strategi penanggulangan kemiskinan nasional

45
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah dan hidayahNya, sehingga draft dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional (SPKN) ini dapat di selesaikan. Dokumen ini merupakan produk intelektual yang dihasilkan secara kolektif oleh berbagai representasi masyarakat dan institusi pemerintah, dunia usaha, LSM, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan serta organisasi profesi yang tergabung didalam gugus-gugus tugas yang ada di dalam Tim Koordinasi Penyiapan Penyusunan Perumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan (TKP3KPK). Nama gugus-gugus tugas tersebut, sesuai empat pilar kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tertera di dalam dokumen sementara strategi penanggulangan kemiskinan adalah Perluasan Kesempatan, Pemberdayaan Masyarakat, Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Perlindungan Sosial. Dokumen ini memuat pula isu strategis lintas bidang (cross cutting issues), yaitu: lingkungan, tata pemerintahan, desentralisasi dan pengarusutamaan gender. Isi dokumen ini terdiri dari lima bagian pokok. Kelima bagian tersebut adalah: (1) kondisi dan penyebab kemiskinan; (2) kaji ulang kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; (3) landasan strategi penanggulangan kemiskinan; (4) kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; dan (5) sistem monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan. Penyusunan draft SPKN ini dilaksanakan dengan proses partisipasi yang meliputi kajian kemiskinan partisipatif (Participatory Poverty Assessment), pertemuan, seminar dan lokakarya gugus tugas, kaji bersama masyarakat akar rumput serta pertemuan koordinasi regional, dan nasional. Proses partisipasi tersebut melibatkan lintas pelaku (cross multi stakeholder), yaitu: pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi profesi, dunia usaha, anggota legislatif, akademisi dan masyarakat miskin. KATA PENGANTAR Sesuai mandat yang diberikan Menko Kesra selaku Ketua KPK melalui Surat Keputusan No 16 Tahun 2002, maka selanjutnya draft dokumen SPKN ini disampaikan kepada Komite Penanggulangan Kemiskinan untuk ditetapkan. Kepada semua pihak yang telah ikut menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam menyusun draft dokumen SPKN ini kami ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoinya dan dokumen ini bermanfaat bagi upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia Jakarta, 28 Mei 2004 Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Selaku Ketua TKP3KPK Drs. Djoharis Lubis, MSc www.rajaebookgratis.com

Upload: elyta-mulyadi

Post on 01-Dec-2015

198 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Kemiskinan Nasional

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah dan hidayahNya, sehingga draft dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional (SPKN) ini dapat di selesaikan. Dokumen ini merupakan produk intelektual yang dihasilkan secara kolektif oleh berbagai representasi masyarakat dan institusi pemerintah, dunia usaha, LSM, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan dan keagamaan serta organisasi profesi yang tergabung didalamgugus-gugus tugas yang ada di dalam Tim Koordinasi Penyiapan Penyusunan Perumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan(TKP3KPK). Nama gugus-gugus tugas tersebut, sesuai empatpilar kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tertera di dalamdokumen sementara strategi penanggulangan kemiskinan adalah Perluasan Kesempatan, Pemberdayaan Masyarakat, Peningkatan Kapasitas dan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Perlindungan Sosial. Dokumen ini memuat pula isu strategis lintas bidang (cross cutting issues), yaitu: lingkungan, tata pemerintahan, desentralisasi dan pengarusutamaan gender.

Isi dokumen ini terdiri dari lima bagian pokok. Kelimabagian tersebut adalah: (1) kondisi dan penyebab kemiskinan; (2) kaji ulang kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan;(3) landasan strategi penanggulangan kemiskinan; (4) kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; dan (5) sistemmonitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan.

Penyusunan draft SPKN ini dilaksanakan dengan proses partisipasi yang meliputi kajian kemiskinan partisipatif(Participatory Poverty Assessment), pertemuan, seminar dan lokakarya gugus tugas, kaji bersama masyarakat akar rumputserta pertemuan koordinasi regional, dan nasional. Proses partisipasi tersebut melibatkan lintas pelaku (cross multistakeholder), yaitu: pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,organisasi masyarakat, organisasi profesi, dunia usaha, anggota legislatif, akademisi dan masyarakat miskin.

KATA PENGANTAR

Sesuai mandat yang diberikan Menko Kesra selaku Ketua KPK melalui Surat Keputusan No 16 Tahun 2002, makaselanjutnya draft dokumen SPKN ini disampaikan kepada KomitePenanggulangan Kemiskinan untuk ditetapkan. Kepada semuapihak yang telah ikut menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam menyusun draft dokumen SPKN ini kami ucapkan terimakasih. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoinya dan dokumenini bermanfaat bagi upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia

Jakarta, 28 Mei 2004

Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Selaku Ketua TKP3KPK

Drs. Djoharis Lubis, MSc

www.rajaebookgratis.com

Page 2: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Halaman

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang.......................................... 1 1.2. Tujuan Penyusunan Dokumen SPKN........... 4 1.3. Ruang Lingkup.......................................... 4

BAB II. KONDISI DAN PENYEBAB

KEMISKINAN 7

2.1. Kondisi Kemiskinan................................... 1 2.2. Penyebab Kemiskinan................................ 10

BAB III. KAJIULANG KEBIJAKAN DAN

PROGRAM 16

3.1. Evaluasi Kebijakan dan ProgramPenganggulangan Kemiskinan ................ 18

3.2. Pembelajaran…………………................. 25

BAB IV. LANDASAN STRATEGI PENANGGU-

LANGAN KEMISKINAN 33

4.1. Paradigma ......................………………… 34

4.2. Visi dan Misi…………………………… 34

DAFTAR ISI 4.3. Tujuan dan Sasaran………........................ 364.4. Kondisi Makro Penanggulangan

Kemiskinan………..….............................. 37BAB V. KEBIJAKAN DAN PROGRAM 38

5.1. Kebijakan Umum ...................................... 395.2. Kebijakan dan Program Perluasan

Kesempatan ..…..................................…… 405.3. Kebijakan dan Program Pemberdayaan

Masyarakat ................................................. 425.4. Kebijakan dan Program Peningkatan

Kapasitas dan Sumberdaya Manusia .......... 515.5. Kebijakan dan Program Perlindungan

Sosial........................................................... 555.6. Mekanisme Pelaksanaan dan Kelembagaan 58

BAB VI. SISTEM MONITORING DAN EVALUASI 60

6.1. Mekanisme dan Prosedur Monev……… 62 6.2. Indikator.................................…………… 68

BAB VII. PENUTUP

www.rajaebookgratis.com

Page 3: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Nomor Halaman

Teks

6.1. Monitoring dan Evaluasi Kondisi Kemiskinan 63

6.2. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan dan Program 64

6.3. Indikator Kondisi Kemiskinan Sampai Tahun2015 70

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

6.1. Mekanisme Monitoring Kondisi Kemiskinandi Tingkat Nasional 65

6.2. Mekanisme Monitoring Kondisi Kemiskinandi Tingkat Daerah 65

www.rajaebookgratis.com

Page 4: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

1.1. Latar Belakang

Tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalamPembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut kemiskinan harus ditanggulangi karena tujuan nasional tersebut tidak mungkinterwujud jika kemiskinan ada dimana-mana. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin masih sebesar 37,3 juta jiwa atau 17,4 persen pada tahun 2003.

Kemiskinan yang terjadi di Indonesia tidak hanya dari segi pendapatan saja, tetapi juga dari kemiskinan insani (humanpoverty) dan kemiskinan martabat (voicelessness, powerlessness,dan vulnerability). Kondisi kemiskinan ini menampakkankemiskinan multidimensi dan telah berlangsung lama bahkan dalam beberapa generasi, sehingga menjadi kemiskinan kronis.

Keadaan tersebut sangat ironis apabila dibandingkan dengan kekayaan alam Indonesia yang berlimpah. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kekayaan alam yang beragam dan letak geostrategis dan peran yang sangat penting dalam lingkup regional. Kekayaan laut memilikikeanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan kandungan mineral serta benda-benda arkeologis yang sangat berharga. Indonesia juga mempunyai hutan hujan tropis terluas nomor dua di dunia, yaitu hampir mencapai 114 juta hektar, yang antara lain

merupakan sumber bahan kayu, plasma nuftah, dan obat-obatan. Kekayaan alam lainnya berupa potensi lahan dan iklim tropis sangat mendukung untuk pengembangan pertanian. Indonesia juga kaya dengan sumberdaya mineral, minyak dan gas bumi.

Dengan potensi kekayaan alam tersebut seharusnya kemiskinan tidak terjadi di Indonesia. Kenyataan menunjukkanbahwa kemiskinan terjadi di mana-mana, baik di perkotaan, perdesaan, pesisir, daerah terpencil dan terasing, kawasan transmigrasi, pulau-pulau kecil di kawasan perbatasan dan daerah konflik. Secara indikatif menunjukkan bahwa sebagian besar kemiskinan yang terjadi di Indonesia bukan karena kemiskinankultural tetapi lebih disebabkan oleh kemiskinan struktural.

Pemerintah telah melakukan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan telah dapat menurunkan jumlah penduduk miskinsecara nyata. Upaya-upaya tersebut berupa kebijakan, programdan anggaran biaya penanggulangan kemiskinan namun belumdilaksanakan secara terintegrasi, sehingga masih terjadi tumpangtindih. Akibatnya kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan tidak mencapai sasaran.

Belajar dari pengalaman tersebut, maka perlu disusun strategi penanggulangan kemiskinan secara terintegrasi dengan partisipasi seluruh stakeholder. Pada bulan Januari 2003 telah disahkan Interim-Poverty Strategy Paper (I-PRSP). I-PRSP merupakan panduan (road map) bagi penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional (SPKN). Dalam I-PRSP tersebut dinyatakan ada dua pendekatan utama penanggulangan kemiskinan, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan melaluipeningkatan produktivitas; dan (2) mengurangi pengeluaran melalui pengeluaran beban kebutuhan dasar. Upaya tersebut ditempuh melalui empat pilar kebijakan yaitu: (1) perluasan

BAB I.

PENDAHULUAN

I - 1

www.rajaebookgratis.com

Page 5: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

kesempatan; (2) pemberdayaan masyarakat; (3) peningkatan kapasitas dan sumberdaya manusia; dan (4) perlindungan sosial.

SPKN selain mengacu kepada I-PRSP, antara lain juga memperhatikan kepada kesepakatan-kesepakatan internasional seperti Millennium Development Goals (MDGs), Konferensi Dunia tentang Wanita di Beijing tahun 1995, dan Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994. SPKN mengakomodasikan pula Rencana Pembangunan Nasional (REPENAS) transisi, dan diharapkan menjadi bagian inti dari Pembangunan Jangka Menengah (PJM) dan Pembangunan Jangka Panjang (PJP) melalui pendekatan regional sesuai dengan karakteristik dan potensi masing-masingdaerah.

1.2. Tujuan Penyusunan Dokumen SPKN

Tujuan disusunnya dokumen SPKN adalah: (1) memberikan arah bersama bagi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai pelaku pembangunan, baik di pusat dan daerah, dalam menanggulangi kemiskinan; (2) menerapkanparadigma baru dalam penanggulangan kemiskinan, yaitu dengan pendekatan partisipatif melalui konsesus dan komitmen bersamasemua pihak yang terkait, dimulai dari perumusan strategi dan kebijakan; dan (3) menunjukkan komitmen bangsa Indonesia sebagai bagian dari gerakan penanggulangan kemiskinan global.

1.3. Proses Penyusunan SPKN

SPKN disusun melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah: (1) mengkaji kondisi dan penyebab kemiskinan; (2)

mengkaji ulang kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; (3) perumusan kebijakan dan programpenanggulangan kemiskinan; dan (4) pengembangan sistemmonitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan.

Penyusunan SPKN dilaksanakan dengan proses partisipasi yang meliputi kajian kemiskinan partisipatif (ParticipatoryPoverty Asessment-PPA), pertemuan, seminar dan lokakarya gugus tugas, kaji bersama masyarakat akar rumput pertemuankoordinasi regional, dan nasional. Proses partisipasi tersebut melibatkan lintas pelaku (stakeholder), yaitu: pemerintah, LSM, organisasi masyarakat, organisasi profesi, dunia usaha, anggota legislatif, akademisi dan masyarakat miskin.

Untuk memahami suara masyarakat miskin antara laindilakukan PPA di 40 lokasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan BAPPENAS bekerjasamadengan KIKIS, konsolidasi PPA oleh SMERU, dan ParticipatoryPoverty Mapping (PPM) oleh URDI. Dalam rangka konsultasi publik di DI Yogyakarta dan Klaten dilakukan Kaji BersamaMasyarakat Akar Rumput (JISAMAR). Konsultasi publik juga telah dilakukan di Kupang, Kendari, Bogor, Surabaya, Medan, Batam, Makassar dan Karanganyar.

1.4. Ruang Lingkup

Sesuai yang tertera dalam I-PRSP, ruang lingkup dokumenSPKN mencakup sinkronisasi kebijakan makro strategis dengan makro operasional dan mikro strategis dengan mikro operasional. SPKN merupakan strategi payung yang memberikan arah kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan baik sektoral maupun daerah.

I - 2

www.rajaebookgratis.com

Page 6: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Miskin adalah ketidakmampuan berpartisipasi dalambermasyarakat secara ekonomi, sosial, budaya dan politik. Pengenalan dan pemahaman terhadap kondisi dan penyebab kemiskinan sangat penting dilakukan agar dapat disusun strategi penanggulangan kemiskinan yang tepat. Pengkajian kondisi dan penyebab kemiskinan dilakukaan dengan menggunakan data dan informasi dari instansi seperti BPS dan BKKBN, serta dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat miskin secara langsung dengan kajian kemiskinan partisipatif.

2.1. Kondisi Kemiskinan

Kemiskinan yang akan diuraikan dalam dokumen ini adalah kemiskinan dari segi pendapatan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, ketimpangan struktur usaha, ketakberdayaan, penyandang masalah kesejahteraan sosial, kondisi pembangunanmanusia, ketimpangan jender, dan kesenjangan antar golongan dan antar wilayah. Dari berbagai aspek kemiskinan tersebut, permasalahan utama kemiskinan yang terjadi saat ini sampaibeberapa tahun ke depan masih berkaitan dengan kecukupan kebutuhan dasar.

Tingkat kemiskinan penduduk ditinjau dari segi pendapatan diukur dari pengeluaran kebutuhan dasar. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2003 mencapai 37,3 juta jiwa atau 17,4

persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan angka kemiskinan sebelumkrisis 1996 yang mencapai 22,5 juta jiwa atau 11,3 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Menurut data Bank Dunia, berdasarkan kriteria US $ 1 per hari per kapita, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 7,4 persen. Jika menggunakan US $ 2 per kapita per hari, jumlah penduduk miskin mencapai 53,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

Indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan dalam kurun waktu 1996 – 2003 lebih tinggi daripada indeks kedalamankemiskinan di perkotaan. Demikian pula halnya dengan indeks keparahan kemiskinan di perdesaan lebih tinggi daripada perkotaan.

Kondisi kemiskinan berdasarkan kategori kemiskinankronik dan kemiskinan sementara setelah terjadinya krisis ekonomi terjadi peningkatan. Kemiskinan sementara meningkatdari 12,4 persen pada tahun 1996 menjadi 17,9 persen pada tahun 1999 atau terjadi peningkatan sebesar 6,3 persen. Sedangkan kemiskinan kronik meningkat dari 3,2 persen pada tahun 1996 menjadi 9,5 persen pada tahun 1999 atau terjadi peningkatan sebesar 5,5 persen. Krisis ekonomi juga meningkatkan kelompok rentan dari 18,1 persen pada tahun 1996 menjadi 33,7 persen pada tahun 1999 atau terjadi peningkatan sebesar 15,6 persen

Sebagian besar kepala rumah tangga penduduk miskin pada tahun 2003 paling tinggi berpendidikan dasar enam tahun, yaitu tidak tamat SD sebanyak 21,0 juta jiwa atau sebesar 56,23 persen dan tamat SD sebanyak 10,6 juta jiwa atau 28,46 persen. Sedangkan sisanya menyelesaikan pendidikan SLTP sebesar 9,88

BAB II.

KONDISI DAN PENYEBAB KEMISKINAN

II - 1

www.rajaebookgratis.com

Page 7: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

persen, tamat SLTA sebesar 5,13 persen dan di atas SLTA sebesar 0,31 persen.

Berdasarkan data BPS, rasio partisipasi usia sekolah relatifbaik. Pada tahun 2003 rasio partisipasi usia sekolah mencapai96,42 persen untuk kelompok umur 7-12 tahun, dan 81,01 persen untuk kelompok umur 13-15 tahun. Di semua provinsi rasio partisipasi usia sekolah untuk kelompok umur 7-12 tahun mencapai lebih dari 90 persen kecuali Papua hanya 83,52 persen. Sedangkan rasio partisipasi usia sekolah untuk kelompok umur13-15 tahun lebih dari 70 persen, kecuali Gorontalo 66,86 persen, dan Sulawesi Tengah 69,48 persen.

Angka putus sekolah tahun 2003 pada umumnya relatif rendah, yaitu sekitar 1,14 persen untuk kelompok umur 7-12 tahun, dan 5,08 persen untuk kelompok umur 13-15 tahun. Untuk kelompok umur 13-15 tahun, angka putus sekolah yang melebihi10,00 persen adalah Provinsi Gorontalo 16,19 persen, Bangka Belitung 13,97 persen, dan Nusa Tenggara Timur 12,88 persen. Angka melek huruf mengalami peningkatan, yaitu dari 89,55 persen pada tahun 2002 menjadi 89,79 persen pada tahun 2003.

