universitas in donesia formulasi dan uji …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-s42486-patricia...

130
U FORMULASI NATRIUM DIKL FRANZ FAKULTAS MA UNIVERSITAS INDONESIA DAN UJI PENETRASI MIKROEMU LOFENAK DENGAN METODE SEL D DAN METODE TAPE STRIPPING SKRIPSI PATRICIA SIMON 0806327963 ATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALA PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012 ULSI DIFUSI AM Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Upload: danghuong

Post on 05-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

UNIVERSITAS IN

FORMULASI DAN UJI PENETRASI MIKROEMULSI

NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN METODE SEL DIFUSI

FRANZ DAN METODE

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

FORMULASI DAN UJI PENETRASI MIKROEMULSI

NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN METODE SEL DIFUSI

FRANZ DAN METODE TAPE STRIPPING

SKRIPSI

PATRICIA SIMON

0806327963

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FARMASI

DEPOK

JULI 2012

FORMULASI DAN UJI PENETRASI MIKROEMULSI

NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN METODE SEL DIFUSI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 2: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

UNIVERSITAS INDONESIA

FORMULASI DAN UJI PENETRASI MIKROEMULSI

NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN METODE SEL DIFUSI

FRANZ DAN METODE

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

FAKULTAS MATEMATIKA

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

FORMULASI DAN UJI PENETRASI MIKROEMULSI

NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN METODE SEL DIFUSI

FRANZ DAN METODE TAPE STRIPPING

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi

PATRICIA SIMON

0806327963

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FARMASI

DEPOK

JULI 2012

FORMULASI DAN UJI PENETRASI MIKROEMULSI

NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN METODE SEL DIFUSI

DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 3: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

iii

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 4: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

iv

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 5: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

v

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 6: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan

penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, mulai dari

masa perkuliahan sampai pada penulisan skripsi ini, sulit bagi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, M. S., Ph.D. sebagai dosen Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan ilmu selama masa

penelitian hingga penulisan skripsi ini.

2. Ibu Prof. Dr. Effionora Anwar, M.S. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulis menempuh

pendidikan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI.

3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Kepala Departemen Farmasi

FMIPA UI yang telah memberi kesempatan dan fasilitas selama masa

perkuliahan, penelitian, dan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si. selaku Koordinator Penelitian serta seluruh

Bapak dan Ibu Dosen Departemen Farmasi UI yang telah banyak membantu

dan membimbing penulis selama masa pendidikan hingga penelitian.

5. Keluargaku yaitu papa dan mama atas segala dukungan, motivasi, perhatian,

kasih sayang, doa dan dana yang diberikan kepada penulis.

6. PT. Kimia Farma dan BPOM yang telah bersedia memberikan bantuan bahan

baku yang digunakan pada penelitian ini

7. Mbak Devfha, Mbak Lia, Bapak Imi, Bapak Surya, Bapak Dadang, serta

laboran lainnya atas segala bantuan dan kerja samanya selama masa

perkuliahan hingga penulis menyelesaikan pendidikan di Departemen Farmasi

UI.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 7: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

vii

8. Sahabatku yaitu Tirza, Kezia dan Ivan atas dukungan, motivasi, bantuan dan

doanya untuk penulis serta kesediaannya untuk menemani penulis di saat-sat

sukar.

9. Teman-teman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja sama, dukungan, dan

bantuannya selama penelitian berlangsung.

10. Keluargaku di farmasi yaitu Kak Caroline, Kak Marvin, Kak Anne, Natalia,

Yosiepin dan Putri atas dukungannya selama ini.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan

kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan, khususnya dalam dunia farmasi dan masyarakat pada umumnya.

Penulis

2012

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 8: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

viii

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 9: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

ix

ABSTRAK

Nama : Patricia Simon

Program studi : Farmasi

Judul : Formulasi dan Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium

Diklofenak dengan Metode Sel Difusi Franz dan Metode

Tape Stripping

Natrium diklofenak adalah obat AINS yang banyak digunakan menjadi bentuk

sediaan transdermal. Obat AINS yang diberikan secara transdermal mempunyai

konsentrasi obat di plasma yang lebih rendah daripada pemberian secara oral.

Peristiwa itu mungkin disebabkan karena adanya interaksi antara natrium

diklofenak dengan stratum korneum kulit. Dalam penelitian ini, digunakan bentuk

sediaan mikroemulsi. Mikroemulsi diharapkan dapat meningkatkan penetrasi obat

karena mengandung konsentrasi surfaktan yang tinggi. Kemampuan berpenetrasi

natrium diklofenak dari sediaan mikroemulsi diuji secara in vitro menggunakan

sel difusi Franz dan metode tape stripping. Hasil uji penetrasi dengan sel difusi

Franz menunjukkan bahwa selama 8 jam, natrium diklofenak telah terpenetrasi

sebesar 9,3185%. Hasil uji penetrasi dengan metode tape stripping menunjukkan

bahwa obat tidak tertahan di kulit dalam jumlah besar. Jumlah konsentrasi obat

yang terdapat di kompartemen reseptor, membran kulit dan kompartemen donor

sel difusi Franz mendekati 100%.

Kata kunci : mikroemulsi, natrium diklofenak, penetrasi, sel difusi Franz, tape

stripping

xv + 112 hal. : 39 gambar; 22 tabel; 19 lampiran.

Daftar pustaka : 59 (1978 - 2012)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 10: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

x

ABSTRACT

Name : Patricia Simon

Program Study : Pharmacy

Title : Formulation and Penetration Test of Sodium Diclofenac

Microemulsion by Franz Diffusion Cell and Tape Stripping

Method

Sodium diclofenac is one of NSAIDs which widely formulated as transdermal

dosage form. The transdermal dosage form of NSAIDs has a lower concentration

in plasma than oral route. This phenomenon may be caused of interaction between

sodium diclofenac and skin’s stratum corneum. Microemulsion dosage form was

used in this research. The use of microemulsion dosage form is aimed to increase

drug penetration because of its high surfactant content. The penetrability of

sodium diclofenac microemulsion was tested by in vitro method using Franz

diffusion cell and tape stripping method. The result from penetration test by Franz

diffusion cell was sodium diclofenac had penetrated for about 9.3185% during 8

hours. Penetration test by tape stripping method revealed that sodium diclofenac

was not restrained in skin membrane for significant amount. The sum of sodium

diclofenac in compartment receptor, skin membrane and compartment donor of

Franz diffusion cell is around 100%.

Keywords : microemulsion, sodium diclofenac, penetration, Franz diffusion

cell, tape stripping

xv + 112 pages : 39 pictures; 22 tables; 19 appendix.

References : 59 (1978 – 2012)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 11: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................ viii

ABSTRAK ......................................................................................................... ix

ABSTRACT ........................................................................................................ x

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv

1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2

1.3 Batasan Penelitian .................................................................................... 3

1.4 Metode Penelitian ..................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 5

2.1 Kulit ........................................................................................................ 5

2.2 Mikroemulsi .......................................................................................... 13

2.3 Pembuatan Preparat Histologi ................................................................ 16

2.4 Metode Tape Stripping .......................................................................... 17

2.5 Metode Sel Difusi Franz ....................................................................... 19

2.6 Natrium Diklofenak ............................................................................... 21

2.7 Komponen Pembentuk Mikroemulsi ..................................................... 22

3. METODE PENELITIAN ......................................................................... 28

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 28

3.2 Alat ........................................................................................................ 28

3.3 Bahan ..................................................................................................... 28

3.4 Cara Kerja .............................................................................................. 29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 40

4.1 Karakterisasi Virgin Coconut Oil ...................................................................... 40

4.2 Formulasi dan Pembuatan Mikroemulsi ........................................................... 40

4.3 Evaluasi Mikroemulsi ....................................................................................... 43

4.4 Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium Diklofenak ............................................... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 67

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 67

5.2 Saran ................................................................................................................ 67

DAFTAR ACUAN ..................................................................................................... 68

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 12: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur kulit ................................................................................ 7

Gambar 2.2. Berbagai jalur penetrasi zat melalui kulit ..................................... 10

Gambar 2.3. Tape Stripping .............................................................................. 18

Gambar 2.4. Sel difusi Franz ............................................................................ 20

Gambar 2.5. Struktur natrium diklofenak ......................................................... 21

Gambar 2.6. Struktur polisorbat 80 .................................................................. 23

Gambar 2.7. Struktur etanol 96% ..................................................................... 23

Gambar 2.8. Struktur propilen glikol ................................................................ 24

Gambar 2.9. Struktur metil paraben .................................................................. 24

Gambar 2.10. Struktur propil paraben ................................................................ 25

Gambar 2.11. Struktur BHT ............................................................................... 26

Gambar 2.12. Struktur asam sitrat ...................................................................... 27

Gambar 4.1. Rheologi mikroemulsi minggu ke-0 ............................................. 45

Gambar 4.2. Rheologi mikroemulsi minggu ke-8 ............................................ 45

Gambar 4.3. Grafik perubahan pH mikroemulsi pada penyimpanan berbagai

suhu selama 8 minggu ................................................................... 49

Gambar 4.4. Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4 .... 51

Gambar 4.5. Kurva kalibrasi baku pembanding natrium diklofenak dalam

dapar fosfat pH 7,4 ........................................................................ 52

Gambar 4.6. Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam metanol ..................... 53

Gambar 4.7. Profil jumlah kumulatif natrium diklofenak terpenetrasi dengan

metode A ....................................................................................... 59

Gambar 4.8. Profil jumlah kumulatif natrium diklofenak terpenetrasi dengan

metode B ....................................................................................... 59

Gambar 4.9. Perbandingan hasil jumlah kumulatif natrium diklofenak

terpenetrasi dengan kedua metode ................................................ 60

Gambar 4.10. Perbandingan hasil fluks natrium diklofenak tiap waktu dengan

kedua metode ................................................................................ 60

Gambar 4.11. Profil jumlah natrium diklofenak tertinggal di kulit ..................... 64

Gambar 4.12. Profil jumlah natrium diklofenak di kompartemen donor ............ 65

Gambar 4.13. Grafik persentase jumlah natrium diklofenak di kompartemen

donor, kulit dan kompartmen reseptor .......................................... 66

Gambar 4.14. Skema optimasi formula mikroemulsi .......................................... 74

Gambar 4.15. Spektrum serapan natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH

7,4 dengan konsentrasi 10,14 ppm pada panjang gelombang

276 nm. ......................................................................................... 75

Gambar 4.16. Spektrum serapan baku pembanding natrium diklofenak dalam

dapar fosfat pH 7,4 dengan konsentrasi 10 ppm pada panjang

gelombang 276 nm ........................................................................ 75

Gambar 4.17. Spektrum serapan baku pembanding natrium diklofenak dalam

metanol ......................................................................................... 75 Gambar 4.18. Grafik hasil pengukuran ukuran globul mikroemulsi pada

minggu ke-0 .................................................................................. 76

Gambar 4.19. Grafik hasil pengukuran ukuran globul mikroemulsi pada

minggu ke-8 ................................................................................. 77

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 13: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

xiii

Gambar 4.20. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi pada suhu

rendah (4±2OC) selama 8 minggu ................................................. 78

Gambar 4.21. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi pada suhu

kamar (28±2OC) selama 8 minggu ............................................... 78

Gambar 4.22. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi pada suhu

tinggi (40±2OC) selama 8 minggu ............................................... 78

Gambar 4.23. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi sebelum dan

setelah uji sentrifugasi .................................................................. 79

Gambar 4.24. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi sebelum dan

setelah uji cycling .......................................................................... 79

Gambar 4.25. Foto hasil pengamatan mikroskop preparat kulit tanpa

penempelan bahan perekat ............................................................ 79

Gambar 4.26. Foto hasil pengamatan mikroskop preparat kulit dengan

penempelan bahan perekat sebanyak 8, 10, dan 12 kali ............... 80

Gambar 4.27. Foto hasil pengamatan mikroskop preparat kulit dengan

penempelan bahan perekat sebanyak 13, 14, dan 15 kali ............. 80

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 14: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Komponen bahan pembentuk mikroemulsi .................................. 31

Tabel 4.1. Optimasi komposisi dan kondisi pembuatan mikroemulsi ........... 81

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Organoleptis Formula pada minggu ke-0 ....... 83

Tabel 4.3. Hasil pengukuran tegangan antarmuka sediaan pada minggu

ke-0 dan ke-8 ................................................................................. 83

Tabel 4.4. Hasil pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan

dengan suhu rendah (4±2OC) selama 8 minggu ............................ 84

Tabel 4.5. Hasil pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan

dengan suhu kamar (28±2OC) selama 8 minggu ........................... 84

Tabel 4.6. Hasil pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan

dengan suhu tinggi (40±2OC) selama 8 minggu ........................... 84

Tabel 4.7. Hasil pengukuran pH sediaan pada penyimpanan dengan suhu

rendah (4±2OC) selama 8 minggu ................................................. 85

Tabel 4.8. Hasil pengukuran pH sediaan pada penyimpanan dengan suhu

kamar (28±2OC) selama 8 minggu ................................................ 85

Tabel 4.9. Hasil pengukuran pH sediaan pada penyimpanan dengan suhu

tinggi (40±2OC) selama 8 minggu ................................................ 85

Tabel 4.10. Hasil uji viskositas minggu ke-0 ................................................... 86

Tabel 4.11. Hasil uji viskositas minggu ke-8 .................................................. 86

Tabel 4.12. Hasil pengukuran ukuran globul mikroemulsi dengan Zetasizer

Nano Malvern S ............................................................................ 87

Tabel 4.13. Serapan natrium diklofenak dengan pelarut dapar fosfat pH 7,4

pada pembuatan kurva kalibrasi pada λ = 276 nm ........................ 87

Tabel 4.14. Serapan baku pembanding natrium diklofenak dengan pelarut

dapar fosfat pH 7,4 pada pembuatan kurva kalibrasi pada λ =

276 nm .......................................................................................... 87

Tabel 4.15. Serapan natrium diklofenak dengan pelarut metanol pada

pembuatan kurva kalibrasi pada λ = 282 nm ................................ 87

Tabel 4.16. Hasil penetapan kadar natrium diklofenak di dalam

mikroemulsi .................................................................................. 88

Tabel 4.17. Hasil uji penetrasi mikroemulsi natrium diklofenak dengan sel

difusi Franz dengan kedua metode ............................................... 88

Tabel 4.18. Fluks tiap waktu natrium diklofenak ........................................... 88

Tabel 4.19. Jumlah natrium diklofenak yang tertinggal di kulit ...................... 89

Tabel 4.20. Hasil pengukuran natrium diklofenak yang tertinggal di

kompartemen donor sel difusi Franz ............................................. 89

Tabel 4.21. Hubungan antara jumlah natrium diklofenak di kompartemen

reseptor, kulit dan kompartemen donor sel difusi Franz .............. 90

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 15: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan HLB VCO Virjint® .................................................. 91

Lampiran 2. Contoh perhitungan bobot jenis .................................................... 93

Lampiran.3. Contoh perhitungan tegangan permukaan .................................... 94

Lampiran 4. Perhitungan faktor koreksi natrium diklofenak terhadap baku

pembanding ................................................................................... 96

Lampiran 5. Contoh perhitungan penetapan kadar natrium diklofenak dalam

mikroemulsi .................................................................................. 97

Lampiran 6. Contoh perhitungan jumlah natrium diklofenak yang

terpenetrasi dari sediaan mikroemulsi pada menit ke-30 .............. 98

Lampiran 7. Contoh perhitungan jumlah natrium diklofenak yang

terpenetrasi dari sediaan mikroemulsi pada menit ke-60 .............. 99

Lampiran 8. Contoh perhitungan fluks tiap waktu natrium diklofenak dari

sediaan mikroemulsi ..................................................................... 100

Lampiran 9. Contoh perhitungan persentase jumlah natrium diklofenak

terpenetrasi dari mikroemulsi........................................................ 101

Lampiran 10. Contoh cara perhitungan jumlah natrium diklofenak yang

tertinggal di kulit ........................................................................... 102

Lampiran 11. Cara perhitungan jumlah natrium diklofenak yang tertinggal di

kompartemen donor ...................................................................... 103

Lampiran 12. Sertifikat analisis natrium diklofenak .......................................... 105

Lampiran 13. Sertifikat analisis baku pembanding natrium diklofenak .............. 106

Lampiran 14. Sertifikat analisis tween 80 ........................................................... 107

Lampiran 15. Sertifikat analisis etanol 96% ........................................................ 108

Lampiran 16. Sertifikat analisis BHT .................................................................. 109

Lampiran 17. Sertifikat analisis metil paraben .................................................... 110

Lampiran 18. Sertifikat analisis propil paraben................................................... 111

Lampiran 19. Sertifikat analisis tikus putih ......................................................... 112

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 16: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat anti inflamasi non steroid (AINS) adalah salah satu obat yang banyak

digunakan dalam resep di seluruh dunia (Dhikav, Singh, Pande, Chawla, &

Anand, 2003). Efek samping utama obat AINS adalah gangguan saluran

gastrointestinal. Pada rongga mulut dan esofagus dapat menyebabkan ulkus. Pada

lambung dan duodenum dapat menyebabkan ulkus, pendarahan, perforasi dan

obstruksi (Dhikav, Singh, Pande, Chawla, & Anand, 2003). Menurut Yeoman

(2001) dan Andrade SE, Gurwitz JH & Fish LS (1999), pemakaian obat AINS

oral secara kronis akan meningkatkan resiko ulkus sebesar 10-30 kali. Efek

samping obat ini terkait dengan mekanisme kerjanya yang menghambat enzim

siklooksigenase non selektif sehingga mengurangi produksi mukosa saluran

gastrointestinal. Hal ini dapat menyebabkan pengurangan resistensi dinding

saluran gastrointestinal terhadap asam lambung.

Efek samping obat AINS terhadap saluran gastrointestinal menimbulkan

gagasan untuk mengembangkan bentuk sediaan transdermal obat AINS.

Penghantaran obat AINS secara transdermal akan menghilangkan efek samping

obat AINS pada saluran gastrointestinal (Barakat, Fouad & Almadanny, 2011)

Heynemann, Liday & Wall (2000) menyatakan bahwa obat AINS yang

diberikan secara transdermal mempunyai konsentrasi obat di plasma yang lebih

rendah daripada pemberian secara oral. Hal ini mungkin disebabkan karena

adanya stratum korneum yang merupakan pengatur laju difusi hampir semua zat

(Murthy, 2011). Stratum korneum kulit adalah penghalang penetrasi utama untuk

hampir semua zat kecuali jika zat tersebut bersifat sangat lipofilik. Nilai

lipofilisitas zat ditentukan dari nilai koefisien partisinya (log P). Nilai log P yang

optimal untuk penetrasi zat menembus stratum korneum adalah 2-3 (Benson &

Watkinson, 2012). Natrium diklofenak adalah salah satu contoh obat AINS yang

mempunyai kemampuan berpenetrasi dan kadar yang rendah di plasma. Hal ini

disebabkan karena natrium diklofenak mempunyai nilai log P sebesar 1,1

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 17: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

2

Universitas Indonesia

(Chuasuwan et.al., 2009) dan mempunyai sifat yang cenderung hidrofilik

(Bronaugh & Maibach, 2005).

Konsentrasi obat yang rendah itu menyebabkan perlunya dilakukan uji

penetrasi obat secara in vivo ataupun in vitro. Uji in vitro memiliki beberapa

kelebihan daripada uji in vivo, yaitu lebih mudah dilakukan, lebih menghemat

biaya dan waktu, lebih mudah untuk mengontrol variabel-variabel selama

pengukuran, dan lebih mudah dalam interpretasi data (Shah & Maibach, 1993).

Uji in vitro adalah metode paling sederhana dan paling hemat biaya untuk

mengetahui absorbsi dan profil penetrasi obat ke kulit (Witt & Bucks, 2003).

Teknik uji in vitro yang umum digunakan untuk mengetahui penetrasi obat

transdermal adalah metode sel difusi Franz (Bosman, Lawant, Avegaart, Ensing &

Zeeuw, 1996). Franz (1975) menyatakan bahwa sel difusi Franz dapat digunakan

untuk mempelajari absorbsi perkutan dan farmakokinetika obat topikal. Sel difusi

Franz dikondisikan mempunyai suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi

in vivo.

Uji in vitro lainnya yang dapat digunakan untuk mengetahui penetrasi obat

transdermal adalah metode tape stripping. Uji ini dilakukan dengan menarik

lapisan stratum korneum kulit yang telah mengandung obat dengan suatu bahan

perekat. Metode ini telah disetujui FDA untuk mengetahui bioavailabilitas dan

bioekivalensi obat-obat topikal dan transdermal (Murthy, 2011).

Pada penelitian ini dilakukan uji penetrasi mikroemulsi transdermal

natrium diklofenak menggunakan sel difusi Franz dan tape stripping. Hasil yang

didapat dari kedua uji dianalisa dan dilihat korelasinya. Secara teoretis,

konsentrasi natrium diklofenak yang terdapat di cairan kompartemen reseptor sel

difusi Franz sama dengan jumlah natrium diklofenak total dikurangi jumlah

natrium diklofenak yang terdapat di lapisan stratum korneum yang melekat pada

bahan perekat pada metode tape stripping.

Dalam penelitian ini digunakan bentuk sediaan mikroemulsi. Meskipun

bentuk sediaan mikroemulsi untuk penghantaran obat secara transdermal belum

umum digunakan, tetapi mikroemulsi mempunyai beberapa keuntungan yaitu

stabil secara termodinamika serta bisa meningkatkan absorbsi dan penetrasi obat.

Mikroemulsi mampu meningkatkan kelarutan obat yang sulit larut dalam air

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 18: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

3

Universitas Indonesia

sehingga meningkatkan absorbsi dan bioavailabilitas obat. Kandungan surfaktan

dan kosurfaktan yang tinggi dalam mikroemulsi juga dapat meningkatkan

penetrasi obat transdermal (Swarbrick, 2007).

Fase minyak yang digunakan adalah Virgin Coconut Oil (VCO). Fase

minyak ini digunakan karena Indonesia adalah negara penghasil kelapa kedua

terbesar dan memiliki luas perkebunan kelapa terbesar di dunia sehingga kelapa

adalah hasil perkebunan yang cukup melimpah di Indonesia. Dengan mengolah

kelapa menjadi VCO akan meningkatkan nilai tambah kelapa (Syah, 2005). Selain

itu, VCO juga mengandung jumlah asam lemak yang tinggi sehingga dapat

meningkatkan penetrasi obat melalui kulit (Lucida, Salman, & Hervian, 2008;

Widiastuti, 2010). Karena keunggulan ini, maka VCO sangat baik digunakan

dalam sediaan farmasi.

1.2. Tujuan Penelitian

a. Membuat formula sediaan mikroemulsi natrium diklofenak dan menguji

kemampuan berpenetrasinya dengan metode sel difusi Franz dan metode

tape stripping.

b. Mengetahui korelasi hasil uji penetrasi natrium diklofenak antara metode

sel difusi Franz dan metode tape stripping.

c. Mengetahui adanya interaksi antara natrium diklofenak dengan lapisan

stratum korneum dan dengan komponen mikroemulsi.

1.3 Batasan Penelitian

Peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada pembuatan, evaluasi

fisik, uji stabilitas sediaan mikroemulsi dan uji penetrasinya secara in vitro.

1.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan

skripsi adalah metode studi pustaka dan metode eksperimental. Studi pustaka

menggunakan literatur dari jurnal, textbook, ebook dan artikel dari website resmi.

