penanggulangan kemiskinan melalui pusat …
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Ilmu Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
71
PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PUSAT KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PELAYANAN PUBLIK
Abd. Rohman1*, Antonius Sukiman
2, Willy Trihardianto
3
1,2,3
Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tribhuwana Tunggadewi
ABSTRAK Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan yang sistematik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis upaya penanggulangan kemiskinan melalui Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) dari perspektif pelayanan publik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data terdiri dari data primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentas i. Penentuan informan menggunakan purposive sampling. Analisis data menggunakan model Miles & Huberman, yakni reduksi, penyajian, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanggulangan kemiskinan melalui Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) sudah berjalan sebagaimana prosedur yang ada. Hal ini dibuktikan dengan baiknya pelayanan administrasi, barang, dan jasa kebutuhan masyarakat miskin mulai proses penyediaan barang, persiapan, hingga pada usulan-usulan. Penyelenggaraan pelayanan ini didukung dan atas kerjasama dengan tenaga sosial tingkat RT/RW, kader-kader sosial, petugas serta fasilitator kelurahan. Mekanisme pengelolaan dan pendaftaran dilakukan dengan memberikan informasi kepada masyarakat tentang program, prosedur, serta. Data ini kemudian menjadi acuan pemerintah untuk proses verifikasi dan validasi dalam menentukan masyarakat miskin yang berhak menerima. Hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan ini meliputi akses sebagian wilayah yang jauh, jaringan, program pengolah BDT, serta apatisme masyarakat dalam melengkapi persyaratan. Sehingga perlu komitmen dan prinsip jemput bola pemerintah kelurahan dengan melibatkan kader sosial dan karang taruna setempat yang telah diberikan pelatihan untuk memberikan pendampingan.
Kata kunci: Kemiskinan, kesejahteraan sosial, pelayanan
ABSTRACT
Poverty is an urgent national problem and it requires systematic handling steps. This study had purpose to analyze poverty alleviation efforts through the Social Welfare Center (Puskesos) from the perspective of public services. This study used descriptive qualitative method. The data included primary and secondary data and the collecting data used interviews, observation and documentation. Informants determined by using purposive sampling. Data analysis used Miles & Huberman model, that's data reduction, presentation, making conclusions and verification. Validity of the data used triangulation techniques. The results showed that the implementation of Integrated Database services (BDT) through the Social Welfare Center (Puskesos) had run optimally. This is proven by good administrative services, goods, and servicing the poor society from the process of providing goods, preparation, to the proposals. This service implementation is supported and in collaboration with social strength at the RT / RW level, social cadres, employee and village facilitators. The management of mechanism and registration are done by giving information to the society about the programs, procedures, and requirements that must be completed. Then, This data becomes the government's reference for processing data verification and validation in determining the poor society who have a right to receive the facilities will be given. The obstacles of this implementation are services such as access to distant of part area, networks, BDT processor programs, and society's apathy in completing requirements. So, it needs commitment and principle of picking up the village government by involving social cadres and youth cadets who have been given training to provide assistance to the poor society.
Keywords: Poverty, social welfare, service
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
72
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah dalam berbagai negara, khususnya negara berkembang termasuk Indonesia. Mengacu pada Perpres No. 15 thn 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, disebutkan “bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat”.
Badan Pusat Statistik (BPS), menampilkan data angka kemiskinan di Indonesia per bulan September 2019 sebesar 24,79 juta atau sebesar 9,22% dari total jumlah penduduk Indonesia saat ini. Jumlah tersebut apabila di prosentase di wilayah perkotaan per September 2019 sebesar 6,56%. Sedangkan prosentase jumlah penduduk miskin di wilayah pedesaan pada September 2019 sebesar 12,60 persen (BPS, 2020). Sehingga hal tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan upaya penanggulangan kemiskinan demi tercapainya kesejahteraan sosial dari tingkat nasional hingga tingkat pedesaan.
Perpres No. 15 thn 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan pada bagian Menimbang poin b disebutkan “bahwa untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan upaya penajaman yang meliputi penetapan sasaran, perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta efektifitas anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat nasional yang menangani penanggulangan kemiskinan”. Dalam Peraturan Presiden tersebut, lebih lanjut dipaparkan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, bahwa penanggulangan kemiskinan merupakan domain dari Kelembagaan di tingkat nasional. Namun demikian, di tataran provinsi dan kota/kabupaten dibentuk tim koordinasi yang selanjutnya disebut Tim Koordinasi Provinsi dan Tim Koordinasi Kota/Kabupaten. Namun demikian, dalam pelaksanaannya Pada Bagian Kedua Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Pasal 5 ayat (1) poin a disebutkan bahwa “Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin”.
Salah satu tindak lanjut dari Perpres tersebut adalah dengan adanya SLRT (Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu) dan Puskesos (Pusat Kesejateraan Sosial) Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dengan pelayanan secara utuh diberikan kepada masyarakat berkebutuhan. SLRT merupakan bentuk pelayanan satu pintu yang didirikan dengan tujuan membantu membantu masyarakat khususnya masyarakat prasejahtera. Menurut Kartasasmita (2019) sebagai menteri Sosial, SLRT didirikan dengan tujuan untuk mengkorelasikan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat prasejahtera yang dikelola oleh pemerintah dalam mengakses layanan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Awal diluncurkan pada tahun 2016, SLRT berjumlah 50 yang tersebar di beberapa kota/kabupaten. Pertumbuhan SLRT mengalami perkembangan dan penambahan dari tahun ke tahun hingga saat ini. Pada tahun 2017, SLRT mengalami penambahan sebanyak 20 SLRT. Pada tahun 2018 juga mengalami peningkatan yang signifikan, yakni sebanyak 60 SLRT, dan pada tahun 2019 ada penambahan sebanyak 20 SLRT. Sehingga sampai saat ini terdapat 150 SLRT dan terus dilakukan dorongan terhadap kota/kabupaten hingga mencapai target 514 SLRT pada tahun 2024 mendatang (Kartasasmita, 2019).
