jurnal 2 upload

149
Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN 1 ISSN 2089- “JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN” Jendela Pendidikan Volume 2 Nomor 1 Halaman 1-89 Gresik Juni 2012 Diterbitkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik

Upload: harpa-putra

Post on 13-Dec-2014

3.460 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

1

ISSN 2089-4554

“JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN”

Jendela Pendidikan

Volume2

Nomor1

Halaman 1-89

Gresik Juni2012

Diterbitkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Gresik

Page 2: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

DAFTAR ISI

PENERAPAN MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL (MPI) DAN GAYA BELAJAR MAHASISWA, TERHADAP HASIL BELAJAR MATAKULIAH MICROTEACHING PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GRESIK 5 - 16Siti Bariroh

STUDI TENTANG PENGARUH PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DALAM PELAKSANAAN PROSES BELAJAR MENGAJAR DI SDN NGAGELREJO SURABAYASri Sundari 17 - 29

PENGARUH DISIPLIN GURU TERHADAP PRESTASI SISWA DI SDN BANJARSARI GRESIKEtiyasningsih 31 - 43

TELAAH KRITIS PENDIDIKAN UNTUK SEMUA (EDUCATION FOR ALL) DALAM KONTEKS MANAJEMEN PENDIDIKANSoesetijo 45 - 66

38 - 56

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN, PROFESIONALISME DOSEN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKATAna Tjindi Rochmawati 67 - 77

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TENTANG JABATAN GURU DAN KOMITMEN GURU PADA LEMBAGA DENGAN KINERJA GURURetno Indah Rahayu 77-89

2

ISSN 2089-4554

“JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN”

Volume2

Nomor1

Halaman 1-89

Gresik Juni2012

Page 3: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah, sehingga Jurnal Jendela Pendidikan bisa hadir di kalangan

pendidikan.

Jurnal Jendela Pendidikan berisi tentang sejumlah artikel penelitian baik

artikel bersifat empiris atau laporan penelitian maupun artikel yang bersifat kajian

teori atau artikel konseptual. Penulis artikel berasal dari kalangan akademisi atau

dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik yang akan

dipublish pada para pemangku pendidikan dan masyarakat luas khususnya para

pemerhati pendidikan. Hal ini sesuai dengan misi utama keberadaan Jurnal Jendela

Pendidikan sebagai media komunikasi dan informasi yang bersifat ilmiah.

Kami berharap partisipasi berbagai kalangan baik akademisi, praktisi, maupun

birokrasi untuk menulis dalam jurnal ini, sehingga berbagai temuan, pemikiran dan

ide serta gagasan dapat terkomunikasi dalam jurnal ini semoga terbitan pertama

Jurnal Jendela Pendidikan bermanfaat bagi kita semua.

Gresik, Juni 2012

Redaksi

3

Jendela Pendidikan

Page 4: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, bersisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian analitis-kritis di bidang administrasi pendidikan

JENDELA PENDIDIKAN

JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Pelindung Rektor Universitas Gresik

Penasehat Dekan FKIP

Pimpinan Redaksi Hj. Sri Sundari, S.Pd., M.Pd

Dewan Redaksi Prof. Dr. H. Sukiyat, SH, M.Si

Dr. Soesetijo, M.Pd Dra. Hj. Siti Bariroh, M.Pd Drs. Syaiful Khafid, M.Pd

Redaktur Pelaksana Dra. Adrijanti, M.Pd

Drs. Agus Tri Sulaksono, M.Pd Etiyasningsih, S.Pd.,M.Pd

Sekretariat Penerbit Ahmad Faizin, S.S

Alamat Penerbit / Redaksi Kampus Universitas Gresik

Jl. Arif Rahman Hakim No. 2B Gresik Telp/Fax (031) 3978628

4

Page 5: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, bersisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian analitis-kritis di bidang administrasi pendidikan

5

Page 6: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENERAPAN MODEL PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL (MPI) DAN

GAYA BELAJAR MAHASISWA, TERHADAP HASIL BELAJAR MATAKULIAH

MICROTEACHING PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN

ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS GRESIK

Siti Bariroh*)

Abstrak, Upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, diperlukan

adanya perancangan dan pengembangan materi pembelajaran, yang merupakan fungsi

yang sangat penting dalam teknologi pembelajaran. Seels Richey (dalam Amir, 2000)

mengatakan bahwa kawasan teknologi pembelajaran meliputi desain, pengembangan,

pemanfaatan, pengelolan dan evaluasi. Pengembangan desain materi pembelajaran

microteaching ini adalah upaya untuk memenuhi salah satu fungsi ranah teknologi

pembelajaran, yaitu ranah pengelolaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh

jawaban dari pertanyaan "Apakah ada perbedaan hasil belajar, yang diajarkan dengan

menggunakan Model Pengembangan Instruksional (MPI) dan  yang  non MPI?". Apakah

Model Pengembangan Instruksional dengan Gaya Belajar yang dimiliki mahasiswa,

membedakan hasil belajar mereka? Dan apakah ada interaksi antara gaya mengajar dan

MPI terhadap hasil belajar matakuliah Microteaching, mahasiswa Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Gresik.

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket gaya belajar, dan test hasil

belajar. Analisa data yang digunakan adalah analisis varian (ANAVA) dua jalur, yaitu

untuk menguji hipotesa 1, hipotesa 2 dan hipotesa 3.  Dari hasil penelitian diketahui

adanya perbedaan hasil belajar dengan menggunakan MPI dan non MPI, dan perbedaan

gaya belajar menyebabkan  perbedaan hasil belajar, serta terdapat pula interaksi antara

gaya belajar dengan MPI.

Hasil penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai alternatif model

pengembangan  pembelajaran, dengan lebih memperhatikan perbedaan individu (gaya

belajar) untuk mengakomodasi kebutuhan belajar mereka, sehingga tercapai hasil belajar

yang baik.

Keyword : Model Pengembangam Instruksional (MPI), Gaya Belajar, dan Hasil Belajar

6

*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik

Page 7: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Hasil belajar seseorang, tidak terlepas

dari pengaruh berbagai faktor, di

antaranya adalah faktor eksternal, yang

menyangkut pengembangan program

pembelajaran dan strategi penyampaian

atau proses pembelajaran.

Dalam aktivitas pengajaran terkan-

dung aktivitas (1) Merancang  pembela-

jaran, (2) Menyajikan pembelajaran, (3)

Mengevaluasi pembelajaran. Ketiganya

akan terkait dalam satu proses dan saling

mempengaruhi terhadap hasil belajar.

Upaya meningkatkan efisiensi dan

efektivitas pembelajaran, diperlukan

adanya perancangan dan pengembangan

materi pembelajaran, yang merupakan

fungsi yang sangat penting dalam

teknologi pembelajaran.

Seels Richey (dalam Amir, 2000)

mengatakan bahwa kawasan teknologi

pembelajaran meliputi desain, pengem-

bangan, pemanfaatan, pengelolan dan

evaluasi. Pengembangan desain materi

pembelajaran microteaching ini adalah

upaya untuk memenuhi salah satu fungsi

ranah teknologi pembelajaran, yaitu

ranah pengelolaan. Dick dan Carey

(1990) mengungkapkan bahwa desain

materi pembelajaran sebaiknya menarik,

isinya sesuai dengan tujuan khusus

pembelajaran, urutannya tepat, ada

petunjuk penggunaan bahan ajar, ada soal

latihan,  jawaban latihan, test, petunjuk

bagi siswa menuju kegiatan berikutnya.

Penggunaan model pengembangan

Instruksional (MPI) didasarkan atas

pemikiran bahwa model ini menggunakan

pendekatan sistem, dengan langkah

langkah yang lengkap, sehingga dapat

digunakan untuk merancang

pembelajaran baik untuk pembelajaran

klasikal maupun individual.

Faktor lain yang juga dapat

mempengaruhi hasil belajar adalah faktor

internal dari dalam siswa / mahasiswa itu

sendiri. Salah satu dari faktor internal itu

adalah karakteristik siswa yang

berhubungan dengan cara mereka

menerima dan mengolah informasi, dan

merespons informasi serta berinteraksi

dalam proses pembelajaran.

Setiap orang mempunyai potensi

yang sama untuk unggul dalam

pembelajaran, yang diperlukan adalah

menemukan gaya belajar yang sesuai dan

tepat bagi sesorang untuk

memaksimalkan efisiensi

pembelajarannya. Deporter dan Hernacki

(2000), Syahid (2002), mengungkapkan

bahwa , gaya belajar adalah kunci untuk

mengembangkan kinerja dalam

pekerjaan, di sekolah dan dalam situasi

antar pribadi. Gaya belajar akan dapat

memberi kemudahan kepada seseorang

7

Page 8: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

untuk menyerap dan mengelola

informasi.

Keinginan untuk membantu

mahasiwa dalam memahami materi

matakuliah Microteaching, dan untuk

memudahkan penyampaian bahan ajar

kepada mahasiswa secara lengkap dan

sistematis, serta ingin mengetahui

pengaruh desain materi pembelajaran

berdasarkan Model Pengembangan

Instruksional dan gaya belajar terhadap

hasil belajar mahasiswa, mendorong

peneliti ingin meneliti masalah tersebut.

Ada beberapa alasan utama peneliti

memilih masalah ini :

1) Peneliti terlibat langsung membina

matakuliah Microteaching, di

Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Gresik.

Sehingga memungkinkan untuk

terlibat langsung dalam interaksi

dengan mahasiswa .

2) Sejauh ini, masalah desain materi

pembelajaran, khususnya di

Universitas Gresik belum banyak

diteliti, sementara peneliti meyakini

bahwa perbaikannya kualitas

Pembelajaran dapat diawali dari

pengembangan desain pembelajaran.

3) Literatur  yang berkaitan dengan

penelitian ini, cukup mendukung

peneliti dalam mengkaji  landasan-

landasan teori.

4) Hasil penelitian akan memberikan

manfaat nyata bagi peneliti

sendiri,atau pihak lain yang seprofesi

dalam usaha meningkatkan Kualitas

pembelajaran dalam arti yang luas.

KERANGKA TEORITIS

Microteaching diartikan sebagai cara

latihan ketrampilan mengajar dalam

lingkup kecil/ terbatas. MC Laughlin &

Moulton mengemukakan " Microteaching

has been performent part of teaching

process, so that the traince can master

each component one By one in a

simplifed teaching situation".

MC .Knight (1979) mengemukakan

"Microteaching has been described AS

scaled down teaching encounter

desingned to developernya new skill and

refine old one".

Dari pengertian di atas, dapat

dipahami bahwa microteaching adalah

sebuah model pengajaran yang dikecilkan

atau disebut dengan "real teaching"

(AAllen and Ryan,1969). Jumlah

pesertanya berkisar antara 5 sampai 10

orang, ruang kelasnya terbatas, waktu

pelaksanaannya berkisar antara 10 sampai

15 menit, terfokus pada ketrampilan

mengajar tertentu, dan pokok bahasannya

disederhanakan.

Tujuan diselenggarakannya pembela-

jaran micro menurut T. Gilarso, dibagi

8

Page 9: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

dua yaitu untuk melatih kemampuan dan

ketrampilan keguruan  (tujuan umum),

dan untuk melatih calon guru supaya

trampil dalam membuat desin

pembelajaran, mendapatkan profesi

keguruan dan menumbuhkan rasa percaya

diri  (tujuan khusus).

Dwigh Allen, mengatakan, tujuan

Microteaching bagi calon guru adalah :

1) Memberi pengalaman mengajar yang

nyata dan latihan sejumlah

ketrampilan dasar mengajar.

2) Calon guru dapat mengembangkan

ketrampilan mengajarnya sebelum

mereka terjun ke lapangan.

3) Memberikan kemungkinan bagi calon

guru untuk mendapatkan bermacam-

macam ketrampilan dasar mengajar.

Fungsi microteaching adalah sebagai

sarana latihan dalam mempraktekkan

ketrampilan mengajar, dan juga sebagai

salah satu syarat bagi mahasiswa yang

akan mengikuti Praktek Mengajar di

lapangan (PPL). Sasaran akhir yang akan

dicapai dalam microteaching adalah

terbinanya calon guru memiliki

pengetahuan tentang proses

pembelajaran, serta memiliki sikap dan

perilaku baik sebagai seorang guru.

Langkah-Langkah Prosedur

Pembelajaran  Micro

Ada lima langkah yang dapat ditempuh

dalam pembelajaran micro yaitu:

1) Pengenalan (pemahaman) konsep

pembelajaran micro

2) Penyajian model dan diskusi

3) Perencanaan/persiapan mengajar

4) Praktek mengajar

5) Diskusi feed back / umpan balik.

MODEL PENGEMBANGAN

INSTRUKSIONAL

Beberapa definisi mengenai desain

pembelajaran antara lain Reigeluth

(1983:7 dalam Boy Soedarmadji, 2002)

menyatakan bahwa desain pembelajaran

lebih memperhatikan pada pemahaman ,

pengubahan,  dan penerapan metode-

metode pembelajaran. Hal ini

mengarahkan kita, bahwa sebagai

seorang profesional, maka kita

mempunyai tugas untuk memilih dan

menentukan metode apa yang dapat

dipergunakan, dan mempermudah

penyampaian bahan ajar, agar dapat

diterima dengan mudah oleh siswa.

Lebih lanjut, Shaner (dalam

Suparman, 1997:29) menytakan bahwa

desain Instruksional adalah perencanaan

secara akal sehat untuk mengidentifikasi

masalah tersebut , dengan menggunakan

suatu rencana terhadap perencanaan,

evaluasi, uji coba, umpan balik, dan

hasilnya. Hal ini diperjelas dengan

9

Page 10: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

pendapat Suparman (1997:31), suatu

proses yang sistematik dalam

mengidentifikasikan masalah, mengem-

bangkan bahan dan strategi Instruksional,

serta mengevaluasi efektivitas dan

efisiensinya dalam mencapai tujuan

Instruksional.

Rohani (2004:69) mendefinisikan

pengertian desain pengajaran sebagai

suatu pemikiran atau persiapan untuk

melaksanakan tugas mengajar / aktivitas

pengajaran dengan menerapkan prinsip

prinsip pengajaran melalui langkah

langkah pengajaran, perencanaan,

pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka

pencapaian tujuan pengajaran yang telah

ditentukan.

Pengertian Desain Pembelajaran

Model Pembelajaran Instruksional (MPI)

adalah  suatu bentuk model pembelajaran

yang menunjukkan urutan kegiatan yang

ditempuh orang dalam mendesain sistem

Instruksional, yang terdiri dari 8 langkah,

yaitu menentukan kebutuhan

Instruksional umum, dan merumuskan

tujuan umum, melakukan analisis

instruksional, mengidentifikasi perilaku

dan karakteristik awal mahasiswa,

merumuskan TIK, menulis tes acuan

patokan, menyusun strategi Instruksional,

mengembangkan bahan instruksional,

mendesain dan melaksanakan sistem

Instruksional.

GAYA BELAJAR

Thomas L Madden (2002) mengemu-

kakan bahwa salah satu cara untuk

membuka potensi luar biasa yang telah

terkunci dalam otak adalah dengan

menemukan cara memasukkan informasi

ke dalam otak. Masuknya informasi ini

dicapai melalui gaya belajar.

Mengutip Deporter dan Hernacki

(2000), Syahid (2002) mengungkapkan

bahwa gaya belajar adalah kunci untuk

mengembangkan kinerja dalam

pekerjaan, disajikan dan dalam situasi

antar pribadi. Gaya belajar akan dapat

memberi kemudahan kepada  seseorang

untuk menyerap dan mengelola

informasi. Seseorang akan lebih mudah

belajar dan berkomunikasi dengan

gayanya sendiri. Degeng (2000) dalam

Syahid (2002) mengemukakan bahwa

gaya belajar, rentangan perhatian,

ingatan, tahap perkembangan, dan

kecerdasan pelajar, sangat bervariasi

Para ahli di bidang gaya belajar

sepakat membagi secara umum ke dalam

dua katagori utama tentang bagaimana

seseorang belajar. Pertama, bagaimana

seseorang menyerap informasi dengan

mudah, dan kedua adalah cara seseorang

dalam mengatur dan mengolah informasi.

Cara pertama disebut modalitas dan yang

kedua disebut dominasi otak. Gaya

belajar seseorang adalah bagaimana cara

10

Page 11: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

seseorang menyerap, kemudian mengatur

dan mengolah informasi. Bagaimana cara

menemukan modalitas yang disukai?

Deporte dan Hernacki (2002)

menjelaskan satu cara sederhana adalah

dengan mendengarkan petunjuk-petunjuk

dalam pembicaraan. Cara lain adalah

memperhatikan perilaku ketika

menghadiri seminar atau lokakarya.

Apakah tampaknya seseorang menyerap

lebih banyak informasi dari membaca

makalah atau mendengarkan penyajinya?

Berdasarkan uraian di atas

dapatkah ditarik suatu pemahaman bahwa

gaya belajar adalah suatu kecenderungan

yang dimiliki oleh seseorang dalam hal

bagaimana ia belajar dengan mudah,

menyenangkan dan efisien dalam

menyerap, mengatur dan mengolah

informasi, serta berinteraksi dengan

lingkungan.

Macam macam  Gaya Belajar

Para ahli mempunyai pandangan

berbeda dalam mengklasifikasikan gaya

belajar. Keefe (1987) membagi gaya

belajar menjadi cognitive styles, affective

styles, dan psysiological styles.

Sedangkan DePorter dan Hernacki

(2002), dan Madden (2002) membagi

gaya belajar ke dalam tiga macam gaya

belajar, yaitu :

1. Gaya belajar visual, merupakan

kecenderungan seseorang akan lebih

mudah belajar atau menyerap

informasi apabila materi

pembelajarannya dikemas dalam

uraian tertulis (naratif) maupun dalam

bentuk matriks (gambar dan skema).

2. Gaya belajar auditorial, merupakan

kecenderungan individu akan lebih

mudah dalam belajar atau menyerap

informasi apabila materi

pembelajaran dikemas dalam bentuk

uraian secara lesan.

3. Gaya belajar kinestetik, merupakan

kecenderungan individu akan lebih

mudah dalam belajar bila materi pem-

belajaran dikemas dengan memprak-

tekkan sesuatu secara langsung.

HASIL BELAJAR

Dalam membicarakan pengertian

hasil atau prestasi belajar, tidak terlepas

dari pengertian belajar, karena hasil

belajar merupakan hasil perubahan yang

dialami dalam peristiwa belajar. Menurut

WJS Purwadarminta, dalam Kamus

Bahasa Indonesia menyatakan, bahwa

belajar adalah berusaha, berlatih dan

sebagainya, untuk mendapatkan

kepndaian.

Hasil Belajar adalah kemampuan

yang diperoleh seorang pembelajar dari

11

Page 12: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

proses belajar yang ditempuh di suatu

sekolah atau lembaga pendidikan, yang

diperoleh melalui evaluasi  belajar.

Hasil Belajar Matakuliah Microteaching

Tujuan umum mata kuliah

microteaching adalah mempersiapkan

mahasiswa calon guru untuk menghadapi

tugas mengajar sepenuhnya di depan

kelas dengan memiliki pengetahuan,

ketram-pilan, kecakapan, dan sikap

sebagai Guru yang profesional.

Sedangkan tujuan khusus nya

adalah:

a) Menganalisa tingkah laku mengajar

kawan kawan nya dan dirinya sendiri.

b) Dapat melaksanakan ketrampilan

khusus dalam mengajar.

c) Dapat mempraktekkan berbagai

tehnik mengajar dengan benar dan

tepat.

d) Dapat mewujudkan situasi belajar

mengajar yang efektif, produktif dan

efisien.

e) Dapat bersifat profesional Keguruan.

Skor (nilai) hasil belajar mahasiswa pada

matakuliah microteaching ini, ditentukan

dengan Ujian Tengah Semester( M),

Tugas( T), dan Ujian Akhir (A)

ditetapkan dengan rumus:

N = (3x T )+ (2x M )+(5 x A)

10

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis

penelitian kuantitatif, yaitu untuk

membuktikan hipotesis.

penelitian ini, menggunakan 3 variabel,

yaitu desain model pembelajaran MPI,

dan  gaya belajar sebagai variabel bebas,

dan hasil belajar sebagai varaiabel terikat.

Rancangan ini dimaksudkan

untuk mengetahui perbedaan hasil belajar

antara yg menggunakan MPI dan Non

MPI dan juga untuk mengetahui

perbedaan hasil belajar  dari perbedaan

gaya belajar, serta untuk mengetahui

interaksi antara gaya belajar dengan MPI

dan non MPI.

Kegiatan penelitian terdiri dari

test macam gaya belajar, pengelompokan

subyek, perlakuan dan pemberian test dan

ujian praktek. Ada 3 kelompok belajar

yang menjadi fokus kajian dalam

penelitian ini, yaitu kelompok visual (V),

kelompok auditorial (A) dan kelompok

kinestetik (K).

Populasi dan Sampel

Sebagai populasi dalam penelitian

ini adalah mahasiswa semester VII, FKIP

Universitas Gresik, angkatan 2006, tahun

akademik 2009/2010 kelas A,B,C,

dengan jumlah 155 mahasiswa. Adapun

12

Page 13: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Sampel dalam penelitian ini adalah

sebanyak 70 mahasiswa, diambil secara

random sampling dengan cara undian.

Teknik Pengumpulan Data

Data mengenai gaya belajar

didapat dari test berupa angket untuk

dijawab (test gaya belajar), dan hasil

belajar didapat dari hasil test ujian tertulis

maupun ujian praktek microteaching.

Teknik Analisa Data

Uji prasyarat analisis, sebelum

dilakukan analisa data, terlebih dulu

dilakukan uji prasyarat analisis yang

meliputi : a) uji normalitas data sampel,

dan b) uji homogenitas sampel. Uji

Hipotesis, dilakukan analisa data yang

diperoleh dari hasil penelitian, dengan

menggunakan metode statistik, yaitu

metode pengolahan data kuantitatif untuk

mengetahui perbedaan hasil tes. Analisis

yang digunakan adalah metode statistik

Analisis Varians (ANAVA) dua jalur,

dengan rumus sebagai berikut:

1. Menghitung jumlah kuadrat total,

antar A,antar B,interaksi A xB dan

dalam kelompok.

2. Menghitung derajat kebebasan total,

antara A,B dan interaksi AB dan

dalam kelompok

3. Menghitung rata rata kuadrat antar A,

B, dan AB. Dan dalam kelompok

4. Menghitung rasio F ( A,B,dan AB).

HASIL PENELITIAN

Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran skor,

dilaku-kan terhadap hasil belajar

matakuliah microteaching dengan

menggunakan model pengembangan

Instruksional, dan tanpa menggunakan

model pengembangan Instruksional,

dengna Kolmogorov-Smirnov. Hasil

perhitungan uji normalitas sebaran skor

variabel adalah normal, atau memenuhi

persyaratan normalitas. Hasil belajar

dengan MPI, N = 0,773. P = 0,589.

signifikan 5% = 0,025 (normal). Hasil

belajar dengan non MPI, N= 0,921, P = 0,

384. Signifikan 5% = 0,025 (normal).

Uji Homogenitas

Residu skor variabel terikat untuk

tiap skor variabel bebas sudah homogen.

Hasil belajar dengan MPI, Nilai = 0,653.

P = 0,422, Signifikan 5% = 0,05

(homogen). Hasil belajar dengan gaya

belajar. Nili = 0,913. P = 0,406,

Signifikan 5 % = 0,05 (homogen).

