universitas indonesia perbedaan kadar siga saliva...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBEDAAN KADAR sIgA SALIVA PADA PENDERITA GINGIVITIS ANTARA ANAK TALASEMIA BETA MAYOR
DAN ANAK NORMAL
TESIS
THERESIA DHEARINE PRATIWI 1106125476
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
JAKARTA DESEMBER 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN KADAR sIgA SALIVA DENGAN KARIES ANAK
SINDROMA DOWN
TESIS
ROSDIANA
1006785212
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
JAKARTA
JUNI 2013
Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBEDAAN KADAR sIgA SALIVA PADA PENDERITA GINGIVITIS ANTARA ANAK TALASEMIA BETA MAYOR DAN ANAK NORMAL
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Spesialis Kedokteran Gigi Anak
THERESIA DHEARINE PRATIWI 1106125476
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK JAKARTA
DESEMBER 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN KADAR sIgA SALIVA DENGAN KARIES ANAK
SINDROMA DOWN
TESIS
ROSDIANA
1006785212
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
JAKARTA
JUNI 2013
Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
ii
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
iii
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian
ini merupakan syarat untuk memperoleh sebutan profesi spesialis dalam bidang
Ilmu Kedokteran Gigi Anak di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, masukan, dan saran
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih yang tidak terhingga serta penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Heriandi Sutadi, drg, Sp.KGA(K), Ph.D sebagai pembimbing
pertama dan pengajar atas kesabaran dan perhatian dalam memberi ilmu
dan dukungan serta bimbingan sejak awal hingga akhir penelitian ini
sehingga dapat selesai dengan baik.
2. Prof. Dr. Margaretha Suharsini, drg, SU, Sp.KGA(K) sebagai pembimbing
kedua dan pengajar atas waktu, saran, kesabaran, dan dukungan yang
diberikan dari awal penelitian hingga akhir penelitian ini sehingga dapat
selesai dengan baik.
3. Dr. Sarworini B. Budiardjo, drg, Sp.KGA(K) sebagai penguji dan
Koordinator Program Spesialis IKGA FKG UI atas segala masukan, saran
dan dukungan kepada penulis untuk meningkatkan penulisan tugas akhir
ini. Terimakasih atas segala saran dan motivasi yang terlah diberikan
selama menjadi mahasiswa PPDGS IKGA FKG UI.
4. drg. Ike Siti Indiarti, Sp. KGA(K), PhD sebagai penguji sekaligus Ketua
Departemen IKGA FKG UI yang telah memberikan dukungan serta saran
kepada penulis untuk melalui masa pendidikan ini dengan baik.
5. Dr. Mochamad Fahlevi Rizal, drg, Sp.KGA(K) sebagai penguji atas segala
ilmu, masukan, saran, serta dukungan yang telah diberikan sehingga tugas
akhir ini dapat selesai dengan baik.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
v
6. drg. Hendrarlin Soenawan, Sp.KGA(K) sebagai guru dan motivator
selama proses pengajaran dan penulisan tugas akhir ini. Terimakasih atas
segala dukungan, perhatian, dan kesabaran yang telah banyak diberikan
selama proses pendidikan.
7. Dr. Eva Fauziah, drg, Sp.KGA dan drg. Nieka Adhara, Sp.KGA sebagai
staf pengajar Departemen IKGA FKG UI atas ilmu pengetahuan dan
dukungan yang telah diberikan selama proses pendidikan.
8. Staf dan pegawai Laboratorium Biologi Oral atas bantuan dan kerjasama
yang telah diberikan selama proses penelitian ini sehingga penelitian ini
dapat berjalan dengan baik.
9. SMF Gigi dan Mulut RSUP Fatmawati Jakarta Selatan, Staf dan Pegawai
Instalasi Talasemia RSUP Fatmawati Jakarta Selatan, serta Manajemen
RSUP Fatmawati Jakarta Selatan atas bantuan dan kesempatan yang telah
diberikan kepada penulis untuk melakukan pengumpulan data.
10. Putra/putri beserta orangtua/pengasuh/wali dari penderita Talasemia Beta
Mayor di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan dan klinik gigi IKGA FKG UI
atas partisipasinya dalam penelitian ini.
11. Kepada Bapak Hugo Pandu Wiweko dan Ibu Vera Agustina serta Bapak
Hasandi Thomas dan Ibu Gemalasari atas segala dukungan, doa, dan
perhatian yang telah diberikan kepada penulis hingga penelitian ini dapat
terselesaikan.
12. Kepada adik Anastasia Paramitha Krisanti dan Andissa Savitri atas segala
dukungan, doa, dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis hingga
penelitian ini dapat terselesaikan.
13. Yang terkasih suami saya drg. Savedra Pratama atas segala dukungan, doa,
kasih sayang, pengertian, kesabaran, dan pengorbanan yang telah
diberikan dalam proses pendidikan hingga penelitian ini dapat selesai.
14. Kepada drg. Andya Karisaputri sebagai rekan dalam penelitian atas
semangat, dukungan, kerjasama, dan pengertian selama proses penelitian
ini. Semoga apa yang sudah dilakukan bermanfaat untuk semua orang.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
vi
15. Teman-teman PPDGS IKGA FKG UI angkatan 2011, Kak Adin, Ainur,
Ifa, Rahma, Rudy, Kak Finda, Frida, Andya, Imer, dan Asti atas segala
dukungan, kebersamaan, dan keceriaan yang telah ada dari awal proses
pendidikan hingga selesainya penelitian ini. Semoga kita terus bisa
mengenang kebersamaan ini.
16. Seluruh karyawan Departemen IKGA FKG UI, Mbak Tuti, Mas Adde,
Mas Sule dan Ibu Enah atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis
selama proses pendidikan.
17. Seluruh teman PPDGS IKGA FKG UI serta semua pihak yang telah
bekerja dan tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis memohon maaf atas kekurangan dan kesalahan dalam
penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Terimakasih.
Jakarta, 7 Oktober 2014
Penulis
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
vii
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
viii
ABSTRAK
Nama : Theresia Dhearine Pratiwi Program Studi : Ilmu Kedokteran Gigi Anak Judul : Perbedaan Kadar sIgA Saliva Pada Penderita Gingivitis antara
Anak Talasemia Beta Mayor dan Anak Normal
Talasemia beta mayor merupakan suatu penyakit darah yang ditandai dengan tidak ada atau menurunnya produksi rantai protein beta dalam globulin yang mengakibatkan anemia mikrositik dengan derajat keparahan yang bervariasi. Perawatan untuk penderita talasemia beta mayor adalah dengan melakukan transfusi darah secara rutin. Kondisi gingivitis kerap kali juga ditemukan pada anak talasemia beta mayor. Adanya produksi sIgA saliva merupakan suatu tanda aktifnya respons imun humoral dalam rongga mulut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kadar sIgA saliva pada penderita gingivitis antara anak talasemia beta mayor dan anak normal. Subjek penelitian sebanyak 32 anak dengan gingivitis moderat berusia 5-8 tahun, 16 anak penderita talasemia beta mayor dan 16 anak normal. Sampel saliva yang diambil diukur kadar sIgA salivanya dengan menggunakan metode ELISA. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna antara kadar sIgA saliva anak talasemia beta mayor dan anak normal dengan hasil rerata pada anak talasemia beta mayor 186.136 ± 92.342 µg/mL dan anak normal 111.541 ± 71.000 µg/mL. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kadar sIgA saliva penderita gingivitis antara anak talasemia beta mayor dan anak normal.
Kata kunci : Talasemia beta mayor, gingivitis, sIgA saliva
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
ix
ABSTRACT Name : Theresia Dhearine Pratiwi Study Program: Pediatric Dentistry Title : The Difference of sIgA Concentration on Gingivitis Patients
between Thalassemia Beta Major Children and Normal Children Thalassemia beta major is a blood disorder that is characterized by a decrease or absence of beta protein chain production in globulins, which caused various degree of microcytic anemia. People with thalassemia beta major require scheduled blood transfusion as treatment. Gingivitis is a common oral finding, especially in children with the disorder. The production of salivary IgA (sIgA) is a sign of active humoral immune response in the oral cavity. The purpose of this research is to analyze the difference of salivary IgA between thalassemia beta major children and normal children, both having gingivitis. Thirty-two children aged 5-8 years old with moderate gingivitis were taken as subjects, consisting of 16 thalassemia beta major children and 16 normal children. The level of salivary IgA was measured with ELISA method. The result showed a significant difference of salivary IgA levels between thalassemia beta major children (186.136 ± 92.342 µg/mL) and normal children (111.541 ± 71.000 µg/mL). In conclusion there is a significant difference of salivary IgA levels in thalassemia beta major children with gingivitis and normal children with gingivitis.
