uin syarif hidayatullah jakarta tumbuhan paku …

118
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% TUMBUHAN PAKU Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT DUA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley SKRIPSI SITI WINDI HARIANI 1112102000018 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2016

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% TUMBUHAN PAKU Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT DUA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR

Sprague Dawley

SKRIPSI

SITI WINDI HARIANI

1112102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA

JULI 2016

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 96% TUMBUHAN PAKU Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT DUA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR

Sprague Dawley

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SITI WINDI HARIANI 1112102000018

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA JULI 2016

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

iii

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

iv

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

v

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

vi

ABSTRAK

Nama : Siti Windi Hariani

Program Studi : Farmasi Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 96% Tumbuhan Paku

Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr terhadap Penyembuhan Luka

Bakar Derajat Dua Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr diketahui memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi. Senyawa yang diperkirakan berperan dalam

aktivitas tersebut diantaranya flavonoid dan fenol (Komala, et al., 2015). Senyawa flavonoid dan fenol pada berbagai tumbuhan lainnya diketahui berperan dalam

aktivitas antioksidan, antiinflamasi, dan proses penyembuhan luka sehingga terdapat potensi pada tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr dalam mempengaruhi proses penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk menguji

pengaruh ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr terhadap penyembuhan luka bakar derajat dua. Ekstrak dibuat dengan metode

maserasi dengan pelarut etanol 96%. Tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif yang diberikan basis krim, kelompok kontrol positif yang diberikan krim Silver

Sulvadiazine®, dan 3 kelompok uji konsentrasi yang diberikan krim ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C 2,5%, 5%, dan 10%. Pembuatan

luka bakar derajat dua dilakukan dengan cara memanaskan plat logam berukuran 4 x 2 cm dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian plat besi tersebut ditempelkan selama 10 detik pada bagian dorsal sekitar 3 cm dari auricular tikus.

Pemberian krim ekstrak dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari selama 21 hari. Parameter yang diamati yaitu perubahan visual dan waktu penyembuhan luka

bakar, penurunan dan persentase penyembuhan luka bakar, penurunan jumlah sel radang, peningkatan jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi. Hasil pengamatan visual menunjukkan bahwa krim ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C mempengaruhi perubahan visual dan waktu penyembuhan luka bakar Hasil analisis statistik Paired Sample T test menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan signifikan (p<0,05) terhadap penurunan luas luka bakar sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil uji statistik One-Way ANOVA menunjukkan bahwa krim ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C konsentrasi

2,5% dan 5% menghasilkan persentase penyembuhan luka bakar yang berbeda signifikan dengan kelompok kontrol negatif. Krim ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C dapat menurunkan jumlah sel radang, meningkatkan jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi. Krim ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C mempengaruhi proses penyembuhan luka bakar

derajat dua berdasarkan parameter perubahan visual dan waktu penyembuhan luka, penurunan luas dan persentase penyembuhan luka, penurunan jumlah sel

radang, peningkatan jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi.

Kata kunci: Tumbuhan paku, Nephrolepis falcata (Cav.) C, krim ekstrak etanol,

luka bakar.

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

vii

ABSTRACT

Name : Siti Windi Hariani

Major : Pharmacy Title : Effect of 96% Ethanolic Extract Fern Nephrolepis Falcata (Cav.) C. Chr

In Second Degree Burn Wound Healing in Whitw Male Rats (Rattus

Norvegicus) Sprague Dawley strain.

Fern Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr have been known to have antioxidant and anti- inflammatory activity. Flavonoid and phenol predicted as compounds which have role in their activities (Komala, et al., 2015). Flavonoid dan phenol

compound in many others plants known acts as antioxidant, anti- inflammatory activity, and in burn wound healing, so there is potency in fern Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr in burn wound healing process. The aim of this research is to examine the effect of ethanolic extract of fern Nephrolepis falcata (Cav.) C in second degree burn wound healing. The extract is made by maceration using

ethanol 96%. White male rats (Rattus novergicus) Sprague Dawley strain divided into 5 groups, negative control group was given a base cream, positive control

group was given Silver Sulvadiazine® cream, and 3 groups of test concentration was given ethanolic extract of fern Nephrolepis falcata (Cav.) C concentration 2,5%, 5%, and 10%. A second degree burn wound was made by heating a metal

plate size 4 x 2 cm in boiling water for 5 minutes, then the metal plate attached for 10 seconds in dorsal ± 3 cm from rat’s auricula. The extract cream applied twice a

day for 21 days. The observed parameter include visual change and burn wound healing time, decrease of wound area and percentage of burn wound healing, decrease amount of inflammatory cells, increase amount of fibroblast, and new

formed capillaries. The results shows ethanolic extract of fern Nephrolepis falcata (Cav.) C affect in visual change and burn wound healing time. The results of

statistical analysis Paired Sample T test shows significant difference (p<0,05) in decrease wound area. The results of statistical analysis One-Way ANOVA shows significant difference (p<0,05) in percentage of burn wound healing ethanolic

extract of fern Nephrolepis falcata (Cav.) C concentration 2,5% dan 5% with negative control. Ethanolic extract of fern Nephrolepis falcata (Cav.) C can

decrease amount of inflammatory cells, increase amount of fibroblast, and new formed capillaries. Ethanolic extract of fern Nephrolepis falcata (Cav.) C influence the second degree burn wound healing process based on visual change

and burn wound healing time, decrease wound area and percentage of burn wound healing, decrease inflammatory cells, increase amount of fibroblast, and new

formed capillaries.

Keywords: Fern, Nephrolepis falcata (Cav.) C, ethanolic extracts cream, burn wound

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah

SWT atas berkat, rahmat, dan ridho-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu tahap dari serangkaian tahap untuk mendapatkan

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa kemudahan yang Allah berikan, ridho kedua

orang tua, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan

sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ibu Ismiarni Komala, MSc., PhD., Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu

Dr. Azrifitria., M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil

besar dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi saya ini, semoga segala

bantuan dan bimbingan ibu mendapatkan imbalan yang lebih baik di sisi-

Nya.

2. Ibu Puteri Amelia., M.Farm., Apt selaku penanggung jawab Laboratorium

Farmakognosi Fitokimia, Ibu Eka Putri., M.Si., Apt selaku penanggung

jawab Laboratorium Penelitian I, Ibu Nurlaely Mida R., M.Biomed, DMS

selaku penanggung jawab Laboratorium Animal House, Ibu Zilhadia., M.Si.,

Apt selaku penanggung jawab Laboratorium Kimia Obat, beserta staf atas

penggunaan segala fasilitas dan bantuannya selama penelitian.

3. Bapak Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

ix

5. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt., selaku dosen pembimbing akademik,

Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan

bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Keluarga Departemen Relasi dan Eksternal Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 2012/2013, Fio

Noviany, Muhammad Haidar Ali, Elsa Elfrida, Henny Pradikaningrum,

Wahidin Saleh, dan Fandi Karami.

8. Pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Farmasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Periode 2014/2015

9. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi ibunda Afriwani Hutabarat dan

ayahanda Hardadi, semoga segala amal kebaikan dan jerih payah keduanya

mendapat balasan yang jauh lebih baik disisi-Nya.

Demikian ucapan terima kasih yang setulusnya saya sampaikan, semoga

Allah membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga

skrpsi ini bermanfaat. Semoga Allah memudahkan jalan orang-orang yang

menuntut ilmu dan orang-orang yang selalu berusaha memberikan

kebermanfaatan untuk lingkungannya.

Ciputat, 15 Juli 2016

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

x

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………............. iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………….. iv

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….... v

ABSTRAK……………………………………………………………………... vi

ABSTRACT………………………………………………………………….... vii

KATA PENGANTAR……………………………………………….….......... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……............ x

DAFTAR ISI…………………………………………………………………... xi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xiv

DAFTAR TABEL…………………………………………………………….. xv

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………….............. 1

1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………................. 3 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………….................. 4

1.4 Hipotesis………………………………………………………... 4 1.5 Manfaat Penelitian……….……………………………………... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 5

2.1 Kulit…………………………………………………………….. 5

2.2 Luka Bakar……………………………………………………... 6 2.3 Klasifikasi Luka Bakar………………………………................. 7

2.4 Patofisiologi Luka Bakar……………………………………….. 7 2.5 Proses Penyembuhan Luka Bakar……………………………… 8 2.6 Tumbuhan Paku……………………………………………….... 12

2.7 Ekstrak dan Ekstraksi…………………………………………... 14 2.8 Bentuk Sediaan Krim…………………………………………... 16

2.9 Spesifikasi Bahan untuk Formulasi Sediaan Uji……………….. 16 2.10 Hewan Percobaan……………………………………………… 20

BAB 3 METODE PENELITIAN……………………………………………. 23

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………... 23

3.2 Alat dan Bahan Penelitian………………………….…................ 23

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

xii

3.2.1 Alat Penelitian…………………………………………... 23

3.2.2 Bahan Uji……….………………………………………. 23 3.2.3 Bahan Kimia……………………………………………. 24

3.3 Hewan Uji..…………………..…………………………………. 24 3.4 Rancangan Penelitian…………………………….……………... 24 3.5 Kegiatan Penelitian……………………………….…………….. 27

3.5.1 Determinasi Tumbuhan…………………………………. 27 3.5.2 Penyiapan Simplisia…………………………………….. 27

3.5.3 Pembuatan Ekstrak……………………………………… 28 3.5.4 Skrining Fitokimia……………………………………… 28 3.5.5 Standardisasi Ekstrak…………………………………… 29

3.5.5.1 Penentuan Parameter Spesifik…………………... 29 3.5.5.2 Penentuan Parameter Non Spesifik……………... 29

3.5.6 Pembuatan Krim Ekstrak……………………….…….… 30 Evaluasi Sediaan Krim………………………………….. 33 3.5.6.1 Pengamatan Organoleptik……………................. 33

3.5.6.2 Homogenitas……………………...…………….. 33 3.5.6.3 Pemeriksaan pH………………………................ 33

3.5.7 Persiapan Hewan Uji……………..…….……….............. 33 3.5.8 Perlakuan Hewan Uji……………………………............ 34

3.5.8.1 Pembuatan Luka Bakar..…………………….... 34

3.5.8.2 Pemberian Bahan Uji…………….…………… 34 3.6.10 Pengamatan Penyembuhan Luka Bakar…….…………... 35

3.6.11 Eksisi Jaringan Kulit Tikus…………………………….. 36 3.6.12 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Tikus…….. 36 3.6.13 Pengamatan Preparat Histopatologi……………............. 36

3.6.14 Rencana Analisis Data…………………………………. 38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………………….………………….... 39

4.1 Hasil Penelitian ………………………………………………… 39

4.1.1 Determinasi Tumbuhan…………………………………. 39 4.1.2 Penyiapan Simplisia…………………………………….. 39 4.1.3 Ekstraksi………………………………………………… 39

4.1.4 Skrining Fitokimia……………………………………… 40 4.1.5 Standardisasi Ekstrak…………………………………… 40

4.1.6 Pembuatan Krim Ekstrak……………………………….. 42 4.1.7 Evaluasi Sediaan Krim………………………………….. 43 4.1.8 Pengukuran Berat Badan Tikus…………………………. 44

4.1.9 Pengamatan Visual Luka Bakar………………………… 45 4.1.10 Pengukuran Luas Luka dan Persentase

Penyembuhan Luka Bakar.……………………………... 47 4.1.11 Pengamatan Histopatologi……………………………… 50

4.2 Pembahasan ……………………………………………………. 53

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………………….……………..… ….. 62

5.1 Kesimpulan……………………………………………………... 62

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

xiii

5.2 Saran………………………………………………………......... 62

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 63

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Anatomi Kulit Normal……………………………………............. 5

Gambar 2.2 Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr……………... 13

Gambar 4.1 Grafik Rerata Pengukuran Berat Badan Tikus……………............. 44

Gambar 4.2 Grafik Persentase Penyembuhan Luka Bakar...…………………... 49

Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Histopatologi Hari Ke-7…..…………………... 51

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Data Biologis Tikus………………………………………………………. 22

3.1 Rancangan Penelitian…………………………………………………….. 25

3.2 Formula Basis Krim………………………………………….................... 31

3.3 Formula Krim Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr……………………………………………………... 32

3.4 Kriteria Skoring Parameter Histopatologi Jumlah Sel Radang…………... 37

3.5 Kriteria Skoring Parameter Histopatologi Jumlah Fibroblas…………….. 37

3.6 Kriteria Skoring Parameter Histopatologi Neokapilerisasi………………. 38

4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr……………………………………….. 40

4.2 Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik

Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.)