Pengujian Hipotesa

1. Terdapat perbedaan hasil belajar

menggunakan MPI dan yang Non

MPI. Diperoleh F hitung = 7,629,

13

Page 14: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

probabikitas sebesar 0,001 lebih kecil

dari a=0,05.

2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari

gaya belajar visual, Auditorial dan

kinestetik dengan model pengem-

bangan Instruksional matakuliah

Microteaching. Diperoleh F hitung =

17, 658, sedang probabilitas sebesar

0,007 lebih kecil dari 0,05.

3. Terdapat interaksi antara gaya belajar

mahasiswa dengan model

Pengembangam  Instruksional (MPI),

terhadap hasil belajar matakuliah

Microteaching. Diperoleh F hitung =

3,311, dengan nilai probabilitas

sebesar 0,043 lebih kecil dari a= 0,05.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

1. Pembahasan tentang perbedaan hasil

belajar yang diajarkan dengan MPI

dan Non MPI matakuliah

Microteaching pada mahasiswa FKIP

Universitas Gresik. Hasil perhitungan

yang diperoleh (F hitung=7,629,

P=0,001, a=0,05) maka dapat

dikatakan bahwa ada perbedaan hasil

belajar yang diajarkan dengan MPI

dan Non MPI, matakuliah

Microteaching FKIP Unigres,

diterima dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil analisis statistik juga

menunjukkan bahwa mahasiswa yang

diajar dengan MPI, nilai rata rata

75,26 lebh baik dari pada yang diajar

dengan Non MPI. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa pembelajaran

matakuliah Microteaching dengan

MPI dapat meningkatkan hasil belajar

mahasiswa.

2. Hasil penelitian tentang Model

Pengembangan Instruksional (MPI),

dengan gaya belajar Visual, Auditori

dan Kinestetik, yang dimiliki

mahasiswa membedakan hasil belajar

mahasiswa FKIP Unigres. Hasil

perhitungan menunjukkan hasil

belajar Visual, rata rata sebesar 78,54.

Hasil belajar dengan gaya Auditorial

rata rata sebesar 71,85, sedangkan

hasil belajar dengan gaya belajar

Kinestetik rata-rata sebesar 75,44.

Hasil perhitungan F hitung = 17,658,

P = 0,007, a = 0,05, Dengan demikian

dapat dikatakan gaya belajar yang

dimiliki mahasiswa dengan

pembelajaran MPI, membedakan

hasil belajarnya, (tipe visual memiliki

rata rata tertinggi dari tipe lainnya)

diterima dengan taraf signifikansi 5%.

3. Hasil penelitian tentang interaksi

antara gaya belajar mahasiswa dengan

model pengembangan Instruksional

(MPI) terhadap hasil belajar

matakuliah Microteaching. Hasil

perhitungan Fhitung = 3,311 dengan

14

Page 15: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

P = 0,043, dan a = 0,05. Dengan

demikian dapat dikatakan ada

interaksi antara gaya belajar

mahasiswa dengan Model

Pengembangan Instruksional terhadap

hasil belajar matakuliah

Microteaching mahasiswa FKIP

Universitas Gresik.

KESIMPULAN

1. Ada perbedaan hasil belajar, yang

diajarkan dengan Model Pengem-

bangan Instruksional  (MPI) dan yang

non MPI matakuliah Microteaching

pada mahasiswa FKIP Universitas

Gresik.

2. Terdapat perbedaan hasil belajar dari

gaya belajar Visual, Auditorium dan

Kinestetik dengan Model Pengem-

bangan Instrukdional matakuliah

Microteaching pada mahasiwa FKIP

Universitas Gresik.

3. Ada interaksi antara gaya belajar

mahasiswa dengan Model

Prngembangan Instrukdional ( MPI)

terhadap hasil belajar matakuliah

Microteaching mahasiswa FKIP

Universitas Gresik.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat

penulis ajukan saran  saran sebagai

berikut:

1. Model Pengembangan Instruksional

(MPI) direkomendasikan sebagai

alternatif model pengembangan bahan

bahan pembelajaran.

2. Proses pembelajaran hendaknya lebih

memperhatikan perbedaan individu,

karena masing-masing individu

memiliki gaya belajar sendiri sendiri.

Dengan lebih memperhatikan

perbedaan individu dan dengan

membuat model pengajaran yang

cocok diharapkan prestasi belajar

mahasiswa bisa  lebih baik.

3. Menindak lanjuti penelitian ini,

kiranya perlu diadakan kajian atau

penelitian lebih lanjut, dan dengan

sasaran yang lebih luas, agar model

ini benar-benar bisa dilakukan di

wilayah manapun.

15

Page 16: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

DAFTAR PUSTAKA

Anto Dajan, 1986, Pengantar Metode

Statistik II, Jakarta, LP3ES.

Arief S. Sudiman,Dkk, 1997, Media

Pendidikan DIKBUD dan CV

Rajawali, Jakarta.

Atwi Suparman, 1997. Program

Pengembangan Krtrampilan Dasar

Tehnik Instruksional (PEKERTI)

untuk Dosen Muda, Dirjen DIKTI

Jakarta.

Degeng, INS, 1989,  Ilmu Pengajaan;

Taksonomi Variabel, Jakarta,

P2LPTK.

Degeng, INS, 1997, Strategi

Pembelajaran: Mengorganisasi Isi

Pembelajaran dengan Model

Elaborasi. Desertasi Bahasan

Tentang Temuan Penelitian, Malang,

IKIP Malang.

Deporter, B, dan Hernacki, M, 2002,

Quantum Learning ( Terjemahan)

Bandung Kaifa.

Nasution,1992, Berbagai Pendekatan

dalam Proses Belajar dan Mengajar,

Jakarta, Bina Aksara.

Riyanto,Y,1996, Metodologi Penelitian

Pendidikan, Suatu Tinjauan Dasar,

Bandung, SIC.

Rohani, Ahmad 2004,  Pengelolaan

Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta.

Undang Undang no 20 tahun 2003,

tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Internet

16

Page 17: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

17

Page 18: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENGARUH PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP

KEDISIPLINAN GURU DALAM PELAKSANAKAN PROSES BELAJAR

MENGAJAR DI SDN NGAGELREJO WONOKROMO KOTA SURABAYA

Sri Sundari *)

Abstrak, Untuk mencapai tujuan pendidikan, guru juga perlu menaruh perhatian

terhadap kemajuan murid di samping evaluasi belajar memecahkan masalah atau problem

yang dihadapi murid dan lain-lainnya. Di dalam memperbaiki dan mensukseskan proses

belajar mengajar serta memecahkan masalah lain, banyak dipengaruhi oleh pelaksanaan

supervisi kepala sekolah terhadap guru dan lingkungan sekolahnya. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap kedisiplinan

guru dalam pelaksanakan proses belajar mengajar.

Penelitian ini merupakan jenis regresional. Populasinya adalah seluruh guru di SDN

Ngagelrejo II/397 Kec. Wonokromo Kota Surabaya berjumlah 18 orang. Sampel diambil

dengan teknik total sampling diperoleh responden sebanyak 18 orang. Data dikumpulkan

dengan kuesioner, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh

pelaksanaan supervisi kepala terhadap disiplin guru digunakan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan Fhitung = 5,975 > Ftabel = 4,49. Oleh karena Fhitung > Ftabel

maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat pengaruh pelaksanaan supervisi

kepala sekolah terhadap disiplin guru. Terlihat pula signifikan hasil hitung αhitung = 0,026

jauh di bawah 0,05, yang menandakan pengaruh yang signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan supervisi kepala sekolah dilaksanakan sebaik-

baiknya sehingga lebih meningkatkan disiplin guru. Guru hendaknya ikut mensukseskan

pelaksanaan supervisi kepala sekolah agar kegiatan proses belajar mengajar lebih

meningkat dan bermutu. Bagi pihak-pihak terkait khususnya pemerintah hendaknya

memperhatikan pelaksanaan supervisi kepala sekolah dan membantu memberikan

instrumen yang valid dan handal.

Kata Kunci : Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah, Kedisiplinan Guru

18

*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik

Page 19: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi meliputi seluruh bidang

kehidupan, misalnya bidang komunikasi,

transportasi serta pembangunan fisik

lainnya. Karena perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi semakin

canggih, maka hubungan antara negara-

negara di dunia ini semakin berkembang.

Jarak antara negara yang satu dengan

negara yang lainnya seolah-olah semakin

dekat. Perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi mendekatkan dan

menyatukan negara yang satu dengan

negara yang lain sehingga seolah-olah

dunia ini mengglobal.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia

juga berusaha untuk meningkatkan ilmu

pengetahuan dan teknologi agar sesuai

dengan perkembangan jaman. Hal ini

sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara

yang tercantum dalam UUD 1945 alinea

4 yang berbunyi: “Mencerdaskan

kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial”.

Untuk melaksanakan hal tersebut

diatas, maka salah satu bidang yang harus

diutamakan dalam rangka meningkatkan

kualitas sumber daya manusia adalah

dalam bidang pendidikan, karena

pendidikan modal paling utama dalam

menciptakan manusia yang cerdas dalam

arti terampil, dapat berdiri sendiri serta

bertanggung jawab terhadap bangsa dan

negara.

Dalam pendidikan atau pengajaran,

warga negara Indonesia dijamin haknya

untuk mendapatkan pengajaran

sebagaimana tercantum dalam Batang

Tubuh UUD 1945 Bab XIII pasal 31 ayat

1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara

berhak mendapatkan pengajaran”. Untuk

pelaksanaan tersebut diatas, maka

pemerintah berupaya serta mempunyai

tanggung jawab dalam pendidikan. Hal

ini diperkuat dengan ayat berikutnya

(pasal 31 ayat 2) yang berbunyi :

“Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem

pengajaran nasional yang diatur oleh

Undang-undang”.

Dengan melihat pernyataan diatas,

maka pendidikan mencetuskan harapan,

karena harapan terletak pada pendidikan,

harapan juga menjiwai perjuangan

kemerdekaan. Karena itu pendidikan

merupakan bagian mutlak dari

perjuangan dan merupakan investasi yang

paling utama dari setiap bangsa.

Oleh karena itu, mutu pendidikan

lebih banyak cenderung dan tergantung

19

Page 20: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

pada guru dalam membimbing/mendidik

proses belajar mengajar, serta

kedisiplinan dalam pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar di sekolah. Kedisiplinan

perlu sekali ditingkatkan untuk mencapai

keberhasilan pendidikan, baik disiplin

waktu maupun tugas.

Sebagai tenaga pendidik di sekolah,

guru harus ikut aktif dalam rangka

pencapaian tujuan pendidikan nasional,

sebagaimana yang tercantum dalam

Ketetapan MPR No. 11/83 tentang

GBHN halaman 93 yang berbunyi :

“Pendidikan nasional berdasarkan

Pancasila bertujuan untuk meningkatkan

ketaqwaan terhadap “Tuhan Yang Maha

Esa, kecerdasan dan ketrampilan,

mempertinggi budi pekerti, memperkuat

kepribadian, mempertebal semangat

kebangsaan seta cinta tanah air agar dapat

membangun dirinya sendiri serta

bersama-sama bertanggung jawab atas

pembangunan bangsa dan negara”.

Untuk mencapai tujuan pendidikan

tersebut diatas, maka tugas guru juga

perlu menaruh perhatian terhadap hal-hal

lain. Laporan tentang kemajuan murid di

samping evaluasi belajar memecahkan

masalah atau problem yang dihadapi

murid dan lain-lainnya.

Di dalam memperbaiki dan

mensukseskan proses belajar mengajar

serta memecahkan masalah lain

sebagaimana tersebut, banyak

dipengaruhi oleh pelaksanaan supervisi

Kepala Sekolah terhadap guru dan

lingkungan sekolahnya.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode

penelitian explanatory survey.

Pendekatan explanatory survey ini,

sebagaimana simpulan Cooper dan

Pamela (2003:13), Masri Singarimbun

dan Sofyan Effendi (1995:3) terbukti

mampu dengan baik menjelaskan

hubungan antar aspek yang diamati dan

bukan hanya sekedar descriptive,

sedangkan bentuk penelitian verifikatif

menurut Moh. Nazir (1988:63) digunakan

untuk menguji hipotesis yang

menggunakan perhitungan-perhitungan

statistik.

Deskripsi Populasi dan Penentuan

Sampel

Deskripsi Populasi

Arikunto (2002) menyatakan bahwa

populasi adalah obyek yang akan diteliti

hasilnya, dianalisis, disimpulkan dan

kesimpulan itu berlaku untuk seluruh

populasi itu. Sudjana (1996) menjelaskan

20

Page 21: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

popupasi adalah totalitas semua nilai

yang mungkin, hasil menghitung atau

pengukuran, kuantitatif, atau kualitatif

mengenai karateristik tertentu dari semua

anggota kumpulan yang lengkap dan

jenis yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.

Penelitian ini dilakukan dengan

mengambil populasi seluruh guru di SDN

Ngagelrejo II Wonokromo Surabaya

berjumlah 18 orang.

Penentuan Sampel

Pengambilan sampel ini didasari

pendapat Arikunto (1998:120-121)

“Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila

subjeknya kurang dari 100, lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi.

Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar

dapat diambil antara 10-15% atau lebih

tergantung setidak-tidaknya dari : a)

kemampuan peneliti dari waktu, tenaga

dan dana, b) Sempit luasnya wilayah

pengamatan dari setiap subyek, karena

hal ini menyangkut banyak sedikitnya

data, c) Besar kecilnya risiko yang

ditanggung oleh peneliti. Untuk

penelitian yang risikonya besar, tentu saja

jika sampel besar, hasilnya akan lebih

baik.”

Sugiyono (2009:124) menyatakan

jumlah sampel tergantung dari tingkat

ketelitian atau kesalahan yang

dikehendaki, misalnya tingat kesalahan

1%, 5%, 10% atau lainnya. Makin besar

tingkat kesalahan makin kecil sampel.

Rumus untuk menghitung ukuran sampel

dari populasi yang diketahui jumlahnya

adalah :

s = λ2 . N . P .Q

d2 ( N−1 )+λ2 . P .Q

2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa

1%, 5%, 10%

P = Q = 0,5 d = 0,05 s = jumlah

sampel

Namun dari rumus tersebut telah

dihitung untuk populasi-populasi dengan

jumlah tertentu mulai 10 hingga

1.000.000 oleh Sugiono (2009:126)

sebagaimana tabel terlampir. Untuk

jumlah populasi 18 orang dengan taraf

signifikan 0,05 diperoleh sampel

sebanyak 18 orang. Oleh karena itu

dalam penelitian ini Dari 19 orang ini

dipilih dengan teknik total sampling yaitu

mengambil seluruh guru menjadi

responden.

Variabel Penelitian

Dalam penelitian yang dilakukan ini,

variabel yang digunakan terdiri dari satu

variabel bebas yaitu disiplin guru dan

satu variabel terikat yaitu prestasi belajar.

21

Page 22: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Definisi Operasional Variabel

Agar tujuan penelitian dapat tercapai

maka variabel harus didefinisikan dengan

jelas dan menyebutkan indikator-

dindikatornya, cara pengukurannya, dan

skala atau kategori penilaian yang

digunakan. Berikut ini adalah definisi

operasional masing-masing variabel.

1. Variabel bebas (X) yakni

pelaksanaan supervisi kepala sekolah

adalah suatu usaha untuk

mewujudkan kemajuan sekolah yang

bersifat teratur dan kontinyu dengan

jalan membina, memperbaiki,

meningkatkan kedisiplinan guru

dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar untuk mempertinggi mutu

pendidikan yang diberikan kepada

siswa. Pelaksanaan supervisi kepala

sekolah diukur dengan indikator-

indikator sebagai berikut :

a. Prinsip konstruktif

b. Prinsip kreatifitas

c. Prinsip kooperatif

d. Prinsip demokrasi

e. Prinsip kontinyuitas

f. Prinsip ilmiah

2. Variabel terikat (Y) yakni disiplin

guru adalah suatu sikap mental

seoang guru yang mengandung

kesadaran dan kerelaan untuk

mematuhisemua ketentuan, peraturan

dan norma yang berlaku dalam

menunaikan tugas dan tanggung

jawab. Disiplin guru tersebut diukur

dengan indikator-indikator sebagai

berikut :

a. Kehadiran di sekolah

b. Ketepatan waktu mengajar

c. Persiapan mengajar yaitu silabus,

RPP

d. Kegiatan belajar mengajar antara

lain alat peraga, buku penunjang,

buku absen siswa, daftar nilai, dan

lain-lain.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun proses pengumpulan data

dalam penelitian ini dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut :

1. Survey Pendahuluan

Dalam kegiatan ini, penelitian

dilakukan dengan mengumpulkan

data-data intern perusahaan di

antaranya adalah profil SDN

Ngagelrejo II Wonokromo Surabaya.

2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah

mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, legger, agenda

22

Page 23: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

dan sebagainya (Suharsimi, 2002 :

236).

Dalam penelitian ini teknik

dokumentasi digunakan untuk

mencatat indikator disiplin guru.

3. Kuesioner

Dalam penelitian ini digunakan

kuesioner tertutup dengan skala

Likert. Menurut Arikunto (1998:151)

kuesioner tertutup adalah

kuesioner yang telah disediakan

jawabannya sehingga responden

tinggal memilih jawaban pada kolom

yang sudah disediakan dengan

memberi tanda cross (x). Dalam

penelitian ini kuesioner digunakan

untuk megambil data tentang

pelaksanaan supervisi kepala sekolah.

Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul

kemudian dilakukan analisis dengan

urutan analisa sebagai berikut :

1. Coding, adalah memberi kode pada

lembar check list sesuai dengan

kategori yang telah ditentukan.

2. Tabulating, Tabulating adalah

mentabulasi seluruh data hasil chek

list ke dalam tabel-tabel yang

diperlukan sehingga mudah dibaca.

3. Skoring, Skoring adalah memberi

skor dari kategori-kategori tersebut

sesuai skor yang telah ditentukan.

Pelaksanaan supervisi kepala sekolah

dan disiplin guru diberi skor tinggi,

sedang dan rendah. Skor tinggi jika

penjumlahan dari hasil penilaian

mencapai >75%, skor sedang jika

penjumlahan dari hasil penilaian

mencapai 56-75%, dan rendah jika

penjumlahan dari hasil penilaian

<56%.

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis berfungsi untuk

menjawab hipotesa yang telah

diajukan sebelumnya. Uji ini

sekaligus juga menjawab rumusan

masalah yang telah ditulis pada Bab I.

Uji yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji Regresi Sederhana

dengan rumus persamaan regresi

sederhana :

Y = a + bX

Y = Disiplin guru

X = Pelaksanaan supervisi kepala

sekolah

a = Nilai konstanta

b = Nilai arah sebagai penentu

ramalan (prediksi) yang

menunjukkan nilai peningkatan

(+) atau nilai penurunan (–)

variabel Y.

23

Page 24: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Dalam penelitian ini perhitungan

regresi dilakukan dengan bantuan

program SPSS for Windows.

Langkah menguji hipotesis :

a. Membuat Ha dan Ho dalam

bentuk kalimat :

Ha : Terdapat pengaruh

pelaksanaan supervisi

kepala sekolah terhadap

disiplin guru

Ho : Tidak terdapat pengaruh

pelaksanaan supervisi

kepala sekolah terhadap

disiplin guru

b. Kaidah pengujian signifikansi :

Jika Fhitung ≥ Ftabel maka Ha

diterima dan Ho ditolak artinya

terdapat pengaruh pelaksanaan

supervisi kepala sekolah terhadap

disiplin guru.

Jika Fhitung < Ftabel maka Ha

ditolak dan Ho diterima artinya

tidak terdapat pengaruh

pelaksanaan supervisi kepala

sekolah terhadap disiplin guru.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1

Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah

Pe la k s a n a a n Su p e rv is i Ke p s e k

3 1 6 ,7 1 6 ,7 1 6 ,7

1 3 7 2 ,2 7 2 ,2 8 8 ,9

2 11 ,1 11 ,1 1 0 0 ,0

1 8 1 0 0 ,0 1 0 0 ,0

Ku ra n g

Cu k u

Ba i k

T o ta l

Va l i dF re q u e n c y Pe rc e n t Va l i d Pe rc e n t

Cu mu l a t i v ePe rc e n t

Tabel 1 menunjukkan dari 18 guru

sebagai responden dalam menanggapi

pelaksanaan supervisi kepala sekolah

72,2% menyatakan cukup, 16,7%

menyatakan kurang, dan 11,1% masing

menyatakan baik.

Tabel 2 Disiplin Guru di SDN Ngagelrejo

II/397 Kec. Wonokromo Kota Surabaya

Dis ip lin Guru

3 1 6 ,7 1 6 ,7 1 6 ,7

1 5 8 3 ,3 8 3 ,3 1 0 0 ,0

1 8 1 0 0 ,0 1 0 0 ,0

Cu k u p

Ba i k

To ta l

Va l i dF re q u e n c y Pe rc e n t Va l i d Pe rc e n t

Cu mu l a t i v ePe rc e n t

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa

disiplin guru dalam melaksanakan

tugasnya sebagian besar (83,3%) baik,

dan 16,7% cukup.

Analisis Data

Hasil Pengujian Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana

alat ukur yang digunakan mengukur apa

yang diinginkan dan mengungkap data

dari variabel yang diteliti secara tepat.

Instrument valid berarti alat ukur yang

24

Page 25: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

digunakan untuk mendapat data itu valid.

Dalam uji validitas ini suatu butir

pernyataan dikatakan valid jika corrected

item total correlation lebih besar dari

0,468 (untuk jumlah responden 18 orang

df = 16) sebagaimana tabel r produk

momen terlampir. Hasil pengujian

validitas terhadap variabel pelaksanaan

supervisi kepala sekolah dapat dilihat

sebagai berikut :

Tabel 3 Hasil Uji Validitas Variabel

Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah

Pernya-

taan

Corrected

item total

correlation

Keterangan

1

2

3

4

5

6

0,720

0,692

0,623

0,668

0,612

0,622

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Valid

Sumber : Hasil Olah Data SPSS

Dari tabel di atas dapat diketahui

bahwa untuk item pernyataan variabel

pelaksanaan supervisi kepala sekolah,

corrected item total correlation yang

diperoleh untuk seluruh item pernyataan

adalah lebih besar dari 0,468 hal tersebut

berarti bahwa secara keseluruhan item

pernyataan mengenai pelaksanaan

supervisi kepala sekolah adalah valid.

Hasil Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur dikatakan reliabel

atau handal, jika alat itu dalam mengukur

suatu gejala pada waktu yang berbeda

senantiasa menunjukkan hasil yang relatif

sama. Untuk menguji reliabilitas suatu

instrument dapat digunakan uji statistic

Cronbach Alpha (α), dimana suatu alat

ukur dikatakan reliabel jika nilai

Cronbach Alpha lebih besar dari 0,60.

Hasil pengujian reliabilitas terhadap

variabel pelaksanaan supervisi kepala

sekolah diperoleh alpha sebesar 0,8773

lebih besar dari 0,6 sehingga dapat

diputuskan bahwa item kuesioner telah

reliabel.