Keywords : thalassemia beta major, gingivitis, salivary IgA
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................... vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv 1. PENDAHULUAN……………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang Masalah………...................................................... 1 1.2 Pertanyaan Penelitian...................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 2 1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 3
1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Bidang IKGA................................. 3 1.4.2 Manfaat Penelitian bagi Rekan Sejawat Spesialis Anak....... 3 1.4.3 Manfaat Penelitian bagi Masyarakat..................................... 3 1.4.4 Manfaat Penelitian bagi Ilmu Pengetahuan........................... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4
2.1 Talasemia pada Anak...................................................................... 4 2.2 Kondisi Fasial dan Rongga Mulut Anak Talasemia Beta Mayor... 5 2.3 sIgA Saliva...................................................................................... 6 2.4 Metode ELISA sebagai Pemeriksaan sIgA Saliva.......................... 9 2.5 sIgA Saliva dan Gingivitis.............................................................. 10 2.6 Kerangka Teori............................................................................... 12
3. METODE PENELITIAN....................................................................... 13
3.1 Kerangka Konsep............................................................................ 13 3.2 Variabel Penelitian.......................................................................... 13 3.3 Hipotesis.......................................................................................... 13 3.4 Desain Penelitian............................................................................. 13 3.5 Sampel Penelitian........................................................................... 13 3.6 Definisi Operasional....................................................................... 14 3.7 Kriteria Subjek Penelitian............................................................... 15 3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................... 17 3.9 Besar Sampel.................................................................................. 17 3.10 Bahan dan Alat................................................................................ 18 3.11 Alur Tata Laksana Penelitian.......................................................... 19 3.12 Cara Kerja....................................................................................... 19 3.13 Analisis Data................................................................................... 22
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
xi
4. HASIL PENELITIAN............................................................................ 23 5. PEMBAHASAN...................................................................................... 25 6. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 31
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran Struktur sIgA............................................................ 7 Gambar 2.2 Kerangka Teori.......................................................................... 12
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian........................................ 14 Tabel 4.1 Nilai Rerata, Simpang Baku, dan Perbedaan Kadar sIgA Penderita
Gingivitis antara Anak Talasemia Beta Mayor dan Anak Normal.. 23
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Permohonan Menjadi Subjek Penelitian......................... 34 Lampiran 2 Surat Kesediaan Menjadi Subjek Penelitian............................. 35 Lampiran 3 Informasi kepada Subjek Penelitian.......................................... 36 Lampiran 4 Lembar Pemeriksaan................................................................. 37 Lampiran 5 Surat Keterangan Lolos Etik..................................................... 39 Lampiran 6 Analisa Data.............................................................................. 40
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Talasemia merupakan penyakit darah yang ditandai dengan tidak ada
atau menurunnya produksi rantai protein dalam globulin yang mengakibatkan
anemia mikrositik dengan derajat keparahan yang bervariasi.1 Gangguan
genetik ini dapat mengakibatkan adanya defek pada sintesis rantai polipeptida
alfa atau beta.2Berdasarkan gambaran klinis dan kondisi genetik, talasemia
dapat dibagi menjadi dua yaitu talasemia mayor (homozigot) dan talasemia
minor (heterozigot).3Talasemia mayor menunjukkan gejala klinis yang lebih
parah dengan harapan hidup yang lebih singkat dibandingkan talasemia minor
yang ringan dan biasanya asimtomatik.2
Gambaran klinis rongga mulut penderita talasemia adalah adanya
pembesaran maksila karena ekspansi sumsum tulang, mandibula yang
membesar dibandingkan kondisi normal, diastema multipel, ligamen
periodontal yang melebar, gingiva yang pucat namun kadang terlihat gelap,
serta ukuran lidah yang besar (makroglosi).4Adanya diastema multipel dan
maloklusi berupa openbite dan overjet yang besar pada anak talasemia
menyebabkan angka kejadian karies dan gingivitis lebih besar daripada anak
normal.3Penderita talasemia beta mayor memerlukan terapi berupa transfusi
darah rutin yang dapat menyebabkan tingginya zat besi dalam darah, namun
belum ada penelitian yang mengaitkan kadar zat besi dan prevalensi gingivitis
pada anak talasemia beta mayor.
Gingivitis merupakan kondisi inflamasi gingiva yang disebabkan oleh
bakteri dalam plak gigi. Adanya inflamasi ini menyebabkan tubuh
menghasilkan reaksi imun terhadap bakteri tersebut. Gambaran gingivitis
yaitu adanya kondisi peradangan berupa kemerahan, pembengkakan, serta
mudah berdarah, akan tetapi jarang memberikan keluhan.5 Kondisi gingivitis
pada anak dapat muncul pada beberapa kondisi seperti pada masa erupsi gigi,
kebersihan mulut yang buruk, kondisi inflamasi akibat alergi, adanya
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
2
penyakit sistemik, dan hormonal. Penyakit sistemik yang terkait dengan
hematologi juga dapat menyebabkan terjadinya gingivitis.6 Adanya gangguan
pada fungsi sel darah dapat mengganggu suplai nutrisi dan pertukaran gas
pada gingiva.5
Imunoglobulin A sekretori atau dikenal dengan sIgA merupakan lini
pertahanan pertama dalam saliva terhadap adanya infeksi dalam rongga
mulut. sIgA ini dihasilkan oleh sel limfoid yang terdapat dalam kelenjar
saliva. Selain dalam saliva, sIgA juga ditemukan dalam air susu ibu dan air
mata.7 Dalam penelitian sebelumnya didapatkan adanya peningkatan sIgA
pada kondisi karies dan gingivitis anak normal, namun, mekanisme pasti
peran sIgA terhadap gingivitis belum didapatkan.8
Prevalensi terjadinya gingivitis pada anak talasemia beta mayor juga
masih diteliti. Sebuah penelitian menyatakan tingginya kasus gingivitis pada
anak talasemia, namun penelitian lain menyatakan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara anak normal dan anak talasemia beta mayor.9, 10,11
Sebelumnya sudah terdapat penelitian yang menyatakan adanya
penurunan signifikan sIgA pada anak penderita talasemia beta mayor
dibandingkan dengan anak normal yang kemungkinan menyebabkan
tingginya karies pada anak talasemia.1 Sebuah penelitian pernah dilakukan
terkait dengan gingivitis anak talasemia beta mayor, namun, belum pernah
ada penelitian yang dilakukan di Indonesia.8 Berdasarkan hal ini maka
penulis tertarik untuk meneliti kadar sIgA dalam saliva penderita gingivitis,
dengan membandingkan anak talasemia beta mayor dan anak normal.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat perbedaan kadar sIgA saliva pada penderita
gingivitis antara anak talasemia beta mayor dan anak normal?
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis perbedaan kadar sIgA saliva penderita gingivitis antara
anak normal dan anak talasemia beta mayor
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
3
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Penelitian bagi Bidang IKGA
Memberikan informasi khususnya di bidang Ilmu Kedokteran Gigi
Anak mengenai perbedaan kadar sIgA saliva pada penderita gingivitis
antara anak normal dan talasemia beta mayor
1.4.2. Manfaat Penelitian bagi Rekan Sejawat Spesialis Anak
Memberikan informasi kepada dokter spesialis anak mengenai peran
antibodi dalam saliva terhadap terjadinya gingivitis khususnya pada
anak talasemia beta mayor sehingga dapat memberikan edukasi pada
pasien penderita talasemia beta mayor
1.4.3. Manfaat Penelitian bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tindakan
pencegahan, perawatan, dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
terutama pada kondisi gingivitis pada anak khususnya anak talasemia
beta mayor
1.4.4. Manfaat Penelitian bagi Ilmu Pengetahuan
Menjadi acuan lebih lanjut untuk penelitian mengenai sIgA saliva
terkait dengan pencegahan gingivitis pada anak talasemia beta mayor.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Talasemia pada Anak
Talasemia merupakan penyakit darah genetik autosomal resesif
dimana tidak ada atau berkurangnya sintesis satu atau lebih rantai globin
pembentuk hemoglobin sehingga memberikan gambaran anemia mikrositik
dengan sel darah merah berukuran abnormal dan kecil.1,12,13 Penyakit ini
dapat disebabkan oleh perkawinan dua karier talasemia dan sering terjadi
pada anak karena pasien ini jarang mencapai usia dewasa.4
Penyebaran penyakit ini mulai dari daerah Mediterania, Timur Tengah,
India, Burma, dan daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia.14Pada tahun
1994 WHO menyatakan tidak kurang dari 250 juta penduduk dunia
merupakan karier talasemia.15 Di Indonesia, talasemia merupakan kelainan
genetik yang kerap ditemukan dengan angka karier sebesar 3-5% dan di
beberapa daerah mencapai 10%, sehingga, diperkirakan sebesar 2500 anak
per tahun lahir dengan kondisi talasemia.16
Talasemia dapat diklasifikasikan menjadi talasemia alfa, talasemia
beta, talasemia delta beta, dan talasemia delta gamma beta. Namun, talasemia
alfa dan talasemia beta paling sering ditemukan. Pada populasi paling banyak
ditemukan talasemia beta.16 Talasemia beta atau talasemia beta mayor
pertama kali ditemukan oleh Thomas Cooley pada tahun 1925. Oleh karena
itu sering pula dikenal dengan Cooley’s Anaemia.1
Pada talasemia beta terjadi 150/lebih mutasi rantai globin beta berupa
hilangnya atau berkurangnya rantai beta. Hal ini akan menyebabkan
kerusakan sel darah merah pada sumsum tulang dan perifer. Keseluruhan
proses ini akan mengakibatkan anemia parah sehingga menyebabkan
peningkatan produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang yang tidak
efektif, deformitas tulang, pembesaran limpa dan hati, serta hambatan
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
5
pertumbuhan.17 Penanganan untuk talasemia beta ini adalah dengan
melakukan transfusi darah yang memadai agar penderita dapat tumbuh
kembang secara normal, namun dapat ditemukan komplikasi akibat transfusi
berulang yaitu adanya penumpukan zat besi sehingga diperlukan pemberian
kelasi besi.18Bayi dengan talasemia beta mayor akan terlihat pucat dengan
area abdominal yang membesar akibat splenomegali dan kegagalan tumbuh
kembang. Berat anak juga biasanya lebih rendah daripada normal. Kondisi
demam, diare, dan gangguan gastrointestinal umumnya ditemukan pada usia
pertama kehidupan. Kulit juga terlihat pucat dan kekuningan serta akan
menjadi gelap karena sedimentasi zat besi.19,20
2.2. Kondisi Fasial dan Rongga Mulut Anak Talasemia Beta Mayor
Salah satu gambaran khas penderita talasemia adalah facies Cooley
akibat pertumbuhan tulang cranial dan fasial yang abnormal. Bagian hidung
akan terlihat datar tanpa bridge nasal serta jarak antara mata lebar dengan
tulang dahi yang lebar. Selain itu, tulang area pipi terlihat menebal dan
menonjol.21
Pada area rongga mulut, tulang area maksila akan tumbuh berlebihan
akibat ekspansi sumsum tulang sehingga menyebabkan terjadinya maloklusi
gigi serta pada mandibula ukurannya lebih besar daripada normal. Ukuran
gigi sama dengan ukuran gigi normal namun pada penderita talasemia mayor
ditemukan diastema multipel karena pertumbuhan rahang yang cepat. Gigi
anterior maksila juga terlihat protrusi. Gingiva akan terlihat pucat akibat
menurunnya hemoglobin pasien. Namun terkadang juga akan terlihat gelap
akibat tingginya zat besi dalam darah. Ukuran rahang yang besar juga
mengakibatkan lidah yang besar / makroglosi.4,22
Kondisi karies dan penyakit periodontal pada penderita talasemia pada
saat ini masih diteliti. Berdasarkan sebuah penelitian, indeks DMFT pada
anak penderita talasemia lebih tinggi dibandingkan anak normal namun tidak
signifikan.1 Namun, pada penelitian lain ditemukan adanya peningkatan
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
6
karies yang signifikan pada anak talasemia jika dibandingkan dengan anak
normal yang kemungkinan disebabkan oleh lebih rendahnya sIgA pada saliva
anak talasemia.23
Penelitian lain juga menunjukkan tingginya prevalensi gingivitis pada
anak talasemia terkait dengan faktor lokal yaitu karakter maksilofasial berupa
openbite, overjet maksila yang berlebihan, gigitan silang, dan kebiasaan
buruk bernafas dari mulut. Kondisi ini yang dapat menyebabkan terjadinya
penyakit periodontal.1 Kondisi gangguan hemoglobin pada anak talasemia
dapat mengganggu suplai nutrisi dan pertukaran gas pada gingiva.5 Namun,
pada saat ini kondisi gingivitis pada anak talasemia beta mayor masih diteliti,
karena pada beberapa kasus didapatkan prevalensi gingivitis yang lebih tinggi
dibandingkan anak normal, namun di kasus lain tidak didapatkan perbedaan
yang signifikan.