Pembuatan mikroemulsi dilakukan dengan homogenizer, evaluasi sediaan

mikroemulsi dilakukan dengan pengamatan organoleptis dan uji stabilitas

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 19: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

4

Universitas Indonesia

sediaan. Uji penetrasi dilakukan secara in vitro dengan metode sel difusi Franz

dan metode tape stripping.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 20: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

5 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Struktur Kulit

Kulit adalah organ tubuh terbesar yang menempati 10 % massa tubuh.

Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidemis, dermis dan jaringan subkutan.

2.1.1.1 Epidermis (Murthy, 2011)

Lapisan epidermis terdiri dari stratum korneum, stratum granulosum,

stratum spinosum, dan stratum germinativum.

a. Stratum Korneum (Barry & Touitou, 2010 dan Murthy, 2011)

Stratum korneum adalah lapisan paling luar epidermis yang disebut juga

lapisan tanduk. Stratum korneum merepresentasikan fase akhir diferensiasi kulit.

Tiap sel mempunyai diameter sebesar 40 µm dan ketebalan sebesar 0,5 µm.

Stratum korneum terdiri dari sel korneosit yang tersusun rapat. Setiap lapisan

korneosit terdiri hampir selusin sel. Bila dilihat secara melintang, stratum

korneum menyerupai struktur batu bata dan semen pada dinding. Korneosit “batu

bata” itu mengandung keratin terhidrasi yang berada di antara bilayer lipid

“semen”. Bilayer lipid itu terdiri dari seramida, asam lemak dan kolesterol.

Permeabilitas obat ditentukan oleh kandungan lipid dalam stratum korneum. Lipid

juga berperan dalam menjaga kohesi dan deskuamasi stratum korneum.

Sel di stratum korneum berasal dari lapisan epidermis di bawahnya yang

mengalami diferensiasi. Epidermis terdiri dari beberapa strata sel berdasarkan

tingkat diferensiasinya. Sel-sel di epidermis berasal dari basal lamina yang berada

di antara epidermis dan dermis. Pada basal lamina ini terdapat melanosit, sel

langerhans dan dua tipe sel keratin. Sel keratin tipe pertama berfungsi sebagai sel

yang mempunyai kapasitas untuk menghasilkan sel baru dan sel keratin tipe kedua

berfungsi sebagai jangkar yang mengaitkan epidermis ke membran dasar.

Membran dasar ini mempunyai ketebalan sebesar 50-70 nm dan terdiri dari dua

lapisan yaitu lamina densa dan lamina lusida. Kedua lapisan ini tersusun atas

protein seperti kolagen tipe IV, laminin, dan fibronektin. Kolagen tipe IV

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 21: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

6

Universitas Indonesia

berfungsi untuk mempertahankan stabilitas membran dasar, laminin dan

fibronektin berfungsi dalam perekatan antara keratinosit basal dan membran

dasar.

Stratum korneum berperan sebagai penghalang penetrasi utama untuk

banyak zat. Kemampuan stratum korneum sebagai penghalang terkait dengan laju

pergantian kulit yang tinggi, densitas penyusunan sel yang sangat kompak dan

luas permukaan yang rendah untuk transportasi zat. Stratum korneum juga

berperan untuk mencegah hilangnya komponen internal tubuh, terutama air, ke

lingkungan luar.

b. Stratum Granulosum (Barry & Touitou, 2010)

Stratum granulosum atau lapisan butir mengandung banyak sel keratinosit

yang sudah mengalami diferensiasi. Badan lamela yang sudah terbentuk di lapisan

stratum spinosum bermigrasi ke bagian apikal sel granular dan berfusi dengan

membran keratinosit.

c. Stratum Spinosum (Barry & Touitou, 2010)

Stratum spinosum atau lapisan taju mempunyai sel-sel yang berbentuk

hampir bulat. Sel ini masih mengandung nukleus dan organel tetapi mengandung

lebih banyak filamen keratin. Sel ini dihubungkan oleh lebih banyak desmosom

daripada sel basal. Desmosom adalah struktur yang berperan untuk adhesi intersel

keratinosit sehingga berperan dalam menjaga integritas jaringan. Semakin

mendekati lapisan stratum granulosum, sel keratinosit akan semakin pipih dan

organel sel akan menghilang.

d. Stratum Germinativum (Barry & Touitou, 2010)

Stratum germinativum atau lapisan basale terdiri dari satu lapis sel tidak

terdiferensiasi yang berbentuk kolumnar. Sel di lapisan ini secara konstan

bermitosis dan berproliferasi sehingga akan menggantikan sel stratum korneum

yang telah mati.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 22: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

7

Universitas Indonesia

2.1.1.2 Dermis (Murthy, 2011)

Lapisan dermis lebih tebal lima sampai tujuh kali dari lapisan epidermis

dan terletak di bawah lapisan epidermis. Lapisan ini tersusun oleh kolagen dan

serat elastik. Di lapisan dermis terdapat pembuluh darah dan pembuluh limfa,

serabut saraf, unit pilosebasea (folikel rambut dan kelenjar sebasea) dan kelenjar

keringat (eksokrin dan apokrin). Adanya aliran darah memberikan nutrisi untuk

kulit, perbaikan dan lokalisasi respon imun.

Lapisan dermis berperan sebagai penghalang penetrasi yang minimal

untuk zat polar dan agak lipofilik tetapi menjadi penghalang penetrasi yang

signifikan untuk zat yang mempunyai nilai lipofilisitas tinggi.

2.1.1.3 Jaringan Subkutan atau Jaringan Hipodermis (Walters, 2002)

Jaringan subkutan atau hipodermis adalah lapisan kulit yang paling dalam.

Lapisan ini terdiri dari jaringan lemak yang tersusun dalam lobul. Seperti sel

lemak lainnya, sel utama di hipodermis adalah fibroblas dan makrofag. Di

bagian hipodermis terdapat sistem vaskuler dan saraf untuk kulit.

Jaringan ini berperan sebagai insulator panas, penyerap tekanan dan

penyimpan energi.

[Sumber :Walters, 2002]

Gambar 2.1 Struktur kulit (telah diolah kembali)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 23: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

8

Universitas Indonesia

2.1.2 Fungsi Kulit (Mitsui, 1997; Sherwood, 2001; Tabor & Blair, 2009)

a. Pelindung

Serat elastis dermis dan jaringan lemak subkutan berfungsi melindungi organ

internal tubuh dari goncangan mekanik. Pada beberapa bagian tubuh tertentu

mempunyai lapisan tanduk lebih tebal untuk melindungi tubuh terhadap

stimuli eksternal. Lapisan tanduk terluar dan lipid berfungsi sebagai pencegah

hilangnya cairan tubuh dan pelindung tubuh terhadap toksin. Kulit juga

mempunyai pH asam lemah yang dapat menetralkan toksin kimia. Asam

lemak tidak jenuh di kulit mempunyai aktivitas bakterisidal dan mencegah

pertumbuhan bakteri di kulit. Selain itu, juga terdapat sel-sel melanosit

penghasil pigmen melanin yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh buruk

sinar ultraviolet.

b. Indra sensori

Di bagian dermis terdapat reseptor di ujung perifer serat saraf aferen yang

mampu mendeteksi tekanan, suhu, nyeri dan rangsangan somatosensorik lain.

c. Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Termoregulasi dilakukan dengan mengubah volume darah yang mengalir

melalui peristiwa vasodilatasi, vasokonstriksi dan proses evaporasi keringat.

Bila suhu tubuh tinggi, kelenjar keringat akan menghasilkan keringat yang

dikeluarkan melalui pori-pori keringat. Selanjutnya akan terjadi vasodilatasi

yang akan mempercepat penguapan panas dari dalam tubuh.

d. Imunitas

Sel-sel di kulit yang berperan untuk imunitas adalah sel keratinosit, sel

langerhans dan sel granstein. Fungsi sel keratinosit adalah menghasilkan

interleukin-1 yang mempengaruhi pematangan sel T di kulit. Fungsi sel

langerhans adalah mengolah dan menyajikan antigen ke sel T penolong.

Fungsi sel granstein adalah mengolah dan menyajikan antigen ke sel T

penekan.

e. Sintesis vitamin D

Dengan bantuan sinar matahari, epidermis mampu mensintesis vitamin D yang

diperlukan tubuh.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 24: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

9

Universitas Indonesia

f. Fungsi absorbsi

Kulit mempunyai fungsi absorbsi yang memungkinkan masuknya zat dari luar

tubuh ke dalam sirkulasi darah. Fungsi ini diaplikasikan ke pembuatan obat

transdermal untuk obat yang mempunyai sifat mengiritasi saluran cerna atau

untuk obat yang memiliki absorbsi lama melalui saluran cerna. Fungsi

absorbsi kulit tergantung pada ketebalan dan luas epidermis kulit. Daerah

yang memiliki kulit tipis akan lebih mudah mengabsorbsi zat daripada daerah

yang memiliki kulit tebal.

2.1.3 Jalur Penetrasi Zat Melalui Kulit

Ada 3 jalur masuknya zat melalui lipid di stratum korneum, yaitu jalur

interseluler, jalur transseluler dan jalur transappendageal. Dua faktor penentu

utama transportasi zat melalui kulit adalah integritas stratum korneum sebagai

penghalang penetrasi dan interaksi yang terjadi antara pembawa-zat ataupun

antara zat-kulit.

2.1.3.1 Jalur Interseluler atau Jalur Paraseluler (Murthy, 2011)

Jalur interseluler yaitu zat berpenetrasi melewati antar sel korneosit yaitu

di domain lipid stratum korneum. Jalur ini dilewati oleh hampir sebagian besar zat

yang berukuran < 0,1 µm. Hal-hal yang mempengaruhi transportasi zat melalui

jalur interseluler adalah karakteristik zat seperti ukuran molekul, lipofilisitas,

muatan, titik leleh dan variasi formula.

2.1.3.2 Jalur Intraseluler atau Jalur Transseluler (Murthy, 2011)

Jalur intraseluler adalah jalur transportasi melewati sel korneosit. Pada

awalnya diperkirakan bahwa mekanisme difusi intraseluler adalah jalur yang

mendominasi untuk transport zat melalui kulit. Bukti eksperimental menunjukkan

bahwa jalur transport utama melalui stratum korneum adalah melalui jalur

interseluler.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 25: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

10

Universitas Indonesia

2.1.3.3 Jalur Transappendageal (Murthy, 2011)

Jalur transappendageal adalah jalur transportasi zat melalui pori-pori

folikel rambut atau melalui kelenjar sebasea. Jalur ini kurang signifikan dalam

transportasi zat karena mempunyai luas permukaan yang kecil yaitu hanya sebesar

0,1 % dari luas permukaan kulit.

[Sumber : Murthy, 2011]

Gambar 2.2 Berbagai jalur penetrasi zat melalui kulit (telah diolah kembali)

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Absorbsi Perkutan (Ansel, 2008)

a. Konsentrasi obat dalam sediaan

Bila konsentrasi obat dalam sediaan semakin tinggi, maka jumlah obat yang

diabsorbsi per unit luas permukaan akan semakin besar.

b. Luas permukaan tempat absorbsi

Bila luas permukaan tempat absorbsi semakin besar, maka jumlah obat yang

diabsorbsi per unit luas permukaan akan semakin besar.

c. Karakteristik pembawa

Pembawa yang mudah menyebar pada permukaan kulit akan meningkatkan

absorbsi. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembapan kulit akan

meningkatkan absorbsi.

d. Hidrasi kulit

Hidrasi stratum korneum akan meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 26: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

11

Universitas Indonesia

e. Afinitas obat terhadap kulit

Obat harus mempunyai afinitas terhadap kulit yang lebih besar terhadap kulit

daripada pembawa.

f. Koefisien partisi obat

Koefisien partisi obat mempengaruh kelarutan obat dalam minyak dan air.

g. Cara aplikasi obat pada kulit

Pengolesan dan penggosokan obat pada kulit akan meningkatkan penetrasi

obat ke dalam kulit.

h. Tempat aplikasi obat

Tempat aplikasi obat berpengaruh terdapat kemampuan penetrasi obat.

Aplikasi pada bagian kulit yang lebih tipis akan meningkatkan penetrasi obat

daripada aplikasi pada bagian kulit yang lebih tebal.

i. Waktu kontak obat dengan kulit

Waktu kontak obat yang semakin lama dengan kulit akan meningkatkan

penetrasi obat ke dalam kulit.

2.1.4 Senyawa Peningkat Penetrasi Perkutan (Smith & Maibach, 2006; Pathan

& Setty, 2009)

Salah satu cara untuk meningkatkan penetrasi zat perkutan adalah dengan

menggunakan zat peningkat penetrasi (penetration enhancer). Zat yang dapat

berperan sebagai penetration enhancer adalah

a. Asam lemak

Keefektifan asam lemak sebagai zat peningkat penetrasi ditentukan dari

panjang rantai karbon. Panjang rantai karbon C7 - C12, akan meningkatkan

penetrasi obat, tetapi bila panjang rantai karbon di atas 12 akan menurunkan

penetrasi zat. Efektivitas optimal asam lemak sebagai peningkat penetrasi terjadi

pada asam lemak dengan panjang rantai karbon C9 - C12 karena mempunyai

koefisien partisi dan afinitas yang sesuai terhadap kulit. Asam lemak yang

mempunyai panjang rantai karbon yang lebih pendek tidak mempunyai

lipofilisitas yang sesuai untuk penetrasi. Asam lemak yang mempunyai panjang

rantai karbon yang lebih panjang akan mempunyai afinitas terhadap lemak

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 27: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

12

Universitas Indonesia

stratum korneum sehingga memperlambat penetrasi sendiri dan obat lain. Asam

lemak yang banyak digunakan sebagai zat peningkat penetrasi adalah asam oleat.

b. Minyak esensial dan terpen.

Senyawa ini bekerja dengan memodifikasi sifat alami pelarut stratum

korneum. Senyawa ini juga dapat menurunkan waktu lag penetrasi.

c. Pirolidon

Alkil pirolidon bekerja dengan interkalasi gugus alkil ke dalam struktur

bilayer mempengaruhi organisasi lipid dan meningkatkan fluiditas stratum

korneum.

d. Urea

Urea bekerja dengan menghidrasi stratum korneum dan dengan

pembentukan kanal difusi hidrofilik. Urea siklik mengandung gugus polar dan

non polar sehingga mekanisme peningkat penetrasi disebabkan oleh aktivitas

hidrofilik dan organisasi lipid di stratum korneum.

e. Oksazolidindion

Oksazolidindion bekerja dengan mempengaruh lipid sfingosin dan

seramida yang secara alami ditemukan di lapisan kulit bagian atas.

f. Azon

Azon bekerja dengan mempengaruhi domain lipid stratum korneum.

Molekul azon terdispersi di antara susunan lipid bilayer dan mengubah organisasi

struktur lipid.

g. Surfaktan

Surfaktan bekerja dengan meningkatkan fluiditas, melarutkan dan

mengekstraksi lipid stratum korneum.

Mekanisme yang digunakan oleh zat peningkat penetrasi tersebut dalam

meningkatkan penetrasi zat perkutan adalah (Smith & Maibach, 2006)

a. Mempengaruhi lipid di stratum korneum

Peningkat penetrasi mempengaruhi organisasi lipid di stratum korneum

sehingga meningkatkan koefisien difusi penetran. Contoh zat peningkat penetrasi

yang bekerja dengan cara ini adalah azon, terpen, asam lemak, dimetilsulfoksida

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 28: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

13

Universitas Indonesia

(DMSO), surfaktan, dan alkohol. Senyawa yang bercampur dengan baik seperti

DMSO dan etanol mungkin akan mengekstraksi lipid di stratum korneum

b. Mempengaruhi struktur protein

Senyawa seperti surfaktan ionik, desilmetilsulfoksida dan DMSO dapat

membuka keratin yang tersusun rapat. Keratin yang telah terususun longgar ini

menyebabkan peningkatan permeabilitas dan koefisien difusi .

2.2. Mikroemulsi

2.2.1 Sejarah, Definisi dan Karakteristik Mikroemulsi (Kumar, 1999; Cosgrove,

2010; Kulkarni, 2010)

Mikroemulsi awalnya terbentuk karena dua orang peneliti yang bernama

Hoar dan Schulman menambahkan alkohol rantai sedang ke dalam emulsi yang

terbentuk oleh surfaktan ionik. Awalnya emulsi terlihat keruh, tetapi dengan

penambahan alkohol, emulsi terlihat menjadi lebih transparan.

Danielsson dan Lindman mendefinisikan mikroemulsi sebagai suatu

sistem yang terdiri dari air, minyak dan amfifilik yang isotropik dan stabil secara

termodinamika. Radius ukuran droplet mikroemulsi yaitu kurang dari 100 nm.

Mikroemulsi mempunyai karakteristik mempunyai tegangan permukaan yang

sangat rendah < 10-3

N/m, mempunyai viskositas rendah, isotropik (transparan)

dan bersifat stabil secara termodinamika. Emulsi biasa yang tidak stabil secara

termodinamika sehingga ukuran dropletnya dapat meningkat dan memungkinkan

terjadinya pemisahan fase. Sistem ini stabil karena mengandung surfaktan dan

kosurfaktan yang mampu menurunkan tegangan antarmuka air dan minyak

menjadi sangat rendah.

Mikroemulsi terbentuk spontan tanpa pengadukkan dengan kecepatan

tinggi karena tegangan antar muka yang sangat rendah (mendekati nol) antara fase

air dan fase minyak sehingga energi bebas menjadi negatif. Mikroemulsi hanya

terbentuk bila tersedia surfaktan yang cukup. Pembentukkan mikroemulsi

membutuhkan konsentrasi surfaktan yang lebih tinggi daripada emulsi biasa.

Pembentukkan mikroemulsi tergantung dari struktur dan tipe surfaktan. Bila

surfaktan yang digunakan tipe ionik dan hanya mengandung rantai hidrokarbon

tunggal seperti sodium dodesil sulfat (SDS), mikroemulsi hanya terbentuk bila

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 29: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

14

Universitas Indonesia

ada penambahan kosurfaktan seperti alkohol dan atau elektrolit. Surfaktan ionik

rantai ganda dan surfaktan non ionik tidak memerlukan penambahan kosurfaktan

untuk membuat mikroemulsi.

2.2.2 Tipe Mikroemulsi (Cosgrove, 2010; Kulshreshtha, Singh & Wall, 2010)

Winsor membagi mikroemulsi menjadi empat tipe yaitu tipe I, tipe II, tipe

III, dan tipe IV. Tipe I terbentuk mikroemulsi tipe m/a karena surfaktan yang

digunakan lebih larut dalam fase air dan jumlah fase air lebih banyak daripada

fase minyak. Tipe II terbentuk mikroemulsi tipe a/m karena surfaktan yang

digunakan lebih larut dalam fase minyak dan jumlah fase minyak lebih banyak

daripada fase air. Tipe III terbentuk sistem tiga fase karena surfaktan yang

digunakan larut dalam fase air dan fase minyak. Tipe IV terbentuk sistem satu

fase (isotropik) karena digunakan surfaktan dan alkohol dalam formula.

2.2.3 Surfaktan (Voigt, 1995 ; Sinko, 2011)

Surfaktan atau amfifil adalah senyawa yang diadsorpsi antar muka dan

dapat menurunkan tegangan antar muka. Tegangan antar muka adalah gaya per

satuan panjang yang terdapat pada antar muka dua fase cair yang tidak bercampur.

Menurunnya tegangan antar muka menyebabkan dispersi fase cair yang satu di

dalam fase cair lainnya.

Ada tiga tipe surfaktan, yaitu surfaktan tipe ionik, tipe non ionik, dan tipe

amfoterik. Surfaktan tipe ionik terdiri dari tipe anionik dan tipe kationik.

2.2.3.1 Surfaktan tipe anionik

Surfaktan tipe anionik dapat berdisosiasi dalam air dan bagian anionnya

dapat berfungsi sebagai surfaktan. Jenis surfaktan tipe anionik adalah

a. Sabun dan senyawa sejenis sabun

Senyawa sejenis sabun terdiri dari sabun alkali dan sabun amin. Contoh senyawa

sabun alkali sebagai surfaktan adalah sodium palmitat dan sodium stearat. Contoh

senyawa sabun amin sebagai surfaktan adalah trietanolamin stearat.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 30: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

15

Universitas Indonesia

b. Senyawa tersulfatasi

Contoh senyawa tersulfatasi sebagai surfaktan adalah sodium lauril sulfat, sodium

setil sulfat dan sodium stearil sulfat.

c. Senyawa tersulfonasi

Contoh senyawa tersulfonasi sebagai surfaktan adalah sodium setil sulfonat

d. Garam asam empedu

Contoh senyawa garam empedu sebagai surfaktan adalah sodium glikokolat.

e. Gom arab

Gom arab adalah campuran garam kalsium, magnesium dan kalium dari asam

poliarabat.

2.2.3.2 Surfaktan tipe kationik

Surfaktan tipe kationik dapat berdisosiasi dalam air dan bagian kationnya

dapat berfungsi sebagai surfaktan. Contohnya adalah setrimid dan

setilpiridiniumklorida.

2.2.3.3 Surfaktan tipe nonionik

Surfaktan tipe nonionik tidak dapat berdisosiasi dalam air. Contohnya

adalah ester parsial asam lemak dari sorbitan (span) dan ester parsial asam lemak

dari polioksietilensorbitan (tween).

2.2.3.4 Surfaktan tipe amfoterik

Surfaktan tipe amfoterik mempunyai gugus kationik dan anionik dalam

molekulnya dan dapat terionisasi dalam larutan air. Gugus yang dilepaskan

tergantung kondisi mediumnya. Contohnya adalah protein dan lesitin.

2.2.4 Kosurfaktan (Swarbrick, 2007; Maghraby, 2008)

Kosurfaktan berupa alkohol rantai medium seperti pentanol atau butanol.

Mikroemulsi yang dibuat dengan surfaktan ionik harus menambahkan kosurfaktan

ke dalam formula. Penambahan kosurfaktan ke dalam formula bila digunakan

surfaktan non ionik sebenarnya tidak diharuskan, tetapi kosurfaktan dapat

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mikroemulsi. Peran kosurfaktan dalam

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 31: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

16

Universitas Indonesia

pembuatan mikroemulsi dapat yaitu dapat membantu menurunkan tegangan antar

muka dibandingkan dengan surfaktan biasa, meningkatkan fleksibilitas film

antarmuka yang dibentuk oleh surfaktan pada globul emulsi, menurunkan

viskositas mikroemulsi, mengurangi konsentrasi surfaktan yang diperlukan, dan

meningkatkan penetrasi obat transdermal sehingga meningkatkan efikasinya.

2.2.5 Penghantaran Obat secara Transdermal Menggunakan Mikroemulsi

(Bronaugh & Maibach, 2005 ; Swarbrick, 2007)

Mikroemulsi digunakan sebagai penghantaran obat transdermal

mempunyai beberapa kelebihan. Mikroemulsi mampu meningkatkan absorbsi,

penetrasi dan bioavailabilitas obat. Peningkatan absorbsi dan bioavailabilitas

disebabkan karena mikroemulsi adalah bentuk sediaan yang bisa meningkatkan

kelarutan obat yang sulit larut dalam air. Peningkatan penetrasi obat disebabkan

karena mikroemulsi mengandung jumlah surfaktan dan kosurfaktan yang tinggi.

Selain itu, mikroemulsi juga mampu mengatasi penghambatan transportasi obat

hidrofilik ke kulit oleh stratum korneum. Mikroemulsi mempunyai domain yang

hidrofilik dan lipofilik sehingga dapat berinteraksi dengan jalur lipid dan polar

ketika memasuki stratum korneum.

