uji statistik penilaian mutu tebu visual terhadap ari

12
2015 PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI PABRIK GULA WONOLANGAN GUNAWAN ABDUL BASITH Bagian Quality Control [HUBUNGAN PENILAIAN KEBERSIHAN TEBU SECARA VISUAL TERHADAP RENDEMEN INDIVIDU] Penelitian tentang hubungan antara penilaian tingkat kekotoran tebu (daduk, sogolan, pucuk dan cacahan) di meja tebu terhadap analisa rendemen individu. Di uji secara statistik dengan bantuan SPSS® versi 17. Untuk konsumsi internal.

Upload: gunawan-abdul-basith

Post on 08-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Tentang penilaian mutu tebu terhadap rendemen

TRANSCRIPT

2015

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI PABRIK GULA WONOLANGAN GUNAWAN ABDUL BASITH Bagian Quality Control

[HUBUNGAN PENILAIAN KEBERSIHAN TEBU SECARA VISUAL TERHADAP RENDEMEN INDIVIDU] Penelitian tentang hubungan antara penilaian tingkat kekotoran tebu (daduk, sogolan, pucuk dan cacahan) di meja tebu terhadap analisa rendemen individu. Di uji secara statistik dengan bantuan SPSS® versi 17. Untuk konsumsi internal.

DAFTAR ISI

Halaman judul

Daftar isi .......................................................................................................................... 1

Pendahuluan ................................................................................................................... 2

Metode pengujian ........................................................................................................... 4

Hasil pengujian ................................................................................................................ 6

Kesimpulan & Saran .................................................................................................................... 12

PENDAHULUAN

Seleksi mutu tebu yang akan di giling di PG Wonolangan dilakukan secara berjenjang. Pertama,

di lapangan/kebun oleh KKW dan PTR setiap afdeling (bagian tanaman). Kedua di selektor I

Kedungasem oleh petugas QC. Ketiga di selektor II meja tebu oleh petugas QC, dan yang

terakhir atau keempat di ruang ARI oleh petugas QC.

Pengamatan mutu tebu dari keempat tahap ini semua dilakukan secara kualitatif, sehingga

keakuratan dan keseragaman pengamatan masing-masing petugas pengamatan dapat berbeda-

beda. Untuk meminimalkan hal tersebut, maka sebelum giling tahun 2015 dimulai, telah

dilakukan semacam inhouse training penyamaan persepsi penilaian mutu tebu di selektor I & II

yang dihadiri oleh seluruh petugas QC terkait dan juga dihadiri pula oleh Manajer & Asisten

Manajer bagian Tanaman.

Penilaian mutu tebu berdasarkan panduan dari direksi dinyatakan dengan nilai A, B, C dan D

dengan penjelasan masing-masing sebagai berikut:

~ A = Tebu Bersih ( Tidak ada kotoran )

~ B = Tebu Sedang ( Kotoran dominan Daduk < 5% )

~ C = Tebu Kotor ( Kotoran > 5% )

~ D = Tebu Terbakar

Penilaian mutu tebu oleh QC digunakan sebagai dasar penerimaan tebu saat dan perencanaan

pemasukan tebu keesokan harinya. Dalam perjalanan giling, ditemui suara-suara sumbang

tentang keakuratan analisa visual dari bagian tanaman, walaupun seperti telah dijelaskan

diawal, telah dilakukan penyeragaman persepsi sebelumnya.

Idealnya semua tebu diketahui tingkat kekotorannya dengan pasti, namun pada taraf

operasional hal seperti demikian sangat sulit dilakukan, jika tidak bisa dikatakan mustahil,

karena sifatnya sangat costly dan sangat tidak efektif.

Analisa di selektor I bukannya tidak berguna, melainkan belum cukup mewakili kondisi tebu

sesungguhnya, karena tebu sebanyak 3 batang jelas tidak dapat mewakili tebu sebanyak 4500

batang (rata-rata) dalam satu truk.