Loe dan Sillness merupakan orang pertama yang menentukan indeks
gingiva dengan melihat derajat inflamasi pada daerah marginal gingiva. Loe
dan Sillness mencatat keparahan marginal dan interproksimal gingiva dengan
skor 0-3.Skoring ini sudah mengalami modifikasi dengan pemeriksaan yang
tidak menggunakan probing dan sistem skoring dimana mencapai skor 4.
Kriteria 0 bila tidak ada kemerahan dan inflamasi; skor 1 menandakan
peradangan ringan dengan sedikit perubahan warna, sedikit perubahan tekstur
pada sebagian area tapi tidak seluruh margin gingiva atau papila; skor 2
peradangan ringan seperti skor 1 tetapi seluruh margin gingiva atau papilla
terkena; skor 3 menandakan peradangan sedang dengan kemerahan,
pembesaran, dan hipertrofi margin gingiva atau papilla; dan skor 4
menandakan inflamasi parah, kemerahan, bengkak, atau hipertrofi pada
margin gingiva dan papilla, ulserasi, dan perdarahan spontan.5,24
2.3. sIgA Saliva
Imunoglobulin merupakan glikoprotein yang terbentuk dari dua rantai
polipeptida berat yang identik dan dua rantai polipeptida ringan yang identik.
Berdasarkan rantai polipeptida yang berat, imunoglobulin dapat dibagi
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
7
menjadi 5 yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE. Di dalam saliva IgA merupakan
imunoglobulin yang terpenting sehingga sering terdapat penolakan infeksi
dalam rongga mulut. Di dalam plasma, IgA ditemukan sebagai monomer dan
di dalam saliva sebagai dimer.25
sIgA merupakan imunoglobulin yang banyak ditemukan dalam saliva
dan sekresi lain. Imunoglobulin ini merupakan molekul polimerik yang
tersusun atas dua atau lebih monomer IgA, rantai J, dan komponen sekretori.
Komponen ini selain dijumpai di saliva, juga ditemui di air susu ibu dan air
mata.7,25 Setiap monomer IgA dibentuk dari empat polipeptida, dua rantai
berat, dan dua rantai ringan. Komponen sekretori diproduksi oleh sel epitel
mukosa.7
Gambar 2.1. Gambaran Struktur sIgA7
sIgA terutama disintesis secara lokal oleh sel plasma dalam kelenjar
saliva, yaitu oleh sel limfosit B. Limfosit B penghasil IgA berada di sekitar
duktus kelenjar saliva. Selain menghasilkan IgA, limfosit B juga mensintesis
rantai J. Dalam limfosit B ini terjadi penggabungan dua molekul IgA dengan
rantai J. IgA yang disekresi mempunyai kecenderungan kuat terhadap
komponen sekretori yang berada pada membran plasma basal sel sekresi
kelenjar saliva. Molekul IgA yang tidak memiliki rantai J tidak terikat pada
the microflora by reducing the rate of acid production and thefall in pH during frequent carbohydrate intake (43). Otheragents that have been formulated for commercial toothpastesand/or mouth rinses include chlorhexidine, quaternary ammo-nium compounds, plant extracts, metal ions, and phenolic com-pounds (97, 304). These antimicrobial agents have been shownto reduce dental plaque formation, caries, and gingivitis (97,302).
Drugs and diseases. Salivary gland hypofunction andxerostemia may result from the intake of xerogenic medication,irradiation treatments for head and neck cancer, and Sjøgren’ssyndrome. Patients with xerostomia have a decrease capacityto eliminate sugars and buffer the acids found in plaque. Inaddition to suffering from the reduction in saliva protection,patients with xerostomia generally consume soft, high-sucrosediets and suck sour candies to keep their mouths moist (299).Patients suffering from xerostemia have higher levels of mu-tans streptococci, lactobacilli, staphylococci, and Candida,while the levels of S. sanguis, Neisseria, Bacteroides, and Fuso-bacterium are reduced compared with those in a healthy indi-vidual. They are also more susceptible to dental caries andcandidiasis (63, 273).
Antibiotics that are given orally or systemically for the treat-ment of different infections may enter the oral cavity via salivaand gingival crevicular fluid and lead to a inbalance in the oralmicrobiota (416, 417). Antibiotics may suppress some residentbacterial populations which can result in overgrowth of anti-biotic-resistant bacteria, infections by opportunist pathogenssuch as Candida, and colonization by exogenous potentialpathogens such as yeasts and members of the Enterobacteri-aceae.
Other factors. Many other external factors may affect theoral microbiota; these include the wearing of dentures or par-tial dentures (305), smoking, oral contraceptives usage (539),malnutrition (474), host macroenvironment (150, 294, 295),and various exposures to exogenous bacterial species (150,396).
SECRETORY IgA SYSTEM
IgA Structure
SIgA is the principal immunoglobulin isotype found in salivaand all other secretions. It exists as a polymeric moleculecomposed of two (or more) IgA monomers (300,000 Da), a J(joining) chain (15,600 Da), and a secretory component (SC)(70,000 Da) (reviewed in references 54, 81, and 220) (Fig. 1).Each monomeric IgA is formed of four polypeptides, two!-heavy chains and two light chains (kappa or lambda) linkedcovalently by disulfide bonds. The J chain and SC are disulfidelinked to the Fc region of the IgA molecule (220). The J chainis a polypeptide synthesized within plasma cells that is involvedin initiating the polymerization of IgA. The SC is a heavilyglycosylated protein produced by mucosal epithelial cells. TheSC stabilizes the structure of polymeric IgA and protects themolecule from proteolytic attack in secretions (224). It is re-ferred to as the polyimmunoglobulin receptor (PIgR) in itsmembrane-bound molecular form. It is present on basolateralepithelial cell membranes and acts as a receptor for transepi-thelial transport of polymeric IgA (and IgM) (81, 497).
In humans, there are two IgA subclasses, IgA1 and IgA2,which occur in similar proportions in saliva and other secre-tions. The IgA1 and IgA2 heavy chains differ in only 22 aminoacids, predominantly due to a deletion of 13 amino acids in thehinge region of IgA2; these amino acids are present in IgA1(220, 498, 501). This structural difference renders IgA2 resis-
tant to the action of a number of bacterial proteases thatspecifically cleave IgA1 in the hinge region (220). These IgA1proteases are produced by several mucosal pathogens as wellas by a large number of resident bacteria of the oral cavity andare thought to interfere with most of the protective propertiesof IgA antibodies (224). Salivary IgA antibodies against pro-teins and carbohydrates of bacteria occur predominantly in theIgA1 subclass, and the antibodies against lipoteichoic acid andlipopolysaccharide are more prevalent in the IgA2 subclass(64).
Two subclasses of IgA, IgA1 and IgA2, similar to those inhumans have been identified in chimpanzees, gorillas, andgibbons (215, 216). Generally, only one IgA isotype is found inother primates, rats, and mice, with its structure differing fromIgA1 and IgA2 (215, 216, 395, 502). Only IgA1 from gorillasand chimpanzees and IgA from orangutans are susceptible tocleavage by IgA1 proteases (380, 384).
Synthesis and Transport of Salivary IgA
Salivary IgA is produced by plasma cells that are locatedadjacent to the duct and acini of salivary glands (243). IgA-secreting plasma cells predominate in the major and minorsalivary glands over plasma cells producing other Ig isotypes(328). Polymeric IgA containing J chain, secreted by plasmacells, is specifically recognized by the PIgR located on thebasolateral surface of the ductal and acinar cells (497). Thepolymeric IgA-PIgR complex is internalized into endocyticvesicles and transported to the apical surface of the epithelialcells. After fusion of the vesicles with the cell membrane, thePIgR is proteolytically cleaved, which releases a portion ofPIgR, called SC, and polymeric IgA into the secretions as SIgA(81, 497). During the external translocation, disulfide bondscovalently link SC with polymeric IgA, which in turn stabilizesthe IgA-SC complex (54).
FIG. 1. Schematic representation of SIgA. SIgA consists of at least two IgAmonomers linked to a J chain and a secretory component (SC). The J chain andSC are disulfide linked to the Fc region of the IgA molecule. Each IgA mono-mers consist of two !-heavy chains and two light chains linked covalently bydisulfide bonds. The wavy line represents the SC.