Kondisi kemiskinan dalam bidang kesehatan di Indonesia pada 10 tahun terakhir (1993-2003), pada umumnya masih dalamvarian yang klasik, atau masih merupakan ciri-ciri umum di negara-negara sedang berkembang. Angka kematian bayi pada tahun 2003 sebesar 35 per seribu kelahiran, angka kematianBalita sebesar 46 per seribu kelahiran dan angka harapan hidup mencapai 66,2 tahun.

Status gizi Balita pada tahun 2003 relatif lebih buruk daripada tahun 2002. Balita yang berstatus gizi buruk meningkatdari 7,47 persen pada tahun 2002 menjadi 8,55 persen pada tahun 2003, sedangkan Balita yang berstatus gizi kurang

meningkat dari 18,35 persen pada tahun 2002 menjadi 19,62 persen pada tahun 2003.

Menurut BPS, pada tahun 2003, rumah tangga yang telah menggunakan air bersih sebanyak 77,23 persen. Namun di beberapa provinsi masih terdapat lebih dari 50,00 persen rumahtangga yang belum menikmati air bersih, yaitu Provinsi Kalimantan Barat 20,70 persen, Kalimantan Tengah 46,13 persen, Riau 47,91 persen, Jambi 49,89 persen, dan Papua 41,33 persen.

Partisipasi masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik masih rendah. Berdasarkan data empat macam kebijakan publik, partisipasi masyarakat tertinggi dilakukan melaluiMusyawarah Pembangunan Desa (38-82 persen), kemudianpeninjauan lapangan (34-44 persen), forum komunikasi (25-40 persen) dan pertemuan warga (30-35 persen). Sedangkan mediamassa masih relatif rendah yaitu 6-9 persen. Sementara itu terdapat perbedaan tingkat partisipasi berbagai kelompokmasyarakat dalam pengambilan keputusan perencanaan program-program pembangunan pada tingkat lokal, seperti pembangunanjalan, pelayanan kesehatan, pengelolaan air bersih, keamanan,dan kebersihan lingkungan. Terdapat kecenderungan lebih rendahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan pada kelompok termiskin daripada kelompok kaya, pada wanita daripada pria, pada kelompok berpendidikan rendah daripada berpendidikan tinggi.

Bentuk kemiskinan yang lain adalah penyandang masalahkesejahteraan sosial. Menurut data dari Departemen Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) pada tahun 2002 berjumlah 31,3 juta jiwa. Jumlah tersebut naik 12,00 persen dari 27,9 juta jiwa pada tahun 2000. Tidak semua orang yang dikategorikan sebagai PMKS terkait dengan masalah kemiskinan

II - 2

www.rajaebookgratis.com

Page 8: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

seperti PMKS korban narkotika dan zat adiktif lainnya, korban sindroma HIV/AIDS, dan lain-lainnya.

Berdasarkan data BPS jumlah keluarga fakir miskinmeningkat cukup besar dari 13,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 16,7 juta jiwa pada tahun 2002 atau meningkat sebesar 24,40 persen. Sedangkan keluarga yang berada di daerah rawan bencana meningkat dari 1,5 juta jiwa menjadi 2,0 juta jiwa atau ada kenaikan sebesar 34,57 persen. Hampir semua jenis PMKS mengalami peningkatan jumlah, kecuali untuk keluarga berumahtak layak huni, korban bencana sosial, dan korban bencana alamyang mengalami penurunan jumlah. Pemberian bantuan sosial berupa bantuan makanan, pelayanan kesehatan, bantuan bahan bangunan, dan kebutuhan dasar lainnya, terlihat cukup efektif mengurangi jumlah korban bencana alam dan sosial. Adapun penambahan jenis kategori PMKS dilakukan sejak tahun 2002 yakni pekerja migran terlantar dan keluarga rentan berjumlah1.885 jiwa dan 1,8 juta keluarga rentan.

Menurut laporan UNDP, kondisi pembangunan manusiaIndonesia mengalami kemajuan yang pesat apabila dibandingkan dengan pertengahan dekade 1970-an. Hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks KemiskinanManusia (IKM). Perkembangan IPM pada tahun 1975 – 1996 meningkat dengan pesat dari 46,5 pada tahun 1975 menjadi 69,0 pada tahun 1996. IPM menurun menjadi 64,3 pada tahun 1997 dan meningkat kembali menjadi 65,8 pada tahun 2002. Namundemikian, perkembangan IPM tersebut masih jauh dari standar internasional, yaitu minimal sebesar 80,0.

Beberapa indikator IPM Indonesia yang masih jauh dari nilai standar internasional. Pada tahun 1960, angka harapan hidup hanya mencapai 41,0 tahun, dan meningkat menjadi 66,2 tahun

pada tahun 2002. Demikian juga halnya dengan angka kematianbayi pada tahun 1960 mencapai 159 per seribu kelahiran hidup dan pada tahun 2003 turun menjadi 35 per seribu kelahiran hidup. Sedangkan angka melek huruf meningkat dari 39,0 persen pada tahun 1960 menjadi 90,0 persen pada tahun 2002.

Berdasarkan data BPS selama periode 1990 – 2001 telah terjadi penurunan IKM, yaitu dari 27,6 pada tahun 1990 menjadi25,2 pada tahun 1999 dan 22,7 pada tahun 2002. Indikator yang menyumbang terhadap tingginya nilai IKM pada tahun 2002 adalah persentase penduduk tanpa akses terhadap air bersih yang mencapai 44,8 persen dan balita berstatus gizi kurang mencapai25,8 persen.

IPM menggambarkan kondisi pembangunan manusia secara umum, sedangkan Indeks Pembangunan Jender (IPJ) menggambarkan perbedaan kondisi pembangunan manusia yang dicapai antara laki-laki dan perempuan. Nilai IPJ pada periode 1996 – 2002 fluktuatif, pada tahun 1996 nilai IPJ sebesar 58,9 persen, kemudian menurun menjadi 55,9 persen pada tahun 1999 dan meningkat lagi menjadi 67,7 persen pada tahun 2001.

Sebagian besar jenis kemiskinan yang telah diuraikan di atas adalah kemiskinan absolut. Pembahasan kemiskinan absolut akan sangat bermanfaat pada aras kabupaten/kota. Sedangkan pada aras nasional kemiskinan relatif akan lebih penting dibandingkan dengan kemiskinan absolut. Beberapa alat untuk mengukur kemiskinan relatif adalah Indeks Gini, Indeks Theil dan dan Indeks L.

Indeks Gini Indonesia sejak tahun 1964 sampai tahun 1998 mengalami penurunan dari 0,35 pada tahun 1964 menurunmenjadi 0,32 pada tahun 1998, namun meningkat kembalimenjadi 0,34 pada tahun 2002. Penyumbang kesenjangan antar

II - 3

www.rajaebookgratis.com

Page 9: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

golongan dapat dilihat dari sumbangan kesenjangan di dalampropinsi maupun antar propinsi dari Indeks Theil dan Indeks L. Pada kurun waktu 1990 – 1999, apabila dilihat dari Indeks Theil ternyata sumbangan kesenjangan berasal dari kesenjangan di dalam propinsi, yaitu menyumbang sekitar 78 sampai 83 persen. Sedangkan kesenjangan antar propinsi terhadap kesenjangan Indonesia sebesar 17 sampai 22 persen. Demikian juga apabila dilihat dari nilai Indeks L, pada periode 1990 – 2002, ternyata penyumbang kesenjangan Indonesia adalah kesenjangan di dalampropinsi, yaitu sebesar 79 persen dampai dengan 87 persen. Sedangkan sumbangan kesenjangan antar propinsi sebesar 13 sampai 22 persen.

2.2. Penyebab Kemiskinan

Mengingat kemiskinan bersifat multidimensi, makapenyebabnya juga bersifat multidimensi diantaranya karena faktor bencana alam seperti kegagalan panen, etos kerja yang rendah, pendidikan dan kwalitas kesehatan rendah serta sebab struktur dan proses transaksi politik, ekonomi dan sosial budaya yang tidak adil dan memiskinkan. Kondisi ini mendorong terjadinya korupsi dan kebijakan pembangunan yang tidak pro-poor yanglebih lanjut mengakibatkan terjadinya kemiskinan dan proses pemiskinan.

Pelaksanaan otonomi daerah dalam masa transisi telah menyebabkan terjadinya korupsi bukan hanya di aras nasional namun sampai di aras paling bawah sistem pemerintahan. Bahkan pada masa sekarang, korupsi bukan hanya terjadi di kalangan eksekutif dan yudikatif namun juga telah menyebar di lembaga

legislatif. Kondisi ini telah mengakibatkan terjadinya kebocoran yang sangat luar biasa dalam anggaran pembangunan. Timbulnyakorupsi ini karena lemahnya penegakan hukum dan sistemkontrol masyarakat belum berjalan dengan baik yang disebabkan karena demokratisasi belum berjalan dengan semestinya.

Kebijakan pembangunan pada masa lalu juga belumberpihak kepada kelompok miskin (pro-poor policy), khususnya dalam kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam maupun sistemkeuangan. Demi mengejar pertumbuhan ekonomi, kebijakan eksploitasi sumberdaya alam, telah memarjinalkan masyarakatyang berada di lokasi eksploitasi tersebut dan konsesinya hanya diberikan kepada pengusaha-pengusaha besar. Sistem kredit pada masa lalu juga kurang dapat menjangkau dan memberdayakanmasyarakat banyak. Sistem kredit yang ada lebih membuka akses kepada pengusaha besar, sedangkan masyarakat miskin sebagian besar tidak dapat mengakses kredit. Kondisi ini bukan hanya telah memiskinkan masyarakat akan tetapi telah menimbulkankesenjangan antar golongan.

Penyebab kemiskinan lainnya adalah pengaruh eksternal terhadap perekonomian Indonesia, seperti yang terjadi pada tahun 1997. Struktur perekonomian Indonesia yang lemah telah diperparah oleh dampak faktor eksternal tersebut.

Kepemilikan aset yang rendah, terbatasnya akses terhadap modal dan faktor produksi, dan rendahnya kesempatan bekerja serta berusaha merupakan penyebab kemiskinan dari segi ekonomi lainnya. Kondisi ini menyebabkan tidak dapat terserapnya tenaga kerja dengan baik sehingga pengangguran semakin meningkat. Pengangguran terbuka pada tahun 2003 mencapai 10,1 juta jiwa atau mencapai 10 persen dari angkatan kerja.

II - 4

www.rajaebookgratis.com

Page 10: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Penyebab kemiskinan lainnya adalah karena terbatasnya akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana dasar seperti transportasi, komunikasi/informasi, pasar, fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan. Kurangnya sarana dan prasarana transportasi misalnya, menyebabkan banyak daerah terisolasi, sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya sistem perekonomianmasyarakat.

Penyebab ketidakberdayaan dan keterdiaman kelompokmiskin disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik dan budaya. Dari segi ekonomi penyebab ketidakberdayaan dan keterdiaman ada tiga, yaitu: (a) terhambatnya mobilitas sosial ke atas; (b) rendahnya partisipasi dalam penentuan kebijakan publik; dan (c) rendahnya keterlibatan dalam kegiatan ekonomi.Terhambatnya mobilitas sosial terutama disebabkan oleh: (1) terbatasnya pengembangan potensi diri dan (2) keterasingan sosial. Terbatasnya pengembangan potensi diri disebabkan oleh: (a) kondisi kesehatan dan pendidikan rendah; (b) rendahnya motivasi pengembangan diri; dan (c) tertekannya kesadaran hak-hak dasar consciousness. Sedangkan keterasingan sosial disebabkan oleh: (a) melemahnya modal sosial; (b) menghilangnya kepercayaan sosial; dan (c) disfungsi kelembagaan lembaga sosial.

Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya keterlibatan dalam kegiatan ekonomi produktif adalah: (a) rendahnya kemampuan mengakses kesempatan berusaha; dan (b) berkurangnya kesempatan ekonomi/berusaha. Rendahnya kemampuan mengakses kesempatan berusaha disebabkan oleh: (1) terbatasnya kepemilikan produktif; (2) lemahnya sumberdayamodal usaha; (3) terbatasnya pasar dan informasi pasar kurang sempurna/asimetris; dan (4) rendahnya tingkat kewirausahaan

sosial. Sedangkan fakto-faktor yang mempengaruhiberkurangnya kesempatan ekonomi/berusaha adalah: (1) kepincangan distribusi kekayaan; (2) kecurangan praktek bisnis dan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partsipasi masyarakat dalam kebijakan publik adalah: (a) kurangnya representasi si miskin; dan (b) terbatasnya ruang publik. Kurangnya representasi si miskin disebabkan oleh: (1) lemahnya swa-organisasi; (2) kurang berkembangnyakepemimpinan kelompok; dan (3) lemahnya jejaring kaummiskin. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbatasnya ruang publik disebabkan oleh: (1) birokrasi terlalu berkuasa; (b) elit politik yang tidak responsif; dan (c) tata pemerintahan yang otokratis.

Berbagai dampak negatif sistem pemerintahan yang kurang baik telah mengakibatkan ketidakberdayaan dan pemiskinan,yaitu: (1) Penguasaan sumberdaya alam oleh negara dan pemberian konsesi kepada pengusaha besar yang bukan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, telah menggusur hak-hak masyarakat; (2) Pembatasan ruang publik demi stabilisasi telah mempersempit kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan publik yang menyangkut hidup kelompok miskin; (3) Peminggiran peran kelembagaan dan kearifan lokal demi mementingkan kesatuan daripada persatuan serta keragaman, berakibat membelenggu kreativitas dan daya inovasi masyarakat; (4) Proses perencanaan dan penganggaran yang belum pro-miskin dan pro-pemberdayaan sangat menghambat kesempatan mobilitas sosial keatas kelompokmiskin; (5) Berbagai kebijakan industri, perdagangan dan keuangan yang tidak didahului dengan peningkatan kapabilitas

II - 5

www.rajaebookgratis.com

Page 11: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

serta kelembagan kelompok ekonomi lemah, telah memarginalkan banyak petani, nelayan, buruh, dan UMK (usaha mikro/informal dan kecil).

Penyebab kemiskinan lainnya adalah adanya bencana alam,seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, kekeringan dan lain sebagainya. Demikian juga kerusuhan sosial baik yang bersifat horisontal dan vertikal yang terjadi di beberapa lokasi seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tengah, Maulu, Maluku Utara dan Papua.

Kondisi dan penyebab kemiskinan yang telah diuraikan di atas merupakan kemiskinan obyektif, yaitu berdasarkan data dan informasi dari BPS atau institusi lainnya. Karakteriristik kemiskinan dan penyebabnya berdasarkan hasil konsolidasi kajian kemiskinan partisipatif (participatory poverty assessment)yang dilakukan oleh SMERU pada tahun 2003 disajikan pada Kotak 1.

Kotak 1

Karakteristik dan Penyebab Kemiskinan Berdasarkan Kajian

Kemiskinan Partisipatif (KKP)

Hasil konsolidasi KKP di 76 lokasi menunjukkan bahwa kemiskinan padaumumnya dicirikan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pangan, perumahan dan pakaian, kondisi penghidupan sehari-hari yang serba kekurangan, kondisi kesehatan yang buruk, pekerjaan yang tidak menentu dantingkat pendapatan yang rendah, pendidikan dan keahlian yang rendah, danketerkucilan sosial karena keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi dalamkegiatan sosial-kemasyarakatan.

Baik di perkotaan maupun di perdesaan, sama-sama menghadapi persoalan dalam pemenuhan kebutuhan perumahan, pendidikan, pekerjaan yang memberipenghidupan yang layak, dan pemenuhan kebutuhan pangan, meskipun tampaknyatingkat kesulitan yang dihadapi berbeda-beda. Jenis pekerjaan, misalnya,cenderung lebih banyak dijadikan acuan di perkotaan, sedangkan di perdesaan,pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan lebih sering dijadikan acuan. Kondisi fisikrumah merupakan faktor yang dijadikan acuan di sebagian besar daerah di KTI, tetapi diKBI lebih sedikit daerah yang menggunakan kondisi fisik rumah sebagai acuankemiskinan.

Berdasarkan ekosistemnya, bagi komunitas lahan kering, faktor kepemilikantanah dan ternak menjadi karakteristik yang cukup penting. Bagi masyarakat hutan danperkebunan faktor penting yang dijadikan acuan adalah menyekolahkan anak, jenispekerjaan dan pemenuhan kebutuhan pangan. Sedangkan bagi masyarakat nelayan.tiga karakteristik utama kemiskinan yang menjadi acuan adalah buruknya kondisifisik rumah, ketidakmampuan menyekolahkan anak, dan pekerjaan sebagaiburuh/kuli atau pekerjaan yang tidak menentu.

Berdasarkan gender, kelompok laki-laki cenderung menggunakan ukuran-ukuran yang berkaitan dengan pendapatan, kepemilikan bermacam-macam aset dantingkat pendidikan. Sedangkan bagi kelompok perempuan, karakteristik kemiskinanyang dikemukakan cenderung lebih mengarah pada kondisi kehidupan sehari-hari dankondisi keluarga, seperti banyaknya anggota keluarga dan adanya anak yang bekerja,dan hubungan sosial-kemasyarakatan.

Penyebab kemiskinan menurut masyarakat miskin adalah tidak adanyamodal usaha, rendahnya pendidikan, kurangnya keterampilan kurangnya lapangan kerja, rendahnya pendapatan, tidak memiliki lahan atau kepemilikan lahan yangsangat sempit, kurang berusaha, takdir, kondisi kesehatan yang buruk, berbagaimasalah dalam produksi akibat adanya hama, persaingan dalam mengakses sumberdaya, rendahnya harga produk, sulitnya transportasi, dan bantuan pemerintah yangtidak sampai pada penduduk miskin.