C. Chr ………………………………………………………………….… 41

4.3 Formula Krim Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr……………………………………………………... 42

4.4 Hasil Evaluasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Tumbuhan

Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr……………..…………………… 43

4.5 Pengamatan Rerata Visual Luka Bakar…………………………………... 46

4.6 Luas dan Persentase Penyembuhan Luka………………………………… 48

4.7 Hasil Penilaian Parameter Mikroskopis Pada Preparat Hari

Ke-7………………………………………………………………………. 52

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Alur Penelitian…………………………………………………. 72

Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan……………………………………….... 73

Lampiran 3. Keterangan Kesehatan Hewan………………………………..... 74

Lampiran 4. Hasil Perhitungan Rendemen…………………………………... 75

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kadar Air…………………………………… 75

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Abu………………………………….. 75

Lampiran 7. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku…… 76

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian………………………………………… 77

Lampiran 9. Gambar Pengamatan Perubahan Rerata Luka bakar…………… 78

Lampiran 10. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar Menggunakan

Software ImageJ…..…………………………………………... 81

Lampiran 11. Data Luas Luka dan Persentase Penyembuhan Luka Bakar

Derajat Dua………..………………………………………….. 83

Lampiran 12. Hasil Analisis Statistik Luas Luka Bakar Derajat Dua………. 85

Lampiran 13. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar

Derajat Dua….……………………………………………….. 93

Lampiran 14. Hasil Analisa Statistik Berat Badan Tikus………………….... 98

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar didefinisikan sebagai kerusakan pada kulit yang

disebabkan panas berlebih atau bahan kimia kaustik. Proses penyembuhan

luka terdiri dari fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi (Tiwari,

et al., 2012). Luka bakar dapat berkembang menjadi cedera yang lebih

dalam dari waktu ke waktu tergantung pada cedera awal dan lingkungan

yang selanjutnya mempengaruhi proses penyembuhannya (DeSanti,.

2005). Cedera yang terjadi pada sel dalam hal ini akibat induksi panas

yang menyebabkan luka bakar melibatkan serangkaian reaksi yakni reaksi

oksidasi.

Reaksi oksidasi akan menghasilkan senyawa radikal bebas yang

dapat secara langsung merusak beberapa aspek pada membran sel atau

fungsi organ dalam sel dan dapat menginisiasi kaskade sinyal inflamasi

yang menghasilkan sejumlah mediator yang menyebabkan sel cedera (Al-

Jawad, et al., 2008). Radikal bebas merupakan molekul dengan satu atau

lebih elektron tidak berpasangan pada kulit terluarnya. Radikal bebas

terbentuk dari molekul yang mengalami pemutusan ikatan kimia sehingga

setiap bagiannya menyimpan satu elektron. Senyawa radikal bebas yang

sangat tidak stabil ini dapat bereaksi dengan substrat organik seperti

lemak, protein, dan DNA (Pham-Huy, et al., 2008). Senyawa radikal

bebas apabila berelebihan akan menyebabkan stres oksidatif. Stress

oksidatif terlibat kuat dalam patogenesis cedera yang disebabkan oleh

termal (Al-Jawad, et al., 2008).

Stress oksidatif dapat dinetralkan oleh sejumlah mekanisme yang

ada dalam tubuh manusia yakni dengan memproduksi antioksidan yang

secara alami diproduksi dalam sel ataupun diperoleh melalui makanan

dan/atau suplemen dari luar tubuh (Pham-Huy, et al., 2008). Sehingga,

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ketika sejumlah mekanisme dalam tubuh tidak dapat menetralkan stress

oksidatif akibat cidera termal dibutuhkan penangkal radikal bebas

tambahan dari luar tubuh seperti antioksidan. Antioksidan selain dapat

menghambat pembentukan radikal bebas, menangkal produksi berlebih

radikal bebas, atau mengganggu beberapa aspek yang menyebabkan

respon inflamasi, antioksidan terbukti dapat menurunkan resiko kerusakan

jaringan, memperbaiki fungsi organ, dan memperbaiki keluaran (Cakir dan

Yegen, 2004).

Vitamin C, vitamin A, vitamin E, dan Zinc merupakan beberapa

contoh antioksidan. Antioksidan juga dapat diperoleh dari tumbuhan.

Beberapa penelitian menyebutkan tumbuhan yang memiliki aktivitas

sebagai antioksidan juga memiliki aktivitas antiinflamasi dan berpengaruh

terhadap proses penyembuhan luka bakar seperti pada ekstrak etanol daun

melati dalam penelitian Wibawani, et al (2015), dan ekstrak etanol daun

Plectranthus amboinicus dalam penelitian Shenoy, et al (2012). Aktifitas

yang dimiliki oleh kedua contoh tumbuhan tersebut tentunya tidak terlepas

dari senyawa-senyawa aktif dari golongan metabolit sekunder diantaranya

flavonoid dan fenol.

Senyawa-senyawa aktif dari golongan metabolit sekunder seperti

flavonoid dan fenol juga terdapat pada tumbuhan paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr dan setelah diteliti secara in vitro tumbuhan paku tersebut

memiliki aktivitas antioksidan dan antiinflamasi. Komala, et al (2015)

menyebutkan bahwa ekstrak metanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr yang diuji dengan metode DPPH menunjukan aktivitas

antiinflamasi yang signifikan dengan persentase inhibisi denaturasi sebesar

49,5 ± 0,2% pada konsentrasi 10 µg/mL dan aktivitas tersebut lebih besar

nilainya dibandingkan Na diklofenak dengan persentase inhibisi sebesar

28,5 ± 3,8% pada konsentrasi yang sama. Ekstrak etanol Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr yang diuji dengan metode anti denaturasi pada BSA

menunjukan aktivitas antioksidan yang kuat yakni dengan nilai

Antioxidant Activity Index (AAI) 3,8 ± 0,5 walaupun tidak lebih tinggi

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dibandingkan standar Vitamin C dengan nilai AAI 33,5 ± 2,3. Peneilitian

tersebut juga menyebutkan bahwa senyawa golongan metabolit sekunder

yakni senyawa flavonoid dan fenol yang diperkirakan bertanggung jawab

dalam aktivitas antioksidan dan antiinflamasi pada tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

Senyawa flavonoid dan fenol seperti yang disebutkan dalam

Wibawani, et al (2015) dan Karimi, et al (2013) berperan dalam aktivitas

antioksidan, antiinflamasi, dan proses penyembuhan luka sehingga

terdapat potensi pada tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

dalam mempengaruhi proses penyembuhan luka dikarenakan aktivitas

antioksidan dan antiinflamasi yang dimiliki oleh tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

Korelasi yang kuat terkait aktivitas antioksidan, antiinflamasi, dan

pengaruhnya dalam proses penyembuhan luka bakar seperti yang telah

disebutkan menjadi dasar penelitian ini. Oleh karena itu pada penelitian ini

peneliti akan menguji pengaruh ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus putih

(Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley berdasarkan parameter

makroskopis dan mikroskopis. Parameter makroskopis yang diamati

adalah perubahan visual dan waktu penyembuhan luka bakar, penurunan

luas luka dan persentase penyembuhan luka bakar. Parameter mikroskopis

yang diamati berupa parameter penurunan jumlah sel radang, peningkatan

jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka

bakar pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley

dilihat dari parameter perubahan visual dan waktu penyembuhan luka

bakar, penurunan luas luka dan persentase penyembuhan luka bakar,

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penurunan jumlah sel radang, peningkatan jumlah fibroblas, dan

neokapilerisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian ekstrak

etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr terhadap proses

penyembuhan luka bakar pada tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur

Sprague Dawley dilihat dari parameter perubahan visual dan waktu

penyembuhan luka bakar, penurunan luas luka dan persentase

penyembuhan luka bakar, penurunan jumlah sel radang, peningkatan

jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi.

1.4 Hipotesis

Pemberian ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka bakar pada

tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley dilihat dari

parameter perubahan visual dan waktu penyembuhan luka bakar,

penurunan luas luka dan persentase penyembuhan luka bakar, penurunan

jumlah sel radang, peningkatan jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai manfaat tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr pada penyembuahan luka bakar.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit merupakan organ berlapis dengan banyak fungsi proteksi

untuk pertahanan. Lapisan luar epidermis berfungsi sebagai penghalang

yang terdiri dari sel yang mati dan keratin yang dapat menghalangi bakteri

dan toksin dari lingkungan luar tubuh. Sel epidermis bagian bawah

menyediakan sumber sel epidermis baru. Lapisan dermis bagian dalam

memiliki fungsi termasuk dalam perbaikan epidermis yang berkelanjutan.

Dermis terbagi menjadi dermis papilar dan dermis retikular. Dermis

papilar memiliki senyawa bioaktif yang sangat banyak sedangkan dermis

retikular memiliki lebih sedikit senyawa bioktif dibandingkan dermis

papilar (DeSanti, 2005).

Gambar 2.1 Anatomi Kulit Normal

Sumber : DeSanti, 2005

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Luka Bakar

Luka bakar didefinisikan sebagai kerusakan pada kulit yang

disebabkan oleh panas atau bahan kimia kaustik yang berlebihan. Luka

bakar dapat diakibatkan oleh trauma suhu yang berasal dari sumber panas

yang kering (api, logam panas), atau lembab (cairan atau gas panas).

Gambaran klinis secara umum dari luka bakar antara lain rasa nyeri,

pembengkakan, dan lepuhan. Kehilangan fungsi normal kulit

menyebabkan komplikasi dalam luka bakar seperti infeksi, kehilangan

panas tubuh, peningkatan kehilangan cairan tubuh, kehilangan fungsi

sensasi/hiperalgesia, penurunan elastisitas kulit, dan perubahan

penampilan (DeSanti, 2005).

Cedera luka bakar menghasilkan respon lokal dan respon sistemik.

Respon lokal berupa daerah koagulasi yang terjadi pada tempat kerusakan

terparah, Kehilangan jaringan yang ireversibel akibat penggumpalan unsur

protein terjadi pada daerah tersebut. Daerah yang dikelilingi oleh

penurunan perfusi jaringan disebut daerah stasis, daerah ini berpotensi

untuk diselamatkan. Tujuan utama penyembuhan luka bakar adalah

meningkatkan perfusi pada daerah stasis dan mencegah kerusakan yang

ireversibel. Hipotensi yang berkepanjangan, infeksi atau edema dapat

mengubah daerah ini menjadi kehilangan jaringan secara keseluruhan.

Daerah hiperemia bagian paling luar terjadi peningkatan perfusi jaringan

dan daerah ini akan selalu dapat pulih kecuali terdapat sepsis yang parah

atau hipoperfusi yang berkepanjangan. Ketiga daerah diatas berbentuk tiga

dimensi dan jaringan yang hilang pada daerah stasis dan akan

menghantarkan pada pendalaman dan perluasan jaringan yang hilang

(Hettiaratchy dan Dziewulski, 2004).

Keparahan luka bakar dapat ditentukan berdasarkan kedalaman

luka bakar, ukuran, lokasi, dan umur pasien. Kedalaman luka bakar

ditentukan dengan seberapa banyak dari kedua lapisan kulit dihancurkan

oleh sumber panas, dan hal tersebut merupakan faktor primer yang

menentukan penanganan luka bakar (DeSanti, 2005).

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Luka bakar adalah proses dinamis dan dapat berkembang menjadi

cedera yang lebih dalam dari waktu ke waktu tergantung pada cedera awal

dan lingkungan yang selanjutnya mempengaruhi proses penyembuhannya.

Luka bakar terdiri dari lapisan bagian luar dari jaringan yang mati disebut

daerah nekrosis dan jaringan hidup di bawah jaringan nekrosis yang masih

terkena cedera disebut daerah cedera dan dapat menjadi jaringan mati dari

waktu ke waktu tergantung pada derajat cedera dan lingkungan seperti

infeksi (DeSanti, 2005).