82 MARCOTTE AND LAVOIE MICROBIOL. MOL. BIOL. REV.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
8
komponen sekresi sehingga tidak dapat masuk ke sel sekresi, akibatnya tidak
dapat disekresi juga. Saliva dari kelenjar parotis memiliki konsentrasi sIgA
yang terendah dan sekresi mukus yang tertinggi.7,26
Respons sIgA terhadap antigen dalam mulut diinduksi oleh dua
mekanisme. Pertama, antigen oral menstimulasi proliferasi dan diferensiasi
sel limfoid lokal pada kelenjar saliva dengan masuk melalui duktus ke
kelenjar saliva. Kelenjar saliva terdiri dari jaringan limfoid yang mengandung
makrofag, sel T, dan sel B yang secara langsung berkontak dengan antigen
oral. Antigen oral dapat masuk ke duktus kelenjar melalui aliran retrogade
natural dan mendapat akses ke sistem sel imunitas dengan endositosis oleh
duktus epitelium. Antigen kemudian ditangkap oleh makrofag dan dipaparkan
ke sel B dan sel T sehingga sIgA disekresikan. Mekanisme kedua melibatkan
migrasi sel B prekursor dengan IgA yang tersensitisasi antigen dari jaringan
limfoid melalui mekanisme Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT). GALT
merupakan sumber kaya prekursor sel B penghasil IgA yang memiliki
kemampuan untuk mengumpulkan jaringan limfoid. Jaringan limfoid ini
ditutupi oleh sel FAE (flollicule-associated epithelial cells) yang berfungsi
mengambil dan mentransportasi antigen dari lumen ke jaringan limfoid.
Dengan adanya antigen ini, prekursor sel B dan sel T penghasil IgA akan
meninggalkan GALT melalui limfatik eferen dan masuk ke darah perifer. Sel
B dan sel T ini kemudian akan bermigrasi ke lamina propria pada intestinal,
paru, saluran genitourinary, dan kelenjar sekretori. Pada jaringan ini,
prekursor sel B penghasil IgA akan berproliferasi dan matang menjadi sel
plasma IgA. Sistem imun ini dikenal dengan sistem imun mukosa umum.
Pada sistem ini tampak IgA disekresi kelenjar yang tidak secara langsung
distimulasi oleh antigen.7,26
sIgA merupakan lini pertama pertahanan terhadap patogen. Inhibisi
adhesi bakteri oleh sIgA merupakan mekanisme pertahanan penting terhadap
invasi bakteri mukosa. Selain itu, sIgA juga dapat menetralkan toksin bakteri
dengan memblok ikatan bakteri dengan reseptor sel. Dalam infeksi virus,
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
9
sIgA juga berperan penting dalam menetralkan virus karena adanya sIgA
pada daerah kontak awal antara virion dan sel host.7
Dalam rongga mulut, antibodi sIgA dapat menjaga integritas
permukaan oral dengan membatasi adhesi mikroba ke permukaan epitel dan
gigi dengan menetralkan enzim, toksin, dan virus atau beraksi bersama
dengan faktor antibakteri lain seperti lisosom, laktoferin, peroksidase saliva,
dan mucin. sIgA juga mencegah penetrasi antigen pada mukosa oral.7Respon
imun dalam saliva lebih banyak bergantung pada fungsi sIgA sebagai sistem
imun humoral, sedangkan dalam gingiva dikontrol oleh sebagian besar
komponen respon imun yang ditemukan dalam darah. sIgA bersifat resisten
terhadap degradasi proteolitik bakteri dan digestif hidrolase yang berada
dalam saliva sehingga sIgA stabil dalam cairan saliva.26Sekresi sIgA saliva
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain paparan antigen, kondisi
stress, daya alir saliva, usia, intensitas aktivitas, hormon, dan genetik.27,28
2.4. Metode ELISA sebagai Pemeriksaan sIgA Saliva
ELISA merupakan suatu metode pemeriksaan biokimia terkait
imunologi dengan melihat ikatan antara antibodi dan antigen. Metode ini
dapat mengukur dan mendeteksi substrat protein, antibodi, hormon, dan
peptid. ELISA merupakan metode yang cukup akurat dalam mengestimasi
material dalam larutan seperti serum, urin, dan kultur supernatan.29
Prinsip dasar metode ini adalah penggunaan enzim untuk mendeteksi
ikatan antigen dan antibodi. Enzim ini akan mengubah substrat tak berwarna
(kromogen) menjadi produk berwarna yang mengindikasikan adanya ikatan
antibodi dan antigen. ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
antigen atau antibodi dalam sampel. Perubahan warna ini dapat dibaca
dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. Hasilnya dibaca
sebagai nilai absorban dan didata dalam bentuk optical density.29,30
Kelebihan metode ELISA ini adalah akurat, cukup sensitif, reagen
memiliki waktu paruh panjang, tidak mengandung bahaya radioaktif, dan
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
10
hasil yang didapatkan relatif cepat.23,30,31 Enzim yang digunakan untuk
memberi label antigen atau antibodi tidak boleh mengurangi sifat imunologi
antigen dan antibodi, diperoleh dalam keadaan murni dan stabil untuk
disimpan dalam jangka waktu tertentu.30
2.5. sIgA Saliva dan Gingivitis
Penyakit periodontal merupakan suatu proses infeksi yang disebabkan
oleh plak gigi. Proses infeksi ini dapat muncul dalam berbagai gambaran
klinis bergantung pada etiologi spesifik, yaitu bakteri Haemophilus
(Actinobacillus) actinomycetemcomitans, Bacteroides (Porphyromonas)
gingivalis, Bacteroides (Prevotella) forsythus, Wolinella recta, dan
spirochaeta. Penyakit periodontal juga dapat terkait dengan reaksi imunologis
akibat aksi bakteri dalam plak.32,33
Penyakit periodontal pada anak umumnya terbatas pada gingivitis
marginal. Adanya inflamasi gingiva pada anak lebih rendah keparahannya
dibandingkan anak usia remaja dengan jumlah bakteri plak yang sama. Hal
ini disebabkan oleh adanya perubahan fungsi struktur jaringan periodonsium,
maturasi dan adanya mikroflora yang berbeda, dan kematangan sistem
imun.34,35 Pada anak, sel inflamatori dapat masuk ke dalam sulkus gingiva
dengan kondisi gingivitis khususnya sel limfosit T. Selain itu, respons
humoral juga teraktivasi dengan adanya limfosit B yang mensintesis antibodi
seperti IgA, IgG, dan IgM.36
Beberapa penelitian sudah dilakukan mengenai hubungan indeks
periodontal dan tingkat imunoglobulin. Kebanyakan penelitian menunjukkan
adanya hubungan imunoglobulin A dan penyakit periodontal pada subjek
orang dewasa.33 Namun, peran sIgA selama perkembangan gingivitis masih
belum diketahui pasti. Dalam sebuah penelitian didapatkan peningkatan sIgA
dari kelenjar parotis pada subyek yang memiliki gingivitis karena adanya
antigen bakteri dalam plak, namun tidak terdapat hubungan langsung antara
konsentrasi sIgA dan akumulasi plak.37
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
11
Penelitian lain juga menghubungkan antara sIgA dan gingivitis pada
saliva yang tidak terstimulasi. Pada penelitian ini didapatkan sIgA pada anak
dengan gingivitis lebih tinggi dibandingkan dengan anak tanpa gingivitis.
Namun, menurut penelitian ini, sIgA tidak secara langsung menyebabkan
kondisi patologis pada gingiva namun melalui reaksi imun spesifik lokal yang
menyebabkan kondisi gingivitis.8
Kondisi imunitas pada anak talasemia beta mayor pada saat ini masih
diteliti. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk mengevaluasi perubahan
sistem imunitas yang dapat terjadi pada pasien talasemia beta mayor, baik
pada sistem imun selular maupun humoral, tetapi hasil yang konsisten belum
didapatkan. Beberapa variasi abnormalitas imunitas yang dapat terjadi antara
lain peningkatan level serum imunoglobulin A serta adanya perubahan pada
jumlah dan fungsi sel B dan sel T. Hal ini dapat terjadi karena adanya jumlah
zat besi yang berlebihan, eksposur terhadap antigen asing secara berulang
akibat transfusi darah dan penggunaan agen kelasi. Jumlah zat besi yang
berlebihan diperkirakan juga dapat menstimulasi produksi immunoglobulin A
yang merupakan antibodi mukokutan.38,39
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
12
2.6. Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Teori
Kondisi gingivitis pada anak secara umum disebabkan oleh faktor lokal
yaitu adanya plak dan kalkulus. Namun, pada anak penderita talasemia beta
mayor terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya
gingivitis yaitu adanya kondisi maloklusi dan adanya gangguan hemoglobin serta
penumpukkan zat besi. Kondisi sistemik anak talasemia beta mayor memerlukan
perawatan yang dapat menyebabkan perubahan pada sistem imun humoral
sehingga berpengaruh terhadap produksi sIgA saliva. Namun belum ditemukan
apakah ada pebedaan kadar sIgA saliva pada penderita gingivitis antara anak
talasemia beta mayor dan anak normal.
?
sIgA saliva
Gingivitis
Anak Normal
Faktor Lokal :
Plak dan kalkulus
Anak talasemia beta mayor
Faktor Lokal : Plak dan kalkulus Kondisi maloklusi
Faktor Sistemik :
Gangguan hemoglobin dan
penumpukkan zat besi
Perubahan sistem imun
humoral
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
13
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep
3.2. Hipotesis
Terdapat perbedaan kadar sIgA saliva pada penderita gingivitis antara
anak talasemia beta mayor dan anak normal.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah anak talasemia beta mayor dengan
gingivitis dan anak normal yang dengan gingivitis.
3.4. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk observasional laboratorik dengan metode potong
lintang.
3.5. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah saliva yang dikumpulkan dari subjek penelitian
sesuai kriteria.
Anak talasemia beta mayor dengan gingivitis Kadar sIgA saliva
Anak normal dengan gingivitis Kadar sIgA saliva
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
14
3.6. Definisi Operasional
Saliva anak talasemia beta mayor adalah cairan sekresi kelenjar saliva
yang mengandung komponen antibodi sIgA yang diambil dari anak penderita
penyakit darah genetik berupa tidak ada atau berkurangnya produksi rantai
beta pada globin sehingga menyebabkan terjadinya gambaran anemia
mikrositik.