II - 6

www.rajaebookgratis.com

Page 12: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Usaha penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan sejak lama walaupun intensitasnya beragam sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Kebijakan pembangunan pada awal dekade 1970-an bertumpu pada Trilogi Pembangunan:pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataanpembangunan dan hasil-hasilnya. Pada masa itu pemerataanpembangunan dan hasil-hasilnya belum merupakan prioritas pertama, namun prioritas pembangunan saat itu lebih ditekankan kepada upaya stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi pada kurun waktu tersebut telah mengurangi kemiskinan, karena didasarkan pada kebijakan padat karya.

Pada Pelita III kebijakan penanggulangan kemiskinanmenjadi priotitas utama, dengan penekanan pembangunan kepada peningkatan kesejahteraan dan perluasan kesempatan kerja, walaupun masih bersifat parsial sektoral dan regional. Secara eksplisit landasan pembangunan Pelita III berdasarkan prioritasnya adalah: (1) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat; (2) pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi, dan (3) stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Azas pemerataanyang menuju pada terciptanya keadilan sosial tersebut dituangkan dalam delapan jalur pemerataan. Kebijakan delapan jalur pemerataan dilaksanakan sampai Pelita IV. Pada Pelita V terdapat

perubahan landasan kebijakan pembangunan, karena merupakanlandasan dan pijakan bagi era tinggal landas di Pelita VI. Kebijakan pembangunan pada Pelita V adalah memadukanpertumbuhan ekonomi dan transformasi struktur ekonomi dengan pemerataan pembangunan khususnya melalui penciptaan lapangan kerja produktif yang makin luas dan merata, dengan pengembangan sumberdaya manusia sebagai satu wahana sentralnya.

BAB III.

KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Pembangunan yang telah dilaksanakan pada awal Orde Baru sampai dengan Pelita V telah mengurangi kemiskinan(pendapatan) secara nyata, namun laju penurunannya makinmengecil. Bahkan pada kurun waktu waktu 1990 – 1993, penurunan persentase penduduk hanya sekitar 1,4 persen atau sekitar 1,3 juta orang. Oleh karena itu pemerintah pada Pelita VI memandang perlu untuk melakukan usaha penanggulangan kemiskinan secara khusus bagi penduduk miskin, selain penanggulangan kemiskinan secara sektoral dan regional. Program penanggulangan kemiskinan khusus dilakukan dengan mendorong semangat keswadayaan dan kemandirian penduduk miskin. Kebijakan penanggulangan kemiskinan terdiri dari tiga kelompok, yaitu: (1) kebijaksanaan yang bersifat tidak langsung dan mengarah pada sasaran terwujudnya kondisi yang mendukung keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan; (2) kebijakan yang bersifat langsung yang ditujukan kepada kelompok penduduk miskin yang terbatas kemampuannya dan diarahkan pada peningkatan penyediaan prasarana dan sarana yang mendukung pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan; dan (3) kebijakan khusus yang diutamakan pada peningkatan keswadayaan dan penyiapan penduduk miskin agar dapat melakukan kegiatan sosial

III - 1

www.rajaebookgratis.com

Page 13: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

ekonomi dengan penyediaan modal kerja bergulir dan pendampingan sesuai budaya setempat. Salah satu kebijakan khusus tersebut adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut ternyata tidak berlangsung lama bersamaan dengan bergantinya pemerintahan. Pada akhir dekade 1990-an, kebijakan penanggulangan kemiskinan ditujukan langsung kepada penduduk miskin maupun yang rentan, dengan program-programbantuan sosial langsung seperti jaring pengaman sosial (JPS) dan lain-lain yang sifatnya crash program dan reaktif. Kebijakan penanggulangan kemiskinan tersebut dicantumkan dalamProgram Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000 – 2004.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa perhatian pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan kemiskinan telah berlangsung sejak lama. Kebijakan-kebijakan yang sudah dilaksanakan selama ini belum menunjukkankeberpihakan kepada kelompok miskin.

3.1. Hasil Kaji Ulang Kebijakan dan Program

Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan secara makro masih belum tepat sasaran, hal ini dapat dilihat dari sasaran penurunan tingkat kemiskinan menjadi 14 persen pada tahun 2004 mustahil tercapai. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti: (1) faktor lingkungan berupa krisis multidimensiyang belum usai, beban hutang yang sangat besar, dan kondisi sosial-politik; (2) kesalahan pada tataran paradigma yang mempengaruhi pada kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; dan (3) kesenjangan antara kebijakan dengan

pelaksanaannya, seperti pengembangan sistem ekonomi rakyat, good governance jauh dari terwujud dan KKN.

Upaya penanggulangan kemiskinan yang lalu yang perlu dikoreksi secara mendasar adalah: (1) Terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro namun, kurang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan ; (2) kebijakan yang terpusat dan seragam; (3) lebih bersifat karikatif; (4) memposisikan masyarakat sebagai obyek dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan; (5) cara pandang tentang kemiskinan yang hanya berorientasi ekonomi; (6) asumsipermasalahan dan penanggulangan kemiskinan yang sering dipandang sama (one-fit-for-all); (7) kurang memperhatikankeragaman budaya; (8) pendekatannya top down; (9) kelompoksasaran antara program yang satu dan program lainnya seringkali tumpang tindih; (10) peranan negara yang besar tanpa melibatkanmasyarakat madani sebagai beneficiary dan stakeholder; (11) kebijakan yang bersifat sektoral dan daerah kurang diberdayakan dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan; dan (l2) pemantauan dan evaluasi program tidak independen dan tidak efektif.

Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini belum menyentuhpermasalahan utama penyebab kemiskinan, yaitu kebijakan yang tidak pro-poor dan sistem kontrol dari seluruh lapisan masyarakat belum berjalan secara efektif.

Kebijakan pemerintah sampai saat ini belum sepenuhnya berpihak kepada kelompok miskin. Khususnya dalam aspek pemanfaatan sumberdaya alam, kebijakan fiskal, moneter,anggaran, dan perburuhan. Kebijakan eksploitasi sumberdayaalam, sampai saat ini belum berpihak kepada masyarakat miskin,

III - 2

www.rajaebookgratis.com

Page 14: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

bahkan memarjinalkan mereka, dengan tidak mengindahkan hak-hak perolehan masyarakat, seperti hak ulayat dan pengetahuan tradisional lainnya. Peraturan perundangan tentang kehutanan, perikanan, dan pertambangan serta perkreditan masih belumberpihak kepada kelompok miskin. Disamping itu programpemberdayaan masyarakat, diantaranya kurang sukses.Hal tersebut di sebabkan : (1) masyarakat cenderung tidak mengembalikan kredit dari pemerintah karena dianggap tidak ada kewajiban untuk mengembalikan; (2) tidak ada sanksi yang kuat bila tidak dikembalikan; (3) pengelola enggan menagih; (4) kredit melalui kelompok pertanggungan jawabnya tidak jelas; (5) sistem pendampingan kurang berjalan baik; (6) pemberian kredit tidak melalui seleksi yang ketat; (7) penerima kredit tidak tepat waktu, sasaran, maupun pemanfaatannya; dan (8) banyak kredit yang dimanipulasi oleh oknum pelaksananya.

Anggaran yang tersedia untuk program penanggulangan kemiskinan masih terlalu kecil. Dalam tiga tahun terakhir anggaran APBN untuk penanggulangan kemiskinan hanya berjumlah antara Rp. 12.8 – Rp. 18.8 triliun. Untuk tahun 2004, anggaran penanggulangan kemiskinan hanya sekitar Rp.18,8 triliun, yang berarti hanya sekitar 7,5 persen dari total anggaran pemerintah pusat.

Beberapa kebijakan dan program pembangunan di bidang ekonomi, pemanfataan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta pembangunan daerah yang berkaitan dengan upaya perluasan kesempatan telah memberikan hasil yang positif.

Kinerja pencapaian investasi masih menunjukkanpenurunan. Sementara itu, faktor-faktor domestik yang menghambat, antara lain, adalah: (1) prosedur investasi yang panjang dan berbelit; (2) kebijakan pusat dan daerah yang

tumpang-tindih; (3) kurangnya kepastian hukum; (4) kurang kondusifnya pasar tenaga kerja; (5) gangguan keamanan; serta (6) kurangnya insentif investasi, terutama diluar Jawa..

Kondisi ketenagakerjaan masih belum mengalami perbaikan yang berarti. Angka pengangguran terbuka meningkatdibandingkan tahun sebelumnya; hal itu disebabkan oleh penciptaan lapangan kerja yang masih relatif kecil. Di sampingitu, masalah TKI yang bekerja di luar negeri masih perlu penanganan yang lebih sistimatik dan berkelanjutan. Upaya untuk menurunkan jumlah pengangguran terbuka melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi ternyata masih belum mampu mengurangijumlah pengangguran terbuka tersebut secara signifikan.

Penurunan perluasan kesempatan kerja yang terjadi setelah krisis ekonomi disebabkan oleh perubahan hubungan industrial yang drastik sejak tahun 1998, dan reformasi politik dan demokrasi telah mendorong peningkatan tuntutan terhadap perbaikan hak-hak pekerja. Perubahan-perubahan tersebut telah mengakibatkan ketidakpastian dalam hubungan industrial sehingga sering terjadi konflik, perselisihan, dan pemogokanyang merugikan baik bagi pekerja maupun bagi pemberi kerja. Berbagai kebijakan ketenagakerjaan belum memberikan porsi keberpihakan yang seimbang antara perlindungan yang diberikan kepada tenagakerja dan pemberi kerja. Kondisi yang demikiantelah mengakibatkan pergeseran dari usaha yang semula bersifat padat tenaga kerja ke usaha yang relatif padat modal. Kebijakan lain yang mengakibatkan pergeseran usaha dari yang sifatnya padat tenaga kerja ke usaha yang padat modal adalah ketentuan PHK dan pemberian pesangon.

Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi, telah

III - 3

www.rajaebookgratis.com

Page 15: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

dilakukan agenda penyelesaian hutang. Di samping itu, kapasitas perbankan dalam penyaluran kredit kepada UMKM dan fasilitasipembiayaan dari pemerintah dalam bentuk dana bergulir dan penjaminan kredit bagi UMKM juga meningkat. Pada tahun 2003 ditandatangani MoU antara Bank Indonesia dengan KomitePenanggulangan Kemiskinan (KPK) dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan kesepakatan tersebut, 14 bank komersial mengalokasikan kredit untuk UMKM yang mencapai 42 triliun rupiah untuk tahun anggaran 2003. Akan tetapi dalam pelaksanaannya kredit yang tersalurkan kepada usaha mikro dan kecil sangat sedikit. Demikian juga dengan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) belum banyak membantu UMKM untuk memperoleh kredit.

Sementara itu, perkembangan akses UMKM terhadap sumberdaya produktif non finansial ditandai dengan adanya peningkatan ketersediaan penyedia jasa layanan pengembanganusaha (business development services-BDS), dan berkembangnyaklaster/sentra UMKM di berbagai daerah. Meskipun demikian,secara umum, pencapaian hasil pelaksanaan upaya untuk mengembangkan UMKM masih belum maksimal.

Pelaksanaan kebijakan dan program dalam bidang pendidikan sering belum dirancang dengan baik dan lebih menekankan kepada akses, namun kurang memperhatikan pada mutu pelayanan. Sebagai contoh adalah pembentukan komitesekolah dan dewan sekolah yang dibentuk berdasarkan surat keputusan sebagian besar tidak berfungsi sebagaimana mestinya.Tingkat partisipasi untuk anak seusia SD sangat baik, namunmutunya masih dipertanyakan. Demikian juga banyak gedung sekolah maupun puskesmas dibangun namun mutunyamemprihatinkan.

Kebijakan perlindungan sosial khususnya bantuan sosial belum bersifat menyeluruh dan berkelanjutan, karena kurang terkoordinasi, kurang transparan, kurang didukung pendanaan yang memadai, sehingga belum sepenuhnya dapat menjawabkebutuhan social masyarakat. Pelaksanaan bantuan sosial (stimulan, bantuan kepada para korban bencana, masyarakatterasing dan terpencil, JPS serta PKPS-BBM) justru menimbulkan ketergantungan masyarakat atas bantuan tersebut, melemahkan inisiatif lokal, kurang terkoordinasi, kurang tepat sasaran, tidak tepat waktu, tidak tepat jumlah, kurang memberdayakan masyarakat, sulit disalurkan karena adanya hambatan transportasi yang tidak didukung oleh infrastruktur aparat yang kompetent, dan kerap kali disalahgunakan dengan mengorbankan kepentingan keluarga miskin itu sendiri. Dampakbantuan sosial belum sepenuhnya berhasil memecahkan masalah-masalah sosial.

Kebijakan perlindungan sosial yang berbasis kearifan lokal, belum dikembangkan secara optimal. Pelaksanaan upaya perlindungan sosial yang berbasis kearifan lokal masih berskala sangat kecil dan terbatas, kurang dapat memberi nilai tambahekonomi, terbatas untuk kegiatan dan kelompok tertentu. Dampakupaya perlindungan sosial yang berbasis kearifan lokal berperan sebagai lini utama dan pertama dalam menghadapi masalah-masalah sosial, khususnya musibah akibat terjadinya bencana alam, bencana konflik sosial. Kebijakan perlindungan sosial yang berbasis tabungan, belum mencakup sektor informal.Pelaksanaan upaya perlindungan sosial yang berbasis tabungan masih berskala kecil, belum membudaya, kurang memberi nilai tambah ekonomi, dan belum mampu mengatasi masalah-masalahsosial. Dampak upaya perlindungan sosial berbasis tabungan

III - 4

www.rajaebookgratis.com

Page 16: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

berperan dalam menjamin rasa aman terhadap risiko finansial. Kebijakan jaminan sosial belum bersifat wajib bagi seluruh penduduk, masih terbatas pada beberapa jaminan tertentu, dan belum terpadu. Pelaksanaan jaminan sosial masih berorientasi keuntungan, terbatas pada sektor formal dengan cakupan rendah, dan belum berorientasi pada kepentingan peserta. Dampakjaminan sosial belum mampu menjawab masalah-masalah sosial yang dihadapi.

Selain pemerintah, organisasi non pemerintah banyak ikut ambil bagian dalam penanggulangan kemiskinan dengan berbagai pendekatan, yaitu: (1) pendekatan karitatif, yaitu dengan memberi bantuan langsung kepada penyandang masalahkemiskinan berupa bantuan sembako; (2) pendekatan pemberdayaan, yaitu dengan meningkatkan kapasitas orang miskin agar mampu mengorganisasikan diri menjadi kelompokswadaya masyarakat; dan (3) pendekatan advokasi, yaitu untuk mempengaruhi kebijakan pembangunan pemerintah agar memihak orang miskin. Sektor bisnis, baik BUMN maupunperusahaan swasta juga melakukan upaya penanggulangan kemiskinan. BUMN melalui Program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) menyisihkan sebagian keuntungan (1 – 5 persen) untuk pemberdayaan usaha kecil dan koperasi. Sedangkan perusahaan swasta melalui yayasan atau salah satu unit perusahaannya atau bekerjasama dengan LSM melakukanpenanggulangan kemiskinan melalui community development,seperti Bogasari, Yayasan Aqua dan Yayasan Astra.

Masyarakat miskin sendiri sebenarnya dengan kapasitas yang dimilikinya secara swadaya dan menggunakan kearifan lokal sesuai dengan kemampuan masing-masing telah berusaha sendiri untuk menanggulangi kemiskinan. Upaya tersebut

dilakukan berdasarkan kesepakatan warga dan dikelola serta dilaksanakan secara bersama-sama oleh masyarakat itu sendiri, sehingga bentuk kelembagaan, kegiatan dan penyebarannya berbeda-beda, misalnya: arisan, tengelan, jimpitan, lumbungpaceklik, mapalus dsb.

3.2. Pembelajaran

Bila kita telaah dalam kurun waktu yang cukup panjang (25-30 tahun) kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan telah mengalami suatu proses evolusi. Proses tersebut sejalan dengan perkembangan pemahaman terhadap kemiskinan.Paradigma pembangunan dan penanggulangan kemiskinan yang ada masih belum memberikan perhatian khusus pada masalahkemiskinan kronis yang multidimensional dan akar kemiskinanstruktural. Oleh karena itu yang diperlukan adalah perubahan paradigmatik. Demikian juga agenda penanggulangan kemiskinan pada masa mendatang, agar efektif dan berkelanjutan, harus terkait dengan agenda tranformasi kelembagaan dan kebijakan ke arah good governance dan kebijakan yang pro-poor.

Terdapat beberapa program di era reformasi yang telah secara arif mengambil pelajaran dari berbagai programpenanggulangan kemiskinan sebelumnya, dan memadukanpraktek-praktek yang baik (good practices) ke dalam design program baru. Hal ini cukup misalnya menonjol dalam program-program PIDRA, CERD, PPK, P2KP dan PEMP walaupun dalampelaksanaannya belum sesuai seperti yang diharapkan.

Pada masa mendatang, diperlukan kebijaksanaan khusus dalam pengembangan keuangan mikro dan kelembagaannya,dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Kredit

III - 5

www.rajaebookgratis.com

Page 17: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

program dialihkan pengelolaannya melalui Lembaga Keuangan Mikro; (2) Pemerintah ditingkat Kabupaten mempunyai fungsi pengaturan dan pengawasan LKM; (3) Masyarakat miskin tidak memerlukan kredit bersubsidi karena sudah terbiasa dengan rentenir yang diperlukan adalah akses terhadap pendanaan secara mudah; (d) Diperlukan pendampingan dalam pelayanan kredit mikro kepada kelompok miskin. Pengalaman menunjukkanbahwa biaya pendampingan merupakan biaya yang recoverabledari system pendampingan mandiri, karenanya pendampinganharus mempertimbangkan skala ekonomi atau mencapai cost – effective; (e) Kredit mikro yang disalurkan dan dikelola oleh perempuan ternyata jauh lebih efektif dari pada yang dikelola oleh laki-laki; dan (f) Perlu diciptakan sistem penjaminan kredit alternatif (substitutional collateral) bagi orang miskin.