Untuk mencari sampel yang akurat dalam suatu populasi, dapat digunakan rumus Slovin:

N = n/N(d)2 + 1, dimana n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.

Misalnya, jumlah populasi adalah 4500, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah :

N = 4500 / 4500 (0,05)2 + 1 = 367 batang

Hal ini sekali lagi jelas tidak mungkin dilakukan, karena lagi-lagi berbiaya tinggi & tidak efektif.

Cara termudah dan termurah yang dapat diandalkan adalah analisa visual di meja tebu dan

analisa rendemen individu di ruang NPP. Analisa visual bagaimanapun juga tidak bisa akurat

seperti analisa hitungan kuantitatif (analisa trash), namun masih dapat memberikan gambaran

tentang mutu tebu dan hasilnya dapat diterima oleh pihak yang berkepentingan terhadap hasil

analisanya. Uji statistik dapat dijadikan jalan penengah guna memperoleh kepercayaan

berdasarkan perhitungan ilmiah pada hasil analisa petugas QC di meja tebu.

NILAI

A < X < X < X < 2

B X - XX 10 - 70 X - XX 5 - 15 X - XX 2 - 5

C > XX > - 70 > XX > - 15 > XX > - 5

D - - -

ASUMSI :

1 TRUK = 6000 KG

1 SOGOLAN = 2,5 KG

1 PUCUKAN = 0,75 KG

Tabel panduan kuantitatif penilaian mutu tebu di Selektor II

TERBAKAR

% kotoran

SEDIKIT-SEDANG

SEDANG-BANYAK

NYARIS TIDAK ADA NYARIS TIDAK ADA NYARIS TIDAK ADA

DADUK PUCUKAN SOGOLAN

1 ?

2 X ?

3 XX ?

4 XXX ?

5 X ?

6 X X ?

7 X XX ?

8 X XXX ?

9 XX ?

10 XX X ?

11 XX XX ?

12 XX XXX ?

13 XXX ?

14 XXX X ?

15 XXX XX ?

16 XXX XXX ?

17 X ?

18 X X ?

19 X XX ?

20 X XXX ?

21 X X ?

22 X X X ?

23 X X XX ?

24 X X XXX ?

25 X XX ?

26 X XX X ?

27 X XX XX ?

28 X XX XXX ?

29 X XXX ?

30 X XXX X ?

31 X XXX XX ?

32 X XXX XXX ?

33 XX ?

34 XX X ?

35 XX XX ?

36 XX XXX ?

37 XX X ?

38 XX X X ?

39 XX X XX ?

40 XX X XXX ?

41 XX XX ?

42 XX XX X ?

43 XX XX XX ?

44 XX XX XXX ?

45 XX XXX ?

46 XX XXX X ?

47 XX XXX XX ?

48 XX XXX XXX ?

49 XXX ?

50 XXX X ?

51 XXX XX ?

52 XXX XXX ?

53 XXX X ?

54 XXX X X ?

55 XXX X XX ?

56 XXX X XXX ?

57 XXX XX ?

58 XXX XX X ?

59 XXX XX XX ?

60 XXX XX XXX ?

61 XXX XXX ?

62 XXX XXX X ?

63 XXX XXX XX ?

64 XXX XXX XXX ?

D P SMUTU

TEBUNO

METODE PENGUJIAN

Penilaian mutu tebu di PG Wonolangan menggunakan panduan direksi seperti yang dijelaskan

di Pendahuluan, bersifat sangat kualitatif, masih bias, sehingga di PG Wonolangan nilai tersebut

berusaha dikuantitatifkan lagi dengan cara berikut:

Dengan 3 variabel penyusun (daduk, pucuk & sogolan) serta 4 tingkatan

masing-masing (tidak ada silang, X, XX dan XXX), maka terdapat 64

kombinasi. Jika penilaian A, B, C dan D harus berpatokan pada 64

kombinasi tersebut maka akan membingungkan petugas penilai. Atas

dasar itu maka tabel panduan di atas tetap kami gunakan karena cukup

simple dan dapat dijalankan oleh petugas.