2.3 Klasifikasi Luka Bakar

Menurut Tiwari (2012) penyembuhan luka bakar tergantung

kepada kedalaman luka. Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan

kulit yang terlibat dan kedalaman jaringan sebagai berikut :

1. Luka bakar derajat satu atau luka bakar epitel – eritema kulit tanpa

pembengkakan

2. Luka bakar derajat dua – melibatkan epidermis dan dermis dengan

ketebalan yang dapat berubah, dan terbagi menjadi dua:

1) Luka bakar derajat dua superfisial – pembengkakan dan

inflamasi terlihat pada kulit sampai bagian dermis papilar

2) Luka bakar derajat dua dalam – pembentukan keropeng dan

melibatkan dermis retikular dalam

3) Luka bakar derajat tiga – dikenal juga dengan luka bakar

ketebalan penuh terbentuk keropeng

2.4 Patofisiologi Luka Bakar (Cakir dan Yegen, 2004)

Respon inflamasi lokal dan sistemik terhadap cedera panas sangat

kompleks, menghasilkan kerusakan jaringan lokal dan efek sistemik yang

merusak pada semua sistem organ lainnya yang jauh dari daerah luka.

Inflamasi segera terjadi setelah cedera akibat panas, sedangkan respon

sistemik membutuhkan waktu biasanya 5-7 hari setelah cedera terjadi.

Perubahan lokal dan pastinya sebagian besar perubahan sistemik

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

disebabkan oleh mediator inflamasi. Cedera panas menginisiasi reaksi

inflamasi sistemik yakni memproduksi toksin luka bakar dan radikal

oksigen sehingga pada akhirnya menyebabkan reaksi peroksidasi.

Hubungan antara jumlah produk metabolisme oksidatif dan penangkal

alami radikal bebas menentukan kerusakan jaringan lokal dan sistemik,

lebih jauh kegagalan fungsi organ. Jaringan yang cedera menginisiasi

inflamasi, derajat hipermetabolik dapat menghantarkan pada kegagalan

organ sistemik yang parah dan progresif.

Terdapat peningkatan bukti bahwa cedera menghasilkan radikal

bebas yang melimpah dan merusak mekanisme penangkal radikal bebas

alami. Radikal bebas dapat secara langsung merusak beberapa aspek pada

membran sel atau fungsi organ dalam sel dan dapat menginisiasi kaskade

sinyal inflamasi yang menghasilkan sejumlah mediator yang menyebabkan

sel cedera. Antioksidan selain dapat menghambat pembentukan radikal

bebas, menangkal produksi berlebih radikal bebas, atau mengganggu

beberapa aspek yang menyebabkan respon inflamasi terbukti dapat

menurunkan resiko kerusakan jaringan, memperbaiki fungsi organ, dan

memperbaiki keluaran.

2.5 Proses Penyembuhan Luka Bakar

Tiwari (2012) menyebutkan bahwa fase penyembuhan luka terdiri

dari fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi. Ketiga fase tersebut

terjadi pada semua tipe luka yang membedakan adalah durasi dari setiap

fase

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi berlangsung selama 3-5 hari semenjak luka bakar

terjadi (McCulloch dan Kloth, 2010). Menurut Tiwari (2012) segera

setelah luka bakar respon inflamasi dari tubuh dimulai dan terjadi respon

selular dan respon pembuluh.

1) Respon Pembuluh : terjadi terjadi vasodilatasi lokal dengan

ekstravasasi cairan. Luka bakar ekstensif meningkatkan

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

permeabilitas kapiler dan secara umum menyebabkan ekstravasasi

yang besar dari plasma dan memerlukan penggantian cairan.

2) Respon Selular : neutrofil dan monosit merupakan sel yang

pertama bermigrasi ke daerah inflamasi. Makrofag segera

menggantikan neutrofil ketika neutrofil mulai berkurang. Migrasi

dari sel-sel tersebut diinisiasi oleh faktor kemotaksis seperti

kallkirein pelepasan peptida fibrin dari proses penggumpalan dan

substansi yang dilepaskan dari sel mast seperti TNF, histamin,

protease, leukotrien, dan sitokin. Respon selular membantu

fagositosis dan pembersihan jaringan mati dan toksin yang

dilepaskan oleh jaringan yang terkena luka bakar.

2. Fase Poliferasi (Velnar, et al., 2009)

Fase poliferasi berlangsung selama 4-20 hari setelah luka bakar

terjadi. Setelah reepitelisasi terjadi daerah membran dasar terbentuk

diantara dermis dan epidermis. Reepitelisasi pada luka bakar parsial

dimulai dalam bentuk migrasi keratinosit dari bagian dermis kulit yang

masih hidup beberapa jam setelah terjadi luka bakar. Angiogenesis dan

fibrinogenesis membantu penyusunan kembali dermis.

Ketika cedera berhenti, haemostasis telah dicapai dan respon imun

berhasil sesuai dengan tempatnya, luka akut bergeser menuju perbaikan

jaringan. Fase poliferasi dimulai pada hari ketiga setelah cedera dan

berakhir sekitar 2 minggu setelahnya. Fase poliferasi ditandai dengan

migrasi fibroblas dan endapan matriks ekstraseluler yang baru disintesis,

bekerja sebagai pengganti jaringan sementara tersusun atas fibrin dan

fibronektin. Pada tingkat makroskopis, fase ini dapat terlihat limpahan

pembentukan jaringan granulasi.

1) Migrasi Fibroblas

Mengikuti cedera, fibroblas dan miofibroblas yang ada disekeliling

jaringan distimulasi untuk berpoliferasi selama 3 hari pertama. Kemudia

bermigrasi ke daerah luka dan ditarik oleh faktor seperti TGF-β, PDGF

yang dilepaskan oleh sel inflamasi dan platelet. Fibroblas pertama kali

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

muncul di daerah luka pada hari ketiga setela cedera dan akumulasinya

membutuhkan modulasi fenotip. Ketika berada di daerah luka fibroblas

berpoliferasi sebanyak-banyaknya dan memproduksi matrik protein

hialuronat, fibronektin, proteoglikan dan prokolagen tipe 1 dan 3. Semua

produk tersebut disimpan di daerah lokal. Pada akhir minggu pertama,

limpahan matriks ekstraseluler terakumulasi, dan mendukung migrasi sel

dan esensial untuk proses perbaikan. Setelah itu, fibroblas berubah

menjadi fenotipe miofibroblas. Pada tahap ini, miofibroblas mengandung

berkas aktin di bawah membran plasma dan secara aktif memperpanjang

pseudopodia, menempelkan ke fibronektin dan kolagen di matriks

ekstraseluler. Kontraksi luka, yang merupakan peristiwa penting dalam

proses perbaikan membantu memperkirakan tepi luka kemudian terjadi

perpanjangan tarikan sel. Setelah lengkap mengerjakan tugasnya fibroblas

dieliminasi melalui apoptosis.

2) Sintesis Kolagen

Kolagen merupakan komponen penting pada semua fase

penyembuhan luka. Kolagen disintesis oleh fibroblas. Kolagen

memberikan integritas dan kekuatan untuk semua jaringan dan memegang

peranan penting terutama pada fase poliferasi dan remodeling perbaikan

luka. Kolagen bekerja sebagai dasar bagi pembentukan matriks intraseluler

di dalam luka. Dermis yang tidak luka mengandung 80% kolagen tipe 1

dan 25% kolagen tipe 3, dimana jaringan granulasi luka mengekpresikam

40% kolagen tipe 3.

3) Angiogenesis dan Pembentukan Jaringan Granulasi

Pembaruan dan pembentukan pembuluh darah baru merupakan hal

penting dalam penyembuhan luka dan terjadi bersamaan dengan semua

fase perbaikan. Untuk menarik neutrofil dan makrofag sejumlah faktor

angiogenik disekresikan selama fase haemostasis memicu angiogenesis.

Sel endotel yang khas menjawab sejumlah faktor angiogenik termasuk

FGF, VEGF, PDGF, angiogenin, TGF-α, dan TGF-β. Keseimbangan yang

baik dipelihara dengan kerja faktor inhibitor, seperti angiostatin dan

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

steroid. Agen inhibitor dan stimulator bekerja pada poliferasi sel endotel

secara langsung dan tidak langsung dengan mengaktifkan mitosis,

mengembangkan gerak dan dengan stimulasi sel host untuk melepaskan

faktor pertumbuhan endotel. Saat kondisi hipoksit, molekul disekresikan

dari sekeliling jaringan, mengalakkan poliferasi dan dan pertumbuhan sel

endotelial.

3. Fase Maturasi (Velnar, et al., 2009)

Fase maturasi atau remodeling berlangsung sejak hari ke-20

sampai satu tahun lebih semejak luka bakar terjadi. Fase remodeling

terjadi ditandai dengan terdapatnya protein struktural fibrin (misal :

kolagen dan elastin) disekitar epitel, endotel, dan otot halus seperti matriks

ekstraselular. Fase resolusi matriks ekstraselular menuju jaringan yang

luka dan fibroblas menjadi fenotipe miofibroblas yang bertanggung jawab

pada kontraksi bekas luka. Fase resolusi pada luka bakar derajat dua dalam

dan luka bakar derajat tiga membutuhkan waktu yang lebih panjang dan

biasanya membutuhkan waktu tahunan dan bertanggung jawab pada bekas

luka hipertropik dan dan kontraktur. Hiperpigmentasi terjadi pada luka

bakar superfisial diakibatkan respon reaktif dari melanosit akibat luka

bakar. Hipopigmentasi terjadi pada luka bakar dalam diakibatkan

pengancuran melanosit kulit.

Fase remodeling bertanggung jawab untuk perkembangan

epithelium baru dan pembentukan akhir bekas luka. Sintesis matriks

ekstraselular pada fase poliferasi dan remodeling diinisiasi secara

bersamaan dengan perkembangan jaringan granulasi. Fase ini dapat

berlangsung 1-2 tahun, atau terkadang lebih lama. Remodeling luka akut

secara ketat dikontrol oleh mekanisme pengaturan dengan tujuan

memelihara keseimbangan antara sintesis dan degradasi, menuju ke

penyembuhan normal. Bersamaan dengan pematangan matriks

ekstraseluler, diameter serabut kolagen meningkat dan asam hialuronat dan

fibronektin terdegradasi. Daya tarik luka meningkat secara progresif

sejajar dengan pengumpulan kolagen. Serat kolagen mungkin kembali

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memperoleh sekitar 80% kekuatan awalnya dibandingkan jaringan yang

tidak luka. Kekuatan akhir yang didapat tergantung pada lokalisasi

perbaikan dan durasinya, namun kekuatan awal dari jaringan yang asli

tidak akan bisa kembali didapat.

2.6 Tumbuhan Paku

Paku-pakuan merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang ada

di Indonesia yang kaya akan jenisnya, dengan lebih dari 10.000 jenis

(Suraida, et al., 2013). Tumbuhan paku merupakan salah satu golongan

tumbuhan yang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia.

Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya

telah jelas mempunyai kormus dan dapat dibedakan dalam tiga bagian

pokok yaitu akar, batang dan daun. Tumbuhan paku dapat tumbuh pada

habitat yang berbeda. Berdasarkan tempat hidupnya, tumbuhan paku

ditemukan tersebar luas mulai daerah tropis hingga dekat kutub utara dan

selatan. Mulai dari hutan primer, hutan sekunder, alam terbuka, dataran

rendah, dataran tinggi, lingkungan lembab, basah, rindang, kebun

tanaman, pinggiran jalan paku dapat dijumpai (Arini dan Julianus Kinho,

2012). Tumbuhan paku merupakan tumbuhan kormophyta berspora yang

dapat hidup dimana saja (kosmpolitan) (Widhiastuti, et al., 2006).

Kelimpahan dan penyebaran tumbuhan paku sangat tinggi terutama di

hutan hujan tropis. Tumbuhan paku juga banyak terdapat di hutan

pegunungan (Ewusie, 1990 dalam Widhiastuti, et al., 2006).

Tumbuhan paku telah banyak dimanfaatkan antara lain sebagai

tanaman hias, sayuran, dan bahan obat-obatan. Secara tidak langsung,

kehadiran tumbuhan paku memberikan manfaat dalam memelihara

ekosistem hutan, antara lain dalam pembentukan tanah, pengamanan

tanah, pengamanan tanah terhadap erosi, serta membantu proses pelapukan

serasah hutan (Arini dan Julianus Kinho, 2012). Tumbuhan paku yang

pada umumnya dimanfaatkan sebagai keperluan pengobatan yaitu

Dryopteris expansa yang dapat digunakan sebagai obat penurun panas,

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lycopodium cernuum untuk obat batuk dan lelah. Blechnum orientale

untuk obat bisul dan obat gangguan saluran kencing. Lygodium circinatum

dan Drynaria sparsisora untuk obat luka. Jenis tumbuhan paku yang dapat

dimanfaatkan sebagai tanaman hias yaitu Asplenium nidus (paku sarang

burung), Pteris vittata, Nephrolepis falcata, Nephrolepis bisserata, dan

Davalia denticulata. Sedangkan Gleichenia linearis untuk bahan baku

kerajinan tangan, Stenochlaena palutris untuk bahan makanan dan

membuat perangkap ikan serta keranjang (Suraida, et al., 2013).