Untuk mendekatkan kebijakan publik yang diformulasikan(kebijakan makro) dengan operasionalisasi program-program di lapangan, diperlukan pendekatan yang holistik yang memadukanbaik kebutuhan program yang berdampak langsung dan berjangka pendek seperti crash program, peningkatan usaha produktif dan lain sebagainya, maupun berdampak tidak langsung yang sifatnya berjangka menengah dan panjang seperti penyediaan prasarana dan sarana untuk memberikan akses, kemudahan serta menunjang mobilitas kehidupan sosial ekonomimasyarakat khususnya orang-orang miskin. Program-programtersebut hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan setempatsehingga akan ada model-model program penanggulangan kemiskinan yang tidak bersifat umum nasional, melainkanbersifat lokal dan bermanfaat bagi yang bersangkutan.

Kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan pada masa yang akan datang lebih mengedepankan pada proses

pelibatan orang-orang miskin dan perempuan untuk ikut serta dalam : (1) merancang program-program pemerintah apakah telah sesuai dengan kebutuhan mereka, (2) merumuskan program-program bersama masyarakat serta (3) melibatkan mereka dalamrangka ikut memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan di lapangan. Upaya tersebut adalah dalam rangka meningkatkanketerwakilan suara orang-orang miskin dalam proses persiapan, penyusunan dan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dan juga di dalam proses keterlibatan mereka untuk mempengaruhi kebijakan publik.

Dengan landasan pembangunan yang memihak si miskin(pro-poor development) akan berpengaruh pada perumusankebijakan ditingkat makro. Proses penyusunan kebijakan tidak lagi top-down tetapi bottom-up dan partisipatif. Hal ini akan mewarnai bentuk kebijakan di tingkat makro (Departemen dan Non-Departemen) yang akan berdampak pada tugas pokok dan fungsi organisasi, yaitu perlunya mengakomodasikan dengan konsisten semangat pembangunan yang partisipatif dan yang memihak masyarakat miskin sesuai dengan paradigma baru penanggulangan kemiskinan menuju Indonesia sejahtera.

Kebijakan-kebijakan ekonomi makro sudah seharusnya lebih berorientasi pada pemerataan dan pertumbuhan dan saling melengkapi dengan kebijakan-kebijakan sektoral, sehingga dapat memberikan dampak yang lebih berkeadilan (more equitable impact). Dalam masa pertumbuhan ekonomi yang lambat, dengan hanya sedikit prospek untuk mendapatkan pembiayaan luar negeri dan masih terus mengalirnya modal ke luar negeri, makakombinasi anggaran berimbang dengan hanya sedikit upaya untuk memobilisasi sumber daya domestik akan menghambat proses pembangunan yang berpihak pada masyarakat miskin.

III - 6

www.rajaebookgratis.com

Page 18: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Upaya mengatasi masalah pengangguran harus dilakukan dengan merumuskan dan menetapkan kebijakan terpadu yang diarahkan pada penciptaan iklim investasi yang kondusif, pengaturan ketenagakerjaan yang tidak terlalu memberatkan para penanam modal tetapi seimbang antara pekerja dan pemberikerja. Pengiriman TKI ke luar negeri, di samping menghasilkandevisa yang cukup tinggi, sangat berperan dalam membantumengurangi beban pengangguran. Beberapa penyempurnaankebijakan dan program ketenagakerjaan yang perlu dilakukan, antara lain, adalah; (a) memudahkan persyaratan tanpa menghilangkan hak-hak pengusaha untuk memperoleh izin dalampengurangan tenagakerja dan PHK; (b) menyesuaikan besaran uang pesangon; dan (c) menyusun skema pesangon atas dasar kontribusi dari tenagakerja.

Pemberian prioritas pembangunan pada sektor pertanian melalui peningkatan dan perluasan usaha diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Di samping itu, dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan produktivitas tenagakerja di sektor pertanian, perlu dikembangkan dan ditingkatkan agroindustri di perdesaan. Dengan demikian diharapkan sector pertanian dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan sekaligus sebagai jembatan pergeseran tenaga kerja sektor pertanian ke sektor industri dan jasa.

Partisipasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalamperluasan cakupan peserta jaminan sosial kepada sektor informaldan orang miskin mutlak diperlukan melalui pembayaran iuran atau premi. Prioritas program dalam hal ini diberikan bagi program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) kepada kelompok tersebut. Tingkat kepatuhan perusahaan yang masih

rendah sekitar 40 persen dapat diperbaiki dengan meningkatkanpengawasan dan penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh pengelola program jaminan sosial bekerja sama dengan aparat kepolisian. Pengelolaan program jaminan sosial yang komprehensif dan menyatu diharapkan dapat meningkatkankualitas manfaat kepada peserta disamping memperbaiki efisiensipengelolaan program, dua kritik tajam yang ditujukan banyak pihak kepada pengelola jaminan sosial. Partisipasi wakil pekerja dan pemberi kerja sudah mutlak dilakukan agar perimbanganaspirasi atau kepentingan serta transparansi pengelolaan dapat terjadi. Selain itu, pengelolaan demikian dapat meningkatkankualitas pengawasan dan evaluasi kebijakan pengelolaan investasi dana yang dihimpun dari masyarakat. Askesos yang kini tengah diujicobakan dibeberapa wilayah di Indonesia sejak tahun 2003 yang diharapkan dapat memberi manfaat kepada pekerja sektor informal dan pekerja mandiri atau resiko kehilangan penghasilan bilamana pekerja tersebut mengalami sakit, kecelakaan, atau meninggal dunia. Perluasan kepersertaan menjadi penting sehingga skala ekonomis penyelenggaraan program dapat dicapai. Disamping itu, santunan yang diberikan serta iuran dapat ditingkatkan secara berkala tentu sesuai kesepakatan dengan peserta, agar nilai manfaat santunan dapat terus berarti.

Kebijakan dan program bantuan sosial seperti JPS yang merupakan crash program dalam rangka penanggulangan kemiskinan untuk kelompok rentan perlu diperbaiki operasionalisasinya khususnya dalam hal ketepatan kreterian identifikasi kelompok sasaran penerima. Demikian juga dengan program Beras Murah untuk Orang Miskin (RASKIN) perlu dipertimbangkan mekanisme penyaluran yang lebih efektif dari yang saat ini

III - 7

www.rajaebookgratis.com

Page 19: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Pendekatan program bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan masyarakat apabila akan diteruskan perlu dilakukan secara terintegrasi berbasis keluarga. Dengan pendekatan keluarga, maka program pendidikan akan memberibantuan beasiswa atau sekolah kepada si anak, sementara bagi si ibu khususnya dan seluruh anggota keluarga diberi bantuan kesehatan,sedangkan kepala keluarga akan memperoleh bantuan seperti misalnya program dana bergulir, program padat karya, dan lainnya.

Program penanggulangan kemiskinan dalam bidang pendidikan, seperti JPS beasiswa apabila akan diteruskan, perlu dilakukan koordinasi untuk pengambilan beasiswa, untuk menghindari pengurangan beasiswa bagi siswa. Evaluasi prestasi penerima beasiswa juga penting dilakukan secara rutin oleh pihak komite sekolah untuk melihat kemajuan perkembanganpendidikan siswa tersebut. Selain itu, kriteria penentuan sasaran berupa anak berprestasi harus diterapkan secara sangat hati-hati, karena beasiswa justru akan jatuh kepada anak yang berasal dari keluarga mampu. Untuk itu perlu ditambahkan kriteria dimaksudhanya untuk anak keluarga miskin yang berprestasi. Kriteria penggunaan DBO oleh sekolah perlu diperjelas, yaitu ditujukan bagi peningkatan dan perbaikan kualitas belajar-mengajar siswa dan guru dan bukan penyediaan atau rehabilitasi infrastruktur sekolah.

Pada akhirnya keberhasilan program penanggulangan kemiskinan sangat tergantung pada kapasitas si miskin sendiri yang tercermin dalam KAP (Knowledge, Attitude, and Practices)untuk berjuang keluar dari belenggu kemiskinan. Namun semuakapasitas, aset dan perjuangan tersebut akan sulit membuahkanhasil yang memuaskan bila terkendala oleh faktor-faktor

eksternal, termasuk kebijakan pemerintah yang tidak pro-miskin.Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang membangun kapasitas dan sekaligus mengembangkan relasi baru yang mendekatkankembali pemerintah dan rakyat, terutama kelompok miskin,dalam bentuk good governance.

Pengalaman empiris menunjukkan bahwa kepedulian dan kapasitas masyarakat membantu mereka yang miskin dan lemahmasih ada. Potensi masyarakat yang bersumber pada nilai-nilai etik dan kearifan lokal itu perlu digali dan diaktualisasikan melalui lembaga perantara yang profesional dan amanah seperti Dompet Dhuafa, YAE, Bina Swadaya, YAPPIKA, dan lain-lain.

Hasil kaji ulang kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan langsung bersama masyarakat melaluiKaji Bersama Masyarakat Akar Rumput (JISAMAR) di Desa Sriharjo, Kabupaten Bantul disajikan pada Kotak 2 dan KKP oleh KIKIS di 20 lokasi di Indonesia disajikan pada Kotak 3.

III - 8

www.rajaebookgratis.com

Page 20: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Kotak 2.

Kaji Ulang Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan Hasil

JISAMAR di Yogyakarta dan Klaten

Masyarakat merasakan bahwa sebagian besar program penanggulangankemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah gagal dan hanya sebagian saja yangberhasil. Kegagalan program penanggulangan kemiskinan tersebut terutama karenamasyarakat miskin tidak dilibatkan secara substansial dari mulai proses perencanaan,pelaksanaan sampai kepada proses monitoring dan evaluasi. Seringkali bahwaprogram penaggulangan kemiskinan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat,termasuk tidak tepatnya penetapan sasaran program.

Program penanggulangan kemiskinan dianggap berhasil atau bermanfaatoleh masyarakat apabila program tersebut bermanfaat untuk semua orang miskin,dapat mencukupi segala kebutuhan sehari-hari, serta dapat mengembangkan usaha dan

menambah modal kerja.

Kotak 3

Kaji Ulang Kebijakan dan Program Penanggulangan Kemiskinan Hasil KKP

oleh KIKIS

Dalam pengembangan kebijakan dan pelaksanaan program penanggulangankemiskinan banyak terjadi penyimpangan dan tidak sesuai dengan sasaran. Sebagaicontoh untuk program JPS-BK, kartu sehat dibagikan kepada keluarga dekat kepaladesa yang bukan orang miskin. RASKIN dibagikan kepada seluruh penduduk denganjatah sama walau tingkat kesejahteraan berbeda. PEMP hanya untuk orang tertentudan tidak bergulir sehingga terjadi kecemburuan social. P2D dan PDMDKEmanfaatnya tidak dirasakan oleh keluarga miskin. Sedangkan IDT tidak dipakai untukmodal tetapi untuk kebutuhaan rumah tangga yang seharusnya menjadi kelompoksasaran.

Selain itu kurangnya sosialisasi dan advokasi baik kepada sasaran mauounaparat, menimbulkan salah persepsi tentang kegunaan program yang bersangkutan.Masyarakat miskin perlu dilibatkan dalam seluruh proses penanggulangan kemiskinan,mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada monitoring dan evaluasi.Program penanggulangan kemiskinan juga seharusnya disesuaikan dengan kebutuhanmasyarakat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Juga programpenanggulangan kemiskinan harus disesuaikan dengan kondisi social budaya dankelembagaan masyarakat. Sehingga pada masa mendatang perlu dilakukan kajiankemiskinan partisipatif generasi kedua terlebih dahulu sebelum dilaksanakan programpenanggulangan kemiskinan dalam rangka penetapan akurasi penetapan sasaran danjenis kegiatannya.

III - 9

www.rajaebookgratis.com

Page 21: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Penanggulangan kemiskinan pada masa mendatangmemerlukan perubahan paradigmatik. Perubahan paradigmatersebut mencakup nilai dasar, konsep, metode dan praksis.

4.1. Paradigma

Unsur-unsur pokok paradigma penanggulangan kemiskinan,yang menjadi acuan bersama dalam penanggulangan kemiskinan,adalah:a. Nilai Dasar

Mengutamakan kepentingan rakyat, memihak dan mendahulukan rakyat miskin.

Menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, keadilan dan kemartabatan.

b. Konsep dan metode

Menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat menujukeswadayaan dan kemandirian. Aspirasi masyarakatmiskin dilakukan dengan mendesakkan suara si miskinuntuk transformasi kebijakan sosial, ekonomi dan politik yang dilandasi semangat kemitraan dan kesetaraaan.

Menegakkan HAM, demokratisasi, desentralisasi, dan good governance.

c. Praksis

BAB IV.

LANDASAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Penanggulangan kemiskinan sebagai arus utamapembangunan berkelanjutan.

Transformasi masyarakat menuju masyarakat Indonesia sejahtera yang adil dan makmur.

Pengembangan hubungan antara masyarakat dan pemerintah melalui interaksi yang menumbuhkanhubungan ketergantungan antar stakeholders.

Paradigma yang melandasi strategi penanggulangan kemiskinan pada masa mendatang tersebut antara lain: (1) inklusi sosial (social inclusion); (2) Masyarakat sebagai subyek pembangunan yang partisipatif (people centered development);(3) demokratisasi; (4) desentralisasi fungsi tatapemerintahan; (5) orientasi pembangunan kepada pemerataan dan pertumbuhanekonomi; (6) peran pemerintah hanya sebagai fasilitator atau enabler; (7) pengambilan keputusan dan penetapan kebijaksanaan bottom up; (8) pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan; (9) penanggulangan kemiskinanberdimensi jender; dan (10) penanggulangan kemiskinanberdasarkan pendekatan wilayah

4.2. Visi dan Misi

Visi penanggulangan kemiskinan nasional adalah:Masyarakat madani yang bermartabat, demokratis,

sejahtera, dan bebas dari kemiskinan. Untuk mencapai tersebut di atas, maka miisi penanggulangan kemiskinan nasional adalah:

a. Mewujudkan sistem sosial politik yang demokratis dan tata pemerintahan yang baik serta pemerintahan bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

IV - 1

www.rajaebookgratis.com

Page 22: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

b. Membangun sistem ekonomi kerakyatan yang berorientasi pada mekanisme pasar terkendali, mengembangkankeunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetetifserta mengutamakan pengembangan usaha mikro, kecil dan koperasi.

c. Mewujudkan kemitraan yang setara untuk menanggulangikemiskinan oleh seluruh stakeholders, yaitu institusi Pemerintah (Pusat dan Daerah), lembaga legislatif, LSM, dunia usaha, organisasi profesi, akademisi dan kelompokmasyarakat lainnya (termasuk kelompok masyarakatmiskin).

d. Menciptakan iklim yang mampu mendorong perluasan kesempatan bagi masyarakat miskin dalam kehidupan sosial dan ekonomi, serta memperoleh pelayanan publik yang tidak diskriminatif.

e. Meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat miskindalam pengambilan kebijakan publik melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan pemantapankelembagaan sosial, ekonomi dan politik.

f. Meningkatkan kapasitas penduduk miskin melaluipeningkatan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan ketrampilan.

g. Membangun sistem perlindungan sosial bagi masyarakatmiskin dan kelompok masyarakat rentan.

h. Memanfaatkan sumberdaya alam untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

i. Menerapkan pengarusutamaan jender dalampenanggulangan kemiskinan.

4.3. Tujuan

Tujuan penanggulangan kemiskinan adalah menurunkanjumlah penduduk miskin pada tahun 2015 sebesar setengahnya dari kemiskinan pada tahun 1990 dan mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan meliputi:a. Meningkatknya kesempatan kerja dan berusaha bagi

masyarakat miskin serta mengurangi pengangguran.b. Meningkatknya kapasitas dan kualitas sumberdaya

manusiac. Meningkatkan partisipasi masyarakat kemandirian

organisasi masyarakat miskind. Mengurangi ketimpangan jender. e. Memperluas cakupan sistem perlindungan sosial bagi

masyarakat miskin.

4.4. Kondisi Makro Penanggulangan Kemiskinan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran penanggulangan kemiskinan baik untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang diperlukan syarat-syarat baik kondisi ekonomi,sosial, politik, keamanan dan pertahanan yang kondusif agar tujuan dan sasaran tersebut dapat dicapai. Berikut disajikan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar tujuan dan sasaran penanggulangan kemiskinan sampai pada tahun 2015 dapat dicapai.

IV - 2

www.rajaebookgratis.com

Page 23: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

a. Kondisi Ekonomi Makro

Prasyarat ekonomi makro yang harus dipenuhi agar dapat dicapai tujuan dan sasaran penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015 adalah sebagai berikut: (1) Pertumbuhan ekonomimeningkat secara bertahap dari 5 persen pada tahun 2005 menjadi6 persen pada tahun 2009 dan diharapkan minimal pertumbuhan 6 % sampai tahun 2015; (2) inflasi diharapkan tidak melebihi satu digit sampai tahun 2015 yaitu dibawah 7 persen; (3) nilai tukar rupiah yang stabil yaitu berkisar antara Rp 8.000 – Rp 9.000; (4) Tingkat suku bunga SBI sebesar 7-8 %; (5) investasi berasal dari dalam negeri dan luar negeri terutama dalam bentuk foreigndirect investment ke usaha kecil dan menengah.

b. Kondisi Sosial, Politik dan Keamanan

Diharapkan bahwa konflik sosial pada tahun 2005 sudah berkurang, terutama di Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara dan Papua. Diharapkan bahwa pada tahun 2007 konflik sosial di daerah-daerah tersebut sudah mereda. Pada tahun 2007 konflik sosial politik di Nanggroe Aceh Darussalam berkurang dan pada tahun 2010 sudah selesai. Kondisi sosial politik diharapkan stabil dan demokratis dan tidak ada gejolak sosial politik yang berarti sampai tahun 2015.