Untuk mendapatkan bukti sejauh mana keakuratan penilaian mutu

tebu oleh petugas kami maka perlu dilakukan uji statistik hubungan

antara penilaian mutu tebu terhadap satu variabel yang paling

merepresentasikan kualitas tebu, yaitu rendemen. Rendemen yang

digunakan adalah rendemen individu dari ruang NPP.

Model pengujiannya adalah sebagai berikut:

Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4

Dimana: Y = Rendemen ARI

X1 = Daduk

X2 = Sogolan

X3 = Pucukan

X4 = Cacahan

Variabel X4 (cacahan) kami masukkan walaupun bukan pembentuk nilai

A, B, C atau D, namun variabel ini dimasukkan catatan di meja tebu dan

diyakini berpengaruh pada rendemen ARI.

dan seterusnya..

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data

pengamatan visual mutu tebu di meja tebu & hasil

rendemen ARI selama 3 (tiga) hari berturut-turut, dari

tanggal 31 Juli – 2 Agustus 2015, dengan jumlah data

pengamatan sebanyak 836 truk/lori.

Data mutu tebu yang mewakili 4 variabel bebas (daduk,

sogolan, pucuk dan cacahan) yang mempengaruhi variabel

terikat Rendemen ARI diregresikan menggunakan program

SPSS® versi 17.

Sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan

data tersebut normal, tidak terjadi multikolinearitas dan

heteroskedastisitas.

Penilaian mutu tebu jenisnya ordinal, harus dijadikan

interval terlebih dahulu untuk dapat diregresikan dengan

rendemen yang jenisnya ratio.

= tidak ada nilai skala ordinal = 1

X = sedikit nilai skala ordinal = 2

XX = sedang nilai skala ordinal = 3

XXX = banyak nilai skala ordinal = 4

Transformasi jenis data ordinal ke interval dilakukan dengan metoda successive interval (MSI)

dengan bantuan Microsoft Excel.

Setelah diketahui hasil regresinya maka akan diketahui variabel mana saja yang secara

signifikan mempengaruhi rendemen ARI. Hasil tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam

pembuatan kriteria analisa meja tebu secara visual.

Hubungan antara nilai A, B, C dan D dengan rendemen ARI juga akan ditampilkan dan

diregresikan, untuk mengetahui apakah penilaian mutu tebu mempengaruhi rendemen ARI

secara signifikan.

Rend.

Analisa D S P C KET

7,92 X XX A

7,33 XX X B

8,11 X X X B

8,47 XX X B

6,43 X X X B

6,34 XX B

6,92 X X B

9,28 X X B

7,11 XX B

7,58 X XX XXX B

6,90 X XX X B

8,20 XX A

7,88 X X B

7,35 X A

6,71 X X XX B

8,05 XX XX B

8,78 X A

7,94 X X XXX B

8,15 X X XX B

9,13 X X X B

ANALISA KEBERSIHAN

HASIL PENGUJIAN

UJI ASUMSI KLASIK

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear

berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan

OLS tidak memerlukan persyaratan asumsi klasik, misalnya regresi logistik atau regresi ordinal.

Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis regresi linear,

misalnya uji multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis regresi linear sederhana dan uji

autokorelasi tidak perlu diterapkan pada data cross sectional.

Pada pengujian kali ini diperlukan uji asumsi klasik karena regresi linear yang dilakukan

merupakan regresi linear berganda dan variabelnya berjenis interval dan ratio.

Uji normalitas data:

Uji normalitas dilakukan untuk memastikan bahwa distribusi data dalam pengujian ini normal.