Pembuatan mikroemulsi memerlukan konsentrasi surfaktan yang tinggi.

Namun, saat ini telah dilakukan banyak penelitian yang berfokus pada

mengurangi konsentrasi surfaktan yang tinggi dan mencari surfaktan yang dapat

ditoleransi dengan baik oleh tubuh karena konsentrasi surfaktan yang tinggi dapat

menyebabkan iritasi kulit.

2.3 Pembuatan Preparat Histologi (Pakurar & Bigbee, 2004)

Jaringan harus melalui berbagai proses agar dapat dibuat menjadi preparat

dan dilihat dengan mikroskop cahaya ataupun mikroskop elektron. Langkah

dalam pembuatan preparat itu adalah fiksasi, dehidrasi, infiltrasi dan

pembenaman, pemotongan dan pewarnaan.

Fiksasi bertujuan untuk menjaga struktur dan distribusi organel sel.

Larutan fiksasi yang umum digunakan yaitu formaldehida, glutaraldehida dan

osmium tetraoksida. Langkah berikutnya yaitu dehidrasi air dari jaringan. Hal ini

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 32: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

17

Universitas Indonesia

bertujuan karena cairan jaringan tidak kompatibel dengan larutan pembenaman

dan untuk mencegah adanya kontaminasi dari bakteri ataupun jamur. Dehidrasi ini

dilakukan dengan merendam jaringan dalam alkohol dengan konsentrasi

meningkat. Selanjutnya jaringan diinfiltrasi dan dibenamkan dalam medium

seperti parafin wax atau plastik epoksi untuk memudahkan pemotongan jaringan.

Setelah itu jaringan tersebut dipotong dengan ketebalan bervariasi, yaitu sebesar

1-20 µm bila digunakan pengamatan dengan mikroskop cahaya dan sebesar 60-

100 nm bila digunakan pengamatan dengan mikroskop elektron. Kemudian

jaringan dipotong sesuai dengan arah yang diinginkan yaitu arah transversal,

longitudinal atau tangensial. Langkah berikutnya yaitu dilakukan pewarnaan

jaringan mengunakan Hematoxylin dan Eosin (H&E). Prinsip pewarnaan ini yaitu

terjadi pewarnaan karena adanya ikatan antara muatan pewarna dan jaringan.

Hematoxylin berikatan dengan sel bermuatan negatif dan Eosin berikatan dengan

sel bermuatan positif. Setelah itu jaringan didehidrasi dan dapat diamati dengan

mikroskop.

2.4 Metode Tape Stripping (Lademann, Jacobi, Surber, Weigmann &

Fluhr, 2008; Murthy, 2011).

Metode tape stripping adalah menggunakan metode non invasiv untuk

menghilangkan lapisan stratum korneum dengan penempelan dan pencabutan

berulang bahan perekat pada kulit. Secara teoretis, setiap bahan perekat akan

menghilangkan satu lapisan korneosit.

Jumlah bahan perekat yang diperlukan untuk menghilangkan lapisan

stratum korneum bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin, ras, anatomi dan

kondisi kulit. Pinkus (1951) menyatakan bahwa hampir semua stratum korneum

bagian fleksor lengan atas dapat dihilangkan dengan melakukan pengulangan

sebanyak 30 kali. Ketika stratum korneum sebagai penghalang dihilangkan, akan

ada peningkatan transepidermal water loss (TEWL) sebesar 20-25 kali (Tsai et al,

1991). Umumnya, jumlah stratum korneum yang dihilangkan tidak berbanding

lurus dengan jumlah bahan perekat yang dicabut (Pinkus, 1951).

Beberapa parameter penting dalam melakukan metode tape stripping

adalah tempat penempelan bahan perekat, jenis bahan perekat, tekanan yang

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 33: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

18

Universitas Indonesia

digunakan, dan kecepatan ketika pelepasan bahan perekat. Parameter-parameter

tersebut mempengaruhi jumlah stratum korneum yang dihilangkan.

Aplikasi metode tape stripping yaitu untuk mengukur massa dan ketebalan

stratum korneum, menilai penetrasi perkutan obat in vivo, memeriksa lokalisasi

dan distribusi zat di daerah stratum korneum, kohesi stratum korneum in vivo,

memperkirakan kadar dan aktivitas enzim di stratum korneum, mendeteksi adanya

logam di stratum korneum, dan mengetahui profil dermatofarmakokinetika suatu

zat. Dermatofarmakokinetika adalah suatu ilmu yang mengukur nilai

bioavailabilitas dan bioekivalensi suatu obat yang dioleskan pada permukaan

kulit.

Metode tape stripping dilakukan setelah pengolesan formula topikal.

Bahan perekat ditempelkan secara merata pada bagian kulit tempat pengolesan

formula untuk menghindari tidak meratanya penempelan karena adanya kerut di

daerah penempelan. Bahan pertama biasanya tidak dimasukkan ke dalam

perhitungan pengukuran kadar zat karena mengandung zat yang tidak terabsorbsi

oleh kulit. Penempelan bahan perekat kedua dan berikutnya mengikuti cara seperti

bahan perekat pertama. Setelah itu, bahan perekat tersebut dilepaskan dari kulit

dan diekstraksi dengan kondisi dan pelarut yang sesuai untuk mendapatkan kadar

obat yang terdapat di lapisan stratum korneum.

[Sumber : Au, Skinner & Kanfer, 2010]

Gambar 2.3 Tape stripping (telah diolah kembali)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 34: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

19

Universitas Indonesia

2.5 Sel Difusi Franz (Walters, 2002, Witt & Bucks, 2003; Sinko, 2011)

Sel difusi Franz adalah suatu sel difusi tipe vertikal untuk mengetahui

penetrasi zat secara in vitro. Sel difusi Franz mempunyai komponen berupa

kompartemen donor, kompartemen reseptor, tempat pengambilan sample, cincin

O, dan water jacket. Kompartemen donor berisi zat yang akan diuji penetrasinya.

Kompartemen reseptor berisi cairan berupa air atau dapar fosfat pH 7,4 yang

mengandung albumin. Fungsi albumin yaitu untuk meningkatkan kelarutan zat

yang sukar larut dalam cairan kompartemen reseptor yang digunakan. Tempat

pengambilan sample adalah tempat pada sel difusi Franz untuk mengambil cairan

dari kompartemen reseptor dengan volume tertentu. Water jacket berfungsi untuk

menjaga temperatur tetap konstan selama sel difusi Franz dioperasikan.

Di antara kompartemen donor dan kompartemen reseptor diletakkan

membran yang digunakan untuk sel difusi Franz. Cincin O menjaga posisi

membran supaya tidak berubah. Membran bisa berupa membran sintesis,

membran kulit manusia ataupun membran kulit hewan. Membran kulit hewan

yang digunakan telah dihilangkan bulu dan lapisan lemak subkutannya.

Cairan di kompartemen reseptor perlu diaduk secara optimal dan efisien

untuk menjamin cairan dalam kompartemen reseptor homogen. Volume

kompartemen reseptor sebesar 2-10 ml dan luas yang terpapar membran sebesar

0,2-2 cm2. Dimensi sel difusi harus diukur secara akurat karena terkait dengan

perhitungan kadar zat.

Kondisi di kompartemen reseptor yang ideal harus bisa untuk

memfasilitasi penetrasi zat seperti pada keadaan in vivo. Konsentrasi zat di

kompartemen reseptor seharusnya tidak boleh melebihi 10% konsentrasi zat untuk

mencapai kejenuhan. Konsentrasi zat di kompartemen reseptor yang tinggi dapat

menyebabkan penurunan laju penetrasi zat.

Cara melakukan uji penetrasi dengan sel difusi Franz adalah sejumlah

tertentu zat diaplikasikan pada membran dan dibiarkan berpenetrasi secara difusi

pasif melalui membran. Untuk mengetahui jumlah zat yang berpenetrasi dan laju

penetrasi zat dilakukan sampling cairan di kompartemen reseptor selama waktu

tertentu sampai keadaan mencapai keadaan tunak. Cairan dari kompartemen

reseptor yang diambil digantikan dengan cairan awal sesuai volume yang diambil.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 35: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

20

Universitas Indonesia

Hal ini bertujuan untuk menjaga volume dalam cairan reseptor tetap konstan dan

untuk menjaga supaya cairan di kompartemen reseptor tetap dalam keadaan tunak.

Keterangan: A: Kompartemen donor, B: Kompartemen reseptor, C:

Membran, D: Cincin O, E: Water jacket, F: Batang pengaduk,

G: Tempat pengambilan sampel

[Sumber : Bosman, Lawant, Avegart, Ensing, dan Zeeuw, 1996]

Gambar 2.4 Sel Difusi Franz (telah diolah kembali)

Jumlah kumulatif zat yang berpenetrasi melalui membran adalah

� � ��.�� ∑ ��� �� .�� (2.1)

Keterangan

Q = Jumlah kumulatif zat per luas difusi (µg/cm2)

Cn = Konsentrasi zat (µg/ml)

∑ ���� �� = Jumlah konsentrasi zat (µg/ml) pada sampling pertama (menit

ke-30 hingga sebelum menit ke-n)

V = Volume sel difusi Franz (ml)

S = Volume sampling (ml)

A = Luas membran (cm2)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 36: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

21

Universitas Indonesia

Pada keadaan tunak, dapat dihitung fluks zat yang berpenetrasi melalui

membran dengan rumus

� � � � (2.2)

Keterangan

J = laju penetrasi zat (fluks) (µg cm-2

jam-1

)

Q = jumlah kumulatif zat yang berpenetrasi melalui membran (µg cm-2

)

t = waktu (jam)

2.6 Natrium Diklofenak (Departemen Farmakologi dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007; Moffat, Osselton &

Widdop, 2011)

HN

Cl ONa

O

Cl

[Sumber : Thongchai, Liawruangrath, Thongpoon & Machan, 2006]

Gambar 2.5 Struktur natrium diklofenak (telah diolah kembali)

Natrium diklofenak adalah obat analgesik dan anti inflamasi (AINS)

derivat asam fenil asetat non selektif. Seperti obat AINS non selektif lain,

diklofenak bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga

menghambat pembentukkan prostaglandin, tromboksan dan prostasiklin. Salah

satu senyawa yang dihambat, yaitu prostaglandin, berfungsi untuk menghasilkan

mukus lambung untuk melindungi dinding lambung terhadap asam lambung.

Penghambatan pembentukkan prostaglandin menyebabkan penurunan produksi

mukus lambung sehingga lambung terpapar dengan asam lambung. Pemaparan

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 37: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

22

Universitas Indonesia

asam lambung yang terus menerus pada lambung menyebabkan dinding lambung

mengalami ulkus.

Dosis diklofenak per oral sebesar 100-150 mg sehari terbagi menjadi dua

atau tiga dosis. Diklofenak diabsorbsi cepat dan lengkap di saluran cerna. Obat ini

terikat 99 % pada protein plasma dan mengalami metabolisme lintas pertama

sebesar 40-50 %. Waktu paruh diklofenak yaitu 1-3 jam.

Kelarutan natrium diklofenak yaitu dalam akuadest (1: > 9), dalam

metanol (1: > 24), dalam aseton (1: 6), dalam asetonitril, sikloheksana dan HCl

(1:< 1), dan dalam dapar fosfat pH 7,2 (1: 6).

2.7. Komponen Pembentuk Mikroemulsi

2.7.1 Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) (Syah, 2005; Williams &

Barry, 2003)

Minyak kelapa murni atau virgin coconut oil berasal dari buah kelapa

segar yang baru dipetik dan bukan berasal dari kopra seperti minyak kelapa biasa.

Perbedaan lainnya adalah proses pembuatan, kandungan kimia dan

karakteristiknya. Proses pembuatan minyak kelapa murni dilakukan pada suhu

relatif rendah dan tidak ditambahkan pelarut kimia. Karena dibuat tanpa

pemanasan, maka zat-zat bermanfaat dalam daging buah kelapa seperti vitamin E

dan enzim-enzim lain tetap terdapat di dalamnya. Minyak kelapa murni memiliki

nilai bilangan asam, Free Fatty Acid (FFA), bilangan tidak tersaponofikasi dan

bilangan peroksida lebih rendah dari minyak kelapa biasa.

Minyak kelapa murni mengandung banyak asam lemak. Asam lemak yang

terdapat dalam minyak kelapa murni adalah asam lemak jenuh dan asam lemak

tidak jenuh. Asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa murni, yaitu

asam laurat (50,50%), asam miristat (16,18%), asam kaprat (8,60%), asam

palmitat (7,50%), asam kaprilat (6,10%), asam stearat (1,50%) dan asam kaproat

(0,20 %). Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak kelapa murni

yaitu asam oleat (6,50%), asam linoleat (2,70 %) dan asam palmitoleat (0,20 %).

Asam lemak dapat meningkatkan penetrasi berbagai macam obat. Santoyo

dan Ygartua menyatakan bahwa asam oleat dan asam laurat dapat meningkatkan

penetrasi piroksikam. Asam oleat juga berperan dalam meningkatkan penetrasi

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 38: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

23

Universitas Indonesia

asam salisilat dan fluorourasil. Asam lemak tinggi yang terdapat dalam VCO juga

berperan dalam meningkatkan penetrasi piroksikam.

2.7.2 Polisorbat 80 (Tween 80) (Wuelfing, Kosuda, Templeton, Harman,

Mowery & Reed, 2006; Rowe, Sheskey & Quinn, 2009)

O

HO w(H2CH2CO)

(OCH2CH2)x OH

(OCH2CH2)y OH

CH2O(CH2CH2O)z --1 CH2CH2OCOCH2(CH2)6(CH=CH)(CH2)6CH3

Keterangan: w + x + y + z = 20

[Sumber : Wuelfing, Kosuda, Templeton, Harman, Mowery & Reed, 2006]

Gambar 2.6 Struktur polisorbat 80 (telah diolah kembali)

Polisorbat 80 mempunyai sifat larut dalam etanol dan air tetapi tidak larut

dalam minyak mineral dan minyak sayur. Dalam formula, polisorbat berfungsi

sebagai emulgator, agen pensolubilisasi atau agen pembasah. Seperti polisorbat

lain, polisorbat 80 bersifat stabil terhadap elektrolit, asam dan basa lemah.

Namun, inkompatibel dengan basa kuat karena dapat terjadi saponifikasi. Selain

itu dapat terjadi pengendapan atau perubahan warna dengan adanya fenol, tanin,

tar dan antimikroba golongan paraben. Polisorbat dapat menurunkan akivitas

antimikroba paraben.

2.7.3 Etanol 96% (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009)

H3CH2C OH

[Sumber : Rowe, Sheskey & Quinn, 2009]

Gambar 2.7 Struktur etanol (telah diolah kembali)

Etanol 96% mempunyai sifat dapat bercampur dengan kloroform, eter,

gliserin dan air Dalam formula, etanol digunakan sebagai pelarut, kosurfaktan,

atau anti mikroba. Dalam formula transdermal, etanol digunakan sebagai agen

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 39: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

24

Universitas Indonesia

peningkat penetrasi obat. Pada suasana asam, etanol akan bereaksi kuat dengan

oksidator. Campuran dengan basa akan memberikan warna lebih gelap karena

terbentuknya aldehida.

2.7.4 Propilen Glikol (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009)

H3C

OH

OH

[Sumber : Rowe, Sheskey & Quinn, 2009]

Gambar 2.8 Struktur propilen glikol (telah diolah kembali)

Pemerian propilen glikol yaitu berupa cairan jernih, kental, tidak

berwarna, tidak berbau dan mempunyai rasa manis. Propilen glikol dapat

bercampur dengan aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin dan air tetapi tidak

bercampur dengan minyak mineral.

Pada temperatur sejuk, propilen glikol stabil dalam wadah bertutup rapat,

tetapi pada temperatur tinggi akan mudah teroksidasi dan akan membentuk

propionaldehida, asam laktat, asam piruvat dan asam asetat. Propilen glikol stabil

bila bercampur dengan etanol 95%, gliserin, atau air.

2.7.5 Metil Paraben (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009)

HO

OCH3

O

[Sumber : Rowe, Sheskey & Quinn, 2009]

Gambar 2.9 Struktur metil paraben (telah diolah kembali)

Metil paraben mempunyai pemerian berupa kristal tidak berwarna atau

serbuk kristal putih dan tidak berbau dengan rasa menyengat. Metil paraben

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 40: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

25

Universitas Indonesia

mempunyai kelarutan dalam etanol 95 % ( 1:3), etanol 50 % (1 : 6), propilen

glikol (1 : 5), air 25oC (1: 400), air 50

oC (1: 50), dan air 80

oC (1: 30).

Aktivitas antimikroba metil paraben adalah yang paling rendah daripada

golongan paraben lainnya karena aktivitas antimikroba golongan ini ditentukan

oleh panjang rantai alkilnya. Semakin panjang gugus alkil, maka aktivitas

antimikroba akan meningkat. Selain itu, aktivitas akan meningkat bila

menggunakan kombinasi metil paraben dengan golongan paraben lain yang

mempunyai gugus alkil lebih panjang seperti etil, propil dan butil paraben.

Aktivitas antimikroba juga akan meningkat dengan adanya propilen glikol,

feniletil alkohol dan asam edetat. Produk hasil hidrolisis golongan paraben praktis

tidak mempunyai aktivitas antimikroba.

Aktivitas antimikroba metil paraben menurun dengan adanya surfaktan

non ionik karena adanya miselisasi. Metil paraben juga bisa diabsorbsi oleh

plastik dan jumlah yang diabsorbsi tergantung tipe plastik. Namun, plastik tipe

LDPE dan HDPE tidak mengabsorbsi metil paraben. Metil paraben inkompatibel

dengan bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakanth, sodium alginat, minyak

esensial, sorbitol dan atropin. Metil paraben akan berubah warna dengan adanya

besi dan akan terhidrolisis dengan adanya alkali lemah dan asam kuat. Pada pH 3-

6, larutan metil paraben dalam air bersifat stabil dan terdekomposisi kurang dari

10% selama 4 tahun pada temperatur kamar. Larutan metil paraben dalam air pada

pH 8 atau lebih akan terhidrolisis cepat yaitu lebih dari 10% selama 60 hari pada

temperatur kamar.

2.7.6 Propil Paraben (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009)

HO

O

CH3

O

[Sumber : Rowe, Sheskey & Quinn, 2009]

Gambar 2.10 Struktur propil paraben (telah diolah kembali)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 41: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

26

Universitas Indonesia

Propil paraben mempunyai pemerian berupa serbuk kristal putih, tidak

berbau dan tidak mempunyai rasa. Kelarutan propil paraben yaitu mempunyai

sifat larut dalam etanol 95% (1 : 1,1), etanol 50 % (1: 5,6), propilen glikol (1: 3,9),

air 15oC (1 : 4350), air 80

oC (1: 225).

Aktivitas antimikroba propil paraben sama seperti metil paraben. Aktivitas

antimikroba propil paraben juga menurun dengan adanya surfaktan non ionik

karena adanya miselisasi. Zat-zat tertentu seperti magnesium aluminium silikat,

magnesium trisilikat dan besi oksida mampu mengabsorbsi propil paraben

sehingga akan mengurangi efektivitas anti mikroba. Propil paraben akan berubah

warna dengan adanya besi dan akan terhidrolisis dengan adanya alkali lemah dan

asam kuat.

2.7.7 BHT (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009)

OH

C(CH3)3(H3C)3C

CH3

[Sumber : Rowe, Sheskey & Quinn, 2009]

Gambar 2.11. Struktur BHT (telah diolah kembali)

BHT mempunyai pemerian berupa kristal putih atau kuning pucat dengan

bau fenol yang lemah. Kelarutan BHT yaitu praktis tidak larut dalam air, gliserin,

propilen glikol, larutan alkali hidroksida dan asam mineral encer tetapi agak

mudah larut dalam aseton, etanol, benzena. BHT lebih mudah larut dalam lemak

daripada BHA. Dalam formula sediaan farmasi, BHT digunakan sebagai

antioksidan.

Pemajanan BHT terhadap cahaya, kelembapan dan panas akan

menyebabkan perubahan warna dan hilangnya aktivitas antioksidan BHT. BHT

inkompatibel dengan agen oksidator kuat seperti peroksida dan permanganat.

Garam besi dapat menyebabkan perubahan warna dan hilangnya aktivitas

antioksidan BHT.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 42: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

27

Universitas Indonesia

2.7.8 Asam Sitrat (Rowe, Sheskey & Quinn, 2009)

CH

H2C C

O

OH

COOH

H2CC

O

HO

[Sumber : Rowe, Sheskey & Quinn, 2009]

Gambar 2.12 Struktur asam sitrat (telah diolah kembali)

Asam sitrat mempunyai pemerian berupa kristal tidak berwarna atau

kristal putih, tidak berbau dan mempunyai rasa asam yang kuat. Asam sitrat

mempunyai sifat larut dalam etanol 95% (1 : 1,5) air (1 : < 1) tetapi agak sulit

larut dalam eter. Asam sitrat inkompatibel dengan kalium tartrat, logam alkali,

alkali tanah karbonat, alkali tanah bikarbonat, asetat dan sulfida. Selain itu, asam

sitrat juga inkompatibel dengan oksidator, reduktor dan nitrat.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 43: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

28 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasetika dan Laboratorium

Kimia Analisis Kuantitatif di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Indonesia, Depok, dari bulan Februari sampai bulan Juni 2012.

3.2 Alat

Timbangan analitik AFA-210 LC (Adam, Amerika Serikat), timbangan

gram (O’Haus), homogenizer (Omni-Multimix, Malaysia), pH meter tipe 510

(Eutech, Singapura), spektrofotometer UV-Vis V-630 (Jasco, Jepang), sel difusi

Franz (Bengkel Gelas ITB, Indonesia), sentrifugator Kubota-5100 (Kubota,

Jepang), mikroskop cahaya, oven (Memmert, Jerman), Zetasizer Nano S

(Malvern), viskometer Brookfield (Brookfield, Amerika Serikat), piknometer,

ultrasonik (Branson 3200), tensiometer du Nuoy model 21 (Cole Parmer),

pengaduk magnetik (IKA, Jerman), termometer, pengering rambut (Tritone,

Cina), dan alat-alat gelas.

3.3 Bahan

Natrium diklofenak (Yung Zip Chemical Ind, Co.Ltd.), natrium diklofenak

(BPFI), VCO (Vermindo Internasional, Indonesia), tween 80 (Brataco, Indonesia),

etanol 96% (Brataco, Indonesia), propilen glikol (Brataco, Indonesia), nipagin

(Brataco, Indonesia), nipasol (Brataco, Indonesia), BHT (Brataco, Indonesia),

aquadest (Indonesia), asam sitrat (Indonesia), kalium dihidrogen fosfat (Merck,

Jerman), natrium hidroksida (Merck, Jerman), tikus (IPB, Bogor), filter membran

Milipore, metanol (Mallinckrodt, Jerman) dan bahan perekat polypropylene tape

(Goldtape, Indonesia).

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 44: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

29

Universitas Indonesia

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Karakterisasi VCO

3.4.1.1 Pengamatan organoleptis VCO

Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau

dan rasa.

3.4.1.2 Pengukuran Bobot Jenis VCO (Departemen Kesehatan RI, 1995; Lide &

Haynes, 2010)

Bobot jenis VCO diukur dengan piknometer. Cara kerjanya yaitu suhu

ruangan tempat pengukuran bobot jenis diukur dengan termometer. Selanjutnya

piknometer yang bersih dan kering ditimbang dan dicatat massanya (A g).