Saliva kelompok anak normal adalah cairan sekresi kelenjar saliva yang
mengandung komponen antibodi sIgA yang diambil dari populasi anak sehat
dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial wajar serta
tidak dalam keadaan sakit dan tidak didiagnosis mengalami penyakit sistemik
tertentu, sindroma, atau gangguan tumbuh kembang lain.
Variabel Definisi Alat Ukur Satuan Skala
Secretory
Imunoglobulin
A (sIgA)
Sistem imun utama di dalam rongga mulut dalam melawan bakteri dan banyak ditemukan dalam saliva serta dihasilkan oleh sel plasma dengan teraktivasinya respon imun humoral dalam rongga mulut. Kadar sIgA saliva ini dipengaruhi oleh paparan antigen, nutrisi, asupan ASI, daya alir saliva, intensitas aktivitas, hormon, dan genetik
Kadar sIgA dinilai dengan Salivary Secretory IgA Indirect Enzyme Immunoassay Kit, Salimetrc USA. Hasil dilihat dengan spektrofotometri panjang gelombang 450 nm.
Hasil dinyatakan dalam satuan µg / ml
Rasio
Gingivitis Inflamasi pada gingiva dengan gambaran
Gingival Indeks. Pemeriksaan dilakukan
Skoring yang dilakukan : 0 : bila tidak ada
Ordinal
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
15
peradangan berupa kemerahan dan pembengkakan daerah papil.
dengan melihat gambaran klinis. Pemeriksaan gingivitis dilihat pada daerah gingiva gigi molar satu kanan dan kiri rahang atas bagian mesiobukal dan distobukal, gigi insisif satu kanan rahang atas dan bawah bagian mesiolabial dan distolabial. Hasil perhitungan skor untuk masing-masing gigi didapat dari penjumlahan skor dua daerah gingiva dan dibagi dua. Indeks gingival merupakan jumlah skor gingiva gigi yang diperiksa dibagi jumlah gigi yang diperiksa.
kemerahan dan inflamasi; skor 1 menandakan peradangan ringan dengan perubahan warna, perubahan tekstur pada sebagian area tapi tidak seluruh margin gingiva atau papila; skor 2 peradangan ringan seperti skor 1 tetapi seluruh margin gingiva atau papilla terkena; skor 3 menandakan peradangan sedang dengan kemerahan, pembesaran, dan hipertrofi margin gingiva atau papilla; dan skor 4 menandakan inflamasi parah, kemerahan, bengkak, atau hipertrofi pada margin gingiva dan papilla, ulserasi, dan perdarahan spontan.
3.7. Kriteria Subjek Penelitian
Kriteria subjek penelitian ini terdiri dari subjek kelompok anak talasemia
beta mayor dan kelompok anak normal.
Kriteria inklusi subjek kelompok anak talasemia beta mayor sebagai
berikut:
- Anak talasemia β mayor yang diagnosisnya telah ditetapkan dokter
spesialis anak dengan hemoglobin < 10 g/L;
- Skoring def maksimal 5 gigi;
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
16
- Berusia 5-8 tahun;
- Kooperatif untuk menjalani pemeriksaan klinis dan pengambilan sampel
saliva;
- Memiliki gingivitis moderat;
- Anak telah mendapatkan persetujuan dari orang tua sebagai subjek
penelitian (informed consent).
Kriteria eksklusi subjek kelompok anak talasemia beta mayor sebagai
berikut:
- Sedang menjalani ujian di sekolah pada hari pengambilan sampel saliva;
- Setelah melakukan olah raga di sekolah pada hari pengambilan sampel;
- Anak yang tidak gingivitis.
Kriteria inklusi subjek kelompok anak normal sebagai berikut:
- Anak tanpa sindroma maupun keadaan medis apapun yang disangkal
orang tua;
- Skoring def maksimal 5 gigi;
- Berusia 5-8 tahun;
- Kooperatif untuk menjalani pemeriksaan klinis dan pengambilan sampel
saliva;
- Memiliki gingivitis moderat;
- Anak telah mendapatkan persetujuan dari orang tua sebagai subjek
penelitian (informed consent).
Kriteria eksklusi subjek kelompok anak normal sebagai berikut :
- Sedang menjalani ujian di sekolah pada hari pengambilan sampel saliva;
- Setelah melakukan olah raga di sekolah pada hari pengambilan sampel;
- Mengkonsumsi obat-obatan sistemik;
- Anak yang tidak gingivitis.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
17
3.8. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
Jakarta Selatan; klinik gigi anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia; dan Laboratorium Oral Biologi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia. Waktu penelitian pada bulan Mei-Juni 2014.
3.9. Besar Sampel
Besarnya sampel dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
2
(Zα + Zβ)S
n1 = n2 = 2 ___________
(X1-X2)
n = besar sampel
Zα = kesalahan tipe I
( tingkat kemaknaan ditetapkan 0,05; sehingga Zα = 1,96 )
Zβ = kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ=0,84
S = simpang baku kedua kelompok merupakan simpang baku
gabungan yang berasal dari penelitian terdahulu39
X1-X2 = selisih minimal rerata yang dianggap bermakna39
Jadi besar subjek penelitian:
2
(1,96 + 0,84) 2,8
n1 = n2 = 2 ________________
2,67
n = 15.68 (dibulatkan menjadi 16)
Jadi, besar sampel untuk penelitian ini adalah 16.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
18
3.10. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan selama proses pengambilan data
hingga proses laboratori adalah:
- Alat tulis;
- Lembar formulir;
- Lembar tabel untuk penilaian Gingival Indeks;
- Povidon Iodines (Merk Betadine);
- Separator Sample Tube (SST);
- Kantong plastik;
- Multichannel pippete;
- Sarung tangan sekali pakai;
- Masker;
- Botol;
- Gelas Ukur;
- Pippets tips;
- Tissu;
- Air milliq;
- Alat standard dental (kaca mulut, ekskavator, pinset);
- Senter diagnostik;
- Sentrifugator;
- Vortex;
- Lemari pendingin -20C;
- Plate reader 450 nm;
- Salivary sIgA Immunoassay (EIA) Kit, Salimetric, USA.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
19
3.11. Alur Tata Laksana Penelitian
3.12. Cara Kerja Penelitian
Tahapan kerja penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lolos komisi etik FKG UI dan izin ke Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, Jakarta Selatan;
2. Melakukan seleksi subjek penelitian berdasarkan kriteria inklusi;
3. Memberikan informasi secara lisan dan tulisan mengenai penelitian
yang akan dilakukan kepada orangtua anak. Apabila bersedia menjadi
Lolos Komisi Etik FKG UI
Izin RSUP Fatmawati Jakarta Selatan
Informed Consent
Pengukuran Nilai Gingival Indeks dan Pengumpulan Sampel Saliva pada anak normal dan anak talasemia beta mayor
Pengukuran Kadar sIgA Saliva dengan metode ELISA
Tabulasi, Pengolahan, dan Analisa Statistik Data
Laporan Hasil Penelitian
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
20
subjek penelitian maka dibagikan lembar persetujuan (informed consent)
yang harus diisi dan ditandatangani oleh orangtua subjek penelitian;
4. Setelah alat disiapkan, subjek dipanggil dan didampingi orangtua lalu
diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan;
5. Pengumpulan saliva dilakukan antara pukul 08.00-11.00 WIB untuk
mengurangi irama sirkadian dan 1,5-2 jam setelah subjek makan
terakhir. Penelitian dilakukan di ruangan di bawah penerangan lampu
atau sinar matahari;
6. Subjek diambil sampel salivanya dan diperiksa gingival indeks dengan
tahapan:
a. Subjek duduk di kursi dengan santai;
b. Sebelum diambil sampel saliva subjek diminta berkumur dengan
air matang selama 1 menit, lalu ditunggu 1 menit dan subjek
diminta untuk tidak menelan saliva;
c. Saliva dengan jumlah minimal 2 ml diambil dari bawah lidah
subjek dengan pipet plastik panjang;
d. Pemeriksaan gingivitis dilakukan dengan kaca mulut lalu dinilai
sesuai kriteria indeks gingiva Loe dan Silness;
7. Cara penanganan sampel saliva:
a. Saliva yang sudah terkumpul langsung dimasukkan ke dalam
Sample Separator Tube (SST) dan disimpan di lemari pendingin
-20C di laboratorium Biologi Oral FKG UI Salemba, Jakarta
Pusat;
8. Pengolahan sampel di laboratorium dengan tahapan sebagai berikut:
a. Sampel yang dalam kondisi beku dicairkan pada suhu ruang;
b. Semua sampel disentrifugasi pada 1500 x g(@3000 rpm) selama
15 menit pada suhu 22°C;
c. 25 µL supernatan saliva diambil dan dimasukkan dalam eppis
steril yang sudah disiapkan dan diberi label sebelumnya;
9. Pengukuran kadar sIgA saliva dengan ELISA kit (Salimetric, USA)
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
21
a. Menyiapkan microplate, sampel, dan seluruh reagen yang terdiri
dari : sIgA Antibodi-Enzime Conjugate, sIgA standard, sIgA
Diluent wash buffer, Tetramethylbenzidine (TMB), dan stop
solution;
b. Menentukan desain microplate;
c. Membuat konsentrasi 600 µg/mL, 200 µg/mL, 66,7 µg/mL, 22,2
µg/mL, 7,4 µg/mL, dan 2,5 µg/mL. Teteskan 3 mL sIgA diluent
1x ke dalam tabung;
d. Melakukan pengenceran sampel saliva dengan memasukkan 100
µL sIgA diluent 1x ke dalam eppis steril. Kemudian 25 µL saliva
dari masing-masing sampel dimasukkan ke dalam eppis steril;
e. Satu tabung dengan tutup diberi label berukuran 12 x 75 mm
untuk masing-masing standard, control, dan sampel yang tidak
diketahui, serta satu tabung untuk nilai nol. Empat mL sIgA
diluent ditambahkan 1x ke dalam setiap tabung. Sepuluh µL
standard (dari langkah c), kontrol atau sampel saliva yang tidak
diketahui (dari langkah d) ke dalam tabung yang sesuai. Sepuluh
µL sIgA diluent 1x ditambahkan ke dalam tabung nol;
f. Melakukan pengenceran antibodi-enzim konjugat 1:120 dengan
menambahkan 25 µL konjugat ke dalam 3 mL sIgA diluent 1x
yang terlah disiapkan pada langkah c. Kemudian dicampur
hingga rata dan antibodi-enzim konjugat 50 µL yang telah
diencerkan diteteskan ke dalam seluruh tabung dengan
menggunakan pipet. Setiap tabung dicampur perlahan dengan
membalik dan menginkubasi selama 90 menit pada suhu ruang;
g. Melakukan inversi dan menambahkan 50 µL larutan dari langkah
f ke microtitre plate. Plat adhesif ditutup dan inkubasi pada suhu
ruang dengan pencampuran terus menerus pada 100 rpm selama
90 menit;
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
22
h. Mencuci plate dengan wash buffer. Masing-masing well pada
plate dicuci dengan 250 µL wash buffer. Setelah masing-masing
well dicuci kemudian dibersihkan di atas kertas tissue sebelum
meletakkan plate dibalikkan pada posisi tegak;
i. Larutan TMB sebanyak 50 µL ditambahkan ke dalam setiap well
dengan menggunakan multichannel pipette;
j. Melakukan pencampuran pada plate rotator selama 5 menit pada
100 rpm dan inkubasi plate dalam ruang gelap pada suhu ruang
selama 40 menit. Paparan cahaya dihindari karena sangat sensitif
terhadap cahaya;
k. Stop solution sebanyak 50 µL ditambahkan dengan multichannel
pipette. Kemudian diletakkan pada plate rotator selama 3 menit
pada 500 rpm. Seluruh well dipastikan telah berubah menjadi
kuning. Jika masih berwarna hijau, pencampuran diteruskan.