Uji yang dilakukan adalah Komogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS menghasilkan data

sebagai berikut:

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized

Residual

N 836

Normal Parametersa,,b

Mean .0000000

Std. Deviation .86063054

Most Extreme Differences Absolute .030

Positive .030

Negative -.029

Kolmogorov-Smirnov Z .877

Asymp. Sig. (2-tailed) .425

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Data dianggap normal jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05. Hasil pengujian sebesar 0.425

menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal dan layak diregresikan.

Heteroskedastisitas :

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke

pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di

mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap

atau disebut homoskedastisitas.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .636 .089 7.143 .000

DADUK_MSI .022 .021 .038 1.041 .298

SOGOL_MSI -.006 .023 -.009 -.253 .801

PUCUK_MSI .007 .023 .012 .322 .748

CACAH_MSI -.013 .022 -.021 -.583 .560

a. Dependent Variable: RES2

Untuk mendapatkan kesimpulan heteroskedastisitas, terlebih dahulu harus dilakukan regresi

antara variabel RES2 dengan variabel-variabel bebas. Variabel RES2 merupakan variabel baru

yang dibentuk dengan pengolahan data tertentu menggunakan SPSS. Data dianggap tidak

terjadi heteroskedastisitas jika nilai Sig. (2-tailed) > 0.05. Hasil pengujian menunjukkan nilai Sig.

0.298 untuk daduk, 0.801 untuk sogolan, 0.748 untuk pucuk dan 0.560 untuk cacahan.

Kesemuanya menunjukkan nilai yang lebih besar daripada 0.05 sehingga dapat dikatakan tidak

terjadi heteroskedastisitas pada data.

Uji multikolinearitas :

Uji ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel

bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara

variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya

menjadi terganggu. Alat statistik yang sering dipergunakan untuk menguji gangguan

multikolinearitas adalah dengan variance inflation factor (VIF), korelasi pearson antara variabel-

variabel bebas, atau dengan melihat eigenvalues dan condition index (CI).

Identifikasi kolinieritas dapat dilakukan dengan melihat:

1. Kolom VIF; terjadi kolinearitas apabila nilai VIF > 5

2. Kolom eugenvalue; terjadi kolinearitas apabila nilai eugenvalue mendekati 0

3. Kolom condition index; terjadi kolinearitas apabila nilai condition index > 15. Dikatakan

parah apabila > 30

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8.742 .141 62.010 .000

DADUK_MSI -.029 .034 -.031 -.864 .388 .893 1.120

SOGOL_MSI -.133 .037 -.128 -3.607 .000 .904 1.107

PUCUK_MSI -.121 .037 -.118 -3.283 .001 .881 1.136

CACAH_MSI -.156 .036 -.156 -4.380 .000 .893 1.120

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 8.742 .141 62.010 .000

DADUK_MSI -.029 .034 -.031 -.864 .388 .893 1.120

SOGOL_MSI -.133 .037 -.128 -3.607 .000 .904 1.107

PUCUK_MSI -.121 .037 -.118 -3.283 .001 .881 1.136

CACAH_MSI -.156 .036 -.156 -4.380 .000 .893 1.120

a. Dependent Variable: REND_ARI

Dari tabel output SPSS terlihat bahwa tidak ada satupun variabel yang mengalami

multikolinearitas baik dilihat dari nilai VIF, Eigenvalue maupun condition index. Nilai VIF < 5,

eigenvalue yang paling mendekati nol adalah variabel cacahan namun condition indexnya masih

< 15 sehingga dapat ditarik kesimpulan variabel bebas tidak ada yang mengalami

multikolinearitas, sehingga layak diuji regresi.

HASIL REGRESI

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .240a .057 .053 .86270

a. Predictors: (Constant), CACAH_MSI, PUCUK_MSI, SOGOL_MSI,

DADUK_MSI

Angka R sebesar 0.240a menunjukkan bahwa korelasi/hubungan antara Participation

dengan kedua variabel independen-nya tidak terlalu kuat (karena besarnya < 0,5).