Kemudian piknometer diisi dengan air, ditimbang dan dicatat massanya (A1 g).

Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. VCO diisikan ke

dalam piknometer, ditimbang dan dicatat massanya (A2 g).

Rumus perhitungan bobot jenis VCO =

Bobot jenis = �������� x ρ air pada suhu tersebut (3.1)

3.4.1.3 Pengukuran tegangan permukaan VCO

Tegangan permukaan VCO diukur dengan Tensiometer du Nuoy. Sebelum

melakukan pengukuran tegangan permukaan, cincin platinum iridium dibersihkan

dengan benzena dan dibakar dengan api bunsen. Selanjutnya alat dikalibrasi

dengan mengukur tegangan permukaan aquabidestilata dan aquadest. Setelah itu,

sediaan dimasukkan ke dalam wadah gelas sampai mencapai ketinggian 0,5 cm

dari batas atas gelas. Wadah gelas diletakkan di atas meja dan posisi cincin

platinum iridium diatur hingga berada pada kedalaman 0,5 cm dari permukaan

mikroemulsi. Knob Torsion diputar pada sisi kanan atas hingga angka nol pada

Knob Torsion sejajar dengan angka nol pada Knob Zero yang terdapat di depan

Knob Torsion. Motor diletakkan pada posisi netral, lalu diubah ke posisi up,

cincin akan bergerak ke bawah dan Knob Zero mulai berputar. Knob Zero akan

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 45: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

30

Universitas Indonesia

berhenti pada suatu angka yang akan menunjukkan tegangan permukaan VCO.

Pengukuran ini dilakukan sebanyak dua kali.

Rumus perhitungan tegangan permukaan

S = P x F (3.2)

S = tegangan permukaan

P = angka yang ditunjukkan oleh alat

F = faktor koreksi

3.4.2 Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk menentukan kondisi dan

komposisi bahan yang sesuai untuk membuat mikroemulsi yang stabil.

Optimasi kondisi yang dilakukan yaitu

a. Kecepatan pengadukan ( 250, 500, 1000, 2000 dan 5000 rpm)

b. Temperatur fase air (suhu ruang, 35OC dan 40

OC)

Optimasi komposisi bahan yang dilakukan yaitu

a. Konsentrasi tween 80 (30%, 35%, 40%, 45 %)

b. Konsentrasi VCO (5%, 10%)

c. Konsentrasi etanol 96% (3%, 10%)

d. Konsentrasi propilen glikol (5%, 10%)

Langkah-langkah dalam optimasi

1. Optimasi konsentrasi VCO

a. Konsentrasi VCO 10% dengan konsentrasi tween 80 30% dan variasi

konsentrasi propilen glikol (5% dan 10%)

b. Konsentrasi VCO 10% dengan konsentrasi tween 80 40% dengan kecepatan

emulsifikasi 2000 rpm dan tanpa pemanasan.

c. Konsentrasi VCO 10% dengan variasi konsentrasi tween 80 (35 dan 40%)

dengan kecepatan emulsifikasi 5000 rpm dan tanpa pemanasan.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 46: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

31

Universitas Indonesia

d. Konsentrasi VCO 10% dengan konsentrasi tween 80 40% dengan kecepatan

emulsifikasi 2000 rpm dan dengan pemanasan 35OC.

2. Optimasi konsentrasi tween 80 dan etanol 96% untuk VCO 5%

a. Konsentrasi VCO 5% dengan konsentrasi tween 80 40%, konsentrasi etanol

10% dan tanpa pemanasan. Variasi kecepatan emulsifikasi 250 dan 500 rpm.

b. Konsentrasi VCO 5% dengan konsentrasi tween 80 40%, konsentrasi etanol

10%, pemanasan 35OC. Variasi kecepatan emulsifikasi 250, 800 dan 1000

rpm.

c. Konsentrasi VCO 5% dengan konsentrasi tween 80 45%, konsentrasi etanol

10% , pemanasan 40OC. Variasi kecepatan emulsifikasi 1000 dan 2000 rpm.

3.4.3 Pembuatan Mikroemulsi Natrium Diklofenak

Tabel 3.1. Komponen bahan pembentuk mikroemulsi

Komposisi Mikroemulsi Kadar dalam Formula (%)

Virgin Coconut Oil (VCO) 5

Natrium diklofenak 1

Tween 80 45

Etanol 96% 10

Propilen glikol 5

Nipagin 0,3

Nipasol 0,06

BHT 0,1

Asam sitrat 0,3

Aquadest 33,24

Mikroemulsi ini dibuat dengan membuat fase air dan fase minyak secara

terpisah. Fase air adalah aquadest dan tween 80. Sebagian aquadest dipakai untuk

melarutkan asam sitrat. Sisa aquadest dan tween 80 dipanaskan sampai suhu

40OC. Fase minyak yaitu BHT didispersikan ke dalam VCO dan dihomogenkan.

Fase minyak ditambahkan ke dalam fase air dan diemulsikan dengan homogenizer

dengan kecepatan 1000 rpm. Nipagin dan nipasol ditambahkan ke dalam etanol

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 47: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

32

Universitas Indonesia

96%. Natrium diklofenak dilarutkan ke dalam propilen glikol. Kemudian

campuran etanol dan propilen glikol ini ditambahkan ke campuran fase air dan

fase minyak sambil tetap dihomogenisasi dengan homogenizer menggunakan

kecepatan 1000 rpm. Campuran ini didiamkan selama 24 jam sampai terbentuk

mikroemulsi yang jernih.

3.4.4 Evaluasi Sediaan Mikroemulsi

3.4.4.1 Pengamataan Organoleptis

Pengamatan organoleptis sediaan meliputi bentuk, warna, bau dan

kejernihan. Pengamatan ini dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

Pengamatan warna dilakukan dengan menggunakan standard warna kartu

Pantone.

3.4.4.2 Pengukuran pH (Departemen Kesehatan RI, 1995)

pH sediaan diukur dengan pH meter. Sebelumnya, pH meter dikalibrasi

dahulu dengan dapar pH 4 dan 7. Setelah dikalibrasi, pH meter dapat digunakan

untuk mengukur pH sediaan. Pengukuran pH dilakukan sebanyak dua kali.

3.4.4.3 Pengukuran Viskositas dan Penentuan Sifat Aliran (Brookfield Dial

Viscometer)

Viskositas sediaan diukur dengan viskometer Brookfield. Mikroemulsi

dimasukkan ke dalam wadah. Spindel dipasang dan diatur ketinggiannya agar

spindel masuk ke dalam mikroemulsi. Stop kontak dinyalakan dan kecepatan rpm

diatur dari kecepatan rendah ke kecepatan tinggi dan dari kecepatan tinggi ke

kecepatan rendah. Setiap pengaturan rpm, angka yang ditunjukkan oleh jarum

merah pada alat dibaca. Angka yang didapat dikalikan dengan faktor koreksi.

Data yang diperoleh diplotkan pada sumbu x dan sumbu y. Sumbu x adalah

shearing stress atau kecepatan geser (dyne/cm2) dan sumbu y adalah rate of

shear. Pengukuran viskositas dan penentuan sifat aliran mikroemulsi dilakukan

pada suhu ruang pada minggu ke- 0 dan ke-8 .

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 48: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

33

Universitas Indonesia

Rumus perhitungan viskositas sediaan

η� dr x f (3.3)

Keterangan

η = viskositas sediaan

dr = dial reading (angka yang ditunjukkan oleh jarum merah)

f = faktor koreksi

3.4.4.4 Pengukuran Tegangan Antarmuka (Fisher Scientific, 2006)

Tegangan antarmuka sediaan diukur dengan Tensiometer du Nuoy.

Sebelum melakukan pengukuran tegangan antarmuka, cincin platinum iridium

dibersihkan dengan benzena dan dibakar dengan api bunsen. Selanjutnya alat

dikalibrasi dengan mengukur tegangan permukaan aquabidestilata dan aquadest.

Untuk mengukur tegangan antarmuka mikroemulsi, sediaan dimasukkan ke dalam

wadah gelas sampai mencapai ketinggian 0,5 cm dari batas atas gelas. Wadah

gelas diletakkan di atas meja dan posisi cincin platinum iridium diatur hingga

berada pada kedalaman 0,5 cm dari permukaan mikroemulsi. Knob Torsion

diputar pada sisi kanan atas hingga angka nol pada Knob Torsion sejajar dengan

angka nol pada Knob Zero yang terdapat di depan Knob Torsion. Motor

diletakkan pada posisi netral, lalu diubah ke posisi down, cincin akan bergerak ke

atas dan Knob Zero mulai berputar. Knob Zero akan berhenti pada suatu angka

yang akan menunjukkan tegangan antarmuka mikroemulsi. Pengukuran ini

dilakukan sebanyak dua kali. Tegangan antarmuka mikroemulsi diukur pada

minggu ke-0 dan minggu ke-8.

Rumus perhitungan tegangan antarmuka

S = P x F (3.4)

S = tegangan antarmuka

P = angka yang ditunjukkan oleh alat

F = faktor koreksi

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 49: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

34

Universitas Indonesia

3.4.4.5 Pengukuran Bobot Jenis Mikroemulsi (Departemen Kesehatan RI, 1995;

Lide & Haynes, 2010)

Bobot jenis mikroemulsi diukur dengan piknometer. Cara kerjanya yaitu

suhu ruangan tempat pengukuran bobot jenis diukur dengan termometer.

Selanjutnya piknometer yang bersih dan kering ditimbang dan dicatat massanya

(A g). Kemudian piknometer diisi dengan air, ditimbang dan dicatat massanya

(A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. Sediaan

mikroemulsi lalu diisikan ke dalam piknometer, ditimbang dan dicatat massanya

(A2 g).

Rumus perhitungan bobot jenis sediaan =

Bobot jenis = �������� x ρ air pada suhu tersebut (3.5)

3.4.4.6 Penentuan Ukuran Globul Mikroemulsi

Penentuan ukuran globul sediaan mikroemulsi dilakukan dengan alat

Zetasizer Nano S pada minggu ke-0 dan minggu ke-8.

3.4.4.7 Uji Kestabilan

a. Kestabilan Mekanik (Lachman, Lieberman & Kanig, 1994)

Kestabilan mekanik dilakukan dengan uji sentrifugasi. Sediaan

mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudiaan dilakukan

sentrifugasi dengan kecepatan 3800 rpm selama 5 jam.

b. Kestabilan Suhu (Djajadisastra, 2004)

1. Suhu Kamar (28º ± 2ºC)

Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu kamar dan dilakukan

pengamatan organoleptis meliputi bau, warna, dan kejernihan. Pengamatan warna

dilakukan dengan menggunakan standard warna kartu Pantone. Selain itu, juga

dilakukan pengukuran pH sediaan. Pengamatan organoleptis dan pengukuran pH

dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 50: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

35

Universitas Indonesia

2. Suhu Rendah (4º ± 2ºC)

Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu rendah dan dilakukan

pengamatan organoleptis meliputi bau, warna, dan kejernihan. Pengamatan warna

dilakukan dengan menggunakan standard warna kartu Pantone. Selain itu, juga

dilakukan pengukuran pH sediaan. Pengamatan organoleptis dan pengukuran pH

dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

3. Suhu Tinggi (40º ± 2ºC)

Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu tinggi dan dilakukan

pengamatan organoleptis meliputi bau, warna, dan kejernihan. Pengamatan warna

dilakukan dengan menggunakan standard warna kartu Pantone. Selain itu, juga

dilakukan pengukuran pH sediaan. Pengamatan organoleptis dan pengukuran pH

dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

2. Uji Cycling (Djajadisastra, 2004)

Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu dingin ± 4ºC selama 24 jam, lalu

dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu ± 40ºC selama 24 jam (1 siklus). Siklus

ini diulang sebanyak 6 siklus. Setiap akhir siklus, sediaan diamati dan

dibandingkan kejernihan mikroemulsi selama percobaan dibandingkan dengan

kejernihan sediaan pada siklus sebelumnya.

3.4.5 Uji Penetrasi Natrium Diklofenak

3.4.5.1 Pembuatan Dapar Fosfat pH 7,4 (Departemen Kesehatan RI, 1995)

Kalium dihidrogen fosfat 0,2 M sebanyak 50,0 mL dimasukkan ke dalam

labu tentukur 200,0 mL lalu ditambahkan 39,1 mL natrium hidroksida 0,2 N dan

dicukupkan volumenya dengan aquadest bebas CO2, kemudan diukur pH pada

nilai 7,4.

3.4.5.2 Penentuan λ Maksimum Natrium Diklofenak dalam Dapar Fosfat pH 7,4

Natrium diklofenak ditimbang seksama ±50 mg dan dilarutkan dengan

dapar fosfat pH 7,4 dalam labu tentukur 100,0 mL dan dikocok sampai larut

sempurna hingga diperoleh kadar 500 ppm. Selanjutnya dibuat pengenceran

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 51: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

36

Universitas Indonesia

dengan konsentrasi 50 ppm. dan dibuat spektrum serapannya dari λ = 200-400 nm

dan ditentukan λ maksimumnya.

3.4.5.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak dalam Dapar Fosfat pH

7,4

Dibuat larutan natrium diklofenak pada konsentrasi dan 0,24; 0,32; 0,6; 1;

2; 4; 6; 10 dan 12 ppm dan dikur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis

pada λ maksimumnya. Serapan itu selanjutnya digunakan untuk pembuatan kurva

kalibrasi.

3.4.5.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Natrium Diklofenak dalam

Dapar Fosfat pH 7,4

Dibuat larutan baku pembanding natrium diklofenak pada konsentrasi 8,

10, 12, 16 dan 20 ppm dan dikur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis

pada λ maksimumnya. Serapan itu selanjutnya digunakan untuk pembuatan kurva

kalibrasi dan penentuan kadar natrium diklofenak yang digunakan di dalam

sediaan mikroemulsi.

3.4.5.5 Penetapan Kadar Natrium Diklofenak dalam Mikroemulsi

a. Penentuan λ Maksimum Natrium Diklofenak dalam Metanol

Natrium diklofenak ditimbang seksama ±50 mg dan dilarutkan dengan

metanol dalam labu tentukur 100,0 mL dan dikocok sampai larut sempurna hingga

diperoleh kadar 500 ppm. Selanjutnya dibuat pengenceran dengan konsentrasi 50

ppm. dan dibuat spektrum serapannya dari λ = 200-400 nm dan ditentukan λ

maksimumnya.

b. Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak dalam Metanol

Dibuat larutan baku natrium diklofenak pada konsentrasi 10, 12, 14, 16

dan 22 ppm dan dikur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ

maksimumnya. Serapan itu selanjutnya digunakan untuk pembuatan kurva

kalibrasi.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 52: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

37

Universitas Indonesia

c. Penetapan Kadar Natrium Diklofenak dalam Mikroemulsi

Ditimbang seksama ±1,0 g mikroemulsi. Ditambahkan metanol dan

dikocok sampai berwarna putih. Campuran tersebut dimasukkan ke tabung

sentrifugasi secara kuantitatif dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm

selama 45 menit. Campuran itu disaring secara kuantitatif dengan Milipore®,

filtat dimasukkan ke labu tentukur dan volumenya dicukupkan dengan metanol.

Larutan itu dilakukan pengenceran sampai diperoleh konsentrasi yang sesuai dan

diukur serapannya pada pada λ maksimumnya. Kadar natrium diklofenak dalam

mikroemulsi diperoleh dengan persamaan regresi menggunakan baseline berupa

basis mikroemulsi. Penetapan kadar ini dilakukan sebanyak dua kali.

3.4.5.6 Optimasi Penentuan Jumlah Bahan Perekat untuk Menarik Seluruh

Lapisan Stratum Korneum

Tikus dikorbankan, kulit tikus bagian abdomen dipotong, bulu tikus

dicukur secara hati-hati dan lapisan lemak subkutan dihilangkan. Bahan perekat

yang sudah disiapkan ditempelkan berulang-ulang pada lapisan kulit abdomen

tikus.

Lapisan kulit yang akan diamati direndam dalam larutan Bouin selama 24

jam. Setelah 24 jam, kulit dikeluarkan dari larutan Bouin dan direndam dalam

alkohol 70%. Selanjutnya kulit dimasukkan ke dalam medium parafin dan

dipotong membujur setebal 7 µm dengan alat pemotong. Kulit yang telah

dipotong diletakkan di atas kaca objek dan diberi pewarnaan H&E. Lapisan kulit

diamati dengan mikroskop cahaya dan dicatat jumlah bahan perekat yang mampu

menghilangkan seluruh lapisan stratum korneum.

3.4.5.7 Pembuatan Membran Kulit Tikus untuk Sel Difusi Franz

Membran kulit tikus diperoleh dari kulit tikus bagian abdomen yang

bulunya dicukur secara hati-hati dan lapisan lemak subkutan dihilangkan. Kulit

yang telah disiapkan ini disimpan selama maksimal 24 jam dalam lemari es suhu

4OC. Sebelum digunakan, kulit tikus ini dihidrasi dahulu selama minimal 30 menit

dengan dapar fosfat pH 7,4 yang merupakan cairan kompartemen reseptor.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 53: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

38

Universitas Indonesia

3.4.5.8 Uji Penetrasi Natrium Diklofenak

a. Metode Sel Difusi Franz (Dewi, 2007; Widiastuti, 2010)

Membran kulit tikus yang dihidrasi selama 30 menit dengan dapar fosfat

pH 7,4 dan dipasangkan pada sel difusi Franz dengan bagian dermal menghadap

ke kompartemen reseptor. Dapar fosfat pH 7,4 dan pengaduk magnetik

dimasukkan ke dalam kompartemen reseptor sampai batas yang ditentukan.

Sebanyak ±1 gram mikroemulsi dimasukkan ke kompartemen donor. Selama sel

difusi Franz beroperasi, suhu diatur konstan pada 37 ± 0,5o C dengan water jacket

dan homogenitas cairan dijaga dengan pengadukan magnetik dengan kecepatan

250 rpm. Pengambilan sample dilakukan sebanyak 0,5 mL dari larutan

kompartemen reseptor pada menit ke 30, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420 dan

480. Sample dimasukkan ke dalam labu tentukur 5,0 mL, dicukupkan volumenya

hingga batas dan dikocok homogen. Selanjutnya diukur serapannya dengan

spektrofotometer UV-Vis pada λ maksimum. Kadar natrium diklofenak yang

terpenetrasi ditentukan dan dihitung fluks dan jumlah kumulatif natrium

diklofenak yang terdapat dalam cairan reseptor setiap waktu pengambilan sample.

Larutan yang disampling, segera diganti dengan dapar fosfat pH 7,4 untuk

mempertahankan volume cairan tetap konstan.

b. Metode Tape Stripping (Jui Chen Tsai, Cappel, Weiner, Flynn & Ferry

1991; Pellett, Robert, & Hadgraft, 1997; Klang, et.al. 2012)

Setiap waktu penyamplingan cairan dari kompartemen reseptor, membran

kulit tikus diambil dari sel difusi Franz dan ditempelkan bahan perekat. Bahan

perekat diratakan pada membran kulit tikus dan dicabut. Langkah ini dilakukan

sebanyak hasil yang diperoleh pada percobaan pendahuluan. Bahan perekat pada

penempelan ke-2 sampai akhir dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah

ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan sonikasi bahan perekat dalam dapar fosfat

pH 7,4 sebanyak 80 mL selama 30 menit. Hasil ekstraksi dikocok homogen dan

diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ maksimum. Kadar

natrium diklofenak yang terdapat dalam larutan ditentukan dengan persamaan

kurva kalibrasi.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 54: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

39

Universitas Indonesia

3.4.5.9 Perhitungan Jumlah Natrium Diklofenak yang Tertinggal di Kompartemen

Donor Sel Difusi Franz

Pada setiap pengambilan sample di kompartemen reseptor, dilakukan

pengukuran kadar obat yang tertinggal di kompartemen donor. Mikroemulsi yang

terdapat di kompartemen donor dikumpulkan dan ditentukan kadar natrium

diklofenak menggunakan cara yang sama dengan penetapan kadar.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 55: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

40 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Virgin Coconut Oil (VCO)

Karakterisasi VCO dilakukan dengan pengamatan organoleptis,

pengukuran bobot jenis dan pengukuran tegangan permukaan. Hasil yang

diperoleh dari karakterisasi dibandingkan dengan literatur.

4.1.1 Pengamatan Organoleptis Virgin Coconut Oil (VCO)

Pengamatan organoleptis yang dilakukan meliputi bentuk, warna, bau dan

rasa VCO mempunyai bentuk berupa cairan dengan viskositas rendah, tidak

berwarna, bau khas kelapa dan tidak mempunyai rasa.

4.1.2 Pengukuran bobot jenis Virgin Coconut Oil (VCO)

Pengukuran bobot jenis VCO dilakukan dengan piknometer. Suhu ruangan

pada saat pengukuran bobot jenis adalah 29oC. Bobot jenis air pada suhu tersebut

adalah 0,9959486 g/mL. Berat piknometer kosong adalah 13,6235 g. Berat

piknometer yang berisi air adalah 24,2163 g. Selanjutnya berat piknometer yang

berisi VCO adalah 23,3671 g. Bobot jenis VCO adalah 0,9161 g/mL.

4.1.3 Pengukuran tegangan permukaan Virgin Coconut Oil (VCO)

Tegangan permukaan diukur dengan Tensiometer Du Nuoy. Angka yang

dihasilkan dari pengukuran tegangan permukaan (P) VCO adalah 34,4 dyne/cm.

Angka yang diperoleh ini dikalikan dengan faktor koreksi (F) sebesar 0,91715936.

Tegangan permukaan VCO adalah 31,5503 dyne/cm

4.2 Formulasi dan Pembuatan Mikroemulsi

Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikroemulsi natrium diklofenak

dengan VCO sebagai fase minyak. Untuk memperoleh formula yang

menghasilkan mikroemulsi yang stabil, dilakukan percobaan pendahuluan.

Percobaan pendahuluan yang dilakukan yaitu memvariasikan konsentrasi

komponen penyusun, kecepatan emulsifikasi dan temperatur fase air. Konsentrasi

komponen penyusun yang divariasikan yaitu konsentrasi tween 80, konsentrasi

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 56: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

41

Universitas Indonesia

VCO, konsentrasi etanol dan konsentrasi propilen glikol. Kecepatan emulsifikasi

yang divariasikan mulai dari 250, 500, 1000 dan 2000 rpm. Temperatur fase air

divariasikan mulai dari suhu ruang, 35OC dan 40

OC. Hasil optimasi pembuatan

mikroemulsi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Pada kecepatan emulsifikasi yang rendah, yaitu di bawah 1000 rpm, tidak

terbentuk mikroemulsi karena dengan kecepatan tersebut tidak dihasilkan ukuran

globul mikroemulsi yang cukup kecil untuk membentuk mikroemulsi. Pada

kecepatan emulsifikasi di atas 1000 rpm, sudah terbentuk mikroemulsi. Namun

semakin tinggi kecepatan emulsifikasi, akan diperoleh mikroemulsi yang

viskositasnya semakin tinggi. Lama emulsifikasi dengan homogenizer juga

mempengaruhi viskositas mikroemulsi. Semakin lama waktu emulsifikasi, akan

menyebabkan viskositas mikroemulsi semakin tinggi (Djakovit & Dokit, 1977).