Hasil Pengujian Regresi Linier Sederhana

Untuk mengetahui ada atau tidaknya

pergaruh antara variabel bebas

pelaksanaan supervisi kepala sekolah (X)

terhadap variabel terikat yang dalam hal

ini adalah disiplin guru (Y), maka

digunakan analisis model regresi linier

sederhana dengan model persamaan

sebagai berikut :

Y = α + bX1

Dimana :

Y = Disiplin guru

X = Pelaksanaan supervisi kepala

sekolah

b = koefisien regresi X

25

Page 26: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Output perhitungan dengan program

SPSS for Windows seperti terlihat dalam

gambar berikut.

ANOVAb

, 680 1 , 680 5, 975 , 026a

1, 820 16 , 114

2, 500 17

Regression

Residual

Tot al

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predict ors: (Const ant ) , Pelaksanaan Supervisi Kepseka.

Dependent Var iable: Disiplin Gurub.

Gambar 1 Uji F

Gambar 4.3 di atas menunjukkan

hasil uji F dengan program SPSS for

Windows, dengan Fhitung sebesar 5,975.

Angka ini selanjutnya dibandingkan

dengan Ftabel df = 16 sebagaimana Tabel F

pada lampiran (Critical Values for the F

Distribution α=0,05). Tabel F dengan df

= 16 dan n =1 diperoleh Ftabel = 4,49.

Sehingga Fhitung = 5,975 > Ftabel = 4,49.

Oleh karena Fhitung > Ftabel maka Ha

diterima dan Ho ditolak yang berarti

terdapat pengaruh pelaksanaan supervisi

kepala sekolah terhadap disiplin guru.

Terlihat pula signifikan hasil hitung αhitung

= 0,026 jauh di bawah 0,05, yang

menandakan pengaruh yang signifikan.

Selain adanya pengaruh yang

signifikan, pada uji korelasi juga terlihat

adanya korelasi positif antar kedua

variabel seperti tampak pada Gambar 4.2.

Hasil Pearson Correlation sebesar 0,521

lebih dari rtabel sebesar 0,468

(Sebagaimana r tabel Product Moment

pada df = 16 terlampir).

Co rre la tio n s

1 ,0 0 0 ,5 2 1

,5 2 1 1 ,0 0 0

, ,0 1 3

,0 1 3 ,

1 8 1 8

1 8 1 8

Di s i p l i n Gu ru

Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i Ke p s e k

Di s i p l i n Gu ru

Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i Ke p s e k

Di s i p l i n Gu ru

Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i Ke p s e k

Pe a rs o n Co rre l a t i o n

Si g . (1 -ta i l e d )

N

Di s i p l i n Gu ru

Pe l a k s a n a a nSu p e rv i s i

Ke p s e k

Gambar 4.2 Pearson Correlations

Besarnya pengaruh atau kontribusi

tingkat pendidikan terhadap

perkembangan perusahaan dapat dilihat

pada gambar Uji t berikut ini.

Coef f i ci ent sa

2, 112 , 305 6, 915 , 000

, 371 , 152 , 521 2, 444 , 026

( Const ant )

PelaksanaanSuper visi Kepsek

Model1

B St d. Er r or

Unst andar dizedCoef f icient s

Bet a

St andar dizedCoef f icient s

t Sig.

Dependent Var iable: Disiplin G ur ua.

Gambar 4.3 Uji t

Sebagaimana Uji F di atas yang

menunjukkan adanya pengaruh, Uji t juga

seperti pada Gambar 4.3 memperlihatkan

thitung sebesar 2,444 > ttabel sebesar 2,120

(sebagaimana Critical Value for the t

Distribution terlampir) artinya terdapat

pengaruh pelaksanaan supervisi kepala

sekolah terhadap disiplin guru.

Untuk menunjukkan besarnya

pengaruh atau kontribusi pelaksanaan

supervisi kepala sekolah terhadap disiplin

guru dapat dilihat koefisien regresi

26

Page 27: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(unstandarized coefficients Beta) pada

gambar 4.2 sebesar 0,589. Selanjutnya

sesuai dengan rumus regresi sederhana

dapat dimasukkan angka-angka tersebut

sebagai berikut :

Y = a + bX

= 2,112 + 0,371

Selanjutnya berdasarkan persamaan

di atas deskripsi pengaruh pelaksanaan

supervisi kepala sekolah terhadap disiplin

guru berdasarkan unstandarized

coeffisients beta adalah sebagai berikut:

1) Konstanta sebesar 2,112 menyatakan

bahwa jika variabel pelaksanaan

supervisi kepala sekolah dianggap

konstan (tidak ada upaya supervisi),

maka disiplin guru sebesar 2,112

point.

2) Koefisien regresi pelaksanaan

supervisi kepala sekolah sebesar

0,371 menyatakan bahwa setiap

peningkatan 1 poin pelaksanaan

supervisi kepala sekolah akan

meningkatkan disiplin guru sebesar

0,371 poin. Jika angka tersebut

dikalikan 1000, deskripsinya menjadi

setiap ada upaya pelaksanaan

supervisi kepala sekolah sebesar 1000

poin maka akan meningkatkan

disiplin guru sebesar 371 point.

Hasil uji regresi linier sederhana

menunjukkan adanya pengaruh

pelaksanaan supervisi kepala sekolah

terhadap disiplin guru. Adanya pengaruh

ini menunjukkan betapa pentingnya

pelaksanaan supervisi kepala sekolah.

Dalam kaitan pentingnya

pelaksanaan supervisi kepala sekolah

terhadap disiplin guru, Soewadji

(1980:33) menyatakan supervisi

merupakan rangsangan, bimbingan atau

bantuan yang diberikan kepada guru-guru

agar kemampuan profesionalnya semakin

bertambah, sehingga situasi belajar

mengajar lebih efektif dan efisien.

Kemampuan profesional tidak lepas dari

disiplin guru, dikatakan profesional

berarti seorang guru juga bisa

melaksanakan disiplin dengan baik.

Baharudun Harahap menjelaskan

masalah supervisi dalam administrasi

pendidikan adalah pembinaan

administrasi atau kepegawaian, yaitu

masalah pengaturan, penyusunan dan

penyimpanan data sebagai dasar

dukungan keputusan mutasi yang

menyangkut kepentingan pegawai dalam

kedudukan sebagai seorang Pegawai

Negeri Sipil. Sedangkan yang dimaksud

data di sini meliputi dokumen perorangan

maupun data hasil olahan atau laporan.

Laporan yaitu kartu merah, Daftar

27

Page 28: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3)

dan selain itu untuk mengetehui

bagaimana kenaikan pangkat para guru

atau pegawai dan pembagian tugasnya.

Apalagi jika pelaksanaan supervisi

kepala sekolah yang memenuhi prinsip-

prinsip yang telah ditentukan maka

semakin jelas hasilnya terhadap disiplin

guru. Prinsip konstruktif misalnya, bahwa

pelaksanaan bersifat membangun yaitu

harus tampak perbedaan antara sebelum

diadakan supervisi dengan sesudah

supervisi yaitu makin majunya dalam

suatu hal pengetahuan, sikap atau nilai

dan ketrampilan, profesi. Maka

maksudnya, supervisor hendaknya

menyadari sepenuhnya bahwa setiap guru

pasti mempunyai kelebihan dan

kekurangan.

Prinsip kreativitas juga tidak kalah

penting, Dolok Saribu dan Berlian T.

Simbolon (1984:236) mengemukakan

bahwa supervisi hendaknya mendorong

guru untuk berinisiatif, melalui supervisi

hendaknya guru dapat memperoleh

pengetahuan, juga berkreasi atau

mencipta dengan sikap atau nilai dan

ketrampilan guru atas inisiatif sendiri

tidak bergantung kepada kepala sekolah

atau pemimpinannya.

Sedangkan prinsip kooperatif, juga

telah dikembangkan oleh kepala sekolah

yang dilaksanakan atas kerja sama antara

kepala sekolah dan guru, sehingga

terjalin kehamonisan kerja yang baik,

saling mengisi dan menyadari

kekurangan masing-masing. Supervisor

tidak dianggap momok yang menakut-

nakuti, namun di sini sebagai pemimpin

mereka yang harus bias membantu

kelancaran tugas para guru.

Prinsip demokrasi dilaksanakan oleh

kepala sekolah tidak hanya atas

kemampuannya, tetapi juga ternyata perlu

mempertimbangkan kemauan/pendapat

para guru. Kepala Sekolah sebagai

supervisor menghargai kepribadian guru,

dalam pembicaraan bersama ia harus

memberi kesempatan kepada guru untuk

mengeluarkan pendapatnya dalam

mengambil keputusan. Keputusan yang

diambil hendaknya dengan jalan

musyawarah.

Prinsip kontinyuitas yaitu

melaksanakan terus-menerus secara

teratur, tidak hanya karena akan ada

inspeksi atasan, sehingga para guru sudah

terbiasa bekerja dengan teratur disertai

dengan rasa disiplin dan tanggung jawab.

Prinsip ilmiah menurut Made

Pidharta (1986:39) bahwa supervisi

dilaksanakan hendaknya dengan

sistematika, objektif dan berdasarkan data

atau informasi. Dalam hal ini tugas

28

Page 29: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

supervisi diharuskan pada pembinaan

guru-guru. Supervisi berpegang pada

tujuan sekolah, koordinasi merode belajar

dan kualifikasi dengan segala aktifitasnya

yang sudah ditentukan secara jelas.

SARAN

1. Pelaksanaan supervisi kepala sekolah

seyogyanya dilaksanakan sebaik-

baiknya sehingga lebih meningkatkan

disiplin guru.

2. Guru hendaknya ikut mensukseskan

pelaksanaan supervisi kepala sekolah

agar kegiatan proses belajar mengajar

lebih meningkat dan bermutu.

3. Bagi pihak-pihak terkait khususnya

pemerintah hendaknya

memperhatikan pelaksanaan supervisi

kepala sekolah dan membantu

memberikan instrumen yang valid

dan handal.

DAFTAR PUSTAKA

Ametembun, Drs.M.A, “Supervisi

Pendidikan”, Penerbit IKIP

Bandung, 1975

Ametembun, Drs.M.A, “Manajemen

Kelas”, Terbitan Ketiga Penerbit

IKIP Bandung, 1981

Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis

Multivariate dengan Program

SPSS. Badan Penerbit Undip,

Semarang. 2002.

Hendyat Sutopo, Dr., “Ikhtiar Teknik

Penilaian Pendidikan”, Penerbit

IKIP Bandung, 1984

Ismed Syarif, Drs dan Nawas Riza, Drs.,

“Administrasi Pendidikan

Dasar”, Penerbit Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan,

1976

M. Ngalim Purwanto, Drs.M.P.,

“Pyskologi Pendidikan”, Penerbit

PT. Rosda Karya Bandung 1990

M. Dimyati Mahmud, “Psykologi

Pendidikan”, Suatu Pendekatan

Terapan Edisi I Fakultas Ilmu

Pendidikan IKIP Yogyakarta

Sutrisno Hadi, Prof. Dr. M.A.,

“Metodologi Reseach”, Jilid II

Penerbit FKP IKIP Yogyakarta

1967

29

Page 30: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Suhertin, Drs. Dan Nata Her, Drs

“Supervisi Pendidikan”, Dalam

Rangka Program Insenvice

Education, Penerbit IKIP Malang

1971

S. Nasution, Prof.Dr.M.A “Didaktik dan

Azas-Azas Kurikulum”, Penerbit

Jemara Bandung 1989

Westy Sumanto, Drs dan Hendyat Sutopo

“Kepemimpinan Pendidikan”,

Peberbit Usaha Nasional

Surabaya 1982

Subari, Drs “Supervisi Pendidikan”,

Dalam Rangka Perbaikan Situasi

Mengajar Penerbit Bumi Aksara

Jakarta 1994

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan

“Buku II Petunjuk Administrasi

Sekolah Dasar”, tahun 1989

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Wilayah Jawa Timur “Media

Pendidikan”, Nomor 3 Edisi Mei

1991

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa

Indonesia “Kamur Besar Bahasa

Indonesia”, Penerbit Balai

Pustaka 1989

TAP MPR No. II/MPR/1993 “Garis-

Garis Besar Haluan” Negara

1993-1998, Penerbit Bina Pustaka

Surabaya 1989.

30

Page 31: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENGARUH DISIPLIN GURU TERHADAP PRESTASI SISWA DI SDN

BANJARSARI GRESIK

Etiyasningsih*)

Abstrak, Disiplin merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Agar guru dapat berhasil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, maka guru tersebut harus mentaati dan menyadari akan pentingnya kedisiplinan. Kedisiplinan guru tentunya akan berimbas kepada para siswa, guru yang tidak atau kurang disiplin, siswanya pun akan cenderung tidak displin dan sebaliknya. Kedisplinan tidak hanya pada kehadiran guru semata, namun lebih dari itu disiplin dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam hal ini misalnya guru disiplin dalam membuat persiapan mengajar, Silabus, RPP, menyiapkan buku-buku paket penunjang, alat peraga dan lain-lain. Dengan kedisiplinan guru yang tinggi siswa akan lebih semangat belajar dan mendapatkan urutan materi pelajaran yang sistematis, hal ini akan meningkatkan prestasi belajarnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh disiplin guru terhadap prestasi belajar.

Penelitian ini merupakan jenis regresional. Populasinya adalah seluruh guru di SDN Banjarsari Cerme Gresik berjumlah 20 orang. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling yaitu sesuai dengan kebutuhan dan yang tidak diikutkan adalah guru komputer, diperoleh responden sebanyak 19 orang. Data dikumpulkan dengan observasi, dokumentasi dan wawancara dengan instrumen check list. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh disiplin guru terhadap prestasi belajar digunakan uji regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan Fhitung = 6,171. > Ftabel = 4,45. Oleh karena Fhitung > Ftabel maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat pengaruh signifikan disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa. Terlihat pula signifikan hasil hitung αhitung = 0,024 jauh di bahwa 0,05, yang menandakan pengaruh yang signifikan.

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan para guru dapat menjalankan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, disiplin, jujur, dan penuh didekasi, karena dengan sikap-sikap tersebut sangat membantu dalam tercapainya prestasi belajar siswa, selain itu hendaknya juga lebih memperhatikan kehadiran, persiapan mengajar dan proses kegiatan belajar mengajar. Bagi kepala sekolah dapat memberi motivasi agar para guru lebih disiplin dengan memberi stimulus yang proporsional.

Kata Kunci : Disiplin Guru, Prestasi Belajar Siswa

31

*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik

Page 32: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

32

Page 33: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Kita semua menyadari bahwa untuk

mencapai tujuan pendidikan sangatlah

berat, lebih-lebih pada saat sekarang ini.

Sebenarnya telah banyak usaha

pemerintah, dan aspek pendukung, guna

terwujudnya tujuan pendidikan tersebut.

Untuk mewujudkan tujuan

pendidikan tersebut pemerintah berusaha

melak-sanakan kegiatan antara lain, (1)

Menyempurnakan sistem pendidikan, (2)

Memperluas kesempatan untuk mem-

peroleh pendidikan, (3) Sarana dan

prasarana pendidikan terus

disempurnakan dan ditingkatkan serta

lebih didayagu-nakan, (4) Meningkatkan

jumlah guru dan mutunya, baik formal

maupun non formal serta terus

ditingkatkan pengembangan karier dan

kesejahteraannya.

Mengelola pendidikan tidak semudah

yang kita bayangkan selama ini, sebab

pendidikan berperan penting sebagai alat

atai tempat untuk membentuk manusia

Indonesia dan sebagai warga masyarakat

sekaligus sebagai warga Negara yang

berbudi pekerti luhur, beriman dan taqwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta

berkemampuan dan mempunyai

ketrampilan dasar untuk bekal pendidikan

selanjutnya dan bekal hidup di

masyarakat.

Guru kelas sebagai administrator

menempati posisi yang sangat penting

karena memikul tanggung jawab untuk

meningkatkan dan mengembangkan

kemajuan sekolah secara keseluruhan.

Sedangkan murid dan guru yang menjadi

komponen penggerak aktifitas kelas harus

didayagunakan secara maksimal agar

dapat tercapai suatu kesatuan yang

dinamis di dalam organisasi sekolah.

Pada dasarnya sekarang ini banyak

para guru yang kurang siap dalam

mengajar, dikarenakan guru tersebut

belum membuat persiapan mengajar, dan

juga melanggar tata tertib.

Disiplin merupakan salah satu faktor

yang sangat penting. Agar guru dapat

berhasil dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya, maka guru tersebut harus

mentaati dan menyadari akan pentingnya

kedisiplinan. Karena gurulah yang ikut

bertanggung jawab dalam keberhasilan

penyelenggaraan kegiatan belajar

mengajar di sekolah, agar selalu berupaya

untuk meningkatkan keberhasilan prestasi

belajar siswa. Selain itu para guru

hendaknya selalu memberikan bimbingan

dan pengajaran secara baik dengan selalu

berpedoman pada petunjuk dan

peraturan-peraturan yang telah ditetapkan

oleh pemerintah, dalam hal ini

Departemen Pendidikan Nasional.

33

Page 34: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Kedisiplinan guru tentunya akan

berimbas kepada para siswa, guru yang

tidak atau kurang disiplin, siswanya pun

akan cenderung tidak displin dan

sebaliknya. Kedisplinan tidak hanya pada

kehadiran guru semata, namun lebih dari

itu disiplin dalam melaksanakan proses

belajar mengajar. Dalam hal ini misalnya

guru disiplin dalam membuat persiapan

mengajar, Silabus, RPP, menyiapkan

buku-buku paket penunjang, alat peraga

dan lain-lain. Dengan kedisiplinan guru

yang tinggi siswa akan lebih semangat

belajar dan mendapatkan urutan materi

pelajaran yang sistematis, hal ini akan

meningkatkan prestasi belajarnya.

METODE PENELITIAN

Deskripsi Populasi

Arikunto (2002) menyatakan bahwa

populasi adalah obyek yang akan diteliti

hasilnya, dianalisis, disimpulkan dan

kesimpulan itu berlaku untuk seluruh

populasi itu. Sudjana (1996) menjelaskan

popupasi adalah totalitas semua nilai

yang mungkin, hasil menghitung atau

pengukuran, kuantitatif, atau kualitatif

mengenai karateristik tertentu dari semua

anggota kumpulan yang lengkap dan

jenis yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.

Penelitian ini dilakukan dengan

mengambil populasi seluruh guru di SDN

Banjarsari Cerme Gresik berjumlah 20

orang.

Penentuan Sampel

Pengambilan sampel ini didasari

pendapat Arikunto (1998:120-121)

berikut : “Untuk sekedar ancer-ancer

maka apabila subjeknya kurang dari 100,

lebih baik diambil semua sehingga

penelitiannya merupakan penelitian

populasi. Selanjutnya jika jumlah

subyeknya besar dapat diambil antara 10-

15% atau lebih tergantung setidak-

tidaknya dari : a) kemampuan peneliti

dari waktu, tenaga dan dana, b) Sempit

luasnya wilayah pengamatan dari setiap

subyek, karena hal ini menyangkut

banyak sedikitnya data, c) Besar kecilnya

risiko yang ditanggung oleh peneliti.

Untuk penelitian yang risikonya besar,

tentu saja jika sampel besar, hasilnya

akan lebih baik.”

Sugiyono (2009:124) menyatakan

jumlah sampel tergantung dari tingkat

ketelitian atau kesalahan yang

dikehendaki, misalnya tingat kesalahan

1%, 5%, 10% atau lainnya. Makin besar

tingkat kesalahan makin kecil sampel.

Rumus untuk menghitung ukuran sampel

dari populasi yang diketahui jumlahnya

adalah :

s = λ2 . N . P .Q

d2 ( N−1 )+λ2 . P .Q

34

Page 35: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa

1%, 5%, 10%

P = Q = 0,5 d = 0,05 s = jumlah

sampel

Namun dari rumus tersebut telah

dihitung untuk populasi-populasi dengan

jumlah tertentu mulai 10 hingga

1.000.000 oleh Sugiono (2009:126)

sebagaimana tabel terlampir. Untuk

jumlah populasi 20 orang dengan taraf

signifikan 0,05 diperoleh sampel

sebanyak 19 orang. Oleh karena itu

dalam penelitian ini Dari 19 orang ini

dipilih dengan teknik purposive sampling

yaitu sesuai dengan kebutuhan dan yang

tidak diikutkan adalah guru komputer.

Definisi Operasional Variabel

Agar tujuan penelitian dapat tercapai

maka variabel harus didefinisikan dengan

jelas dan menyebutkan indikator-

dindikatornya, cara pengukurannya, dan

skala atau kategori penilaian yang

digunakan. Berikut ini adalah definisi

operasional masing-masing variabel.

1. Variabel bebas (X) yakni disiplin

guru adalah suatu sikap mental

seoang guru yang mengandung

kesadaran dan kerelaan untuk

mematuhi semua ketentuan, peraturan

dan norma yang berlaku dalam

menunaikan tugas dan tanggung

jawab. Disiplin guru tersebut diukur

dengan indikator-indikator sebagai

berikut :

a. Kehadiran di sekolah

b. Ketepatan waktu mengajar

c. Persiapan mengajar yaitu silabus,

RPP

d. Kegiatan belajar mengajar antara

lain alat peraga, buku penunjang,

buku absen siswa, daftar nilai, dan

lain-lain.

2. Variabel terikat prestasi belajar (Y)

yaitu suatu suatu hasil yang teah

dicapai setelah kegiatan belajar

mengajar. Dalam penelitian ini,

indikator yang digunakan adalah nilai

rata-rata hasil ulangan tiap mata

pelajaran bagi guru mata pelajaran

dan tiap kelas pada guru kelas.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun proses pengumpulan data

dalam penelitian ini dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut :

1. Survey Pendahuluan

Dalam kegiatan ini, penelitian

dilakukan dengan mengumpulkan

data-data intern perusahaan di

antaranya adalah profil SDN

Banjarsari Cerme Gresik.

2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah

mencari data mengenai hal-hal atau

35

Page 36: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, legger, agenda

dan sebagainya (Suharsimi, 2002 :

236).

Dalam penelitian ini teknik

dokumentasi digunakan untuk

memperoleh data nilai siswa. Dalam

data sekunder yang diperoleh dengan

teknik dokumentasi ini, peneliti juga

menggunakan lembar cek list untuk

mencatat indikator disiplin guru.

3. Wawancara

Wawancara atau interview

adalah suatu metode yang tujuannya

untuk memperoleh data evaluasi,

secara berhadapan muka dengan

secara individu, orang yang

diinterview memberikan informasi-

informasi yang diperlukan secara

ilmiah dalam suatu relasi face to face”

(Drs. Amatembun MA, supervise

Pendidikan, 1975:191).

Pengumpulan data yang

dilakukan dengan wawancara adalah

meyakinkan hasil observasi tentang

disiplin guru. Wawancara dilakukan

kepada masing-masing guru yang

bersangkutan dan kepala sekolah.

Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul

kemudian dilakukan analisis dengan

urutan analisa sebagai berikut :

1. Coding, adalah memberi kode pada

lembar check list sesuai dengan

kategori yang telah ditentukan.

2. Tabulating, adalah mentabulasi

seluruh data hasil chek list ke dalam

tabel-tabel yang diperlukan sehingga

mudah dibaca.

3. Skoring, adalah memberi skor dari

kategori-kategori tersebut sesuai skor

yang telah ditentukan. Disiplin guru

diberi skor tinggi, sedang dan rendah.

Skor tinggi jika penjumlahan dari

hasil penilaian mencapai >75%, skor

sedang jika penjumlahan dari hasil

penilaian mencapai 56-75%, dan

rendah jika penjumlahan dari hasil

penilaian <56%.