Angka R Square atau Koefisien Determinasi adalah 0.057 (berasal dari 0,240 x 0,240). Ini

artinya bahwa 0,057 atau 5,7% variasi dari Rendemen ARI dapat dijelaskan oleh variasi dari

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimen

sion Eigenvalue

Condition

Index

Variance Proportions

(Constant) DADUK_MSI SOGOL_MSI PUCUK_MSI CACAH_MSI

1 1 4.440 1.000 .00 .01 .01 .01 .01

2 .262 4.120 .00 .04 .34 .24 .03

3 .163 5.223 .00 .25 .09 .07 .43

4 .101 6.631 .01 .24 .40 .62 .27

5 .034 11.385 .99 .46 .17 .07 .27

a. Dependent Variable: REND_ARI

keempat variabel independen, yaitu Daduk, Sogolan, Pucuk dan Cacahan. Sedangkan

sisanya (100-5,7 = 94,3) atau 94,3% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain. Untuk variabel

independen lebih dari dua sebaiknya gunakan Adjusted R Square yang pada pengujian kita

nilainya 0,053.

Dari angka-angka ini dapat dijelaskan bahwa ada sebab-sebab lain yang tidak masuk dalam

model ini yang lebih mempengaruhi nilai rendemen ARI. Sebab-sebab lain itu bisa jadi

adalah kemanisan dan kesegaran tebu, ketepatan analisa, dll. Walaupun pengaruh penilaian

kotoran di meja tebu bisa dikatakan kecil, namun perlu dilihat apakah regresinya signifikan

atau tidak, seperti akan dijelaskan dibawah.

Std. Error of the Estimate yang nilainya 0.86270 menggambarkan tingkat ketepatan prediksi

regresi, dimana semakin kecil angkanya maka semakin baik prediksinya.

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 37.702 4 9.426 12.665 .000a

Residual 618.472 831 .744

Total 656.174 835

a. Predictors: (Constant), CACAH_MSI, PUCUK_MSI, SOGOL_MSI, DADUK_MSI

b. Dependent Variable: REND_ARI

Bagian ini menggambarkan tingkat signifikansi. Dari uji ANOVA atau F-test, didapat F-hitung

12.665 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Karena probabilitas (tingkat signifikansi)

ini lebih kecil daripada 0,05 maka model regresi ini bisa dipakai untuk memprediksi

Rendemen ARI pada selama tanggal pengamatan ini. Dengan kata lain, penilaian visual

daduk, sogolan, pucuk dan cacahan secara bersama-sama berpengaruh terhadap rendemen

ARI.

Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 8.742 .141 62.010 .000

DADUK_MSI -.029 .034 -.031 -.864 .388

SOGOL_MSI -.133 .037 -.128 -3.607 .000

PUCUK_MSI -.121 .037 -.118 -3.283 .001

CACAH_MSI -.156 .036 -.156 -4.380 .000

a. Dependent Variable: REND_ARI

Sedangkan bagian ini menggambarkan seberapa besar koefisien regresinya.

Persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Rendemen ARI = 8.742 - 0,029 Daduk – 0.133 Sogolan – 0.121 Pucuk – 0.156 Cacahan

Konstanta sebesar 8.742 menyatakan bahwa jika tidak ada kotoran sama sekali maka

diperkirakan rendemen yang tercapai pada tanggal pengamatan itu (31 Juli – 2 Agustus

2015) adalah sebesar 8.742.

Koefisien regresi - 0,029 menunjukkan bahwa setiap tingkat daduk bertambah +1 poin,

maka rendemen ARI akan turun sebesar 0,029 poin.

Koefisien regresi - 0,133 menunjukkan bahwa setiap tingkat sogolan bertambah +1 poin,

maka rendemen ARI akan menurun sebesar 0,133 poin

Koefisien regresi - 0,121 menunjukkan bahwa setiap tingkat pucukan bertambah +1 poin,

maka rendemen ARI akan menurun sebesar 0,121 poin

Koefisien regresi - 0,156 menunjukkan bahwa setiap tingkat cacahan bertambah +1 poin,

maka rendemen ARI akan menurun sebesar 0,156 poin

Sedangkan uji-t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel

independen.