Dalam implementasinya, SLRT di tingkat pemerintahan desa/kelurahan didirikan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos). Menurut hasil penelitian Setiawan (2017) tentang Puskesos menunjukkan bahwa pemerintah desa/kelurahan memiliki peranan yang sangat strategis dalam penanggulangan kemiskinan melalui Puskesos. Puskesos membantu pemerintah memberikan informasi tentang kemiskinan yang ada di daerah, termasuk kondisi kemiskinan serta upaya yang telah dan akan dilakukan pemerintah. Menurut hasil penelitian Sulhan (2017) tentang Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Melalui Kartu Jaminan Sosial dan Kartu Indonesia Pintar Pada Masyarakat, salah satu yang harus dilakukan adalah dengan melakukan peninjauan kembali terhadap kelayakan para penerima bantuan sosial. Salah satu yang harus dilakukan agar informasi benar-benar valid adalah melakukan survey silang warga miskin yang terdaftar dan yang layak mendapatkan.
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Ilmu Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
73
Kota Malang mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik di bidang ekonomi, transportasi, kesehatan maupun bidang pendidikan pada khususnya. Perkembangan dan kemajuan Kota Malang dapat kita ketahui melalui pendapatan perkapita yang mencapai Rp. 1,9 Triliun pada tahun 2018. Namun demikian, berdasarkan data BPS Kota Malang (2019), garis kemiskinan Kota Malang berada pada level Rp. 543.966 perkapita per bulan atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah penduduk miskin Kota Malang yang mengalami penurunan sekitar 100 orang dibanding tahun sebelumnya.
BPS juga merilis meskipun terjadi penurunan persentase penduduk miskin, rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan tidak mengalami perubahan dari tahun sebelumnya. Data BPS tersebut dapat dilihat dari salah satu kelurahan yang ada di Kota Malang, yakni kelurahan Purwantoro sebagai lokasi penelitian. Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) kelurahan Purwantoro pada Tahun 2019 Semester I jumlah warga miskin (gakin) sebanyak 1.063 jiwa oleh karena kebutuhan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan berjangka.
Upaya dan proses penanggulangan kemiskinan berkaitan erat dengan keberlangsungan penyelenggaraan program kesejahteraan sosial sebagaimana diatur dalam UU. No. 11 thn 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Sehingga terciptanya pelayanan kesejahteraan sosial berbasis penanggulangan kemiskinan menjadi proteksi utama bagi pemerintah.
Pemerintah terus berupaya untuk menyempurnakan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan berbasis data terpadu adalah Pusat Kesejahteraan Sosial. Program tersebut merupakan salah satu media penggerak pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan kemandirian masyarakat melalui Puskesos berdasarkan BDT. Upaya ini diharapkan dapat memperbaiki penghasilan berhubungan dengan jaminan dan bantuan finansial, seperti
KIS, BSP, RTLH, PKH, KIP. Bantuan bagi keluarga-keluarga miskin, penyediaan seperti itu bertujuan untuk memberikan perlindungan ekonomi serta memelihara standar hidup minimal.
Permasalahan mengenai pelayanan kesejahteraan sosial masih menjadi tantangan Pemerintah Kelurahan yang nantinya diharapkan mampu menghasilkan problem solving dalam hal pelayanan sosial. Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dengan tujuan mewujudkan sistem pelayanan yang baik. Pelaksanaan Pelayanan publik juga tidak akan terlepas dari aktifnya monitoring penanggulangan kemiskinan, baik pemerintah maupun masyarakat.
Dari berbagai uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya penanggulangan kemiskinan melalui Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) dari perspektif pelayanan publik serta mengetahui faktor pendukung dan penghambat di Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang. Sehingga manfaat dari penelitian ini selain memberikan sumbangsih pemikiran untuk perkembangan disiplin ilmu administrasi publik, juga memberikan pemikiran dan informasi bagi instansi terkait dan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan melalui Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos). TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Publik
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Thn 2009, Pelayanan Publik dimaknai sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas jasa, barang, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/ 2003, pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. selanjutnya menurut Ridwan dan Sudrajat (2009:19), pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian, berdasarkan uraian yang dibahas diatas dapat disimpulkan bahwa
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
74
pelayanan publik adalah proses pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggaraan negara dalam hal ini negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan ini harus dipahami bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat. Standar Pelayanan Publik
Standar pelayanan publik merupakan
ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan yang wajib dijalankan oleh pemberi dan/atau penerima pelayanan. standar pelayanan yang digariskan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Prosedur Pelayanan Dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu penyelesaian Ditetapkan saat sejak pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian, termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan Biaya pelayanan termasuk rincian tarif yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4. Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Saranan dan Prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan Kompetensi Pemberi Pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan.
Jenis Pelayanan Publik
Terdapat beberapa jenis pelayanan bagi masyarakat sebagaimana diatur dalam UU No. 25/2009 tentang pelayanan Publik dan Kepmenpan No. 63/2003 tentang Pelayanan Umum atau Publik, yaitu:
1. Pelayanan Barang Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, Pelayanan
pengadaan dan penyaluran barang bisa dikatakan mendominasi seluruh pelayanan yang disediakan pemerintah kepada masyarakat. Pelayanan publik kategori ini bisa dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya merupakan kekayaan negara yang tidak bisa dipisahkan atau bisa diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Badan Usaha Milik Negara/BUMN). Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
2. Pelayanan Administratif Pelayanan administratif yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat, kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya.
3. Pelayanan Jasa Pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa barang yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dan sebagainya.
B. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan gambaran tentang kondisi ketiadaan dan kepemilikan serta rendahnya pendapatan, atau secara lebih rinci merupakan gambaran dari suatu kondisi tidak dapat terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, yaitu, pangan, papan, dan sandang. Definisi kemiskinan yang digunakan BPS, menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2005).
Menurut Levitan (1980), kemiskinan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Ilmu Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
75
sesuatu standar hidup yang layak. Menurut Schiller (1979), kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas, (Suyoto, 2013: 1).