Bagian dasar plat diseka dengan kain yang telah dibasahi dengan
air dan dikeringkan. Hasil kemudian dibaca dengan plate reader
pada panjang gelombang 450 nm. Plat lalu dibaca dalam waktu
10 menit dari penambahan stop solution.
3.13. Analisis Data
Analisis data untuk melihat kemaknaan perbedaan kadar sIgA saliva
pada anak talasemia dan anak normal adalah uji t test tidak berpasangan
dengan nilai batas kemaknaan p≤0,05.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
23
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta Selatan dan Klinik Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia pada bulan Juni 2014. Jumlah subjek penelitian ini adalah
32 anak penderita gingivitis moderat yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian
terdiri dari 16 anak penderita talasemia beta mayor dan 16 anak normal.
Sampel saliva subjek penelitian diambil setelah orangtua menandatangani
informed consent. Pengambilan saliva dilakukan dengan menggunakan pipet
plastik dengan mengambil saliva di bawah lidah sebanyak 2 mL.
Pada uji normalitas Shapiro-Wilk didapatkan hasil sebaran data kadar
sIgA baik pada anak talasemia beta mayor dan anak normal terdistribusi normal
sehingga analisa uji statistik yang digunakan adalah uji t-test tidak berpasangan
dengan batas kemaknaan p≤0,05.
Tabel 4.1 Nilai Rerata, Simpang Baku, dan Perbedaan Kadar sIgA
Penderita Gingivitis antara Anak Talasemia Beta Mayor dan Anak Normal
Kadar sIgA (µg/mL)
Kelompok N Rerata ± Simpang Baku P
Anak Normal 16 186,136 ± 92,342 0,016*
Anak Talasemia
Beta Mayor
16
111,541 ± 71,000
Jumlah 32
*p≤0,05
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
24
Dari tabel 4.1 terlihat nilai rerata kadar sIgA saliva anak talasemia beta
mayor sebesar 111,541 ± 71,000 µg/mLdan pada anak normal sebesar 186,136 ±
92,342 µg/mL. Dari hasil ini terlihat bahwa rerata sIgA saliva pada anak talasemia
beta mayor lebih rendah jika dibandingkan dengan anak normal. Pada hasil uji t-
test tidak berpasangan diperoleh p=0,016 (p≤0,05). Hasil ini menunjukkan
terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar sIgA saliva pada penderita
gingivitis antara kelompok anak talasemia beta mayor dan anak normal.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
25
BAB 5
PEMBAHASAN
Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan di klinik kedokteran
gigi anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan Instalasi Talasemia
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. Pertimbangan pemilihan
tempat ini adalah lokasi yang masih cukup terjangkau dengan laboratorium oral
biologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Selain itu, Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan merupakan salah satu rumah sakit
rujukan talasemia di Jakarta Selatan sehingga jumlah subjek penderita talasemia
beta mayor cukup banyak ditemukan. Di dalam data Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati didapatkan pada tahun 2012 jumlah kegiatan transfusi darah untuk
kasus talasemia beta mayor adalah sebanyak 1986 dan pada tahun 2013 sebanyak
2749. Namun, berdasarkan data yang ada belum dibedakan antara pasien anak dan
dewasa.
Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah adanya penurunan sIgA
pada anak talasemia beta mayor dibandingkan dengan anak normal dikaitkan
dengan kondisi karies.1 Namun, penelitian yang mengaitkan kadar sIgA pada anak
talasemia beta mayor dengan gingivitis belum pernah dilakukan di Indonesia.
Adanya gingivitis menandakan adanya infeksi pada rongga mulut, sehingga tubuh
akan merespon dengan mengaktifkan respon imun humoral.40 Sampai dengan saat
ini masih dilakukan beberapa penelitian untuk mengetahui kondisi imunitas
humoral dan seluler pada anak talasemia beta mayor. Sebuah penelitian
menyatakan adanya perubahan level serum imunoglobulin dan perubahan pada
jumlah serta fungsi sel B dan sel T yang kemungkinan disebabkan oleh paparan
antigen yang berulang akibat perawatan transfusi darah pada anak talasemia beta
mayor.38,39
Pada hasil pemeriksaan didapatkan anak talasemia beta mayor dengan usia
5-8 tahun merupakan penderita gingivitis moderat. Subyek penelitian pada
penelitian ini adalah 32 anak, terdiri dari 16 anak talasemia beta mayor dan 16
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
26
anak normal. Pertimbangan pemilihan usia 5-8 tahun adalah kemungkinan
ditemukan kondisi gingivitis pada anak tersebut cukup tinggi karena merupakan
fase gigi bercampur dengan eksfoliasi gigi sulung dan erupsi gigi tetap. Hal ini
dilatarbelakangi oleh adanya penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
kondisi gingivitis pada anak talasemia beta mayor tidak berbeda bermakna
dibandingkan dengan anak normal.9,10 Pertimbangan lain pemilihan usia ini
adalah tingkat kooperatif anak pada saat pengumpulan saliva. Jenis kelamin tidak
dibedakan pada penelitian ini karena kadar sIgA tidak bergantung pada jenis
kelamin. Subjek yang sedang menjalani ujian dan setelah melakukan olahraga di
sekolah menjadi kriteria eksklusi penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh adanya
pengaruh intensitas aktivitas dan stres yang dapat menyebabkan perubahan pada
kadar sIgA.41 Subjek yang mengkonsumsi obat-obatan sistemik juga menjadi
kriteria eksklusi karena dapat mempengaruhi hasil penelitian. Hal ini disebabkan
karena obat-obatan sistemik dapat mempengaruhi kondisi saliva seperti daya alir
saliva sehingga mempengaruhi kadar sIgA saliva.42
Metode pengukuran gingivitis pada penelitian ini menggunakan metode
Loe and Silness. Pemilihan metode ini karena sudah terdapat modifikasi
pengukuran gingivitis hanya dengan menggunakan gambaran klinis tanpa
menggunakan probing. Hal ini penting karena pada anak talasemia pengukuran
gingivitis dengan menggunakan alat periodontal probe sebaiknya dihindari.
Selain itu, pemeriksaan dengan waktu yang relatif singkat juga merupakan salah
satu keuntungan metode Loe and Silness ini.5
Berdasarkan kriteria inklusi kondisi gingivitis pada subjek penelitian ini
adalah penderita gingivitis moderat. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil
survey awal didapatkan kondisi gingivitis yang banyak ditemukan pada subjek
penelitian adalah gingivitis moderat. Kondisi gingivitis ringan juga banyak
ditemukan pada subjek penelitian terutama pada subjek penderita talasemia beta
mayor. Namun, kondisi gingivitis ringan tidak diambil menjadi subjek penelitian
untuk menghindari hasil yang tidak terlalu berbeda antara anak normal dan anak
talasemia beta mayor. Kondisi karies pada subjek penelitian maksimal 5 gigi
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
27
yang mengalami karies untuk mengurangi hasil bias penelitian. Adanya karies
yang tinggi dapat mempengaruhi kadar sIgA dalam saliva yaitu adanya penurunan
pada kadar sIgA saliva sedangkan pada penelitian ini hanya ingin melihat infeksi
gingivitis terhadap kadar sIgA saliva.
Desain penelitian pada penelitian ini adalah metode potong lintang.
Pengambilan sampel saliva hanya dilakukan satu kali pada satu waktu.
Pengukuran kadar sIgA saliva kemudian dilakukan pada sampel saliva tersebut.
Keuntungan dari desain penelitian ini adalah waktu penelitian yang relatif singkat,
sederhana, dan hasil juga didapatkan pada waktu yang singkat. Namun, desain
penelitian ini tidak dapat menggambarkan perkembangan suatu penyakit karena
hanya diambil pada satu waktu saja.43
Penelitian ini menggunakan sampel saliva karena berdasarkan literatur
yang ada sIgA banyak terdapat dalam saliva, mukosa trakeobrankial, air susu ibu,
kolostrum, dan urogenital. Sampel saliva diambil karena saliva berada dalam
rongga mulut dan berkontak langsung dengan gingiva. Oleh karena penelitian ini
mengambil subjek dengan gingivitis maka sIgA yang digunakan diambil dari
saliva. Pengambilan sampel saliva pada penelitian ini dilakukan pada pagi hari
antara jam 08.00 sampai 11.00. Alasan pengambilan sampel pada jam ini adalah
untuk mencegah bias hasil kadar sIgA saliva akibat irama sirkadian tubuh. Irama
sirkadian merupakan perilaku fisiologis tubuh untuk beradaptasi terhadap
perubahan waktu selama 24 jam dan diatur oleh hipotalamus. Irama sirkadian ini
dapat mempengaruhi laju alir saliva sehingga dapat menyebabkan perubahan
konsentrasi kadar sIgA saliva. Kadar sIgA saliva memiliki diurnal rhythm,
dimana kadar sIgA saliva paling tinggi pada pagi hari dan menurun hingga sore
hari.44 Selain itu, pada jam ini diperkirakan subjek penelitian sudah sarapan dan
ada jeda istirahat sekitar 1 jam sebelum pengambilan sampel.