Hipotesis yang dibangun adalah sebagai berikut:

Ho = Koefisien Regresi Tidak Signifikan

Hi = Koefisien Regresi Signifikan

Pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas, lihat kolom Sig.) adalah sebagai berikut:

Jika Sig. > 0,05 maka Ho diterima

Jika Sig. < 0,05 maka Ho ditolak, Hi diterima

Terlihat bahwa pada kolom Sig. untuk 4 variabel, yaitu konstanta = 8,742, Sogolan = – 0.133,

Pucuk = – 0.121, Cacahan = – 0.156 mempunyai angka signifikansi < 0,05, dengan demikian

Hi diterima atau dengan kata lain variabel-variabel tersebut signifikan mempengaruhi

rendemen ARI. Sementara hanya Daduk = - 0,029, yang mempunyai angka signifikansi >

0,05, yang berarti penilaian visual terhadap daduk bisa dikatakan tidak signifikan

mempengaruhi rendemen ARI.

Kejadian di atas mungkin disebabkan karena daduk mempunyai bobot yang sangat rendah

bila dibandingkan dengan sogolan dan pucukan. Perlu dicermati juga bahwa cacahan yang

tidak dimasukkan penilaian mempengaruhi rendemen ARI. Cacahan juga dapat

menimbulkan kerancuan penilaian variabel lainnya, dengan adanya cacahan biasanya daduk

menjadi turun ke bawah, sogolan dan pucukan menjadi samar.

Dari hasil regresi diatas diketahui bahwa penilaian visual daduk adalah yang paling tidak

signifikan mempengaruhi rendemen ARI, sedangkan sogolan adalah yang paling tinggi

mempengaruhi rendemen ARI. Cacahan walaupun paling mempengaruhi rendemen ARI, tidak

termasuk dalam variabel yang membentuk penilaian mutu tebu. Idealnya penilaian mutu tebu

yang dinyatakan dengan A, B dan C harus memperhitungkan pengaruh daduk, pucuk dan

sogolan terhadap rendemen ARI.

Berdasarkan laporan periodik (QC 2), dari hasil analisa trash (kuantitatif) sampai dengan

periode 8B diketahui bahwa proporsi berat masing-masing jenis kotoran adalah sebagai berikut:

SOGOLAN DADUK PUCUK TEBU MATI

AKAR/

TANAH

KOTORAN

LAIN JUMLAH

11,10 0,42 2,55 0,22 0,12 - 14,40

Terlihat bahwa daduk yang tidak mengandung nira, hanya 0.42% dari berat tebu sementara

yang terbesar adalah sogolan, 11.10% berat tebu.

REGRESI NILAI MUTU TEBU (A, B, D dan D) terhadap Rendemen ARI

Untuk mengetahui apakah penilaian mutu tebu (A, B, C dan D) mempengaruhi rendemen ARI

maka dapat dilakukan dengan analisis regresi linear sederhana. Analisis regresi sederhana

dengan satu variabel bebas tidak perlu menggunakan uji asumsi klasik. Adapun output

pengujiannya adalah sebagai berikut:

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 .119a .014 .013 .88072

a. Predictors: (Constant), NILAI_MSI

Angka R sebesar 0.119a menunjukkan bahwa korelasi/hubungan antara Participation dengan

kedua variabel independen-nya tidak terlalu kuat (karena besarnya < 0,5). Angka R Square atau

Koefisien Determinasi adalah 0.014 (berasal dari 0,119 x 0,119). Ini artinya bahwa 0,014 atau

1,4% variasi dari Rendemen ARI dapat dijelaskan oleh variasi dari, yaitu nilai mutu tebu.

