadi pada pasien-pasien dengan serum sickness, kelainan jaringan

penyambung, keganasan darah, dan infeksi serta sebagai kelainan idiopatik.

Gambar 7. Vasculitis urticaria. Purpura muncul setelah urtikaria hilang

c) Urtikaria akibat serum sickness

Serum sickness, adalah rekasi buruk atau efek samping yang disebabkan oleh

pemberian serum heterologus kepada manusia, dapat terjadi setelah pemberian obat-

obatan. Serum sickness terjadi 7-21 hari setelah pemberian serum heterolog tersebut

(transfusi darah, plasma) dan ditandai dengan demam, urtikaria, limfadenopati,

myalgia, arthralgia, dan arthritis. Gejala biasanya self-limited dan berlangsung

25

Page 26: Lapsus Urtikaria Akut

sampai 4-5 hari. Lebih dari 70% pasien dengan serum sickness mengalami urtikaria,

yang dapat mengalami pruritus atau nyeri.

d) Urtikaria akibat reaksi transfusi produk darah

Urtikaria/angioedema dapat terjadi setelah pemberian produk darah (transfusi). Ini

biasanya diakibatkan oleh pembentukan kompleks imun yang dibentuk dari antigen

dalam produk darah dari donor berupa IgA yang bereaksi dengan antibodi-antibodi

dalam tubuhn resipien dan aktivasi komplemen yang menyebabkan perubahan

vaskfular dan otot polos secara langsung atau tidak langsung, via anafilatoksin, atau

dengan pelepasan mediator-mediator sel mast.

e) Urtikaria akibat infeksi

Episode dari urtikaria akut dapat berhubungan dnegan infeksi virus saluran nafas

atas, paling sering terjadi pada anak-anak. Urtikaria akut hilang dalam 3 minggu.

f) Urtikaria yang berhubungan dengan terapi angiotensin-converting enzyme

(ACE) inhibitor

Angioedema diketahui juga dapat berhubungan dengan pemberian obat angiotensin-

converting enzyme (ACE) inhibitor. Frekuensi angioedema terjadi setelah terapi

ACE inhibitor adalah sekitar 0.1 to 0.7 %. Angioedema terjadi selama minggu

pertama terapi pada 72 % pasien dan biasanya mengenai kepala dan leher, termasuk

mulut, lidah, faring, dan laring. Urtikaria jarang terjadi sendirian. Batuk dan

angioedema pada saluran cerna merupakan gambaran klinis yang sering. Ini

menunjukkan bahwa terapi ACE inhibitor dikontraindikasikan pada pasien-pasien

dengan riwayat sebelumnya angioedema idiopatik, herediter, dan didapat defisiensi

C1INH. Hipotesis mekanismenya bahwa bradikinin, yang secara normal didegradasi

sebagian oleh ACE, terakumulasi dalam jaringan ketika ACE inhibitor diberikan.

26

Page 27: Lapsus Urtikaria Akut

III. Urtikaria/Angioedema Idiopatik

Sedikitnya 70% dari pasien-pasien dengan urtikaria/angioedema idiopatik kronik ,

penyebabnya tidak diketahui. Meskipun infeksi, kelainan metabolic, dan hormonal,

keganasan, dan faktor emosi telah diklaim sebagai penyebab, tetapi bukti dari

etiologinya seringkali tidak memuaskan. Dalam meta-analysis pada hubungan

urtikaria idiopatik kronik dan infeksi H.pylori, perbaikan dari urtikaria empat kali

lebih tinggi jika infeksi H.pylori berhasil dieradikasi dengan terapi antibiotik. Akan

tetapi, hanya 1/3 pasien dengan urtikaria idiopatik akan mengalami remisi dengan

eradikasi infeksi yang berhasil. Meskipun urtikaria/angioedem idiopatik adalah

bentuk yang paling sering, tetapi penegakkan diagnosis tetap dengan eksklusi. Cyclic

episodic angioedema dengan urticaria/angioedema berhubungan dengan demam,

pertambahan berat badan, tidak adanya kerusakan organ dalam, perjalanan klinis

yang benigna, dan eosinofilia. Biopsi specimen jaringan menunjukkan peningkatan

kadar eosinophils, eosinophil granule proteins, dan CD4 lymphocytes exhibiting

HLA-DR, IL-1, soluble IL-2 receptor, dan IL-5.

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada urtikaria antara lain adalah :

1. Pitiriasis Rosea

Pitiriasis rosea merupakan suatu penyakit ringan yang menyebabkan peradangan

kulit disertai pembentukan sisik berwarna kemerahan. Seperti pada urtikaria,

pitiriasis rosea juga sering terjadi pada golongan dewasa muda dan adanya eritema

dengan peninggian dan berbatas tegas serta gatal. Bentuknya bisa bulat atau lonjong.