Kecepatan yang semakin tinggi dan waktu yang semakin lama akan mengecilkan

ukuran droplet mikroemulsi. Ukuran yang semakin kecil akan mempersulit

mengalirnya sediaan sehingga viskositasnya semakin tinggi. Pada kecepatan 1000

rpm, mikroemulsi sudah terbentuk dan memiliki viskositas yang sesuai, sehingga

digunakan kecepatan emulsifikasi sebesar 1000 rpm. Temperatur fase air juga

mempengaruhi pembentukkan mikroemulsi. Semakin tinggi temperatur, maka

akan semakin kecil tegangan antar muka minyak dan air sehingga mempermudah

pembentukan mikroemulsi (Mulla, 1998).

Konsentrasi komponen penyusun mikroemulsi seperti fase minyak,

surfaktan dan kosurfaktan divariasikan untuk mendapatkan formula yang

menghasilkan mikroemulsi yang stabil. Surfaktan berperan dalam menurunkan

tegangan antar muka dan membentuk film antar muka antara minyak dan air.

Kosurfaktan berperan membantu surfaktan dalam menurunkan tegangan antar

muka, meningkatkan fleksibilitas film antar muka yang dibentuk oleh surfaktan,

dan mampu mengurangi konsentrasi surfaktan yang diperlukan. Dalam formula

ini, digunakan tween 80 sebagai surfaktan karena memiliki viskositas yang cukup

tinggi untuk menstabilkan mikroemulsi. Kosurfaktan yang digunakan di dalam

formula adalah etanol 96% karena selain memiliki aktivitas kosurfaktan, juga

dapat meningkatkan penetrasi natrium diklofenak di dalam sediaan.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 57: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

42

Universitas Indonesia

Globul fase minyak (VCO) di dalam mikroemulsi harus dapat dibungkus

sempurna oleh surfaktan dan kosurfaktan. Dalam optimasi ini, konsentrasi VCO

yang tinggi (10%) tidak dapat membentuk mikroemulsi. Mikroemulsi baru

terbentuk ketika konsentrasi VCO sebesar 5%. Konsentrasi tween 80 yang lebih

rendah dari 45% dan konsentrasi etanol 96% yang lebih rendah dari 10% tidak

cukup untuk membungkus sempurna globul VCO dan tidak cukup untuk

menurunkan tegangan antar muka antara fase minyak dan fase air. Bagian lipofilik

dari tween 80 dan etanol 96% akan berada di fase minyak, sementara bagian

hidrofilik dari tween 80 dan etanol 96% sehingga tween 80 dan etanol 96% akan

berada di antar muka minyak dan air. Dari optimasi yang diperoleh, dihasilkan

mikroemulsi dengan konsentrasi VCO sebesar 5%, konsentrasi tween 80 sebesar

45% dan konsentrasi etanol sebesar 10%.

Penggunaan propilen glikol dalam formula diperlukan karena propilen

glikol dapat meningkatkan kelarutan metil paraben dan propil paraben dalam fase

air. Propilen glikol juga dapat meningkatkan viskositas mikroemulsi sehingga

meningkatkan kestabilan sediaan. Selain itu, adanya surfaktan non ionik dapat

mensolubilisasi metil dan propil paraben sehingga menghambat aktivitas anti

bakterinya (Rowe, Sheskey & Owen, 2006). Dengan adanya propilen glikol dalam

formula, dapat meningkatkan aktivitas antimikroba metil dan propil paraben.

Dalam formula ini, digunakan antioksidan untuk mencegah oksidasi pada

fase minyak. Antioksidan yang digunakan adalah BHT. Mekanisme kerjanya

adalah sebagai antioksidan primer yang menangkap radikal bebas sehingga rantai

proses oksidasi terhenti (Shahidi, 2005).

Dalam pembuatan mikroemulsi, natrium diklofenak dilarutkan di dalam

propilen glikol. Hal ini karena natrium diklofenak tidak larut dalam fase minyak

dan agak sulit larut dalam air. Propilen glikol dapat meningkatkan kelarutan

natrium diklofenak di dalam fase air.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 58: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

43

Universitas Indonesia

4.3 Evaluasi Mikroemulsi

4.3.1 Pengamatan Organoleptis

Pengamatan organoleptis yang dilakukan pada mikroemulsi meliputi

pengamatan bentuk, bau, warna, kejernihan dan homogenitas. Mikroemulsi

berbentuk cairan, berbau khas, berwarna kuning jernih sesuai dengan standard

warna kartu Pantone 101 C dan terlihat homogen.

4.3.2 Pengukuran pH

Pengukuran pH mikroemulsi perlu dilakukan untuk kenyamanan pengguna

sediaan. Bila pH sediaan terlalu asam, maka akan mengiritasi kulit dan akan

memberikan rasa perih. Bila pH sediaan pH sediaan terlalu basa, maka akan

memberikan rasa gatal. pH sediaan yang ideal yaitu sebesar 4,5-6,5.

Supaya sediaan mempunyai pH yang sesuai dengan rentang pH kulit,

maka digunakan asam sitrat sebagai pengatur pH. Konsentrasi asam sitrat sebesar

0,3% dalam formula sudah cukup untuk membuat sediaan mempunyai pH sebesar

pH kulit. pH mikroemulsi pada minggu ke-0 adalah 5,56. pH sediaan sesuai

dengan pH kulit sehingga tidak akan memberikan rasa kurang nyaman saat

penggunaan.

4.3.3 Pengukuran Bobot Jenis

Pengukuran bobot jenis mikroemulsi dilakukan dengan piknometer. Suhu

ruangan pada saat pengukuran bobot jenis adalah 29oC. Bobot jenis air pada suhu

tersebut adalah 0,9960 g/mL (Lide & Haynes, 2010). Berat piknometer kosong

adalah 13,6235 g. Berat piknometer yang berisi air adalah 24,2163 g. Selanjutnya

berat piknometer yang berisi mikroemulsi adalah 24,8010 g. Bobot jenis

mikroemulsi adalah 1,0510 g/mL.

4.3.4 Pengukuran Viskositas dan Penentuan Sifat Aliran

Viskositas adalah tahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi

viskositas suatu sediaan, maka semakin tinggi tahanannya (Sinko, 2010).

Viskositas suatu emulsi dipengaruhi oleh viskositas fase kontinu dan fase

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 59: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

44

Universitas Indonesia

terdispersi, fraksi volume fase terdispersi, laju pengadukan, konsentrasi

emulgator, suhu, ukuran rata-rata dan distribusi ukuran droplet emulsi.

Viskositas mikroemulsi dipengaruhi oleh konsentrasi komponen penyusun

dan variasi dalam proses emulsifikasi. Semakin tinggi konsentrasi tween 80 dalam

formula, maka viskositas mikroemulsi akan semakin tinggi. Semakin tinggi

konsentrasi etanol 96% dalam formula, maka viskositas mikroemulsi akan

semakin rendah. Variasi dalam proses emulsifikasi yaitu lama dan kecepatan

emulsifikasi juga mempengaruhi viskositas. Semakin lama waktu emulsifikasi dan

semakin tinggi kecepatan emulsifikasi, maka akan semakin tinggi viskositas

mikroemulsi.

Pengukuran viskositas dan penentuan sifat aliran ditentukan dengan

viskometer Brookfield pada suhu kamar. Evaluasi ini tidak dilakukan pada suhu

rendah ataupun suhu tinggi karena tujuan pengukuran viskositas ini adalah untuk

mengetahui kestabilan viskositas mikroemulsi dengan meminimalkan variabel-

variabel lain seperti perbedaan suhu. Penyimpanan mikroemulsi pada suhu rendah

akani menyebabkan viskositas mikroemulsi menjadi lebih tinggi dari seharusnya.

Penyimpanan pada suhu tinggi akan menyebabkan viskositas mikroemulsi lebih

rendah dari seharusnya.

Pengukuran viskositas dan penentuan sifat aliran dilakukan pada minggu

ke-0 dan ke-8. Viskositas pada minggu ke-0 sebesar 3140 cps dan mempunyai

tipe aliran pseudoplastis sampai mendekati aliran Newton. Setelah penyimpanan

selama 8 minggu, ternyata viskositas mikroemulsi mengalami penurunan dari

3140 cps menjadi 2100 cps dan tetap memiliki tipe aliran pseudoplastis sampai

mendekati aliran Newton. Penurunan viskositas ini terjadi karena ketika sebagian

tween 80 di dalam mikroemulsi mengalami hidrolisis sehingga terjadi penurunan

kemampuan tween 80 untuk mencegah globul minyak berkoalesensi (Kishore

et.al., 2011). Akibatnya ukuran globul membesar dan viskositas menurun.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 60: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

45

Universitas Indonesia

Gambar 4.1. Rheologi mikroemulsi minggu ke-0

Gambar 4.2. Rheologi mikroemulsi minggu ke-8

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0 100 200 300 400 500

Ra

te o

f sh

ea

r

Shearing stress (dyne/cm2) kecepatan menurun

kecepatan menaik

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0 50 100 150 200 250 300 350

Ra

te o

f sh

ea

r

Shearing stress (dyne/cm2)kecepatan menaik

kecepatan menurun

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 61: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

46

Universitas Indonesia

4.3.5 Pengukuran Tegangan Antarmuka

Tegangan antarmuka diukur dengan Tensiometer Du Nuoy. Pengukuran

dilakukan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-0, rata-rata angka

yang dihasilkan dari pengukuran tegangan antar muka (P) mikroemulsi adalah

41,75 dyne/cm. Hasil yang diperoleh ini dikalikan dengan faktor koreksi (F)

sebesar 0,982791281. Tegangan antarmuka pada minggu ke-0 sebesar 41,0315

dyne/cm. Pada minggu ke-8, rata-rata angka yang dihasilkan dari pengukuran

tegangan antar muka (P) mikroemulsi adalah 42 dyne/cm. Hasil yang diperoleh ini

dikalikan dengan faktor koreksi (F) sebesar 0,983151848. Tegangan antarmuka

pada minggu ke-8 sebesar 41,2924 dyne/cm.

Tegangan antarmuka mikroemulsi ini mengalami kenaikan karena terjadi

hidrolisis tween 80 sehingga kemampuan surfaktan untuk menurunkan tegangan

antarmuka berkurang (Kishore et.al., 2011). Selain itu, kenaikan tegangan

antarmuka juga bisa disebabkan karena pada pembuatan mikroemulsi digunakan

pemanasan pada suhu 40OC. Pemanasan diperlukan untuk membantu menurunkan

tegangan antarmuka minyak dan air. Penyimpanan pada suhu ruang (28±2OC)

akan meningkatkan kembali tegangan antarmuka minyak dan air. Meningkatnya

tegangan antarmuka mikroemulsi ini terjadi karena molekul tween 80

meninggalkan lapisan antarmuka dan beragregasi membentuk misel. Tween 80

berperan sebagai surfaktan yaitu zat aktif permukaan yang dapat menurunkan

tegangan antarmuka. Dengan beragregasinya molekul tween 80, maka jumlah

tween 80 yang terdapat di lapisan antarmuka akan berkurang sehingga tegangan

antamuka mikroemulsi akan meningkat. Selain itu, kenaikan tegangan antarmuka

mikroemulsi juga bisa disebabkan oleh menguapnya etanol dalam sediaan. Etanol

berperan sebagai kosurfaktan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka.

Dengan menguapnya etanol dalam sediaan mikroemulsi, maka tegangan

antarmuka mikroemulsi juga akan meningkat.

4.3.6 Penentuan Ukuran Globul Mikroemulsi (Zetasizer Nano Series User

Manual, 2004)

Pengukuran globul mikroemulsi dilakukan pada minggu ke-0 dan ke-8

dengan Zetasizer Malvern Nano S. Prinsip kerja Zetasizer yaitu dengan

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 62: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

47

Universitas Indonesia

pemendaran cahaya. Prosedur kerjanya yaitu sample mikroemulsi dimasukkan ke

dalam kuvet. Cahaya laser ditembakkan ke kuvet berisi sample. Cahaya tersebut,

ada sebagian yang diteruskan, tetapi ada yang dipendarkan oleh partikel di dalam

sample. Selanjutnya, cahaya yang dipendarkan itu diukur intensitasnya dengan

detektor.

Hasil pengukuran globul mikroemulsi pada minggu ke-0 sebesar 3,089

nm. Ukuran globul mikroemulsi pada minggu ke-8 sebesar 9,920 nm. Peningkatan

ukuran globul ini terjadi karena sebagian tween 80 mengalami hidrolisis sehingga

mengurangi kefeektifan lapisan film antarmuka globul mikroemulsi (Kishore

et.al., 2011). Selain itu, peningkatan ukuran globul ini juga bisa terjadi karena

tween 80 meninggalkan lapisan antarmuka air dan minyak. Kedua peristiwa ini

menyebabkan globul minyak berkoalesensi dan ukuran globul minyak membesar.

4.3.7 Uji Kestabilan

Uji kestabilan fisik sediaan mikroemulsi dilakukan dengan menyimpan

sediaan pada 3 suhu berbeda, yaitu pada suhu rendah (4±2OC), suhu kamar

(28±2OC) dan suhu tinggi (40±2

OC). Sediaan yang disimpan pada ketiga suhu

tersebut selanjutnya dilakukan pengamatan organoleptis dan pengukuran pH

setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

Uji kestabilan yang dilakukan pada mikroemulsi adalah uji cycling dan uji

sentrifugasi. Pengamatan uji cycling dan uji sentrifugasi dilakukan dengan

membandingkan sediaan sebelum dan sesudah dilakukan pengujian.

4.3.7.1 Uji Kestabilan terhadap Penyimpanan Suhu Rendah, Sedang dan Tinggi.

a Pengamatan organoleptis

1. Suhu Rendah (4±2OC)

Ketika disimpan pada suhu rendah, sediaan menjadi beku dan berwarna putih. Hal

ini karena sediaan mengandung VCO yang mempunyai titik beku pada suhu 22-

26OC. Titik beku VCO yang tinggi ini karena VCO mengandung asam lemak

jenuh yaitu asam laurat dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi

asam lemak jenuh dalam suatu jenis minyak, maka akan semakin tinggi titik

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 63: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

48

Universitas Indonesia

bekunya (Syah, 2005). Ketika sediaan dikeluarkan dari tempat penyimpanan suhu

rendah dan dikeluarkan ke suhu ruang, maka sediaan akan mencair kembali,

berwarna kuning sesuai dengan standard warna kartu Pantone 101 C dan memiliki

viskositas seperti ketika belum dimasukkan ke dalam tempat penyimpanan suhu

rendah.

2. Suhu Kamar (28±2OC)

Setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu kamar, sediaan tetap berbentuk

cair, berwarna kuning sesuai dengan standard warna kartu Pantone 101 C, tidak

berbau tengik, jernih dan tidak terjadi pemisahan fase. Viskositas sediaan

menurun selama penyimpanan pada suhu kamar.

3. Suhu Tinggi (40±2OC)

Setelah penyimpanan selama 8 minggu pada suhu tinggi, sediaan tetap berbentuk

cair, berwarna kuning sesuai dengan standard warna kartu Pantone 101 C, tidak

berbau tengik, jernih dan tidak terjadi pemisahan fase. Viskositas dan volume

sediaan menurun secara signifikan selama penyimpanan pada suhu tinggi.

Sediaan yang disimpan pada ketiga suhu berbeda selama 8 minggu tidak

mempunyai bau tengik. Hal ini menandakan bahwa BHT dalam sediaan berhasil

menjaga VCO supaya tidak tengik akibat teroksidasi.

Selain itu pada penyimpanan ketiga suhu berbeda tidak terjadi pemisahan

fase dan tetap jernih sehingga bisa disimpulkan bahwa dalam formula

mengandung surfaktan dan kosurfaktan dengan konsentrasi yang cukup. Selain itu

sediaan juga tetap jernih karena konsentrasi antimikroba dalam sediaan cukup

sehingga tidak ada kontaminasi mikroba yang dapat mengganggu stabilitas fisik

sediaan.

b Pengukuran pH

Sediaan yang disimpan pada suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi

diukur pH setiap 2 minggu sekali. Hasilnya adalah sediaan tidak mengalami

perubahan pH yang berarti pada suhu rendah dan suhu kamar. Pada suhu rendah

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 64: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

49

Universitas Indonesia

dan suhu kamar, pH cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena

kontaminasi CO2 pada sediaan. Adanya CO2 pada sediaan akan menyebabkan

terbentuknya H2CO3 yang akan melepaskan H+. pH yang menurun juga mungkin

disebabkan karena hidrolisis tween 80 dalam sediaan yang melepaskan asam

lemak (Kishore et.al., 2011). Pada suhu tinggi, pH cenderung mengalami

peningkatan. Hal ini disebabkan karena adanya lepasnya ion Na+ dari natrium

diklofenak. Ion Na+ yang lepas akan bereaksi dengan air yang terdapat dalam

sediaan mikroemulsi sehingga membentuk NaOH yang akan meningkatkan pH

sediaan mikroemulsi.

Hasil penyimpanan mikroemulsi pada suhu rendah, suhu kamar, dan suhu

tinggi tidak menyebabkan sediaan mempunyai pH di luar rentang pH 4,5-6,5

sehingga tetap sesuai untuk penggunaan secara transdermal.

Gambar 4.3. Grafik perubahan pH mikroemulsi pada penyimpanan

berbagai suhu selama 8 minggu

4.3.7.2 Uji Cycling

Uji cycling dilakukan dengan menyimpan sediaan pada suhu 4OC selama

24 jam dan pada suhu 40OC selama 24 jam. Ini adalah 1 siklus. Uji ini dilakukan

sebanyak 6 siklus dan diamati terbentuknya kristal pada sediaan menggunakan

mikroskop cahaya.

0

2

4

6

8

0 2 4 6 8 10

pH

minggu Suhu Tinggi

Suhu Rendah

Suhu Kamar

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 65: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

50

Universitas Indonesia

Selama uji ini berlangsung, sediaan mikroemulsi yang dikeluarkan dari

penyimpanan suhu 40OC mempunyai viskositas yang lebih rendah dan tetap

berwarna kuning. Sediaan yang dikeluarkan dari penyimpanan suhu 4OC

mempunyai warna putih dan terlihat membeku. Hal ini terjadi karena VCO yang

digunakan dalam sediaan mempunyai titik beku yang tinggi (Syah, 2005). Setelah

uji cycling selesai, dilakukan pengamatan organoleptis dan pengamatan sediaan

dengan mikroskop. Pengamatan organoleptis menunjukkan bahwa sediaan tetap

jernih dan berwarna kuning sesuai standard warna kartu Pantone 101 C.

Pengamatan dengan mikroskop menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya

kristal pada sediaan.

4.3.7.3 Uji Kestabilan Mekanik

Uji kestabilan mekanik dilakukan dengan cara melakukan sentrifugasi

mikroemulsi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Uji dengan sentrifugator ini

dianalogkan gaya gravitasi yang akan dialami mikroemulsi selama 1 tahun. Hasil

dari uji sentrifugasi ini adalah mikroemulsi tetap stabil dan tidak terjadi

pemisahan, berarti mikroemulsi stabil terhadap gaya gravitasi yang dialami oleh

mikroemulsi selama 1 tahun (Lachman, Lieberman & Kanig, 1994).

4.4. Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium Diklofenak

4.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak dalam Dapar Fosfat pH

7,4

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 50,7 mg, dimasukkan ke dalam

labu tentukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya. Larutan ini mempunyai

konsentrasi natrium diklofenak sebesar 507 ppm. Kemudian larutan ini dipipet

10,0 mL ke dalam labu tentukur 100,0 mL sehingga diperoleh larutan induk

dengan konsentrasi 50,7 ppm. Selanjutnya dilakukan pengenceran dari larutan

induk hingga diperoleh beberapa konsentrasi dan diukur serapannya pada λ

maksimum 276,0 nm.

Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu

y = -0,00169 + 0,02734 x

dengan nilai r = 0,99987

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 66: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Gambar 4.4. Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Natrium Diklofenak dalam

Dapar Fosfat pH 7,4

Natrium diklofenak dengan kemurnian sebesar 99,74 ± 1

sebanyak 50,0 mg, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50,0 mL dan dicukupkan

volumenya. Larutan ini mempunyai konsentrasi natrium diklofenak 1000 ppm.

Kemudian larutan ini dipipet 10,0 mL ke dalam labu tentukur 100,0 mL sehingga

diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan induk,

dilakukan pengenceran hingga diperoleh beberapa konsentrasi dan diukur

serapannya pada λ maksimum 276,0 nm. Selanjutnya dihitung kadar natrium

diklofenak terhadap baku pembanding natrium diklofenak.

Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu

y = 0,00294 + 0,03187 x

dengan nilai r = 0,99990

Kadar natrium diklofenak terhadap baku pembanding sebesar 82,46%

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0

Se

rap

an

Universitas Indonesia

Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Natrium Diklofenak dalam

Dapar Fosfat pH 7,4

Natrium diklofenak dengan kemurnian sebesar 99,74 ± 1,37% ditimbang

sebanyak 50,0 mg, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50,0 mL dan dicukupkan

volumenya. Larutan ini mempunyai konsentrasi natrium diklofenak 1000 ppm.

Kemudian larutan ini dipipet 10,0 mL ke dalam labu tentukur 100,0 mL sehingga

tan induk dengan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan induk,

dilakukan pengenceran hingga diperoleh beberapa konsentrasi dan diukur

serapannya pada λ maksimum 276,0 nm. Selanjutnya dihitung kadar natrium

diklofenak terhadap baku pembanding natrium diklofenak.

Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu

y = 0,00294 + 0,03187 x

dengan nilai r = 0,99990

Kadar natrium diklofenak terhadap baku pembanding sebesar 82,46%

y = 0.027x - 0.001

R² = 0.999

5 10 15

Konsentrasi (ppm)

51

Universitas Indonesia

Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

Pembuatan Kurva Kalibrasi Baku Pembanding Natrium Diklofenak dalam

,37% ditimbang

sebanyak 50,0 mg, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50,0 mL dan dicukupkan

volumenya. Larutan ini mempunyai konsentrasi natrium diklofenak 1000 ppm.

Kemudian larutan ini dipipet 10,0 mL ke dalam labu tentukur 100,0 mL sehingga

tan induk dengan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan induk,

dilakukan pengenceran hingga diperoleh beberapa konsentrasi dan diukur

serapannya pada λ maksimum 276,0 nm. Selanjutnya dihitung kadar natrium

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 67: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

52

Universitas Indonesia

Gambar 4.5. Kurva kalibrasi baku pembanding natrium diklofenak dalam dapar

fosfat pH 7,4

4.4.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Diklofenak dalam Metanol

Natrium diklofenak ditimbang sebanyak 50,8 mg, dimasukkan ke dalam

labu tentukur 100,0 mL dan dicukupkan volumenya. Larutan ini mempunyai

konsentrasi natrium diklofenak sebesar 508 ppm. Kemudian larutan ini dipipet

10,0 mL ke dalam labu tentukur 100,0 mL sehingga diperoleh larutan induk

dengan konsentrasi 100,2 ppm. Dari larutan induk, dilakukan pengenceran hingga

diperoleh beberapa konsentrasi dan diukur serapannya pada λ maksimum 282,0

nm.

Persamaan kurva kalibrasi yang diperoleh yaitu

y = -0,03829 + 0,03764 x

dengan nilai r = 0,99967

y = 0.031x + 0.002

R² = 0.999

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0 5 10 15 20 25

Se

rap

an

Konsentrasi (ppm)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 68: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

53

Universitas Indonesia

Gambar 4.6. Kurva kalibrasi natrium diklofenak dalam metanol

4.4.4 Penetapan Kadar Natrium Diklofenak dalam Mikroemulsi

Penetapan kadar natrium diklofenak dalam mikroemulsi dilakukan secara

spektrofotometer UV-Vis dengan pelarut metanol. Metanol dipilih karena dapat

memecah mikroemulsi dan dapat melarutkan natrium diklofenak dengan baik.

