upload

Click here to load reader

Upload: catur-sugiarto

Post on 04-Jul-2015

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Case for Analysis Catur Sugiarto 1

A Tale of Two CulturesSouthwest vs Value Line

Kasus ini menceritakan tentang perbedaan budaya yang mencolok antara dua perusahaan besar dunia yaitu Southwest Airlines yang merupakan perusahaan maskapai penerbangan global dan Value Line, Inc yang merupakan perusahaan penyedia jasa riset investasi ternama di dunia. Kedua perusaahaan ini memiliki budaya perusahaan yang sangat berbeda yang masingmasing budaya tersebut membawa mereka pada kondisi masing-masing. Southwest menjadi perusahaan yang paling menguntungkan dan sebaliknya, dengan budaya

Southwest Airline adalah perusahaan maskapai penerbangan global dan Value Line, Inc adalah perusahaan penyedia jasa riset investasi. Dua perusahaan dengan

VS

perusahaannya, Value Line, Inc, menjadi perusahaan dengan tingkat ketidakpuasan pelanggan yang tinggi dan terjadi ketidakharmonisan hubungan antara pihak manajemen dan karyawan. Sebuah nilai sangatlah dipengaruhi oleh pemimpin, dalam hal ini CEO. Nilai akan mempengaruhi efektivitas perusahaan dalam mencapai pelayanan terbaik untuk konsumen, hal ini sesuai dengan pengertian terminal value, yaitu sebuah nilai yang dituangkan pada pernyataan misi dan tujuan organisasi. Hal ini diterapkan oleh Southwest Airlines yang menggunakan struktur rata (flat structure) dan kerjasama antara manajer dengan karyawan yang terjalin dengan baik. Struktur organisasi yang flat dan informal pada Southwest Airlines dapat merangsang kreativitas dan inovasi para karyawannya. Selanjutnya, sistem penghargaan (reward) yang diterapkan, dengan sistem kepemilikan saham perusahaan memungkinkan peningkatan rasa memiliki (sense of belonging) karyawan terhadap

Case for Analysis Catur Sugiarto 2

perusahaan dan secara langsung akan meningkatkan kinerja karyawan. Southwest memiliki buday misi (Mission Culture) dan clan (clan culture). Dalam situasi lingkungan eksternal yang relatif stabil dan tidak berubah secara cepat, mission culture menjadi pilihan yang tepat. Mission cluture pada suatu organisasi sendiri dibentuk dari penekanan pada visi yang jelas dari tujuan organisasi serta pencapaian sasaran organisasi, seperti pertumbuhan sales, profitabilitas, ataupun market share guna membantu pencapaian tujuan secara umum. Dalam budaya organisasi seperti ini setiap karyawan pada tingkat tertentu akan diberikan tanggung jawab tertentu terhadap kelangsungan organisasi yang dirangsang dengan system reward yang baik. Dalam beberapa kasus budaya organisasi seperti ini merefleksikan tingkat kompetitif yang tinggi dan bersifat profit oriented. Sedangkan Clan culture ini memiliki fokus utama pada keterlibatan dan partisipasi dari seluruh anggota organisasi dalam kondisi lingkungan yang berubah secara cepat. Dengan tingginya tingkat keterlibatan dan partisipasi ini akan memunculkan rasa tanggung jawab dan komitmen yang tinggi terhadap organisasi. Hal penting yang patut diperhatikan dalam clan culture kepuasan dan kenyaman pekerja dalam mereka. Perbedaan antara Southwest dan Value LinePoint Culture Type Bentuk Organisasi Tipe Pemimpin Tujuan Reward System Atmosfer hubungan Kondisi karyawan Value Southwest Mission Culture Organic Value-based Low-cost, high-quality service Performance-based, Stockbased Warmth Cooperative Terminal culture, Clan Value Line Bureaucratic culture Mechanistic Authoritarian Low-cost (Frugality) Under tight rein Cold Aphatetic Instrumental

ini adalah terjaganya tingkat

kaitannya dengan upaya menjaga produktivitas

Sedangkan Value Line, Inc, menerapkan instrumental value yaitu sebuah nilai yang disampaikan melalui aturan, norma dan SOPs (Standard Operating Procedures) namun terlalu kaku. Value Line, Inc, di bawah kepemimpinan Jean Buttner terlalu ketat dalam