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis berfungsi untuk menjawab

hipotesa yang telah diajukan sebelumnya.

Uji ini sekaligus juga menjawab rumusan

masalah yang telah ditulis pada Bab I. Uji

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji Regresi Sederhana dengan

rumus persamaan regresi sederhana :

Y = a + bX

Y = Prestasi siswa

X = Disiplin guru

36

Page 37: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

a = Nilai konstanta

b = Nilai arah sebagai penentu ramalan

(prediksi) yang menunjukkan nilai

peningkatan (+) atau nilai

penurunan (–) variabel Y.

Dalam penelitian ini perhitungan regresi

dilakukan dengan bantuan program SPSS

for Windows. Langkah menguji hipotesis

:

1) Membuat Ha dan Ho dalam bentuk

kalimat :

Ha : Terdapat pengaruh disiplin

guru dengan prestasi siswa

Ho : Tidak terdapat pengaruh

disiplin guru dengan prestasi

siswa

2) Kaidah pengujian signifikansi :

Jika Fhitung ≥ Ftabel maka Ha

diterima dan Ho ditolak artinya

terdapat pengaruh disiplin guru

dengan prestasi siswa.

Jika Fhitung < Ftabel maka Ha

ditolak dan Ho diterima artinya tidak

terdapat pengaruh disiplin guru

dengan prestasi siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Terdapat 8 indikator dalam

menjelaskan disiplin guru yang diperoleh

datanya melalui observasi dan

dokumentasi yaitu, kehadiran, ketepatan

waktu mengajar, silabus, RPP, alat

peraga, buku, absensi murid, buku

penunjang, daftar nilai.

Tabel 1 Disiplin Guru di Sekolah Dasar

Negeri Banjarsari Kec. Cerme Kabupaten

Gresik

No Daftar Nilai JumlahPersentase

(%)

1

2

3

Kurang

Cukup

Baik

1

4

14

5,2

21,1

73,7

Jumlah 19 100

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa

disiplin guru dalam melaksanakan

tugasnya sebagian besar (73,7%) baik,

21,1% cukup, dan 5,2% kurang.

Sedangkan Prestasi belajar siswa

diukur dari nilai rata-rata mata pelajaran

dari guru yang bersangkutan jika guru

tersebut adalah guru mata pelajaran, dan

nilai rata-rata kelas jika guru yang

bersangkutan adalah guru kelas. Nilai

tersebut diperoleh selama 6 kali evaluasi

terakhir yang datanya diperoleh dari

dokumentasi pada guru mata pelajaran

atau guru kelas masing-masing.

37

Page 38: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Tabel 2 Nilai Nilai Rata-Rata Kelas atau

Nilai Rata-rata Mata Pelajaran (6 x

evaluasi terakhir)

No

Resp

.

Nilai Rata-Rata Kelas atau Nilai

Rata-rata Mata Pelajaran

(6 x evaluasi terakhir)

1 2 3 4 5 6

Rata

-

Rata

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

7,60

6,54

8,00

8,20

8,00

7,20

8,60

7,98

7,90

6,90

6,70

8,00

7,50

6,10

8,20

7,59

8,50

6,80

7,23

7,90

5,95

8,50

7,50

8,00

7,56

8,40

7,12

7,92

6,90

6,80

8,50

7,60

6,00

8,00

8,00

8,40

7,10

8,00

7,95

7,00

7,93

7,90

8,00

7,85

8,00

7,59

8,00

6,65

6,90

8,50

7,70

6,58

8,10

8,10

8,60

6,85

8,00

8,10

7,10

7,87

7,60

8,00

7,98

8,21

7,87

8,20

6,00

6,23

8,00

7,54

6,98

8,23

8,20

8,21

6,98

8,20

8,20

6,52

8,30

7,90

8,00

8,20

7,58

8,67

8,40

7,15

6,50

7,90

7,80

7,16

8,21

8,50

8,24

6,85

8,10

8,64

6,43

8,00

7,42

8,00

8,20

7,49

8,12

8,50

7,26

6,21

9,40

8,00

7,90

8,60

8,42

8,21

6,20

8,65

8,07

6,59

8,10

7,75

8,00

7,83

8,05

7,89

8,15

6,81

6,56

8,38

7,69

6,79

8,22

8,14

8,36

6,80

8,03

38

Page 39: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Uji Regresi Linier Sederhana

Data yang terkumpul sebagaimana paparan sebelumnya selanjutnya dianalisis untuk

mengetahui pengaruh disiplin guru dengan prestasi belajar siswa.

Koding, skoring, dan tabulating telah dilaksanakan peneliti yang hasilnya tertera pada

lampiran. Pada analisa data ini akan dipaparkan uji hipotesis dengan regresi linier

sederhana. Output perhitungan dengan program SPSS for Windows seperti terlihat dalam

gambar berikut.

ANOVAb

1, 918 1 1, 918 6, 171 , 024a

5, 282 17 , 311

7, 200 18

Regression

Residual

Tot al

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predict ors: (Const ant ) , Disiplin Gurua.

Dependent Var iable: Prest asi Siswab.

Gambar 1 Uji F

Gambar 4.2 di atas menunjukkan hasil uji F dengan program SPSS for Windows,

dengan Fhitung sebesar 6,171. Angka ini selanjutnya dibandingkan dengan Ftabel pada df = 17

sebagaimana Tabel F pada lampiran (Critical Values for the F Distribution α=0,05). Tabel

F dengan df = 13 dan n =1 diperoleh Ftabel = 4,45. Sehingga Fhitung = 6,171 > Ftabel = 4,45.

Oleh karena Fhitung > Ftabel maka Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti terdapat

pengaruh signifikan disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa. Terlihat pula signifikan

hasil hitung αhitung = 0,024 jauh di bahwa 0,05, yang menandakan pengaruh yang signifikan.

Selain adanya pengaruh yang signifikan, pada uji korelasi juga terlihat adanya korelasi

positif (Gambar 4.3) antar kedua variabel yang diperoleh Pearson Correlation sebesar

0,516 lebih dari rtabel sebesar 0,456 (Sebagaimana r tabel Product Moment pada df = 17

terlampir).

Corre la tions

1 ,000 ,516

,516 1 ,000

, ,012

,012 ,

19 19

19 19

Pres tas i Si s wa

Dis ip l i n Gu ru

Pres tas i Si s wa

Dis ip l i n Gu ru

Pres tas i Si s wa

Dis ip l i n Gu ru

Pears on Co rre la tion

Sig . (1 -ta i led )

N

Pres tas iSis wa Dis ip l i n Gu ru

Gambar 2 Uji Korelasi

39

Page 40: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Besarnya pengaruh atau kontribusi disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa dapat

dilihat pada gambar Uji t berikut ini.

Coef f i ci ent sa

6, 191 , 619 10, 003 , 000

, 560 , 226 , 516 2, 484 , 024 , 516 , 516 , 516

( Cons t ant )

Dis iplin G ur u

M odel1

B St d. Er r or

Uns t andar dizedCoef f ic ient s

Bet a

St andar dizedCoef f ic ient s

t Sig. Zer o- or der Par t ial Par t

Cor r elat ions

Dependent Var iable: Pr es t as i Sis waa.

Gambar 3 Uji t

Sebagaimana Uji F di atas yang menunjukkan adanya pengaruh, Uji t juga seperti pada

Gambar 4.4 memperlihatkan thitung sebesar 2,484 > ttabel sebesar 2,110 (sebagaimana Critical

Value for the t Distribution terlampir untuk df = 17) artinya terdapat pengaruh disiplin guru

terhadap prestasi belajar siswa.

Untuk menunjukkan besarnya pengaruh atau kontribusi disiplin guru terhadap prestasi

belajar siswa dapat dilihat koefisien regresi (unstandarized coefficients Beta) pada gambar

4.4 di atas sebesar 0,560. Selanjutnya sesuai dengan rumus regresi sederhana dapat

dimasukkan angka-angka tersebut sebagai berikut :

Y = a + bX

= 6,191 + 0,560

Selanjutnya berdasarkan persamaan di atas deskripsi pengaruh tingkat pendidikan

terhadap perkembangan perusahaan berdasarkan unstandarized coeffisients beta adalah

sebagai berikut:

1) Konstanta sebesar 6,191 menyatakan bahwa jika variabel disiplin guru dianggap

konstan (tidak ada upaya meningkatkan disiplin guru), maka prestasi belajar siswa

sebesar 6,191point.

2) Koefisien regresi disiplin guru sebesar 0,560 menyatakan bahwa setiap peningkatan 1

poin tingkat disiplin guru akan meningkatkan perkembangan perusahaan sebesar 0,560

poin. Jika angka tersebut dikalikan 1000, deskripsinya menjadi setiap ada upaya

peningkatan disiplin guru sebesar 1000 poin maka akan meningkatkan prestasi belajar

siswa sebesar 560 point.

PEMBAHASAN

40

Page 41: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Hasil penelitian menunjukkan disiplin guru dipengaruhi oleh tanggung jawab yang

dibebankan kepadanya. Tanggung jawab tersebut berasal dari pemerintah karena para guru

adalah Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang jelas.

Selain itu para guru juga bertanggung jawab atas prestasi belajar para siswanya. Guru

cera umum akan merasa bangga apabila siswanya dapat berprestasi dan memiliki

kemampuan yang baik.

Disebutkan bahwa faktor-faktor kesehatan jasmani dan rohani, ekonomi, status sosial,

kepemimpinan dan peraturan dan tata tertib juga berpengaruh terhadap disiplin guru.

Kesehatan seluruh guru secara umum terlihat sehat jasmani maupun rohaninya.

Dikatakan bahwa kesehatan seorang guru mempengaruhi terhadap tugas sehari-hari. Sudah

sewajarnyalah bila setiap guru menginginkan rasa aman dalam kehidupannya sehingga

akan terhindar dari segala gangguan kesehatan. Sehingga ia dapat melaksanakan tugas-

tugasnya dengan yang akhirnya dapat membawa hasil yang baik pula.

Selanjutnya masalah ekonomi secara umum Pegawai Negeri Sipil telah mendapatkan

penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemerintah melalui

Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 2001 menaikkan gaji Pegawai Negeri Sipil

mencapai 200% atau dua kali lipat, sehingga jika dibandingkan dengan penghasilan rata-

rata penduduk di Indonesia Pegawai Negeri Sipil sudah cukup baik. Memang masalah

ekonomi sangat penting terhadap disiplin guru. Dikatakan bahwa faktor ekonomi

menambah beban bagi guru-guru dan menjadi persoalan pribadi yang dapat

memungkinkan terganggunya tugas-tugas di sekolah. Padahal guru-guru menginginkan

rasa aman, tentram dalam kehidupannya yang antara lain yaitu penerimaan gaji lancar,

segala haknya dapat diterima dengan baik dan tepat pada waktunya, juga memiliki tempat

tinggal untuk keluarganya dan lain-lain.

Kemudian tentang status sosial guru di dalam masyarakat mempunyai status yang

cukup baik. Masyarakat memandang guru sebagai orang yang patut dihargai, karena

mereka menyadari bahwa guru memegang peranan penting dalam pelaksanaan

pembangunan di bidang pendidikan, karena pendidikan akan berjalan lancar dan

berkembang baik apabila guru secara aktif ikut memajukan pendidikan di dalam

masyarakat.

Faktor kepemimpinan merupakan faktor penting dalam membentuk disiplin para guru.

Kepemimpinan yang dimaksud ini adalah kepemimpinan kepala sekolah. Dikatakan bahwa

kepala sekolah, jika kepemimpinannya efektif, maka guru-guru akan memperoleh

41

Page 42: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

sumbangan yang berharga dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan, berlangsung

pengajaran yang efektif, terciptanya suasana yang kondusif (berguna) sehingga hal

demikian itu akan mendukung terciptanya kedisiplinan guru yang baik. Dengan demikian

maka factor kepemimpinan dapat mempengaruhi kedisiplinan guru. Di SDN Banjarsari

Kec Cerme Kabupaten Gresik, kepemimpinan kepala sekolah sukup baik, dan komunikasi

kepala sekolah dengan para guru juga berlangsung dengan baik.

Tidak kalah penting adalah peraturan dan tata tertib sekolah yang mempengaruhi

disiplin guru. Disiplin guru dan tata tertib sekolah merupakan dua hal yang saling terkait.

Artinya disiplin guru tidak akan tercapai bila tidak ada peraturan atau ketentuan-ketentuan

yang mengikat, sehingga menyebabkan guru untuk berbuat semaunya sendiri yang

mengarah terciptanya sekolah yang tidak teratur/tertib. Tata tertib yang ada di SDN

Banjarsari sudah cukup baik dan tercatat dan ditempatkan di posisi yang mudah dilihat.

Hasil uji menunjukkan pengaruh yang signifikan disiplin guru terhadap prestasi belajar

siswa.

Ketika belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarkannya merupakan faktor yang

paling penting pula. Bagaimana sikap dan kepribadiannya guru, disiplinnya, tinggi

rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan

pengetahuan kepada anak didiknya, turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat

dicapai oleh siswa.

Kesimpulan

1. Disiplin guru di SDN Banjarsari Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik sebagian besar

baik.

2. Terdapat pengaruh positif disiplin guru terhadap prestasi belajar siswa di SDN

Banjarsari Kecamatan Cerme Kabupaten Gresik.

Saran-saran

1. Para guru diharapkan agar dapat menjalankan tugas dengan penuh rasa tanggung

jawab, disiplin, jujur, dan penuh didekasi, karena dengan sikap-sikap tersebut sangat

membantu dalam tercapainya prestasi belajar siswa.

2. Para guru hendaknya juga lebih memperhatikan kehadiran, persiapan mengajar dan

proses kegiatan belajar mengajar.

42

Page 43: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

3. Bagi kepala sekolah dapat memberi motivasi agar para guru lebih disiplin dengan

memberi stimulus yang proporsional.

DAFTAR PUSTAKA

Ametembun, Drs.M.A, “Supervisi Pendidikan”, Penerbit IKIP Bandung, 1975

Ametembun, Drs.M.A, “Manajemen Kelas”, Terbitan Ketiga Penerbit IKIP Bandung,

1981

Hendyat Sutopo, Dr., “Ikhtiar Teknik Penilaian Pendidikan”, Penerbit IKIP Bandung,

1984

Ismed Syarif, Drs dan Nawas Riza, Drs., “Administrasi Pendidikan Dasar”, Penerbit

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976

M. Ngalim Purwanto, Drs.M.P., “Pyskologi Pendidikan”, Penerbit PT. Rosda Karya

Bandung 1990

M. Dimyati Mahmud, “Psykologi Pendidikan”, Suatu Pendekatan Terapan Edisi I Fakultas

Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta

43

Page 44: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Sutrisno Hadi, Prof. Dr. M.A., “Metodologi Reseach”, Jilid II Penerbit FKP IKIP

Yogyakarta 1967

Suhertin, Drs. Dan Nata Her, Drs “Supervisi Pendidikan”, Dalam Rangka Program

Insenvice Education, Penerbit IKIP Malang 1971

S. Nasution, Prof.Dr.M.A “Didaktik dan Azas-Azas Kurikulum”, Penerbit Jemara Bandung

1989

Westy Sumanto, Drs dan Hendyat Sutopo “Kepemimpinan Pendidikan”, Peberbit Usaha

Nasional Surabaya 1982

Subari, Drs “Supervisi Pendidikan”, Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar Penerbit

Bumi Aksara Jakarta 1994

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan “Buku II Petunjuk Administrasi Sekolah Dasar”,

tahun 1989

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah Jawa Timur “Media Pendidikan”,

Nomor 3 Edisi Mei 1991

44

Page 45: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia “Kamus

Besar Bahasa Indonesia”, Penerbit Balai Pustaka 1989

TAP MPR No. II/MPR/1993 “Garis-Garis Besar Haluan” Negara 1993-1998, Penerbit

Bina Pustaka Surabaya 1989

45

Page 46: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

46

Page 47: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

TELAAH KRITIS PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

(EDUCATION FOR ALL)

DALAM KONTEKS MANAJEMEN PENDIDIKAN

Soesetijo *)

Abstrak: pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia (SDM). Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak setiap

warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pengajaran. Indonesia juga merupakan

salah satu Negara yang menan-datangani “Education for All”. Oleh karena itu,

Indonesia mencanang-kan Wajib Belajar 6 tahun pada tahun 1984 dan Wajib

Belajar 9 tahun pada tahun 1994. Hakikat dari “Pendidikan untuk Semua dan

Semua un-tuk Pendidikan” adalah mengupayakan agar setiap warga Negara dapat

memenuhi haknya. Untuk mewujudkan program PUS (Pendidikan Untuk Semua)

tersebut, semua komponen bangsa, baik pemerintah, swasta, lembaga-lembaga

sosial kemasyarakatan, maupun warganegara secara individual, secara bersama-

sama atau sendiri-sendiri, berkomitmen untuk barpartisipasi aktif dalam

menyukseskan pendidikan untuk semua. Agar program PUS dapat memenuhi target

ca-paian sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dikelola secara profe-sional.

Dalam konteks menejemen pendidikan, secara struktural penge-lolaan PUS perlu

ada kosistensi dan komitmen yang sama dalam pelak-sanaannya, terutama dalam

penerapannya di lembaga-lembaga pendidikan yang terkait.

Kata-kata kunci: telaah kritis, pendidikan untuk semua, manajemen

pendidikan.

47

*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik

Page 48: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Manusia membutuhkan

pendidikan dalam kehidupannya.

Pendidikan merupakan usaha agar

manusia dapat mengembangkan potensi

dirinya melalui proses pembelajaran

dan/atau cara lain yang dikenal dan

diakui oleh masyarakat. Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan

bahwa setiap warga Negara berhak

mendapat pendidikan, dan ayat (3)

menegaskan bahwa Pemerin-tah

mengusahakan dan menyelenggarakan

satu sistem pendidikan nasional yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan

serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa yang

diatur dengan undang-undang. Untuk

itu, seluruh komponen bangsa wajib

mencerdaskan kehidupan bangsa yang

merupakan salah satu tujuan negara

Indonesia. Indonesia merupakan salah

satu Negara yang menandatangi deklarasi

“Education for All”. Berkaitan dengan

deklarasi ini dan sekaligus juga sebagai

wujud keseriusan Indonesia

mensukseskannya, maka Indonesia telah

mencanangkan Wajib Belajar 6 Tahun

pada tahun 1984 dan 10 tahun berikutnya,

yaitu pada tahun 1994, Indonesia

mencanangkan Wajib Belajar 9 Tahun.

Melalui Wajib Belajar 6 Tahun

diharapkan anak-anak usia Sekolah

Dasar (7-12 tahun) dapat menikmati

layanan pendidikan Sekolah Dasar (SD).

Artinya, anak-anak usia SD dapat

menyelesaikan pendidikan SD. Demikian

juga halnya melalui pencanangan Wajib

Belajar 9 Tahun diharapkan anak-anak

usia SMP (13-15 tahun) dapat

menyelesaikan pendidikan SMP.

Dalam lingkungan masyarakat

Indonesia yang pluralistis di mana setiap

anak yang mengalami berbagai jenis

kebudayaan diharapkan belajar

beradaptasi terhadap kebudayaan utama

Indonesia (mainstream culture), upaya

pendekatan belajar bagi setiap anak harus

lebih banyak dikaji secara mendalam

sesuai dengan perkembangan dan

tuntutan zaman dan sesuai dengan

kebutuhan perkembangan anak

(Developmentally Appropriate Practice,

DAP). Sejak kemerdekaan bangsa ini

maka telah disebutkan dalam UUD 1945

pasal 31 ayat 1 bahwa setiap anak

Indonesia berhak untuk belajar. UUD ini

dilandasi oleh filsafat yang serasi dengan

hak asasi manusia yang menjaga

kedaulatan manusia yang memiliki hak

untuk belajar.

48

Page 49: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Berbagai program yang diarahkan

untuk mendukung keberhasilan

pelaksanaan Wajib Belajar 6 Tahun dan 9

Tahun telah dilaksanakan secara

terencana dan bertahap. Berkaitan dengan

hal ini, satu hal yang menjadi

keprihatinan di berbagai Negara adalah

mengenai anak-anak yang karena satu

dan lain hal terpaksa tidak dapat

menyelesaikan pendidikan SD, sehingga

mereka ini menjadi warga Negara yang

buta aksara. Demikian juga dengan anak-

anak yang terpaksa tidak dapat

menyelesaikan pendidikan SMP, maka

mereka akan cenderung masuk ke dalam

kelompok tenaga kerja kasar.

Konsep Pendidikan untuk Semua (PUS)

Hakekat dari “Pendidikan untuk

Semua dan Semua untuk Pendidikan”

adalah mengupayakan agar setiap warga

Negara dapat memenuhi haknya, yaitu

setidak-tidaknya untuk mendapatkan

layanan pendidikan dasar (Wajib Belajar

9 Tahun). Untuk dapat mewujudkan

“Pendidikan untuk Semua dan Semua

untuk Pendidikan”, semua komponen

bangsa, baik pemerintah, swasta,

lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan,

maupun warga Negara secara individual,

secara bersama-sama atau sendiri-sendiri,

berkomitmen untuk berpartisipasi aktif

dalam menyukseskan “Pendidikan untuk

Semua dan Semua untuk Pendidikan”

sesuai dengan potensi dan kapasitas

masing-masing.

Sebagai unit organisasi terkecil,

orang tua dari setiap keluarga tergugah

dan ter-panggil untuk setidak-tidaknya

membimbing dan membelajarkan anak-

anaknya, baik melalui pendidikan formal

persekolahan, lembaga pendidikan non-

formal, maupun melalui lembaga

pendidikan informal. Mengirimkan anak

untuk belajar melalui lembaga

pendidikan sekolah sudah jelas yaitu

mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK)

sampai dengan pendidikan tinggi.

Apabila karena satu dan lain hal,

seorang anak tidak memungkinkan untuk

mengikuti pendidikan persekolahan,

maka orang tua dapat mengirimkan

anaknya untuk mengikuti kegiatan

pembelajaran pada pendidikan non-

formal, seperti Paket A setara SD, Paket

B setara SMP, dan Paket C setara SMA.

Seandainya seorang anak tidak

memungkinkan juga mengikuti

pendidikan melalui pendidikan formal

dan non-formal, maka masih ada model

pendidikan alternatif yang dapat

ditempuh, yaitu “Sekolah di Rumah”

(Home Schooling). Dalam kaitan ini,

orang tua dapat mengidentifikasi

49

Page 50: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan

atau unit-unit pendidikan prakarsa

anggota masyarakat yang

menyelenggarakan Sekolah di Rumah”

dan kemudian mengirimkan anaknya

untuk mengikuti pendidikan di lembaga

atau unit pendidikan tersebut. Atau, orang

tua sendiri dengan latar belakang

pendidikan dan pengetahuan yang

dimiliki, dapat membimbing dan

membelajarkan anak-anaknya sehingga

pada akhirnya sang anak dapat mengikuti

ujian persamaan (Upers), baik pada

satuan pendidikan SD, SMP atau SMA.

Pendidikan untuk Semua (PUS)

Pada tanggal 5-9 Maret 1990 di

Jomtien, Thailand , 115 negara dam 150

organi-sasi saling bertemu dan

mengadakan Konferensi Dunia

membahas Education for All (EFA) atau

Pendidikan Untuk Semua (PUS). Dalam

rangka mewujudkan tujuan terse-but,

perlu koalisi yang luas dari pemerintah

nasional, masyarakat sipil kelompok, dan

lembaga pembangunan seperti UNESCO

dan Bank Dunia. Mereka berkomitmen

untuk mencapai enam tujuan pendidikan

yaitu :

1. Memperluas dan meningkatkan

perawatan anak usia dini yang

komprehensif dan pendidikan,

terutama bagi yang paling rentan

dan anak-anak yang kurang

beruntung.