Sedangkan menurut Friendman (1979) dalam bukunya Suyoto (2013: 2), kemiskinan adalah ketidaksamaan untuk mengakumulasi basis kebutuhan sosial seperti modal produktif aset, perumahan, peralatan, kesehatan, keuangan, organisasi sosial, jaringan sosial, informasi. Indikator Kemiskinan
Salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan yang dialami seseorang atau sekelompok orang adalah indikator kemiskinan Harniati (2010) dalam bukunya (Bhinadi, 2017: 17-19). Indikator yang dimaksud adalah :
1. Keterbatasan Pangan 2. Keterbatasan akses kesehatan 3. Keterbatasan akses pendidikan 4. Keterbatasan akses Pekerjaan 5. Keterbatasan terhadap layanan perumahan
dan sanitasi 6. Keterbatasan akses air bersih 7. Keterbatasan terhadap tanah 8. Keterbatasan sumber daya alam 9. Tidak ada jaminan rasa aman 10. Keterbatasan akses untuk berpartisipasi 11. Besarnya beban kependudukan
Menurut Syahyuti (2006: 95), terdapat tiga
indikator kondisi kelompok masyarakat miskin, yaitu:
1. Kelompok yang paling miskin (destitute), merupakan kelompok yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, tidak memiliki sumber pendapatan, dan tidak memiliki akses terhadap pelayanan sosial.
2. Kelompok miskin (poor), merupakan kelompok kemiskinan yang memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan, namun masih memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar.
3. Kelompok rentan (vulnerable group), merupakan kelompok miskin yang memiliki kehidupan yang lebih baik, namun mereka rentan terhadap berbagai perubahan sosial di sekitarnya.
Penanggulangan Kemiskinan
Usaha penanggulangan kemiskinan sudah dilakukan sejak lama walaupun intensitasnya beragam sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Upaya mengurangi penduduk miskin melalui pembangunan dirancang untuk memecahkan tiga masalah utama yaitu, pengangguran, ketimpangan, distribusi, pendapatan dan kemiskinan (Soegijoko, 1997: 148). Strategi pengentasan kemiskinan juga dikemukakan oleh United Nations Economic and Social Commission For Asia Pacific (Unescap) 2000, bahwa strategi penanggulangan kemiskinan terdiri dari penanggulangan kemiskinan uang, kemiskinan akses ekonomi, sosial dan budaya, dan penanggulangan kemiskinan terhadap kekuasaan dan informasi.
Menurut Gunnar Adler Karlsson dalam Ala (1981: 31) strategi penanggulangan kemiskinan meliputi :
1. Strategi jangka pendek yaitu memindahkan sumberdaya-sumberdaya kepada kaum miskin dalam jumlah yang memadai, perbaikan ini membutuhkan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusi.
2. Strategi jangka panjang dengan membutuhkan swadaya setempat, dengan memperbaiki dan memenuhi harkat hidup secara individu dan sosial yang bermartabat. (Nugroho dan Dahuri, 2004: 165). Sedangkan upaya penanggulangan
kemiskinan menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas melalui dua strategi, pertama, melindungi keluarga dan masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara. Kedua, membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut dapat dituangkan dengan tiga strategi yaitu :
1. Penyediaan kebutuhan pokok 2. Pengembangan sistem jaminan sosial 3. Pengembangan budaya usaha masyarakat
miskin
Sachs (2004), menyarankan empat pilar sebagai jalan keluar dari kemiskinan, pertama, reformasi ekonomi. Kedua, mempunyai penduduk sehat dan terdidik yang dapat berpartisipasi dalam perekonomian dunia. Ketiga, teknologi. Keempat, penyesuaian struktural khususnya diversifikasi eksfor. (Bhinadi, 2017 :23).
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
76
C. Pusat Kesejahteraan Masyarakat (Puskesos)
Puskesos adalah lembaga yang dibentuk oleh desa/kelurahan untuk memudahkan warga miskin dan rentan miskin menjangkau layanan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, baik yang dikelola pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, pemerintah desa/kelurahan dan swasta. Puskesos adalah miniatur dan perpanjangan tangan SLRT di level desa/kelurahan. Pemerintah desa/kelurahan diharapkan menyediakan kontribusi natural dan anggaran Puskesos untuk mendukung pelaksanaan Puskesos.
Pemerintah telah berkomitmen menurunkan angka kemiskinan dari 10,96 persen tahun 2014 menjadi 7-9 persen pada tahun 2019. Salah satu bentuk perwujudan komitmen tersebut adalah meningkatkan kecepatan dan ketepatan penjangkauan penduduk miskin untuk mengakses lebih banyak program penanggulangan kemiskinan. Kementerian Sosial mewujudkan komitmen ini dengan cara membangun lembaga pelayanan dan perlindungan sosial terpadu di daerah atau yang dikenal dengan Pelayanan Terpadu satu Pintu (PTSP) untuk program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan. PTSP yang diharapkan mampu menjadi pilar percepatan dan ketepatan pelayanan bagi masyarakat miskin ini disebut Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) di level kabupaten/kota dan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) di level desa/kelurahan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mencantumkan SLRT sebagai salah satu sasaran pembangunan di bidang pemerataan dan penanggulangan kemiskinan. Lembaga ini diyakini mampu membantu pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam menjalankan peran dan fungsinya melayani warga miskin dan rentan miskin, setiap SLRT dan Puskesos memiliki strategi dan cara pengembangan kelembagaan tergantung pada kondisi daerah atau desa setempat. Untuk memastikan pengembangan kelembagaan SLRT dan Puskesos berjalan dengan prinsip memberikan pelayanan prima bagi warga miskin untuk mengakses program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
Tujuan Pendirian Puskesos
Puskesos, pada level masing-masing, didirikan dengan beberapa tujuan pokok yakni: 1. Menjadi pusat informasi program-program
perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, baik yang dikelola oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, desa maupun swasta
2. Menyediakan pelayanan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan untuk warga miskin dan rentan miskin serta Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang terpadu di tingkat desa/kelurahan
3. Menyediakan pelayanan rujukan untuk program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang terpadu untuk warga miskin dan rentan miskin di tingkat desa/kelurahan
4. Membantu mengidentifikasi keluhan warga miskin dan rentan miskin dan memantau penanganan keluhan tersebut
5. Memastikan keluhan warga miskin dan rentan miskin tertangani dengan baik oleh pengelola program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan
6. Melakukan pembaruan data terkait warga miskin dan rentan miskin di tingkat desa/kelurahan
7. Menyediakan data terbaru bagi OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait warga miskin dan rentan miskin di tingkat desa/kelurahan
Azas Penyelenggaraan Puskesos Puskesos diselenggarakan dengan
melandaskan diri kepada azas kesetaraan, responsivitas, akuntabilitas, transparansi, partisipatif, kesetiakawanan, keberlanjutan, dan kerahasiaan. 1. Kesetaraan, berarti memberikan akses dan
kesempatan yang sama kepada warga untuk mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial tanpa membeda-bedakan latar belakang suku, golongan, agama, dan ras.