Case for Analysis Catur Sugiarto 3

memonitor karyawan dengan jalan meminta karyawan bertanda tangan setiap kali masuk kantor dan pulang kantor serta meminta laporan kerapihan meja karyawan setiap periode. Ini membuat karyawan kurang begitu nyaman, dan bebas mengembangkan kreativitas. Berikutnya, Buttner juga terlalu memaksakan penghematan berlebihan yang mengakibatkan karyawan tidak betah dan akhirnya banyak karyawan terlatih dan profesional mengundurkan diri dari Value Line. Jenis budaya yang diterapkan oleh Buttner adalah budaya birokratik (The Bureaucratic Culture) dan otoriter (authoritarian). Budaya birokratis ini lebih menitikberatkan pada sisi internal organisasi dalam kondisi lingkungan yang stabil dan tidak banyak berubah. Jenis budaya organisasi seperti ini berdasar pada pendekatan metode dalam menjalankan roda organisasi. Dewasa ini kebanyakan manajer mulai meninggalkan budaya birokratis ini. Hal ini karena fleksibilitas lebih banyak diterapkan dari pada metodologis dalam menghadapi lingkungan yang semakin berubah dengan cepat. Meskipun Value Line dapat meniru budaya Southwest Airlines, namun hal ini bukanlah hal yang mudah. Akan memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat merubah budaya dan sistem perusahaan. CEO baru Value Line dapat merubah kondisi budaya dan nilai perusahaan hanya jika dia mampu menjadi pemimpin yang mendasarkan kepemimpinannya pada nilai (value-based leadership). Value Line Inc, dengan konsep kepemimpinan yang baru, kepemimpinan berdasar nilai, maka sedikit demi sedikit akan dapat merubah keadaan. Nilai-nilai pada organisasi dikembangkan dan diperkuat terutama oleh kepemimpinan yang mendasarkan pada nilai, adalah sebuah kepemimpinan yang mendasarkan hubungan antara pimpinan dan bawahannya pada didukung diimplementasikan pimpinan langsung. konsep berbagi, dan oleh Setiap internalisasi nilai kuat yang

tindakan dan statemen manajer mempunyai dampak terhadap budaya dan nilai perusahaan. Karyawan akan belajar tentang nilai, kepercayaan dan tujuan dengan melihat pada para

Case for Analysis Catur Sugiarto 4

manajer dan pimpinannya. Karyawan juga mempelajari model perilaku dari seseorang yang mereka kagumi. Kepemimpinan berdasar nilai dicirikan dengan pimpinan yang memberikan perhatian (care), menekankan pada saling membantu dan mendorong, dan berusaha untuk menjaga hubungan positif antara satu dengan lainnya. Pada kepemimpinan ini, pimpinan memperlakukan setiap orang dengan adil dan rasa hormat. Pimpinan jenis ini akan menerima kesalahan dan kegagalan orang lain dan tidak pernah merendahkan. Mereka memperlakukan karyawan dengan standar etika yang tinggi, jujur, rendah hati dan dapat dipercaya serta mempunyai etika yang konsisten baik pada kehidupan pribadi maupun profesional. Mereka juga terbuka dan menerima tanggung jawab atas keselahan yang dilakukannya. Pemimpin berdasar nilai juga akan secara jelas mengutarakan dan mengkomunikasikan visi perusahaan dengan standar etika yang tinggi, dan mereka menetapkan visi dengan menganggap karyawan dan bertanggung jawab kepadanya serta meletakan etika di atas kepentingan pribadi atau perusahaan. Pimpinan akan secara berkelanjutan memperkuat nilai etis melalui perilaku keseharian, ritual, upacara dan simbol.

Case for Analysis Catur Sugiarto 5

Encouraging Learning at Baxter InternationalBaxter International merupakan perusahaan global berpusat di Amerika Serikat yang menyediakan produk-produk perawatan kesehatan dan jasa medis. Baxter merupakan perusahaan yang cukup menguntungkan pada tahun 1990an. Baxter mampu membukukan perusahaan Perusahaan lebih pertumbuhan dari 20% menggunakan tahunan saat itu. sistemKantor Pusat Baxter International

Perusahaan global penyedia produk perawatan kesehatan yang berkedudukan di Deerfield, IL, Amerika

desentralisasi dalam pengambilan keputusan sehingga setiap divisi berhak menentukan kebijakan masing-masing dan mengalokasikan anggaran sesuai kebutuhan divisi mereka. Manajer setiap divisi juga menetapkan sistem pemberian penghargaan terhadap kinerja sesuai dengan kebijakan divisi. Masalah apakah yang dialami oleh Baxter International? Masalah muncul diawali dengan adanya sistem pengambilan keputusan yang bersifat desentralisasi, dimana setiap divisi terlalu berfokus pada kepentingan divisi masing-masing dan mengabaikan kepentingan perusahaan pada perspektif yang lebih luas. Kondisi ini makin parah ketika persaingan semakin ketat pada akhir tahun 1990 dengan munculnya obat-obat dengan harga murah seperti obat generik. Visi organisasi pada perpesktif yang lebih luas tidak terinternalisasikan dengan baik pada setiap divisi. Setiap divisi memiliki paradigma sendiri dalam meningkatkan kinerja. Belum adanya kemampuan belajar, memahami dan mengatur perusahaan membuat permasalahan semakin besar.