IV - 3

www.rajaebookgratis.com

Page 24: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Berdasarkan pembelajaran dari kaji ulang kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, analisis penyebab kemiskinan, visi, misi dan tujuan penanggulangan kemiskinan,dalam bab ini disajikan kebijakan umum, kebijakan dan programdari masing-masing keempat pilar penanggulangan kemiskinan,dan mekanisme pelaksanaan dan kelembagaan.

Kebijakan penanggulangan kemiskinan bertumpu pada kebijakan publik yang berpihak kepada orang miskin (pro-poorpolicy). Kebijakan yang berpihak kepada orang miskin tersebut harus diterjemahkan dalam pembangunan yang berpihak kepada orang miskin (pro-poor development) dan pertumbuhan(ekonomi) yang berpihak kepada orang miskin (pro-poorgrowth). Atas dasar hal tersebut diperlukan sinkronisasi kebijakan makro strategis dengan makro operasional (program utama) dan kebijakan mikro strategis (program) dengan mikro operasional (proyek). Kebijakan makro strategis, makro operasional dan mikro strategis ini sebagai acuan penanggulangan kemiskinanyang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, organisasi non-pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.

Diharapkan dengan demikian akan mendorong tumbuh dan berkembangnya gerakan aliansi strategis berbagai kelembagaanyang peduli dan bersama perjuangan kelompok miskin termasuk:LSM, CSRO, OSMS, organisasi profesi, koperasi, yayasan kederwamawanan berikut sektor swasta dan pemerintah untuk

bersama-sama menumbuhkembangkan gerakan bersamapenanggulangan kemiskinan (GEMA PENANGKIS). BAB V.

KEBIJAKAN DAN INDIKASI PROGRAM5.1. Kebijakan Makro Strategis

Kebijakan makro strategis dalam penanggulangan kemiskinan sesuai dengan akar penyebab kemiskinan dan hasil kaji ulang kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah penciptaan sistem demokrasi pemerintahan yang lebih substantif, baik di tingkat pusat maupun daerah, agar kontrol sosial terhadap jalannya sistem pemerintahan semakin baik. Pemerintah dan legislatif terus menerus harus didesak untuk membuat sistempolitik yang lebih demokratis. Disamping itu lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan akademisi terus menerusmemberdayakan masyarakat agar sadar tentang hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara yang baik dalam alamdemokrasi. Sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dikurangi, yang lebih lanjut dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas anggaran pembangunan.

Pemerintah walaupun tidak lagi menjadi provider, namundalam masa lima sampai sepuluh tahun ke depan, penanggulangan kemiskinan, masih memerlukan dukungan kuat pemerintah. Seiring dengan berjalannya waktu diharapkan bahwa dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakatsendiri dapat menanggulangi kemiskinan bersama-sama dengan pemerintah, sehingga diharapkan menjadi gerakan masyarakat.Kebijakan pemerintah yang berpihak kepada orang miskinterutama dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam(pertambangan, kehutanan, perikanan), kebijakan pertanahan, kebijakan perburuhan, dan kebijakan fiskal dan moneter.

V - 1

www.rajaebookgratis.com

Page 25: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Kebijakan pemanfaatan sumberdaya alam selain harus pro-poorjuga harus mengikuti kaidah-kaidah pelestarian lingkungan dan juga mempertimbangkan kearifan lokal, agar tidak menimbulkaneksternalitas yang akan berdampak pada kerusakan lingkungan seperti polusi, banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan, yang akan berdampak makin menyengsarakan masyarakat miskin.

Desentralisasi yang bertumpu kepada otonomi daerah di aras kabupaten dan kota, mengharuskan bahwa pemerintahanyang baik bukan hanya keharusan pemerintahan pusat akan tetapi juga pemerintahan daerah (good local governance). Demikianjuga kebijakan-kebijakan pemerintah daerah harus berpihak kepada orang miskin baik dalam eksploitasi sumberdaya alam,pertanahan, perburuhan, dan alokasi anggaran pembangunan(pro-poor budget). Dalam eksploitasi sumberdaya alam untuk meningkatkan anggaran pembangunan daerah juga harus mengikuti kaidah-kaidah pelestarian alam dan memperhatikanhak-hak peroleh masyarakat (entitlement) seperti hak ulayat dan kearifan lokal (indigeneous knowledge) lainnya, sehingga tidak memarjinalkan masyarakat yang berakibat terhadap pemiskinan.

Kebijakan makro strategis penanggulangan kemiskinanmasa mendatang harus responsif gender. Berdasarkan pengalaman masa lalu, ternyata perempuan mempunyai peranan yang penting dalam penanggulangan kemiskinan.

5.2. Kebijakan Makro Strategis, Indikasi Kebijakan Makro

Operasional dan Kebijakan Mikro Strategis Perluasan

Kesempatan

Dalam rangka memperluas kesempatan (promotingopportunity), pola kebijakan dan program yang perlu

dikembangkan adalah dengan menciptakan kondisi ekonomimakro yang kondusif untuk mendukung pelaksanaan upaya perluasan kesempatan dalam rangka penanggulangan kemiskinan.Penetapan kebijakan dan pelaksanaan program perluasan kesempatan secara umum harus diarahkan kepada upaya perbaikan kondisi sosial dan ekonomi serta hak-hak politik masyarakat miskin.

Kebijakan ekonomi makro dalam rangka penanggulangan kemiskinan melalui upaya perluasan kesempatan adalah: (1) meningkatkan alokasi fiskal untuk penanggulagan kemiskinan(baik melalui dana sektor, dana alokasi umum, maupun dana alokasi khusus); (2) menetapkan pajak langsung yang progresif (atas barang dan jasa yang tidak terkait langsung dengan kepentingan masyarakat miskin); (3) memberikan subsidi harga komoditas strategik (misalnya BBM secara selektif, beras, dan gula) dan barang modal serta pengurangan pajak untuk hasil usaha produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh kelompokmasyarakat miskin (termasuk usaha mikro, kecil, dan koperasi); dan (4) memfasilitasi akses kredit untuk usaha produksi barang dan jasa penduduk miskin (termasuk usaha mikro, kecil, dan koperasi, serta penyiapan dan pengiriman TKI ke luar negeri).

Kebijakan meningkatkan investasi dan ekspor untuk menunjang perluasan kesempatan adalah dengan: (1) menciptakan iklim usaha yang kondusif khususnya bagi sektor swasta; (2) menyelaraskan peraturan perundang-undangan dari pusat sampai ke daerah; (3) menjamin kepastian hukum dan penegakan hukum serta memperlancar investasi dan ekspor; dan (4) menyederhanakan prosedur dan memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah serta antar institusi daerah.

V - 2

www.rajaebookgratis.com

Page 26: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Kebijakan menciptakan kesempatan kerja diarahkan untuk membuka kesempatan kerja khususnya bagi kelompokmasyarakat miskin yang meliputi: (1) mengembangkankesempatan kerja untuk mengurangi pengangguran khususnya pengangguran terbuka termasuk pengangguran usia muda; (2) mengembangkan dan mendayagunakan lembaga kerja sukarela; (3) mengembangkan tenaga kerja mandiri; (4) meningkatkan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri; (5) mendistribusikanpenduduk dan aset negara dengan jalan membuka kawasan potensial di kawasan Timur Indonesia melalui transmigrasi; dan dan (6) membangun jejaring kerjasama dan informasi kesempatankerja.

Kebijakan meningkatkan pendapatan dan mengembangkanusaha masyarakat miskin diarahkan untuk meningkatkankemampuan dan membuka peluang usaha bagi masyarakat miskinantara lain dilakukan dengan meningkatkan kemampuan dan pendapatan melalui berbagai usaha produktif serta mengembangkan usaha mikro, kecil dan koperasi (UMKK) yang banyak menyerap tenaga kerja khususnya yang berasal dari kelompok masyarakat miskin. Kebijakan meningkatkanpendapatan dan mengembangkan usaha masyarakat miskintersebut antara lain meliputi upaya-upaya untuk memberdayakandan meningkatkan pendapatan masyarakat miskin; menyelaraskanperaturan perundang-udangang terkait dan menyederhanakanprosedur perizinan; memberikan perlindungan UMKK dari praktek persaingan tidak sehat; memperbaiki pelayanan lembagakeuangan mikro dan memperluas sumber keuangan bagi UMKK; mengembangkan sistem insentif; memperkuat organisasi dan manajemen usaha; serta mengembangkan jaringan produksi dan distribusi dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Kebijakan mendorong pengembangan wilayah dalamrangka perluasan kesempatan diarahkan untuk mengembangkanwilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh; membangun dan mengembangkan daerah perdesaan melalui penataan kawasan perdesaan menjadi kawasan yang layak huni dan layak usaha, peningkatan kemampuan masyarakat desa untuk berproduksi dan memasarkan hasil produksinya sesuai dengan potensi ekonomisetempat; pembangunan perkotaan untuk menyeimbangkanpertumbuhan wilayah perkotaan dan perdesaan yang efisien dan efektif dan sekaligus dapat menahan laju perpindahan penduduk dari desa-desa dan kota-kota (urbanisasi); penguatan organisasi kemasyarakatan (communit- based organization) agar masyarakatdi perdesaan lebiadalah h mampu merencanakan, mengarahkandan memanfaatkan sumber dana secara efektif dan efisien, pembangunan sarana dan prasarana perdesaan dalam rangka membangkitkan perekonomian di perdesaan; mempercepatperkembangan wilayah terpencil dan wilayah perbatasan, serta merehabilitasi daerah-daerah pasca konflik melalui transmigrasi,relokasi, dan resettlement.

Indikasi kebijakan makro operasional berdasarkan kebijakan makro strategis perluasan kesempatan di atas adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan investasi dan ekspor; (2) meningkatkankesempatan kerja; (3) meningkatkan pendapatan dan pengembangan usaha masyarakat miskin; (4) memerbaiki dan peningkatan pelayanan sarana dan prasarana; dan (5) mempercepat pengembangan wilayah. Sedangkan kebijakan mikro strategisnya adalah sebagai berikut:

V - 3

www.rajaebookgratis.com

Page 27: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

a. Kebijakan Makro Operasional Meningkatkan Investasi dan Ekspor

Kebijakan mikro strategis indikatif yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan investasi dan ekspor untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi adalah: (1) penyelarasan peraturan perundang-undangan dan penyederhanaan perizinan untuk mendukung upaya meningkatkan investasi dan ekspor; (2) pemberian kemudahan dan insentif bagi pelaku ekonomi yang berinvestasi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan di wilayah miskin (misalnya dalam bentuk kemudahanadministrasi, dan perpajakan); (3) penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk mendukung upaya meningkatkan investasi dan ekspor yang menyerap banyak tenaga kerja (khususnya penduduk miskin); (4) pengembangan sektor pertanian dalam arti luas; (5) Pengembangan agroindustri; (6) pengembangan produk pertambangan (yang berpotensi meningkatkan nilai ekspor); (7) pengembangan industri substitusi barang dan jasa impor; (8) pengembangan industri manufaktur yang kompetitif (yang berpotensi meningkatkan nilai ekspor); dan (9) pengembangansistem informasi pasar.

b. Kebijakan Makro Operasional Meningkatkan KesempatanKerja

Kebijakan mikro strategis indikatif yang perlu dikembangkan untuk memperluas kesempatan kerja adalah: (1) pengembangan kesempatan kerja dan lingkungan kerja yang layak; (2) pengembangan kesempatan kerja bagi tenaga kerja usia muda; (3) pengembangan tenaga kerja mandiri profesional; (4)

Fasilitasi dan perlindungan TKI (penyiapan, pemberangkatan,penempatan, dan pemulangan); (5) penetapan upah minimumregional dalam hubungan industrial yang serasi (tingkat upah yang wajar bagi tenaga kerja dan kondusif bagi pengembanganusaha); (6) penyiapan, penempatan, dan pembinaan transmigran(petani dan penduduk miskin lainnya); dan (7) pengembanganjejaring kerjasama dan informasi kesempatan kerja.

c. Kebijakan Makro Operasional Meningkatkan Pendapatan dan Pengembangan Usaha Masyarakat Miskin

Kebijakan mikro strategis indikatif yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan usaha masyarakat miskin adalah: (1) Percepatan Sertifikasi Tanah (secara massal) dan reformasi agraria; (2) Pengembangan usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin (melalui berbagai usaha produktif yang dikembangkan oleh berbagai sektor misalnya sektor informal, sektor pertanian dalam arti luas, sektor industri dan perdagangan); (3) Pembinaan usaha mikro, kecil, dan koperasi (termasuk usaha industri dan dagang kecil serta yang dikembangkan oleh berbagai sektor lainnya); (4) Pengembangandan perbaikan pelayanan lembaga keuangan mikro dan koperasi simpan-pinjam; (5) Perluasan sumber keuangan usaha mikro,kecil, dan koperasi; (6) Pengembangan skim kemitraan antara usaha besar dan menengah dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi (baik yang menyangkut penyediaan modal, alih teknologi, maupun pemasaran barang dan jasa yang dihasilkan); dan (7) Pengembangan jaringan produksi dan distribusi produk usaha mikro, kecil, dan koperasi dengan memanfaatkan teknologi informasi.

V - 4

www.rajaebookgratis.com

Page 28: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

d. Kebijakan Makro Operasional Memperbaiki dan Meneningkatkan Pelayanan Sarana dan Prasarana

Kebikan makro operasional indikatif yang perlu dikembangkan untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana dalam rangka perluasan kesempatan adalah: (1) penanggulangan banjir dan bencana alam lainnya; (2) pengembangan sarana dan prasarana perdesaan (untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal) khususnya desa-desa tertinggal dan daerah transmigrasi; (2) pengembangan sarana dan prasarana daerah terpencil dan perbatasan (termasuk pulau-pulau kecil); (3) pengembangan irigasi kecil melalui perhimpunanpetani pemakai air (P3A); (4) pengembangan sarana dan prasarana permukiman dan lingkungan kumuh di perkotaan; (5) Penyediaan perumahan bagi masyarakat miskin; dan (6) Pengembangan sarana dan prasarana air bersih.

e. Kebijakan Makro Operasional Memprcepat PengembanganWilayah

Kebijakan makro operasional indikatif yang perlu dikembangkan untuk mendorong pengembangan wilayah dalamrangka perluasan kesempatan adalah: (1) penataan ruang dan pengelolaan pertanahan (khususnya yang menyangkut akses masyarakat miskin terhadap tanah dan ruang usaha); (2) pengembangan wilayah-wilayah strategik dan cepat tumbuh(melalui peningkatan dan pengembangan produk unggulan sesuai dengan potensi di masing-masing wilayah; peningkatan sistemperdagangan antar daerah; peningkatan sarana dan prasarana ekonomi; penciptaan iklim yang kondusif bagi investor;

peningkatan kerjasama antar daerah, peningkatan kerjasamaekonomi sub regional antar negara tetangga; serta peningkatan kapasitas aparat pemerintahan, dunia usaha, dan masyarakat); (3) Pengembangan perkotaan (untuk menyeimbangkan pertumbuhanwilayah perkotaan dan perdesaan yang efisien dan efektif melaluipeningkatan peran dan fungsi kota besar/metropolitan kota menengah dan kecil, yang dapat mendorong pertumbuhanekonomi wilayah dan sekaligus dapat menahan laju perpindahan penduduk dari desa dan kota); (4) Pembangunan perdesaan (untuk meningkatkan sinergi serta keterkaitan dan interaksi sosial ekonomi yang saling melengkapi antara kawasan perkotaan dan perdesaan melalui peningkatan pembangunan perkotaan dan perdesaan, penataan kawasan pedesaan menjadi kawasan yang layak huni dan layak usaha, peningkatan kemampuan masyarakatdesa untuk berproduksi dan memasarkan hasil produksinya pemantapan struktur kegiatan perekonomian di perdesaan sesuai dengan potensi ekonomi setempat); (5) Percepatan pengembangan wilayah tertinggal (termasuk wilayah perbatasan, dan merehabilitasi daerah-daerah pasca konflik dengan mengembangkan wilayah-wilayah yang sangat tertinggal, baik di pedalaman maupun di pulau-pulau kecil, khususnya di wilayah-wilayah yang dihuni oleh komunitas adat setempat); dan (6) Penataan kelembagaan pemerintah desa dan penguatan organisasi kemasyarakatan agar masyarakat di perdesaan lebih mampumerencanakan, mengarahkan dan memanfaatkan sumber dana secara efektif dan efisien, serta pembangunan sarana dan prasarana perdesaan dalam rangka membangkitkan perekonomiandi perdesaan.

V - 5

www.rajaebookgratis.com

Page 29: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

5.3. Kebijakan Makro Strategis, Indikasi Kebijakan Makro

Operasional dan Mikro Strategis Pemberdayaan

Masyarakat

Kebijakan makro strategis penanggulangan kemiskinanberbasis pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk memberikan solusi masalah-masalah mendasar yang terkait dengan akar kemiskinan dan pemiskinan, terutama kemiskinankronis yang disebabkan oleh faktor-faktor struktural yang tidak adil. Kebijakan tersebut diorientasikan pada upaya pemulihan dan pengembangan keberdayaan masyarakat, terutama kelompokmiskin dan yang terpinggirkan, dengan perspektif penghormatan,perlindungan serta pemenuhan hak-hak dasar mereka, dan diarahkan untuk mencapai tujuan ganda: (1) meningkatkan aset dan kapabilitas masyarakat miskin agar mampu keluar dari belenggu kemiskinan atas dasar keswadayaan dan kemandirian;dan (2) mendesakkan suara/tuntutan masyarakat, terutamakelompok miskin, untuk mempengaruhi kebijakan publik serta mewujudkan good governance pada aras lokal/daerah.