Cara pengerjaannya yaitu mikroemulsi dikocok dengan metanol hingga

mikroemulsi pecah dan tampak berwarna putih. Selanjutnya campuran ini

dimasukkan ke tabung sentrifugasi secara kuantitatif dan disentrifugasi untuk

memisahkan fase metanol dan fase minyak. Supernatan metanol dipisahkan dari

minyak dengan disaring menggunakan filter membran Milipore® dengan ukuran

pori 0,45 µm. Hasil penyaringan itu dimasukkan ke dalam labu tentukur,

dicukupkan volumenya dan diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis

pada λ = 282 nm. Pergeseran hipsokromik panjang gelombang spektrum natrium

diklofenak ini karena adanya interaksi antara tween 80 dengan natrium diklofenak

(Mehta, Bala & Sharma, 2005).

Pengukuran serapan sample mikroemulsi dengan spektrofotometer UV-

Vis menggunakan baseline berupa basis mikroemulsi tanpa natrium diklofenak.

Hal ini berfungsi untuk menolkan serapan dari komponen pembentuk

mikroemulsi yang mempunyai gugus kromofor sehingga serapan yang diperoleh

hanya serapan natrium diklofenak saja.

Hasil penetapan kadar yang didapat sebesar 1,1310% dan 1,1148% dengan

rata-rata sebesar 1,1229%. Hasil penetapan kadar natrium diklofenak yang lebih

y = 0.037x - 0.038

R² = 0.999

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

1

0 10 20 30

Se

rap

an

Konsentrasi (ppm)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 69: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

54

Universitas Indonesia

tinggi dari yang dimasukkan dalam formula (1%) karena menguapnya etanol

dalam sediaan mikroemulsi sehingga konsentrasi natrium diklofenak menjadi

lebih tinggi dari seharusnya.

4.4.5 Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium Diklofenak dengan Metode Sel Difusi

Franz

Uji penetrasi dengan sel difusi Franz menggunakan kulit tikus sebagai

membran antara kompartemen donor dan kompartemen reseptor. Tikus yang

digunakan adalah tikus betina galur Spraque Dawley berumur 2-3 bulan.

Permeabilitas kulit tikus ini sesuai dengan permeabilitas kulit manusia yaitu

sebesar 103,08 x 10-5

cm2/jam (Walters, 2002). Umur tikus yang digunakan yaitu

2-3 bulan karena semakin tua umur tikus, maka ketebalan stratum korneum kulit

akan semakin besar sehingga permeabilitasnya akan semakin rendah (Walters,

2002).

Supaya bisa digunakan sebagai membran sel difusi Franz, tikus yang telah

dikorbankan harus dicukur bulunya dengan hati-hati. Hal ini bertujuan untuk

mencegah robeknya kulit yang akan digunakan. Selanjutnya lemak subkutan

dihilangkan karena lemak dapat mengganggu penetrasi obat melalui kulit. Kulit

yang sudah dihilangkan lemak subkutan dapat langsung digunakan atau bisa

disimpan dahulu dalam lemari es pada suhu 4OC selama maksimal 24 jam.

Sebelum kulit digunakan sebagai membran, kulit harus dihidrasi dulu dengan

cairan di kompartemen reseptor yaitu dapar fosfat pH 7,4 selama minimal 30

menit pada suhu ruang.

Selama uji penetrasi dengan sel difusi Franz, kompartemen reseptor alat

dijaga suhunya dengan termostat sebesar 37±0,5OC yang melambangkan suhu

tubuh. Untuk menjamin homogenitas cairan, kompartemen reseptor diaduk

dengan pengaduk magnetik dengan kecepatan 250 rpm. Kecepatan ini digunakan

karena dianggap kecepatan yang sesuai. Kecepatan yang lebih tinggi dari 250 rpm

akan menimbulkan gelembung udara pada perbatasan antara membran kulit dan

cairan kompartemen reseptor sehingga menghalangi kontak langsung antara

membrane kulit dengan cairan di kompartemen reseptor. Kecepatan yang lebih

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 70: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

55

Universitas Indonesia

rendah dari 250 rpm akan sulit untuk menghomogenkan cairan di kompartemen

reseptor.

Kompartemen reseptor mempunyai volume yang besar bila dibandingkan

dengan jumlah zat yang berpenetrasi. Volume yang besar ini bertujuan agar dapat

menampung volume cairan yang besar sehingga menciptakan kondisi sink.

Kondisi sink adalah suatu keadaan dimana volume cairan untuk melarutkan zat

sangat besar sehingga tidak akan menghambat penetrasi obat. Hal ini terjadi

karena volume cairan yang besar tidak akan menyebabkan terjadinya kejenuhan di

kompartemen reseptor. Selain itu volume cairan yang besar akan menyebabkan

konsentrasi obat yang berada di kompartemen reseptor menjadi sangat kecil

sehingga gradien konsentrasi obat di kompartemen donor dan reseptor menjadi

besar. Gradien konsentrasi ini yang besar ini harus tetap dijaga karena penetrasi

obat dari kompartemen donor ke kompartemen reseptor berdasarkan prinsip difusi

pasif yang menggunakan gradien konsentrasi obat sebagai gaya dorong penetrasi

obat.

Sediaan mikroemulsi ditimbang sebanyak ±1,0 gram dan dimasukkan ke

kompartemen donor secara hati-hati dan tidak menyentuh dinding kompartemen

donor karena dapat mengurangi jumlah sediaan yang akan diuji. Selanjutnya

kompartemen donor ditutup dengan plastik untuk menghindari kontaminasi

sediaan di kompartemen donor.

Cairan reseptor yang digunakan yaitu dapar fosfat pH 7,4 yang sesuai

dengan pH cairan plasma darah (Sherwood, 2001). Natrium diklofenak yang telah

meninggalkan sediaan mikromulsi akan terlarut di dalam cairan reseptor.

Untuk mengetahui konsentrasi obat di kompartemen reseptor dilakukan

pengambilan sample sebanyak 0,5 mL pada menit ke 30, 60, 90, 120, 180, 240,

300, 360, 420 dan 480. Waktu pengambilan sample pada menit-menit awal lebih

rapat daripada waktu pengambilan sample menit-menit pertengahan hingga akhir.

Hal ini karena pada menit-menit awal merupakan waktu lag (Sinko, 2011).

Cairan sample yang diambil dari kompartemen reseptor dimasukkan ke

dalam labu tentukur 5,0 mL, dicukupkan volumenya hingga batas dan dikocok

homogen sehingga diperoleh pengenceran sebesar 10 kali. Setiap kali

pengambilan sample sebesar 0,5 mL harus segera digantikan dengan cairan

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 71: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

56

Universitas Indonesia

reseptor baru untuk menjaga volume cairan di kompartemen reseptor tetap

konstan yaitu sebesar 13 mL. Konsentrasi obat di kompartemen donor akan turun

dan konsentrasi obat di kompartemen reseptor akan naik sampai keadaan

ekuilibrium pada waktu tertentu dan konsentrasi tertentu. Hasil serapan yang

diperoleh dimasukkan ke persamaan regresi dan diperloleh konsentrasi obat

terpenetrasi. Dari data konsentrasi tersebut, dapat dihitung jumlah kumulatif, fluks

total dan fluks tiap waktu obat terpenetrasi. Selanjutnya jumlah kumulatif obat

terpenetrasi diplotkan tiap waktu pengambilan sample. Persamaan regresi yang

diperoleh dari jumlah kumulatif ini menunjukkan fluks total obat terpenetrasi.

Fluks tiap waktu diperoleh dari perbandingan jumlah kumulatif terpenetrasi

terhadap waktu difusi dilakukan.

Uji penetrasi dengan sel difusi Franz ini dilakukan dengan dua cara yaitu

uji penetrasi jam demi jam yang dihentikan sampai waktu pengambilan sample

yang diinginkan (metode A) dan uji penetrasi yang dihentikan setelah 8 jam

(metode B). Hasil yang diperoleh dari kedua metode agak berbeda, baik dalam hal

jumlah kumulatif terpenetrasi dan fluks total. Perbandingan hasil jumlah

kumulatif dengan kedua metode dapat dilihat pada Gambar 4.9 dan perbandingan

hasil fluks tiap jam dengan kedua metode dapat dilihat pada Gambar 4.10. Hasil

yang diperoleh dari metode A yaitu jumlah kumulatif terpenetrasi sebesar 639,62

µg cm-2

jam-1

, fluks total sebesar 70,62 µg cm-2

jam-1

(Gambar 4.7). Hasil yang

diperoleh dari metode B yaitu jumlah kumulatif terpenetrasi sebesar 628,88 µg

cm-2

jam-1

dan fluks total sebesar 70,53 µg cm-2

jam-1

(Gambar 4.8). Perbedaan ini

mungkin disebabkan karena variasi-variasi dalam uji penetrasi seperti perbedaan

membran kulit yang digunakan.

Pada kedua metode, grafik fluks tiap waktu (Gambar 4.10) yang diperoleh

menunjukkan puncak yang tinggi pada jam ke-0,5 (menit ke-30) kemudian

menurun bertahap dan akhirnya mencapai mendatar. Puncak yang tinggi pada

menit ke-30 ini menunjukkan laju pelepasan obat secara cepat pada menit ke-0

sampai ke menit ke-30. Pada menit ke-0 belum ada natrium diklofenak yang

terpenetrasi (Q = 0 µg cm-2

jam-1

) sehingga gradien konsentrasi obat antara

kompartemen donor dan kompartemen reseptor menjadi sangat besar. Setelah

menit ke-30, laju pelepasan obat menurun perlahan karena gradien konsentrasi

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 72: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

57

Universitas Indonesia

obat antara kompartemen donor dan reseptor mulai berkurang. Hal ini terjadi

karena natrium diklofenak sudah mulai berpenetrasi ke dalam kompartemen

reseptor. Grafik fluks tiap waktu yang mendatar menandakan bahwa kondisi

sudah mencapai kondisi tunak. Pada kondisi ini, kenaikan jumlah kumulatif

terpenetrasi sudah konstan tiap waktu.

Jumlah kumulatif obat yang terpenetrasi ke kompartemen reseptor sel

difusi Franz dikalikan dengan faktor koreksi sebesar 1,2158 karena kadar natrium

diklofenak yang digunakan di sediaan hanya sebesar 82,46% terhadap baku

pembanding dengan kemurnian 99,74%. Hasil menunjukkan bahwa selama 8 jam

jumlah kumulatif obat yang terpenetrasi sebesar 9,3185%.

Jumlah kumulatif terpenetrasi natrium diklofenak terpenetrasi dari sediaan

ini lebih rendah dari mikroemulsi yang dibuat oleh Dewi (2007) dan Widiastuti

(2010). Dewi (2007) membandingkan jumlah kumulatif natrium diklofenak

terpenetrasi yang dibuat dengan fase minyak isopropil palmitat dan minyak kelapa

sawit. Surfaktan yang digunakan yaitu tween 80 sebesar 40% dan lesitin sebesar

5%. Kosurfaktan yang digunakan yaitu etanol 96% sebesar 2%. Fase minyak

yang digunakan sebesar 5%. Mikroemulsi yang dibuat dari fase minyak berupa

isopropil palmitat mempunyai jumlah kumulatif terpenetrasi sebesar 706,63 ±

32,73 µg cm-2

dan fluks pada jam ke-8 sebesar 88,33 ± 4,09 µg cm-2

jam-1

.

Mikroemulsi yang dibuat dari fase minyak berupa minyak kelapa sawit

mempunyai jumlah kumulatif terpenetrasi sebesar 1058,67 ± 73,12 µg cm-2

dan

fluks pada jam ke-8 sebesar 132,33 ± 9,14 µg cm-2

jam-1

. Hasil jumlah kumulatif

natrium diklofenak yang dibuat oleh Dewi (2007) lebih tinggi dari yang dibuat

dalam penelitian ini (jumlah kumulatif sebesar 626,12 ± 3,88 µg cm-2

dan fluks

dan fluks pada jam ke-8 sebesar 78,27 ± 0,48 µg cm-2

jam-1

) karena di dalam

formula digunakan lesitin sebagai surfaktan. Lesitin dapat berperan untuk

meningkatkan penetrasi obat karena lesitin adalah golongan fosfolipid yang dapat

meningkatkan penetrasi obat dengan cara mengoklusi permukaan kulit sehingga

dapat menghidrasi kulit (Williams & Barry, 2004).

Widiastuti (2010) membandingkan jumlah kumulatif natrium diklofenak

terpenetrasi yang dibuat dengan fase minyak isopropil laurat dan minyak VCO.

Surfaktan yang digunakan yaitu tween 80 sebesar 40%. Kosurfaktan yang

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 73: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

58

Universitas Indonesia

digunakan yaitu etanol 96% sebesar 3%. Fase minyak yang digunakan sebesar

3%. Mikroemulsi yang dibuat dari fase minyak berupa isopropil laurat

mempunyai jumlah kumulatif terpenetrasi sebesar 929,81 ± 15,36 µg cm-2

dan

fluks pada jam ke-8 sebesar 123,73 ± 0,2 µg cm-2

jam-1

. Mikroemulsi yang dibuat

dari fase minyak berupa minyak VCO mempunyai jumlah kumulatif terpenetrasi

sebesar 969,68 ± 51,91 µg cm-2

dan fluks pada jam ke-8 sebesar 121,23 ± 10,02

µg cm-2

jam-1

. Hasil jumlah kumulatif dan fluks natrium diklofenak yang dibuat

oleh Widiastuti (2010) lebih tinggi dari yang dibuat dalam penelitian ini (jumlah

kumulatif sebesar 626,12±3,88 µg cm-2

dan fluks pada jam ke-8 sebesar 78,27 ±

0,48 µg cm-2

jam-1

) karena hanya menggunakan tween 80 sebesar 40%. Arrelano,

Santoyo, Martn & Ygartua menyatakan bahwa tween 80 dapat menurunkan laju

penetrasi natrium diklofenak karena peristiwa solubilisasi. Peristiwa ini adalah

terperangkapnya obat di dalam misel karena konsentrasi tween 80 yang digunakan

lebih tinggi daripada konsentrasi misel kritik. Terperangkapnya obat di dalam

misel dapat menurunkan laju penetrasi obat karena obat yang dapat berpenetrasi

hanya yang berada dalam bentuk bebas.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 74: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

59

Universitas Indonesia

Gambar 4.7. Profil jumlah kumulatif natrium diklofenak terpenetrasi

dengan metode A

Gambar 4.8. Profil jumlah kumulatif natrium diklofenak terpenetrasi

dengan cara B

y 2 = 61.57x + 149.5

R² = 0.968

y 1 = 211.4x + 6.203

R² = 0.9890

100

200

300

400

500

600

700

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

na

triu

m d

iklo

fen

ak

g c

m-2

)

Waktu (jam)

y2 = 67.77x + 83.78

R² = 0.982

y 1 = 175.4x + 12.56

R² = 0.9420

100

200

300

400

500

600

700

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

na

triu

m d

iklo

fen

ak

g c

m-2

)

Waktu (jam)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 75: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

60

Universitas Indonesia

Gambar 4.9. Perbandingan hasil jumlah kumulatif natrium diklofenak

terpenetrasi dengan kedua metode

Gambar 4.10. Perbandingan hasil fluks natrium diklofenak tiap waktu

dengan kedua metode

0

100

200

300

400

500

600

700

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

na

triu

m d

iklo

fen

ak

g c

m-2

)

Waktu (jam)cara B

cara A

0

50

100

150

200

250

300

0 2 4 6 8 10

flu

ks

na

triu

m d

iklo

fen

ak

g c

m-2

jam

-1)

Waktu (jam)cara B

cara A

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 76: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

61

Universitas Indonesia

4.4.6 Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium Diklofenak dengan Metode Tape

Stripping

4.4.6.1 Penentuan Jumlah Lapisan Stratum Korneum Kulit Abdomen Tikus

Penentuan jumlah lapisan stratum korneum abdomen kulit tikus bertujuan

untuk mengetahui jumlah bahan perekat yang diperlukan untuk menarik seluruh

lapisan stratum korneum. Dengan tertariknya seluruh lapisan stratum korneum,

maka jumlah natrium diklofenak yang terdapat di lapisan stratum korneum dapat

ditentukan.

Untuk mengetahui jumlah bahan perekat yang dapat menarik seluruh

lapisan stratum korneum kulit abdomen tikus, maka dibuat preparat kulit tikus

yang telah ditempel dengan bahan perekat sebanyak 8, 10, 12, 13, 14 dan 15 kali.

Selanjutnya kulit direndam dalam larutan Bouin selama 24 jam. Larutan

Bouin terdiri dari 75 ml asam pikrat, 25 ml formalin dan 5 ml asam asetat glasial.

Formalin berperan sebagai larutan fiksasi yang berfungsi menjaga struktur dan

distribusi organel sel. Asam pikrat berperan dalam mengkoagulasi protein, tetapi

dapat menyusutkan sel. Asam asetat berperan dalam mengkoagulasi kromatin dan

mencegah penyusutan sel yang disebabkan oleh asam pikrat. Reaksi formalin

dengan protein sel dalam pH larutan Bouin yang asam yaitu 1,5-2,0 lebih cepat

daripada dalam pH netral. Penyimpanan jaringan dalam larutan Bouin yang lebih

lama dari 24 jam dapat menyebabkan hidrolisis DNA dan RNA sel.

Langkah berikutnya yaitu dehidrasi air dari jaringan. Hal ini bertujuan

karena cairan jaringan tidak kompatibel dengan larutan pembenaman dan untuk

mencegah adanya kontaminasi dari bakteri ataupun jamur. Dehidrasi ini dilakukan

dengan merendam jaringan dalam alkohol dengan konsentrasi meningkat. Setelah

direndam dalam alkohol konsentrasi tertinggi, jaringan diinfiltrasi dan

dibenamkan dalam medium parafin untuk memudahkan pemotongan jaringan.

Pemotongan jaringan dilakukan secara longitudinal dengan ketebalan 7

µm karena dilakukan pengamatan dnegan mikroskop cahaya. Setelah dipotong,

jaringan diberi larutan xylol untuk melarutkan parafin dan direhidrasi kembali

supaya dapat dilakukan pewarnaan.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 77: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

62

Universitas Indonesia

Selanjutnya jaringan dilakukan pewarnaan jaringan. Jaringan perlu

diwarnai karena jaringan tidak mempunyai kontras yang baik, sehingga

dibutuhkan pewarna untuk memvisualisasikan strukturnya. Pewarna jaringan yang

umum dipakai yaitu Hematoxylin dan Eosin (H&E) karena dapat mewarnai

jaringan dengan baik dan dapat memberikan warna berbeda terhadap warna

jaringan dan warna organel sel. Prinsip pewarnaan ini yaitu terjadi pewarnaan

karena adanya ikatan antara muatan pewarna dan jaringan. Hematoxylin

bermuatan positif sehingga dapat berikatan dengan sel bermuatan negatif, seperti

asam nukleat. Hematoxylin memberikan warna ungu atau biru sehingga asam

nukleat sel tampak bewarna biru pada pengamatan dengan mikroskop. Eosin

bermuatan negatif sehingga dapat berikatan dengan sel bermuatan positif, seperti

sitoplasma. Eosin memberikan warna merah sehingga sitoplasma sel tampak

berwarna merah. Setelah itu jaringan didehidrasi kembali dan dapat diamati

dengan mikroskop. Tujuan dehidrasi kembali ini adalah untuk mencegah

kontaminasi jamur pada preparat.

Hasil yang diperoleh yaitu pada preparat kontrol (sebelum dilakukan

penempelan bahan perekat) masih terdapat stratum korneum yang tebal. Pada

penempelan sebanyak 8 dan 10 kali masih terdapat stratum korneum. Hasil

pengamatan preparat mikroskop menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah

penempelan bahan perekat, maka semakin tipis lapisan stratum korneum yang

tertinggal di kulit. Pada penempelan bahan perekat sebanyak 12 kali, stratum

korneum telah terangkat semua sehingga untuk prosedur tape stripping dilakukan

penempelan bahan perekat sebanyak 12 kali.

4.4.6.2 Uji Penetrasi Mikroemulsi dengan Metode Tape Stripping

Metode tape stripping adalah metode non invasiv untuk mengukur jumlah

obat yang tertinggal di kulit menggunakan bahan perekat. Metode pengerjaannya

yaitu bahan perekat ditempelkan berulang kali pada kulit yang hendak diuji, bahan

perekat tersebut dikumpulkan dan diekstraksi untuk mengetahui kadar obat yang

tertinggal di stratum korneum kulit. Kadar obat hasil ekstraksi ditentukan dengan

instrumen yang sesuai.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 78: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

63

Universitas Indonesia

Sebelum dilakukan uji penetrasi dengan metode ini, harus diketahui

dahulu jumlah lapisan stratum korneum kulit yang akan diuji. Secara teoretis,

setiap bahan perekat akan menarik satu lapisan stratum korneum. Dengan

demikian, jumlah lapisan stratum korneum menunjukkan jumlah bahan perekat

yang harus ditempelkan pada kulit yang akan diuji.

Jumlah bahan perekat untuk menarik seluruh lapisan stratum korneum

kulit ditentukan dengan membuat preparat kulit yang telah ditempelkan bahan

perekat dengan jumlah tertentu dan diamati penampang membujur kulit

menggunakan mikroskop. Penampang kulit diamati dan dicatat jumlah bahan

perekat yang diperlukan untuk menarik seluruh lapisan stratum korneum.

Selanjutnya jumlah bahan perekat ini digunakan dalam semua langkah pengerjaan

berikutnya. Berdasarkan hasil pengamatan dengan mikroskop, diperoleh data

bahwa penempelan bahan perekat sebanyak 12 kali pada kulit abdomen tikus

betina, akan berhasil menghilangkan seluruh lapisan stratum korneum. Oleh sebab

itu, dalam metode pengerjaan berikutnya, dilakukan penempelan bahan perekat

sebanyak 12 kali.

Kulit tikus yang telah digunakan sebagai membran pada sel difusi Franz,

dilepaskan dan dibilas dengan dapar fosfat pH 7,4 untuk menghilangkan sisa

sediaan yang masih tertempel pada kulit. Selanjutnya kulit dikeringkan dengan

pengering untuk memudahkan penempelan bahan perekat. Selanjutnya kulit

diletakkan pada alas dan ditempelkan bahan perekat secara berulang sampai 12

kali. Bahan perekat pada penempelan pertama tidak dikumpulkan bersama bahan

perekat lain yang akan diekstraksi karena mengandung sediaan yang tidak

terabsorbsi oleh kulit. Bahan perekat kedua hingga keduabelas dikumpulkan

dalam suatu wadah dan dilakukan proses ekstraksi.

Proses ekstraksi obat dari bahan perekat bisa menggunakan berbagai

metode. Salah satunya adalah dengan metode sonikasi. Sonikasi dapat

mengekstraksi obat karena getaran ultrasonik akan membuat kontak yang dekat

antara bahan perekat dan pelarutnya (Mitra, 2003).