Sedangkan sisanya (100-1,4 = 98,6) atau 98,6% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 9.274 1 9.274 11.956 .001a

Residual 646.900 834 .776

Total 656.174 835

a. Predictors: (Constant), NILAI_MSI

b. Dependent Variable: REND_ARI

Dari uji ANOVA atau F-test, didapat F-hitung 11.956 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001.

Karena probabilitas (tingkat signifikansi) ini lebih kecil daripada 0,05 maka model regresi ini bisa

dipakai untuk memprediksi Rendemen ARI. Dengan kata lain, penilaian mutu tebu berpengaruh

terhadap rendemen ARI.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.216 .092 89.635 .000

NILAI_MSI -.119 .034 -.119 -3.458 .001

a. Dependent Variable: REND_ARI

Baik konstata dan koefisien regresi nilai tebu (NILAI_MSI) mempunyai nilai Sig. < 0.05, sehingga

signifikan. Koefisien nilai mutu tebu sebesar -0.119, berarti setiap peningkatan +1 poin nilai

mutu tebu (semakin kotor) maka rendemen ARI akan semakin menurun sebesar -0.119.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan:

Hubungan Penilaian Visual (Daduk, Sogolan, Pucukan & Cacahan) terhadap Rendemen ARI

- Penilaian visual tingkat daduk, sogolan, pucukan dan cacahan berpengaruh terhadap

rendemen ARI

- Semua variabel menunjukkan pengaruh negatif terhadap rendemen ARI, artinya setiap

kenaikan tingkat daduk, sogolan, pucukan dan cacahan makin turun rendemen ARI.

- Variabel yang signifikan menurunkan rendemen ARI adalah sogolan, pucukan dan

cacahan.

- Variabel yang tidak signifikan menurunkan rendemen ARI adalah daduk.

- Persamaan regresinya adalah sebagai berikut:

Rendemen ARI = 8.742 - 0,029 Daduk – 0.133 Sogolan – 0.121 Pucuk – 0.156 Cacahan

- Persamaan ini tidak menggambarkan kondisi rendemen ARI selama musim giling, hanya

pada tanggal pengambilan sampel saja (31 Juli 2015 – 2 Agustus 2015), namun

setidaknya dapat memberikan gambaran hubungan antara penilaian visual terhadap

rendemen ARI mempunyai pola tertentu yang terbukti secara statistik.

Hubungan Nilai Mutu Tebu (A, B, C dan D) terhadap Rendemen ARI

Penilaian mutu tebu sehingga menghasilkan nilai A, B, C dan D di PG Wonolangan didasarkan

pada penilaian visual akan daduk, sogolan dan pucukan. Cacahan tidak dimasukkan karena

bukan merupakan kotoran. Hasil uji statistik membuktikan bahwa penilaian mutu tebu ini juga

mempengaruhi rendemen ARI.

Rendemen ARI = 8.216 – 0.119 Nilai Mutu Tebu

Makin tinggi abjad penilaian mutu tebu (A s/d D) maka makin rendah kualitas tebu tersebut.

Koefisien nilai mutu tebu sebesar -0.119, berarti setiap peningkatan +1 poin nilai mutu tebu

(semakin jelek) maka rendemen ARI akan semakin menurun sebesar -0.119.

Saran:

Penilaian visual terhadap daduk, sogolan, pucukan dan cacahan terbukti berpengaruh secara

negatif rendemen ARI. Daduk berpengaruh tidak signifikan pada rendemen ARI, sementara

variabel lainnya signifikan. Pemberlakuan punishment pada tebu-tebu kualitas rendah perlu

mengacu pada nilai daduk, sogolan, pucukan dan cacahan. Bagian tanaman dapat melakukan

scrap tebu-tebu yang rendah pada saat rapat tebangan data dari QC hasil urutan tebu

berdasarkan brix terendah dengan jumlah cacahan, sogolan dan pucukan terbanyak, baru

diikuti daduk sebagai prioritas terakhir. Penilaian mutu tebu A, B, C dan D perlu diseragamkan

antara seluruh PG PTPN XI.