2. Responsivitas, berarti memberikan pelayanan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan dengan cepat, tanggap dan akurat.
3. Akuntabilitas, berarti dapat mempertanggung jawabkan setiap kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Transparansi, berarti memberikan kesempatan dan akses seluas luasnya kepada warga untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan serta mengawasi kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial.
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Ilmu Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
77
5. Partisipatif, berarti melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam kegiatan penyelenggaraan pelayanan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
6. Kesetiakawanan, berarti kegiatan yang dilakukan harus berlandaskan kepedulian sosial dan rasa empati untuk membantu orang lain.
7. Keberlanjutan, berarti penyelenggaraan kegiatan pelayanan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai kemandirian.
8. Kerahasiaan, berarti penyelenggaraan kegiatan pelayanan perlindungan sosial dilaksanakan dengan memperhatikan kerahasian klien atau warga.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Sugiyono (2018:9) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mendasarkan pada filsafat post-positivisme. Penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti kondisi objektif yang alamiah, dimana instrumen kuncinya adalah peneliti sendiri. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Purwantoro Kota Malang Jawa Timur dengan sumber data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan beberapa informan dan hasil observasi peneliti sendiri. Data sekunder penelitian ini terdiri dari beberapa arsip seperti dokumen laporan kelurahan Purwantoro, profile kelurahan, dan Basis Data Terpadu (BDT). Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur dan face to face dengan daftar pernyataan sudah direncanakan melalui interview guide, observasi terhadap pelaksanaan pelayanan dalam penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Purwantoro, serta dokumentasi seperti foto dan arsip kelurahan Purwantoro. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini purposive sampling. Menurut Sugiyono (2018:217), purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil sebagai informan adalah Lurah kelurahan Purwantoro, Sekretaris Kelurahan, Pegawai bagian Pelayanan Umum, Petugas Puskesos, Petugas Fasilitator Puskesos,
dan Masyarakat. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman, yakni reduksi data dimana data yang diambil baik hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi hanya yang berhubungan dengan fokus penelitian, selanjutnya penyajian data dimana data-data yang telah direduksi disajikan untuk dibahas, dan terakhir dilakukan penarikan kesimpulan hasil dan pembahasan serta dilakukan verifikasi terhadap kesimpulan yang telah disusun. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teknik, dimana setiap data yang tersedia ditelaah dan dikroscek kembali dengan teknik yang berbeda. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dicek kembali dengan dengan teknik observasi dan dokumentasi dan sebaliknya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelayanan Dalam Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos)
Pelayanan publik menjadi pisau analisis yang digunakan terkait pelayanan Pusat Kesejahteraan Sosial di Kelurahan Purwantoro. Hal ini disebabkan karena pelayanan publik merupakan salah satu indikator rangkaian berbagai kegiatan dalam rangka pemenuhan pelayanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat seperti pelayanan barang, administrasi, pembangunan, kemasyarakatan. Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan publik diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan. Berdasarkan rumusan masalah yang difokuskan pada pelayanan Puskesos, peneliti menggunakan Kepmenpan Nomor 63 Tahun 2003 yang menjelaskan kegiatan pelayanan umum, sebagai berikut: 1. Pelayanan Barang
Pelayanan barang yaitu pelayanan yang
menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang
yang digunakan oleh publik, Pelayanan
pengadaan dan penyaluran barang bisa
dikatakan mendominasi seluruh pelayanan
yang disediakan pemerintah kepada
masyarakat. Pelayanan publik kategori ini bisa
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
78
dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya merupakan
kekayaan negara yang tidak bisa dipisahkan
atau bisa diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Pemerintah yang sebagian atau seluruh
dananya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan (Badan Usaha Milik
Negara/BUMN). Pelayanan barang yaitu
pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh
publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan
tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
2. Pelayanan Administratif
Pelayanan administratif yaitu pelayanan yang
menghasilkan berbagai bentuk dokumen
resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
status kewarganegaraan, sertifikat
kompetensi, kepemilikan atau penguasaan
terhadap suatu barang dan sebagainya.
Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu
Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte
Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik
Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin
Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor
Kendaraan Bermotor (STNKB), Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor,
Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan
sebagainya. Pelayanan publik dalam kategori
ini meliputi tindakan administratif
pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam Perundang-Undangan dalam
rangka mewujudkan perlindungan pribadi,
keluarga, kehormatan, dan harta benda, juga
kegiatan administratif yang dilakukan oleh
instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh
negara dan diatur dalam Perundang-
Undangan serta diterapkan berdasarkan
perjanjian dengan penerima pelayanan.
Pelayanan pemerintahan merupakan
pelayanan masyarakat yang erat dalam tugas-
tugas umum pemerintahan seperti pelayanan
Kartu Keluarga/KTP, IMB, Pajak Daerah,
Retribusi Daerah dan Imigrasi.
3. Pelayanan Jasa
Pelayanan jasa yaitu pelayanan yang
menghasilkan berbagai bentuk jasa barang
yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
pendidikan, pemeliharaan kesehatan,
penyelenggaraan transportasi, pos, dan
sebagainya.