Case for Analysis Catur Sugiarto 6

Bagaimana perusahaan mencoba menyelesaikan permasalahan itu? Secara teoritis, terdapat model pengambilan keputusan rasional (The Rational Model of Decision Making), yaitu pimpinan sebuah perusahaan harus memenuhi langkah pengambilan keputusan, yang diawali dengan mengidentifikasi masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan memilih dari alternatif yang ada untuk memecahkan masalah. Model rasional berikut ini digunakan dengan mengabaikan unsur ketidakpastian (uncertanty).

Oleh karena Baxter mengalami kondisi yang mengharuskan manajemen puncak mengubah cara pandang yang bermuara pada kinerja perusahaan, maka kondisi ketidakpastian terjadi. Pendekatan model pengambilan keputusan yang tepat diambil oleh Baxter adalah model Carnegie. Pada model ini, manajer menentukan kriteria dalam mengevaluasi solusi. Manajer berusaha untuk membatasi alternatif solusi sesuai dengan kondisi perusahaan. Pada model ini, perusahaan akan membentuk koalisi yang terdiri dari beberapa manajer dan eksekutif dengan tujuan mengintensifkan dan mempertajam analisis terhadap permasalahan dan dengan segera mengambil keputusan. CEO Baxter, Vernon R. Loucks, Jr. mencoba beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan yang menimpa perusahaan mereka. Loucks mencoba untuk mengubah paradigma manajer dengan cara menerapkan sistem pemberian penghargaan/kompensasi (reward) yang baru, yaitu dengan berdasarkan kenaikan harga saham keseluruhan perusahaan. Perusahaan menharuskan manajer puncak untuk membeli saham Baxter sebesar tujuh kali gaji tahunan of Decision Making) manajer madya diberikan kompensasi berupa Model mereka. Sedangkan option/derivative saham perusahaan sesuai dengan kinerja mereka. Keputusan perubahan sistem kompensasi ini mendorong manajer dalam merubah pendekatan pengambilan keputusan dan pembelajaran mereka. Seluruh karyawan dan manajer menjadi lebih antusias dan memandang tujuan perusahaan pada perspektif yang luas menjadi tujuan utama mereka. Karyawan menjadi lebih kritis membangun terhadap setiap ide atau gagasan yang terkait dengan peningkatan kinerja perusahaan. Selanjutnya untuk mengatasi masalah komunikasi antar divisi, CEO dapat merubah tipe tim manajemen puncak. Baxter dapat menggunakan konfigurasi lingkaran (circle) dan tidak lagi menggunakan konfigurasi roda (wheel) yang selama ini digunakan. Dengan konfigurasi circle komunikasi akan terjalin, tidak hanya langsung kepada CEO, tetapi juga antar manajer pada divisi yang berlainan. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan untuk salingLangkah pengambilan keputusan model rasional (Rational

Baxter

Case for Analysis Catur Sugiarto 7

mempelajari kondisi dan perkembangan divisi. Selain itu, akselerasi setiap divisi dalam melakukan pengembangan akan dapat berimbang antara satu divisi dengan divisi lainnya.

Case for Analysis Catur Sugiarto 8

Case for Analysis Catur Sugiarto 9

Circle Wheel

CE O

Case for Analysis Catur Sugiarto 10

Case for Analysis Catur Sugiarto 11

manajemen puncak dalam setiap pengambilan keputusan dalam organisasim, tidak

Penggunaan teknologi informasi (TI) saat ini sangat diperlukan Konfigurasi tipe tim pada perusahaan Baxter International. Executive

Executive Information System

terkecuali

Infotmation System (EIS) merupakan salah satu bentuk penggunaan TI dalam hal sharing informasi kinerja perusahaan, progress report dan instrumen bagi manajer, baik puncak maupun madya dalam mengambil keputusan dan pembelajaran. EIS atau aplikasi semacamnya sudah banyak digunakan oleh perusahaan, baik dalam maupun luar negeri.

Sebuah aplikasi berbasis TI yang digunakan para eksekutif, manajer dan karyawan dalam melihat

The Accenture Interactive Network

Perusahaan dapat menggunakan jasa pihak ketiga dalam menyediakan akses informasi dan sistem manajemen pengetahuan (Knowledge Management System) melalui aplikasi mutakhir. Seperti perusahaan bernama Accenture, mereka menyediakan aplikasi

Layar dinding sentuh (touch wall) yang disediakan oleh perusahaan untuk akses informasi perusahaan dalam

sekaligus perangkat keras untuk bisa di instal di perusahaan yang menginginkan sistem informasi yang dapat terakses dengan baik. Ini merupakan salah satu contoh penerapan TI dalam manajemen pengetahuan dan pembelajaran (knowledge and learning).