Dalam jangka menengah dan jangka panjang strategi penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakatdiarahkan untuk mendukung terwujudnya transformasi struktural masyarakat melalui pencerahan kultural, reformasi kebijakan, dan mobilitas sosial ke atas bagi kelompok miskin dan yang terpinggirkan. Tranformasi struktural dari bawah pada aras mikroyang secara simultan didukung oleh reformasi kelembagaan dan kebijakan dari atas diharapkan dapat memperkuat serta mempercepat proses tranformasi, sebagai dampak peningkatkan efektivitas suara masyarakat miskin dan daya tawar masyarakatmiskin dalam transaksi ekonomi, sosial dan politik.

Dalam rangka menanggulangi proses pemiskinan ditempuhdua kebijakan pokok, yaitu : (a) Restrukturisasi kepemilikan aset terutama melalui: (1) peningkatan aset insansi bagi kelompokmiskin, (2) penciptaan aset baru yang diprioritaskan bagi kelompok miskin, termasuk transmigrasi, (3) redistribusi dan pemanfaatan aset negara yang menganggur serta aset-aset hasil KKN yang disita, (4) penerapan pajak progresif dan subsidi silang, dan (v) dukungan bagi kepemilikan saham oleh karyawan; dan (b) Demokratisasi sebagai reformasi proses dalam penentuan kebijakan publik dan aktivitas masyarakat, antara lain melalui : (1) reformasi perundang-undangan, (2) pemilihan wakil-wakil rakyat dan pejabat publik termasuk peningkatan representasi perempuan, dan (3) demokratisasi substantif berdasarkan kedaulatan rakyat menuju restrukturisasi relasi politik, redistribusi aset publik, reorientasi ekonomi rakyat, dan reformasi peran donor.

Dalam rangka peningkatan keberdayaan masyarakat dan inklusi sosial ditempuh beberapa kebijakan sebagai berikut: Pertama, kebijakan yang terkait dengan aset masyarakat: (a) Aset insani (human capital), yang meliputi: (1) Penghormatan,perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar, baik hak kewargaan dan politik maupun hak sosial, ekonomi dan budaya; (2) Penyadaran (conscientization) menuju kesadaran kritis masyarakat; dan (3) Peningkatan kapabilitas dan partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan publik ke arah hidup yang bermartabat; (b) Aset sosial (social capital), yang meliputi: (1) Pengakuan dan pengukuhan norma keadilan dan kemanusiaan,sikap saling percaya (mutual trust), dan kuatnya jejaring sosial; dan (2) perluasan ruang publik dan kebebasan masyarakat untuk mengembangkan swa-organisasi dan aliansi strategis

V - 6

www.rajaebookgratis.com

Page 30: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

penanggulangan kemiskinan; (3) pengakuan atas keberadaan kearifan lokal (spiritual and cultural capital), dan pemanfaatannya dalam pemberdayaan masyarakat; (c) sumberdaya alam (natural capital), yang meliputi: (1) Pengakuan dan pengukuhan hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam, termasukhak ulayat; (2) penyusunan tata ruang partisipatif; dan (3) manajemen pemanfaatan sumberdaya alam secara produktif dan berkelanjutan; (d) aset fisik (physical capital), yang meliputi: (1) Pengembangan sarana dan prasarana dasar untuk mengurangiketerisolasian dan memperkecil biaya transaksi; dan (2) Memperluas akses informasi termasuk pengembangan teknologi informasi dan komunikasi; (e) aset finansial (financial capital),yang meliputi: (1) peletakan basis legal bagi keuangan mikro dan organisasi apex-nya; dan 2) peningkatan portofolio pembiayaanUMKK (usaha mikro, kecil dan koperasi) dan penyederhanaan prosedur/persyaratan akses permodalan.

Kedua, kebijakan yang terkait dengan pengorganisasian masyarakat dan pembangunan wilayah dalam rangka pengembangan sentra-sentra kemandirian ekonomi rakyat, yaitu: (a) mendorong/memfasilitasi berkembangannya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang : (1) Berfungsi sebagai badan usaha milik masyarakat yang dikelola sebagai usaha bersama dari, oleh dan untuk rakyat, melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal; dan (2) berkembang dan berdampingan dengan koperasi sesuai dengan prinsip-prinsip International Cooperatives Association (ICA); (b) mengembangkan jaringan kerjasamausaha ke arah terbentuknya klaster-klaster usaha ekonomimasyarakat perdesaan yang menghasilkan produk-produk unggulan bernilai tambah tinggi dan berdaya saing, atas dasar kombinasi pendekatan yang berbasis sumberdaya dan berbasis

pasar; (c) mendorong berkembangnya gerakan masyarakat terkait dengan: (1) peningkatan aset dan kapabilitas serta partisipasi kelompok miskin; (2) penanggulangan kemiskinan sebagai tanggung jawab bersama serta meningkatnya kepedulian dan kesetiakawanan sosial berdasarkan kearifan lokal; dan (3) peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Ketiga, kebijakan yang terkait dengan pengembanganLembaga Keuangan Mikro (LKM) meliputi: (1) Pengakuan atas eksistensi LKM sebagai entitas tersendiri dan mandiri, (2) Penghormatan terhadap keragaman, keunikan dan keterkaitan pengembangan keuangan mikro dengan penanggulangan kemiskinan, (3) Pengakuan dalam bentuk legalitas atas keberadaan keuangan mikro dan keanekaragaman LKM, (4) Perlindungan kepada masyarakat miskin yang ambil bagian dalam kegiatan keuangan mikro, dan (5) Pengakuan dan apresiasi terhadap arti dan peran perempuan dalam usaha pengembangankeuangan mikro.

Keempat, kebijakan perluasan ruang publik sebagai aktualisasi dan kelanjutan dari tiga kebijakan dasar yang telah diletakkan dalam era reformasi, meliputi : (1) elaborasi dan aktulisasi HAM kearah entitlement bagi kelompok miskin, (2) pengembangan lebih lanjut demokratisasi terutama demokrasiakar rumput, dan (3) pengembangan otonomi daerah kearah otonomi masyarakat.

Berdasarkan kebijakan makro strategis pemberdayaanmasyarakat di atas, maka dilaksanakan tiga kebijakan makrooperasionalnya yang saling terkait, adalah: (1) pemberdayaanmasyarakat pada aras mikro; (2) pengembangan tata pemerintahan di daerah; dan (3) penguatan kelembagaan dan

V - 7

www.rajaebookgratis.com

Page 31: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

jejaring masyarakat madani. Sedangkan kebijakan mikrostrategis berdasarkan kebijakan makro operasional tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan Makro Operasional Pemberdayaan Masyarakat pada Aras Mikro

Kebijakan makro operasional ini bertujuan untuk secara langsung meningkatkan kapasitas dan daya tawar kelompokmiskin agar secara bertahap dan sistematis mampu keluar dari belenggu kemiskinan berdasarkan prinsip keswadayaan dan kemandirian. Upaya ini bertumpu pada pengembangan inisiatif dan kreatifitas masyarakat dengan memanfaatkan secara optimalpotensi sumberdaya dan kearifan lokal. Sasaran utama programadalah kelompok miskin kronis, yang dilaksanakan melaluipendekatan berbasis komunitas dan karakteristik kewilayahan/kawasan. Secara operasional perancangan programdan implementasinya disesuaikan dengan akar kemiskinan dan potensi sumberdaya lokal pada masing-masing wilayah, seperti komunitas wilayah pesisir, wilayah pertanian/perkebunan, wilayah sekitar hutan dan wilayah perkotaan.

Kegiatan pokok kebijakan makro operasional ini meliputi : (1) Peningkatan kesadaran kritis masyarakat melalui : (a)

penyadaran tentang hak-hak dasar dan kewajiban sebagai anggota masyarakat serta warga negara, (b) pemahamantentang penyebab dan akar kemiskinan dan alternatif cara pemecahaannya, (c) dukungan untuk berkembangnyainisiatif dan kreativitas masyarakat.

(2) Peningkatan aset dan kapasitas melalui : (a) peningkatan pengetahuan dan keterampilan dan (b) pendidikan dan

pelatihan untuk orang dewasa yang dialogis dan membebaskan, (c) peningkatan kemampuan pengambilankeputusan secara individu maupun kolektif, dan (d) peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif, terutamasumberdaya alam dan modal.

(3) Penguatan kelembagaan masyarakat, terutama (a) pengembangan swa-organisasi melalui penumbuhan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), pengembangan dinamikakelompok serta dorongan bagi munculnya kepemimpinanlokal dan kader-kader, (b) pengembangan demokrasi akar rumput (grassroot democracy) serta peningkatan kedalamandan mutu partisipasi masyarakat, (c) pengembangankerjasama antar kelompok secara horizontal maupunvertikal, (d) pengembangan jejaring bagi peningkatan efektivitas suara orang miskin, serta (e) pengembangansecara bertahap lembaga-lembaga pelayanan masyarakatyang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat.

(4) Pengembangan usaha ekonomi dan mata pencaharian berkelanjutan (sustainable livelihoods), dalam bentuk : (a) usaha ekonomi rakyat (usaha kecil, mikro dan koperasi) yang memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal dan lestari, (b) BUMR (badan usaha milik rakyat) yang dapat berkembang berdampingan dengan koperasi (berdasarkan prinsip ICA); (c) klaster-klaster usaha ekonomi rakyat yang menghasilkan produk-produk unggulan bernilai tambah tinggi sebagai sentra-sentra kemandirian ekonomirakyat. Disamping itu dimasyarakatkan pola hidup hematdan pengelolaan ekonomi rumah tangga yang sehat.

(5) Pemanfaatan dana APBN untuk penanggulangan kemiskinan dan PUKK sebagai dana penjamin bagi LKM.

V - 8

www.rajaebookgratis.com

Page 32: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

(6) Pengembangan keuangan mikro meliputi : (a) membangunsistim keuangan dengan menyertakan seluruh pelaku keuangan termasuk lembaga keuangan mikro (LKM) dan lembaga keuangan syariah; (b) mendekatkan lembaga-lembaga keuangan dengan masyarakat miskin dan usaha mikro atau sektor informal dalam pelayanannya; (c) melakukan pendampingan oleh pendamping profesional atau konsultan keuangan mitra bank (KKMB) kepada masyarakat miskin untuk mengkaitkan pelayanan keuangan mikro dengan pelayanan lainnya, antara lain: teknologi, pasokan sarana produksi, pengolahan dan pemasaran; (d) mengembangkan pola hubungan antara lembaga keuangan, lembaga pendampingan usaha mikro dan LKM berdasarkan kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan kemitraan; (e) mengembangkan jaringan kerjasama antar LKM dan membangun organisasi apex sebagai lembaga induk bagiLKM; (e) melakukan transformasi perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang lembaga keuangan agar mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya LKM untuk penanggulangan kemiskinan.

(7) Dukungan bagi kelancaran dan efektivitas upaya pokok tersebut di atas, yang dikembangkan secara partisipatif sesuai dengan prioritas masyarakat, seperti : (a) prasarana fisik yang memperlancar transportasi dan komunikasi;(b) pelayanan dasar sesuai SPM (standar pelayanan minimum), (c) perluasan ruang publik pada aras masyarakat yang mendukung otonomi masyarakat,demokrasi akar rumput, serta entitlement bagi kelompokmiskin, (d) pembentukan SIF (social investment fund)sebagai dana abadi yang dapat dimanfaatkan, dikelola dan

digulirkan oleh masyarakat; dan (e) manajemen programpenanggulangan kemiskinan yang terdesentralisasi dan partisipatif melalui proses yang demokratis dan transparan.

b. Kebijakan Makro Operasional Pengembangan Tata Pemerintahan di Daerah (Local Good Governance)

Kebijakan makro operasional ini bertujuan untuk mendekatkan Pemerindah dengan masyarakat, terutama rakyat miskin, dengan mengedepankan peran Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator melalui: (1) Penciptaan iklim yang kondusif bagi peningkatan akses dan partisipasi masyarakat; (2) Peningkatan aset dan kapabilitas masyarakat, dan (3) Perlindungan masyarakat dari praktek dan kekuatan yang memiskinkan dan meminggirkan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, ditempuh upaya – upaya dan kegiatan pokok sebagai berikut: (1) Aktualisasi perluasan ruang publik pada tingkat komunitas

melalui pemenuhan hak-hak dasar rakyat (entitlement),pengembangan demokrasi akar rumput (grassrootdemocracy), serta penguatan otonomi masyarakat;

(2) Restrukturisasi alokasi sumber daya ekonomi dan politik melalui peningkatan akses masyarakat terhadap informasi,penataan prosedur, pemilihan dan pengangkatan pejabat-pejabat publik yang lebih demokratis, serta proses perencanaan dan alokasi anggaran secara transparan dan partisipasif, dan;

(3) Peningkatan mutu pelayanan publik melalui peningkatan kapasitas dan profesionalisme aparatur, peningkatan akuntabilitas publik, penyenggaraan pelayanan masyarakat

V - 9

www.rajaebookgratis.com

Page 33: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

berdasar SPM (Standar Pelayanan Minimum) serta aktualisasi prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik lainnya.

c. Kebijakan Makro Operasional Penguatan Kelembagaan dan Jejaring Masyarakat Madani

Tujuan utama kebijakan makro operasional ini adalah mendukung peningkatan efektifitas suara kelompok miskin dan marginal untuk mempengaruhi kebijakan publik dan menciptakantata pemerintahan yang baik. Disamping itu kelembagaan dan jejaring masyarakat madani yang kuat diharapkan dapat secara efektif melaksanakan peran-peran penting dalam : (1) Pendampingan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran kritis, penguatan kapasitas, serta swaorganisasi masyarakat miskin; (2) Advokasi kebijakan yang pro–miskin; serta (iii) Kekuatan kontrol dan penyeimbang terhadap kekuatan sektor pemerintah dan dunia usaha.

Kegiatan pokok yang dilaksanakan dalam program ini meliputi:(1) Meningkatkan swaorganisasi masyarakat miskin untuk

memperkuat upaya collective self-empowerment, termasukberkembangnya lembaga-lembaga pelayanan yang dimilikidan dikelola oleh masyarakat sendiri,

(2) Mendorong berkembangnya berbagai kelembagaan yang peduli terhadap perjuangan kelompok miskin, termasukLSM/LPSM dan CSRO (Civil Society Resources Organization), organisasi profesi, koperasi, dan yayasan kederwamanan;

(3) Memfasilitasi pembentukan jejaring dan aliansi strategis masyarakat madani untuk penanggulangan kemiskinan; dan

(4) Mendukung dan memfasilitasi usaha pembentukan PeopleCharter yang menjamin hak-hak dasar rakyat dan upaya pemenuhannya.

5.4. Kebijakan Makro Strategis, Indikasi Kebijakan Makro

Operasional Mikro Strategis Peningkatan Kapasitas dan

Sumberdaya Manusia

Dalam rangka upaya peningkatan kemampuan (capacitybuilding) maka kebijakan makro strategis yang diajukan bertujuan meningkatkan kemampuan dasar masyarakat miskinagar dapat memperoleh pekerjaan yang dibayar layak. Dalamrangka ini kebijakan pro masyarakat miskin diarahkan pada tiga bidang terdiri dari: (1) Peningkatan akses pada pelayanan kesehatan dasar, termasuk untuk pencegahan sekaligus pemberantasan penyakit menular dan akses pada air bersih; (2) Peningkatan akses dan perbaikan mutu pendidikan keluarga, pendidikan usia dini, pendidikan dasar 9 tahun dengan menerapkan kebijakan Multi Entry-Multi Exit dan pendidikan luar sekolah agar tercapai Pendidikan Dasar Bagi Semua (Educationfor All) tahun 2015; dan (3) Pengembangan secara menyeluruhdan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja.

Agar kebijakan makro strategis dalam tiga bidang tersebut dapat tercapai diperlukan dukungan kebijakan pendukung sebagai berikut: (1) kebijakan pembiayaan yang peduli masyarakat miskinmengutamakan pembiayaan yang melaksanakan kebijakan dan program umum, yang mudah menjangkau dan dijangkau oleh

V - 10

www.rajaebookgratis.com

Page 34: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

orang miskin; (2) Menetapkan SPM (standar pelayanan minimum) yang menjadi rujukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah; (3) Memberikan akses yang sama pada perempuan dan laki-laki dengan memperhatikan perbedaan kebutuhan menurut jender; (4) Mengembangkan sistem insentif bagi terlaksananya program yang menjangkau masyarakat miskin,termasuk pertanggungan jawaban pimpinan daerah seperti gubernur dan walikota/bupati; (5) Mengembangkan sistemtargeting yang lebih efektif dan efisien untuk mengatasikeragaman keadaan dan penyesuaian dengan keadaan yang telah berbeda. (6) Melibatkan peran serta masyarakat (kemitraan)dalam melaksanakan proses pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program untuk masyarakat miskin, serta independensi lembagapemantau dan penilai (monitoring dan evaluasi); (7) Pemberdayaan lembaga, serta SDM pelaksana kebijakan penyedia pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar; dan (8) Mengembangkan sistem informasi yang memudahkan semuapihak untuk mememahami dan mengevaluasi kondisi masyarakatmiskin dan dampak dari program untuk masyarakat miskin.

Selanjutnya, di Era Otonomi Daerah diperlukan strategi pelaksanaan yang memperhitungkan: (1) Peninjauan dan penyesuaian UU, Landasan Hukum dan Kebijakan yang berlaku pada bidang kesehatan, pendidikan dan ketenaga kerjaan; (2) Kebutuhan insentif bagi pengembangan SDM Daerah yang memprioritaskan pengembangan SDM profesional dan mengelakkan kepentingan putra daerah; dan (3) Penganggaran daerah yang pro masyarakat miskin disertai insentif bagi SDM yang bertugas di daerah terpencil.

Indikasi kebijakan makro operasional berdasarkan kebijakan makro strategis peningkatan kapasitas dan sumberdaya

manusia di atas adalah: (1) Pelayanan Kesehatan Dasar; (2) Pelayanan Pendidikan Dasar; dan (3) Peningkatan Kompetensidan Kemandirian Tenaga Kerja. Sedangkan indikasi kebijakan mikro strategis berdasarkan kebijakan makro operasional tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan Makro Operasional Peningkatan Pelayanan Kesehatan Dasar

Kebijakan makro operasional ini meliputi kebijakan mikrostrategis: (1) Pelayanan kesehatan dasar melalui Puskesmas,Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Posyandu; (2) Ketersediaan sarana dan prasarana para medis untuk daerah perdesaan, terutama daerah terpencil, meliputi Bidan di Desa, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling, sarana ProgramKeluarga Berencana, dan Pemberdayaan Dukun Bayi dengan dilengkapi dengan sarana pengobatan yang sehat, lengkap dan baik; (3) Subsidi pelayanan kesehatan (biaya berobat) untuk penduduk miskin, seperti program kartu sehat perlu dilanjutkan; (4) Upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan diperluas jangkauannya dengan kegiatan pengobatan di luar gedung; (5) Penyediaan rumah singgah/rumah pemondokan oleh PemdaKabupaten bagi pasien ibu hamil dan penduduk miskin yang sakitnya berisiko tinggi agar memudahkan tindakan obstetric operatif atau sakit keras sedangkan rumahnya jauh dari tempatpelayanan kesehatan; (6) Pemberian makanan dan memberikanpelayanan perbaikan gizi bagi ibu hamil/nifas dan bagi bayi/anak 6-59 bulan; (7) Program PMTAS bagi murid SD terutama di daerah miskin; (8) Penyediaan vaksin dan pemberian imunisasihepatitis B bagi bayi keluarga miskin perlu diupayakan agar

V - 11

www.rajaebookgratis.com

Page 35: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

menjadi bagian penting dari program imunisasi nasional; (9) Konsumsi sehat secara menyeluruh bagi keluarga miskin perlu diprioritaskan bagi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, dan anak balita; (10) Pengadaan obat bagi keluarga miskin perlu diserahkan kepada daerah; (11) Program penyelesaian masalahkesehatan/penyakit yang banyak diderita oleh penduduk miskin,seperti TBC, malaria, kurang gizi, berbagai penyakit infeksi lain dan kesehatan lingkungan; (12) Upaya untuk apresiasi edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya kesehatan perlu terus diintensifkan, diperluas dan berkesinambungan, berdasarkan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat suatu daerah tertentu, khususnya masyarakat miskin; (13) Penelitian, pengembangandan sosialisasi tentang cara-cara pengobatan dan penggunaan ramuan/obat-obatan tradisionil yang ada dekat dengan lingkungan mereka dan mudah mendapatkannya agar bermanfaat terutamabagi masyarakat miskin; (14) Penanggulangan penyakit catasthrophic bagi orang miskin yang memerlukanlayanan/rujukan rawat inap di rumah sakit.

b. Kebijakan Makro Operasional Peningkatan Pelayanan Pendidikan Dasar

Kebijakan makro operasional peningkatan pelayanan pendidikan dasar merliputi program-program: (1) Meningkatkan akses dan perbaikan mutu pendidikan dasar 9 tahun agar tercapai Pendidikan Dasar Bagi Semua (Education For All) tahun 2015, dan Pendidikan Luar Sekolah melalui program :(a) Perbaikan/renovasi gedung sekolah SD/MI yang rusak serta tambahan sekolah di daerah terpencil; (b) Perbaikan/renovasi gedung sekolah SMP/MTs yang rusak dan perluasan gedung

sekolah SMP/MTs ke daerah perdesaan melalui sekolah kecil; (c) Peningkatan akses pada pendidikan dasar oleh anak miskindengan menghilangkan semua pungutan dan tetap menyediakanbeasiswa; (d) Program Makanan Tambahan Bagi Anak Sekolah (PMTAS), yang sangat dibutuhkan oleh orang tua dan anak-anak itu sendiri (e) Program Multi-Entry-Multi Exit menurut umur; (f)Perbaikan mutu pendidikan di SD/MI dan SMP/MTs melaluiprogram perbaikan mutu dan peningkatan jumlah buku dan perpustakaan yang dapat dijangkau oleh anak miskin,peningkatan kuantitas dan kualitas guru yang dapat mengajarsecara efektif, dan perbaikan manajemen sekolah; (g) kurikulumyang relevan dengan keadaan suatu daerah, ditambah dengan pembelajaran mengenai life skills yang banyak diperlukan; (2) Sistem kemitraan dengan swasta perlu dikembangkan terus dan ditingkatkan melalui kerjasama dalam pemanfaatan fasilitas pendidikan, tenaga kependidikan, pelatihan, kegiatan ekstrakurikuler, dan olah raga; (3) Untuk meningkatkan peran serta swasta dalam bidang pendidikan maka pendirian sekolah negeri harus mempertimbangkan keberadaan dan kelangsungan hidup sekolah swasta pada daerah tertentu melalui sistempemetaan sekolah; (4) Pendidikan non-formal atau pendidikan luar sekolah ditujukan pada masyarakat agar (a) memperolehpendidikan keluarga melalui posyandu, pendidikan kesejahteraan keluarga, dan dasa wisma dengan bantuan lembaga dan organisasi terkait; (b) dapat mengikuti program pemberantasan buta huruffungsional; (c) dapat memperoleh pelatihan dan kemungkinanmengikuti dan menyelesaikan program kesetaraan hingga ikut ujian akhir siklus suatu tingkat pendidikan tertentu seperti Program Paket A untuk setingkat SD, Program Paket B untuk setingkat SMP, dan Program Paket C untuk setingkat SLTA; (d)

V - 12

www.rajaebookgratis.com

Page 36: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

pelatihan life skills, khususnya pelatihan keterampilan bagi masyarakat miskin sesuai dengan kebutuhan daerah dengan memberdayakan lembaga kursus swasta dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), serta Sanggar Kegiatan Belajar (SKB); dan (d) program Kelompok Belajar Usaha (KBU) dengan memberikan pelatihan keterampilan berusaha, pendampingan dan dibarengi dengan modal usaha yang diintegrasikan dengan program pengentasan kemiskinan lainnya.

c. Kebjakan Makro Operasional Peningkatan Kompetensi dan Kemandirian Tenaga Kerja

Kebijakan makro operasional peningkatan kompentensidan kemandiriketenaga kerja meliput kebijakan mikro strategis sebagai berikuti: (1) Pengembangan pelatihan life skills yang bertujuan untuk membekali pengetahuan, sikap dan keterampilanpraktis untuk menghadapi kehidupan sehari-hari; (2) Permagangan tenaga kerja bagi keluarga miskin diberbagai sektor bisnis untuk memperoleh pengalaman kerja dan memperolehkesempatan belajar kerja serta agar terbiasa dengan lingkungan kerja; (3) Pelatihan bagi usaha kecil dalam kewirausahaan dalambidang manajemen keuangan, permodalan, pemasaran dan lain sebagainya, agar usaha kecil dapat berkembang dengan baik; (4) Peningkatan etos dan produktivitas kerja melalui pembelajarandan pengenalan berbagai teknologi produksi dan pengolahan; (5) Pendidikan keterampilan dasar dan pendidikan kejuruan bagi pekerja anak dan pekerja muda; (6) Pegembangan sistemstandardisasi kompetensi yang bersifat lokal, regional, nasional, dan internasional, dalam berbagai bidang pekerjaan; dan (7) Sesuai dengan tuntutan kebutuhan pelatihan yang berkualitas

perlu dikembangkan lembaga pelatihan tenaga kerja yang profesional khususnya untuk aspek manajemen, kurikulum,ketenagaan, proses pelatihan, dan strategi penilaian, serta penyediaan sarana dan prasarana pelatihan secara memadai dan berkualitas.

5.5. Kebijakan dan Indikasi Program Perlindungan Sosial

Arah kebijakan perlindungan sosial adalah menjadikansemua bentuk perlindungan sosial berjalan sinergis, saling mengisi dan melengkapi; dengan jaminan sosial dikembangkansebagai bentuk utama dan didukung oleh bentuk bantuan sosial, tabungan dan kearifan lokal. Semua potensi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat diarahkan untuk mendukung kesaling-terkaitan dan harmonisasi berbagai bentuk perlindungan sosial. Jaminan sosial diarahkan untuk secara bertahap mencakupseluruh sector formal tanpa kecuali dan sedikit demi sedikit mulaimenyentuh para pekerja di sektor informal dan penduduk miskinyang tidak mampu dengan prioritas awal yakni jaminanpemeliharaan kesehatan. Selanjutnya, secara bertahap diperluas dengan program jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan tunjangan tidak bekerja dan pendidikan anak.

Perhatian khusus perlu diberikan pada penyelenggaraan jaminan sosial. Penyederhanaan sistem serta penyelenggara perlu dilakukan segera dengan penataan peraturan perundangan guna peningkatan skala ekonomi sistem asuransi sosial ini dan peningkatan efektifitas kemanfaatan bagi peserta. Institusi penyelenggara diarahkan agar berbentuk wali amanat serta berorientasi peningkatan kemanfaatan kesejahteraan peserta dan bukan berorientasi keuntungan usaha. Pemerintah dan pemerintah

V - 13

www.rajaebookgratis.com

Page 37: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

daerah diharapkan dapat mengalokasikan anggarannya dengan prinsip pembiayaan bersama (cost sharing), bagi premi jaminansosial untuk penduduk miskin yang tidak mampu dan pekerja sektor informal.

Untuk meningkatkan kepesertaaan jaminan sosial, pemerintah secara bertahap dapat menurunkan batasan jumlahpekerja dan tingkat penghasilan minimum pengusaha, serta penegakan hukum yang adil dan transparan bagi pemberi kerja yang menolak berpartisipasi dalam jaminan sosial dan melakukanpemalsuan data pekerja. Sistem jaminan sosial yang memberiperlindungan dasar tetap memberi ruang kepada pemberi kerja untuk memberi fasilitas perlindungan lebih baik kepada pekerjanya tanpa menghindari atau mengurangi kewajiban pemberi kerja untuk berpartisipasi dalam sistem jaminan sosial nasional yang bersifat wajib. Sebagai insentif kepada pengusaha dan pemberi kerja, beban premi pemberi kerja bisa diberikan bebas pajak (tax deduction).

Arah kebijakan bantuan sosial adalah melindungi,memulihkan, mencegah, dan meningkatkan kemampuanmasyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang diberikan baik sementara ataupun permanen. Bantuan sosial harus memiliki prinsip utama yakni membangun martabat individu atau masyarakat yang bersangkutan. Bagi individu atau masyarakatyang tegolong produktif, prinsip membangun kemandirian secara bertahap, harus terlihat dalam setiap kebijakan dan program.Fakir miskin, pengangguran akibat PHK, anak terlantar, anak jalanan, penderita cacat, korban bencana alam dan konflik sosial, komunitas terasing atau terpencil, adalah beberapa contoh kelompok masyarakat produktif yang bila memperoleh bantuan sosial berupa pemberdayaan yang tepat, secara bertahap dapat

keluar dari situasi kemiskinan dan ketergantungan atas bantuan sosial tersebut.

Mekanisme penyaluran bantuan sosial hendaknya memanfaatkan institusi-institusi masyarakat dan infrastrukturpemerintah yang dekat dengan sasaran bantuan. Mekanismetersebut sejauh mungkin menerapkan prinsip partisipasi wakil sasaran dalam pengelolaan bantuan. Penentuan target sasaran sebagai titik krusial efektifitas bantuan sosial harus dilakukan secara hati-hati dan partisipatif. Pendataan tingkat masyarakatsangat penting dengan melakukan identifikasi sasaran prioritas dan tambahan, kebutuhan akan jenis dan jumlah bantuan, dan hasil yang ingin dicapai.

Arah kebijakan tabungan wajib adalah mendorongmasyarakat luas terutama kelompok miskin untuk memiliki alat perlindungan bagi diri dan keluarganya dalam menghadapi resiko sosial seperti sakit, kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, meninggal dunia, atau lanjut usia, serta pemenuhan kebutuhan lainnya. Untuk itu, pemerintah bersama pemerintah daerah perlu mendorong pengembangan dan penguatan lembaga keuangan mikro dan usaha simpan pinjam di tingkat lokal agar dapat efektif dan mandiri melayani kebutuhan masyarakat, disampingpengembangan model-model spesifik tabungan sosial masyarakatdi daerah.

Kebijakan pembentukan tabungan sosial ini dapat dikaitkan dengan kebijakan pengembangan usaha mikro, koperasi, kelompok usaha bersama, dan lainnya. Usaha swasta nasional termasuk perbankan, didorong untuk mendukungpenyelenggaraan tabungan wajib ini dengan tetap memperhatikanprinsip kehati-hatian.

V - 14

www.rajaebookgratis.com

Page 38: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Arah kebijakan perlindungan sosial melalui kearifan lokal terdiri dari tiga bagian. Pemerintah daerah melakukan identifikasi dan kajian atas bentuk, mekanisme, dan praktek kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah serta kebutuhan masyarakatmiskin atas bentuk perlindungan sosial. Kedua, pemerintahdaerah dapat memberi pengakuan dan perlindungan atas entitas kearifan lokal tersebut yang diakui bermanfaat bagi masyarakatmiskin misalnya melalui peraturan daerah. Ketiga, pemerintahdaerah dan pemerintah harus menahan diri untuk mereplikasi,menyeragamkan, atau memperbesar bentuk kearifan lokal yang ada. Tugas utama pemerintah daerah dan pemerintah adalah melakukan desiminasi dan fasilitasi keberadaan dan manfaatkearifan lokal. Pembentukan dan pengembangan kearifan lokal sepenuhnya merupakan kebutuhan spesifik masyarakat lokal, dimana intervensi pemerintah sejauh mungkin diminimalisasi.

Indikasi kebijakan makro operasional berdasarkan kebijakan makro strategis perlindungan sosial di atas adalah sebagai berikut: (1) Bantuan Sosial; (2) Pelestarian dan Peningkatan Pemanfaatan Kearifan Lokal; (3) Peningkatan Tabungan Sosial Masyarakat; (4) Jaminan Sosial; (5) Pemberdayaan Potensi dan Pengembangan Perangkat Peraturan Perundangan tentang Perlindungan Sosial. Kebijakan mikro strategis berdasarkan kebijakan makro operasional di atas adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan Makro Operasional Bantuan Sosial

Kebijakan makro operasional bantuan sosial meliputikebijakan mikro strategis: (1) Bantuan sosial sementara ditujukan untuk mengembalikan kemampuan dan keberdayaan keluarga miskin transient dan rentan termasuk komunitas adat terpencil

dan terasing , dengan memberikan bantuan perpanganan dan sarana rehabilitasi bagi korban bencana alam dan bencana konflik social serta korban akibat perubahan dan gangguan ekonomi yang drastis; (b) Bantauan sosial permanen ditujukan kepada PMKS yang karena suatu kondisi tertentu mengakibatkan konndisi social dan phisiknya memang sudah tidak lagi potensial berproduksi dan tidak mempunyaikemampuan untuk menyelesaikan masaalah kesejahteraan socialnya tanpa bantuan orang lain dan atau pemerintah serta masyarakat , seperti kelompok lansia jompo, penyandang cacat ganda, anak-anak terlantar gelandangan, pengemis dan lainnya; Kepada mereka pada umumnya diberikan bantuan kesejahteraan secara berulang dalam jangka panjang dan melalui panti atau organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang bantuan sosial semacam itu; (c) Program bantuan sosial bentuk lainnya adalah memberikan bantuan kepada kelompok rentan dan miskin untuk dapat memenuhi kewajibanya membayar iuran/kontribusi jaminan sosial; (d) Bantuan sosial permanen dalam bentuk program rehabilitasi sosial ditujukan untuk membantumemulihkan fungsi sosial keluarga dengan memberikanpelayanan sosial kepada para PMKS khsusunya kepada para korban bencana alam, para pengungsi akibat bencan konflik sosial, termasuk anak terlantar, demi untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya dikemudian hari menjadi tenaga kerja yang produktif;

V - 15

www.rajaebookgratis.com

Page 39: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

b. Kebijakan Makro Operasional Pelestarian dan Peningkatan Pemanfaatan Kearifan Lokal

Kebijakan makro operasional ini ditujukan untuk melestarikan dan meningkatkan kemanfaatan kearifan lokal sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial yang berakar dari budaya bangsa. Kebijakan makro operasional pelestarian dan pemanfaatan kearifan lokal kebijakan mikro strategis: (a) Pemerintah memfasilitasi, melindungi, melestarikan dan mengembangkan bentuk-bentuk kearifan lokal; (b) Peningkatan kualitas dan kuantitas manfaat kearifan lokal; dan (c) Mengkaji, menguji coba dan memperkenalkan model-model kearifan lokal dalam perlindungan sosial untuk pengembangan pada komunitasyang sesuai .

c. Kebijakan Makro Operasional Peningkatan Tabungan Sosial Masyarakat

Kebijakan makro operasional ini ditujukan untuk meningkatkan upaya pemupukan Dana Sosial Nasional Masyarakat melalui tabungan sosial masyarakat dalam kaitannya dengan peningkatan upaya perlindungan sosial. Program ini sebagai bahagian daripada upaya pemasyarakatan SJSN serta pemupukan ketersediaan dana perlindungan social sekaligus akan menjadi wahana peningkatan ketahanan social masyarakat.Kebijakan makro operasional peningkatan tabungan sosial masyarakat adalah: (1) Menggalakkan gerakan tabungan nasional; (2) Mengembangkan pola tabungan masyarakat; (3) Pengembangan usaha keuangan mikro, koperasi, dan lainnya

yang terkait dengan upaya yang mendorong pembentukan dan pemupukan tabungan sosial masyarakat.

d. Kebijakan Makro Operasional Jaminan Sosial

Kebijakan makro operasional jaminan sosial bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan sosial bagi setiap warga Negara dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang dilaksanakan melalui mekanisme asuransi., Para peserta jaminansosial menanggung dan berkewajiban memberikan kontribusi iuran atau premi untuk mendapatkan manfaat tertentu. Kepada kaum fakir miskin yang merupakan tanggungan Negara , dapat disertakan dalam jaminan sosial ini dengan mendapatkan bantuan dari pemerintah dalam bentuk pembayaran iuran oleh pemerintah/Negara agar mereka tercakup dan mendapkankemanfaatan jaminan sosial. Ada 5 (lima) jenis kegiatan programyang tersedia untuk para pekerja sektor formal yaitu: jaminanpemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua , jaminan pensiun, jaminan kematian.

e. Kebijakan Makro Operasional Pemberdayaan Potensi dan Pengembangan Perangkat Peraturan Perundangan tentang Perlindungan Sosial.

Kebijakan makro operasional ini ditujukan untuk menyerasikan dan menata kembali pelbagai kebijakan penyelenggaraan perlindungan sosial di tingkat nasional dan daerah, termasuk keserasian pelbagai sistem perlindungan sosial yang semntara ini ada dan penyelenggaraannya, rancangan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), kajian

V - 16

www.rajaebookgratis.com

Page 40: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

strategi, penyelenggaraan dan pelaksanaan program-programpembangunan untuk memberdayakan para PMKS, serta meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan ketahanan sosial masyarakat, khususnya tenaga pekerja kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM)/relawan sosial, organisasi sosial kemasyarakatan, dan dunia usaha.

5.6. Mekanisme Pelaksanaan dan Kelembagaan

Program Penanggulangan Kemiskinan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dilaksanakan oleh sektoral sesuai dengan lingkup pekerjaannya. Program Penanggulangan Kemiskinan dapat dilaksanakan secara nasional atau secara spesifik di daerah tertentu. Penjabaran kegiatan dari programtersebut tentunya disesuaikan dengan kondisi lokal setempat.Mengingat sasaran masyarakat miskin dapat menjadi pelaksanaan berbagai program, maka diperlukan lembaga yang bertanggung jawab agar terjaminnya pelaksanaan program yang tepat sasaran.

Mengingat belum ada lembaga khusus yang menanganipenanggulangan kemiskinan, maka perlu dibentuk komitenasional penanggulangan kemiskinan (KOMNAS Penanggulangan Kemiskinan). Prinsi lembaga tersebut adalah: independen, multistakeholder, demokratis, kesetaraan, dan kemitraan. Tugas pokok Komnas terutama: (1) berbagi informasiyang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan; (2) peningkatan sumberdaya manusia dan kelembagaan; (3) pengembangan jejaring penanggulangan kemiskinan baik di tingkat lokal, nasional maupun global; dan (4) memobilisasi dana untuk penanggulangan kemiskinan. Sumber utama pembiayaankomnas adalah APBN. Komnas penanggulangan kemiskinan

bukan lembaga operasional, tetapi lebih berfungsi sebagai lembaga perencanaan, pengawasan, dan koordinasi. Lembagayang sama perlu dibentuk juga di tingkat propinsi, kabupaten dan kota.

V - 17

www.rajaebookgratis.com

Page 41: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Pengembangan sistem monitoring dan evaluasi mutlakdiperlukan untuk menjamin agar strategi penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan dapat berjalan secara efisien dan terukur. Selain ketersediaan data yang cukup akurat, dan juga perbandingan antar waktu serta gambaran kondisi terkini, hendaknya sistem ini dapat ditempatkan sebagai instrumenpembanding, berdasarkan indikator kinerja yang telah diuraikan pada bab terdahulu.

Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi programpelanggulangan kemiskinan, terdapat beberapa prinsip yang seyogyanya dipenuhi demi menjamin tercapainya tujuan kegiatan monitoring dan evaluasi. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah: transparan, partisipatif, akuntabel, tepat waktu, berkesinambungan dan berdasarkan indikator. Di atas segalanya, untuk menjamin diterapkannya prinsip-prinsip monitoring dan evaluasi di atas, diperlukan suatu motivasi dan kemauan yang kuat disertai kejujuran dari semua stakeholders yang terlibat.

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi (Monev) programpenanggulangan kemiskinan sesuai dengan prinsip partisipatif, dilaksanakan monitoring dan evaluasi partisipatif. Monitoring partisipatif melibatkan masyarakat akar rumput dalammenghitung, mencatat, mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan informasi dan data dalam membantupengelola program/proyek dan anggota kelompok dalam

pengambilan keputusan. Monitoring merupakan sistem umpanbalik yang berkesinambungan selama daur hidup program/proyekberlangsung termasuk melakukan kaji ulang secara berkala setiap kegiatan pada setiap tingkat pelaksanaan program/proyek yang sedang berjalan. Sedangkan evaluasi partisipatif merupakananalisis yang sistematis oleh pengelola program/proyek dan warga masyarakat agar mampu melakukan penyesuaian, mereformulasi kebijakan atau tujuan, dan mereorganisasikelembagaan atau merelokasi sumber daya.

BAB VI.

SISTEM MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi yang partisipatif mempunyaitujuan ganda, yaitu: (a) sebagai alat manajemen untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.; dan (b) sebagai proses pembelajaran untuk meningkatkan kesadaran dan pemahamanatas berbagai faktor yang mempengaruhi. MONEV partisipatif dalam rangka penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan pendekatan hasil, bukan dengan pendekatan tujuan. Sehingga dari hasil proses MONEV tersebut dijadikan dasar untuk perbaikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan,sehingga hasil yang diinginkan dapat dicapai.

6.1. Mekanisme dan Prosedur Monev

Sistem monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan dapat dilihat dalam Tabel 6.1 dan 6.2. di bawah ini. Seperti telah dibahas di depan, kegiatan monev seringkali tidak dilakukan secara serius. Pada banyak kasus, monev hanya bagus di atas kertas tetapi tidak di dalam pelaksanaan. Oleh karena itu yang tidak boleh dilupakan dalam mengembangkan sistemmonitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan, selain

VI - 1

www.rajaebookgratis.com

Page 42: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

masalah teknik dan metodologi, adalah masalah mekanismepelaksanaannya.

Hal terpenting yang berhubungan dengan mekanismepelaksanaan monev adalah pemahaman bahwa penanggulangan kemiskinan merupakan suatu upaya bersama, sehingga lebih bersifat sebagai gerakan sosial yang mengedepankan pendekatan partisipatif dalam setiap elemen kegiatannya. Sebagai konsekuensinya, sistem monev penanggulangan kemiskinanharus terbuka bagi keterlibatan seluruh pihak yang berkepentingan (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat), baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalampengelolaan kebijakan / program penanggulangan kemiskinan.

Dilihat dari posisi pelakunya, mekanime monevdibedakan mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Monev yang dilakukan oleh mekanisme internal, dalam hal ini kegiatan monev suatu kebijakan/program dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait langsung di dalam pengelolaan kebijakan/program. Monev secara internal menuntut adanya kejujuran, objektivitas dan tanggung jawab moral dari semua pihak yang terlibat dalampelaksanaan kegiatan. Monev yang dilakukan oleh mekanismeeksternal, yaitu kegiatan monev yang kebijakan/program(eksternal), misalnya oleh lembaga atasan dari pengelola program/kegiatan, lembaga independen, dilakukan oleh pihak di luar pengelola bahkan sampai batas-batas tertentu (terutamakegiatan monitoring) dapat melibatkan masyarakat.

Tabel 6.1. Monitoring dan Evaluasi Kondisi Kemiskinan

Tingkat Indikator Ruang Lingkup dan Mekanisme

Nasional

MDGs

Kantor Menko Kesra

Bappenas

BPSSektoral

Ruang Lingkup:

Data Makro s/dKabupaten/kota

Susenas Inti (tiap 1 tahunsekali)

Mekanisme:

Network: BPS, Sektoral,Lembaga Penelitian, MENKO KESRA, Bappenas.

Proses (lihat Gambar 6.1)

Daerah

BPS Daerah

SektoralIndikator local

Ruang Lingkup:

Data Makro s/dKabupaten/kota

Data Mikro

Susenas Inti (tiap 1 tahunsekali)

Mekanisme:

Network: BPS Daerah, Sektoral, BPMD, LembagaPenelitian, BAPPEDA Proses (lihat Gambar 6.2)

Komunitas

Indikator lokal Ruang Lingkup:

Data Mikro

Sektora;Mekanisme:

LSM, Pokmas, BKM, RW, RT dan DKMProses: Pengenalan Masalahdengan musyawarah

VI - 2

www.rajaebookgratis.com

Page 43: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Tabel 6.2. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan dan Program

Tingkat Indikator Ruang Lingkup dan

Mekanisme

Nasional

Indikator untuk tiap pilar.

Indikator monitoringpelaksanaan program:o Inputo Proseso Output

Indikator kinerja kebijakanprogram:o Outcomeo Dampak

Daerah

Indikator untuk tiap pilar.

Indikator monitoringpelaksanaan program:o Inputo Proseso Output

Indikator kinerja kebijakanprogram:o Outcomeo Dampak

Disesuaikan dengan kondisi daerah

Komunitas

Indikator untuk tiap pilar.

Indikator monitoringpelaksanaan program:o Inputo Proseso Output

Indikator kinerja kebijakanprogram:o Outcomeo Dampak

Disesuaikan dengan kondisi komunitassetempat

Menurut tingkatan atau tatarannya, secara garis besar mekanisme pelaksanaan monev dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu:1. Mekanisme monitoring kondisi kemiskinan di tingkat

nasional pada dasarnya terbagi atas kegiatan-kegiatan: (1) pengumpulan data, (2) analisa data, (3) pemanfaatan(perencanaan/pengambilan keputusan) dan (4) tindakan. Kegiatan-kegiatan ini merupakan suatu siklus kegiatan yang runut (Gambar 6.1). Masing-masing institusi atau lembagamemiliki penekanan masing-masing, yaitu: (a) Peran BPS lebih dititikberatkan kepada kegiatan (1) dan (2); (b) Peran MENKO KESRA lebih dititikberatkan kepada kegiatan (2) dan (3). Khusus untuk point 2 Menko Kesra dibantu BPS sedangkan untuk point 3, Menko Kesra dibantu oleh Bappenas; dan (c) Peran sektoral pada seluruh kegiatan (1), (2), (3) dan (4).

2. Sedangkan mekanisme monitoring kondisi kemiskinan di tingkat daerah juga terdiri atas empat komponen seperti halnya pada mekanisme monitoring kondisi kemiskinan di tingkat nasional (Gambar 6.2). Masing-masing institusi atau lembaga memiliki penekanan masing-masing, yaitu: (a) Peran BPS Daerah dan Lembaga Penelitian lebih dititikberatkan kepada kegiatan (1) dan (2); (b) Peran BPMD lebih dititikberatkan kepada kegiatan (2) dan (3). Khusus untuk point 2 dibantu oleh BPS Daerah dan untuk point 3 dibantu oleh Bappeda; dan (c) Peran sektoral pada seluruh kegiatan (1), (2), (3) dan (4).

VI - 3

www.rajaebookgratis.com

Page 44: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Pemanfaatan(Perencanaan/Pengambilan

Keputusan)(3)

Pemanfaatan(Perencanaan/Pengambilan

Keputusan)(3)

Pengumpulan Data(1)

Pengumpulan Data(1)

Analisa(2)

Analisa(2)

Tindakan(4)

Tindakan(4)

Gambar 6.1. Mekanisme Monitoring Kondisi Kemiskinan di

Tingkat Nasional

Pemanfaatan(Perencanaan/Pengambilan

Keputusan)(3)

Pemanfaatan(Perencanaan/Pengambilan

Keputusan)(3)

Pengumpulan Data(1)

Pengumpulan Data(1)

Analisa(2)

Analisa(2)

Tindakan(4)

Tindakan(4)

Gambar 6.2. Mekanisme Monitoring Kondisi Kemiskinan di

Tingkat Daerah

6.2. Indikator

Perumusan indikator sangat penting dalam sistemmonitoring dan evaluasi karena terkait dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai oleh kebijakan/program. Indikator digunakan untuk menangkap suatu fenomena/kondisi yang akan dimonitor serta merupakan alat untuk mengukur kemajuanimplementasi program/kebijakan. Indikator-indikator ini akan digunakan untuk membandingkan kondisi sebelum dan sesudah suatu kebijakan/program dilaksanakan.

Sistem monitoring dan evaluasi Penanggulangan Kemiskinan (PK) terbagi atas dua bagian besar: (1) Kondisi Kemiskinan dan (2) Kebijakan dan Program penanggulangan kemiskinan. Pada bagian Kondisi Kemiskinan adalah bersifat monitoring, di mana pada bagian ini dititik beratkan pada penetapan indikator dan mekanismenya. Sedangkan pada kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan adalah bersifat monitoring dan evaluasi. Kegiatan evaluasi dimaksudkandapat memberikan umpan balik kepada pelaksanaan programapabila indikator tidak dapat dipenuhi. Hubungan antara Bagian 1 dan Bagian 2 pada sistem monev adalah apabila pada Bagian (2) diperoleh hasil evaluasi yang menyatakan indikator telah terpenuhi, maka perlu dilakukan peninjauan terhadap Bagian (1), apakah indikator tersebut telah tercapai atau apakah kondisi kemiskinan telah menjadi lebih baik. Apabila ternyata pada Bagian (1) kondisinya tidak lebih baik, maka perlu dilakukan peninjauan ulang secara menyeluruh terhadap kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan. Pada Tabel 6.3 disajikan beberapa indikator kinerja kondisi kemiskinan sampai tahun 2015.

VI - 4

www.rajaebookgratis.com

Page 45: Strategi Penanggulangan Kemiskinan Nasional

Pada tabel tersebut tertera bahwa indikator kondisi kemiskinan di tingkat nasional berasal dari sasaran yang tercantum dalam Millenium Developmet Goals (MDGs) yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Indikator di sini merupakan dampak yang dijadikan sebagai acuan dalampemantauan (monitoring) di tingkat nasional. Sedangkan dalamkebijakan dan program di tingkat nasional, indikator berasal dari keempat pilar dan indikator monitoring pelaksanaan programyang meliputi input, proses dan output dan juga indikator kinerja kebijakan program yang meliputi outcome dan dampak.

Indikator kondisi kemiskinan di daerah adalah berdasarkan indikator yang ditetapkan oleh BPS Daerah, sektoral dan indikator lokal. Indikator ini juga dapat dijadikan sebagai sebagai acuan. Sedangkan indikator untuk kebijakan dan program di tingkat daerah dapat ditentukan dengan mengacu pada indikator di tingkat nasional. Indikator kondisi kemiskinan di tingkat komunitas ditentukan berdasarkan indikator lokal yang diterapkan bagi komunitas setempat.

Tabel 6.3. Indikator Kondisi Kemiskinan sampai Tahun

2015

No Indikator Kondisi Kemiskinan 1990 2015

1. Jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan (%) 15,5 7,5

2. Gap kemiskinan (%) 3-4 1 – 2

3. Bagian kuintil termiskin dalam konsumsi nasional (%) 20 10

4. Sumbangan pengusaha mikro, kecil dan menengah dalam PDB(%)

5. Tingkat melek huruf 95

6. Rasio perempuan terhadap laki-laki dalam pendidikan 86

7. Rasio perempuan dalam melek huruf 97

8. Prevalensi Balita yang mempunyai berat badan rendah (%) 35,4* 18,3

9. Mencapai pendidikan dasar Universal 84 100

Promosikan pemberdayaan gender dan pemberdayaanperempuan

Rasio siswa Perempuan/Laki-laki di SD, SL, & PT 86

% perempuan bekerja sebagai buruh/karyawan di sektornon-pertanian

38

10.

% perempuan Anggota DPR 12

11. Tingkat kematian bayi 60 30

12. Tingkat kematian Balita (bayi/1.000 bayi lahir) 83 42

13. Imunisasi campak pada anak umur 1 tahun (%) 57.5 90

14. Angka Kematian Ibu (AKI) 470**

15. Presentasi kelahiran yang dihadiri oleh tenaga kesehatan terlatih (%)

47 90

16. % Penduduk yang memliki tabungan hari tua

17. % penduduk miskin sebagai peserta SJSN

18. % pegawai formal peserta SJSN

19. % pegawai informal peserta SJSN

20. % Penduduk yang tercakup dan komunitas yangmengembangkan kearifan lokal

21. Alokasi dana APBN yang diperuntukkan bagi penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat

22. Tingkat parstisipatif substantif kelompok miskin dalamperancangan pelaksanaan dan pengawasan program.

23. Peran organisasi masyarakat madani dalam mendesakkan suarakelompok miskin

* Data Tahun 1995; **Data Tahun 1996

VI - 5

www.rajaebookgratis.com