Gambar 2.2 Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

Sumber : Koleksi Pribadi

Nephrolepis falcata kemungkinan berasal di Filipina (Hennequin et

al., 2010) dan telah diperkenalkan di tempat lain sebagai tanaman hias

(cabi.org, Maret 2016).

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Identitas (cabi.org, Maret 2016) :

Nama Ilmiah : Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

Nama Umum : Fishtail Swordferni

Nama Ilmiah Lainnya :

1) Aspidium biserratum var. furcans

2) Nephrolepis barbata Copel.

3) Nephrolepis biserrata var. furcans Hort. ex Bailey

4) Nephrolepis falcata f. furcans

5) Tectaria falcata Cav.

Taksonomi :

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Filicopsida

Ordo : Polypodiales

Famili : Dryopteridaceae

Genus : Nephrolepis Schott

Spesies : Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

(http://plants.usda.gov, USA Dept. of Agriculture, Maret 2016)

Ekstrak metanol tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr. mengandung senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid dan

terpenoid, sedangkan ekstrak etil asetat tumbuhan Paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr. mengandung senyawa metabolit sekunder golongan

flavonoid, fenol, dan saponin. Aktivitas biologis yang diketahui terdapat

pada ekstrak metanol dan etil asetat tumbuhan Paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr. adalah antiinflamasi dan antioksidan (Komala, et al., 2015).

2.7 Ekstrak dan Ekstraksi

Menurut Farmakope edisi ketiga, ekstrak adalah sediaan kering,

kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani

menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung.

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tiwari, et al (2011) juga menyebutkan bahwa variasi dalam

perbedaan metode ekstraksi yang akan mempengaruhi kuantitas dan

komposisi metabolit sekunder dari ekstrak bergantung pada :

1) Tipe ekstraksi

2) Waktu ekstraksi

3) Suhu

4) Sifat pelarut

5) Konsentrasi pelarut

6) Polaritas

Menurut Tiwari, et al (2011) pemilihan pelarut juga bergantung

pada senyawa target yang ingin diekstraksi. Aktivitas ekstrak etanol yang

lebih tinggi dibandingkan ekstrak encer dapat dikaitkan pada adanya

jumlah polifenol yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak encer, hal tersebut

menandakan bahwa etanol dengan konsentrasi yang lebih tinggi lebih

efisien dalam dinding sel dan degradasi biji yang memiliki karakter

nonpolar dan menyebabkan polifenol keluar dari sel. Penurunan aktifitas

dari ekstrak encer dapat dideskripsikan pada enzim polifenol oksidase

yang mendegradasi polifenol dalam ekstrak air, sementara pada ekstrak

metanol dan etanol ezim tersebut inaktif. Selain itu, air merupakan media

yang lebih baik untuk mikroorganisme tumbuh dibandingkan etano l.

Etanol lebih mudah berpenetrasi ke dalam membran sel untuk

mengektraksi komponen intraselular dari tumbuhan. Hampir semua

komponen yang teridentifikasi dari tumbuhan aktif melawan

mikroorganisme berasal dari senyawa aromatik atau senyawa organik

jenuh, sehingga sering digunakan etanol atau metanol pada ekstraksi awal.

Etanol dapat mengekstraksi tanin, polifenol, poliasetilen, flavonol,

terpenoid, sterol, dan alkaloid. Metanol lebih polar dibandingkan etanol,

dikarenakan sifat sitotoksisitasnya metanol tidak cocok untuk ekstraksi

dalam jenis studi tertentu karena dapat menyebabkan hasil yang tidak

benar. Metanol dapat mengekstraksi antosianin, terpenoid, saponin, tanin,

santosilin, totarol, kuasinoid, lakton, flavon, fenon, polifenol.

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yakni dengan cara

tumbuhan utuh atau serbuk kasar tumbuhan dijaga untuk tetap berkontak

dengan pelarut di dalam tempat bertutup selama waktu yang ditentukan

dengan frekuensi pengocokan sampai senyawa terlarut. Metode ini

merupakan metode terbaik untuk senyawa yang termolabil.

2.8 Bentuk Sediaan Krim (Yanhendri dan Yenny, 2012)

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu

atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang

sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak

(W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya

vanishing cream. Krim dipakai pada kelainan kering, superfisial. Krim

memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di

daerah lipatan dan kulit berambut. Krim dipakai pada lesi kering dan

superfisial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa. Krim O/W memiliki

daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O

lebih besar dari pada O/W.

2.9 Spesifikasi Bahan untuk Formulasi Sediaan Uji

1) Asam Stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktdekanoat, C18H36O2 dan asam

heksadekanoat, C16H32O2.

Pemerian : zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur;

putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol

(95%) P, dalam 2 bagian kloroform P, dan dalam 3 bagian

eter P.

Suhu lebur : tidak kurang dari 540C

Titik leleh : 690-700C

Titik didih : 3830C

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Densitas : 0,980

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Fungsi : agen pengemulsi, agen pelarut

(Depkes RI, 1979; Rowe, et al., 2009)

2) Trietanolamin

Trietanolamin adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina,

monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih

dari 107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina,

N(C2H2OH)3

Pemerian : cairan kental; tidak berwarna hingga kuning pucat; bau

lemah mirip amoniak; higroskopik

Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut

dalam kloroform P.

Titik leleh : 200-210C

Titik didih : 3350C

Bobot jenis : 1,120-1,128

Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

Fungsi : agen pembasa, agen pengemulsi

(Depkes RI, 1979; Rowe, et al., 2009)

3) Adeps Lanae

Lemak bulu domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan,

diperoleh dari bulu domba Ovis aries Linne (Familia Bovidae) yang

dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak

lebih dari 0,25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih

dari 0,02%.

Pemerian : massa seperti lemak, lengket, warna kuning; bau khas

Kelarutan : tidak larut dalam air; dapat bercampur dengan air lebih

kurang 2 kali beratnya; agak sukar larut dalam etanol

dingin; lebih larut dalam etanol panas; mudah larut dalam

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

eter, dan dalam kloroform

Jarak lebur : 38-440C

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, sebaiknya pada suhu kamar

terkendali

Fungsi : agen pengemulsi

(Depkes RI, 1979; Depkes RI, 1995; Rowe, et al., 2009)

4) Paraffin Liquidum

Paraffin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak

mineral; sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau

butilhidroksitoluen tidal lebih dari 10 bpj

Pemerian : cairan kental, transparan, tidak berflouresensi; tidak

berwarna; hampir tidak berbau; hampir tidak mempunyai

rasa.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P;

larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

Fungsi : pelarut fase minyak

(Depkes RI, 1979; Rowe, et al., 2009)

5) Virginia Coconut Oil (VCO)

Minyak kelapa berasal dari kernel/ kopra dari kelapa (Cocos nucifera

L.). Minyak kelapa murni diperoleh dari kernel segar dan matang kelapa

oleh cara mekanis atau alami dengan atau tanpa aplikasi panas, yang tidak

menyebabkan perubahan minyak.

Pemerian : cairan jernih; bebas dari bau tengik dan rasa asing

Fungsi : memudahkan penyerapan pada kulit

(ACCP Standard for VCO, n.d.)

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6) Nipagin

Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih

dari 101,0% C8H8O3

Pemerian : serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau; tidak

mempunyai rasa; kemudian agak membakar diikuti rasa

tebal

Kelarutan : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,

dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian

aseton P; mudah larut dalam eter P dan dalam larutan

alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol P panas

dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika

didinginkan larutan tetap jernih

Suhu lebur : 1250-1280C

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Fungsi : zat pengawet antimikroba

(Depkes RI, 1979; Rowe, et al., 2009)

7) Nipasol

Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih

dari 101,0% C10H12O3

Pemerian : serbuk hablur tidak berbau; tidak berasa

Kelarutan : sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian etanol

(95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian

gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah

larut dalamlarutan alkali hidroksida

Titik didih : 2950C

Suhu lebur : 950-980C

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Fungsi : zat pengawet antimikroba

(Depkes RI, 1979; Rowe, et al., 2009)

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

8) Aquades

Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum

Pemerian : cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak

mempunyai rasa

Titik didih : 1000C

Fungsi : pelarut fase air

(Depkes RI, 1979)

2.10 Hewan Percobaan

Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk

digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai

macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus

memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah

serta mudah untuk mendapatkanya. Tikus merupakan hewan yang

melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal) (Adiyati, 2011 dalam

Mely, 2015).

Tikus merupakan hewan mamalia yang paling umum digunakan

sebagai hewan percobaan pada laboratorium, dikarenakan banyak

keunggulan yang dimiliki oleh tikus sebagai hewan percobaan, yaitu

memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif

pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan

mudah dalam penanganan (Moriwaki, 1994 dalam Mely, 2015).

Tikus putih merupakan strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus

memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis

atau persilangan. Selain Wistar, galur yang sering digunakan untuk

penelitian adalah galur Sprague Dawley. Galur ini berasal dari peternakan

Sprague Dawley, Madison, Wiscoustin (Sirosis, 2005 dalam Mely, 2015).

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Taksonomi tikus menurut Besselsen (2004) dalam Mely (2015)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Sub-kelas : Theria

Ordo : Rodensia

Sub-ordo : Scuirognathi

Famili : Muridae

Sub-famili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley termasuk ke

dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu

bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan

pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang

paling terlihat adalah ekornya yang panjang (lebih panjang dibandingkan

tubuh). Bobot badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai

240 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus memiliki lama

hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan

berkisar antara 267 -500 gram dan betina 225 -325 gram (Sirois, 2005,

dalam Mely 2015).

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1 Data Biologis Tikus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988

dalam Nuha, 2015)

Lama hidup 2-3 tahun, dapat sampai 4 tahun

Lama produksi ekonomis 1 tahun

Lama bunting 20-22 hari

Umur dewasa 40-60 hari

Umur dikawinkan 8-10 minggu (jantan dan betina)

Siklus kelamin Poliestrus

Siklus estrus (berahi 4-5 hari

Lama estrus 9-20 jam

Perkawinan Pada waktu estrus

Ovulasi 8- 11 jam sesudah timbul estrus, spontan

Fertilisasi 7-10 jam sesudah kawin

Implantasi 5-6 hari sesudah fertilisasi

Berat dewasa 300-400 g jantan; 250-300 g betina

Suhu (rektal) 36-39oC (rata-rata 37,5oC)

Pernapasan 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan

anestesi, naik sampai 150 dalam stress

Denyut jantung 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan

anestesi, naik sampai 550 dalam stress

Tekanan Darah 90-180 sistol, 60-145 diastol, turun menjadi

80 sistol, 55 diastol dengan anestesi

Konsumsi oksigen 1,29-2,68 ml/g/jam

Sel darah merah 7,2-9,6 x 106/mm3

Sel darah putih 5,0-13 0 x 103/mm3

SGPT 17,5-30,2 lU/liter

SGOT 45,7-80,8 IU/liter

Kromosom 2n=42

Aktivitas nokturnal (malam)

Konsumsi makanan 15-30 g/hari (dewasa)

Konsumsi minuman 20-45 ml/hari (dewasa)

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di Laboratorium Laboratorium

Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium

Penelitian 2, Laboratorium Kimia Obat, dan Animal House Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian dilakukan pada bulan November 2015 hingga bulan Agustus

2016

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain gunting, pisau,

botol maserasi, erlenmeyer, batang pengaduk, corong, erlenmeyer, rotary

evaporator, water bath, spatula, gelas ukur, batang pengaduk, beaker

glass, kapas, alumunium foil, termometer, tabung reaksi, pipet tetes, tanur,

cawan penguap, krus porselen, kaca arloji, botol timbang, lumpang, alu,

pH meter, hot plate, pipet tetes, kaca objek dan penutupnya, mikroskop,

timbangan hewan, kandang tikus, tempat makanan tikus, tempat minum

tikus, masker, handscoon, spuit 1 cc, pinset, gunting bedah, alcohol swab,

wadah pembiusan, plat logam berukuran 4 x 2 cm.

3.2.2 Bahan Uji

Bahan uji pada penelitian ini adalah ekstrak etanol tumbuhan

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr diambil dari lingkungan sekitar kampus Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr dideterminasi di

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian Institute of Science)

Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya (Center for Plant Conservation

Botanic Gardens), Indonesia.