Kriteria di atas menjadi standar yang
digunakan peneliti dalam menganalisis pelayanan Puskesos, hal ini menjadi usaha dalam penyelenggaraan pelayanan publik dalam pemberian pelayanan puskesos dalam upaya penanggulangan kemiskinan, adanya usaha penyelenggaraan pelayanan puskesos ini menjadi perhatian dalam proses penanggulangan kemiskinan dengan proses pelayanan yang diberikan dengan persiapan secara mutlak atas dasar kebutuhan masyarakat miskin berupaya secara mekanisme yang tersedia sebagai prosedural dalam menyampaikan informasi yang disampaikan. Pemberian pelayanan puskesos dalam upaya penanggulangan kemiskinan terdapat pelayanan dalam bentuk administratif sebagai dokumen utama dan pelengkap data. Dengan begitu penyaluran bantuan finansial yang secara langsung diberikan baik berupa barang seperti kebutuhan pokok masyarakat kurang mampu (beras), maupun pemberian modal usaha agar masyarakat terlepas dari ketergantungan pada program penanggulangan bantuan dari pemerintah, serta adanya pelayanan yang bersifat jasa seperti untuk perawatan lansia.
Pelayanan
Pelayanan merupakan kegiatan
penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh
pemerintah kepada masyarakat, aktivitas-
aktivitas pelayanan yang terdapat dalam
Permenpan Nomor 63 Tahun 2003 menjelaskan
penyelenggaraan pelayanan publik diantaranya
pelayanan barang, administrasi, dan pelayanan
jasa, hal ini berdampak pada pelayanan puskesos
yang ada di Kelurahan Purwantoro sebagai upaya
penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat.
Pelayanan publik menjadi pisau analisis
yang digunakan peneliti dalam mengolah data
mengenai pelayanan Puskesos. Dalam penjelasan
tersebut pelayanan puskesos memberi pelayanan
kepada masyarakat secara administratif dengan
pemutakhiran data sebagai akomodasi
pemberian bantuan pelayanan barang dengan
keterlibatan jasa perawatan kepada masyarakat
lanjut usia. Perwujudan pelayanan puskesos
memberi perkembangan kepada masyarakat
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Ilmu Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
79
miskin dengan adanya kerjasama kader-kader
sosial sebagai eksekutor dan fasilitator dalam
penyaluran pelayanan Puskesos yang secara utuh
bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Penyelenggaraan pelayanan Puskesos memiliki
tujuan menarik yaitu adanya pemerataan dalam
pengentasan kemiskinan. Perkembangan
pelaksanaan Puskesos berjalan dengan baik
dengan bantuan BDT sebagai data acuan dalam
penyaluran bantuan, serta terciptanya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah
melalui penyediaan pelayanan publik.
Berdasarkan penyajian data hasil penelitian
yang diperoleh melalui wawancara, observasi
dan dokumentasi pelayanan publik melalui
lembaga masyarakat Puskesos menjelaskan
pelayanan pemutakhiran basis data terpadu
pelayanan yang tersedia merupakan pelayanan
akomodir, pemutakhiran data secara administrasi
dan pelayanan bersifat barang atau jaminan dan
tunjangan masyarakat, Adanya keberlangsungan
pelayanan ini bertujuan untuk memperoleh basis
data terpadu yang akurat dan tepat sasaran
dalam pemberian pelayanan dengan verifikasi
dan validasi data melalui monitoring langsung
dilapangan.
Persiapan Persiapan perencanaan pelayanan publik
menjadi dasar keberlangsungan pelayanan
publik. Setiap organisasi maupun lembaga
pemerintah tentunya dalam setiap pemberian
pelayanan akan diawali dengan persiapan dan
perencanaan yang matang untuk memperoleh
pelayanan yang baik. Dengan pengertian
sederhana dapat dijelaskan dalam beberapa poin
penting yaitu, tujuan (apa yang akan dicapai),
kegiatan (tindakan untuk mencapai tujuan), dan
waktu (kapan tindakan tersebut akan dilakukan).
Dengan demikian suatu persiapan bisa dipahami
sebagai respons atau reaksi terhadap tujuan ke
depan. Perencanaan pada dasarnya merupakan
salah satu fungsi manajemen yang digunakan
untuk memperoleh tujuan. Didukung oleh
pendapat (Siagian dalam Zaenal dan Mukarom.
2018: 102), bahwa persiapan atau planning
dipandang sebagai keseluruhan proses pemikiran
dan penetapan dengan matang tentang apa yang
akan dikerjakan pada masa yang akan datang
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut pendapat Ambardi &
Prihawantoro (2002:104), perencanaan dan
persiapan dalam konsep pembangunan dengan
berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu
daerah sering menemukan kenyataan bahwa
konsep tersebut memerlukan modifikasi atau
penyesuaian. Didukung oleh pendapatnya
Jamaludin (2015:15) pembangunan di bidang
sosial bertujuan untuk mengurangi penderitaan
manusia, melalui program yang dapat memberi
manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sehingga memiliki kemampuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan.
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan
persiapan pelayanan Pusat kesejahteraan sosial
(Puskesos) di Kelurahan Purwantoro dilakukan
melalui penyerapan aspirasi masyarakat. Hail ini
dapat dilihat dari hasil Musyawarah Kelurahan
(Muskel) dengan melakukan persiapan kader-
kader sosial RT dan RW, petugas Puskesos,
fasilitator kelurahan, dengan dukungan usulan-
usulan masyarakat yang sudah terdaftar sebagai
masyarakat kurang mampu melalui Basis Data
Terpadu (BDT). Hal ini membuktikan pelayanan
puskesos dalam persiapannya memberi dampak
jangka panjang terhadap kebutuhan masyarakat.
Dengan adanya persiapan tersebut, diharapkan
terus berjalan dan berkelanjutan sebagai upaya
pengurangan jumlah masyarakat miskin melalui
program-program mensejahterakan masyarakat.