2. Memastikan bahwa pada 2015

semua anak, khususnya anak

perempuan, yang dalam keadaan

sulit, dan mereka yang termasuk

etnik minoritas, memiliki akses

lengkap dan bebas ke wajib

pendidikan dasar yang berkualitas

baik.

3. Memastikan bahwa kebutuhan

belajar semua pemuda dan

dewasa dipenuhi me-lalui akses

adil untuk pembelajaran yang

tepat dan program keterampilan

hidup.

4. Mencapai 50% peningkatan

dalam keaksaraan orang dewasa

pada tahun 2015, khususnya bagi

perempuan, dan akses ke

pendidikan dasar dan pendidikan

ber-kelanjutan bagi semua orang

dewasa secara adil.

5. Menghilangkan perbedaan gender

pada pendidikan dasar dan

menengah pada tahun 2005, dan

mencapai kesetaraan gender

dalam pendidikan dengan 2015,

dengan fokus pada perempuan

bahwa mereka dipastikan

mendapat akses penuh dan sama

50

Page 51: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

ke dalam pendidikan dasar

dengan kualitas yang baik.

6. Meningkatkan semua aspek

kualitas pendidikan dan menjamin

semua, sehingga diakui dan

diukur hasil pembelajaran yang

dicapai oleh semua, khususnya

dalam keaksaraan, berhitung dan

kecakapan hidup yang esensial.

Setelah satu dekade, karena

lambatnya kemajuan dan banyaknya

Negara yang jauh dari keharusan untuk

mencapai tujuan tersebut, masyarakat

internasonal menegas-kan kembali

komitmennya terhadap Pendidikan Untuk

Semua di Dakar, Senegal, pada 26-28

April 2000 dan sekali lagi pada bulan

September tahun itu. Pada pertemuan

terakhir, 189 negara dan mitra mereka

mengadopsi dua dari delapan tujuan

Pendidikan Untuk Semua yang dikenal

dengan nama Millenium Development

Goals (MDG) yaitu MDG 2 mengenai

pendidikan dasar dan universal serta

MDG 3 mengenai kesetaraan jender

dalam pendidikan pada tahun 2015.

Indonesia, sebagai anggota

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) turut

menyepa-kati komitmen dunia untuk

menyelenggarakan program Education

for All (EFA) atau Pendidikan untuk

Semua (PUS). Komitmen dunia itu telah

dikumandangkan pada kon-ferensi dunia

di Jomtien, Thailand, pada tahun 1990.

Namun baru dideklarasikan seba-gai

sebuah gerakan dunia pada pertemuan di

Dakar, Senegal, pada 26-28 April 2000.

The Dakar Framework for Action

berisikan enam tujuan utama: 1)

memperluas pendi-dikan untuk anak usia

dini; 2) menuntaskan wajib belajar untuk

semu (2015); 3) mengembangkan proses

pembelajaran/keahlian untuk orang muda

dan dewasa; 4) me-ningkatnya 50%

orang dewasa yang melek huruf (2015)

khususnya perempuan; 5) me-ningkatkan

mutu pendidikan; dan (6) menghapuskan

kesenjangan gender.

Target pencapaian EFA pada

2015 itu kemudian disepakati untuk

dipercepat. Komitmen mempercepat

target EFA digaungkan E-9 Ministerial

Review Meeting on Educationfor All atau

para menteri pendidikan dari Sembilan

Negara berpenduduk terbesar dunia, pada

pertemuan di Denpasar, Bali, 12 Maret

2008. Anggota E-9 adalah Negara dengan

jumlah penduduk sekitar 60% populasi

dunia. Selain Indonesia, anggota E-9

adalah Bangladesh, Brazil, Cina, Mesir,

India, Meksiko, Nigeria, dan Pakistan.

Indonesia merasa berkepentingan

menandatangani konvensi tersebut untuk

memperkuat komitmen bersama sebagai

51

Page 52: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

bangsa dalam memenuhi hak-hak setiap

anak memperoleh pendidikan. Upaya

mencapai target EFA merupakan bagian

dari upaya pembangunan pendidikan

nasional secara keseluruhan. Sudah

banyak yang dapat dica-pai dalam

pembangunan pendidikan sejak

kemerdekaan. Tapi juga besar pekerjaan

ru-mah dan tantagan era sekarang dalam

rangka menghasilkan sumber daya

manusia yang unggul untuk

pembangunan.

Kaitannya dengan Kerangka Aksi

Dakar Pendidikan untuk Semua, seluruh

war-ga yang menandatangani deklarasi

termasuk Indonesia, berupaya memegang

komitmen memperluas dan memperbaiki

pendidikan. Indonesia telah menyusun

Rencana Aksi Nasional Pendidikan

Untuk Semua (RAN-PUS), yang

dijabarkan ke dalam Rancangan Aksi

Daerah Pendidikan Untuk Semua (RAD-

PUS) pada semua provinsi dan sebagian

besar kabupaten/kota.

Sebagian dari komitmen

menjalankan Pendidikan untuk Semua,

pemerintah mencanangkan penuntasan

program Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 Tahun. Wajar Dikdas 9 Tahun

mencakup jenjang pendidikan

SD/MI/pendidikan setara dan SMP/MTs/

pendidikan setara. Program ini secara

resmi dicanangkan Presiden Soeharto

pada tanggal 2 Mei 1994. Saat itu,

Presiden Soeharto menargetkan program

tersebut tuntas pada tahun 2004, dengan

indikator utama berupa angka partisipasi

kasar (APK) SMP/ MTs/pendidikan

setara minimal 95%. Pada tahun 2004,

Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI

sebesar 94,12% dan Angka Partisipasi

Kasar (APK) SMP/MTs 81,22%. Han-

taman krisis ekonomi yang merangsek

sejak akhir tahun 1997 itu, membuat

target dire-visi menjadi akhir tahun 2008.

Keputusan menjadwal ulang itu

dilakukan pada tahun 2000, saat

Abdurrahman Wahib menjadi Presiden

RI.

Landasan Pendidikan Untuk Semua di

Indonesia

Landasan yuridis pelaksanaan

pendidikan untuk semua atau education

for all di Indonesia didasari oleh

beberapa hal, diantaranya adalah:

1. UUD 1945 (amandemen) pasal 31

ayat 1 : “setiap warga Negara berhak

mendapat pendidikan.”

2. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Sisdiknas) :

a) Kewajiban bagi orangtua untuk

memberikan pendidikan dasar

bagi anaknya (pasal 7 ayat 2)

52

Page 53: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

b) Kewajiban bagi masyarakat

memberikan dukungan sumber

daya dalam penyelenggaraan

pendidikan (pasal 9)

c) Pendanaan pendidikan menjadi

tanggung jawab bersama

pemerintah, pemerintah daerah,

dan masyarakat (pasal 46 ayat 1).

Kebijakan Pendidikan di Indonesia

Bangsa yang maju adalah bangsa

yang memperlihatkan pendidikan dalam

pembangunannya. Karena pendidikan

merupakan proses

Proses pendidikan merupakan

upaya sadar manusia yang tidak pernah

ada hentinya. Sebab, jika manusia

berhenti melakukan pendidikan, sulit

dibayangkan apa yang akan terjadi pada

sistem peradaban dan budaya (Suyanto,

2006) manusia. Dengan ilustrasi ini,

maka baik pemerintah maupun

masyarakat berupaya untuk melakukan

pendidikan dengan standar kualitas yang

diinginkan untuk memberdayakan

manusia. “Sistem pendidikan yang

dibangun harus disesuaikan dengan

tuntutan zamannya, agar pendidikan

dapat menghasilkan outcome yang

relevan dengan tuntutan zaman

(Suyanto, 2006).

Indonesia, telah memiliki sebuah

sistem pendidikan dan telah dikokohkan

dengan UU No. 20 tahun 2003.

Pembangunan pendidikan di Indonesia

sekurang-kurangnya menggunakan

empat strategi dasar, yakni; pertama,

pemerataan kesempatan untuk

memperoleh pendidikan, kedua,

relevansi pendidikan, ketiga,

peningkatan kualiutas pendidikan, dan

keempat, efesiensi pendidikan. Secara

umum strategi itu dapat dibagi menjadi

dua dimensi yakni peningkatan mutu

dan pemerataan pendidikan.

Pembangunan peningkatan mutu

diharapkan dapat meningkatkan

efisiensi, efektivitas dan produktivitas

pendidikan. Sedangkan kebijkan

pemerataan pendidikan diharapkan

dapat memberikan kesempatan yang

sama dalam memperoleh pendidikan

bagi semua usia sekolah (Nana Fatah

Natsir, dalam Hujair AH. Sanaky,

2003). Dari sini, pendidikan dipandang

sebagai katalisator yang dapat

menunjang faktor-faktor lain. Artinya,

pendidikan sebagai upaya

pengembangan sumberdaya manusia

(SDM) menjadi semakin penting dalam

pembangunan suatu bangsa.

Untuk menjamin kesempatan

memperoleh pendidikan yang merata

53

Page 54: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

disemua kelompok strata dan wilayah

tanah air sesuai dengan kebutuhan dan

tingkat perkembangannya perlu strategi

dan kebijakan pendidikan, yaitu : (a)

menyelenggarakan pendidikan yang

relevan dan bermutu sesuai dengan

kebutuhan masyarakat Indonesia dalam

menghadapi tantangan global, (b)

menyelenggarakan pendidikan yang dapat

dipertanggungjawabkan (accountasle)

kepada masyarakat sebagai pemilik

sumberdaya dan dana serta pengguna

hasil pendidikan, (c) menyelenggarakan

proses pendidikan yang demokratis secara

profesional sehingga tidak mengorbankan

mutu pendidikan, (d) meningkatkan

efisiensi internal dan eksternal pada

semua jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan, (e) memberi peluang yang

luas dan meningkatkan kemampuan

masyarakat, sehingga terjadi diversifikasi

program pendidikan sesuai dengan sifat

multikultural bangsa Indonesia, (f) secara

bertahap mengurangi peran pemerintah

menuju ke peran fasilitator dalam

implementasi sistem pendidikan, (g)

Merampingkan birokrasi pendidikan

sehingga lebih lentur (fleksibel) untuk

melakukan penyesuaian terhadap

dinamika perkembangan masyarakat

dalam lingkungan global (Kelompok

Kerja Pengkajian, dalam Hujair AH.

Sanaky, 2003).

Empat strategi dasar kebijakan

pendidikan yang dikemukakan di atas

cukup ideal. Tetapi Muchtar Bukhori,

seorang pakar pendidikan Indonesia,

menilai bahwa kebijakan pendidikan

kita tak pernah jelas. Pendidikan kita

hanya melanjutkan pendidikan yang

elite dengan kurikulum yang elitis yang

hanya dapat ditangkap oleh 30 % anak

didik”, sedangkan 70% lainnya tidak

bisa mengikuti (Kompas, 4 September

2004). Dengan demikian, tuntutan

peningkatan kualitas pendidikan,

relevansi pendidikan, efesiensi

pendidikan, dan pemerataan

kesempatan untuk memperoleh

pendidikan, belum terjawab dalam

kebijakan pendidikan kita. Kondisi ini

semakin mempersulit mewujudkan

pendidikan yang egalitarian dan SDM

yang semakin merata di berbagai daerah.

Proses menuju perubahan sistem

pendidikan nasional banyak menuai

kendala serius. Apalagi ketika

membicarakan konteks pendidikan

nasional sebagai bagian dari pergumulan

ideologi dan politik penguasa. Problem-

problem yang dihadapi seringkali

berkaitan dengan kebijakan-kebijakan

(policies) yang sangat strategis. Maka,

54

Page 55: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

dalam konteks kebijakan pendidikan

nasional, menurut Suyanto, banyak

pakar dan praktisi pendidikan

mengkritisi pemerintah, dianggap tidak

memiliki komitmen yang kuat untuk

membenahi sistem pendidikan

nasional”.(Suyanto,2006). Artinya,

kebijakan-kebijakan pendidikan kita,

kurang menggambarkan rumusan-

rumusan permasalahan dan “prioritas”

yang ingin dicapai dalam jangka waktu

tertentu. Hal ini, “terutama berkaitan

dengan anggaran pendidikan nasional

yang semestinya sebesar minimal 20%,

daimbil dari APBN dan APBD (pasal 31

ayat 4 UUD Amandemen keempat).

Tetapi, sampai sekarang kebijakan

strategi belum dapat diwujudkan

sepenuhnya, pendidikan nasional masih

menyisihkan kegetiran-kegetiran bagi

rakyat kecil yang tidak mampu

mengecap pendidikan di sekolah”

(Suyanto, 2006).

Pasca Reformasi tahun 1998,

memang ada perubahan fundamental

dalam sistem pendidikan nasional.

Perubahan sistem pendidikan tersebut

mengikuti perubahan sistem pemerintah

yang sentralistik menuju desentralistik

atau yang lebih dikenal dengan otonomi

pendidikan dan kebijakan otonomi

nasional itu mempengaruhi sistem

pendidikan kita (Suyanto, 2006). Sistem

pendidikan kita pun menyesuaikan

dengan model otonomi. Kebijakan

otonomi di bidang pendidikan (otonomi

pendidikan) kemudian banyak

membawa harapan akan perbaikan

sistem pendidikan kita. Kebijakan

tersebut masih sangat baru, maka sudah

barang tertentu banyak kendala yang

masih belum terselesaikan.

Otonomi yang didasarkan pada

UU No. 22 tahun 1999, yaitu

memutuskan suatu keputusan dan atau

kebijakan secara mandiri. Otonomi

sangat erat kaitanya dengan

desentralisasi. Dengan dasar ini, maka

otonomi yang ideal dapat tumbuh dalam

suasana bebas, demokratis, rasional dan

sudah barang tentu dalam kalangan

insan-insan yang “berkualitas”. Oleh

karena itu, rekonstruksi dan reformasi

dalam Sistem Pendidikan Nasional dan

Regional, yang tertuang dalam GBHN

1999, juga telah dirumuskan misi

pendidikan nasional kita, yaitu

mewujudkan sistem dan iklim

pendidikan nasional yang demokratis

dan bermutu, guna memperteguh akhlak

mulia, kreatif, inovatif, berwawasan

kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin,

bertanggung jawab, berketerampilan

serta menguasai iptek dalam rangka

55

Page 56: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

mengembangkan kualitas manusia

Indonesia. (Soedjiarto,1999).

Untuk mewujudkan misi tersebut

mesti diterapkan arah kebijakan sebagai

berikut, yaitu : (1) perluasan dan

pemerataan pendidikan, (2)

meningkatkan kemampuan akademik

dan profesionalitas serta kesejahteraan

tenaga kependidikan, (3) melakukan

pembaharuan dalam sistem pendidikan

nasional termasuk dalam bidang

kurikulum, (4) memberdayakan lembaga

pendidikan formal dan PLS secara luas,

(5) dalam realisasi pembaharuan

pendidikan nasional mesti berdasarkan

prinsip desentralisasi, otonomi

keilmuan, dan manajemen, (6)

meningkatkan kualitas lembaga

pendidikan yang dikembangkan oleh

berbagai pihak secara efektif dan efisien

terutama dalam pengembangan iptek,

seni dan budaya sehingga

membangkitkan semangat yang pro-

aktif, kreatif, dan selalu reaktif dalam

seluruh komponen bangsa. (Soedjiarto,

1999).

Beberapa kalangan pakar dan

praktisi pendidikan, mencermati

kebijakan otonomi pendidikan sering

dipahami sebagai indikasi kearah

“liberalisasi” atau lebih parah lagi

dikatakan sebagai indikasi kearah

“komersialisasi pendidikan”. Hal ini,

menurut Suyanto, semakin dikuatkan

dengan terbentuknya Badan Hukum

Pendidikan (BHP) yang oleh beberapa

pengamat dianggap sebagai

pengejawantahan dari sistem yang

mengarah pada “liberalisasi pendidikan”

(Suyanto, 2006).

Persoalan sekarang, apakah sistem

pendidikan yang ada saat ini telah

efektif untuk mendidik bangsa Indonesia

menjadi bangsa yang modern, memiliki

kemampuan daya saing yang tinggi di

tengah-tengah bangsa lain? Jawabannya

tentu belum. Menurut Suyanto,

berbicara kemampuan, kita sebagai

bangsa nampaknya belum sepenuhnya

siap benar menghadapi tantangan

persaingan (Suyanto, 2006). Sementara,

disatu sisi, bidang pendidikan kita

menjadi tumpuan harapan bagi

peningkatan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) Indonesia. Tetapi disisi

lain, sistem pendidikan kita masih

melahirkan mismatch terhadap tuntutan

dunia kerja, baik secara nasional

maupun regional. (Suyanto, 2006).

Berbagai problem fundamental

yang dihadapi pendidikan nasional saat

ini, yang tercermin dalam “realitas”

pendidikan yang kita jalan. Seperti

persoalan anggaran pendidikan,

56

Page 57: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

kurikulum, strategi pembelajaran, dan

persoalan output pendidikan kita yang

masih sangat rendah kualitasnya.

Problem-problem pendidikan yang

bersifat metodik dan strategik yang

membuahkan output yang sangat

memprihatinkan. Output, pendidikan

kita memiliki mental yang selalu

tergantung kepada orang lain. Output

pendidikan kita tidak memiliki mental

yang bersifat mandiri, karena memang

tidak kritis dan kreatif. Akhirnya, output

yang pernah mengenyam pendidikan,

malah menjadi “pengangguran

terselubung”. Ini artinya, setiap

tahunnya, pendidikan nasional kita

memproduksi pengangguran

terselubung. Mereka itu, adalah korban

dari ketidakberesan sistem pendidikan

kita yang masing sedang merangka

berbenah. Mungkin saja, kita sebagai

insan yang berpendidikan, tentu saja

terus atau banyakan berharap akan

datangnya perubahan “fundamental”

terhadap sistem pendidikan (Suyanto,

2006) di Indonesia.

Posisi Indonesia dalam PUS

Indonesia merupakan salah satu

Negara yang menandatangani deklarasi

“Education for All.” Berkaitan dengan

deklarasi ini dan sekaligus juga sebagai

wujud keseriusan Indonesia

mensukseskannya, maka Indonesia telah

mencnangkan Wajib Belajar 9 Tahun

pada tahun 1984 dan 10 tahun berikutnya,

yaitu pada tahun 1994, Indonesia

mencanangkan Sekolah Dasar (7-12

tahun) dapat menikmati layanan

pendidikan Sekolah Dasar (SD). Artinya,

anak-anak usia SD dapat menyelesaikan

pendidikan SD. Demikian juga halnya

melalui pencanangan Wajib Belajar 9

Tahun diharapkan anak-anak usia SMP

(13-15 Tahun) dapat menyelesaikan

penddikan SMP.

Jalal dan Supriadi (2001)

mengemukakan meskipun strategi

perluasan dan pemerataan kesempatan

pendidikan terfokus kepada program

wajib belajar pendidikan dasar sembilan

tahun, jenis dan jenjang pendidikan

lainnya yang tercakup. Indikator-

indikator keberhasilannya adalah: (a)

mayoritas penduduk berpendidikan

minimal SMP dan partisipasi pendidikan

meningkat yang ditunjukkan dengan

APK-SD 15%, APK SMP mencapai

80%, APK SLTA mencapai 47%, dan

APK PT sebesar 12% dengan perluasan

terkendali untuk bidang-bidang unggulan

dan teknologi, (b) meningkatnya budaya

belajar di kalangan masyarakat yang

ditunjukkan antara lain dengan

57

Page 58: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

meningkatnya peserta program

pendidikan berkelanjutan seperti kursus-

kursus, program pendidikan masyarakat,

meningkatnya penduduk melek huruf

hingga mencapai 88% pada tahun 2005;

(c) meningkatnya proporsi penduduk

kurang beruntung yang memperoleh

kesempatan pendidikan.

Kebijakan program yang harus

dilakukan adalah:

1. Memperluas kesempatan pendidikan

dengan prioritas pada pendidikan

dasar;

2. Meningkatkan layanan pendidikan

kepada kelompok yang kurang

beruntng, termasuk kaum perempuan;

3. Mengembangkan layanan pendidikan

alternatif tanpa mengorbankan mutu

program;

4. Menetapkan standar kompetensi

minimal keluaran pendidikan;

5. Melanjutkan program PMTAS secara

terseleksi dan terkendali bagi yang

benar-benar memerlukan;

6. Melanjutkan program beasiswa bagi

kalangan anak-anak miskin;

7. Meningkatkan anggaran pemerintah

untuk pendidikan secara bertahap dan

terencana; dan

8. Meningkatkan partisipasi keluarga

dan masyarakat dalam membiayai

pendidikan.

Sebagai wujud komitmen

pemerintah terhadap pentingnya program

Pendidikan Untuk Semua (Education for

All/EFA), Kementerian Pendidikan

Nasional menggelar sejumlah kegiatan

melalui Pekan Aksi Global Pendidikan

Untuk Semua 2010. Tema aksi tahun ini

adalah “Pembiayaan Pendidikan Bermutu

Hak untuk Semua”. Aksi ini yang

dipusatkan di tiga kota, yaitu di Jakarta,

Bandung, dan Makasar pada 19-25 April

2010.

Menurut Ela Yulaciawati (2010),

aspek pembiayaan dalam program

Pendidikan untuk Semua cukup

problematik. Sejumlah pertanyaan

muncul menyangkut aspek pembiaya-

annya, terutama mengenai standar biaya

pendidikan bermutu untuk semua orang.

Berapa biaya untuk pendidikan anak-

anak yang terpinggirkan (marjinal).

Kemudian, apakah pembiayaan itu akan

bermanfaat atau malah mubazir? Untuk

mendidik anak-anak yang marjinal,

pemerintah tidak cukup hanya

memikirkan aspek pendidikannya saja,

melainkan juga memikirkan aspek

kebutuhan dasar mereka.

Dikemukakan lebih lanjut oleh

Ela (2010) tidak semua program

pendidikan yang diberikan bagi

kelompok marjinal dapat menghasilkan

58

Page 59: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

produk pendidikan seperti yang

diharapkan. Kegiatan lain dari pecan

aksiglobal program Pendidikan untuk

Semua adalah workshop layanan

pendidikan bagi para orang lanjut usia.

Masih menurut Ela (2010) orang berusia

lanjut umumnya tidak bisia mandiri, oleh

karena itu perlu ada materi pendidikan

kecakapan hidup. Pendidikan ini

bertujuan mempersiapkan orang-orang

menjelang usia lanjut agar bisa hidup

mandiri dan sehat pada saat mereka telah

berusia lanjut. Jika mereka bisa mandiri

dan sehat di usia senja, maka biaya hidup

me-reka akan bisa lebih ditekan. Jadi

arahnya untuk efisiensi bagi Negara.

Dalam waktu yang bersamaan

juga diselenggarakan kegiatan workshop

layanan pendidikan bagi anak-anak

terpinggirkan, yaitu keluarga korban

eksploitasi seksual anak (ESA), anak

perempuan jalanan, dan anak dari para

pekerja rumah tangga. Seluruh rangkaian

acara tersebut merupakan bagian dari

kampanye tahunan dunia yang dise-

lenggarakan Kampanye Global

Campaign for Education, sebuah koalisi

internasional organisasi nonpemerintah

dan serikat guru.(http://bataviase.co.id,

diakses tanggal 16 September 2010).