3.2.3 Bahan Kimia

Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini antara lain,

etanol 96%, alkohol 70%, larutan HCl, kloroform, amoniak, pereaksi

Dragendroff, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, serbuk Mg, amil alkohol,

larutan NaOH, FeCl3 1%, FeCl3, HCl 2 M, HCl Pekat, anhidrida asetat,

H2SO4 Pekat, asam asetat glasial, eter, asam stearat, trietanolamin, adeps

lanae, parafin liquid, nipagin dan nipasol, akuades, larutan dapar pH 4,5

dan pH 6,5, krim silver sulfadiazin 1% (Burnazin Cream 35 G®), cairan

injeksi ketamin 50 mg/ml, Veet®, formalin buffer 10%, pakan tikus,

larutan hematoksilin eosin.

3.3 Hewan Uji

Peneiltian ini menggunakan hewan uji berupa tikus putih jantan

galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan

100 - 150 gram yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH),

Institut Pertanian Bogor.

3.4 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan tikus

putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley yang dibagi ke

dalam 5 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus.

Kelompok kontrol negatif diberikan basis krim sediaan ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr, kelompok kontrol

positif diberikan krim silver sulfadiazine 1% (Burnazin Cream 35 G®),

kelompok uji konsentrasi 2,5% diberikan sediaan krim ekstrak etanol

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr konsentrasi 2,5%,

kelompok uji konsentrasi 5% diberikan sediaan krim ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr konsentrasi 5%, dan

kelompok uji konsentrasi 10% diberikan sediaan krim ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr konsentrasi 10%.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kelompok Perlakuan Jumlah

Tikus

Frekuensi

Perlakuan

Lama

Perlakuan

Kontrol negatif

Pemberian

basis sediaan

krim ekstrak

etanol

Nephrolepis

falcata

(Cav.) C. Chr

6

2 x sehari

pada pagi

dan sore

hari

21 hari

Kontrol positif

Pemberian

sediaan krim

silver

sulfadiazine

1%

(Burnazin

Cream 35

G®)

6

2 x sehari

pada pagi

dan sore

hari

21 hari

Uji konsentrasi 2,5%

Pemberian

sediaan krim

ekstrak

etanol

tumbuhan

paku

Nephrolepis

falcata

(Cav.) C. Chr

konsentrasi

6

2 x sehari

pada pagi

dan sore

hari

21 hari

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2,5%

Uji konsentrasi 5%

Pemberian

sediaan krim

ekstrak

etanol

tumbuhan

paku

Nephrolepis

falcata

(Cav.) C. Chr

konsentrasi

5%

6

2 x sehari

pada pagi

dan sore

hari

21 hari

Uji konsentrasi 10%

Pemberian

sediaan krim

ekstrak

etanol

tumbuhan

paku

Nephrolepis

falcata

(Cav.) C. Chr

konsentrasi

10%

6

2 x sehari

pada pagi

dan sore

hari

21 hari

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5 Kegiatan Penelitian

3.5.1 Determinasi Tumbuhan

Sejumlah sampel tumbuhan paku di lingkungan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang diperoleh, terlebih dahulu dideterminasi untuk memastikan

kebenaran jenis tumbuhan tersebut sesuai dengan yang dimaksudkan untuk

uji. Determinasi tumbuhan paku ini dilakukan di Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (Indonesian Institute of Science) Pusat Konservasi

Tumbuhan Kebun Raya (Center for Plant Conservation Botanic Gardens),

Indonesia.

3.5.2 Penyiapan Simplisia

Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr diambil di

sekitar lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Bagian tumbuhan paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr yang digunakan adalah bagian batang dan daun.

Pengambilan sampel tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

menggunakan gunting pemotong dan dipilih bagian tumbuhan yang segar

dan masih dalam keadaan baik.

Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang telah

dipilih lalu ditimbang beratnya menggunakan timbangan dan dicatat berat

sampel basah tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang

didapatkan. Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang telah

ditimbang langsung dicuci dengan air mengalir lalu dikering anginkan

sampai batang dan daun tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

tersebut dapat dipatahkan. Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr yang telah dikeringkan kemudian disortasi kering lalu dihaluskan

menggunakan blender untuk mendapatkan serbuk simplisia. Serbuk

simplisia tersebut kemudian ditempatkan dalam wadah tertutup terhindar

dari cahaya matahari.

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5.3 Pembuatan Ekstrak

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrasksi tumbuhan

paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr adalah metode ekstraksi cara

dingin yakni maserasi. Serbuk simplisia tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96% dalam

wadah botol maserasi tertutup berwana gelap. 1.500 mL pelarut etanol

96% dimasukan ke dalam wadah berisi 554 gram serbuk simplisia

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr, setelah itu dilakukan

sesekali pengadukkan. Remaserasi dilakukan hingga pelarut yang

digunakan untuk maserasi telah berwarna bening yang diasumsikan bahwa

tidak ada lagi senyawa yang belum tertarik dari sampel tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr tersebut. Simplisia yang telah

dimaserasi disaring menggunakana kapas untuk mendapatkan maserat.

Maserat dihilangkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator

hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak kental yang didapatkan dihitung

rendemennya dengan menggunakan rumus berikut ini:

% rendemen =

x 100

3.5.4 Skrining Fitokimia

Dilakukan skrining fitokimia pada esktrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr untuk memastikan bahwa senyawa

flavonoid dan fenol terdapat pada ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang akan diujikan.

3.5.4.1 Identifikasi Flavonoid

Sejumlah ekstrak diteteskan beberapa tetes larutan NaOH. Ekstrak

dikatakan positif mengandung flavonoid jika terbentuk warna kuning yang

kuat dan menjadi tak berwarna pada penambahan asam encer. (Somkuwar

dan Kamblel, 2013)

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5.4.2 Identifikasi Fenol

Sejumlah ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan FeCl3. Ekstrak

dikatakan positif mengandung fenol jika terbentuk warna hitam

kebiruan. (Tiwari, et al., 2011)

3.5.5 Standardisasi Ekstrak

3.5.5.1 Penentuan Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)

1. Deskripsi tata nama:

1) Nama ekstrak (generik, dagang, paten)

2) Nama latin tumbuhan (sistematika botani)

3) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, dsb)

4) Nama Indonesia tumbuhan

2. Organoleptik

1) Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair

2) Warna : kuning, coklat, dll

3) Bau : aromatik, tidak berbau, dll

4) Rasa : pahit, manis, kelat, dll

3.5.5.2 Penentuan Parameter Non Spesifik

1. Parameter Kadar Air

Penentun kadar air bertujuan untuk memberikan batasan maksimal

kandungan air di dalam sediaan, karena jumlah air yang tinggi dapat

menjadi media tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat merusak senyawa

yang terkandung di dalam sediaan. Ditimbang 10 g ekstrak dan

dimasukkan ke dalam wadah yang sebelumnya telah ditara. Keringkan

wadah berisi ekstrak tersebut pada suhu 105oC selama 5 jam dan

ditimbang (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Kadar Air =

× 100%

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Parameter Kadar Abu

Sejumlah 2 g ekstrak ditimbang dengan seksama dalam krus yang

telah ditera, dipijarkan perlahan- lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara

bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon, selanjutnya didinginkan

dalam desikator, serta ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam

persen berat sampel awal. (Departemen Kesehatan RI, 2000 dalam Anam,

2011)

Kadar Abu =

× 100%

3.5.6 Pembuatan Krim Ekstrak

Sediaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan

krim yang mengandung ekstrak etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr dengan konsentrasi 2,5%, 5% dan 10%. Pemilihan

konsentrasi didasarkan pada penelitian sebelumnya mengenai tumbuhan

paku Blechnum orientale Linn oleh Lai, et al (2011) yang menyebutkan

bahwa konsentrasi 2% dari ekstrak metanol tumbuhan paku Blechnum

orientale Linn memiliki aktivitas penyembuhan luka bakar yang signifikan

dan penelitian lain tumbuhan paku Lygodium flexuosum oleh Wasiullah

(2014) yang menyebutkan bahwa konsentrasi 5% dari ekstrak Lygodium

flexuosum memiliki aktivitas penyembuhan luka bakar. Sehingga

konsentrasi 5% dipilih sebagai konsentrasi sedang dan dibuat 2

konsentrasi lainnya yang merupakan 1/2 kali dan 2 kali lipat konsentrasi

5% yakni konsentrasi 2,5% sebagai konsentrasi rendah dan 10% sebagai

konsentrasi tinggi. Masing-masing sediaan krim dibuat sebanyak 50 gram.

Formulasi sediaan krim dipilih berdasarkan penelitian Rahim, et al

(2011) mengenai formulasi krim ekstrak etanol daun ubi jalar yang

memiliki kandungan senyawa diantaranya flavonoid dan polifenol.

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian tersebut menyebutkan formula pada tabel 3.2 sebagai basis

sediaan krim ekstrak etanol daun ubi jalar mampu memberikan efektifitas

lebih cepat dibandingkan formula lainnya. Selain itu secara umum sediaan

krim mempunyai keuntungan diantaranya mudah dioleskan pada kulit,

mudah dicuci setelah dioleskan, krim dapat digunakan pada luka yang

basah, dan terdistribusi merata.

Tabel 3.2 Formula Basis Krim (Rahim, et al., 2011)

Asam stearat 14,5 gram

Trietanolamin (TEA) 1,5 mL

Adeps lanae 3 gram

Paraffin liquidum 5 mL

Virgin Coconut Oil (VCO) 20 mL

Nipagin 0,1 gram

Nipasol 0,05 gram

Aquadest ad 100 mL

Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan basis krim

ditimbang. Fase minyak (paraffin liquidum, asam stearat, adeps lanae, dan

VCO) dalam cawan penguap dilebur diatas water bath pada suhu 60-70C.

Fase air (nipagin, nipasol, TEA, dan akuades) dalam cawan penguap yang

lain dilebur di atas water bath pada suhu 60-70C. Pada suhu 60-70oC fase

minyak yang telah lebur dimasukan kedalam lumpang dan dicampur

dengan fase air yang juga sudah dilebur sambil terus diaduk dengan alu.

Pengadukan terus dilakukan hingga suhu menurun dan terbentuk massa

krim yang homogen.

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.3 Formula Krim Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr

Sediaan

Konsentrasi

Ekstrak Etanol

Tumbuhan

Nephrolepis

falcata (Cav.)

C. Chr

Basis Krim

add

Berat Ekstrak

Etanol

Tumbuhan Paku

Nephrolepis

falcata (Cav.)

C. Chr

Kontrol Negatif - 50 g -

Uji Konsentrasi 2,5% 2.5% 50 g 1.25 g

Uji Konsentrasi 5% 5% 50 g 2.5 g

Uji Konsentrasi 10% 10% 50 g 5 g

Masing-masing sedian krim ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr dengan konsentrasi yang berbeda dibuat

dengan cara menimbang ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr sesuai dengan perhitungan yakni 1.25 gram ekstrak

etanol Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr untuk sediaan

krim uji konsentrasi 2.5%, 2.5 gram ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr untuk sediaan krim uji konsentrasi 5%),

dan 5 gram ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr untuk sediaan krim uji konsentrasi 10%. Ekstrak etanol tumbuhan

paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang telah ditimbang dimasukkan

ke dalam lumpang dan ditambahkan basis krim sedikit demi sedikit hingga

50 gram sambil terus diaduk. Campuran tersebut diaduk hingga homogen

dan disimpan dalam wadah krim yang sudah diberi label.

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5.7 Evaluasi Sediaan Krim

3.5.7.1 Pengamatan Organoleptik

Pemeriksaan pemerian sediaan krim terdiri dari pemeriksaan

bentuk, warna, dan bau (Depkes RI, 1985 dalam Agustin, et al., 2013).

3.5.7.2 Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan krim

yang telah dibuat pada kaca objek, kemudian dikatupkan dengan kaca

objek lainnya dan dilihat apakah basis tersebut homogen dan apakah

permukaannya halus merata. (Harun, 2014)

3.5.7.3 Pemeriksaan pH

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang

sebelumnya telah dikalibrasi. Pemeriksaan pH dilakukan dengan

mencelupkan elektroda ke dalam krim yang telah dibuat. pH sediaan krim

yang dihasilkan diharapkan memenuhi rentang pH sediaan topikal yang

tidak menimbulkan iritasi kulit dan mendekati pH kulit normal yakni tidak

kurang dari 4 dan tidak lebih dari 8 (Paudel, et al., 2010)

3.5.8 Persiapan Hewan Uji

Hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague

Dawley didatangkan 7 hari sebelum eksperimen untuk memberikan waktu

kepada tikus beradaptasi dengan lingkungannya. Masing-masing tikus

ditempatkan pada 1 kandang plastik terpisah, dialasi sekam, dan diberi

tutup berupa jaring kawat. Tikus diberikan akses makanan dan minuman.