Mekanisme Mekanisme yang dimaksud adalah mengacu
pada prosedur dalam pemberian informasi dan
penyediaan berkas yang dilakukan oleh
pemerintah pusat ke pemerintah kelurahan
melalui lembaga masyarakat Puskesos.
Mekanisme yang digunakan Kelurahan
Purwantoro melalui Puskesos adalah mengolah
basis data terpadu (BDT) yang terletak pada
penyedian berkas dari Dinas Sosial Kota Malang
melalui tenaga sosial seperti RW/RW, Petugas,
dan fasilitator kelurahan. Muskel merupakan
mekanisme utama dalam proses pelayanan
Puskesos sebagai bentuk kesungguhan Kelurahan
Purwantoro dalam melaksanakan pelayanan bagi
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
80
masyarakat. Hal ini relevan dengan Peraturan
Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial
Perorangan, Keluarga dan Kelembagaan
Masyarakat tahun 2017 tentang Berdirinya Pusat
Kesejahteraan Sosial yang berada di Kelurahan
Purwantoro.
Mekanisme yang terdapat dalam penjelasan
tersebut adalah keberlangsungan pelayanan
publik dalam penyediaan berkas. Informasi dan
layanan dapat diperoleh melalui basis data
terpadu yang dikelola oleh kelurahan purwantoro
melalui lembaga masyarakat puskesos. Dengan
mekanisme masyarakat mendaftarkan diri
sebagai masyarakat miskin dengan kelengkapan
identitas diri yaitu Kartu Keluarga (KK) dan Kartu
Tanda Penduduk (KTP).
Informasi Sarana informasi merupakan upaya yang
diberikan pemerintah Kelurahan Purwantoro
kepada masyarakat. Informasi yang dimaksud
adalah aktualisasi basis data terpadu (BDT) yang
dilakukan sebagai sarana verifikasi dan validasi
data masyarakat kurang mampu. Dengan adanya
kepastian data berdasarkan informasi yang
diberikan dapat memperoleh hasil data yang
akurat dan tepat sasaran. Adanya BDT sangat
membantu petugas yang diberi tanggung jawab
untuk melakukan penyediaan berkas selama satu
bulan sekali untuk diserahkan pada pemerintah
kelurahan dan Dinas Sosial. Melalui 14 indikator
yang menjadi acuan utama petugas dalam
mengecek valid atau tidak nya informasi data
yang dikelola.
Oleh karena itu sesuai dengan hasil,
informasi terkait BDT pada pemerintah Kelurahan
Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang
melalui lembaga masyarakat Puskesos yaitu
mengutamakan kenyamanan masyarakat yang
dibantu fasilitator dan petugas puskesos dalam
memenuhi standar pelayanan terkait informasi
penerimaan dan penyaluran bantuan melalui 14
indikator sebagai penentu masyarakat miskin
dengan verifikasi di lapangan pada setiap
bulannya.
Prosedur
Standar pelayanan menurut Undang-
Undang No. 25 tahun 2009 menjadi syarat yang
harus dipenuhi oleh pemerintah Kelurahan
Purwantoro melalui lembaga masyarakat
Puskesos salah satunya dari 14 indikator dalam
undang-undang ini adalah standar operasional
prosedur yang terdapat dalam penjelasan
berikut:
a) Dasar hukum
b) Persyaratan
c) Sistem, mekanisme, dan prosedur
d) Jangka waktu penyelesaian
e) Biaya/tarif
f) Produk pelayanan
g) Sarana, prasarana dan fasilitas
h) Kompetensi pelaksanaan
i) Pengawasan internal
j) Penanganan pengaduan, saran, dan
masukan
k) Jumlah pelaksanaan
l) Jaminan pelayanan yang memberikan
kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan standar pelayanan
m) Jaminan keamanan dan keselamatan
pelayanan dalam bentuk komitmen untuk
memberikan rasa, aman, bebas dari bahaya,
dan resiko keragu-raguan
n) Evaluasi kinerja pelaksana
Pelayanan Puskesos tidak hanya berbicara
adanya informasi, dan mekanisme yang harus
dilakukan, akan tetapi jika merealisasikan
penyelenggaraan pelayanan tidak sesuai dengan
prosedur maka akan menjadi kesalahan yang
sangat fatal. Oleh sebab itu prosedur pelayanan
puskesos di Kelurahan Purwantoro menerapkan
hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No
25 Tahun 2009 mengenai standar operasional
prosedur.
Hasil penelitian ini memperoleh bahwa
dalam penyediaan prosedur kelengkapan berkas
yang harus dimiliki oleh masyarakat dan menjadi
pemenuhan tugas pemerintah Kelurahan
Purwantoro berada pada 14 indikator BSP
sebagai acuan verifikasi basis data terpadu dan
poin ke- 3 dari indikator Undang-Undang no 25
tahun 2009. Hal ini membuktikan bahwa
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Ilmu Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
81
prosedur yang diberlakukan oleh pemerintah
Kelurahan Purwantoro melalui lembaga
pemerintah dengan prosedur pengisian formulir
pendataan masyarakat kurang mampu/
masyarakat miskin telah dijalankan sesuai
dengan semestinya.
Fasilitas
Ketersediaan fasilitas yang dikelola oleh
pemerintah Kelurahan Purwantoro bertujuan
untuk menyelesaikan program-program yang
berasal dari Wali Kota Malang yaitu
Penanggulangan Kemiskinan dengan
mewujudkan bantuan-bantuan berupa finansial
baik bersifat tunjangan atau pun jaminan sosial
bagi masyarakat. Dengan berpandangan pada
Undang-undang No. 25 Tahun 2009 pasal 25
mengemukakan tentang pengelolaan sarana,
prasarana dan/atau fasilitas pelayanan publik,
pasal 25 yang dimaksud mengemukakan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Penyelenggara dan pelaksana berkewajiban
mengelola sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik secara efektif,
efisien, transparan, akuntabel, dan
berkesinambungan serta bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan dan/atau
penggantian sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik
2. Pelaksana wajib memberikan laporan kepada
penyelenggara mengenai kondisi dan
kebutuhan sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik serta pelaksanaan
sesuai dengan tuntutan kebutuhan standar
pelayanan
3. Atas laporan kondisi dan kebutuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2,
penyelenggara melakukan analisis dan
menyusun daftar kebutuhan sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik
4. Atas analisis dan daftar kebutuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3,
penyelenggara melakukan pengadaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
dengan mempertimbangkan prinsip
efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan
berkesinambungan.