Identifikasi Kendala-kendala

Implementasi Progeram PUS

Dalam implementasi PUS di

Indonesia tidak berjalan mulus, banyak

kendala yang ditemui di lapangan. Dari

sisi structural birokrasi di Kementerian

Pendidikan Nasional (2007) masih dirasa

perlu dioptimalkan masalah peningkatan

kinerja, peningkatan kerjasama,

koordinasi dan komunikasi dengan

berbagai instansi dan unit kerja terkait,

baik di pusat maupun di daerah.

Disamping itu masalah lainnya adalah

menyesuaikan jadwal sesuai target,

memberdayakan dan mengoptimalkan

tenaga yang tersedia melalui

pembentukan tim kerja sebagai wujud

koordinasi fungsional, dan

mengoptimakan sarana dan fasilitas yang

ada.

Temuan lainnya, dapat

diidentifikasi dari riset yang dilakukan

oleh Choiri (2006) dalam penelitiannya

yang berjudul ‘Akuntabilitas Kinerja

Dinas Pendidikan Kabupaten Malang

(Studi Kasus tentang Akuntabilitas

Adminitrasi Pelaksana Program Wajib

Belajar Pendidikan Dasar Sembilan

Tahun di Kecamatan Bululawang

Kabupaten Malang). Berdasarkan

penelitiannya, Choiri (2006) memaparkan

hasil penelitiannya sebagai berikut:

59

Page 60: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

alasan perlunya dilakukan akuntabilitas

administrasi oleh Dinas Pendidikan

adalah untuk mempertanggungjawabkan

suatu program/kebijakan baik proses

maupun hasilnya, serta untuk memenuhi

standar criteria yang sudah ditetapkan

oleh pemerintah. Namun dalam

pelaksanaan program wajib belajar

sembilan tahun di kabupaten Malang

terlihat bahwa instansi (sekolah-sekolah)

tidak melaksanakan akuntabilitas

administrasinya. Untuk mengatasi

permasalahan ini Dinas Pendidikan

berupaya untuk mengembangkan

berbagai kebijakan terkait dengan

implementasi Program Wajib Belajar

Sembilan tahun. Namun hal inipun

ternyata tidak membawa perubahan yang

signifikan, sebab dalam pelaksanaannya

masih terdapat berbagai penyimpangan.

Adapun faktor pendukungnya adalah:

tersusunnya kurikulum dengan baik,

koordinasi yang baik diantara pihak-

pihak yang terlibat, serta partisipasi

masyarakat. Sedangkan faktor-faktor

yang menghambat diantaranya: kapasitas

dan kemampuan tenaga pelaksana

rendah, kemampuan dan motivasi tenaga

pelaksana rendah, dukungan dana

operasional rendah, respon orang tua

yang belum maksimal, sikap moral

masyarakat serta lingkungan sosial yang

tidak sehat.

Hasil analisis terhadap

Pelaksanaan Akuntabilitas Administrasi

adalah sebagai berikut: dalam

pelaksanaan program wajib belajar

Sembilan tahun di kabupaten Malang

terlihat bahwa instansi (sekolah-sekolah)

tidak melaksanakan akuntabilitas

administrasinya. Hal ini terlihat misalnya

tidak ada laporan pemberian beasiswa

diberikan. Sekolah-sekolah tidak merasa

perlu memberikan laporan kepada

instansi diatasnya yakni Dinas

Pendidikan Kabupaten Malang. Mereka

justru hampir semua membuat kebijakan

sendiri terkait dengan penyaluran dana

beasiswa yang tidak sesuai dengan

pedoman yang diberikan oleh Dinas

Pendidiikan. Dilihat dari perspektif empat

jenis Akuntabilitas, belum satupun jenis

akuntabilitas yang dapat dipenuhi sesuai

standar oleh Dinas Pendidikan Kabupaten

Malang, sehingga hal ini perlu

mendapatkan perhatian dari berbagai

pihak yang terlibat. Sedangkan faktor

pendukung maupun penghambat lebih

merupakan faktor-faktor yang

memberikan penekanan. Semuanya justru

berada di tangan pada penyelenggara

akuntabilitas sendiri, bagaimana mereka-

60

Page 61: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

mereka bisa mengelola potensi maupun

tantangan yang dihadapinya.

Sementara itu, diprediksikan

pendidikan untuk semua (PUS) yang

telah dicanangkan oleh pemerintah

(Kementerian Pendidikan Nasional).

Sebagaimana diekspos dalam harian

Kompas, Rabu, 7 Juli 2010 bahwa target

Pendidikan Untuk Semua ataupun

Education for All, terutama pendidikan

dasar universal, dikhawatirkan tidak

tercapai pada tahun 2015 saat tenggat

Tujuan Pendidikan Milenium. Krisis

ekonomi global menjadi sala satu

hambatan besar pencapaian target

tersebut. Hal ini terungkap dalam

pembukaan 1st General Assembly Forum

of Asia Pasific Parliamentarians for

Education (FASPED) atau Forum

Parlemen untuk Pendidikan Asia Pasifik,

Selasa (6 Juli 2010). Sidang pertama

yang diikuti oleh 26 parlemen dan dua

parlemen diwakili oleh perwakilannya di

Jakarta. Dalam sambutannya, Presiden

FASPED Marzuki Alie mengatakan,

krisis keuangan global pada 2008

merupakan rintangan terbesar untuk

pencapaian tujuan Education for All

(EFA).

Dampak krisis finansial global

telah mengancam akses pendidikan bagi

jutaan anak di seluruh dunia. Saat ini

sekitar 72 juta anak usia sekolah dasar

belum mendapatkan pendidikan dasar.

Kombinasi kemiskinan, lambatnya

pembangunan ekonomi, dan krisis

finansial global akan menggerogoti

pencapaian Negara-negara pada dekade

sebelumnya. Hal tersebut berarti turut

mengganggu target pencapaian Tujuan

Pembangunan Milineum nomor dua,

yang indikatornya antara lain angka

partisipasi dasar angka melek huruf umur

15-25 tahun.

Ancaman tentang melesetnya

pencapaian target terutama terjadi di

Negara berkembang yang sebagian besar

di kawasan Asia Pasifik. Menurut

Education for All Global Monitoring

Report 2010, target EFA tercancam gagal

tercapai di Negara berkembang. Resesi

ekonomi yang terjadi pada tahun 2008

diperkirakan telah menjerumuskan sekitar

90 juta orang ke dalam kemiskinan

ekstrem. Saat ini sebagian Negara yang

terkena dampak sangat besar masih

dalam proses pemulihan dari tingginya

harga pangan yang telah mengakibatkan

175 juta kasus malnutrisi tahun 2007 dan

2008. Pendidikan juga tidak kebal dari

pengaruh-pengaruh tersebut karena hal-

hal itu kemudian rentan dikebelakangan.

Kekhawatiran serupa juga

diungkapkan Director of UNESCO

61

Page 62: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Bangkok Office, Regional Bureau for

Education in The Asia Pasific, Gwang-Jo

Kim. “Kita tetap belum on the track

(dalam jalur) untuk memenuhi target

EFA pada tahun 2015. Akan nada 56 juta

anak di luar sekolah jika kita tidak

melipatgandakan upaya kita, yang

sebagiannya di wilayah Asia Pasifik.”

Ujarnya. Dia mencontohkan, pada tahun

1999 kawasan Asia Timur dan Pasifik

merupakan tempat tinggal 6 juta anak

usia pendidikan dasar yang tidak

bersekolah. Tahun 2007, jumlahnya

meningkat menjadi 9 juta anak.

Sementara sejumlah Negara, terutama

India, mencapai kemajuan sangat baik.

“Waktu yang tersisa tinggal lima tahun

lagi,“ katanya.

Wakil Menteri Pendidikan

Nasional Fasli Jalal mengatakan,

Indonesia masih dalam jalur pencapaian

target EFA. Di tengah krisis ekonomi

dunia, Indonesia tetap memprioritaskan

anggaran pendidikan, bantuan

operasional sekolah guna mengurangi

hambatan biaya anak ke sekolah, buku

pelajaran online, program pendidikan

kesetaraan, dan peningkatan kualifikasi

guru. Ini merupakan beberapa upaya

pemerintah yang terus dilakukan.

Sementara itu anggaran untuk fungsi

pendidikan dalam APBN tahun 2010

telah mencapai sekitar Rp 209,5 triliun.

Marzuki Alie mengatakan, perlu

peran aktif anggota parlemen untuk ikut

aktif dalam proses pembangunan

pendidikan. Di tengah sulitnya ekonomi

dunia dan berbagai tekanan, pemerintah

telah menghadapi berbagai pilihan

kebijakan yang sulit. Parlemen

berkewajiban meminta pemerintah

mengalokasikan dana yang cukup untuk

pendidikan dan memonitor pemerintah

dalam mengimplementasikan tujuan

pembangunan nasional pendidikan.

(KOMPAS, Rabu, 7 Juli 2010).

Kontribusi Pemerintah cq Kementerian

Pendidikan Nasional Indonesia dalam

Program PUS

62

Page 63: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Dalam upayanya mencapai tujuan

“Pendidikan untuk Semua” pada 2015,

peme-rintah Indonesia saat ini

menekankan pelaksanaan program wajib

belajar sembilan tahun bagi seluruh anak

Indonesia usia 6 sampai 15 tahun. Dalam

hal ini, UNICEF dan UNESCO member

dukungan teknis dan dana.

Bersama dengan pemerintah

daerah, masyarakat dan anak-anak di

delapan propinsi di Indonesia, UNICEF

mendukung program Menciptakan

Masyarakat Peduli Pendidikan Anak

(CLCC). Proyek ini berkembang pesat

dari 1.326 sekolah pada tahun 2004

menjadi 1.496 pada tahun 2005. Kondisi

ini membantu 45.454 guru dan

menciptakan lingkungan belajar yang

lebih menantang bagi sekitar 275.078

siswa.

Dalam 20 tahun terakhir

Indonesia telah mengalami kemajuan di

bidang pendidikan dasar. Terbukti rasio

bersih anak usia 7-12 tahun yang

bersekolah mencapai 94 persen.

Meskipun demikian, negeri ini masih

menghadapi masalah pendidikan yang

berkaitan dengan sistem yang tidak

efisien dan kualitas yang rendah.

Terbukti, misalnya, anak yang putus

sekolah diperkirakan masih ada dua juta

anak. Indonesia tetap belum berhasil

memberikan jaminan hak atas pendidikan

bagi semua anak. Apalagi, masih banyak

masalah yang harus dihadapi, seperti

misalnya kualifikasi guru, metode

pengajaran yang efektif, manajemen

sekolah dan keterlibatan masyarakat.

Sebagian besar anak usia 3 sampai 6

tahun kurang mendapat akses aktifitas

pengembangan dan pembelajaran usia

dini terutama anak-anak yang tinggal di

pedalaman dan pedesaan. Anak-anak

Indonesia yang berada di daerah

tertinggal dan terkena konflik sering

harus belajar di bangunan sekolah yang

rusak karena alokasi anggaran dari

pemerintah daerah dan pusat yang tidak

memadai. Metode pengajaran masih

berorientasi pada guru dan anak tidak

diberi kesempatan memahami sendiri.

Metode ini masih mendominasi sekolah-

sekolah di Indonesia. Ditambah lagi,

anak-anak dari golongan ekonomi lemah

tidak termotivasi dari pengalaman

belajarnya di sekolah. Apalagi biaya

pendidikan sudah relatif tak terjangkau

bagi mereka.(UNICEF, 2010).

Indonesia telah mengalami

kemajuan di bidang pendidikan dasar

dalam 20 tahun terakhir ini. Terbukti

rasio bersih anak usia 7-12 tahun yang

bersekolah mencapai 94 persen. Tetapi

63

Page 64: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Indonesia tetap belum berhasil

memberikan jaminan hak atas pendidikan

bagi semua anak. Apalagi, masih banyak

masalah yang harus dihadapi, masalah

tersebut antara lain :

- Anak putus sekolah diperkirakan

masih ada dua juta anak.

- Kualifikasi guru yang masih kurang.

- Metode pengajaran yang tidak efektif.

Yaitu masih beroientasi kepada guru

dan anak didik tidak diberi

kesempatan memahami sendiri.

- Manajemen sekolah yang buruk.

- Kurangnya keterlibatan masyarakat.

- Kurangnya akses pengembangan dan

pembelajaran usia dini bagi sebagian

besar anak usia 3 sampai 6 tahun

terutama anak-anak yang tinggal di

pedalaman dan pedesaan.

- Alokasi anggaran dari pemerintah

daerah dan pusat yang tidak

memadai.

- Biaya pendidikan yang tinggi.

Untuk mencapai Pendidikan

Untuk Semua, pemerintah Indonesia

dibantu oleh UNICEF dan UNESCO

melakukan kegiatan-kegiatan antara lain :

1. Sistem Informasi Pendidikan Berbasis

Masyarakat

UNICEF mendukung langkah-

langkah pemerintah Indonesia untuk

meningkatkan akses pendidikan dasar

melalui Sistem Informasi Pendidikan

Berbasis Masyarakat. Dengan system

ini memungkinkan penelusuran

semua anak usia dibawah 18 tahun

yang tidak bersekolah.

2. Program Wajib Belajar 9 Tahun

Dalam upaya mencapai tujuan

“Pendidikan untuk Semua” pada

2015, pemerintah Indonesia saat ini

menekankan pelaksanaan program

wajib belajar Sembilan tahun bagi

seluruh anak Indonesia usia 6 sampai

15 tahun. Dalam hal ini, UNICEF dan

UNESCO member dukungan teknis

dan dana.

3. Program Menciptakan Masyarakat

Peduli Pendidikan Anak (CLCC)

Bersama dengan pemerintah daerah,

masyarakat dan anak-anak di delapan

propinsi di Indonesia, UNICEF

mendukung program Menciptakan

Masyarakat Peduli Pendidikan Anak

(CLCC). Proyek ini berkembang

pesat dari 1.326 sekolah pada 2004

menjadi 1.496 pada 2005. Kondisi ini

membantu 45.454 guru dan

menciptakan lingkungan belajar yang

lebih menantang bagi sekitar 275.078

siswa.

Di samping itu, yang tidak kalah

pentingnya adalah peran Kepala Sekolah

dan Pengawas Sekolah dalam

64

Page 65: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

menyukseskan program PUS yang

dicanangkan pemerintah. Hal ini

sebagaimana dikemukakan oleh Direktur

Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan

tenaga Kependidikan, Kementerian

Pendidikan Nasional (Dirjen PMPTK

Kemendiknas) Baedhowi yang

mengatakan bahwa peran Kepala Sekolah

dan Pengawas Sekolah juga sangat

penting guna meningkatkan kualitas dan

pelayanan pendidikan saat ini. Apabila

kompetensi Kepala Sekolah baik, maka

hubungan yang signifikan terhadap

peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

Apabila Kepala Sekolahnya baik dan

memiliki kompetensi bagus, maka kepala

sekolah itu diyakini bisa melakukan

pengelolaan sekolah dengan baik pula.

(http://bataviase.co.id, diakses tanggal 16

September 2010).

Simpulan dan Saran

Simpulan

Berdasar pemaparan tersebut di

atas, maka dapatlah disimpulkan sebagai

berikut: (1) hakekat dari “Pendidikan

untuk Semua dan Semua untuk

Pendidikan” adalah mengupayakan agar

setiap warga Negara dapat memenuhi

haknya, yaitu setidak-tidaknya untuk

mendapatkan layanan pendidikan dasar

(Wajib Belajar 9 Tahun); (2) masalah

yang harus dihadapi dalam program PUS,

antara lain: (a) anak putus sekolah

diperkirakan masih ada dua juta anak, (b)

kualifikasi guru yang masih kurang, (c)

metode pengajaran yang tidak efektif itu

masih beroientasi kepada guru dan anak

didik tidak diberi kesempatan memahami

sendiri, (d) manajemen sekolah yang

buruk, (e) kurangnya keterlibatan

masyarakat, (f) kurangnya akses

pengembangan dan pembelajaran usia

dini bagi sebagian besar anak usia 3

sampai 6 tahun terutama anak-anak yang

tinggal di pedalaman dan pedesaan, (g)

alokasi anggaran dari pemerintah daerah

dan pusat yang tidak memadai, dan (h)

biaya pendidikan yang tinggi; (3) untuk

mencapai Pendidikan Untuk Semua,

pemerintah Indonesia dibantu oleh

UNICEF dan UNESCO melakukan

kegiatan-kegiatan antara lain: (a) Sistem

Informasi Pendidikan Berbasis

Masyarakat, (b) Program Wajib Belajar 9

Tahun, dan (c) Program Menciptakan

Masyarakat Peduli Pendidikan Anak

(CLCC); (4) dalam 20 tahun terakhir

Indonesia telah mengalami kemajuan di

bidang pendidikan dasar, terbukti rasio

bersih anak usia 7-12 tahun yang

bersekolah mencapai 94 persen; (5)

pembangunan pendidikan di Indonesia

sekurang-kurangnya menggunakan empat

65

Page 66: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

strategi dasar, yakni; pertama,

pemerataan kesempatan untuk

memperoleh pendidikan, kedua, relevansi

pendidikan, ketiga, peningkatan kualiutas

pendidikan, dan keempat, efesiensi

pendidikan, (6) Indonesia tetap belum

berhasil memberikan jaminan hak atas

pendidikan bagi semua anak; apalagi,

masih banyak masalah yang harus

dihadapi, seperti misalnya kualifikasi

guru, metode pengajaran yang efektif,

manajemen sekolah dan keterlibatan

masyarakat, dan (7) peran Kepala

Sekolah dan Pengawas Sekolah sangat

penting guna meningkatkan kualitas dan

pelayanan pendidikan.

Saran

Berdasarkan butir-butir simpulan di atas,

maka dapatlah dikemukakan saran-saran

sebagai berikut: (1) dari sisi struktural

birokrasi di Kementerian Pendidikan

Nasional masih dirasa perlu dioptimalkan

masalah peningkatan kinerja,

peningkatan kerjasama, koordinasi dan

komunikasi dengan berbagai instansi dan

unit kerja terkait, baik di pusat maupun di

daerah, (2) untuk dapat mewujudkan

program PUS, semua komponen bangsa,

baik pemerintah, swasta, lembaga-

lembaga sosial kemasyarakatan, maupun

warga Negara secara individual, secara

bersama-sama atau sendiri-sendiri,

berkomitmen untuk berpartisipasi aktif

dalam menyukseskan “Pendidikan untuk

Semua dan Semua untuk Pendidikan”

sesuai dengan potensi dan kapasitas

masing-masing; (3) pembangunan

pendidikan makin disadari sebagai sektor

yang strategis untuk menunjang

pembangunan sektor secara keseluruhan,

oleh karena itu pembangunan pendidikan

harus sensitif dan tanggap terhadap

dinamika pembangunan sektor-sektor

lainnya; (4) perlu peran aktif anggota

parlemen untuk ikut aktif dalam proses

pembangunan pendidikan, parlemen

berkewajiban meminta pemerintah

mengalokasikan dana yang cukup untuk

pendidikan dan memonitor pemerintah

dalam mengimplementasikan tujuan

pembangunan nasional pendidikan, dan

(5) pemerintah (Negara) harus

menyiapkan seluruh sarana dan prasarana

dalam rangka menuntaskan pendidikan

Sembilan tahun.

66

Page 67: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

67

Page 68: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

68

Page 69: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN, PROFESIONALISME

DOSEN TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT

Ana Tjindi Rochmawati *)

Abstrak

With the growing world of business led to the need for human resources at

competitive higher. This led to the rapid development of education sector especially

in this case the University. Along with the high demand for education, the number of

service providers are also increasingly competing in obtaining the consumer.

Commitment to quality customer oriented service is a key prerequisite in the success

of the business, particularly in business in services. The quality of educational

services at the college level can not be separated from the professionalism of

teachers, lecturers existence is the main perpetrator as a facilitator in organizing the

lecture. Therefore, quality education services and support faculty professional

community can provide satisfaction for the creation of national education.

Keywords: educational services, the professionalism of teachers, community

satisfaction

*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik

69

Page 70: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Pendahuluan

Sejalan dengan program

pembangunan di Negara Indonesia,

pembangunan di bidang pendidikan di

rasa memiliki peran yang sangat strategis.

Melalui pembangunan di bidang

pendidikan, bangsa kita diharapkan lebih

sejahtera. Majunya pendidikan di Negara

kita dapat memberikan tolak ukur

keberhasilan pembangunan. Dalam

pelaksanaan pembangunan di bidang

pendidikan pemerintah berupaya

melaksanakan dengan berpijak pada

ketentuan perundang-undangan yang

berlaku. Hal ini berkaitan erat dengan

adanya Undang-Undang No. 23 tahun

2003. Dalam memilih lembaga

pendidikan khususnya perguruan tinggi

masyarakat sangat selektif bahkan ada

sebagian masyarakat yang menempuh

pendidikan di luar kota, luar propinsi,

luar pulau bahkan luar negeri demi

mendapatkan pendidikannyang

berkualitas dengan didukung dosen yang

professional sehingga masyarakat merasa

puas terhadap pendidikan yang ditempuh.

Jumlah penyedia jasa pendidikan yang

semakin banyak dan saling bersaing

dalam memperoleh konsumen melalui

beragam jurusan/program studi yang

ditawarkan, fasilitas-fasilitas pendidikan

yang menyertai pelayanan dari staf

akademik tersebut.

Manusia yang berkualitas

merupakan ujung tombak kemajuan suatu

Negara. Pendidikan yang berkualitas

dapat menghasilkan sumber daya

manusia yang berkualitas dan produktif.

Untuk membentuk manusia yang

berkualitas diperlukan tenaga pendidikan

yang berkualitas. Dosen professional

merupakan salah satu komponen yang

sangat menentukan dalam

penyelenggaraan proses pendidikan di

perguruan tinggi, dosen professional

dalam menjalankan tugasnya harus

professional dalam bidang pendidikan

dan pengajaran, professional dalam

bidang penelitian dan professional dalam

bidang pengabdian masyarakat.

Pemerintah di bidang pendidikan

saat ini memberikan perhatian yang

serius, misalnya perbaikan sarana

pendidikan, perbaikan pelayanan

pendidikan, pemberian tunjangan bagi

dosen yang bersertifikasi sebagai dosen

professional sampai pemberian bea siswa

tugas belajar pada para dosen untuk

meraih gelar yang lebih tinggi. Hal ini

merupakan bukti bahwa pemerintah

serius menangani mutu pendidikan.

Adanya upaya tersebut merupakan sarana

untuk meningkatkan kualitas pendidikan

di Negara Indonesia. Sejalan dengan

70

Page 71: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

upaya di atas terdapat beberapa

universitas yang kurang tanggap terhadap

upaya pemerintah tersebut sehingga pihak

universitas kurang mampu meresponnya.

Majunya perguruan tinggi sejalan

dengan kemajuan masyarakat sekitarnya,

keinginan masyarakat hendaknya mampu

dijawab oleh pihak perguruan

tinggi/universitas dalam bentuk

menghasilkan output yang memiliki

SDM tinggi, berkompetensi dan

menghasilkan tenaga kerja yang siap

bersaing di dunia kerja yang kompetitif di

era globalisasi ini. Dengan demikian

tulisan ini akan memberikan pembahasan

tenbtang pengaruh kualitas pelayanan

pendidikan, profesionalisme dosen

terhadap kepuasan masyarakat.

Pelayanan pendidikan dan kepuasan

masyarakat

Pendidikan merupakan suatu

proses social, karena berfungsi

memasyarakatkan mahasiswa melalui

proses sosialisasi di dalam masyarakat

tertentu, perguruan tinggi sebagai salah

satu institusi pendidikan berperan juga

sebagai institusi social, karena melalui

lembaga tersebut mahasiswa dipersiapkan

untuk mampu terjun dan aktif dalam

kehidupan msyarakat kelak.

Tidak sama dan sebangun antara

marketing dengan komersial walaupun

keduanya akrab digunakan dalam dunia

bisnis. Kegiatan bisnis dapat dilakukan

pada dua sector yaitu yang mencari atau

mengejar laba dan sector yang tidak

mengejar laba. Demikian juga dengan

istilah marketing, ada marketing dalam

“profit organization” dan ada marketing “

non profit organization”. (Buchari Alma

2008:30)

Mengenal lembaga pendidikan

adalah termasuk non profit organization.

Sedangkal istilah komersial sudah jelas

berhubungan dengan kegiatan mencari

laba. Kita juga mengenal konsep negative

yaitu dikomersilkan, segala Sesuatu

dikomersilkan, ada uang ada layanan,

pokoknya segala kegiatan harus

mendatangkan keuntungan dalam bentuk

uang. (Buchari Alma 2008:30)

Penggunaan istilah marketing

pada saat ini sudah sangat berkembang di

segala sector kegiatan. Demikian pula

pengertian marketing sudah lebih luas

dan lebih halus. Sekarang istilah

marketing fokusnya adalah kepuasan

konsumen. Bicara marketing berarti

bicara bagaimana memuaskan konsumen.

Jika konsumen tidak puas maka

marketingnya gagal.

Seperti diketahui bahwa lembaga

pendidikan adalah sebuah kegiatan yang

71

Page 72: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

melayani konsumen, berupa murid, siswa

, mahasiswa dan juga masyarakat umum

yang dikenal dengan “stakeholder”.

Lembaga pendidikan hakekatnya

bertujuan member layanan. Pihak yang

dilayani ingin memperoleh kepuasan dari

layanan tersebut, karena mereka sudah

membayar cukup mahal kepada lembaga

pendidikan. (Buchari Alma 2008:30)

Layanan ini dapat dilihat dari

berbagai bidang, multi layanan yang

berbentuk fisik bangunan yang memadai,

tersedianya berbagai fasilitas, memiliki

dosen yang bermutu, memiliki teknologi

pendidikan yang modern(media

perkuliahan). Layanan ini intinya

memiliki sasaran memuaskan konsumen.

Jadi inilah yang disebut tujuan hakiki

dani marketing lembaga pendidikan

Jadi marketing lembaga

pendidikan adalah kegiatan lembaga

pendidikan member layanan atau

menyampaikan jasa pendidikan kepada

konsumen dengan cara yang memuaskan.

(Buchari Alma 2008:30

Standar pelayanan mengacu pada

pelayanan semestinnya. Dengan standar

pelayanan dapat dijadikan ukuran dalam

pelaksanaan sebuah pelayanan. Adanya

standar pelayanan diharapkan dapat

dilaksanakan sistim pelayanan yang dapat

memenuhi harapan dan keinginan

pelanggan. Maka pelanggan dapat

merasakan atau terpenuhi apa yang

diharapkan.

Kepuasan sebagai sasaran dari

pelayanan, di dalamnya terdiri dari dua

komponen yaitu komponen layanan dan

produk(dalam hal ini hak). Bentuk

layanan terdiri dari layanan dengan lisan,

layanan dengan tulisan dan layanan

dengan perbuatan (HAS. Moenir,

2006:190). Produk yang dimaksudkan

dalam hubungan dengan sasaran

pelayanan yaitu kepuasan yang dapat

berbentuk barang, jasa atau surat

berharga (HAS. Moenir, 2006:200). Pada

pembahasan kali ini kepuasan yang

diharapkan dari pelayanan yang

menghasilkan bentuk produk jasa. Karena

pelayanan dalam bidang pendidikan tidak

menghasilkan pelayanan produk dalam

bentuk barang atau surat berharga.

Sasaran dari pelayanan inni

dilakukan dalam pelayanan adalah

kepuasan, meskipun sarana itu sederhana

tetapi dapat mencapainya diperlukan

kesungguhan dan syarat-syarat yang tidak

mudah dilakukan. Hal ini berkaitan

dengan kepuasan yang tidah dapat diukur

dengan pasti, hanya saja dapat dikenali

dari beberapa sudut. Pengenalan

kepuasan seseorang dalam hal ini pihak

yang memperoleh layanan untuk

mendapatkan haknya, terdapat semacam

ukuran yang sangat umum tetapi sangat

72

Page 73: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

relative yaitu apabila pelanggan dapat

menerima perlakuan dan hasil berupa hak

dengan kegembiraan dan keikhlasan.

Pedoman ini sebenarnya kurang

mendukung dan menjadi salah satu

penghalang pelayanan (HAS. Moenir,

2006:196)

Produk yang dimaksudkan dalam

hubungan dengan sasaran pelayanan yaitu

kepuasan dapat berbentuk barang, jasa

atau surat-surat berharga (HAS. Moenir,

2006:200). Karena dalam penelitian kali

ini terbatas pada penelitian di bidang

pendidikan maka produk yang

dimaksudkan adalah berbentuk layanan

pendidikan dalam bentuk jasa.

Untuk meningkatkan mutu

pelayanan pendidikan dapat dilakukan

pengelolaan pelayanan secara baik dan

benar. Pelaksanaan system perkuliahan

yang ada di perguruan tinggi hendaknya

dilaksanakan secara maksimal, sehingga

ddalam pelaksanaannya dapat berjalan

secara efektif dan efisien.

Profesionalisme dosen

Menurut Undang-Undang

Republik Indonesia No 14 tahun 1995

tentang guru dan dosen pasal 45, dosen

wajib memiliki kualifikasi akademik,

kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat

jasmani dan rohani dan memenuhi

kualifikasi lain yang disyaratkan satuan

pendidikan tinggi tempat bertugas serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan

tujuan pendidikan nasional. Seorang

dosen professional hendaknya memiliki

kualifikasi akademik yang diperoleh

melalui perguruan tinggi sesuai dengan

bidang keahlian yang dimiliki.

Disamping itu dalam

melaksanakan tugas keprofesionalisme,

seorang dosen harus memiliki kompetensi

dosen. Adapun kompetensi-kompetensi

yang harus dimiliki adalah sebagai

berikut:

1. Kompetensi Paedagogik

Kemampuan merancang,

kemampuan melaksanakan proses

pembelajaran, kemampuan menilai proses

dan hasil pembelajaran dan juga

kemampuan memanfaatkan hasil

penelitian untuk meningkatkan

pembelajaran.

2. Kompetensi Profesional

Sebagai seorang dosen harus

menguasai materi pembelajaran secara

luas dan mendalam, kemampuan

merancang, melaksanakan dan menyusun

laporan penelitian, mengembangkan dan

menyebarluaskan inovasi dan

kemampuan merancang melaksanakan

dan menilai pengabdian masyarakat.

3. Kemampuan Sosial

73

Page 74: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Kemampuan melakukan

hubungan social dengan mahasiswa,

teman sejawat, karyawan dan masyarakat.

4. Kemampuan Kepribadian

Sejumlah komitmen dan etika

professional yang mempengaruhi semua

bentuk perilaku dosen terhadap

mahasiswa, teman sejawat, keluarga dan

masyarakat serta mempengaruhi motivai

belajar termasuk pengembangan diri

secara professional.

I. Wujud dosen professional

Jabatan dosen menurut UU No 14

tahun 2005(pasal 1 ayat 3) merupakan

pekerjaan dan atau pekerjaan yang

memerlukan keahlian khusus, yang

diperoleh melalui kegiatan belajar dan

pelatihan yang bertujuan untuk

menguasai ketrampilan atau keahlian

dalam melayani orang lain dengan

memperoleh upah atau gaji dalam jumlah

tertentu. Keahlian khusus inilah yang

membedakan profesi dosen dengan

profesi lainnya. Tugas utama seorang

dosen di perguruan tinggi adalah

melaksanakan Tri Dharma Perguruan

Tinggi yakni pendidikan dan pengajaran,

penelitian dan pengabdian masyarakat.

1. Profesionalisme pendidikan dan

pengajaran

Pendidikan dan pengajaran

merupakan tugas seorang dosen yang

berhubungan dengan proses belajar

mengajar dengan mahasiswa. Dalam

melaksanakan pendidikan dan pengajaran

seorang dosen diharapkan dapat

mengembangkan pengajaran secara

professional serta dapat meningkatkan

keahliannya. Hasil dan produktifitas yang

semakin baik dan kompetitif merupakan

bentuk implikasi dari pendidikan dan

pengajaran yang dilaksanakan secara

professional.

Tilaar(2002) mengatakan, dosen

perlu menguasai pengetahuan yang luas

khususnya bahan pelajaran yang akan

disampaikan kepada peserta didik.

Professional dosen dalam

pendidikan dan pengajaran meliputi

kemampuan untuk menentukan tujuan,

memilih materi, menentukan metode

serta media yang tepat sesuai dengan

materi yang diberikan serta melakukan

evaluasi dengan obyektif. Kemampuan

dosen dalam melaksanakan pembelajaran

sangat berpengaruh terhadap efektifitas

pembelajaran.

Profesionalisme dosen damal

pengajaran juga meliputi kemampuan

berkomunikasi yang baik dengan

mahasiswa dan juga komunikasi dengan

teman sejawat serta karyawan sehingga

menimbulkan suasana akademis yang

74

Page 75: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

kondusif serta atmosfer akademik yang

menyenangkan.

2. Profesionalisme penelitian

Di samping tugas mengajar,

seorang dosen dituntut untuk dapat

mengembangkan pengetahuan dalam

bentuk penelitian. Kemampuan dalam

penelitian ilmiah serta berkomunikasi

dalam forum ilmiah secara lisan dan

tulisan merupakan salah satu tugas dosen.

Agar dapat melaksanakan

penelitian secara professional, seorang

dosen perlu memahami dan memperluas

wawasan keilmuan dengan mengkaji

penelitian dalam berbagai aspeknya, baik

substansi maupun metodologi penelitian.

Menurut Hasan(1999) dengan

mempelajari substansi penelitian berarti

memperluas penguasaann terhadap

konsep, prinsip dan teori dalam suatu

bidang tertentu. Sedangkan dengan

mempelajari metodologi berarti

mempertajam dan memperdalam konsep,

prinsip dan teori tersebut ditemukan dan

dikembangkan.

Indicator-indicator dalam

melakukan penelitian yang baik dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1) Ketepatan dalam memilih

masalah penelitian

2) Ketajaman dalam merumuskan

masalah

3) Ketajaman tujuan dan manfaat

penelitian

4) Kemutakhiran, kesahian dan

relevansi pustaka

5) Kesesuaian metode dengan

masalah penelitian

6) Ketepatan, ketajaman dan

pengembangan instrument

7) Ketepatan rancangan

8) Ketepatan dan ketajaman analisis

data

9) Ketrampilan menulis laporan

10) Hasil penelitian benar-benar

original dan bermutu

11) Mempublikasikan hasil penelitian

yang telah dilakukan

(www.dikti/dp3.go.id)

3. Profesionalisme pengabdian kepada

masyarakat

Pendidikan dan pengajaran,

penelitian tidak akan berarti bagi dunia

pendidikan maupun masyarakat apabila

belum dimanfaatkan dan dikembangkan

oleh msyarakat. Menerapkan serta

mengembangkan hasil penelitian yang

diterapkan dalam pengabdian masyarakat

merupakan tuntutan profesi sebagai tugas

dari seorang dosen

Pidarta(1999) mengatakan, para

dosen baik secara nonformal maupun

lembaga memiliki kewajiban untuk

mengabdikan keahliannya dalam

75

Page 76: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

pembangunan masyarakat dengan

menggunakan bahan-bahan yang telah

dikonsep sendiri lewat penelitian maupun

yang dilakukan orang lain.

Kegiatan pengabdian masyarakat

merupakan kegiatan untuk

memperkenalkan masyarakat kampus

dengan masyarakat dan permasalahannya

sehingga ada timbale balik antara

masyarakat dan warga kampus. Dosen

dapat menemukan masalah dan mencari

pemecahannya dalam pengembangan

ilmu pengetahuan sementara masyarakat

dapat terbantu dalam menyelesaikan

masalah pembangunan.

II. Indikator-indikator Dosen

Profesional

Dalam bidang pendidikan dan

pengajaran, penelitian dan pengabdian

masyarakat dalam menjalankan tugas

utamanya, seorang dosen dituntut untuk

melaksanakansecara professional. Setiap

kegiatan dosen dilakukan berdasarkan

keahlian khusus yang dimiliki oleh

seorang dosen professional adalah:

1) Sikap terhadap profesi mengajar

2) Sikap terhadap mahasiswa

3) Sikap terhadap koleganya

4) Sikap terhadap penelitian dan

publikasi ilmiah

Mantja(1996) mengatakan,

karakteristik atau indicator dosen

professional adalah:

1) Sikap terhadap profesi mengajar

2) Sikap terhadap mahasiswa

3) Sikap terhadap koleganya

4) Sikap terhadap penelitian dan

publikasi ilmiah

Dengan kata lain indicator dosen

professional dapat dilihat dari tiga

aspek, yaitu:

1) Professional dalam aspek

pengajaran

2) Professional dalam aspek

penelitian

3) Professional dalam pengabdian

masyarakat.

Setiap aspek dari ketiga aspek ini

memiliki indicator profesi yang berbeda,

namun seluruh indikator dari ketiga

aspek ini disatukan akan menjadi

indicator-indikator yang utuh sebagai

indicator dosen professional.

a) Indikator professional bidang

pengajaran

Menurut Suyono(1995), dosen

professional adalah seorang yang

memiliki kemampuan untuk

merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi kegiatan pengajaran dalam

bidang ilmu yang menjadi

spesialisasinya.

76

Page 77: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Sardiman(1994) merumuskan

indicator dosen professional dalam

mengajar ada sepuluh indicator, yaitu:

1) Menguasai bahan pelajaran

2) Mengelola program belajar

mengajar

3) Mengelola kelas

4) Menggunakan media

5) Menguasai landasan

kependidikan

6) Mengelola interaksi belajar

mengajar

7) Menilai prestasi siswa

8) Mengenal fungsi dan

program pembimbingan

9) Mengenal dan

menyelenggarakan

administrasi sekolah

10) Memahami prinsip dan

penafsiran penelitian untuk

menunjang pengajaran

b). Indikator professional dalam

bidang pengajaran

dalam melakukan penelitian,

seorang dosen dituntut untuk memiliki

kemampuan dalam keahlian khusus

sesuai dengan tuntutan profesi.

Disamping itu untuk dapat

menghasilkan suatu penelitian yang baik

dapat tercapai hasil yang obyektif dan

bermtu tinggi benar-benar berbobot

sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat.

c). Indikator professional dalam

bidang pengabdian kepada

masyarakat.

Pengabdian masyarakat perlu

dilakukan dengan menganalisa kebutuhan

dan pencapaian tujuan pengabdian

kepada masyarakat. Dalam melakukan

pengabdian kepada masyarakat jika tidak

dilakukan secara professional, maka tidak

akan efektif dan kurang bermanfaat bagi

masyarakat. Dengan demikian seorang

dosen dituntut untuk bisa bersikap

seprofesional mungkin.

Kesimpulan

Dalam tulisan ini dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

a. Pelayanan lembaga pendidikan

merupakan kegiatan lembaga

pendidikan yang memberikan

layanan/menyampaikan jasa

pendidikan kepada konsumen

dengan cara yang memuaskan.

Untuk meningkatkan kualitas

pelayanan pendidikan dan

perguruan tinggi melalui

pelaksanaan system perkuliahan

yang efektif dengan fasilitas yang

memadai dan didukung tenaga

pengajar/dosen yang professional.

b. Dosen Profesional adalah orang

yang memiliki kemampuan untuk

merencanakan, melaksanakan dan

77

Page 78: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

mengevaluasi kegiatan pengajaran

dalam bidang ilmu yang menjadi

spesialisasinya. Seorang dosen

professional harus mampu

melaksanakan dengan baik tri

darma perguruan tinggi yakni

pendidikan dan pengajaran,

penelitian dan pengabdian

masyarakat.

c. Pelayanan pendidikan yang

berkualitas khususnya di

perguruan tinggi berpengaruh

terhadap kepuasan masyarakat

yakni mahasiswa dan masyarakat

di sekitarnya. Masyarakat merasa

puas terhadap jurusan/program

studi yang ditawarkan, fasilitas-

fasilitas pendidikan yang

menyertai dan pelayanan dari staf

akademik

d. Profesionalisme dosen

berpengaruh terhadap kepuasan

masyarakat yakni mahasiswa dan

masyarakat sekitarnya, karena

dosen professional mampu

melaksanakan dengan baik tri

darma perguruan tinggi yakni

pendidikan dan pengajaran,

penelitian dan pengabdian

masyarakat.

e. Pelayanan pendidikan yang

berkualitas khususnya di

perguruan tinggi dengan didukung

dosen yang professional

berpengaruh terhadap kepuasan

masyarakat. Pihak perguruan

tinggi/universitas mampu

menjawab dan mewujudkan

keinginan masyarakat, selain itu

mampu menghasilkan output yang

memiliki SDM tinggi,

berkompetensi dan menghasilkan

tenaga kerja yang siap bersaing di

dunia kerja yang kompetitif di era

globalisasi.

Saran

a. Lembaga pendidikan khususnya

perguruan tinggi hendaknya

memiliki komitmen akan kualitas

pelayanan yang berorientasi pada

konsumen seiring dengan jumlah

penyedia jasa yang semakin

banyak dan saling bersaing.

b. Seorang dosen harus

meningkatkan

keprofesionalismenya melalui

banyak hal, misalnya dengan rajin

mengikuti penelitian,

pelatihan(workshop), melanjutkan

jenjang pendidikan yang lebih

tinggi dan lain-lain.

c. Perguruan tinggi yang mampu

memberikan pelayanan

pendidikan yang berkualitas

78

Page 79: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

dengan didukung dosen

profesional akan memberikan

kepuasan terhadap mahasiswa dan

masyarakat sekitarnya.

Daftar pustaka

Aan komariah dan cepi triana. Visionary

Leadership Menuju Sekolah efektif.

Bandung: Bumi Aksara. 2004

Buchari Alma dan Ratih Hurriyati.

Manajemen Corporate dan Strategi

Pemasaran Jasa Pendidikan Focus

Pada Mutu dan Layanan Prima.

Bandung: Alfabeta. 2008

Budiono. Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia. Surabaya: Karya Agung.

2005

H.A.S. Moenir. Manajemen Pelayanan

Umum. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.

Nana Syaodih Sukmadinata.

Pengembangan Kurikulum Teori dan

Praktik. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. 1997.

NN. Perubahan dan Pengembangan

Sekolah Menengah Sebagai

Organisasi Belajar yang Efektif.

Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional. 2007.

NN. Manajamen Sekolah Dasar. Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional.

2007.

Oemar Hamalik. Dasar-Dasar

Pengembangan Kurikulum.

Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

2007.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.

79

Page 80: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

80

Page 81: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

HUBUNGAN PERSEPSI GURU TENTANG JABATAN GURU

DAN KOMITMEN GURU PADA LEMBAGA DENGAN KINERJA GURU

Retno Indah Rahayu*)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: (1) Persepsi guru tentang jabatan guru, (2) Komitmen guru pada lembaga, (3) Kinerja guru dalam pembelajaran, (4) Hubungan persepsi guru tentang jabatan guru dengan kinerja guru, (5) Hubungan komitmen guru pada lembaga dengan kinerja guru, (6) Hubungan antara persepsi guru tentang jabatan guru dan komitmen guru dengan kinerja guru secara bersama-sama.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional. Populasi penelian ini sebanyak 143 orang guru dari tiga sekolah, yaitu guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sampel ditetapkan sebanyak 35 orang guru dengan cara proportional random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dan observasi. Metode analisis data menggunakan korelasi dan regresi linier berganda yang dianalisis dengan menggunakan program SPSS ver. 10.

Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) Guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya memiliki persepsi tentang jabatan guru dengan nilai rata-rata (mean) 117,23 yang berada di rentang nilai 109-118 kriteria sedang, (2) Guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya memiliki komitmen pada lembaga dengan nilai rata-rata (mean) 123,03 yang berada di rentang nilai 123-132 pada tingkat sedang, (3) Guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya memiliki tingkat kinerja dengan nilai rata-rata (mean) 150,63 yang berada di rentang nilai 143-152 kriteria sedang, (4) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi guru tentang jabatan guru dengan kinerja guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sumbangan efektif (koefisien determinasi) variable jabatan guru (X1) dengan kinerja guru (Y) yaitu (0,567)2 sebesar 34,2%, tingkat hubungan sedang, (5) Ada hubungan yang signifikan antara komitmen guru dengan kinerja guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sumbangan efektif (koefisien determinasi) variable komitmen guru pada lembaga (X2) yaitu (0,805)2

sebesar 67,5%, hubungan sangat kuat, (6) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi guru tentang jabatan guru dan komitmen guru pada lembaga secara bersama-sama dengan kinerja guru SMA Ta’miriyah, Khadijah, dan Al Falah di Surabaya. Sumbangan efektif (koefisien determinasi berganda (R square)) = (0,909)2 sebesar 87,7%, hubungan sangat kuat.

Kata kunci : Persepsi, jabatan guru, komitmen, kinerja

*) Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Gresik

81

Page 82: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Pendahuluan

Pada dunia pendidikan selalu ada

reformasi dan inovasi dari berbagai

sektor untuk memperbaiki dan

meningkatkan mutu pendidikan sehingga

banyak pula tuntutan yang harus dipenuhi

dan dilaksanakan. Hal ini berarti setiap

manusia diharapkan untuk selalu

berkembang sepanjang hidupnya

sehingga perlu adanya pendidikan, baik

yang bersifat informal maupun formal.

Sebagaimana pernyataan PBB,

bahwasanya program pendidikan

merupakan merupakan salah satu

dinamisator dalam pengembangan

manusia (Tilaar, 2003). Pendidikan

merupakan masalah hidup dan kehidupan

manusia. Proses pendidikan berada dan

berkembang bersama proses

perkembangan hidup dan kehidupan

manusia juga, bahkan keduanya pada

hakekatnya adalah proses yang satu

sebagaimana dikemukakan oleh Lodge

(Zuhairini, 1984). Dengan demikian

pendidikan merupakan keharusan bagi

semua manusia, baik sebagai makhluk

individual maupun sebagai makhluk

sosial untuk mencapai kedewasaan dan

keragaman kedewasaan sesuai tuntutan

masyarakat. Kesadaran masyarakat akan

pentingnya dunia pendidikan dalam

rangka mencapai kemajuan dapat dinilai

dari rumusan-rumusan tujuan pendidikan

nasional yang dalam ketetapan MPR RI

semakin menjurus ke arah upaya untuk

meningkatkan kualitas manusia

Indonesia.