Case for Analysis Catur Sugiarto 12

Kasus 3:

Too Much Innovation at LucentLucent, yang saat ini bernama Alcatel-Lucent, merupakanLucent Technologies

perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi. Mulai tahun 2000 industri teknologi informasi mulai menampakkan persaingan yang sangat ketat, dan hal ini memaksa setiap perusahaan melakukan inovasi dan diferensiasi terhadap produknya agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan. CEO Lucent McGinn saat itu, Richard untuk memutuskan

Logo Perusahaan Lucent sebelum dan sesudah merger dengan perusahaan bernama Alcatel.

membentuk perusahaan menjadi 11 divisi bisnis yang tidak saling tergantung, dan masingmasing divisi memiliki fokus pada produk dan pasar tertentu. Dalam konsep manajemen, struktur organisasi perusahaan Lucent dikenal dengan struktur Product Departementalization.

Besarnya ukuran dan umur perusahaan akan mempengaruhi inovasi perusahaan. Organisasi yang sangat besar dengan hierarki yang besar pula memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan lambat. Birokrasi yang panjang mengakibatkan karyawan enggan untuk mengambil resiko. Semakin tua perusahaan, semakin tidak fleksibel perusahaan. Dua hal ini, umur dan ukuran perusahaan akan menyebabkan stabilisasi dan stagnasi pada karyawan maupun perusahaan. Gemuknya struktur organisasi pada Lucent memicu munculnya masalah komunikasi dan koordinasi antar divisi. Hal ini lebih disebabkan karena masing-masing divisi tidak mengetahui apa saja yang dilakukan oleh divisi lainnya. Teknologi baru pada divisi satu tidak dikomunikasikan kepada divisi lainnya, ini mengakibatkan ketimpangan dalam akselerasi inovasi pada perusahaan Lucent.

Case for Analysis Catur Sugiarto 13

Lemahnya komunikasi antar manajer mengakibatkan kesalahan pengambilan keputusan pada setiap divisi. Visi pimpinan tidak terserap dengan baik. Hal ini terjadi pada Lucent ketika mereka memutuskan untuk berfokus pada kapasitas sedangkan keinginan konsumen adalah pada kecepatan akses. Gemuknya struktur organisasi pada Lucent juga mengakibatkan biaya yang terjadi pada setiap divisi yang membengkak, untuk membiayai setiap pengembangan produk, terutama pada bagian riset & development (R&D). Hal ini menyebabkan tidak hanya turunnya penghasilan, tetapi juga biaya yang semakin meningkat. Pendekatan apakah yang tepat yang digunakan oleh pimpinan perusahaan baru dalam mengatasi masalah tersebut? Karena banyaknya permasalahan, akhirnya McHinn berhenti dari jabatannya dan keluar dari perusahaan. Tampuk pimpinan kemudian digantikan CEO baru yaitu Henry Schacht. Schacht melakukan beberapa langkah, langkah pertamanya adalah melakukan perampingan struktur organisasi. Sebelas divisi sebelumnya disusutkan menjadi lima unit bisnis walaupun Schacht mengambil resiko memberhentikan lebih dari 15.000 karyawan dan mengeluarkan banyak biaya untuk restrukturisasi organisasi. Tidak cukup sampai di situ, karena beban kerugian yang ditanggung perusahaan, Lucent harus memberhentikan 20.000 karyawan lagi dalam rangka mengurangi biaya dan untuk efektivitas kinerja, Schacht kembali merampingkan struktur dengan membuat hanya dua divisi saja, yaitu divisi Network Solutions dan Mobility Solutions. Schacht mencoba merubah struktur organisasi dari struktur yang bersifat mechanistic menjadi struktur yang bersifat organic. Dengan struktur yang bersifat organic diharapkan Lucent akan berubah menjadi organisasi yang lebih fleksibel, efisien, memacu inovasi dan kemudahan komunikasi antar divisi.

Case for Analysis Catur Sugiarto 14

Sangat terspesialisasi

Tim lintas fungsional

Case for Analysis Catur Sugiarto 15

Departementalisasi yang rigid Rantai komando yang jelas Rentang kendali yang sempit Sentralisasi Sangat formal

Tim lintas hierarki Arus informasi yang bebas Rentang kendali yang luas Desentralisasi Tidak terlalu formal

Perbedaan Antara Struktur Mechanistic dan Organic