Ekstraksi dilakukan secara bertingkat dengan menambahkan pelarut dapar

fosfat pH 7,4 dan dilakukan sonikasi. Sonikasi selama 15 menit dilakukan dua kali

dengan volume dapar fosfat pH 7,4 sebesar 40 ml karena lebih banyak obat yang

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 79: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

64

Universitas Indonesia

terekstraksi menggunakan ekstraksi bertingkat daripada ekstraksi tunggal dengan

volume dapar fosfat pH 7,4 sebesar 80 ml (Mitra, 2003). Hasil ekstraksi

bertingkat dikumpulkan, dikocok homogen dan diukur serapannya dengan

spektrofotometer UV-Vis.

Kadar natrium diklofenak yang terekstraksi dari bahan perekat setiap

waktu pengambilan sample tidak menunjukkan hasil linear. Hasil ini sesuai

dengan penelitian Jui-Chen Tsai; Cappel, Weiner, Flynn, & Ferry (1991). Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada interaksi khusus antara zat dengan stratum

korneum kulit.

Rata-rata hasil jumlah natrium diklofenak yang tertinggal di kulit dari jam

ke-0 sampai jam ke-8 sebesar 51,23 ± 21,20 µg. Simpangan deviasi yang besar

menunjukkan bahwa kadar obat tertinggal di kulit berfluktuasi dan tidak konstan

setiap waktu.

Gambar 4.11. Profil jumlah natrium diklofenak tertinggal di kulit

4.4.6 Penentuan Kadar Natrium Diklofenak yang Tertinggal di Kompartemen

Donor setiap Waktu Pengambilan Sample

Setiap kali waktu pengambilan sample, kadar natrium diklofenak yang

tertinggal di kompartemen donor ditentukan menggunakan cara yang sama seperti

uji perolehan kembali.

Hasil penentuan kadar natrium diklofenak di kompartemen donor tidak

menunjukkan hasil seperti yang diharapkan yaitu menurun seiring bertambahnya

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

Na

triu

m D

iklo

fen

ak

(%

)

Waktu (jam)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 80: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

65

Universitas Indonesia

waktu pengambilan sample. Konsentrasi obat yang tertinggal di sediaan di dalam

kompartemen donor yang masih tinggi ini disebabkan karena konsentrasi tween

80 yang tinggi dalam sediaan dapat menurunkan laju penetrasi natrium diklofenak

dalam mikroemulsi (Arellano, Santoyo, Martn & Ygartua, 1998).

Gambar 4.12. Profil jumlah natrium diklofenak di kompartemen donor

4.4.6 Penentuan Hubungan Antara Hasil Uji Penetrasi dengan Metode Sel

Difusi Franz dan Metode Tape Stripping

Hubungan antara hasil uji penetrasi kedua metode dilakukan dengan

menjumlahkan persentase obat yang terpenetrasi di kompartemen reseptor,

persentase obat yang tertinggal di kulit dan persentase obat yang masih tertinggal

di sediaan di kompartemen donor. Penjumlahan persentase kadar obat yang

terdapat di kompartemen donor, di kulit dan di kompartemen reseptor mendekati

100%. Hasil persentase yang lebih besar dari 100% disebabkan karena

menguapnya etanol di dalam sediaan mikroemulsi.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

Na

triu

m D

iklo

fen

ak

(%

)

Waktu (jam)

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 81: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

66

Universitas Indonesia

Gambar 4.13. Grafik persentase jumlah natrium diklofenak di kompartemen donor, kulit

dan kompartemen reseptor

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 2 4 6 8 10

Jum

lah

Na

triu

m D

iklo

fen

ak

(%

)

waktu (jam)

kompartemen reseptor

kompartemen donor

kulit

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 82: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

67 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Mikroemulsi natrium diklofenak dapat dibuat dengan konsentrasi tween 80

sebagai surfaktan sebanyak 45%, konsentrasi VCO sebagai fase minyak

sebanyak 5%, konsentrasi etanol sebagai kosurfaktan sebanyak 10%,

konsentrasi propilen glikol sebagai kosolven sebanyak 5% dan konsentrasi

natrium diklofenak sebanyak 1%. Hasil uji penetrasi natrium diklofenak

dengan metode sel difusi Franz menunjukkan bahwa selama 8 jam, obat

hanya terpenetrasi sebesar 9, 3185%. Hasil uji penetrasi mikroemulsi

natrium diklofenak dengan metode tape stripping menunjukkan bahwa

obat tidak tertahan dalam jumlah besar di lapisan stratum korneum kulit.

2. Terdapat korelasi antara hasil uji penetrasi antara metode sel difusi Franz

dan metode tape stripping. Hal ini dibuktikan dengan penjumlahan

konsentrasi natrium diklofenak di kompartemen donor, kulit dan

kompartemen reseptor yang berkisar sebesar 100%.

3. Interaksi natrium diklofenak dengan stratum korneum bukan interaksi

yang bermakna karena hanya sedikit natrium diklofenak yang menembus

stratum korneum. Hal ini terjadi karena adanya interaksi antara natrium

diklofenak dengan tween 80 yang jumlahnya sangat banyak di dalam

formula melalui peristiwa solubilisasi miselar.

5.2 Saran

Perlu dilakukan perbaikan formula berupa penurunan konsentrasi

tween 80 pada penelitian selanjutnya. Penurunan konsentrasi tween 80

dalam formula mikroemulsi akan dapat meningkatkan jumlah obat yang

lepas dari sediaan.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 83: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

68

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Ansel, Howard. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Ed ke-4.) (Farida

Ibrahim, Penerjemah.). Depok : UI Press. 492-494.

Arellano A., Santoyo S., Martn C. & Ygartua P. (1998). Surfactant Effects on the

in Vitro Percutaneous Absorption of Diclofenac Sodium. European Journal

of Drug Metabolism and Pharmacokinetics, 23, 307-312.

Au, Wai Lin; Skinner, Michael & Kanfer, Isadore. (2010). Comparison of Tape

Stripping with the Human Skin Blanching Assay for the Bioequivalence

Assessment of Topical Clobetasol Propionate Formulations. Journal of

Pharmaceutical Sciences, 13, 11-20.

Barakat, Nahla; Fouad, Ehab & Elmedanny, Azza. (2011). Formulation Design of

Indomethacin-Loaded Nanoemulsion For Transdermal Delivery.

Pharmaceutical Analytica Acta, 3, 155-162.

Barry, Williams. (2004). Penetration Enhancer, Advanced Drug Delivery Reviews,

56, 603-621.

Belitz, H-D; Grosch W. & Schieberle P. (2010). Food Chemistry (4th

ed.). Jerman

: Springer. 460.

Benson, Heather A.E. & Watkinson, Adam C. (2012). Topical and Transdermal

Drug Delivery : Principal and Practice. New Jersey : John Wiley & Sons.

Bosman, Lawant A.L., Avegaart S.R., Ensing K., Zeeuw, R.A. (1996). A Novel

Diffusion Cell for In Vitro Transdermal Permeation, Compatible with

Automated Dynamic Sampling. Journal of Pharmaceutical and Biomedical

Analysis, 1015 – 1023.

Bronaugh, Robert & Maibach, Howard. (2005). Percutaneous Absorption : Drug

Cosmetic Mechanism Methodology (4th

ed.). USA : Taylor & Francis Group.

708.

Brookfield Dial Viscometer. Brookfield Dial Viscometer : Operating Instructions.

USA : Brookfield Engineering Laboratories

Cosgrove, Terence. (2010). Colloid Science Principles Methods and Applications.

UK : John Wiley & Sons. 77-81.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 84: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

69

Universitas Indonesia

Chuasuwan et.al. (2009). Biowaiver Monographs for Immediate Release Solid

Oral Dosage Forms: Diclofenac Sodium and Diclofenac Potassium. Journal

of Pharmaceutical Sciences, 98,. 1206-1219

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia (2007). Farmakologi dan Terapi (Ed ke-5). Jakarta : Departemen

Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

240.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia (Ed ke-

4). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1030, 1039-1040.

Dewi, Martha. (2007). Formulasi Mikroemulsi Topikal Menggunakan Fase

Minyak Isopropil Palmitat dan Minyak Kelapa Sawit dengan Natrium

Diklofenak sebagai Model Obat. Skripsi Program Sarjana Farmasi. Depok :

Departemen Farmasi FMIPA UI.

Dhikav, Vikas; Singh, Sindhu; Pande, Swati, Chawla, Atul, & Anand, Kuljeet

Singh. (2004). Non-Steroidal Drug-Induced Gastrointestinal Toxicity:

Mechanisms and Management. Journal, Indian Academy of Clinical

Medicine, 4 ,315-322.

Djajadisastra, Joshita. (2004, November). Cosmetic Stability. Bahan disampaikan

pada Seminar Setengah Hari HIKI, Jakarta.

Djakovit & Dokit. (1978). Changes of Viscous Characteristics of Oil in Water

Emulsions During Homogenization. Colloid & Polymer Sci. 256, 1177-

1181.

Fisher Scientific. (2006). Fisher Surface Tensiomat Model 21. Iowa : Fisher

Scientific.

Heynemann, Catherine A. ; Liday, Cara Lawless & Wall, Geoffrey C. (2000).

Oral versus Topical NSAIDs in Rheumatic Diseases : A Comparison.

Drugs, 60, 555-574.

Jui-Chen Tsai ; Cappel, Markus; Weiner, Norman; Flynn, Gordon & Ferry,

James. (1991). Solvent Effects on the Harvesting of Stratum Corneum from

Hairless Mouse Skin through Adhesive Tape Stripping In Vitro.

International Journal of Pharmaceutics, 68, 127-133.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 85: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

70

Universitas Indonesia

Jui-Chen Tsai ; Cappel, Markus; Weiner, Norman; Flynn, Gordon & Ferry,

James. (1991). Properties of Adhesive Tapes Used for Stratum Corneum

Stripping. International Journal of Pharmaceutics, 72, 227-231.

Kishore, Ravuri et.al. (2011). The Degradation of Polysorbates 20 and 80 and its

Potential Impact on the Stability of Biotherapeutics. Pharmaceutical

Research, 28, 1194-1210.

Klang, Victoria, et.al. (2012). In Vitro vs. In Vivo Tape Stripping: Validation of

the Porcine Ear Model and Penetration Assessment of Novel Sucrose

Stearate Emulsions. European Journal of Pharmaceutics and

Biopharmaceutics, 80, 604-614.

Kulkarni, Vitthal. (2010). Handbook of Non Invasive Drug Delivery System. USA

: Elsevier. 13.

Kulshreshtha, Alok; Singh, Onkar & Wall, Michael. (2010). Pharmaceutical

Suspensions : From Formulation Development to Manufacturing. New York

: Springer. 14.

Kumar, Promod. (1999). Handbook of Microemulsion Science and Technology.

New York : Marcel Dekker.

Lachman, L; H.A. Lieberman, J.L. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi

Industri (Ed ke-3). (Siti Suyatmi, Penerjemah.). Jakarta : UI Press. 1081.

Lademann, Jacobi, Surber, Weigmann & Fluhr. (2008). The Tape Stripping

Procedure – Evaluation of Some Critical Parameters. European Journal of

Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 72, 317-323.

Lide, David R. & Haynes, William M. (2010). CRC Handbook of Chemistry and

Physics (Ed ke-90) . Florida : CRC Press.

Lucida, Henny; Salman, & Hervian, Sukma. (2008). Uji Daya Penetrasi Virgin

Coconut Oil (VCO) dalam Basis Krim. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi,

13, 23-30.

Maghraby, Gamal. (2008). Transdermal Delivery of Hydrocortisone from

Eucalyptus Oil Microemulsion: Effects of Cosurfactants, International

Journal of Pharmaceutics, 355 , 285-292.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 86: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

71

Universitas Indonesia

Mehta, S.K.; Bala, Neeru & Sharma, Shweta. (2005). Thermodynamics of

Aggregation of Tweens in the Presence of Diclofenac Sodium. Journal of

Colloids and Surfaces, 268, 90-98.

Mitra, Somenath. (2003). Sample Preparation Technique in Analytical Chemistry.

New Jersey : John Wiley & Sons. 145-146.

Mitsui, Takeo. (1997). New Cosmetic Science (1st ed.). Amsterdam : Elsevier. 20-

21.

Moffat, Anthony; Osselton, David & Widdop, Brian. (2011). Clarke’s Analysis of

Drug and Poison (4th

ed.). Itali : Pharmaceutical Press. 1238-1239.

Mulla, Adam. (1998). Droplet Coalescence in the Shear Flow of Model

Emulsions. Tesis Departemen Teknik Kimia. Universitas West Virginia.

Murthy, Narasimha. (2011). Dermatokinetics of Therapeutic Agents. USA : CRC

Press. 3-5, 10, 83-86.

Pakurar, Alice & Bigbee, John. (2004). Digital Histology : An Interactive CD

Atlas with Review Text. New Jersey : John Wiley & Sons. 1-3.

Pathan, Inayat Bashir & Setty, Mallikarjuna. (2009). Chemical Penetration

Enhancers for Transdermal Drug Delivery Systems. Tropical Journal of

Pharmaceutical Research, 8, 173-179.

Pellett, M.A. ; Robert, M.S. & Hadgraft, J. (1997). Supersaturated Solutions

Evaluated with an In Vitro Stratum Corneum Tape Stripping Technique.

International Journal of Pharmaceutics, 151, 91-98.

Rowe, Raymond ; Sheskey, Paul; Quinn Marian. (2009). Handbook of

Pharmaceutical Excipient (6th

ed.). London : Pharmaceutical Press. 17-18,

75-76, 181-182, 441-444, 549, 592-593, 596-597.

Sinko, Patrick. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences

(6th

ed.). Cina: Lippincot Williams & Wilkins. 355-367, 469-473.

Smith, Eric & Maibach, Howard. (2006). Percutaneous Penetration Enhancer

(2nd

ed). USA : Taylor & Francis Group. 17-29.

Shah, Vinod & Maibach, Howard. (1993). Topical Drug Bioavailability,

Bioequivalence and Penetration. New York : Plenum Press. 230.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 87: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

72

Universitas Indonesia

Shahidi, Fereidoon. (2005). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products (Ed ke-6).

New York : John Wiley & Sons. 440-441.

Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem (Ed ke-2).

(Brahm Pendit ,Penerjemah.). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

512.

Swarbrick, James. (2007). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology (3rd

ed.).

USA : Informa Health Care. 1561-1564.

Syah, Andi Nur Alam. (2005). Virgin Coconut Oil : Minyak Penakluk Aneka

Penyakit. Jakarta : Agro Media Pustaka.

Tabor, Aaron & Blair, Robert. (2009). Nutritional Cosmetics : Beauty from Within

(1st ed.). USA : Elsevier. 43.

Thongchai, Wisnu; Liawruangrath, Boonsom; Thongpoon, Chalermporn &

Machan, Theeraphan. (2006). High Performance Thin Layer

Chromatographic Method for the Determination of Diclofenac Sodium in

Pharmaceutical Formulations. Chiang Mai Journal of Science, 33, 123-128.

Touitou, Elka & Barry, Brian. (2007). Enhancement in Drug Delivery. New York

: CRC Press. 217-221.

Voigt, Rudolf. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. (Soendani Noerono

Soewandhi, Penerjemah.). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 411-

431.

Walters, Kenneth. (2002). Dermatological and Transdermal Formulations. New

York : Marcel Dekker. 1-12, 225.

Widiastuti, Nurhasanah. (2010). Formulasi Mikroemulsi Topikal Menggunakan

Fase Minyak Virgin Coconut Oil (VCO) dan Isopropil Laurat dengan

Natrium Diklofenak sebagai Model Obat. Skripsi Program Sarjana Farmasi.

Depok : Departemen Farmasi FMIPA UI.

Williams, Adrian & Barry, Brian. (2004). Penetration Enhancers. Advanced Drug

Delivery Reviews, 56, 603– 618.

Witt, Krista & Bucks, Daniel. (2003). Studying In Vitro : Skin Penetration and

Drug Release to Optimize Dermatological Formulations. Dalam:

Pharmaceutical Technology. USA : Advanstar Communication.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 88: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

73

Universitas Indonesia

Wuelfing, Peter; Kosuda, Kathryn; Templeton, Allen C.; Harman, Amy; Mowery,

Mark & Reed. Robert A. (2006). Polysorbate 80 UV/vis Spectral and

Chromatographic Characteristics – Defining Boundary Conditions for Use

of The Surfactant in Dissolution Analysis. Journal of Pharmaceutical and

Biomedical Analysis, 41, 774–782.

Zetasizer Nano Series User Manual. (2004). Zetasizer Nano Series User Manual.

England : Malvern Instruments.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 89: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 90: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Gambar 4.14. Skema optimasi formula mikroemulsi

Konsentrasi VCO

VCO 10% VCO 5%

Tanpa pemanasan Pemanasan 35OC

Konsentrasi

tween 80 30%

Konsentrasi

tween 80 35% Konsentrasi

tween 80 40%

Kecepatan

5000 rpm

Kecepatan

2000 rpm

Konsentrasi

tween 80 40%,

kecepatan

2000 rpm

Tanpa pemanasan Pemanasan 35OC Pemanasan 40

OC

Konsentrasi

tween 80 40%

Kecepatan

250 rpm

Kecepatan

250 rpm

Konsentrasi

tween 80 40%

Kecepatan

800 rpm

Kecepatan

500 rpm

Kecepatan

1000 rpm

Konsentrasi

tween 80 45%

Kecepatan

1000 rpm

Kecepatan

2000 rpm

Konsentrasi

propilen

glikol 5%

Konsentrasi

propilen

glikol 10%

Kecepatan

5000 rpm

74

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 91: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Gambar 4.15. Spektrum serapan natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

dengan konsentrasi 10,14 ppm pada panjang gelombang 276 nm.

Gambar 4.16. Spektrum serapan baku pembanding natrium diklofenak dalam

dapar fosfat pH 7,4 dengan konsentrasi 10 ppm pada panjang

Gambar 4.17. Spektrum serapan natrium diklofenak dalam metanol dengan

konsentrasi 14,224 ppm pada panjang gelombang 282 nm.

Spektrum serapan natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

dengan konsentrasi 10,14 ppm pada panjang gelombang 276 nm.

Spektrum serapan baku pembanding natrium diklofenak dalam

dapar fosfat pH 7,4 dengan konsentrasi 10 ppm pada panjang gelombang 276 nm.

. Spektrum serapan natrium diklofenak dalam metanol dengan

konsentrasi 14,224 ppm pada panjang gelombang 282 nm.

75

Spektrum serapan natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

dengan konsentrasi 10,14 ppm pada panjang gelombang 276 nm.

Spektrum serapan baku pembanding natrium diklofenak dalam

gelombang 276 nm.

. Spektrum serapan natrium diklofenak dalam metanol dengan

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 92: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

76

Gambar 4.18. Grafik hasil pengukuran ukuran globul mikroemulsi pada minggu

ke-0.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 93: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

77

Gambar 4.19. Grafik hasil pengukuran ukuran globul mikroemulsi pada minggu

ke-8

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 94: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

78

Gambar 4.20. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi pada suhu rendah

(4±2OC) selama 8 minggu.

Gambar 4.21. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi pada suhu kamar

(28±2OC) selama 8 minggu.

Gambar 4.22. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi pada suhu tinggi

(40±2OC) selama 8 minggu

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 95: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

79

Gambar 4.23. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi sebelum dan

setelah uji sentrifugasi

Gambar 4.24. Foto hasil pengamatan organoleptis mikroemulsi sebelum dan

setelah uji cycling

Gambar 4.25. Foto hasil pengamatan mikroskop preparat kulit tanpa penempelan

bahan perekat

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 96: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

80

Gambar 4.26. Foto hasil pengamatan mikroskop preparat kulit dengan

penempelan bahan perekat sebanyak 8, 10, dan 12 kali

Gambar 4.27. Foto hasil pengamatan mikroskop preparat kulit dengan

penempelan bahan perekat sebanyak 13, 14, dan 15 kali

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 97: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 98: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

81

Tabel 4.1 Hasil optimasi pembuatan mikroemulsi

Variabel No Komponen Jumlah (%) Hasil

VCO

10%

1

Tween 80 30

Pemisahan

fase

etanol 96% 3

PG 10

VCO 10

aquadest 47

Homogenizer 500 rpm.

Tanpa pemanasan

2

Tween 80 30

Emulsi

etanol 96% 3

PG 5

VCO 10

aquadest 52

Homogenizer 500 rpm.

Tanpa pemanasan

3

Tween 80 35

Emulsi

etanol 96% 3

PG 5

VCO 10

aquadest 47

Homogenizer 5000 rpm.

Tanpa pemanasan

4

Tween 80 40

Emulsi

etanol 96% 10

PG 5

VCO 10

aquadest 35

Homogenizer 2000 rpm.

Tanpa pemanasan

5

Tween 80 40

Emulsi

etanol 96% 3

PG 5

VCO 10

aquadest 42

Homogenizer 5000 rpm.

Tanpa pemanasan

6

Tween 80 40

Emulsi

etanol 96% 10

PG 5

VCO 10

aquadest 35

Homogenizer 2000 rpm.

Pemanasan 35OC

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 99: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

82

Tabel 4.1 (Lanjutan) Hasil optimasi pembuatan mikroemulsi

Variabel No Komponen Jumlah (%) Hasil

VCO 5%

1

Tween 80 40

Pemisahan

fase

etanol 96% 10

PG 5

VCO 5

aquadest 40

Pengaduk magnetik 250 rpm.

Tanpa Pemanasan

2

Tween 80 40

Emulsi

etanol 96% 10

PG 5

VCO 5

aquadest 40

Homogenizer 500 rpm

Tanpa Pemanasan

3

Tween 80 40

Emulsi

etanol 96% 10

PG 5

VCO 5

aquadest 40

Pengaduk magnetik 250 rpm.