Pendidikan suatu hal yang

diprioritaskan, karena dari pendidikan

diharapkan dapat membentuk generasi-

generasi bangsa yang dapat membawa

bangsa menjadi maju. Oleh karena itu

sistem pendidikan nasional yang terdapat

pada UU no. 2 tahun 1989 dianggap tidak

memadai lagi dan perlu diganti serta

disempurnakan agar sesuai dengan

amanat perubahan UUD Negara Republik

Indonesia tahun 1945 sehingga terwujud

UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional yang dianggap sesuai

amanah UUD Negara Republik

Indonesia.

Unsur manusia dalam pendidikan

sangat penting terutama guru, karena

guru merupakan ujung tombak

pendidikan yang berperan dalam

pembentukan sikap dan pribadi peserta

didik. Oleh sebab itu guru dituntut untuk

professional dalam melaksanakan

tugasnya. Perbuatan professional ini tidak

akan terlaksana tanpa adanya komitmen

yang tinggi dari guru itu sendiri. Adanya

komitmen guru terhadap lembaga sangat

besar artinya, terlebih lembaga yang tidak

berorientasi pada keuntungan materi (non

82

Page 83: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

profit oriented) karena komitmen

lembaga merupakan peramal yang lebih

baik, yaitu merupakan respon yang lebih

global dan bertahan terhadap lembaga

sebagai suatu keseluruhan (Robbins,

2001). Ini berarti dalam rekruitmen guru

harus benar-benar memperhatikan

kualitas sumber daya manusia.

Tumbuhnya komitmen berasal

dari dua aspek, yaitu aspek pertama

berasal dari lembaga, antara lain: nilai-

nilai dan tujuan lembaga yang sesuai

dengan prinsip individu, lingkungan kerja

yang kondusif dan lain-lain, aspek kedua

berasal dari individu sendiri, antara lain:

karakteristik individu, pengalaman dan

kemampuan menyesuaikan diri. Kedua

aspek tersebut saling berhubungan dan

tidak dapat dipisahkan agar komitmen

tercipta. Namun hal ini sangat ditentukan

oleh faktor individu itu sendiri dalam

mempersepsikan apa yang telah diamati.

Sedangkan setiap individu mempunyai

persepsi yang berbeda terhadap suatu hal

walaupun dalam keadaan dan situasi yang

sama. Apabila individu memiliki persepsi

yang benar terhadap sesuatu, maka

individu tersebut cenderung untuk

memberi kesan baik. Tapi apabila

individu memiliki persepsi yang salah

terhadap sesuatu, maka individu akan

memberi kesan yang tidak baik.

Berkaitan dengan pesepsi jabatan

guru, apabila guru mempersepsikan benar

terhadap jabatannya, maka akan tumbuh

suatu komitmen afektif, yaitu komitmen

yang berkaitan dengan emosional,

identifikasi dan keterlibatan guru dalam

organisasi. Dengan demikian, guru

tersebut mempunyai ikatan emosional

dengan lembaga dan ingin menjadi

anggota serta berkeinginan untuk

melakukan aktifitas sesuai tujuan

lembaga. Adanya komitmen afektif

tersebut juga dapat mempengaruhi

peningkatan kinerja. Namun sebaliknya,

apabila persepsi guru terhadap jabatannya

tidak benar, maka bisa jadi guru tidak

mempunyai komitmen afektif dan akan

menurun kinerjanya atau bahkan bisa jadi

meninggalkan pekerjaannya. Menurut

Rakhmat (2000), persepsi ditentukan oleh

faktor personal dan faktor situasional.

Sedangkan menurut David dan Richad,

persepsi ditentukan oleh faktor fungsional

dan faktor struktural. Faktor fungsional

berasal dari kebutuhan, pengalaman masa

lalu dan hal lain yang berkenaan dengan

faktor personal. Adapun faktor struktural

berasal semata-mata dari sifat stimuli

fisik dan efek saraf yang ditimbulkannya

pada sistem saraf individu.

Secara umum individu melihat

sesuatu dengan panca indera. Proses

kognitif yang dipergunakan oleh

83

Page 84: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

seseorang untuk menafsirkan dan

memahami dunia sekitarnya melalui

panca indera disebut persepsi. Mengamati

dunia yang ada di sekitarnya, manusia

tidak dapat melihat apa adanya. Segala

sesuatu dilihat secara berbeda meskipun

dalam obyek dan situasi yang sama, oleh

karena itu respon yang ditampilkan

berbeda pula (Gibson, 1996)

Penjelasan di atas menunjukkan

betapa pentingnya persepsi yang baik dari

individu, karena dengan persepsi yang

baik membuat orang semangat bekerja.

Begitu juga dengan adanya komitmen

yang tinggi pada lembaga, maka akan

membuat produktifitas kerja meningkat.

Kajian pustaka

Menurut Greenberg, Baron (1997)

dan Pareek (1996) persepsi adalah proses

seleksi, mengorganisir, menguji,

menginterprestasi informasi yang didapat

oleh alat-alat indera manusia untuk

memahami dunia sekitarnya. Hal ini

senada dengan ungkapan Thoha (1986)

dan Maramis (1990). Sedang menurut

Rakhmat (2000), persepsi adalah

pengamatan tentang objek, peristiwa atau

hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan penafsiran

pesan.

Jabatan guru adalah sebagai

profesi. Seseorang yang berprofesi guru

harus melalui pendidikan bukan

pelatihan. Pendidikan tersebut mengenai

keahlian kependidikan dan keguruan

yang membuat guru trampil dalam

pembelajaran sehingga orang tersebut

benar-benar terpanggil untuk menjadi

guru dengan tanpa paksaan dari pihak

lain dan bersedia melayani peserta didik

dengan sebaik mungkin.

Profesi tidak terlepas dengan

kemampuan profesional. Menurut

Bafadal (1990) kemampuan profesional

merupakan kemampuan esensial yang

harus dimiliki oleh seorang guru sebagai

pengajar sekaligus pendidik. Guru

dituntut mengembangkan kemampuannya

sesuai dengan perkembangan zaman

karena seorang guru harus memberi

informasi kepada peserta didik tentang

apa yang diketahui. Apabila informasi

yang disampaikan guru hal-hal yang baru

dan sesuai dengan perkembangan zaman ,

maka peserta didik akan mengetahui hal-

hal baru sehingga mereka dapat

menghadapi masa depan. Adapun ciri-ciri

profesioanl ada dua, yaitu: (1) Menguasai

secara baik suatu bidang tertentu

melebihi rata-rata orang kebanyakan, (2)

mempunyai komitmen moralitas yang

tinggi atas pekerjaan yang biasanya

bercermin oleh kode etik profesinya

(Fadjar,2002).

84

Page 85: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Jabatan guru atau profesi guru

mempunyai beberapa indikator sebagai

berikut: (1) Jabatan yang membutuhkan

kepribadian sesuai dengan kode etik guru,

(2) Jabatan yang membutuhkan motivasi,

(3) Jabatan yang membutuhkan

pengabdian pada masyarakat, (4) Jabatan

yang melalui pendidikan dengan waktu

lama yang ditentukan, (5) Jabatan yang

mendapat pengakuan dari masyarakat, (6)

Jabatan yang mempunyai otonomi dalam

bertindak melayani kliennya, (7) Jabatan

yang mempunyai organisasi profesional,

(8) Jabatan yang mendapat imbalan

layak.

Berbagai pengertian di atas dapat

ditarik benang merah, bahwa persepsi itu

sifatnya subyektif. Jadi penelitian ini

tergantung bagaimana individu guru

memandang dan mengolah serta memberi

tanggapan sebagai persepsi antara

individu yang satu dengan individu yang

lain dalam melihat dan memahami hal

sama dengan cara yang sama akan tetapi

dapat menghasilkan persepsi yang

berbeda-beda, ini termasuk bagaimana

guru mempersepsi jabatannya. Dengan

demikian persepsi guru ada dua macam,

yakni: (1) persepsi positif, (2) persepsi

negatif. Persepsi positif adalah penilaian

positif guru terhadap jabatan guru

sehingga menambah meningkatnya

kinerja guru pada lembaga. Sebaliknya,

persepsi negatif adalah penilaian negatif

guru terhadap jabatan guru, hal ini akan

mengakibatkan turunnya kinerja guru

yang dapat mengakibatkan jeleknya

kualitas guru.

Komitmen lembaga adalah proses

individu dalam mengidentifikasikan

dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan,

dan tujuan lembaga serta kesediaan untuk

terlibat secara aktif dan loyalitas yang

tinggi pada lembaga. Kesemuannya ini

didasari dengan perasaan positif dan

menerima dengan senang hati atas

tampilan kerja yang diinginkan lembaga.

Indikator komitmen lembaga

sebagai berikut: (1) Identifikasi individu

yang relatif kuat pada lembaga, (2)

Kesediaan untuk melakukan upaya besar

demi lembaga, (3) Keinginan yang kuat

untuk tetap bekerja dalam lembaga, (4)

Loyalitas atau kesetiaan, (5) Aktifitas

nyata dengan mendukung lembaga, (6)

Pembelaan terhadap lembaga.

Kinerja guru adalah unjuk kerja

guru sesuai dengan kewenangannya dan

tanggung jawabnya sebagai ungkapan

pengetahuan, sikap, dan ketrampilan

secara khusus yang diperoleh selama ini.

Kinerja guru dapat dinilai melalui

portofolio, angket, penilaian atasan dan

penilaian para siswa. Sedangkan kinerja

guru paling dominan adalah pada

pengajaran yang efektif. Pengajaran yang

85

Page 86: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

efektif tidak terlepas dari peran guru yang

efektif pula. Makin efektif guru

melaksanakan tugas dan kegiatannya,

maka akan semakin tinggi prestasi

akademik siswa yang diperolehnya.

Sebaliknya semakin tidak efektif guru

melaksanakan tugasnya, maka semakin

rendah prestasi akademik siswa di

sekolahnya.

Prestasi kerja guru mempunyai

hubungan erat dengan produktifitas

karena mempunyai indikator dalam

menentukan usaha untuk mencapai

tingkat produktifitas yang tinggi.

Sehubungan dengan kinerja guru

yang dinilai adalah tentang pembelajaran

guru pada saat memberikan materi. Jadi

penetapan indikator kinerja guru disini

adalah: persiapan dan pembelajaran.

Adapun persiapan sebelum pembelajaran

meliputi: perumusan tujuan

pembelajaran, perumusan dan

pengorganisasian materi ajar, pemilihan

sumber belajar/media pembelajaran,

metode pembelajaran dan penilaian hasil

belajar. Sedangkan pembelajarannya

sendiri meliputi: pra pembelajaran,

membuka pelajaran, kegiatan inti

pembelajaran dan penutup.

Penelitian ini menghubungkan

antara persepsi guru tentang jabatannya

yang akan menyebabkan adanya

komitmen yang akan mempengaruhi

kinerja guru tersebut. Apabila persepsi

guru pada jabatannya benar dan baik,

maka akan menimbulkan kesan baik yang

dapat menumbuhkan komitmen dan

meningkatkan kinerja, namun apabila

persepsi guru tersebut salah maka akan

menimbulkan kesan negatif yang

mengakibatkan menurunnya komitmen

bahkan bisa jadi akan meninggalkan

lembaga. Hal ini sudah bisa dipastikan

kinerjanya asal-asalan.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan yang signifikan

antara persepsi guru tentang

jabatan guru dengan kinerja guru

2. Ada hubungan yang signifikan

antara komitmen guru dengan

kinerja guru

3. Ada hubungan yang signifikan

antara persepsi guru tentang

jabatan guru dan komitmen guru

baik secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama dengan

kinerja guru

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif dengan jenis

penelitian korelasional.

Penelitian ini untuk mengetahui

seberapa besar hubungan faktor persepsi

86

Page 87: Jurnal 2 upload

X1

X2

Y

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

guru tentang jabatannya dan komitmen

guru pada lembaga dengan kinerja guru

baik secara sendiri-sendiri maupun secara

bersama-sama dengan rancangan

penelitian sebagai berikut:

Gambar: Desain hubungan X1 dan X2

dengan Y baik secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama.

Penelitian dilakukan pada tiga

Sekolah Menengah Atas (SMA) di

Surabaya, yaitu: SMA Ta’miriyah,

Khadijah, dan Al Falah. Seluruh populasi

ada 143 orang dan diambil sebagai

sampel sebanyak 35 orang guru dengan

cara proportional random sampling.

Teknik pengumpulan data menggunakan

angket dan observasi.

Sebelum pengumpulan data

sesungguhnya, dilakukan ujicoba

instrumen untuk menguji validitas dan

reliabilitas butir-butir pertanyaan pada

instrumen penelitian.

Uji validitas dan reliabilitas

instrumen penelitian dilakukan dengan

menganalisis hubungan antara skor setiap

butir pertanyaan dengan skor butir,

menggunakan rumus korelasi product

moment pearson, sebagai berikut:

r = n∑xy-(∑x∑y

(Sudjana, 2003)

√(n∑x2 – (∑x)2(n∑Y2 – (∑Y)2

Kriteria penerimaan validitas

dengan cara membandingkan nilai r tabel

dengan r hitung. Jika r tabel < r hitung,

maka butir pernyataan dinyatakan valid

atau sebaliknya.

Reliabilitas instrumen dianalisis

menggunakan metode alpha cronbach

dengan ketentuan jika koefisien alpha

cronbach > dari 0,60, maka instrumen

penelitian dinyatakan reliable atau

sebaliknya (Singarimbun,1995).

Metode analisis data

menggunakan korelasi dan regresi linier

berganda yang dianalisis dengan

menggunakan program SPSS ver. 10

Hasil Penelitian

Hasil uji coba instrumen ada dua,

yakni: uji validitas dan uji reliabilitas.

Validitas menunjukkan sejauh

mana suatu alat ukur itu mengukur apa

yang seharusnya diukur. Untuk variabel:

(1) Jabatan guru terdiri dari 40 item

pernyataan dan dinyatakan valid 37 item

(93%), (2) Komitmen guru terdiri dari 40

item pernyataan dan dinyatakan valid 38

item (95%).

87

Page 88: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Hasil uji reliabilitas instrumen:

(1) Jabatan guru mempunyai tingkat

koefisien reliabilitas sebesar 0,9667, (2)

Komitmen guru mempunyai tingkat

koefisien reliabilitas sebesar 0,9596.

Kedua variabel mempunyai koefisien

reliabilitas > 0.60, karena itu kedua

instrumen memiliki reliabilitas yang

tinggi.

Data yang terkumpul melalui

angket penelitian dan hasil perhitungan

statistik diperoleh data variabel jabatan

guru (X1) skor tertinggi 137, skor

terendah 89, nilai rata-rata (mean) 117,23

median sebesar 111, modus sebesar 111,

dan standar deviasi 10,28. Data variabel

komitmen guru (X2) diperoleh skor

tertinggi 148, skor terendah 103, nilai

rata-rata (mean) 123,03, median sebesar

114, modus sebesar 114, dan standar

deviasi 13,81. Data variabel kinerja guru

(Y) diperoleh skor tertinggi 170, skor

terendah 123, nilai rata-rata (mean)

150,63, median sebesar 149, modus

sebesar 140, dan standar deviasi 14,56.

Untuk menentukan kondisi masing-

masing variabel di atas dengan cara

mengurangi skor tertinggi dengan skor

terendah kemudian dibagi lima. Dari

rumus penentuan kondisi di atas dapat

ditentukan bahwa kondisi persepsi guru

tentang jabatannya, komitmen guru dan

kinerja guru masih dalam taraf sedang.

Uji hipotesis berdasarkan

perhitungan koefisien korelasi antara X1

dengan Y sebesar 0,567 atau r X1Y =

0,567. Hal ini menunjukkan ada

hubungan yang sedang dan signifikan

antara persepsi tentang jabatan guru dan

kinerja guru sebesar 0,567 karena

terdapat pada interval koefisien antara

0,40 – 0,599. Dari perhitungan koefisien

beta diperoleh kontribusi 34,2%. Tingkat

signifikansi koefisien korelasi diuji

dengan membandingkan nilai t hitung

dan t tabel. Nilai t hitung diperoleh 3,890

dan t tabel pada taraf signifikansi 5%

dengan dk=33 diperoleh 1,69. Karena t

hitung > t tabel (3,890>1,69) sehingga

Ho ditolak.

Uji hipotesis berdasarkan

perhitungan koefisien korelasi parsial

antara X2 dengan Y sebesar 0,805 atau r

X2Y = 0,805. Hal ini menunjukkan ada

hubungan yang sangat kuat dan

signifikan antara komitmen guru dan

kinerja guru sebesar 0,805 karena

terdapat pada interval koefisien antara

0,80 – 1,000. Dari perhitungan koefisien

beta diperoleh kontribusi 67,5%. Tingkat

signifikansi koefisien korelasi diuji

dengan membandingkan nilai t hitung

dan t tabel. Nilai t hitung diperoleh 7,677

dan t tabel pada taraf signifikansi 5%

dengan dk=33 diperoleh 1,69. Karena t

88

Page 89: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

hitung > t tabel (7,677>1,69) maka Ho

ditolak.

Uji hipotesis berdasarkan

perhitungan koefisien korelasi antara X1

dan X2 dengan Y sebesar 0,909 atau R

X1X2Y = 0,909. Hal ini menunjukkan

tingkat hubungan yang sangat kuat

karena terdapat pada koefisien interval

antara 0,80 – 1,000. Dari perhitungan

koefisien determinasi (R2) diperoleh

kontribusi 82,7%. Tingkat signifikansi

koefisien korelasi diuji dengan

membandingkan nilai F hitung dan F

tabel. Nilai F hitung diperoleh 76,378 dan

F tabel (α = 0,05, dk=2, dk=35-2-1)

diperoleh 3,23. Karena nilai F hitung > F

tabel (76,378>3,23) maka Ho ditolak.

Diskusi hasil penelitian

Berdasarkan pengujian data yang

dilakukan dengan menggunakan

inferensial dengan statistik t, maka

diperoleh hasil penelitian bahwa persepsi

guru dan komitmen dari ketiga sekolah

tersebut dinyatakan sedang. Dengan

demikian pihak lembaga atau sekolah

harus sering mengadakan pelatihan dan

pembinaan yang sifatnya dapat

meningkatkan persepsi yang baik dan

benar tentang jabatan guru dan

komitmen. Jika persepsi tentang jabatan

guru baik dan benar, maka para guru akan

berperilaku dan bersikap baik serta

bersungguh-sungguh dalam mengemban

amanahnya sebagai guru sehingga

mempunyai komitmen yang kuat kepada

lembaga.

Sebagaimana persepsi guru dan

komitmen, bahwa kinerja guru di sini

juga dalam taraf sedang. Dengan kinerja

yang sedang tidak akan mencapai hasil

yang optimal dalam mendidik dan

mengajar peserta didik, hal ini sangat

memprihatinkan sekali karena guru

adalah ujung tombak keberhasilan

pendidikan. Oleh karena itu lembaga

harus membuat strategi untuk dapat

membangkitkan semangat kinerja guru,

misalnya dengan mengadakan pelatihan,

memberikan reward kepada guru yang

berprestasi, memberikan raport guru dan

lain sebagainya.

Dari penjelasan di atas dan

berdasarkan hasil penelitian, bahwa

secara simultan ada hubungan yang

sangat kuat antara persepsi guru dan

komitmen guru pada lembaga dengan

kinerja guru. Dalam artian persepsi guru

dan komitmen dapat mempengaruhi

kinerja guru.

Simpulan dan saran

Berdasarkan analisis dan

pembahasan hasil penelitian dapat

disimpulkan sebagai berikut:

89

Page 90: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

1. Ada hubungan yang signifikan

antara jabatan guru dengan kinerja

guru SMA Ta’miriyah, Khadijah

dan Al Falah di Surabaya.

2. Ada hubungan yang signifikan

antara komitmen guru dengan

kinerja guru SMA Ta’miriyah,

Khadijah dan Al Falah di

Surabaya.

3. Ada hubungan yang signifikan

antara jabatan guru dan komitmen

guru secara bersama-sama dengan

kinerja guru SMA Ta’miriyah,

Khadijah dan Al falah di

Surabaya.

Dari kesimpulan di atas

disarankan bagi para guru harus dapat

mempersepsikan jabatannya dengan baik

dan benar, karena jabatan tersebut sudah

menjadi pilihan dalam hidupnya. Guru

juga harus memiliki komitmen afektif

pada lembaga agar kinerjanya semakin

meningkat.

Adapun bagi pihak sekolah atau

lembaga diharapkan dapat memfasilitasi

para guru untuk dapat mengembangkan

kompetensinya. Disamping itu, sekolah

atau lembaga dalam merekrut guru harus

lebih memperhatikan kebenaran persepsi

seseorang dan komitmen yang tinggi

pada lembaga.

Daftar pustaka

Anwar, Moch. Idoch. (2000). Prosedur

Penelitian: Suatu Pendekatan

Praktek. Cet-12. Jakarta:Rineka

Cipta.

Dessler,G. (1998). Manajemen Sumber

Daya Manusia. Ahli bahasa:

Molan, B. Jakarta: Prenhallindo.

Diboye, R. L & Smith. C. (1994).

Understanding An Individual

and Organizational Psychology,

An Integratif Appoach, 4th Ed.

New York: Harcoot Brace

College Rublisher.

Djam’an, S. (2001). Profesi Keguruan.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Fadjar, Malik. (2002). Fasilitator

Kebijakan Pemerintah Pada

Bidang Dikdas Edisi II 2002.

Jakarta: Ditjen Dikdasmen

Depdiknas.

Ghozali, Imam. (2005). Analisis

Mulivarite dengan Program

SPSS, Semarang: Badan

Penerbitan Universitas

Diponegoro.

Gibson, J.L. Wancvich, J.M. Donnelly,

J.H. (1996). Organisasi:

Prilaku, Struktur dan Proses.

Alih Bahasa: Adiarni. N.

Jakarta: Bina Rupa Aksara.

90

Page 91: Jurnal 2 upload

Jendela Pendidikan, JURNAL ILMIAH KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Greenberg & Baron. (1997). Behavior in

Organizational: Understanding

and Managing The Human Side

of Work. 6th ed. New Jersey:

Prentice-Hall International, Inc.

Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nugroho, Bhuono. A. Strategi Jitu

Memilih Metode Statistik

Penelitian dengan SPSS.

Yogyakarta: Andi.

Pareek, U. (1996). Prilaku Organisasi.

Jakarta: Pustaka Binaman

Pressindo.

Pidarta, Made. (2000). Landasan

Kependidikan, Jakarta: Rineka

Cipta.

Rakhmat, J. (2000). Psikologi

Komunikasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Robbins, Stephen P. Alih bahasa,

Hadyana Pujaatmaka dan

Benyamin Molan. (2001).

Perilaku Organisasi: Konsep,

Kontroversi, Aplikasi. Jakarta:

Prenhallindo.

Singarimbun, Masri. (1995). Metode

Penelitian Survey. Jakarta:

LP3ES.

Sudjana, Nana, & Rivai, Ahmad. (1991).

Media Pengajaran: Penggunaan

dan Pembuatannya, Cet-2.

Bandung: Sinar Baru.

Thoha, M. (1986). Prilaku Organisasi.

Jakarta: Rajawali.

Tilaar, H.A.R. (2003). Manajemen

Pendidikan Nasional. Bandung:

Rosdakarya.

Zuhairini, (1984). Metodik khusus

Pendidikan Agama. Surabaya:

Usaha nasional.

91

Page 92: Jurnal 2 upload
Page 93: Jurnal 2 upload
Page 94: Jurnal 2 upload