Fasilitas pelayanan kepada masyarakat
merupakan pemenuhan kewajiban pemerintah
Kelurahan Purwantoro dalam pemerataan
kesejahteraan masyarakat kurang mampu/
miskin. Fasilitas tersebut harus dapat
mengakomodir banyaknya masyarakat miskin
yang harus diberi pelayanan sosial secara tepat.
Kondisi yang demikian dapat diupayakan dengan
penyediaan pelayanan dalam bentuk bantuan
finansial. Bantuan dan jaminan bagi masyarakat
kurang mampu ini mendukung kelancaran
program-program penanggulangan kemiskinan
dengan proses yang sederhana dan efektif.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian
fasilitas kepada masyarakat kurang mampu untuk
menanggulangi masyarakat miskin adalah dalam
bentuk pemberian pelayanan finansial seperti
Bantuan Pangan Non Tunai, Beras Daerah, Lanjut
Usia, Rumah Tidak Layak Huni. Selain itu, juga
berbentuk pembangunan sumber daya manusia
yaitu pelatihan dan monitoring masyarakat.
Dengan demikian, penyelenggaraan dan
pelaksanaan poin 1 Undang-Undang No. 25
Tahun 2009 memuat fasilitas yang diberikan
dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien serta
tepat sasaran. Penelitian ini juga menunjukkan hubungan
antara pelayanan BDT Puskesos dalam upaya
penanggulangan kemiskinan dengan
memberdayakan masyarakat miskin. Hubungan
ini memberikan gambaran bahwa
pelaksanaannya di lapangan jauh lebih rumit dan
kompleks daripada penjelasannya. Kemiskinan
sesungguhnya merupakan permasalahan sosial
yang jauh lebih kompleks daripada hanya sekedar
masalah pendapatan yang minim atau sekedar
tidak memiliki aset produksi dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Kemiskinan (deprivation trap)
atau perangkap kemiskinan tidak hanya sekedar
berkenaan dengan satu keluarga yang tidak
mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari,
namun juga menyangkut kerentanan,
ketidakberdayaan, keterisolasian, dan kelemahan
jasmani.
Berbagai program yang dicanangkan dalam
penanggulangan kemiskinan di Kota Malang
berawal dari kebijakan Wali Kota Malang
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
82
berkenaan dengan masalah penanganan
kemiskinan yang berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi makro dan cenderung sentralistik atau
terpusat, sehingga tidak responsif terhadap
kebutuhan lokal. Di sisi yang lain, berbagai
program penanggulangan kemiskinan yang
dicanangkan seringkali memposisikan masyarakat
hanya sebagai objek. Penanggulangan
kemiskinan yang dipandang hanya dari aspek
ekonominya, makanya yang terjadi adalah
ketergantungan masyarakat terhadap program
penanggulangan kemiskinan dan mengandalkan
pemberian bantuan modal usaha.
Dengan adanya kecenderungan tersebut
upaya percepatan penanggulangan kemiskinan
saat ini berfokus pada Program Wali Kota Malang
yang dikelola oleh Dinas Sosial Kota Malang
melalui lembaga masyarakat Puskesos di
kelurahan Purwantoro. Dengan demikian, upaya
penanggulangan kemiskinan dapat berjalan
secara efektif dan tepat sasaran. Salah satu
acuan utama dalam kegiatan ini adalah dengan
diperolehnya Basis Data Terpadu sebagai upaya
pemberian pelayanan bantuan finansial berupa
pelayanan administratif, pelayanan barang
bantuan dan subsidi pangan serta pelayanan jasa
perawatan kesehatan. Program ini berfokus pada
pemberdayaan, revitalisasi, kesehatan,
pendidikan, subsidi pangan, dan bantuan bagi
rumah tidak layak huni. Dengan demikian, begitu
program-program dapat dilakukan dengan jelas
untuk keberlangsungan dan kemanfaatan serta
menumbuhkembangkan potensi lokal agar tidak
menimbulkan ketergantungan terhadap bantuan
yang diberikan. Program ini harus memiliki nilai
pertumbuhan ekonomi dalam usaha permodalan
serta bantuan pangan dan pemberdayaan
masyarakat lanjut usia.
Faktor Pendukung Pusat Kesejahteraan Sosial (PUSKESOS)
Responsivitas dari RT/RW dan petugas sosial menjadi faktor pendukung keberlangsungan pemutakhiran data warga miskin melalui basis data terpadu. Hal sederhana seperti kerja sama tim kader-kader sosial sangat memberikan bermanfaat kepada penerima bantuan. Dalam mengelola basis data terpadu diupdate setiap bulannya. Dengan artian
partisipasi para petugas puskesos, RT/RW dan kader-kader sosial serta masyarakat menjadi faktor yang saat ini mendukung pelayanan puskesos. Faktor Penghambat Pusat Kesejahteraan Sosial (PUSKESOS)
Di samping faktor-faktor pendukung pelayanan publik puskesos dalam mengolah Basis Data Terpadu menunjukkan bahwa faktor yang menghambat pelayanan ini adalah kurangnya komunikasi yang aktif antar RT/RW terhadap kebutuhan masyarakat. Wilayah yang luas juga masih menjadi penghambat bagi petugas puskesos untuk verifikasi dan validasi dengan turun lapangan karena jumlah BDT sebanyak 1.063 jiwa harus ter-update di setiap bulannya. Keadaan wilayah yang luas sebagai faktor penghambat juga sejalan dengan hasil penelitian Rohman, Sasmito & Rifa’i (2016) dalam memberikan berbagai pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Demikian juga fasilitas alat bantu yang minim untuk dipergunakan oleh petugas Puskesos, baik akses jaringan di setiap wilayah yang kurang stabil serta aplikasi dalam pendataan yang terpisah menjadi kendala dalam mengolah basis data terpadu.