Pemanasan 35OC

4

Tween 80 40

Emulsi

translucent

etanol 96% 10

PG 5

VCO 5

aquadest 40

Homogenizer 800 rpm

Pemanasan 35OC

5

Tween 80 40

Emulsi

etanol 96% 10

PG 5

VCO 5

aquadest 40

Homogenizer 1000 rpm

Pemanasan 35OC

6

Tween 80 45

Mikroemulsi

etanol 96% 10

PG 5

VCO 5

aquadest 35

Homogenizer 1000 rpm

Pemanasan 40OC

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 100: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

83

Tabel 4.1 (Lanjutan). Hasil optimasi pembuatan mikroemulsi

Variabel No Komponen Jumlah (%) Hasil

VCO 5% 7

Tween 80 45

Mikroemulsi

etanol 96% 10

PG 5

VCO 5

aquadest 35

Homogenizer 1000 rpm

Pemanasan 40OC

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Organoleptis Formula pada minggu ke-0

Warna Kuning

Kejernihan Ya

Bau Berbau khas

Pemisahan Tidak

Keterangan :

Berbau khas seperti bau tween 80

Tabel 4.3. Hasil pengukuran tegangan antarmuka sediaan pada minggu ke-0 dan

ke-8

Tegangan Antarmuka

(dyne/cm) F S

1 2 Rata-rata

41,5 42 41,75 0,9828 410,315

42 42 42 0,9831 412,924

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 101: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

84

Tabel 4.4. Hasil pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan dengan

suhu rendah (4±2OC) selama 8 minggu

Minggu

ke- Pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan suhu 4

OC

Warna Kejernihan Pemisahan Bau

0 Kuning Ya Tidak berbau khas

2 Kuning Ya Tidak berbau khas

4 Kuning Ya Tidak berbau khas

6 Kuning Ya Tidak berbau khas

8 Kuning Ya Tidak berbau khas

Keterangan : Warna kuning sesuai standard warna kartu Pantone 101 C

Berbau khas seperti bau tween 80

Tabel 4.5. Hasil pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan dengan

suhu kamar (28±2OC) selama 8 minggu

Minggu

ke- Pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan suhu 28

OC

Warna Kejernihan Pemisahan Bau

0 Kuning Ya Tidak berbau khas

2 Kuning Ya Tidak berbau khas

4 Kuning Ya Tidak berbau khas

6 Kuning Ya Tidak berbau khas

8 Kuning Ya Tidak berbau khas

Keterangan : Warna kuning sesuai standard warna kartu Pantone 101 C

Berbau khas seperti bau tween 80

Tabel 4.6. Hasil pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan dengan

suhu tinggi (40±2OC) selama 8 minggu

Minggu

ke- Pengamatan organoleptis sediaan pada penyimpanan suhu 40

OC

Warna Kejernihan Pemisahan Bau

0 Kuning Ya Tidak berbau khas

2 Kuning Ya Tidak berbau khas

4 Kuning Ya Tidak berbau khas

6 Kuning Ya Tidak berbau khas

8 Kuning Ya Tidak berbau khas

Keterangan : Warna kuning sesuai standard warna kartu Pantone 101 C

Berbau khas seperti bau tween 80

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 102: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

85

Tabel 4.7. Hasil pengukuran pH sediaan pada penyimpanan dengan suhu rendah

(4±2OC) selama 8 minggu

Minggu

ke

pH sediaan pada penyimpanan

suhu 4±2OC

0 5,56

2 5,51

4 5,53

6 5,49

8 5,43

Tabel 4.8. Hasil pengukuran pH sediaan pada penyimpanan dengan suhu kamar

(28±2OC) selama 8 minggu

Minggu

ke

pH sediaan pada penyimpanan

suhu 28±2OC

0 5,56

2 5,48

4 5,49

6 5,52

8 5,38

Tabel 4.9. Hasil pengukuran pH sediaan pada penyimpanan dengan suhu tinggi

(40±2OC) selama 8 minggu

Minggu

ke

pH sediaan pada penyimpanan

suhu 40±2OC

0 5,56

2 5,47

4 5,56

6 6,00

8 5,94

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 103: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

86

Tabel 4.10. Hasil uji viskositas minggu ke-0

Kecepatan

(rpm)

Dial

reading

(dr)

Faktor

koreksi

(f)

Viskositas Shearing stress Rate of shear

η = dr x f (F/A) (dv/dr)

(cps) dr x 7,187 F/A x 1/η

(dyne/cm2)

2.5 8 400 3200 57,496 0,017968

4 12,8 250 3200 91,9936 0,028748

5 15,9 200 3180 114,2733 0,035935

10 31,4 100 3140 225,6718 0,07187

20 60 50 3000 431,22 0,14374

20 60,4 50 3020 434,0948 0,14374

10 31,5 100 3150 226,3905 0,07187

5 16,1 200 3220 115,7107 0,035935

4 13,1 250 3275 94,1497 0,028748

2,5 8,1 400 3240 58,2147 0,017968

Tabel 4.11. Hasil uji viskositas minggu ke-8

Kecepatan

(rpm)

Dial

reading

(dr)

Faktor

koreksi

(f)

Viskositas Shearing stress Rate of shear

η = dr x f (F/A) (dv/dr)

(cps) dr x 7,187 F/A x 1/η

(dyne/cm2)

4 9 250 2250 64,683 0,028748

5 11 200 2200 79,057 0,035935

10 21 100 2100 150,927 0,07187

20 43 50 2150 309,041 0,14374

20 42,4 50 2120 304,7288 0,14374

10 21 100 2100 150,927 0,07187

5 11 200 2200 79,057 0,035935

4 9 250 2250 64,683 0,028748

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 104: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

87

Tabel 4.12. Hasil pengukuran ukuran globul mikroemulsi dengan Zetasizer Nano

Malvern S

Minggu ke Ukuran globul (nm)

0 3,089

8 9,920

Tabel 4.13. Serapan natrium diklofenak dengan pelarut dapar fosfat pH 7,4 pada

pembuatan kurva kalibrasi pada λ = 276 nm.

Konsentrasi (ppm) Serapan

0,24336 0,0062

0,32448 0,0095

0,6084 0,0148

1,014 0,0251

2,028 0,052

4,056 0,1091

6,084 0,1616

10,14 0,2788

12,168 0,33

Tabel 4.14. Serapan baku pembanding natrium diklofenak dengan pelarut dapar

fosfat pH 7,4 pada pembuatan kurva kalibrasi pada λ = 276 nm

Konsentrasi (ppm) Serapan

8 0,2567

10 0,3242

12 0,3857

16 0,5098

20 0,642

Tabel 4.15. Serapan natrium diklofenak dengan pelarut metanol pada pembuatan

kurva kalibrasi pada λ = 282 nm

Konsentrasi (ppm) Serapan

10,16 0,349

12,192 0,4153

14,224 0,491

16,256 0,5796

22,352 0,807

24,384 0,876

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 105: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

88

Tabel 4.16. Hasil penetapan kadar natrium diklofenak di dalam mikroemulsi

Berat

mikroemulsi yang

ditimbang (g)

Serapan

Kadar yang

diperoleh

(ppm)

Massa yang

diperoleh (mg)

Hasil penetapan

kadar (%)

Rata-rata

(%)

1,0090 0,8208 22,8244 0,0114 1,1310 1,1229

1,0126 0,8114 22,5747 0,0113 1,1147

Tabel 4.17. Hasil uji penetrasi mikroemulsi natrium diklofenak dengan sel difusi

Franz dengan metode 1 dan metode 2

Waktu Jumlah Kumulatif Natrium Diklofenak Terpenetrasi (µg cm

-2)

Metode 1 Metode 2

0 0 0±0

0,5 124,3557841 121,9028±4,9559

1 211,4902205 178,8783±2,0395

1,5 222,2439575 202,9500±0,1048

2 270,6017446 230,9962±2,0872

3 363,2622242 302,5903±31,5364

4 417,4156175 346,1364±53,0753

5 447,9283284 414,2532±2,6590

6 472,7532584 484,1827±36,3302

7 609,6826239 520,1676±62,8631

8 639,6202876 626,1243±3,8789

Tabel 4.18. Fluks tiap jam natrium diklofenak

Waktu

(jam)

Fluks tiap jam natrium diklofenak (µg cm-2

jam-1

)

Metode 1 Metode 2

0 0 0±0

0,5 248,7116 243,8055±9,9117

1 211,4902 176,8783±2,0395

1,5 148,1626 135,3000±0,0699

2 135,3008 115,4981±1,044

3 121,0874 100,8634±10,5121

4 104,3539 86,5341±13,2688

5 89,5857 82,8506±0,5312

6 78,7922 80,6971±6,055

7 87,0975 74,3097±8,9804

8 79,9525 78,2655±0,4849

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 106: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

89

Tabel 4.19. Jumlah natrium diklofenak yang tertinggal di kulit

Waktu

(jam)

jumlah natrium diklofenak tertinggal di

kulit (µg)

0 0

0,5 36,2505±3,3111

1 37,7138±5,7944

1,5 67,5655±5,7944

2 63,6145±0,2069

3 51,7617±1,6556

4 73.8578±6,4153

5 65,6632±3,1042

6 47,8107±3,1042

7 55,1273±3,1042

8 48,2497±9,1055

Tabel 4.20. Hasil pengukuran natrium diklofenak yang tertinggal di kompartemen

donor sel difusi Franz

Waktu

(jam)

jumlah natrium diklofenak tertinggal di

kompartemen donor (µg)

0 11229,2000

0,5 10398,33917

1 10657,00659

1,5 10589,35511

2 10597,31411

3 10646,39459

4 10792,30955

5 10619,8646

6 10515,07113

7 10523,03013

8 10507,11214

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 107: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Tabel 4.21. Hubungan antara jumlah natrium diklofenak di kompartemen reseptor, kulit dan kompartemen donor sel difusi Franz

Penjumlahan (mg) menit

30

menit

60

menit

90

menit

120

menit

180

menit

240

menit

300

menit

360

menit

420

menit

480

K. reseptor (mg) 0,205187 0,351005 0,366191 0,448272 0,594245 0,685578 0,736658 0,760139 0,998259 1,037631

Kulit (mg) 0,033909 0,041811 0,071663 0,063761 0.052932 0,078394 0,063468 0,050006 0,052932 0,054688

K.donor (mg) 10,39834 10,65701 10,58936 10,59731 10,64639 10,79231 10,61986 10,51507 10,52303 10,50711

Total 10,63744 11,04982 11,02721 11,10935 11,29357 11,55628 11,41999 11,32522 11,57422 11,59943

Teoretis

Ditimbang (mg) 992,3 995,6 982,6 982 978,2 988,1 988,4 993,3 996,1 988,2

Jumlah natrium

diklofenak (mg) 11,14274 11,17979 11,03381 11,02707 10,9844 11,09557 11,09894 11,15396 11,18541 11,0967

Selisih (mg) -0,5053 -0,12997 -0,0066 0,082273 0,309169 0,460709 0,321049 0,171251 0,388816 0,502736

Persentase

Persentase di

K.reseptor 1,841442 3,139637 3,318808 4,065194 5,409902 6,178841 6,637189 6,814967 8,92466 9,350808

Persentase di kulit 0,304317 0,373988 0,649483 0,578221 0,481886 0,706534 0,57184 0,448322 0,473227 0,492834

Persentase di

K.donor 93,31945 95,32384 95,97187 96,10268 96,92283 97,26681 95,68358 94,27205 94,07821 94,68686

Total Persentase 95,46521 98,83747 99,94016 100,7461 102,8146 104,1522 102,8926 101,5353 103,4761 104,5305

90

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 108: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 109: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

91

Lampiran 1. Perhitungan HLB VCO Virjint® (Belitz, Grosch & Schieberle,

2010)

VCO Virjint® mengandung

Asam laurat 51,7%

Asam kaprat 9,03%

Rumus perhitungan HLB =

Σ(angka gugus-gugus hidrofilik) - Σ(angka gugus-gugus lipofilik) + 7

Rumus struktur asam laurat (C12H24O2)

OH

O

Rumus struktur asam kaprat (C10H20O2)

OH

O

Jenis gugus yang terdapat pada VCO Nilai

1. Gugus hidrofilik

a. –COOH 2,1

2. Gugus lipofilik

a. –CH2- 0,475

b. –CH3- 0,475

Perhitungan HLB = 2,1 – n (0,475) + 7

HLB asam laurat = 2,1 - 11(0,475) + 7 = 3,875

HLB asam kaprat = 2,1 - 9(0,475) + 7 = 4,825

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 110: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

92

Lampiran 1. (Lanjutan).

Perhitungan HLB VCO Virjint®

Asam laurat = '�,)

*+,), - 3,875 = 3,299

Asam kaprat = 2,+,

*+,), - 4,825 = 0,717

= 4,016

HLB VCO Virjint® = 4,016

+

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 111: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

93

Lampiran 2. Contoh perhitungan bobot jenis

Bobot jenis VCO dihitung menggunakan persamaan

Bobot jenis = 5����65����6 -78789 :;<=> ?@A?B;>9 C?B? >ADA C;EF87??<

A= bobot piknometer kering (g)

A1= bobot piknometer yang diisi dengan aquadest (g)

A2 = bobot piknometer yang diisi dengan VCO

Diketahui

A= 13,6235 g

A1 = 24,2163 g

A2 = 23,3671 g

Bobot jenis VCO

�,,,*)���,.*�,'�G.��*,��,.*�,' x 0,9959486 g/mL

2,)G,*

�+,'2�H x 0,9959486 g/ml 0,91610573 g/mL

Bobot jenis VCO adalah 0,9161 g/mL

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 112: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

94

Lampiran 3. Contoh perhitungan tegangan permukaan

Tegangan permukaan VCO diukur dengan menggunakan persamaan

S = P x F

Keterangan :

S = tegangan permukaan absolut (dyne /cm)

P = tegangan permukaan yang ditunjukkan pada alat

F = Faktor koreksi yang dihitung dari persamaan

F = 0,7250 Q RS+,+�G'� T UV T VSW�XY Q 0,04534 Z �,*)2 T [

\ Y

Keterangan :

F : faktor koreksi

P: tegangan permukaan yang ditunjukkan oleh alat

D : bobot jenis fase cair yang berada di bawah

d : bobot jenis fase cair yang berada di atas

c : keliling cincin

= 2 x π x R

= 2 x 3,14 x 3 cm

= 18,84 cm

Perhitungan faktor koreksi untuk VCO =

F = 0,7250 Q RS+,+�G'� T UV T VSW�XY Q 0,04534 Z �,*)2 T [

\ Y

F = 0,7250 Q RS +,+�G'� T ,G,G�H,HG T �H,HGSW�XY Q 0,04534 Z �,*)2 T +,+�))H

, Y

F = 0,7250 Q RS +,+�G'� T ,G,G�H,HG T �H,HGS+,2�*�+'),�+Y Q 0,04534 Z �,*)2 T +,+�))H

, Y

F = 0,91715936

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 113: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

95

Lampiran 3. (Lanjutan)

Perhitungan tegangan permukaan absolut untuk VCO

P = 34,4 dyne/cm

S = P x F

= 34,4 x 0,91715936

= 31,5503 dyne/cm

Tegangan permukaan absolut VCO sebesar 31,5503 dyne/cm.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 114: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

96

Lampiran 4. Perhitungan faktor koreksi natrium diklofenak terhadap baku

pembanding

Serapan natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

Konsentrasi (ppm) Serapan

8,016 0.2078

10,02 0.2673

12,024 0.3188

16,032 0.4274

20,04 0.5388

Serapan baku pembanding natrium diklofenak dalam dapar fosfat pH 7,4

Konsentrasi (ppm) Serapan

6 0,1920

8 0,2567

10 0,3242

12 0,3857

16 0,5098

20 0,6420

Persamaan kurva kalibrasi baku pembanding natrium diklofenak

y = 0,0029 + 0,0319 x

Serapan natrium

diklofenak

Konsentasi yang

diperoleh (ppm)

Konsentrasi

sebenarnya (ppm) Kadar

0,2078 8,016 6,4271 80,1785

0,2673 10,02 8,2938 82,7727

0,3188 12,024 9,9096 82,4148

0,4274 16,032 13,3167 83,0633

0,5388 20,04 16,8117 83,8907

Rata-rata 82,4640

Menurut sertifikat analisis (Lampiran 12), kadar baku pembanding natrium

diklofenak sebesar 99,74%

Perhitungan faktor koreksi = �++

H�,G*G+ - �++22,)G = 1,2158

Faktor koreksi natrium diklofenak terhadap baku pembanding sebesar 1,2158.

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 115: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

97

Lampiran 5. Contoh perhitungan penetapan kadar natrium diklofenak dalam

mikroemulsi

Sediaan mikroemulsi ditimbang

Ditambahkan metanol dan dikocok hingga mikroemulsi pecah

Disentrifugasi dengan sentrifugator dengan kecepatan 3000 rpm selama 45 menit

Disaring dengan Milipore (ukuran pori 0,45 µm) ke dalam labu tentukur 50,0 mL

Dicukupkan volumenya dan dikocok homogen

Dipipet 5,0 mL dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50,0 mL

Dicukupkan volumenya dan dikocok homogen

Diukur serapan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 282,0

nm dengan baseline berupa basis mikroemulsi

Berat mikroemulsi yang ditimbang 1009 mg

Persamaan kurva kalibrasi y = -0,03829 + 0,03764 x

Serapan yang diperoleh 0,8208

Kadar natrium diklofenak yang diperoleh 113,10 ppm

Hasil penetapan kadar 1,1229 %

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 116: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

98

Lampiran 6. Contoh perhitungan jumlah natrium diklofenak yang terpenetrasi

dari sediaan mikroemulsi pada menit ke-30

Serapan (y) = 0,0341

y = -0,00169 + 0,02734 x

x = 1,3092 ppm

Faktor pengenceran (FP) = volume labu tentukur : volume sampling

= 5 mL : 0,5 mL

= 10 x

Faktor koreksi baku pembanding natrium diklofenak (FK) = 1,2158

Konsentrasi terpenetrasi = x . FP. FK

= 1,3092 ppm x 10 x 1,2158

= 15,9171 ppm

Rumus jumlah kumulatif terpenetrasi

� � �<. ] Q ∑ ����^_� . `a

Keterangan

Q = Jumlah kumulatif zat per luas difusi (µg cm-2

)

Cn = Konsentrasi zat (µg/ml)

∑ ���� �� = Jumlah konsentrasi zat (µg/mL) pada sampling pertama (menit ke-30

hingga sebelum menit ke-n)

V = Volume sel difusi Franz (13 mL)

S = Volume sampling (0,5 mL)

A = Luas membran (1,65 cm2)

� � S�',2�)�bc/de T �,deY�S+ T +,' deY �,*' Vdf = 125,4071 µg cm

-2

Jumlah kumulatif natrium diklofenak yang terpenetrasi ke kompartemen reseptor

pada menit ke-30 sebesar 125,4071 µg cm-2

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 117: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

99

Lampiran 7. Contoh perhitungan jumlah natrium diklofenak yang terpenetrasi

dari sediaan mikroemulsi pada menit ke-60

Serapan (y) = 0,047

y = -0,00169 + 0,02734 x

x = 1,7811 ppm

Faktor pengenceran (FP) = volume labu tentukur : volume sampling

= 5 mL : 0,5 mL

= 10 x

Faktor koreksi baku pembanding natrium diklofenak (FK) = 1,2158

Konsentrasi terpenetrasi = x . FP. FK

= 1,7811 ppm x 10 x 1,2158

= 21,6547 ppm

Rumus jumlah kumulatif terpenetrasi

� � �<. ] Q ∑ ����^_� . `a

Keterangan

Q = Jumlah kumulatif zat per luas difusi (µg cm-2

)

Cn = Konsentrasi zat (µg/mL)

∑ ���� �� = Jumlah konsentrasi zat (µg/mL) pada sampling pertama (menit ke-30

hingga sebelum menit ke-n)

V = Volume sel difusi Franz (13 mL)

S = Volume sampling (0,5 mL)

A = Luas membran (1,65 cm2)

� � S��,*'G) bc/de T �,deY�S�',2�)� T +,' deY �,*' Vdf = 175,4362 µg cm

-2

Jumlah kumulatif natrium diklofenak yang terpenetrasi ke kompartemen reseptor

pada menit ke-60 sebesar 175,4362 µg cm-2

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 118: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

100

Lampiran 8. Contoh perhitungan fluks tiap waktu natrium diklofenak dari

sediaan mikroemulsi

Kecepatan penetrasi (fluks) dihitung dengan rumus

J(n) = �S�Y�S�Y

Keterangan

J (n) = fluks pada jam ke-n (µg cm-2

jam-1

)

Q (n) = jumlah kumulatif terpenetrasi pada jam ke-n (µg cm-2

)

t (n) = waktu (jam)

Data pada jam ke-8

Data 1.

Q = 628.8671 µg cm-2

J = ��

= (628,8671 /8) = 78,6084 µg cm-2

jam-1

Data 2.

Q = 623,3814 µg/cm2

J = ��

= (623,3814/8) = 77,9227 µg cm-2

jam-1

Jumlah fluks natrium diklofenak pada jam ke-8 dari mikroemulsi sebesar 78,2655

± 0,4849 µg cm-2

jam-1

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 119: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

101

Lampiran 9. Contoh perhitungan persentase jumlah natrium diklofenak

terpenetrasi dari mikroemulsi

% jumlah kumulatif terpenetrasi =

:Agh?D iAgAh?9=j 9;EC;<;9E?>= k lmFg�n - hA?> g;g7E?< SFg�Y

7;E?9 <?9E=Ag B=ih8j;<?i SlmY

Data 1

Sample yang diaplikasikan pada kulit sebesar 988,2 mg

Dalam sample mengandung 11096,6954 µg natrium diklofenak

Jumlah kumulatif terpenetrasi = 628,8671 k bcVdfn

% jumlah kumulatif terpenetrasi *�H,H*)� k pq

rsfn T �,*'SVdfY ��+2*,*2'G bc = 9,3508 %

Data 2

Sample yang diaplikasikan pada kulit sebesar 986,4 mg

Dalam sample mengandung 11076,4829 µg natrium diklofenak

Jumlah kumulatif terpenetrasi = 623,3814 k bcVdfn

% jumlah kumulatif terpenetrasi *�,,,H�G k pq

rsfn T �,*'SVdfY ��+)*,GH�2 bc = 9,2862 %

Jumlah kumulatif terpenetrasi 9,3185 ± 0,0457%

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 120: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

102

Lampiran 10. Contoh cara perhitungan jumlah natrium diklofenak yang

tertinggal di kulit

Data menit ke-30

Persamaan kurva kalibrasi y = -0,00169 + 0,02734 x

Serapan yang diperoleh (y) = 0,0099

Kadar natrium diklofenak yang diperoleh (x) = 0,4239 ppm

Volume ekstraksi = 80 mL

Jumlah natrium diklofenak = 0,4239 µg/mL x 80 ml = 33,9092 µg

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 121: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

103

Lampiran 11. Cara perhitungan jumlah natrium diklofenak yang tertinggal di

kompartemen donor

Sediaan mikroemulsi ditimbang

Ditambahkan metanol dan dikocok hingga mikroemulsi pecah

Disentrifugasi dengan sentrifugator dengan kecepatan 3000 rpm selama 45 menit

Disaring dengan Milipore (ukuran pori 0,45 µm) ke dalam labu tentukur 50,0 mL

Dicukupkan volumenya dan dikocok homogen

Dipipet 5,0 mL dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 50,0 mL

Dicukupkan volumenya dan dikocok homogen

Diukur serapan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 282,0

nm dengan baseline berupa basis mikroemulsi

Data pada menit ke-30

Berat mikroemulsi yang ditimbang 992,3 mg

Jumlah natrium diklofenak dalam mikroemulsi 11,1427 mg

Kadar natrium diklofenak dalam mikroemulsi setelah diencerkan 22,2854 ppm

Persamaan kurva kalibrasi y = -0,03829 + 0,03764 x

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 122: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

104

Serapan yang diperoleh 0,7456

Kadar natrium diklofenak yang diperoleh 20,7967 ppm

Jumlah natrium diklofenak yang tertinggal di kompartemen donor pada menit ke-

30 =

�+,)2*)��,�H'G - 100% = 93,3195 %

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 123: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Lampiran 11. Sertifikat analisis natr

Sertifikat analisis natrium diklofenak

105

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 124: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Lampiran 12. Sertifikat analisis baku pembanding natrium diklofenakSertifikat analisis baku pembanding natrium diklofenak

106

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 125: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

107

Lampiran 13. Sertifikat analisis tween 80

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 126: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Lampiran 14. Sertifikat analisis etanol 96%Sertifikat analisis etanol 96%

108

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 127: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Lampiran 15. Sertifikat analisis BHT. Sertifikat analisis BHT

109

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 128: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Lampiran 16. Sertifikat analisis metil parabenSertifikat analisis metil paraben

110

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 129: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

Lampiran 17. Sertifikat analisis propil parabenSertifikat analisis propil paraben

111

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012

Page 130: UNIVERSITAS IN DONESIA FORMULASI DAN UJI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20307981-S42486-Patricia Simon.pdf · Temanteman penelitian yaitu KBI Farmasetika kerja ... adalah obat

112

Lampiran 18. Sertifikat analisis tikus putih

Formulasi dan..., Patricia Simon, FMIPA Ui, 2012