Pengambilan sampel saliva dilakukan pada kondisi saliva tidak
terstimulasi. Pengambilan saliva dilakukan tanpa stimulasi karena saliva yang
terstimulasi memiliki kadar sIgA yang lebih tinggi dibandingkan saliva yang tidak
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
28
terstimulasi.44 Pengambilan saliva dilakukan dengan menggunakan pipet plastik
panjang dan dilakukan di bawah lidah. Pengumpulan saliva di bawah lidah
diharapkan akan didapatkan saliva langsung dari kelenjar saliva mayor dan tidak
terkontaminasi.
Metode pengukuran kadar sIgA saliva dilakukan dengan menggunakan
metode ELISA. Metode ELISA ini digunakan untuk mendeteksi dan mengukur
jumlah sIgA saliva pada suatu sampel. Hasil pengukuran berdasarkan nilai
absorban dan didata dalam bentuk unit absorban berupa konsentrasi. Nilai ini
merupakan kadar sIgA saliva. Penelitian ini menggunakan ELISA kit merk
SalimetricTM USA dan kadar sIgA saliva diukur dalam larutan 25 µL saliva.
Kontrol standar yang digunakan adalah 0 µg/mL sampai 600 µg/mL. Pada
penelitian ini didapatkan standar dengan kadar sIgA sebesar 0 µg/mL; 65,583
µg/mL; 242,949 µg/mL; 412,925 µg/mL; dan 508,999 µg/mL. Oleh karena itu
kadar sIgA saliva di bawah standar 65,583 µg/mL akan terbaca menjadi 0.
Pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil dimana kadar sIgA saliva
akan meningkat pada kondisi gingivitis yang terjadi pada anak normal.8 Sebuah
penelitian lain juga menyatakan tidak adanya perbedaan insiden terjadinya
penyakit gingiva dan jaringan periodontal antara anak talasemia beta mayor dan
anak normal.38 Namun, kondisi maloklusi yang ada dapat mendorong terjadinya
gingivitis. Pada tabel 4.1 terlihat adanya perbedaan bermakna antara kadar sIgA
saliva pada penderita gingivitis antara anak talasemia beta mayor dan anak
normal. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
kadar sIgA saliva pada anak talasemia beta mayor penderita gingivitis lebih tinggi
dibandingkan dengan anak normal dengan gingivitis yang mungkin disebabkan
oleh perubahan imunitas humoral pada anak talasemia beta mayor.
Perubahan imunitas humoral ini kemungkinan disebabkan oleh paparan
antigen asing terus menerus akibat transfusi yang dilakukan secara rutin. Adanya
perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor lain yang
mempengaruhi sIgA saliva. Paparan antigen terus menerus tidak menjadi faktor
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
29
penentu yang dapat mempengaruhi kadar sIgA saliva. Tingkat stres dan kondisi
emosional, nutrisi, daya alir saliva, usia, intensitas aktivitas, dan hormonal juga
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kadar sIgA saliva.28,45
Gingivitis dapat terjadi akibat plak dan kondisi sistemik. Pada penelitian
ini, kondisi imunitas sIgA yang rendah pada anak talasemia beta mayor
diperkirakan menyebabkan terjadinya gingivitis pada anak talasemia beta mayor.
Kondisi kelainan hemoglobin pada anak talasemia beta mayor dapat
mempengaruhi transportasi nutrisi ke jaringan perifer dan proses epitelisasi pada
gingiva sehingga dapat menyebabkan terjadinya gingivitis pada anak talasemia
beta mayor. Kondisi penurunan sIgA ini yang juga dapat menyebabkan rentannya
terjadi karies pada anak talasemia beta mayor dibandingkan dengan anak normal.
Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan karena adanya beberapa
kelemahan pada penelitian ini antara lain jumlah transfusi darah pada subjek
penelitian yang tidak dibuat sama. Selain itu, rentang usia subjek penelitian masih
terlalu besar sehingga didapatkan hasil penelitian yang sangat bervariasi.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
30
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna antara kadar sIgA saliva penderita gingivitis anak talasemia beta
mayor dengan anak normal. Kadar sIgA saliva pada anak talasemia beta
mayor lebih rendah dibandingkan dengan anak normal. Kondisi kadar sIgA
saliva yang rendah ini menyebabkan anak talasemia beta mayor rentan
mengalami gingivitis.
6.2. Saran
• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pencegahan gingivitis pada
anak talasemia beta mayor dengan adanya pemberian perlakuan untuk
mencegah gingivitis
• Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kondisi plak dan kalkulus
yang terkontrol pada subjek penelitian
• Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rentang usia subjek penelitian
yang lebih kecil
• Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan intensitas transfusi darah yang
dikendalikan.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Mehdizadeh M, Mojdeh M, Gholamreza Z. Orodental Complications in Patients with Major Beta-Thalassemia. Dent Res J. 2008;5(1):17-20.
2. Adeyemo TA, Adeyemo WL, Adediran A, Akinbami AJA, Akanmu AS. Orofacial Manifestations of Hematological Disorders : Anemia and Hemostatic Disorders. Indian J Dent Res. 2011;22(3):454-61.
3. Al-Wahadni A, DQ T, MO A-O. Dental Diseases in Subjects with β-Thalassemia Major. Comm Dent Oral Epidemiol. 2002;30:418-22.
4. Riyanti E. Dental and Oral Management in Beta Major Thalassemia in Children: Universitas Padjajaran; 2002.
5. Caranza, Newman, Takei. Clinical Periodontology. Philadelphia: WB Saunders; 2009.
6. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the Child and Adolescent. USA: Mosby; 2004.
7. Marcotte H, Lavoie MC. Oral Microbial Ecology and the Role of Salivary Immunoglobulin A. Microbiol Mol Biol Rev. 1998;62(1):82-8.
8. Rashkova M. Gingival Disease and Secretory Immunoglobulin A in Non Stimulated Saliva in Children. Folia Med. 2011;52(4):48-55.
9. Crawford J. Periodontal Disease in Sickle Cell Disease Subjects. J Periodont. 1988;59:164-9.
10. Siamopoulou-Mavridou A, et.al. Flow Rate and Chemistry of Parotid Saliva related to Dental Caries and Gingivitis in Patients with Thalassemia Major. Int J Paediatr Dent. 1992;2:93-7.
11. Ay ZY, et.al. Does the Periodontal health of Thalassemia Major Patients Have an Impact on the Blood Lipid Profiles? J Ped Hematol/Onco. 2007;20(10):694-9.
12. Kaur N, Hiremath S. Dental caries and Gingival Status of 3-14 year old Beta Thalassemia Major Patients Attending Paediatric OPD of Vani Vilas Hospital, Bangalore. AOSR. 2012;2(2):67-70.
13. Hattab F. Patterns of Physical Growth and Dental Development in Jordanian Children and Adolescents with Thalassemia Major. J Oral Science. 2013;1:71-7.
14. Nelson W, Behrman R, Kliegman R, et.al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 15 E, editor. Jakarta: EGC; 1999.
15. Federation WHOTI, editor Joint meeting on the prevention and control of haemoglobinopathies1994; Nicosia-Cyprus.
16. Indonesia DBPMKKR, editor Pencegahan Thalasemia. Konvensi HTA; 2010.
17. Weatherall D. Review : Thalassemia. BMJ. 1997:314-50. 18. Weatherall D. The Thalassemias. Hematology W, editor: McGraw Hill;
November 2000. 19. Hematology TASo. Pathophysiology of Beta Thalassemia – A Guide to
Molecular Therapies. 2005.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
32
20. Thein S. Genetic Insights into The Clinical Diversity of Beta Thalassaemia. British J Haematol. 2004;124:264-74.
21. Cohen A, Schwartz. Pediatrics Po, editor. Philadeplhia: Harper and Row; 1986.
22. Nagarj T, N U, RD A, SN S. Beta Thalassemia major : A Case Report. J Int Oral Health. 2011;3(67-73).
23. Singh J, et.al. Dental and Periodontal Health Status of Beta Thalassemia Major and Sickle Cell Anemic Patients: A Comparative Study. J Int Oral Health. 2013;5(5):53-8.
24. Loe H, J S. The Gingival Index, The Plaque Index, and Retention Index System. J Periodont. 1967;38:610-6.
25. Amerongen A. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti bagi Kesehatan Gigi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1991. 77-89 p.
26. Lehner T. Immunology of Oral Diseases. ed r, editor: Wiley; 1992. 5-20 p. 27. Jafarzadeh A, Hassanshahi G, Kazemi-Arababadi M, Mostafee A, Sadeghi
M, Nematollahi M. The Comparison of Salivary IgA and IgE Levels in Children with Breast and Formula-Feeding During Infancy Period. Dent Res J. 2007;4(1):11-7.
28. Timmons B. Exercise and Immune Function in Children. American J Lifestyle Med. 2007;1:59-66.
29. Ma H, Shich K-J, Lee SL. Study of Elisa Technique. Nature and Science. 2006;4(2):36-7.
30. Kresno S. Imunologi. 4 ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001.
31. Dzink J, Socransky S, Ebersole J, Frey D. ELISA and Conventional Techniques for Identification of Black-Pigmented Bacteroides Isolated from Periodontal Pockets. J Periodont Res. 1983;18:369-74.
32. Ciancio S. Current Status of Indices of Gingivitis. J Clin Periodont. 1986;13:375-8.
33. Souza-Gugelmin M, Ito iY, Campos GM. Study of the Correlation Between Salivary IgA and Gingival Inflammation in Children. Braz Dent J. 1993;4(2):91-6.
34. Bimstein E, L M. Growth and Development Considerations in the Diagnosis of Gingivitis and Periodontitis in Children. Pediatr Dent. 1999;21:186-91.
35. Matsson L. Factors Influencing the Susceptibility to Gingivitis during Childhood – a review. Int J Paeditr Dent. 1993;3:119-27.
36. Romero M, Lozano ML, Posada C, Rueda PA, Roa NS, Rodriguez A. Immunoglobulin A, G, and M Levels in Saliva in Children between 3-13 Years of Age, Healthy and with Gingivitis. Acta Odont Latinoam. 2011;24(2):176-82.
37. Seemann R, Hagewald S, Sztankay V, Drews J, Bizhang M, Kage A. Levels of Parotid and Submandibular/Sublingual Salivary Immunoglobulin A in Response to Experimental Gingivitis. Clin Oral Invest. 2004;8:233-7.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
33
38. Amin A, Jalali S, Amin R, Aale-yasin S, Jamalian N, Karimi M. Evaluation of the Serum Levels of Immunoglobulin and Complement Factors in Beta Thalassemia Major Patients in Southern Iran. IJI. 2002;2(4):220-5.
39. Ghaffari J, Vahidashahi K, Kosaryan M, Soltantooyeh Z, Mohamadi M. Humeral Immune System State in Beta Thalassemia Major. Med Glasnik. 2011;8(2):192-6.
40. Shah M, Doshi Y, Hirani S. Concentrations of Salivary Immunoglobulin A, in Relation to Periodontal Disease, Plaque, and Calculus. J the Int Clin Dent. 2010;2(3):126-9.
41. Rudney J, Kajander K. Corelations between HUman Salivary Levels of Lysozyme, Lactoferin, Salivary Peroxidase, and Secretory Immunoglobulin A with Different Stimulatory States and Over Time. Arch Oral Biol. 1985;30:765-71.
42. M N, Brightman V, Pagoda J. Relationship of Medical Status, Medications, and Salivary Flow Rates in Adults of Different Ages. Oral Surg Oral Pathol Oral Radiol Endod. 1996;81(2):172-6.
43. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002.
44. Dawes C. Circadian Rhythms in Human Salivary Flow Rate and Composition. J Physiol. 1972:529-45.
45. Stone A. Psychosocial factors and Secretory Immunoglobulin A. crit rev Oral Biol Med. 1997;8(4):461-74.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
34
Lampiran 1: Surat Permohonan Menjadi Subjek Penelitian
Kepada YTH
Orang Tua/Wali dari An...........................
Bersama surat ini kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/ Sdr dapat mengizinkan putra/putri Bapak/ Ibu untuk berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan pemeriksaan berupa pengambilan sampel saliva (air liur) observasi kami yang berjudul
PERBEDAAN KADAR sIgA SALIVA PADA PENDERITA GINGIVITIS
ANTARA ANAK TALASEMIA BETA MAYOR DAN ANAK NORMAL
Dalam observasi tersebut kepada anak anda akan dilakukan:
1. Pemeriksaan gigi dan rongga mulut
2. Pengumpulan ± 2ml saliva (air liur)
3. Penyuluhan kesehatan Gigi dan Mulut
Semua alat yang digunakan dipastikan dalam kondisi steril.
Ketidaknyamanan yang akan dialami adalah :
1. Saat anak diambil air liurnya dengan menggunakan pipet plastik sebanyak
± 2ml
2. Saat pemeriksaan gingivitis
Keuntungan yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah: mendapatkan
pemeriksaan gigi geligi dan mengetahui resiko tingkat terjadinya gingivitis pada
anak tanpa dikenakan biaya apapun.
Jika Bapak/Ibu/Sdr bersedia, Surat Penyataan Kesediaan Pemeriksaan tersedia
dalam lampiran ini dan harap ditandatangani dan dikirim kembali kepada pihak
sekolah.
Demikian keterangan kami di atas, semoga dapat dimengerti dan atas kesediaan
putra/putri dari Bapak/Ibu/Sdr untuk berpartisipasi kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, .............2014
Hormat Kami
drg. Theresia Dhearine Pratiwi
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
35
Lampiran 2: Surat Kesediaan Menjadi Subjek Penelitian
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN PEMERIKSAAN
Saya orang tua/wali dari anak :
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Alamat :
Telepon/Hp :
Setelah membaca dan mendengar semua keterangan tentang resiko dan keuntungan pemeriksaan ini, saya izinkan anak saya untuk turut berpartisipasi dalam observasi :
PERBEDAAN KADAR sIgA SALIVA PADA PENDERITA GINGIVITIS
ANTARA ANAK TALASEMIA BETA MAYOR DAN ANAK NORMAL
Saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia mengizinkan anak saya berpartisipasi dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh drg. Theresia Dhearine Pratiwi
Jakarta, 2014
( )
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
36
Lampiran 3: Informasi kepada Subjek Penelitian
PENJELASAN UNTUK SUBJEK PENELITIAN
Penelitian :
PERBEDAAN KADAR sIgA SALIVA PADA PENDERITA GINGIVITIS
ANTARA ANAK TALASEMIA BETA MAYOR DAN ANAK NORMAL
Peneliti :drg. Theresia Dhearine Pratiwi
Saya berterima kasih atas kesediaan orang tua/wali untuk memberikan izin kepada
anak anda untuk ikut serta sebagai subjek penelitian ini. Pada kesempatan kali ini
saya berharap agar bapak/ibu dapat memahami tujuan serta manfaan penelitian,
sehingga apa yang akan dilakukan, diperiksa dan didapatkan sebagai hasil
penelitian ini.
Apa yang dimaksud dengan sIgA?
sIgA (imunoglobulin A sekretori) adalah antibodi dominan dalam saliva atau air
liur manusia serta merupakan pertahanan pertama terhadap kuman dalam rongga
mulut
Apa yang dimaksud dengan gingivitis?
Gingivitis merupakan peradangan pada gingiva ditandai dengan kemerahan,
oedem pada papil dan tepi gingiva, serta perdarahan saat probing dan spontan.
Untuk analisa gingivitis digunakan indeks gingiva metode Loe dan Silness yang
menilai kualitas peradangan gingiva pada pasien.
Bagaimana cara menilai terjadinya gingivitis?
Untuk menilai kejadian gingivitis digunakan kriteria 0 : bila tidak ada kemerahan
dan inflamasi; skor 1 menandakan peradangan ringan dengan sedikit perubahan
warna, sedikit perubahan tekstur pada sebagian area tapi tidak seluruh margin
gingiva atau papila; skor 2 peradangan ringan seperti skor 1 tetapi seluruh margin
gingiva atau papilla terkena; skor 3 menandakan peradangan sedang dengan
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
37
(lanjutan)
kemerahan, pembesaran, dan hipertrofi margin gingiva atau papilla; dan skor 4
menandakan inflamasi parah, kemerahan, bengkak, atau hipertrofi pada margin
gingiva dan papilla, ulserasi, dan perdarahan spontan.
Bagaimana hubungan sIgA saliva dengan terjadinya gingivitis pada anak
talasemia beta mayor?
Gingivitis pada anak talasemia beta mayor memiliki prevalensi yang masih diteliti
sampai saat ini. Kadar sIgA saliva pada anak talasemia beta mayor pada sebuah
penelitian dinyatakan lebih rendah daripada anak normal. Namun kondisi
gingivitis diketahui dapat meningkatkan kadar sIgA pada anak
Apakah tujuan dan manfaat dari penelitian ini?
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan kadar sIgA saliva anak
gingivitis antara anak normal dan anak talasemia beta mayor. Manfaat penelitian
ini adalah sebagai informasi ilmiah kepada masyarakat mengenai peran saliva
terhadap terjadinya gingivitis dan terkait dengan pencegahannya serta perawatan
dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak talasemia beta mayor
Berapa lama penelitian akan dilakukan?
Penelitian ini dilakukan dalam waktu 15 -30 menit
Bagaimana dengan biaya?
Pada penelitian ini tidak akan dikenakan biaya apapun.
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
38
Lampiran 4: Lembar Pemeriksaan
Nama : ............................................ Tanggal Lahir : ............................................ Jenis Kelamin : ............................................ Alamat : ............................................ Telepon : ............................................
INDEKS GINGIVAL 16 11 26
MB= DB = ML= DL= MB= DB=
46 31 36 MB= DB = ML= DL= MB= DB= Produksi sIgA: ............................. µg/ml
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
39
Lampiran 5: Surat Keterangan Lolos Etik
UNIVERSITAS INDONESIAFI\KULTAS KEDOKTERAN GIGI
JLN. SALEMBA RAYA NO. 4 JAKARTA PUSAT 10430TELP. (62-21) 31930270, 3151035
FAd.. (62-21)31931412
Nomor: 24 lBthical C learance/F KGUIN I I 20 A
Setelah membaca dan mempelajari/mengkaji usulan penelitian yang tersebut di bawah ini:
Judul
Nama Peneliti
:"Perbedaan Kadar sIgA Saliva pada penderita Gingivitis AntaraAnak Talasemia Beta Mayor dan Anak Normal,'
: Theresia Dhearine Pratiwi 1106125476
Sesuai dengan keputusan Anggota Komisi Etik, maka dengan ini Komisi Etik penelitian
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia menerangkan bahwa penelitian tersebutdinyatakan lolos etik.
Jakarta,04 Juni2014Ketua Komisi Etik Penelitian FKGUI
Eriwati, MSi Drg. Lisa Rinanda Amir, PhDNIP 1 97609 17 201 0122002
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014
Universitas Indonesia
40
Lampiran 6 : Analisa Data
Independent Samples Test
Levene’s Test for Equality of Variances
t-Test for equality of means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. Sig (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower Upper Kadar sIgA .930 .343 .016 74.595 29.120 15.123 134.067
Perbedaan kadar ..., Theresia Dhearine Pratiwi, FKG UI, 2014