Untuk membedakan pitiriasis rosea dari urtikaria, pada urtikaria tidak mempunyai

sisik.

27

Page 28: Lapsus Urtikaria Akut

Gambar 8. Makula eritema pada Pitiriasis Rosea

2. Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan ulang dengan

bahan dari luar yang bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai

struktur kimia serupa, pada kulit seseorang yang sebelumnya telah tersensitasi.

Persamaan dermatitis kontak alergi dengan urtikaria adalah pada gambaran kliniknya

yaitu terjadi eritema dengan peninggian atau pembengkakan. Untuk membedakan

dermatitis kontak alergi dari urtikaria, pada anamnesis diketahui adanya kontak

dengan alergen seperti nikel, lateks, dan sebagainya beberapa menit atau beberapa

jam sebelum timbul gejala eritema tersebut.

3.Angioedema

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya

permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan

submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat

disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada

angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus.

Karakteristik dari angioedema meliputi vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan

28

Page 29: Lapsus Urtikaria Akut

yang lebih dalam daripada yang tampak pada urtikaria, pembengkakan yang

nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada permukaan mukosa dari saluran

nafas dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan nyeri abdomen berat),

serta suara serak yang merupakan tanda paling awal dari edema laring.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang

tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan darah rutin bisa bermanfaat

untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta, misalnya urtikaria

vaskulitis atau adanya infeksi penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti

komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati dan

urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor

dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa

urtikaria. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.

Tes Alergi

Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan

melakukan tes kulit invivo (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik (radio-

allergosorbent test-RASTs) atau invitro yang mempunyai makna yang sama. Pada

prinsipnya tes kulit dan RAST, hanya bisa memberikan informasi adanya reaksi

hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat

bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis.

Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing

autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri

(autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup

sederhana.

29

Page 30: Lapsus Urtikaria Akut

Tes Provokasi

Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes

alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes provokasi

ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya. Adanya alergen

kontak terhadap karet sarung tangan atau buah-buahan, dapat dilakukan tes pada

lengan bawah, pada kasus urtikaria kontak. Tes provokasi oral mungkin diperlukan

untuk mengetahui kemungkinan urtikaria akibat obat atau makanan tertentu. 

Tes eleminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang

dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. Pada

urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel. Suntikan mecholyl

intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik.

Tes fisik lainnya bisa dengan es atau air hangat apabila dicurigai adanya

alergi pada suhu tertentu.

B. Pemeriksaan Histopatologik

Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan

tetapi dapat membantu diagnosis. Epidermis pada umumnya normal. Ikatan-ikatan

kolagen di retikular dermis terpisah oleh edema dan ada infiltrat inflamasi limfositik

perivaskular. Biasanya juga terdapat peningkatan jumlah sel mast.

Infiltrat limfositik ini biasanya ditemukan pada lesi urtikaria akut dan kronik.

Beberapa lesi urtikaria mengandung infiltrat seluler campuran, antara lain limfosit,

PMN, dan sel inflamasi lainnya. Tipe infiltrat campuran biasanya merupakan

karakteristik dari bentuk refraktur dari urtikaria kronik seperti urtikaria mediasi-

autoimun.

Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis, geligi

epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak

30

Page 31: Lapsus Urtikaria Akut

tampak infiltrasi selular dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama

disekitar pembuluh darah.

Punch biopsy dengan ukuran 4 mm dapat digunakan membantu diagnosis.

Urtikaria dapat juga mencakup kelainan histopatologis yang luas, mulai infiltrasi

berbagai macam sel radang yang agak jarang dengan edema dermis yang menonjol

disertai infiltrasi sel-sel radang yang relatif banyak. Sel-sel infiltrat tersebut terdiri

dari neutrofil, limfosit dan eosinofil. Adanya infiltrat eosinofil, lebih mengarah pada

urtikaria alergi.

2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line

therapy, dan third-line therapy.

1. First-line therapy

First-line therapy terdiri dari:

a. Edukasi kepada pasien:

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan

menggunakan bahasa verbal atau tertulis.

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak

mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan

fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

b. Langkah non medis secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres,

alcohol, dan agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE

inhibitor.

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau

2%.

31

Page 32: Lapsus Urtikaria Akut

c. Antagonis reseptor histamin

Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap.

Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja

antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada

reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan

angioedema dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada

reseptor H1 namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek

samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat

antihistamin yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1

tetapi nonsedasi golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.2

Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah terfenadin,

aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih

cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih

lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya

terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral.

Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan AH1 yang klasik

bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian dosis tunggal

secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang

long acting. Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek

sedasi karena tidak dapat menembus sawar darah otak.

Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada

beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah tipe

H2. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya

yang minimal pada pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah

cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan famotidine.

32

Page 33: Lapsus Urtikaria Akut

2. Second-line therapy

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line

therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-

farmakologi.

a. Photochemotherapy

Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen plus

UVA [PUVA]) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian

menunjukkan peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola

urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.

b. Antidepresan

Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis

reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai

efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik.

Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang

bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat

bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang dianjurkan

untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang menunjukkan

efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas antipruritus. Telah

dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik dan

delayed-pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.

c. Kortikosteroid

Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin

gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah.

Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan

menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan

kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis,

vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis,

yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus singkat dari

33

Page 34: Lapsus Urtikaria Akut

kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa

tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika

digunakan untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap

antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang

pengobatan urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti

hiperglikemia, osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.

Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,

methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi

prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis dewasa

40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2

mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat

mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60

mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-

anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis).

Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler,

diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-

0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.

d. Leukotriene Receptor Antagonist

Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan

mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria

kronis atau pada individu yang sehat. Leukotriene receptor antagonist seperti

montelukast, zafirlukast, dan zileuton menunjukkan keunggulan yang lebih

dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan urtikaria

kronik.

e. Antagonis saluran kalsium

Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan

whealing pada pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau

34

Page 35: Lapsus Urtikaria Akut

dikombinasikan dengan antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan

dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast kutaneus.

3. Third-line therapy

Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak berespon

terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy menggunakan agen

immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine, tacrolimus, methotrexate,

cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan intravenous immunoglobulin (IVIG).

Pasien yang memerlukan third-line therapy seringkali mempunyai bentuk autoimun

dari urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya meliputi plasmapheresis, colchicine,

dapsone, albuterol (salbutamol), asam tranexamat, terbutaline, sulfasalazine,

hydroxychloroquine, dan warfarin.

a. Immunomudulatory Agents

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam

mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine dengan

dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga pasien dengan

urtikaria kronik yang tidak berespon terhadap antihistamin. Tacrolimus dengan

dosis 20-µg/mL setiap hari dapat mengobati pasien dengan corticosteroid-

dependent urticaria.

Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen

pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme

yang terlibat tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi

anti-idiotypic antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor H1

dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak klirens IgG endogen.

b. Plasmapheresis

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan

urtikaria autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup untuk

mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan histamine dan

35

Page 36: Lapsus Urtikaria Akut

First-line TherapyEdukasiLangkah non-medis ↓Antihistamin

Second-line TherapyFarmakologiNon-farmakologiPUVAAntidepresanKortikosteroidLeukotriene receptor antagonistCCB

Third-line TherapyImmunomodulatory agentCyclosporineTacrolimusPlasmapheresisObat lain:Colchicine DapsoneHydroxychloroquineTerbutaline

URTIKARIA

Gambar 9. Alur Penatalaksanaan Urtikaria.

Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)

harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan immunosuppressant

pharmacotherapy.

c. Obat lainnya

Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola

urtikaria ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi mungkin

paling berguna untuk urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine juga telah

menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan urtikaria kronik

idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik pada

hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun ß2-adrenoceptor agonist

terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik, penggunaannya

umumnya tidak dianjurkan karena efek samping seperti takikardia dan

insomnia yang tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh banyak pasien.

36

Page 37: Lapsus Urtikaria Akut

Pada urtikaria akut, identifikasi dan menghilangkan penyebab adalah ideal,

namun sayang sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus. Meskipun

demikian, faktor pendorong yang pasti dapat dikurangi atau dihilangkan. Kami

menganjurkan bahwa pasien dengan urtikaria akut ringan seharusnya memulai

pengobatan dengan antihistamin H1 non sedatif. Pada pasien dengan urtikaria akut

sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif seharusnya juga menjadi terapi pilihan

utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan secara adekuat, pemberian

kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan. Pada pasien yang

menunjukkan urtikaria akut yang berat dengan gejala distress pernapasan, asma, atau

37

Page 38: Lapsus Urtikaria Akut

edema laring, pengobatan yang mungkin diberikan berupa epinefrin subkutan,

kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin H1 intramuskuler.

Urtikaria kronik memberikan tantangan yang agak banyak dan seharusnya selalu

dirujuk ke spesialis untuk evaluasi diagnostik dan program penanganan. Strategi

penanganan awal seharusnya kembali menggunakan antihistamin H1 non sedatif.

Terapi tambahan lain mungkin berguna, yaitu antihistamin H1 sedatif menjelang

tidur, antidepresan trisiklik, atau antihistamin H2. Sebagai tambahan antihistamin H1

mungkin dapat disarankan untuk diawali dengan kortikosteroid jangka pendek

dengan harapan dapat memotong siklus penyakit.

2.11 Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat

diatasi, sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.

38

Page 39: Lapsus Urtikaria Akut

BAB 3. REFLEKSI KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Anak S

Jenis kelamin : perempuan

Umur : 22 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status : belum menikah

Pekerjaan : pelajar

Alamat : Patrang

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama :

Gatal dan bentol merah di tangan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan gatal pada seluruh tubuh muncul sejak 1 hari

sebelum kunjungan ke poli Kulit dan Kelamin RSUD dr.Soebandi Jember.

Gatal-gatal ini diikuti dengan munculnya bentol-bentol pada lengan, tungkai,

dada, perut, dan punggung yang berwarna kemerahan dan meluas.

Namun saat ini gatal dan kemerahan yang tampak hanyalah pada tangan kanan.

Gatal dirasakan sepanjang hari, tidak tentu, baik siang ataupun malam.

Menurut pasien, sebelum timbul gatal, 1 hari sebelumnya, pasien memakan

ikan tongkol. Pasien sudah memberikan obat yaitu deksametason namun gatal

dan bentol-bentol tidak kunjung menghilang. Pasien pernah mengalami hal

serupa yaitu sekitar 10 tahun yang lalu dan disebabkan oleh hal yang sama

(ikan tongkol). Pasien memiliki riwayat atopi yaitu bersin-bersin oleh karena

debu dan asap rokok. Keluarga pasien yaitu ibu pasien juga memiliki riwayat

atopi berupa bersin-bersin jika udara dingin.

39

Page 40: Lapsus Urtikaria Akut

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien menderita penyakit seperti ini sekitar 10 tahun yang lalu namun setelah

berobat hal yang serupa tidak pernah dirasakan lagi. Pasien mengaku sering

bersin-bersin karena debu dan asap rokok.

Riwayat Pengobatan :

Obat dari dokter umum, dexamethason 4 mg 2x1

Riwayat Penyakit Keluarga :

Ibu pasien memiliki riwayat bersin-bersin jika terkena udara dingin, terutama

saat pagi hari

Riwayat Alergi :

Debu dan asap rokok

3.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : CM

Nadi : 80 x/menit

Tensi : 130/80 mmHg

RR : 20x/menit

Temperatur axila : 36,20 C

Status Generalis :

k/l : a/i/c/d : -/-/-/-

Thorax : Cor : S1S2 tunggal, e/g/m : -/-/-

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Flat, BU (+) normal, tympani, soepel

Ekstremitas : dbn

40

Page 41: Lapsus Urtikaria Akut

Status Dermatologis :

- Regio manus dextra: urtikaria eritematosa, berbatas jelas, bentuk bulat

hingga plakat, ukuran bervariasi dari 2-5 cm

3.4. Pemeriksaan Penunjang

1.Pemeriksaan darah lengkap

2. Pemeriksaan kadar IgE serum

3. Uji tusuk jarum (Skin Prick Test)

3.5. Diagnosis Kerja

Urtikaria Akut

3.6. Diagnosis Banding

- Dermatitis Kontak Alergika

- Dermatitis Atopi

3.7. Penatalaksanaan

Kortikosteroid oral

Methylprednisolon tablet 8 mg 1x1 setelah makan

41

Page 42: Lapsus Urtikaria Akut

Antihistamin oral

Cetrizine 10 mg tab 2x1

Topikal

Bedak (bor talk) dan cream mentol 1 %

3.8. Edukasi

1. Menjelaskan kepada pasien mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang

tidak mengancam jiwa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat dan

fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

2. Menghindari faktor-faktor yang memperberat dan agen-agen yang dicurigai

menimbulkan reaksi urtikaria.

3. Edukasi kepada pasien, meskipun gatal, tidak boleh digaruk berlebihan

agar tidak timbul luka dan menjadi infeksi.

3.9. Prognosis

Bonam

42

Page 43: Lapsus Urtikaria Akut

DAFTAR PUSTAKA

Soter, Allen. Urticaria and Angioedema. Dalam : Freedberg, Eisen, Wolff,

Austen. Fitzpatrick’s Dermatology In Genereal Medicine. Edisi 6. New

York : McGraw-Hill Inc. 2003: 122-45.

Hall. Vascular Dermatoses. Dalam : Hall. Gordon. Sauer’s Manual of Skin

Disease. Edisi 8. London : Lippincott William & Wilkins. 2000 : 19-

41.

Habif. Urticaria. Dalam : Baxter. Clinical Dermatology. Edisi 3. USA : Mosby-

year Book Inc. 1996 : 145-67.

Aisah. Urtikaria. Dalam : Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2.

Jakarta : FKUI. 2005: 169-76.

Linscott. Urticaria. www.emedicine.com. Diupdate pada tanggal 21 Agustus

2008.

43