Tikus dipantau kesehatannya dan diukur berat badannya setiap hari. (Ma,

et al., 2015). Hewan uji yang telah selesai digunakan untuk penelitian

dieutanasia dengan eter berlebih, setelah itu hewan uji yang telah

dipastikan mati, dibungkus dengan kertas dan dikubur di dalam tanah.

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5.9 Perlakuan Hewan Uji

3.5.9.1 Pembuatan Luka Bakar

Pembuatan luka bakar derajat dua dilakukan mengacu kepada

penelitian Akhoondinasab, et al (2014) dan Verma, et al (2012) dengan

sedikit modifikasi yakni dengan cara tikus setelah dianestesi menggunakan

injeksi ketamin 50 mg/kg secara intramuskular rambut tikus dibagian

dorsal digunting, kemudian dioleskan dengan krim depilatori (krim Veet®)

selama 3-5 menit dan dicukur. Daerah dorsal yang telah dicukur lalu

dibersihkan dengan alkohol 70%. Pembuatan luka bakar pada tikus

dilakukan dengan plat logam berukuran 4 x 2 cm yang sebelumnya telah

dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit. Plat besi tersebut

kemudian ditempelkan selama 10 detik pada bagian dorsal sekitar 3 cm

dari auricula tikus yang telah dicukur.

3.5.9.2 Pemberian Bahan Uji

Tikus yang sudah dilukai bakar masing-masing diberi bahan uji

berdasarkan kelompok perlakuan. Tikus putih (Rattus novergicus) jantan

galur Sprague Dawley sebanyak 30 ekor dibagi ke dalam 5 kelompok.

Kelompok kontrol negatif diberikan basis krim sediaan ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Kelompok kontrol

positif diberikan krim silver sulfadiazin 1% (Burnazin Cream 35 G®).

Kelompok uji konsentrasi 2,5% diberikan sediaan krim ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr konsentrasi 2.5%.

Kelompok uji konsentrasi 5% diberikan sediaan krim ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr konsentrasi 5 %.

Kelompok uji konsentrasi 10% diberikan sediaan krim ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr konsentrasi 10%.

Frekuensi perlakuan dilakukan sejak hari dibuatnya luka bakar

hingga hari ke 21 atau hingga terlepasnya keropeng (Shenoy, et al., 2012).

Frekuensi perlakuan yakni 2 x sehari yakni pada pagi dan sore hari.

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Balqis, et al., 2014; Farahpour, et al., 2014). Luas pemberian basis krim

sediaan ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr,

krim silver sulfadiazin 1% (Burnazin Cream 35 G®), dan krim ekstrak

etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr menutupi luka

yang telah dibuat.

3.5.10 Pengamatan Penyembuhan Luka Bakar

Pengamatan penyembuhan luka dilakukan selama 21 hari.

Pengamatan visual secara makroskopis dilakukan dengan pengamatan

langsung setiap hari dimulai pada hari yang sama setelah pembuatan luka.

Luas luka diukur dengan aplikasi ImageJ (Nuha, 2015).

Persentase penyembuhan luka dihitung dengan rumus :

Dimana :

A = luas rata-rata

A0 = luas luka setelah pembuatan luka

Ax = luas luka pada hari dilakukan pengamatan

Pengamatan visual secara mikroskopis dilakukan dengan dengan

mengamati preparat histopatologi pada hari ke 7. Pemilihan pengamatan

preparat histopatologi pada hari ke 7 didasarkan pada penelitian Cakir dan

Yegen (2004) yang menyebutkan TGF-β merupakan kemoatraktif kuat

monosit, neutrofil, dan fibroblas, merangsang banyak aspek perbaikan

jaringan. Tingkat TNF-β plasma meningkat pada hari ke-6 sampai ke-8

setelah terjadinya luka. Sehingga pada waktu hari ke 7 kemungkinan

parameter mikroskopis yang akan diamati seperti sel radang, fibroblas,

neokapilerisasi, dan reepitelisasai bisa teramati.

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5.11 Eksisi Jaringan Kulit Tikus

Pengambilan sampel jaringan kulit dilakukan pada hari ke 7 dari

kelima kelompok diambil masing-masing 1 ekor tikus. Tikus pada setiap

kelompok dieutanasia dengan eter. Pada bagian kulit yang luka dan

disekeliling daerah luka dibuat eksisi dan fiksasi dengan formalin 10%

(Nasiri et al., 2015; Bairy et al., 2011).

3.5.12 Pembuatan Preparat Histopatologi Jaringan Tikus

Jaringan kulit yang diperoleh kemudian dibuat preparat

histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Menurut Balqis, et al (2014) teknik pembuatan

preparat histopatologis jaringan tikus adalah dengan cara jaringan kulit

yang sudah dieksisi dimasukkan ke dalam larutan formalin 10%. Waktu

fiksasi jaringan 18-24 jam. Setelah fiksasi selesai, jaringan didehidrasi

dalam larutan aseton 2x masing-masing selama 1 jam. Selanjutnya pada

jaringan dilakukan clearing dalam larutan kloroform 2x masing-masing

selama 1 jam. Kemudian jaringan diinfiltrasi dalam larutan kloroform

paraffin selama 1,5 jam dan paraffin infiltrasi selama 1,5 jam. Jaringan

ditanam pada paraffin block. jaringan yang sudah padat dipotong setebal 5

mikron dengan mikrotom. Potongan jaringan ditempelkan pada kaca objek

yang sebelumnya telah diolesi albumin-gliserin sebagai perekat. Jaringan

pada kaca objek diletakksn di atas hot plate hingga mengering. Kemudian

diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) untuk pemeriksaan

mikroskopik.

3.5.13 Pengamatan Preparat Histopatologi

Parameter yang diamati pada preparat histopatologi yang telah

diwarnai dengan pewarna hematoksilin eosin (HE) pada 20 lapang

pandang menggunakan mikroskop cahaya Olympus SZ61 dengan

perbesaran 100x, 200x, dan 400x. Parameter-parameter pengamatan

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penurunan jumlah sel radang, peningkatan jumlah fibroblast,

neokapilerisasi, dan reepitelisasi setelah diamati selanjutnya dinilai dengan

metode skoring sebagai berikut :

Tabel 3.4 Kriteria Skoring Parameter Histopatologi Jumlah Sel Radang

(Mawarti, et al., 2014)

Skor Jumlah Sel Radang

+1 Sel radang menyebar dengan kepadatan

rendah (1 – 50 sel per lapang pandang)

+2 Sel radang menyebar dengan kepadatan

sedang ( > 50 - 100 sel per lapang pandang)

+3 Sel radang menyebar dengan kepadatan rapat

( > 1 – 100 sel per lapang pandang)

+4 Sel radang menyebar dengan kepadatan

sangat ( > 200 sel per lapang pandang)

Tabel 3.5 Kriteria Skoring Parameter Histopatologi Jumlah Fibroblas

(Duarte, et al., 2011)

Skor Jumlah Fibroblas

0 Tidak ada fibroblas

1 Sedikit fibroblas

2 Fibroblas tidak beraturan

3 Fibroblas sejajar dengan permukaan luka

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.6 Kriteria Skoring Parameter Histopatologi Neokapilerisasi

(Mehrabani, et al., 2009) dalam (Hosseini, S.V., et al 2011)

Skor Neokapilerisasi

0 Tidak ada angiogenesis, ada kongesti,

pendarahan, edema

1 1 – 2 pembuluh per jaringan, edema,

pendarahan, kongesti

2 3 – 4 pembuluh per jaringan, edema sedang,

kongesti

3 5 – 6 pembuluh jaringan, edema ringan,

kongesti

4 Lebih dari 7 pembuluh per jaringan tersimpan

secara vertikal menuju permukaan epitel

3.5.14 Rencana Analisis Data

Data yang diperoleh berupa waktu dan luas penyembuhan luka,

histopatologi (penurunan jumlah sel radang, peningkatan jumlah fibroblas,

dan neokapilerisasi) diuji secara statistik. Analisis data hasil uji

menggunakan software pengolah data dan disajikan dalam bentuk mean

dan standar deviasi dari masing-masing kelompok. Data dianalisis dengan

uji One-Way ANOVA dan uji Paired T Data statistik signifikan pada nilai

P < 0,05.

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Determinasi Tumbuhan

Sampel tumbuhan diambil di sekitar lingkungan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Indonesian

Institute of Science) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya (Center for

Plant Conservation Botanic Gardens). Sampel tumbuhan tersebut

dinyatakan sebagai tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

4.1.2 Penyiapan Simplisia

Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang masih

segar dan dalam keadaan baik diambil bagian batang dan daunnya pada

bulan Desember 2015. Didapatkan 2 kg sampel segar tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Sampel segara tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr tersebut selanjutnya dicuci dengan air

mengalir dan dikering anginkan sampai batang dan daun tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr tersebut dapat dipatahkan. Tumbuhan

paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang telah kering kemudian

dihaluskan menggunakan blender dan didapatkan 554 g serbuk simplisia.

4.1.3 Ekstraksi

Sebanyak 554 g serbuk simplisia tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr yang didapatkan selanjutnya dimaserasi dengan

etanol 96%. Hasil maserasi diuapkan dengan Rottary Evaporator untuk

menghilangkan pelarutnya hingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kental yang diperoleh sebanyak 56,07 gram dengan persentase rendemen

10,12%.

4.1.4 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr yang dilakukan pada penelitian ini adalah

identifikasi golongan senyawa flavonoid dan fenol.

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

No Golongan

Kimia

Hasil

Pengamatan Keterangan

1 Flavonoid + Terbentuk warna kuning

2 Fenol + Terbentuk warna hitam kebiruan

Hasil uji identifikasi flavonoid pada ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr menghasilkan warna kuning sedangkan

uji identifikasi fenol menghasilkan warna hitam kebiruan, hal ini

menunjukkan ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr positif mengandung senyawa flavonoid dan fenol.

4.1.5 Standardisasi Ekstrak

Standardisasi ekstrak bertujuan untuk menjamin mutu dan kualitas

suatu produk obat tradisional. Standardisasi ekstrak terdisri dari penentuan

parameter spesifik dan non spesifik. Hasil penentuan parameter spesifik

dan non spesifik ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.)

C. Chr disajikan dalam tabel 4.2.

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.2 Hasil Penentuan Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak

Etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

Parameter Spesifik

Deskripsi Tata Nama

Parameter Hasil

Nama latin tumbuhan Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

Nama Indonesia tumbuhan Paku pedang, paku sepat

Bagian tumbuhan yang digunakan Batang dan daun

Nama ekstrak Ekstrak Etanol Paku

Organoleptis

Parameter Hasil

Bentuk Ekstrak kental

Warna Hijau tua kehitaman

Bau Khas ekstrak

Parameter Non Spesifik

Parameter Hasil

Kadar air 2,82%

Kadar abu 5,53%

Tabel 4.2 menunjukkan hasil uji parameter spesifik dan

nonspesifik dari ekstrak tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr. Hasil uji parameter non spesifik berupa kadar air didapatkan sebesar

2,82% sesuai dengan syarat kadar air untuk ekstrak bahan alam yaitu ≤

10% (Depkes RI, 1994 dalam Ratnani, et al., 2015). Parameter nonspesifik

berupa kadar abu didapatkan sebesar 5,53% sesuai dengan syarat kadar

abu untuk ekstrak bahan alam yakni tidak boleh lebih dari 10,2 % (Depkes

RI, 2009 dalam Ratnani, et al., 2015).

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.6 Pembuatan Krim Ekstrak

Sediaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan krim

yang mengandung ekstrak etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr dengan konsentrasi 2,5%, 5% dan 10%.

Tabel 4.3 Formula Krim Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr

Sediaan

Konsentrasi

Ekstrak Etanol

Tumbuhan

Nephrolepis

falcata (Cav.)

C. Chr

Basis Krim

add

Berat Ekstrak

Etanol

Tumbuhan Paku

Nephrolepis

falcata (Cav.)