KESIMPULAN
Dalam peyenggaraan pelayanan Basis Data Terpadu melalui lembaga masyarakat Puskesos, pemerintah Kelurahan Purwantoro bekerjasama dengan tenaga sosial RT/RW, kader-kader sosial dan petugas serta fasilitator kelurahan mengolah Basis Data Terpadu (BDT) yang selanjutnya diserahkan pada Dinas Sosial Kota Malang. Dalam penyelenggaraan ini lembaga masyarakat Puskesos sebagai eksekutor lapangan dalam penyaluran bantuan Dinas Sosial yang saat ini sudah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya pelayanan administrasi, barang, dan jasa yang dapat bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat tidak mampu/miskin melalui penyediaan pelayanan yang diberikan, persiapan dalam penyediaan berkas dan usulan-usulan.
Mekanisme dalam pengelolaan dan pendaftaran dilakukan dengan memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang program yang dijalankan, prosedur yang harus dilalui serta persyaratan yang harus dilengkapi sebagai acuan pemerintah dalam proses validasi dan verifikasi data warga yang berhak menerima bantuan. Dengan adanya hal tersebut, pelayanan yang menjadi bagian terpenting dalam visi-misi Wali Kota Malang bisa
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Ilmu Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
83
terwujud di Pemerintah Kelurahan Purwantoro melalui lembaga masyarakat Puskesos.
Pelayanan BDT yang tersedia dalam penyelenggaraan pengelolaan bantuan berdasarkan Id-BDT terdaftar masyarakat yang menerima. Hal ini didukung oleh responsivitas RT/RW, kader-kader sosial, dan petugas Puskesos terjalinnya kerjasama yang utuh dengan update data setiap bulannya melalui kinerja yang ekstra dapat terkelola dengan jelas, transparan serta tepat sasaran. Sedangkan penghambat dalam pelayanan ini terdapat pada wilayah yang cukup luas, akses jaringan, dan alat bantu dalam mengolah BDT, serta apatisnya masyarakat terhadap prosedur dan informasi serta pendataan menggunakan aplikasi yang berbeda menjadi penghambat untuk validasi data.
Berdasarkan faktor penghambat tersebut, rekomendasi yang dapat diberikan, pertama: lebih aktif dalam mengolah BDT, verifikasi dan validasi informasi agar pemerintah betul-betul mengetahui masyarakat yang miskin serta kebutuhannya. Melihat luasnya wilayah, maka pengolahan BDT dapat melibatkan masyarakat setempat agar lebih efektif dan efisien. Kedua: harus ada komitmen yang kuat dari kelurahan dalam penanggulangan kemiskinan melalui optimalisasi penyelenggaraan pelayanan Puskesos dengan mengupayakan jaringan dan aplikasi yang memadai guna mengolah data masyarakat miskin secara maksimal serta memberikan pelatihan kepada perangkat kelurahan guna meningkatkan kemampuan pengoprasian teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga: Pemerintah Kelurahan hendaknya melibatkan peran serta pemuda karang taruna sebagai kader sosial dengan perhatian lebih kepada masyarakat dalam memberikan penyadaran dan pendampingan guna mendorong masyarakat sadar prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ala, Andre Bayo. 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
[2]. Ambardi, Urbanus M dan Socia Prihawantoro. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Pusat pengkajian kebijakan pengembangan wilayah (P2KTPW−BPPT). Jakarta.
[3]. Badan Pusat Statistik Kota Malang. 2019. Profil Kemiskinan Kota Malang, Maret 2019. Dilihat pada 3 Mei 2020 <https://bit.ly/2VYlCkt>
[4]. Badan Statistika Sosial (BPS). 2020. Persentase Penduduk Miskin September 2019 turun menjadi 9,22 persen. <https://bit.ly/2SwSeQh>
[5]. Basis Data Terpadu (BDT) 2019 kelurahan Purwantoro.
[6]. Bhinadi, Ardito.2017. Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: CV. Budi Utama.
[7]. Departemen Sosial RI. 2015. Petunjuk Teknis, Program Subsidi Langsung Tunai Kepada Rumah Tangga Miskin. Jakarta: Dpsos.
[8]. Jamaludin, A N. 2015. Sosiologi Perdesaan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
[9]. Kartasasmita, Agus Gumiwang. 2019. Kemensos Tambah Layanan SLRT Optimalkan Layanan Kesejahteraan Sosial. Dilihat 3 Mei 2020, <https://bit.ly/2SwFI3d>.
[10]. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
[11]. Mukarom, Z & Laksana, W M. 2018. Manajemen Pelayanan Publik. Jawa Barat: CV. Pustaka Setia.
[12]. Nugroho, I. dan Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.
[13]. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
[14]. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
[15]. Rohman, A., Sasmito, C., & Rifa’i, M. (2016). Manajemen Strategis Skpd Dalam Upaya Mewujudkan Pelayanan Terbaik Dinas Sosial Kabupaten Malang. Reformasi: Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 6(2).
[16]. Setiawan, H. H. (2017). Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pusat Kesejahteraan Sosial. Sosio Informa, 3(3).
[17]. Soegijoko. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Bandung: Yayasan Soegijanto Soegijoko.
[18]. Sudrajat. 2009. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa.
[19]. Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
[20]. Sulhan, M., & Sasongko, T. (2017). Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan melalui Kertu Penjamin Sosial dan Kartu Indonesia Pintar
Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan & Sosial (Publicio), Vol. 3, No. 1, Januari 2021
84
pada Masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Kauman Kota Malang). JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 6(1).
[21]. Suyoto, Bagong. 2013. Anatomi Kemiskinan dan Strategi Penanganannya. Malang: Intrans Publishing.
[22]. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian: Penjelasan tentang Konsep, Istilah, Teori dan Indikator serta Variabel. Jakarta: Bina Rena Pariwara.
[23]. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
[24]. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
[25]. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas).