ulkus diabetikum.docx
DESCRIPTION
mari belajarTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes mellitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2.2 Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes mellitus
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
A. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan, mungkin
tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
a) Banyak makan (poliphagia).
b) Banyak minum (polidipsia).
c) Banyak kencing (poliuria).
2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a) Banyak minum.
b) Banyak kencing
c) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg
dalam waktu 2 – 4 minggu).
d) Mudah lelah.
e) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
yang disebut dengan koma diabetik.
B. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
Page 1
5) Capek.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg
2. 3 Patogenesis Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu :
a. Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll).
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
c. Desensitas/kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer
Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan:
a. Menurunnya transport glukosa melalui membram sel, keadaan ini mengakibatkan sel-sel
kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh.
Manifestasi yang muncul adalah penderita Diabetes mellitus selalu merasa lapar atau
nafsu makan meningkat ”poliphagia”.
b. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot terganggu.
c. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini disertai
nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
hiperglikemi. Kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi
mengabsorpsi dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria.
Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasa
haus atau polidipsia.
Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes mellitus tipe 2 menurut ADA dengan
modifikasi terdiri atas :
a. Faktor risiko mayor :
1) Riwayat keluarga DM.
Page 2
2) Obesitas.
3) Kurang aktivitas fisik.
4) Ras/Etnik.
5) Sebelumnya teridentifikasi sebagai IFG.
6) Hipertensi.
7) Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
8) Riwayat DM pada Kehamilan.
9) Sindroma polikistik ovarium.
b. Faktor risiko lainnya :
1) Faktor nutrisi.
2) Konsumsi alkohol.
3) Kebiasaan mendengkur.
4) Faktor stress.
5) Kebiasaan merokok.
6) Jenis kelamin.
7) Lama tidur.
2. 4 Diagnosis diabetes mellitus
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun
kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Page 3
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima
oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
3. Test toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
2.5 Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang,
namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).
Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat
Page 4
memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah
kembung dan flatulens.
Mekanisme kerja OHO
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
6. Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
1. Penurunan berat badan yang cepat
Page 5
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetic
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat
jenis, yakni:
a. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b. insulin kerja pendek (short acting insulin)
c. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
d. insulin kerja panjang (long acting insulin)
Penyulit menahun
1. Makroangiopati :
a. Pembuluh darah jantung
b. Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi
dengan gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
c. Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
a. Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya
retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
b. Nefropati diabetic
Page 6
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
3. Neuropati
a. Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi
distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
b. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari.
c. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
d. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi.
2. 6 Ulkus diabetika
Definisi
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka
terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus
diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob
2.7 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :
a. Sering kesemutan.
b. Nyeri kaki saat istirahat.
c. Sensasi rasa berkurang.
d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
g. Kulit kering
Page 7
Faktor Risiko Ulkus diabetika
Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes
mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk.
terdiri atas :
a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :
1) Umur ≥ 60 tahun.
2) Lama DM ≥ 10 tahun.
b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup)
1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
2) Obesitas.
3) Hipertensi.
4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
6) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
a) Kolesterol Total tidak terkontrol.
b) Kolesterol HDL tidak terkontrol.
c) Trigliserida tidak terkontrol.
7) Kebiasaan merokok.
8) Ketidakpatuhan Diet DM.
9) Kurangnya aktivitas Fisik.
10) Pengobatan tidak teratur.
11) Perawatan kaki tidak teratur.
12) Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut :
a. Umur ≥ 60 tahun.
Umur, menurut penelitian di Swiss dikutip oleh Suwondo bahwa penderita ulkus
diabetika 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun42. Penelitian kasus
kontrol di Iowa oleh Robert menunjukkan bahwa umur penderita ulkus diabetika pada usia
tua ≥ 60 tahun 3 kali lebih banyak dari usia muda < 55 tahun. Umur ≥ 60 tahun berkaitan
dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis
Page 8
menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang
optimal.
b. Lama DM ≥ 10 tahun.
Penelitian di USA oleh Boyko pada 749 penderita Diabetes mellitus dengan hasil
bahwa lama menderita DM ≥ 10 tahun merupakan faktor risiko terjadinya ulkus diabetika
dengan RR-nya sebesar 3 (95 % CI : 1,2 – 6,9)22. Ulkus diabetika terutama terjadi pada
penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar
glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan
vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi
vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya
robekan/luka pada kaki Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan. Neuropati. Kadar
glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi,
berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan
degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak
tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan
indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah
robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetika.
Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian DM awal
1. Diabetes tidak terkontrol (diet, pengobatan, olah raga,glukosa darah, dislipidemia)
2. Hipertensi
3. Obesitas
4. Peningkatan fibrinogen
5. Peningkatan reaktivitas trombosit
6. Neuropati
7. Atherosklerosis
8. Vaskuler
9. Trombosis Insufisiency
10. Hipoksia
11. Ulkus diabetika
Page 9
c. Waktu (tahun)
Ulkus diabetika, Penelitian terhadap populasi di Rochester, Minnesota, Amerika
Serikat dikutip oleh Levin menunjukkan bahwa 66% penderita Diabetes mengalami
neuropati dengan gangguan sensasi rasa/sensasi vibrasi pada kaki, 20% terjadi ulkus
diabetika. Penelitian kohort prospektif yang dilakukan oleh Boyko pada penderita
Diabetes mellitus bahwa neuropati berhubungan dengan kejadian ulkus diabetika dengan
RR-nya sebesar 4 (95 % CI : 2,6 – 7,4) dan apabila sudah terjadi deformitas pada kaki
berhubungan dengan ulkus diabetika dengan RR-nya sebesar 12,1 (95 % CI : 4,2 –
17,6)22. Penelitian kasus kontrol di RSCM oleh Toton Suryatono, neuropati yang
dinyatakan dengan insensitivitas terhadap pemeriksaan monofilament Semmes-Weinstein
10 g mempunyai risiko 11 kali terjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM
tanpa neuropati.
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 25 kg/m2 (pria) atau BBR
lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi
10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan
aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi
ulkus/ganggren diabetika.
e. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi
defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg
dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi
sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila
Page 10
Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan
oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya
terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak
terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan
komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah
satunya yaitu ulkus diabetika
g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥
150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan
buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera
jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi
adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan
menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke pembuluh darah
menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis
pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari
ujung kaki atau tungkai
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada
penderita Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X
untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.
Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit
yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat
clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis
berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea,
dan tibialis juga akan menurun.
Page 11
i. Ketidakpatuhan Diet DM.
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal
sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet
DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan
normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa
darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan
memperbaiki system koagulasi darah.
j. Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan
mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam
seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh
positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan bahwa
olah raga akan menurunkan kadar trigliserida.
k. Pengobatan tidak teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di
Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan
dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus
diabetika.
l. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya
komplikasi kronik pada kaki.
m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki
yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika, terutama
apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang .
Page 12
2.8 PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya ulkus kaki diabetik bersifat multifaktorial.Faktor penyebab
tersebut dapat dikatagorikan menjadi 3 kelompok, yaitu akibat perubahan patofisiologi,
deformitas anatomi dan faktor lingkungan. Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler
menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas
yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Deformitas kaki sebagaimana terjadi
pada neuroartropati Charcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris. Faktor
lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam,
dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus.Neuropati perifer pada
penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom.
Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas
(hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles)
dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut
sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri
sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat
denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan
edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya
artropati Charcot. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis)
maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki.
Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses
penyembuhan ulkus kaki.Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3
katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki
diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat neuroiskemia dan
murni akibat iskemia.
Neuropati Perifer
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan akibat
penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol-
perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase, hiperosmolaritas kronis,
menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose.
Neuropati disebabkan karena peningkatan gula darah yang lama sehingga menyebabkan
kelainan vaskuler dan metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf
membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan
Page 13
kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stress oksidatif, perubahan kadar
bahan vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar glukosa
yang tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced glycosylated end product (AGE) yang
terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada
ekstremitas superior dan inferior (carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara
pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen
karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush syndrome dimana dapat menimbulkan
kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan autonomik.
Perubahan neuropati yang telah diamati pada kaki diabetik merupakan akibat
langsung dari kelainan pada sistem persarafan motorik, sensorik dan autonomik. Hilangnya
fungsi sudomotor pada neuropati otonomik menyebabkan anhidrosis dan hiperkeratosis. Kulit
yang terbuka akan mengakibatkan masuknya bakteri dan menimbulkan infeksi. Berkurangnya
sensibilitas kulit pada penonjolan tulang dan sela-sela jari sering menghambat deteksi dari
luka-luka kecil pada kaki. Neuropati autonomik mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan
pembukaan arteriovenous (AV) shunt. Neuropati motorik paling sering mempengaruhi otot
intrinsik kaki sebagai akibat dari tekanan saraf plantaris medialis dan lateralis pada masing-
masing lubangnya (tunnel)
Penyakit Arterial
Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan akan menderita
penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya pada aortailiaca, dan
femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah hasil
beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL), Very
Low Density Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi
sintesis prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas
platelet. Secara keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita
atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan
proliferasi endotel. Peningkatan viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul
berawal pada kekakuan mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi
eritrosit, Karena sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan
pada membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada
endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah
bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan agregasi yang telah terjadi. Akibat yang
Page 14
terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah. Mekanisme glikosilasi
hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan berbanding lurus dengan kadar
glukosa darah.
Penurunan aliran darah sebagai akibat perubahan viskositas memacu meningkatkan
kompensasinya dalam tekanan perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui
kapiler dan selanjutnya akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi
lebih lanjut disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap molekul
oksigen. Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan
sangatlah signifikan (Gambar 1).
2.9 DIAGNOSIS KLINIS
Penanganan ulkus diabetes terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit dasar
penyebab ulkus, perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan ulkus. Penyebab
ulkus diabetes dapat ditentukan secara tepat melalui anamnesa riwayat dan pemeriksaan fisik
yang cermat.
Page 15
Riwayat
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia, disesthesia,
radicular pain dan anhidrosis. sebagian besar orang yang menderita penyakit atherosklerosis
pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita yang
menunjukkan gejala didapatkan claudicatio, nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak
sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering
dirasakan oleh penderita diabetes karena kecenderungannya menderita oklusi aterosklerosis
tibioperoneal.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
2. Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
3. Penilaian kemungkinan neuropati perifer
Mengingat diabetes mellitus merupakan penyakit sistemik, oleh karena itu pemeriksaan
fisik secara menyeluruh pada pasien sangat penting untuk dilakukan.
Pemeriksaan Ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi
tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang
menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus karena pada
daerah ini sering mendapatkan trauma.
Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:
o Callus hipertropik
o Kuku yang rapuh/pecah
o Hammer toes
o Fissure
Insufisiensi arteri perifer
Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer dibawah
level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit aterosklerosis meliputi
adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut
Page 16
pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki
diangkat setinggi jantung selama 1-2 menit.
Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan,
anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan noninvasif
yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang
pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler
(Gambar 5). Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali
nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf
distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI
didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.
Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya
reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan pemembentukan calus
hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat
diperiksa dengan menggunakan monofilament Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah
Page 17
penderita masih memiliki "sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika
penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan
tekanan yang cukup sampai monofilamen bengkok
Deformitas kaki
Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan kerusakan arkus
longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik. Perubahan pada calcaneal
pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal, cuneiform, navicular dan tulang kecil
lainnya dimana akan menambah panjang lengkung pada kaki. Perubahan degenerative ini
nantinya akan merubah cara berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban,
dimana menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai
merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium
awal.
Tekanan
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa sistem organ termasuk
sendi dan tendon. Hal biasanya tejadi pada tendon achiles dimana advanced glycosylated end
prodruct (AGEs) berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga menyebabkan
hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon. Akibat ketidakmampuan gerakan
dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan
tinggi dan lama karena adanya gangguan berjalan (gait). Hilangnya sensasi pada kaki akan
menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya
hammertoes, callus, kelainan metatarsal, atau kaki Charcot; tekanan yang terus menerus dan
pada akhirnya terjadi kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan
sepatu yang salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan
pengelepuhan dan ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang buruk meningkatkan resiko
kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes.
Deskripsi Ulkus
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan
lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang
dilatarbelakngi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura, kulit hangat, kalus, warna
kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi
Page 18
akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari.
Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema, kalus,
kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk
menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi.
Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah dipermukaan jari dorsal dan
plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan daerah dorsum (11%).
Status Infeksi
Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita kaki diabetik. Infeksi
superfisial di kulit apabila tidak segera di atas dapat berkembang menembus jaringan di
bawah kulit, seperti otot, tendon, sendi dan tulang, atau bahkan menjadi infeksi sistemik.
Tidak semua ulkus mengalami infeksi. Adanya infeksi perlu dicurigai apabila dijumpai
peradangan lokal, cairan purulen, sinus atau krepitasi. Menegakkan adanya infeksi pada
penderita DM tidaklah mudah. Respons inflamasi pada penderita DM menurun karena
adanya penurunan fungsi lekosit, gangguan neuropati dan vaskular. Demam, menggigil dan
lekositosis tidak dijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi yang mengancam
tungkai.Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksi merupakan hal penting dalam
perawatan ulkus DM. Elemen kunci dalam klasifikasi klinis infeksi ulkus DM disingkat
menjami PEDIS (perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection, and sensation). Infeksi
dikatagorikan sebagai derajat 1 (tanpa infeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan
kulit dan subkutis), derajat 3 (infeksi sedang: terjadi selulitis luas atau infeksi lebih dalam)
dan derajat 4 (infeksi berat: dijumpai adanya sepsis). Secara praktis derajat infeksi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu infeksi yang tidak mengancam kaki/non–limb-threatening
infections (derajat 1 dan 2), dan infeksi yang mengancam kaki/limb-threatening infections
(derajat 3 dan 4). Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpa ulkus) Namun
standar kultur adalah dari debridemen jaringan nekrotik. Kuman pada infeksi kaki diabetik
bersifat polimikrobial. Staphylococcus dan Streptococcus merupakan patogen dominan.
Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikan komplikasi osteomielitis.
Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu
setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis.
Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila ulkus sudah
berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol
harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan rontgen tulang
Page 19
hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukan sebelum 10–21 hari gambaran
kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini masih sering sulit
dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati neuropati. Pemeriksaan radiologi
perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapat
memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi,
gas gangren, deformitas kaki.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi
lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya
insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
2. Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin
serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal
3. Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR), atau
plethymosgrafi.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
1. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan
sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
2. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):
meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis
abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
3. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif
dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofloxacin
sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.
4. Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau
endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit
atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi
konvensional berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.
a. Teknik : secara khusus, kateter dimasukan secara retrograde melalui tusukan
pada
Page 20
femur, kontras disuntikkan melalui aorta infrarenal. Gambar diambil sejala
dengan kontras ke bawah pada kedua kaki.
b. Komplikasi berkaitan dengan tusukan: resiko dapat berupa perdarahan,
terbentuknya pseudoaneurisma, dan pembekuan atau hilangnya lapisan intima
arteri. Saat ini metode terbaru dengan suntikan secara perkutan dapat mengurangi
komplikasi yang terjadi.
c. Resiko berkaitan dengan kontras: bahan kontras angiografi merupakan bahan
nefrotoksik. Resiko terjadinya gagal ginjal akut tinggi pada pasien dengan
insufisiensi renal dan pada penderita diabetes. Pada pasien dengan faktor resiko
tersebut 30% kemungkinan dapat terjadi kegagalan ginjal akut. Oleh karena itu,
pemeriksaan kreatinin serum dilakukan sebelum dilakukan angiografi.
d. Untuk mencegah kemungkinan lactic asidosis, penderita diabetes yang
mengkonsumsi Metformin (Glucophage) tidak boleh minum obat tersebut
menjelang dilakukan angiografi dengan kontras. Pasien dapat kembali
mengkonsumsi obat tersebut setelah fungsi ginjal normal kembali dalam 1-2 hari
setelah terpapar kontras.
5. Alternatif selain angiografi konvensional
a. Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan alternatif yang
dapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau penderita yang alergi bahan
kontras. Kontras yang digunakan adalah Gadolinum chelates, berpotensi
menimbulkan 3 efek samping pada penderita dengan insufisiensi renal: acute
renal injury, pseudohipokalemia, dan fibrosis nefrogenic sistemik.
b. Multidetector Computed Tomographic Angiography (MDCT) menghindari
penusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras intravenous, CT scan
multidetektor (16 atau 64 channel) dapat meningkatkan resolusi gambar
angiografi dan dengan kecepatan relatif tinggi. Penggunaan kontras pada MDCT
mempunyai resiko yang sama.
c. Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada penderita
dengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat digunakan dan masih
membutuhkan bahan kontras iodium sebagai tambahan gas karbondioksida untuk
mendapatkan gambar yang baik.
Page 21
d. Plain radiografi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin pada penyakit arteri
perifer oklusif. Hal ini disebabkan kalsifikasi arteri yang terlihat pada plain
radiografi bukan merupakan indikator spesifik penyakit aterosklerosis.
Kalsifikasi pada lapisan media arteri bukan merupakan diagnosis aterosklerosis,
bahkan juga kalsifikasi pada lapisan intima yang merupakan diagnosis aterosklerosis, tidak
akan menyebabkan stenosis hemodinamik yang signifikan.
KLASIFIKASI PATOLOGI
Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk membantu perencanaan
terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil. Beberapa sistem
klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa parameter yaitu luasnya infeksi,
neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi. Sistem klasifikasi yang paling
banyak digunakan pada ulkus diabetes adalah Sistem Klasifikasi
Ulkus Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6 grade
luka
Page 22
2.10 Manajemen Ulkus Kaki Diabetik
Manajemen ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya; mengatasi
penyakit komorbid, menghilangkan/ mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka
agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan
bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Penyakit DM melibatkan sistem multi organ
yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, hiperkolesterolemia,
gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan
sebagainya harus dikendalikan.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika.
Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan
nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik,
debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan
debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan
dilakukan dressing (kompres). Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling
cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk
(1) Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
(2) Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
(3) Menghilangkan jaringan kalus,
(4) Mengurangi risiko infeksi local
Page 23
Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita DM
yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka
menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang
digunakan.
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam
perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off
loading).
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus.
Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki,
istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker,
sepatu boot ambulatory.Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif
dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi
tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%-100%. TCC
dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki
terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga
memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).
Perawatan luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka
dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol,
menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres,
terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu
komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi
trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya
infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ovington memberikan pedoman dalam memilih
dressing yang tepat dalam menjaga keseimbangan kelembaban luka:
1. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
2. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu yang akan
diobati
Page 24
3. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering selama sambil
tetap mempertahankan luka bersifat lembab
4. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan maserasi
pada luka
5. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering diganti
6. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka sehingga
dapat meminimalisasi invasi bakteri.
7. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan
sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki
diabetik yang terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di
fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening
infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk
coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening
infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin,
fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening
infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam
+ aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin +
metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau
lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus
dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6
minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik
tulang telah direseksi
sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2
minggu.
Page 25
Revaskularisasi
Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari akan menyerang
tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukan revaskularisasi.
Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak akan memberikan hasil
optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak dihilangkan. Tindakan endovaskular
(angioplasti transluminal perkutaneus (ATP) dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskular
dipilih berdasarkan jumlah dan panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di
arteri femoralis satu sisi dengan panjang atherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri
politea, maka tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat multipel dan
mengenai arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang direkomendasikan adalah bedah
vaskular (by pass). Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif pada tungkai yang
mengalami iskemia dapat menghindakan amputasi dalam periode 3 tahun sebesar 98%.5,15
Tindakan bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya ulkus DM.
Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen, amputasi, bedah
revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik. Intervensi bedah pada kaki diabetika
dapat digolongkan menjadi empat kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan
kelas IV (emergensi). Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat
deformitas, seperti pada kelainan spur tulang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah
profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien
yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah melakukan koreksi
deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak
sembuh dengan perawatan konservatif.
Contoh tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular (angioplasti dengan
menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah vaskular.
Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini jaringan tulang mati
dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus dan rongga mati harus
dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan penekanan kronis yang
mengganggu proses penyembuhan. Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy, artroplasti
digital, sesamodectomy atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling
sering dilakukan, yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi.
Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik. Dari
Page 26
sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus terinfeksi dapat dibagi
menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 dan 2) dan infeksi yang mengancam
tungkai (grade3 dan 4). Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan
dengan tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan jaringan
yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk mengambil sampel
kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas gangren, jaringan
terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi, mengangkat bagian kaki yang mengalami
ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika
dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu
fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang dapat mengancam jiwa
sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan.
Indikasi amputasi pada kaki diabetika:
(1) gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas,
(2) infeksi yang tidak bisa dikendalikan,
(3) ulkus resisten,
(4) osteomielitis,
(5) amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
(6) bedah revaskularisasi yang tidak berhasil,
(7) trauma pada kaki,
(8) Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati.
Pengelolaan Holistik Ulkus Diabetik
Terdiri dari metabolic control, wound control, microbiological control, infection control,
vascular control, mechanical control, pressure control dan education control.
a. Metabolic control
1. Efek hiperglikemia terhadap penyembuhan luka: gangguan proses penyembuhan luka,
gangguan pada fungsi fagosit sel darah putih.
2. Pengendalian faktor-faktor lain: Hipertensi, Hiperkolesterolemia, Gangguan elektrolit,
Anemia, Gangguan fungsi ginjal, Infeksi penyerta pada paru-paru
b. Wound control
Terdiri dari: Debridement dan nekrotomi, pembalutan, obat untuk mempercepat
penyembuhan, jika diperlukan dengan tindakan operatif. Indikasi operasi jika Jaringan
Page 27
nekrosis yang makin luas, Asending infection, Osteomielitis, dan koreksi deformitas.
c. Infection control
Antibiotik adekuat disesuaikan pemeriksaan kultur pus. Terapi empirik sesuai
multiorganism, anaerob, aerob, Mengatasi infeksi sistemik di tempat lain.
d. Vascular control
Pemeriksaan kondisi pembuluh darah meliputi: Ankle Brachial Index, Trans cutaneus
oxygen tension ( TcPO2), Toe pressure ( N > 30 mmHg )dan Angiografi.
e. Pressure control
Terdiri dari istirahatkan kaki, hindari beban tekanan pada daerah luka, aktivitas pada kaki
mempermudah penyebaran infeksi, gunakan bantal pada kaki saat berbaring untuk
mencegah lecet pada tumit, kasur dekubitus. Non weight bearing dengan menggunakan
crutches, kursi roda, dan cast.
f. Education control
Diantaranya, pada pasien dan keluarga, Penjelasan tentang penyakitnya, rencana tindakan
diagnostik dan terapi, Risiko-risiko yang akan dialami dan prognosis.
2.11 Terapi
Macam-macam terapi terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan
operasi. Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab
dengan memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan
dari bahan sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena mengurangi
aliran darah ke kulit. Pengobatan terhadap semua faktor yang dapat menyebabkan
aterosklerosis harus diberikan.
Latihan fisik (exercise), merupakan pengobatan yang paling efektif. Hal tersebut telah
dibuktikan pada lebih dari 20 penelitian. Latihan fisik meningkatkan jarak tempuh sampai
terjadinya gejala klaudikasi. Setiap latihan fisik berupa jalan kaki kira-kira selama 30 sampai
45 menit atau sampai terasa hampir mendekat nyeri maksimal. Program ini dilakukan selama
6 hingga 12 bulan. Hal ini disebabkan karena peningkatan aliran darah kolateral, perbaikan
fungsi vasodilator endotel, respon inflamasi, metabolisme mukuloskeletal dan oksigenasi
jaringan lebih baik dengan perbaikan viskositas darah.
Terapi farmakologi, dapat diberikan aspirin, clopidogrel, pentoxifilline, cilostazol, dan
ticlopidine. Obat-obat tersebut dalam penelitian dapat memperbaiki jarak berjalan dan
mengurangi penyempitan. Mengelola faktor risiko, menghilangkan kebiasaan merokok,
Page 28
mengatasi diabetes mellitus, hiperlipidemi, hipertensi, hiperhomosisteinemia dengan baik.
Terapi intervensi pada kasus kaki diabetik harus segera dilakukan atas indikasi adanya
penyakit arteri perifer yang berat dengan keluhan disertai ulkus yang tak kunjung sembuh,
atau pada keadaan critical limb ischemia. Pilihan terapi intervensi dapat dilakukan dengan
cara operasi bypass atau intervensi perkutan yang disebut percutaneus transluminal
Angioplasty (PTA) atau disebut juga terapi endovaskular.
Pemilihan terapi revaskularisasi operasi atau endovaskular tergantung dari hasil gambaran
angiografi. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain luas atau panjangnya lesi dan
derajat beratnya lesi stenosis, oklusi total atau tidak dan lokasinya di proksimal atau distal.
Disamping itu dipertimbangkan juga adanya komorbid yang menyertai seperti penyakit
jantung dan paru, diabetes mellitus dan gangguan fungsi ginjal.
Bidang terapi endovaskular perkutan telah maju meningkat pesat dalam penanganan pasien
dengan penyakit vaskular perifer simptomatik. Sebelumnya dalam prosedur penatalaksanaan
kelainan arteri infrapopliteral sangat lambat. Dengan kemajuan teknologi terapi intervensi
endovaskular meningkat ke arah keberhasilan teknis yang tinggi dengan komplikasi yang
rendah. Penggunaan stent endovaskular mulai aorta, iliaka, sampai femoralis telah banyak
dilaporkan sejak lama. Grant & Dimitris, melaporkan penggunaan drug eluting stent
sirolimus untuk kasus Chronic limb ischemia pada arteri infra poplitea telah berhasil
digunakan dengan angka restenosis yang rendah. Di masa datang akan semakin rendah angka
amputasi dengan adanya kemajuan di bidang intervensi endovaskular.
2.12 PROGNOSIS
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada kaki
dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh karena itu,
diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma ekstremitas bawah di
Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan pada 50 % penderita ini selama
rentang 5 tahun ke depan.
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan resiko terbesar
terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler dan regulasi glukosa darah
yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati, meskipun hasil penyembuhan ulkus
tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66% dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.
Page 29
2.13 PENCEGAHAN
1. Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus diabetes.
Regulasi kadar gula darah dapat mencegah neuropati perifer atau mencegah keadaan
yang lebih buruk.
2. Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap bersih dengan
sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan pelembab topikal.
3. Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah adanya gesekan atau
tekanan pada kaki.
Page 30
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESA PRIBADI
Nama : lisnawati
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/ Agama : Jawa / Islam
Alamat : Jl Rawa no 2 Medan
Tanggal Masuk : 18 November 2013
MR : 78.95.28
ANAMNESA PENYAKIT
KU : Sesak nafas
Telaah :
Hal ini dialami os 3 hari memberat pada hari ini. Sesak tidak berhubungan
dengan aktivitas ataupun cuaca, riwayat terbangun malam hari (-), sesak tidak
berkurang dengan posisi setengah duduk. Demam(+) dialami OS sejak 2 hari ini,
demam bersifat naik turun dan turun dengan obat penurun panas, menggigil (-).Mual
(+) dialami sejak 2 minggu ini, riwayat muntah (+) frekuensi 1 kali dalam 1 minggu
ini. Borok dikaki kanan dialami sejak 3 bulan yang lalu, awalnya kulit os terasa gatal,
kemudian digaruk dan menyebabkan kulit jadi lecet dan nyeri dan lama-kelamaan
luka bertambah lebar dan dalam, nanah (+), berbau busuk (+), nyeri awalnya dijumpai
tapi lama kelamaan nyeri jadi berkurang. Penglihatan kabur (+), BAK (+) frekuensi
meningkat. Banyak makan (-), mudah haus dan banyak minum (+), gatal-gatal dikulit
(+), penurunan berat badan (+), BAB (+) N.
RPT : DM sudah dialami lebih dari 15 tahun
RPO : Glibenclamide
Page 31
STATUS PRESENS
Sensorium : Compos Mentis
Tek.Darah : 100/ 80 mmHg
Nadi : 128 x/i
Pernapasan : 32 x/i
Suhu : 38,0 C
Anemis : (+)
Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (+)
Edema : (-)
Pancaran wajah: sesak
Sikap paksa : (+)
Ref. Fisiologis : (+)/(+)
Ref. Patologis : (-)/(-)
KU/KP/KG : berat/berat/normal
BB : 55 kg
TB : 163 cm
IMT : 20,7 (Normoweight)
Page 32
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata : Konj. palp. inf. pucat (+)/(+), skleraikterik (-)/(-), RC (+)/(+), pupilisokor Ө
2 mm
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher: TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB (-), pembesaran struma (-)
Thoraks Depan:
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Sdn
Perkusi: Sonor memendek
Batas paru hati R/A : Relatif ICR V, Peranjakan sulit dinilai
Batas jantung atas : ICR III Sinistra
Batas jantung kanan: LSD
Batas jantung kiri: 1 cm medial LMCS
Auskultasi: SP : Bronkhial lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri
ST : ronkhi basah(+) lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri bunyi
jantung :M1>M2; P2>P1; A2>A1; A2>P2
Thorak Belakang
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Sdn
Perkusi : Sonor memendek
Auskultasi : SP:Bronkhial lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri
ST: ronkhi basah(+) lapangan paru tengah dan bawah paru kanan dan kiri
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Hepar/Lien/Renal tidak teraba
Perkusi : Tympani
Page 34
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Punggung : Tapping pain (-)/(-)
Inguinal :Pembesaran KGB (-)
Genitalia :Perempuan, tdp
Extremitas
Superior : Edema (-)/(-), Eritema Palmaris (-)/(-)
Inferior
o Dextra:
Pedis Dextra: Inspeksi : eritema (+), sianosis (+), jaringan nekrotik (+)
Palpasi : Arteri Poplitea : normal
Arteri Tibialis : menurun
Arteri Dorsalis Pedis : menurun
PD Ulkus : Ukuran 15 x 8 cm, kedalaman sampai ke tendon, berbau gas
Gangren
Bentuk : tepi tidak rata, dasar menembus otot dan tendon, pus (+), eksudat (+),
edema (+), Kalus (+)
Lokasi : plantar pedis: metatarsal dorsum pedis ( jari jari kaki ) Claudicatio (+), kulit
membiru (+), dingin (+),Ulkus dan Ganggren (+)
ABI : o,8
PEMERIKSAAN LABORATORIUM tgl.18 November 2013 di RSU Pirngadi medan :
Darah Rutin
DARAH RUTIN HASIL NILAI NORMAL
WBC 279.000 4000-10000/ul
HGB 8,0 12-14 gr/dl
PLT 649.000 150000-440000/ul
Ht 24,7 %;
MCV 70,0 fL
MCHC 32,4g%
Page 35
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Glukosa ad random 164 < 140 mg/dl
SGOT 35 0 – 40 u/l
SGPT 23 0 – 40 u/l
Alkaline Phospatase 327 30- 142u/l
Total Bilirubin 0,22 0,00 – 1,20 mg/dl
Direct Bilirubin 0,14 0,05- 0,3 mg/dl
HbA1C 4,3 < 6,0 %
Kimia klinik Hasil Nilai normal
Ureum 18 10-50mg/dl
Creatinin 0,47 0.6- 1.2mg/dl
Uric acid 8,3 3.5-7.0mg/dl
Natrium 137 136-155mmol/dl
Kalium 3,9 3.5-5.5mmol/dl
Clorida 101 95-103mmol/dl
Waktu protrombin 16,1 c:14,3 detik (R=1,12), INR 1,38 , APTT 34,2 c=31,3 dtk
(R=1,09), D-dimer : 580 ng/ml
Analisa gas darah Hasil
PH 7,593
PCO2 22,4
PO2 140,2
TCO2 22,6
HCO3 21,9
Base Excess -0,0
O2 saturasi 99,6
RESUME
KU : Dispnoe
Telaah :
Page 36
Dyspnoe dialami os 3 hari, penurunan berat badan (+). Febris (+). Nausea (+),
vomitus (+). Ulkus di pedis dextra (+) dialami sejak 3 bulan yang lalu, awalnya pruritus
(+) pada kulit, kemudian excoriated muncul karena digaruk dan akhirnya membentuk
ulkus, pus (+), berbau busuk (+), pain awalnya dijumpai tapi lama kelamaan pain jadi
berkurang. Visus menurun dijumpai, poliuri (+), polidipsi (+), pruritus (+).
Diagnosis Banding
Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2
+ Anemia ec DD/ - Penyakit Kronis
- Perdarahan -
Defisiensi Fe
Diagnosis Sementara
Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis
Terapi:
Tirah baring
Diet DM 1500 kkal
Pasang kateter pantau OUP
IVFD Asering 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
Drips Metronidazol 500 mg/8 jam
PCT 3x500 mg
Anjuran
1. Elektrolit, RFT, LFT, HST, D- Dimer, SI, TIBC, Serum ferritin, Reticulosit count,
morfologi darah tepi
2. KGD N/ 2jam PP, HbA1c, Lipid profile
3. Urinalisa
4. Kultur Darah
5. Kultur Luka/Ulkus
Page 37
6. EKG
7. Funduscopy
8. USG colour Doppler
9. Konsul Bedah Vaskular
10. Konsul Mata
11. Konsul divisi HOM
12. Konsul divisi PAI
13. Konsul PTI
Follow Up ruangan tanggal 19 – 20 November 2013
S : sesak nafas (+)
O : Sens : CM;
Page 38
TD : 100-110/60-70 mmHg
HR: 94-104 x/i
RR : 26-30 x/i
T : 36,8-37,8 oC
Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya
Diagnosis Sementara
Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis
Terapi:
Tirah baring
Diet DM 1500 kkal
Pasang kateter pantau OUP
IVFD Asering 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
Drips Metronidazol 500 mg/8 jam
PCT 3x500 mg
Hasil Laboratorium :
19 November 2013
Urin rutin Hasil Nilai normal
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Protein - Negatif
Reduksi - Negatif
Sedinmen-eritrosit 0 <3/Ipl
Sedimen-leukosit 2-4/Ipb <5/Ipb
Sedimen-renal epiel Negatif Negatif
Sedimen-blaas epitel Negatif Negatif
Sedimen-vag/urethr.Ep 0-3/Ipb <5Ipb
Page 39
Kristal-ca Oxalat Negatif Negatif
Kristal-T.Phospat Negatif Negatif
Kristal-Cysrin Negatif Negatif
Kristal-urat Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif
Urobillin Positif Negatif
Billirubin Negatif Negatif
Urobillinogen Positif Positif
Ph 5 4,6-8,0
Berat jenis 1,010 1.001-1.035
Nitrit Negatif
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Gula puasa
Lipid profile
115 60-110 mg/dl
Page 40
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Glukosa ad random 360 < 140 mg/dl
SGOT 13 0 – 40 u/l
SGPT 11 0 – 40 u/l
Alkaline Phospatase 90 30- 142u/l
Total Bilirubin 0,51 0,00 – 1,20 mg/dl
Direct Bilirubin 0,12 0,05- 0,3 mg/dl
Total protein- total
Albumin Globuli
Globulin
Albunin
Total Protein
2,6
2,2
4,2
2,6 – 3,6 g/dl
3,6 – 5,0 g/dl
6,0 – 8,3 g/dl
HbA1C 10,1 < 6,0 %
Gula 2 jam PP 225
Kolesterol total 148 140-200 mg/dl
Trigliserida 80 10-160 mg/dl
HDL-cholesterol 21 35-55 mg/dl
LDL-cholesterol 117 <190 mg/dl
Follow Up ruangan tanggal 21 – 22 November 2013
S : sesak nafas (+)
O : Sens : CM;
TD : 100-110/60-70 mmHg
HR : 94-104 x/i
RR : 26-30 x/i
T : 36,8-37,8 oC
Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya
Diagnosis Sementara
Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis
Terapi:
Tirah baring
Diet DM 1500 kkal
Pasang kateter pantau OUP
IVFD Asering 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
Drips Metronidazol 500 mg/8 jam
PCT 3x500 mg
21 November 2013
Page 41
Natrium 132 136-155mmol/dl
Kalium 2,3 3.5-5.5mmol/dl
Clorida 95 95-103mmol/dl
Page 42
DARAH RUTIN HHASIL NILAI NORMAL
WBC 20.680 4000-10000/ul
HGB 7,9 12-14 gr/dl
PLT 570.000 150000-440000/ul
Ht 24,7 %;
MCV 66,0 Fl
MCH 22,1
MCHC 33,5g%
Neutrofil 17.92[10^3/Ul]
Lymph 1,65[10^3/uL]
Mono 1,05[10^3/uL]
Eosinofi l:0.04[10^3/uL]
Basofil 0,02 [10^3/uL]
Neut%: 86,6%;
Lymph%: 8,0%
Mono% 5,1%;
Eosofil%: 0,2 %,
Basofil 0,1%
Analisa gas darah Hasil
PH 7,469
PCO2 22
PO2 150
TCO2 16
Base Axcess -7,8
O2 saturasi 99,5
Jawaban konsul divisi Bedah vaskuler
KU : Borok pada kaki kiri
Therapi : Rencana dilakukan debridement dan amputasi
A : Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2
+ Anemia ec DD/ - Penyakit Kronis
- Perdarahan
- Defisiensi Fe
+ Hipoalbuminemia + Hipokalemia
P : - Tirah baring
- Diet DM 1500 Kkal
- Pasang kateter pantau OUP
- IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
- Drips Metronidazol 500 mg/8 jam
- Inj. Levemir 6 iu (malam hari)
- Inj. KCL 1 flc didalam IVFD NaCL 0,9 %
- Drips Albumin 1 fls /hari
- PCT 3x500 mg
Follow Up Ruangan tgl 23 – 24 November 2013
S : Sesak nafas (+), badan lemas (+)
O : Sens: CM
TD: 100-110/60-70 mmHg
HR: 96-112 x/i
RR: 26-28 x/i
T: 36,8-39,3 oC
Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya
Diagnosis Sementara
Page 43
Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis
Terapi:
Tirah baring
Diet DM 1500 kkal
Pasang kateter pantau OUP
IVFD Asering 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
Drips Metronidazol 500 mg/8 jam
PCT 3x500 mg
Hasil Laboratorium :
23 November 2013
Serum Iron : 14ug/dl; TIBC: 205ug/dl; Reticulosit Count : 1,6 %
Natrium 132 136-155mmol/dl
Kalium 2,0 3.5-5.5mmol/dl
Clorida 99 95-103mmol/dl
Morfologi darah tepi : Eritrosit: anisitosis, hipokrom
Leukosit: toksik granul, hipersegmented
Trombosit: normal
24 November 2013
Natrium 131 136-155mmol/dl
Kalium 2,0 3.5-5.5mmol/dl
Clorida 93 95-103mmol/dl
Jawaban konsul Divisi Endokrinologi
KU : Borok pada kaki kanan
Dx : Ulkus diabetikum grade II / III º/t pedis dextra + DM tipe 2
Page 44
Therapy : Tirah baring
Diet DM 1500 kkal
IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2gr/12 jam
Drip Metronidazol 500 mg / 8 jam
Injeksi Humulin R 6-6-6 IU
Injeksi Humulin N 0-0-8 IU pukul 22.00 wib
Aptur 1x10 mg
GV 2 x / hari
Anjuran : KGD N / 2 jam pp / 3 hari
KGD adrandom / hari
Lipid profile
HBA1C
Follow Up Ruangan tgl 25 – 26 November 2013
S : Sesak nafas (+), badan lemas (+)
O : Sens: CM
TD: 100-110/60-70 mmHg
HR: 96-112 x/i
RR: 26-28 x/i
T: 36,8-39,3 oC
Pem.Fisik: sama seperti sebelumnya
Diagnosis Sementara
Gangren diabetikum o/t plantar pedis dextra + DM Type 2 + Anemia ec Penyakit kronis
Terapi:
Tirah baring
Diet DM 1500 kkal
Page 45
Pasang kateter pantau OUP
IVFD Asering 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam
Drips Metronidazol 500 mg/8 jam
PCT 3x500 mg
Ambroxol Syr 3xCI
Injeksi Humulin R 6-6-6 IU
Injeksi Humulin N 0-0-8 IU pukul 22.00 wib
Page 46