umkm sebagai upaya penanggulangan kemiskinan
TRANSCRIPT
UMKM SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Untuk Memenuhi Tugas Seminar Ekonomi Akuntansi
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Harsono, M.S.
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Disusun Oleh :
AHMAD JUMANTO
A 210 100 129
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
UMKM SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Oleh : Ahmad Jumanto
A210100129
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan masalah yang hingga hari ini menarik
untuk didiskusikan dan pencarian solusi pemecahannya. Kemiskinan di
negeri ini telah menjadi masalah kronis yang menyebabkan adanya
kesenjangan dan pengangguran. Peta kemiskinan masyarakat yang lebih
banyak tersebar dipedesaan menjadikan persoalan ini semakin sulit
dalam mendefinisikan problematika kemiskinan, maka tentunya dalam
upaya pengentasannya pun akan menemui berbagai kendala teknis
dilapangan.
Isu kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang
sering disimbolisasikan sebagai fenomena sosial. Masalah kemiskinan di
Indonesia dapat dilihat pada penggambaran bahwa kemiskinan
diperlihatkan pada 1) kepemilikan aset yang rendah; 2) terbatasnya akses
masyarakat terhadap prasarana dan sarana dasar seperti transportasi,
komunikasi, informasi, pasar, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan;
3) kelompok miskin tidak berdaya dan diam karena tekanan faktor-faktor
politik dan budaya; 4) rendahnya keterlibatan dalam kegiatan ekonomi
produktif; 5) rendanya tingkat partisipasi masyarakat dalam kebijakan
publik; 6) sistem pemerintahan yang kurang baik telah mengakibatkan
ketidakberdayaan dan pemiskinan; 7) bencana alam, seperti banjir, tanah
longsor, gempa bumi, kekeringan dan lain sebagainya; 8) pelaksanaan
otonomi daerah dalam masa transisi telah menyebabkan terjadinya
mismanagement dan penyimpangan mulai dari aras nasional sampai di
aras paling bawah sistem pemerintahan; 9) kebijakan pembangunan pada
masa lalu dirasakan belum berpihak kepada kelompok miskin (pro poor
policy), khususnya dalam kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam
maupun sistem keuangan (Wrihatnolo, 2008:32).
Susiana (2003:53) mengutip pendapat Robert Chambers yang
menyatakan, inti dari masalah kemiskinan terletak pada apa yang disebut
sebagai deprivation trap atau jebakan kekurangan. Deprivation trap itu
terdiri dari lima ketidakberuntungan yang melilit kehidupan keluarga
miskin, yaitu (1) kemiskinan itu sendiri, (2) kelemahan fisik, (3)
keterasingan, (4) kerentanan, dan (5) ketidakberdayaan. Kelima
ketidakberuntungan itu saling terkait satu sama lain sehingga menjadi
deprivation trap. Kelima jenis ketidakberuntungan ini, Chamber
menganjurkan agar dua jenis ketidakberuntungan pada keluarga miskin
yang patut diperhatikan, yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan, karena
keduanya sering menjadi sebab keluarga miskin menjadi lebih miskin.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan basis
kekuatan ekonomi kerakyatan yang cukup tangguh menghadapi krisis.
Terbukti pada krisis ekonomi Asia tahun 1997, dimana sektor UMKM
kemudian dapat menyerap tenaga kerja ditengah-tengah banyaknya
pengangguran akibat bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar.
Disamping itu juga UMKM dapat menjaga stabilitas ekonomi domestik,
karena sifatnya yang madiri dan tidak menggantungkan diri pada kondisi
ekonomi makro.
Hanya saja kondisi saat ini UMKM terutama didaerah masih
ditempatkan pada poros sub-ordinat dalam kegiatan ekonomi nasional.
Usaha ini tergolong jenis usaha marjinal, yang antara lain ditunjukkan
oleh penggunaan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan
kadang akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi
pada pasar lokal. Studi yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan
bahwa usaha mikro kecil mempunyai peranan yang cukup besar bagi
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja melalui penciptaan
lapangan pekerjaan, penyediaan barang dan jasa dengan harga murah,
serta mengatasi masalah kemiskinan. Disamping itu, usaha mikro juga
merupakan salah satu komponen utama pengembangan ekonomi lokal
dan mampu memberdayakan kaum perempuan dalam meningkatkan
bargaining position perempuan dalam keluarga.
Mencermati kondisi tersebut, sudah selayaknya kemudian peran
UMKM tersebut dilihat sebagai salah satu peluang dalam menanggulangi
kemiskinan. Terutama pengembangan UMKM yang banyak tersebar
didaerah, maka strategi penanggulangan kemiskinan melalui
pemberdayaan kondisi UMKM perlu dioptimalkan.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana fenomena kemiskinan di Indonesia ?
b. Bagaimana peran dan posisi strategis UMKM ?
c. Bagaimana strategi pemberdayaan UMKM sebagai strategi
penanggulangan kemiskinan ?
3. Tujuan
a. Mengetahui fenomena kemiskinan di Indonesia.
b. Mengetahui peran dan posisi strategis UMKM.
c. Mengetahui strategi pemberdayaan UMKM sebagai strategi
penanggulangan kemiskinan.
4. Metode
Penulisan makalah ini menggunakan metode tela’ah pusataka,
dimana data diambil dari media internet, buku, e-book, dan surat kabar.
B. Kajian Pustaka
1. Kemiskinan
Kemiskinan dapat diterjemahkan sebagai ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan. Lawrence M. Mead dalam tulisannya, Poverty dan
Political Theory mengatakan bahwa kemiskinan tidak hanya berkaitan
dengan mereka yang memiliki pendapatan rendah, namun juga yang
dianggap gagal memenuhi fungsi sosial yang diharapkan, seperti berhenti
sekolah, melanggar hukum, tidak bekerja walaupun mampu bekerja.
Mead juga menambahkan bahwa penyebab gaya hidup demikian masih
menjadi kontroversi (Mead, 1996; 2 dalam Wrihatnolo, 2008:32).
Amartya Sen (dalam Meliala 2012:9-21) menyatakan bahwa
“keterbelakangan aksesibilitas menjadi penyebab kemiskinan,
keterbelakangan tersebut menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan
pilihan untuk mengembangkan hidupnya”.
May (2001) yang dikutip dalam Darwin (2005:27)
menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan
pendapatan, kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas
perumahan dan aset-aset produktif, ketidakmampuan memelihara
kesehatan yang baik, ketergantungan dan ketiadaan bantuan, adanya
perilaku anti sosial (anti social behaviour), kurangnya dukungan jaringan
untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastuktur dan
keterpencilan, serta ketidakmampuan keterpisahan.
Dalam kemiskinan juga dikenal tingkatan kemiskinan, yakni
kemiskinan absolut yaitu kemiskinan masyarakat yang dalam standar
kelayakan hidup berada dibawah garis kemiskinan, dan biasanya konstan
sepanjang waktu. Serta kemiskinan relatif, dalam artian bahwa derajat
kesejahteraan masyarakat yang cenderung relatif, bahwa bisa jadi
seseorang dikatakan miskin namun hak-hak dasarnya sudah terpenuhi
(Darwin, 2005:22).
Kemudian faktor penyebab kemiskinan juga dapat dilihat pada
hasil studi literatur, ada empat yaitu 1) Faktor budaya, yakni individu
yang terjebak pada kebiasaan hidup yang menyebabkan mereka terjebak
pada kemiskinan; 2) Faktor Struktural, dimana kemiskinan masyarakat
lebih disebabkan kebijakan publik yang tidak berpihak pada masyarakat;
3)Faktor Alam, bahwa dalam hal ini kemiskinan disebabkan oleh faktor
ekologis misalnya daerah yang tidak subur, tandus, kering dsb; 4) Faktor
Konflik Sosial Politik atau Perang, persoalan ini sudah tentu akan
membawa munculnya kemiskinan di masyarakat karena konflik dan
perang akan mematikan sumberdaya yang ada (Darwin, 2005:28).
2. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM
yang menyebutkan bahwa :
1) Usaha Mikro, adalah Usaha produktif milik orang perorangan dan
atau badan usaha perorangan. Memiliki kekayaan bersih paling
banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan dan hasil
penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah.
2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan maupun kelompok. Memiliki
kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai 500 juta rupiah, dan
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai
2,5 milyar rupiah.
3) Usaha Menengah adalah usaha produktif yang memiliki kekayaan
bersih lebih dari 500 juta rupiah sampai paling banyak 10 milyar
rupiah, dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 2,5 milyar
rupian sampai paling banyak 50 milyar rupiah.
Menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UM),
adalah entitas usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan
memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara
itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara
Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp
200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan
(dalam Syarief, 2011:13).
C. Pembahasan
1. Fenomena Kemiskinan di Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk
miskin terus menurun secara konsisten. BPS mencatat, pada 2010 jumlah
penduduk miskin Indonesia mencapai 34,96 juta jiwa atau sekitar 15,42
persen dari total penduduk, sementara di 2012 jumlah penduduk miskin
mencapai 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen.
Artinya, jika merujuk pada data BPS, sepanjang 2010 hingga
2012 jumlah penduduk miskin di Indonesia telah berkurang sebesar 3,94
juta jiwa. Menariknya, laporan BPS ini ternyata sejalan dengan hasil
hitung-hitungan Bank Dunia. Dengan menggunakan batas kemiskinan
sebesar 1,25 dollar AS, Bank Dunia melaporkan bahwa tingkat
kemiskinan di Indonesia sepanjang 2010 hingga 2012 menurun secara
konsisten dengan rata-rata penurunan mencapai 2,3 persen per tahun,
jauh lebih tinggi dibanding rata-rata penurunan hasil hitungan BPS yang
hanya sebesar 1 persen per tahun. Bahkan, rata-rata penurunan tingkat
kemiskinan di Indonesia bakal lebih besar lagi, menurut versi Bank
Dunia, jika garis kemiskinan yang digunakan sebesar 2 dollar AS, yakni
mencapai 4,2 persen per tahun.
Bahkan hingga tahun 2013 dinyatakan bahwa tingkat
kemiskinan nasional berkisar pada 11 persen menurut BPS. Hanya saja
konteks realitasnya di masyarakat persoalan kemiskinan masih banyak
ditemui, bahkan fenomena kelaparan, busung lapar, konflik karena
perebutan sumberdaya, keterbatasan akses pendidikan, kesehatan masih
sering dijumpai. Hal ini kontraporduktif dengan capaian perkembangan
ekonomi nasional yang berkisar 6-6,5 persen. Disamping itu persoalan
korupsi juga masih terus menghantui upaya pengentasan kemiskinan di
negeri ini (dalam BPS RI, 2013).
Mencermati kondisi ini, maka perlu kiranya memperhatikan
kondisi ekonomi masyarakat dalam bentuk Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) sebagai upaya menanggulangi kemiskinan melalui
pendekatan pemenuhan kapabilitas masyarakat (capability approach).
Kenapa melalui UMKM? seperti yang dijelaskan diatas bahwa UMKM
terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis global, disamping itu juga
mampu menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Hanya saja saat ini
masih diperhadapkan pada beberapa persoalan, maka sudah selayaknya
pemerintah memberikan kebijikan keberpihakan pada kondisi UMKM
tersebut sebagai upaya membagun ekonomi kerakyatan.
2. Peran dan Posisi Strategis UMKM
Ketahanan UMKM terhadap krisis ekonomi global yang lalu
membuktikan bahwa UMKM bisa dijadikan salah satu strategi dalam
penanggulangan kemiskinan. Walaupun sebagian besar pelaku UMKM
ini masih berpusat pada sektor informal, namun hingga saat ini sektor ini
setidaknya mampu memberikan kontribusi pada perekonomian nasional
dengan perkembangannya dari tahun ketahun yang cenderung signifikan,
disamping itu perannya dalam penyerapan tenaga kerja, dan pada
gilirannya juga adalah peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Tercatat bahwa perkembangan UMKM hingga akhir tahun 2013
menunjukkan perkembangan yang positif, dimana menurut BPS hingga
tahun 2013 terdapat 56.534.592 UMKM. Tentu ini menjadi positif bagi
keberdayaan masyarakat yang terlibat dalam kelompok UMKM tersebut,
perkembangan ini juga cukup signifikan dimana tiap tahun
perkembangan UMKM diramalkan akan cenderung meningkat. Pada
posisi ini kemudian, perkembangan UMKM tentu bersinergi dengan
penyerapan tenaga kerja pada sektor ini.
Dimana pada penyerapan tenaga kerja hingga tahun 2013
menunjukkan sektor UMKM mampu menyerap hingga 107.657.509
tenaga kerja. Tentu nilai ini menjadi kabar gembira dimana tingginya
tingkat pengangguran yang ada dapat diserap pada sektor UMKM, jika
kemudian posisinya mampu didukung dengan pemberdayaan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Sedangkan untuk sumbangsih UMKM dalam PDB
menunjukkan peningkatan yang cukup baik, dimana pada tahun 2012
sektor ini mampu menyumbang Rp. 4.303.571, dan pada tahun 2013
meningkat menjadi Rp. 4.869.568 artinya terjadi peningkatan pendapatan
sebesar Rp. 565.969 (diolah dari BPS RI, 2013).
Secara umum, UMKM memiliki peran yang besar di Indonesia
dan negara-negara berkembang lainnya. Peran UMKM tersebut secara
umum adalah:
a) Sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap banyak tenaga kerja
sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan,
b) Memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik Bruto
(PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan
c) Berkontribusi kepada peningkatan ekspor sekaligus berpotensi
memperluas ekspor dan investasi (Dep. Keuangan RI: 2011).
Kondisi ini tentunya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
upaya pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Dengan
pemberdayaan terhadap UMKM dengan berorientasi pada persoalan yang
masih ditemui oleh kelompok UMKM ini terutama didaerah, yakni
modal, akses pasar dan kelembagaannya. Ditambah lagi kondisi
perdagangan bebas kedepan yang akan diterapkan, bukan tidak mungkin
jika sektor ini tidak dipersiapkan maka akan kembali membuka luas
kemiskinan di Indonesia.
3. Strategi Pemberdayaan UMKM Sebagai Strategi Penanggulangan
Kemiskinan
Sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam bentuk
tenaga kerja merupakan aset yang baik jika dioptimalkan
kemanfaatannya bagi kesejahteraan bersama. Melalui sentra UMKM
yang notabene adalah penggerak ekonomi kerakyatan, hari ini cenderung
tidak diperhatikan karena sektor ini lebih banyak bergerak pada sektor
usaha informal dimasyarakat. Namun seperti yang terjelaskan
sebelumnya, ternyata ketahanan sektor ini terhadap krisis, daya
penyerapan tenaga kerja, kemudian sumbangsihnya dalam peningkatan
PDB, sudah selayaknya sektor ini menjadi garda terdepan dalam
peningkatan usaha ekonomi masyarakat.
Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) tercatut
lima pilar dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia, yaitu 1)
Perluasan kesempatan; 2) Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat; 3)
Peningkatan Kapasitas; 4) Perlindungan Sosial; 5) Penataan Kemitraan
Global. Dalam dokumen tersebut terlihat bahwa orientasi yang dilakukan
sebagai pilar penanggulangan kemiskinan, melalui pendekatan
kapabilitas (capability Approach), yang mana memberikan penguatan
pada kapabilitas masyarakat miskin sebagai jalan keluar dari jeratan
kemiskinan (Wanto, 2011:4).
Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 tentang UMKM pasal 5, menyebutkan bahwa tujuan pemberdayaan
Koperasi dan UMKM adalah; 1) mewujudkan struktur perekonomian
nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan; 2) Menumbuhkan
dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh
dan mandiri; 3) meningkatkan peran UMKM dalam pembangungan
daerah dan menciptakan lapangan kerja, pemerataan pendapatan,
pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Strategi pemberdayaan UMKM diarahkan kepada pembangunan
kompetensi inovasi dan teknologi sehingga dapat lebih berperan dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta dapat
meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha secara lebih terstruktur
dan terlembaga melalui perkoperasian. Untuk itu, pertu diperbaiki
lingkungan usaha yang lebih kondusif bagi peningkatan daya saing
UMKM tersebut. Seiring dengan itu, perlu juga dilakukan peningkatan
akses usaha UMKM kepada sumber daya produktif, serta ditingkatkan
juga kapasitas, kompetensi, dan produktivitas usaha.
Sejalan dengan strategi tersebut dan dengan mempertimbangkan
kondisi internal maupun eksternal ke depan, maka arah kebijakan
prioritas bidang pemberdayaan UMKM , meliputi :
a) Peningkatan Iklim usaha yang kondusif bagi UMKM,
b) Peningkatan akses terhadap Sumber daya produktif,
c) Pengembangan produk dan pemasaran bagi UMKM,
d) Peningkatan daya saing SDM UMKM,
e) Peningkatan Kelembagaan (Kumorotomo, 2008:8).
Melihat strategi yang dilakukan pemerintah terhadap
pemberdayaan UMKM tersebut, tentu sejalan dengan apa yang menjadi
pilar penanggulangan kemiskinan seperti yang tercantum dalam SNPK.
Sehingga hal ini akan menjadi sinergis terhadap peran UMKM dalam
upaya pengentasan kemiskinan. Karena seperti yang telah dijelaskan
bagaimana kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional.
Namun hal ini kembali lagi kepada komitmen stakeholder,
pengambil kebijakan, masyarakat, LSM dan semua pihak yang
berpengaruh dalam mengambil tindakan terhadap keberdayaan UMKM
terutama yang ada didaerah. disamping itu juga, perlu adanya tindakan
yang berkelanjutan dan ditunjang dengan adanya partisipasi masyarakat
dalam hal ini kelompok UMKM sendiri.
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Penanggulangan kemiskinan dengan cara mengembangkan UMKM
memiliki potensi yang cukup baik. Sektor UMKM memiliki kontribusi
yang besar bagi penyerapan tenaga kerja, yaitu menyerap hingga
107.657.509 tenaga kerja. Demikian pula kontribusinya terhadap PDB juga
menunjukkan peningkatan cukup baik yaitu sekitar 30% per tahun. Upaya
untuk memajukan sektor UMKM tentu saja akan dapat meningkatkan
kesejahteraan para pekerja yang terlibat di dalamnya. Pengembangan
UMKM akan dapat menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja yang ada
sehingga dapat mengurangi angka pengangguran yang berdampak pada
menurunnya tingkat kemiskinan.
2. Saran
Peran UMKM perlu diperkuat dengan pemberdayaan yang dilakukan
oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pelaksanaanya, perlu adanya
kerjasama dengan berbagai pihak terkait misalnya pihak swasta, masyarakat,
dan juga pelibatan perguruan tinggi dalam upaya mengembangkan UMKM.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statitik. 2013. Peranan UMKM dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan PDB. Jakarta: BPS
__________________. 2013. Struktur Persentasi Kemiskinan. Jakarta: BPS Darwin, Muhadjir M. 2005. Memanusiakan Rakyat : Penanggulangan
Kemiskinan Sebagai Arus Utama Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Benang Merah.
Departement Keuangan. 2011. Survei Peran UMKM Untuk Indonesia. Jakarta: Depkeu RI.
Kumorotomo, Wahyudi. 2008. Perubahan Paradigma Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Makalah ditulis sebagai Background Study RPJMN Tahun 2010-2014 Bidang Pemberdayaan Koperasi dan UMKM, Bappenas.
Meliala, Adrianus. 2012. “Masalah Kemiskinan dan Kejahatan Serta Respons Kebijakan Publik dalam Rangka Mengatasinya”. Dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik. Edisi 8/Desember/2012, hal.9-21
RI. 2008. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Jakarta: Sinar Grafika.
Susiana, Sali. 2003. Analisis Politik, Hukum, dan Ekonomi. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi, Sekratariat Jendral, DPR RI.
Syarief, Teuku. 2011. Prospek dan Kendala KUR dalam Mendukung Perkuatan Permodalan UMKM. Diskusi rutin pemberdayaan Koperasi dan UKM Kalangan Penelti dan pejabat struktural di lingkungan Kementerian Negara Koperasi dan UKM tanggal 7 Januari 2011.
Wanto, Alfi Haris. 2011. “Kebijakan Pemberantasan Kemiskinan di Indonesia, Mamahami Penyebab Serta Upaya Penanggulangannya”. Dalam Majalah Triwulan Perencanaan Pembangunan. Edisi 03/TahunXVII/2011.
Wrihatnolo, Randy R. 2008. “Refleksi Dampak Pemberdayaan Masyarakat Dalam Menanggulangi Kemiskinan”. Dalam Majalah Triwulan Perencanaan Pembangunan. Edisi 02/Tahun XIV/2008.