C. Chr

Kontrol Negatif - 50 g -

Uji Konsentrasi 2,5% 2.5% 50 g 1.26 g

Uji Konsentrasi 5% 5% 50 g 2.53 g

Uji Konsentrasi 10% 10% 50 g 5.07 g

Sediaan krim ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr yang digunakan pada penelitian ini dibuat dengan

menambahkan 1.26 g, 2.5 g, dan 5.07 gram ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr ke dalam basis krim untuk masing-

masing sediaan krim uji konsentrasi 2.5%, 5%, dan 10% secara berturut-

turut. Pembuatan basis krim dilakukan dengan mencampurkan fase

minyak dan fase air yang masing-masing telah dilebur secara terpisah pada

suhu 60-70oC. Pencampuran fase minyak dan fase air dilakukan di dalam

lumpang dan di aduk dengan alu hingga suhu menurun dan terbentuk

massa krim yang homogen.

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.7 Evaluasi Sediaan Krim

Evaluasi sediaan krim ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr disajikan dalam tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Evaluasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

Evaluasi Sediaan Hasil

Organoleptik

Warna

Kontrol Negatif Putih Susu

Uji Konsentrasi 2,5% Hijau muda

Uji Konsentrasi 5% Hijau

Uji Konsentrasi 10% Hijau tua

Bentuk

Kontrol Negatif Setengah Padat

Uji Konsentrasi 2,5% Setengah Padat

Uji Konsentrasi 5% Setengah Padat

Uji Konsentrasi 10% Setengah Padat

Bau

Kontrol Negatif Lemah

Uji Konsentrasi 2,5% Khas ekstrak

Uji Konsentrasi 5% Khas ekstrak

Uji Konsentrasi 10% Khas ekstrak

Homogenitas

Kontrol Negatif Homogen

Uji Konsentrasi 2,5% Homogen

Uji Konsentrasi 5% Homogen

Uji Konsentrasi 10% Homogen

pH

Kontrol Negatif 7,22

Uji Konsentrasi 2,5% 6,59

Uji Konsentrasi 5% 6,52

Uji Konsentrasi 10% 6,21

Tabel 4.2 menunjukkan semua sediaan krim yang dibuat homogen.

pH sediaan krim yakni 6,59, 6,52, 6,21, dan 7,22 untuk sediaan krim uji

konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, dan kontrol negatif secara berturu-turut. pH

sediaan krim yang dihasilkan memenuhi rentang pH sediaan topikal yang

tidak menimbulkan iritasi kulit, optimal untuk absorbsi sediaan mela lui

kulit, dan mendekati pH kulit normal yakni tidak kurang dari 4 dan tidak

lebih dari 8 (Paudel, et al., 2010).

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.8 Pengukuran Berat Badan Tikus

Berat badan tikus ditimbang setiap hari dan profilnya disajikan

dalam gambar grafik berat badan mingguan tikus yang disajikan pada

gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik Rerata Pengukuran Berat Badan Tikus

Profil berat badan tikus pada gambar 4.1 menggambarkan bahwa

berat badan tikus meningkat pada semua kelompok perlakuan, hal tersebut

menggambarkan bahwa perlakuan yang diberikan kepada tikus tidak

menyebabkan penurunan berat badan pada tikus.

Hasil statistik data berat badan tikus menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan signifikan pada peningkatan berat badan antara semua

kelompok perlakuan pada hari ke-21 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian ekstrak uji tidak berpengaruh terhadap peningkatan

berat badan tikus.

150

160

170

180

190

200

210

220

230

240

250

260

0 7 14 21

Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Uji Konsentrasi 2.5%

Uji Konsentrasi 5%

Uji Konsentrasi 10%

Waktu Pengukuran Berat Badan Hari Ke

Ber

at B

adan

(gra

m)

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.9 Pengamatan Visual Luka Bakar

Hasil pengamatan perubahan rerata visual pada luka bakar

dilakukan sejak hari pembuatan luka hingga 21 hari pada kelompok

kontrol negatif, kontrol positif, uji konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Hasil

pengamatan perubahan rerata visual pada luka bakar dapat dilihat pada

tabel 4.5.

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.5 Pengamatan Rerata Visual Luka Bakar

Keterangan:

P = Putih

PC = Putih kecokelatan

CT = Cokelat Tua

CM = Cokelat kemerahan

TB = Tidak Berwarna

( √ ) = Ada

( - ) = Tidak Ada

Terbentukanya keropeng

menunjukkan fase

poliferasi awal sedangkan

terlepasnya keropeng

menunjukkan telah

terbentuknya sel-sel baru

pada kulit

Perlakuan Keterangan Hari Ke

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 21

Kontrol Negatif

Warna P PC PC PC CT CT CT CT CT CT CT CT

Terbentuk

Keropeng - - - - √ √ √ √ √ √ √ √

Keropeng

Terlepas - - - - - - - - - - - -

Kontrol Positif

Warna P PC CT CT CT CT CT CT CT CT CM TB

Terbentuk

Keropeng - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ -

Keropeng

Terlepas - - - - - - - - - - - √

Uji Konsentrasi 2,5%

Warna P PC CT CT CT CT CT CM CM TB TB TB

Terbentuk

Keropeng - - √ √ √ √ √ √ √ - - -

Keropeng

Terlepas - - - - - - - - - √ √ √

Uji Konsentrasi 5%

Warna P PC CT CT CT CT CT CT CM TB TB TB

Terbentuk

Keropeng - - √ √ √ √ √ √ √ - - -

Keropeng

Terlepas - - - - - - - - - √ √ √

Uji Konsentrasi 10%

Warna P PC CT CT CT CT CT CM CM CM CM TB

Terbentuk

Keropeng - - √ √ √ √ √ √ √ √ √ -

Keropeng

Terlepas - - - - - - - - - - - √

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perubahan warna pada hari ke 0 hingga hari ke-21 menunjukkan

adanya proses penyembuhan luka. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan

kontrol negatif, positif, dan uji konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%

berpengaruh terhadap penyembuhan luka bakar. Hasil pengamatan visual

luka bakar menunjukkan rerata waktu pembentukan keropeng hingga

terlepasnya keropeng terjadi pada rentang hari ke- 4 hingga hari ke-21

pada kelompok kontrol positif dan seluruh kelompok uji, sedangkan rerata

waktu pembentukan keropeng hingga terlepasnya keropeng terjadi pada

rentang hari ke-8 hingga lebih dari hari ke-21 pada kelompok kontrol

negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr berpengaruh dalam mempercepat waktu

penyembuhan luka dibandingkan kelompok kontrol negatif.

4.1.10 Pengukuran Luas Luka dan Persentase Penyembuhan Luka Bakar

Data luas luka bakar yang diperoleh menggunakan software

ImageJ selanjutnya dianalisis menggunakan statistik. Tabel 4.3

menggambarkan bahwa luas luka tikus mengalami penurunan pada semua

kelompok perlakuan.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.6 Luas dan Persentase Penyembuhan Luka Bakar

Perlakuan

Rerata

Luas Luka

Awal

(cm2)

Rerata

Luas Luka

Akhir

(cm2)

Rerata

Penuruan

Luas Luka

Hari Ke

(cm2) ± SD

Rerata

Persentase

Penyembuhan

Luka Hari Ke

(%)

Kontrol

Negatif 6,68 ± 0,38 1,09 ± 1,00 5,59 ± 1,22 83,33

Kontrol

Positif 6,03 ± 0,39 0,33 ± 0,64 5,71 ± 0,55 94,86

Uji

Konsentrasi

2,5%

7,35 ± 0,47 0,21 ± 0,32 7,14 ± 0,77 96,92

Uji

Konsentrasi

5%

7,14 ± 0,65 0,18 ± 0,25 6,95 ± 0,51 97,61

Uji

Konsentrasi

10%

7,11 ± 0,74 0,34 ± 0,46 6,77 ± 1,12 94,71

Hasil uji statistik normalitas dan homogenitas data parameter

penurunan luas luka bakar menunjukkan bahwa data terdistribusi secara

normal dan homogen dengan (p > 0,05). Hasil uji Paired T menunjukkan

terdapat perbedaan signifikan penurunan luas luka bakar pada masing-

masing kelompok perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr berpengaruh terhadap penurunan luas

luka bakar.

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2 Grafik Persentase Penyembuhan Luka Bakar

Analisis statistik normalitas dan homogenitas data parameter

persentase penyembuhan luka menunjukkan bahwa data terdistribusi

secara normal dan homogen (p > 0,05) sehingga data lebih lanjut dianalisis

menggunakan uji One-Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD

(Least Significant Difference). Didapatkan hasil uji One-Way ANOVA

dengan nilai p > 0,05 yang menandakan persentase penyembuhan luka

antar kelompok perlakuan tidak berbeda secara signifikan. Hasil uji LSD

(Least Significant Difference) menunjukkan tidak terdapat perbedaan

signifikan persentase penyembguhan luka bakar antara kelompok kontrol

negatif terhadap kelompok kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa

perlakuan pada kelompok kontrol positif tidak efektif terhadap

penyembuhan luka karena menghasilkan persentase penyembuhan luka

yang tidak besar perbedaannya dengan persentase penyembuhan luka

kelompok kontrol negatif. Tidak terdapat perbedaan signifikan persentase

penyembuhan luka antara kelompok uji konsentarasi 2,5%, 5%, dan 10%.

Hal ini menunjukkan bahwa baik uji konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%

memiliki potensi yang sama besarnya. Tidak terdapat perbedaan signifikan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Uji Konsentrasi 2,5%

Uji Konsentrasi 5%

Uji Konsentrasi 10%

Rera

ta P

ers

en

tase

Pen

yem

bu

han

Lu

ka B

ak

ar

(%)

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

persentase penyembuhan luka antara kelompok kontrol negatif terhadap

kelompok uji konsentrasi 10%. Hal ini menunjukkan perlakuan uji

konsentrasi 10% tidak berpengaruh terhadap persentase penyembuhan

luka dibandingkan kontrol negatif. Terdapat perbedaan signifikan antara

kelompok kontrol negatif terhadap kelompok uji konsentrasi 2,5% dan 5%

(p < 0,05). Hal ini menunjukkan pemberian esktrak uji 2,5% dan 5%

berpengaruh terhadap persentase penyembuhan luka dibandingkan kontrol

negatif, sehingga uji konsentrasi 2,5% dan 5% adalah konsentarsi uji yang

optimal yang berpengaruh terhadap persentase penyembuhan luka.

4.1.11 Pengamatan Histopatologi

Pengamatan preparat histopatologi dilakukan menggunakan

mikroskop cahaya (Olympus SZ61) secara deskriptif pada perbesaran

100x, 200x, dan 400x dapat dilihat pada gambar 4.5. Preparat

histopatologi yang telah diamati selanjutnya diberikan skor sesuai dengan

masing-masing parameter yang diamati berupa jumlah sel radang, jumlah

fibroblas, dan neokapilerisasi. Hasil skoring histopatologi dapat dilihat

pada tabel 4.5.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kelompok

Perlakuan

Perbesaran

100x

Perbesaran

200x

Perbesaran

400x

Kontrol

Negatif

Kontrol

Positif

Uji

Konsentrasi

2,5%

Uji

Konsentrasi

5%

Uji

Konsentrasi

10%

Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Preparat Histopatologi Hari Ke-7

(Panah merah menunjukkan pembuluh darah, panah kuning

menunjukkan sel radang, dan panah biru menunjukkan fibroblas)

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel. 4.7 Hasil Penilaian Parameter Mikroskopis Pada Preparat

Hari Ke-7

Kelompok Perlakuan Neokapilerisasi Fibroblas Jumlah Sel

Radang

Kontrol Negatif 1 1 +3

Kontrol Positif 2 2 +1

Uji Konsentrasi 2,5% 2 2 +1

Uji Konsentrasi 5% 2 2 +1

Uji Konsentrasi 10% 2 2 +1

Keterangan:

1 = 1 – 2 neokapilerisasi per jaringan; sedikit fibroblas; susunan epidermis tidak utuh

pada ≥ 50% jaringan;

+1 = sel radang menyebar dengan kepadatan rendah (1 – 50 sel per lapang pandang);

2 = 3 – 4 neokapilerisasi per jaringan; fibroblas tidak beraturan; poliferasi epitel sedang

pada ≥ 60% jaringan;

+2 = sel radang menyebar dengan kepadatan sedang ( > 50 - 100 sel per lapang pandang)

3 = 5 – 6 neokapilerisasi per jaringan; fibroblas sejajar dengan permukaan luka;

remodeling epidermis utuh dalam 80% jaringan;

+3 = sel radang menyebar dengan kepadatan rapat ( > 1 – 100 sel per lapang pandang)

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol positif, uji

konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% menghasilkan jumlah sel radang yang

lebih sedikit dibandingkan kontrol negatif. Hasil skor parameter jumlah

fibroblas pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa perlakuan kontrol positif, uji

konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% menghasilkan jumlah fibroblas yang lebih

banyak dibandingkan kontrol negatif. Hasil skor parameter neokapilerisasi

pada tabel 4.7 menunjukan bahwa perlakuan kontrol positif, uji

konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% menghasilkan pembentukan pembuluh

darah baru (neokapilerisasi) yang lebih banyak dibandingkan kelompok

kontrol negatif. Hal ini menujukkan bahwa pemberian ektrak etanol

tumbuhan paku Nephrolpis falcata (Cav.) C. Chr berpengaruh terhadap

penurunan jumlah sel radang, peningkatan jumlah fibroblas, dan

pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi).

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak

etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr terhadap

penyembuhan luka bakar. Parameter yang diamati berupa parameter

makroskopis dan mikroskopis. Parameter makroskopis yang diamati

adalah perubahan rerata visual dan waktu penyembuhan luka bakar,

penurunan luas luka dan persentase penyembuhan luka bakar. Parameter

mikroskopis yang diamati berupa parameter penurunan jumlah sel radang,

peningkatan jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi.

Penelitian dimulai dengan melakukan determinasi tumbuhan.

Determinasi tumbuhan bertujuan untuk memastikan bahwa sampel

tumbuhan yang digunakan pada penelitian adalah benar merupakan

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang masih segar dan dalam keadaan

baik diambil bagian batang dan daunnya. Sampel segar tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr dicuci dengan air mengalir bertujuan

untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa tanah atau pengotor yang

masih menempel pada tumbuhan. Sampel segar tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr dikeringkan dengan cara kering angin.

Cara kering angin dipilih karena murah dan mudah dalam pengerjaannya.

Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang telah kering

kemudian dihaluskan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga

memudahkan penetrasi pelarut saat ekstraksi.

Tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr yang telah

dihaluskan selanjutnya di ekstraksi dengan metode ekstraksi maserasi.

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yakni dengan cara

tumbuhan utuh atau serbuk kasar tumbuhan dijaga untuk tetap berkontak

dengan pelarut di dalam tempat bertutup selama waktu yang ditentukan

dengan frekuensi pengocokan sampai senyawa terlarut. Metode ekstraksi

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

maserasi dipilih karena cara pengerjaannya relatif sederhana dan

peralatannya mudah digunakan.

Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr adalah pelarut etanol 96%. Pelarut

etanol dengan konsentrasi yang lebih tinggi lebih efisien dalam dinding

sel. Etanol lebih mudah berpenetrasi ke dalam membran sel untuk

mengekstraksi komponen intraselular dari tumbuhan (Tiwari, et al., 2011).

Dasar dari penggunaan pelarut etanol 96% adalah kemampuannya yang

dapat mengekstraksi senyawa flavonoid dan fenol. Koirewa et al (2012)

dalam Nirwana et al (2015) menyebutkan bahwa etanol 96% mampu

melarutkan senyawa yang bersifat polar diantaranya adalah senyawa

flavonoid. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa senyawa fenol

dapat diekstraksi oleh pelarut etanol 96%. Ekstrak yang didapatkan

dipekatkan dengan evaporator hingga ekstrak menjadi kental. Pemekatan

bertujuan untuk meningkatkan jumlah senyawa terlarut dengan

menguapkan atau menghilangkan pelarut.

Skrining fitokimia pada penelitian ini ditujukan untuk memastikan

bahwa senyawa flavonoid dan fenol yang diperkirakan akan

mempengaruhi penyembuhan luka bakar ada di dalam ekstrak etanol

tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr, dan hasil menunjukkan

bahwa ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

positif mengandung senyawa flavonoid dan fenol.

Standardisasi ekstrak parameter non spesifik berupa kadar air dan

kadar abu. Kadar air ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr didapatkan sebesar 1,35% sesuai dengan syarat

kadar air untuk ekstrak bahan alam yaitu ≤ 10% (Depkes RI, 1994 dalam

Ratnani, et al., 2015). Kadar air menentukan stabilitas ekstrak dan bentuk

sediaan selanjutnya. Kadar abu ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis

falcata (Cav.) C. Chr didapatkan sebesar 5,54% sesuai dengan syarat

kadar abu untuk ekstrak bahan alam yakni tidak boleh lebih dari 10,2 %

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Depkes RI., 2009 dalam Ratnani, et al., 2015). Penentuan kadar abu

bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan

eksternal, serta senyawa anorganik total yang berasal dari proses awal

sampai terbentuknya ekstrak.

Ekstrak kental yang didapatkan selanjutnya dibuat ke dalam bentuk

sediaan krim. Sediaan krim dipilih berdasarkan penelitian Rahim, et al

(2011) mengenai formulasi krim ekstrak etanol daun ubi jalar yang

memiliki kandungan senyawa diantaranya flavonoid dan polifenol.

Penelitian tersebut menyebutkan formula yang digunakan sebagai basis

sediaan krim ekstrak etanol daun ubi jalar mampu memberikan efektifitas

lebih cepat dibandingkan formula lainnya. Alasan lainnya secara umum

sediaan krim dipilih karena mempunyai keuntungan diantaranya mudah

dioleskan pada kulit, mudah dicuci setelah dioleskan, krim dapat

digunakan pada luka yang basah, dan terdistribusi merata.

Sediaan krim ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata

(Cav.) C. Chr yang telah dibuat selanjutnya dievaluasi. Evaluasi sediaan

krim pada penelitian ini bertujuan untuk memastikan bahwa sediaan krim

yang akan diaplikasikan pada hewan uji layak diaplikasikan. Evaluasi

sediaan krim pada penelitian ini terdiri dari uji organoleptik, uji

homogenitas, dan uji pH. Sediaan krim ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr terdistribusi secara homogen. Uji

homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya

bahan-bahan sediaan krim (Juwita, et al., 2013). pH sediaan krim yang

ideal adalah pH sediaan yang memenuhi rentang pH sediaan topikal, tidak

menimbulkan iritasi kulit, optimal untuk absorbsi sediaan melalui kulit,

dan mendekati pH kulit normal. Ekstrak etanol tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr menurunkan pH basis krim (sediaan

krim kontrol negatif), namun semua sediaan krim yang dibuat tetap masuk

ke dalam rentang pH yang disyaratkan.

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hewan uji yang digunakan berjumlah 30 ekor berupa tikus putih

jantan galur Sprague Dawley yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat

badan 110-150 gram. Tikus betina tidak digunakan untuk menghindari

faktor hormonal (estrogen dan progesteron) dalam penyembuhan luka

(Putri, 2013 dalam Nuha, 2015). Tikus dikelompokkan ke dalam 5

kelompok yakni kelompok kontrol negatif, kontrol positif, uji konsentrasi

2,5%, uji konsentrasi 5%, dan uji konsentrasi 10%. Tikus ditempatkan di

dalam kandang beralaskan sekam dan diberikan akses makan dan minum.

Tikus diaklimatisasi selama 7 hari sebelum uji dilakukan untuk

memberikan waktu penyesuain kepada tikus di lingkungan baru.

Induksi luka bakar dilakukan pada bagian dorsal tikus. Sebelum

induksi luka bakar, tikus dianestesi menggunakan injeksi ketamin 50

mg/kg secara intramuskular. Rambut tikus dibagian dorsal digunting,

kemudian dioleskan dengan krim depilatori selama 3-5 menit dan dicukur.

Daerah dorsal yang telah dicukur lalu dibersihkan dengan alkohol 70%.

Pembuatan luka bakar dilakukan dengan plat besi berukuran 4 x 2 cm yang

sbelumnya telah dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit. Plat besi

tersebut kemudian ditempelkan selama 10 detik pada bagian dorsal tikus

sekitar 3 cm dari aricula tikus.

Hari yang sama dengan hari induksi luka bakar, sediaan krim

ekstrak etanol Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr sebanyak kurang lebih

350 mg dioleskan pada bagian dorsal tikus yang telah dinduksi luka bakar.

Pemberian sediaan krim ekstrak etanol Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

dilakukan setiap hari sebanyak 2 x sehari pada pagi dan sore hari. Tikus

dipantau kesehatannya dan berat badannya. Pemberian sediaan krim

ekstrak etanol Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr tidak mempengaruhi

penurunan mapun peningkatan berat badan pada tikus.

Pembentukan keropeng menunjukan proses penyembuhan luka

memasuki fase proliferasi tahap awal (Agustina, 2011), sedangkan

terlepasnya keropeng akibat dari telah terbentuknya epitel dan jaringan

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

baru sehingga mendorong keropeng untuk lepas (Prisacaru, 2013). Hasil

pengamatan visual luka bakar menunjukkan rerata waktu pembentukan

keropeng hingga terlepasnya keropeng terjadi pada rentang hari ke- 4

hingga hari ke-21 pada seluruh kelompok uji dan kontrol positif,

sedangkan rerata waktu pembentukan keropeng hingga terlepasnya

keropeng terjadi pada rentang hari ke-8 hingga lebih dari hari ke-21 pada

kelompok kontrol negatif. Rerata waktu terlepasnya keropeng yang

menandakan telah terbentuknya jaringan baru terjadi lebih cepat pada

semua kelompok uji dan kelompok kontrol positif dibandingkan rerata

waktu terlepasnya keropeng pada kelompok kontrol negatif sehingga

disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol Nephrolepis falcata (Cav.)

C. Chr dapat mempercepat penyembuhan luka dibandingkan kelompok

kontrol negatif. Waktu penyembuhan yang lebih cepat dibandingkan

kontrol negatif pada semua perlakuan uji dikarenakan adanya senyawa

flavonoid dan fenol sebagai senyawa aktif yang dapat mempercepat waktu

penyembuhan luka sedangkan tidak ada senyawa aktif pada sediaan

kontrol negatif.

Hasil pengamatan perubahan rerata visual luka bakar didukung

oleh hasil histopatologi yakni parameter penurunan jumlah sel radang dan

peningkatan jumlah fibroblas. Terlihat pada hasil perubahan rerata visual

luka bakar waktu terbentuknya keropeng pada kontrol negatif dimulai

pada hari ke-8, seperti yang diketahui bahwa waktu terbentuknya keropeng

menandakan fase proliferasi awal, sehingga dapat disimpulkan bahwa

pada hari ke-7 (preparat histopatologi) kontrol negatif masih menunjukkan

fase inflamasi, ditandai dengan jumlah sel radang yang melimpah dan

fibroblas yang masih sedikit dibandingkan semua kelompok uji dan

kontrol positif. Hasil perubahan rerata visual luka bakar waktu

terbentuknya keropeng pada kontrol positif, dan semua kelompok uji

dimulai pada hari ke-4, hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-7

(preparat histopatologi) kontrol positif, dan semua kelompok uji telah

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

melewati fase inflamasi, ditandai dengan penurunan jumlah sel radang dan

peningkatan fibroblas.

Hasil statistik data penurunan luas luka menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan signifikan penurunan luas luka bakar pada semua

kelompok perlakuan uji sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol Nephrolepis falcata (Cav.)

C. Chr berpengaruh terhadap penurunan luas luka bakar. Hal ini

dikarenakan terdapat senyawa flavonoid dan fenol yang berperan dalam

penurunan luas luka pada perlakuan uji konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%.

Hasil persentase penyembuhan luka pada semua kelompok uji

lebih besar dibandingkan kelompok kontrol negatif, dan menurut hasil

statistik data persentase penyembuhan luka, diantara ketiga perlakuan uji

(uji konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%), perlakuan konsentrasi uji 2,5% dan

5% adalah konsentrasi yang menghasilkan perbedaan persentase

penyembuhan yang signifikan jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol

negatif. Sedangkan pada perlakuan uji konsentrasi 10% menghasilkan

perbedaan persentase penyembuhan yang tidak signifikan jika

dibandingkan dengan perlakuan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan

perlakuan uji konsentrasi 2,5% dan 5% adalah konsentrasi yang

berpengaruh terhadap penyembuhan luka, dan hal ini disebabkan adanya

kandungan flavonoid yang optimal pada uji konsentrasi 2,5% dan 5%.

Penelitian pengaruh tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr pada parameter makroskopis yakni penurunan luas luka dan

persentase penyembuhan luka ini sejalan dengan penelitian Wibawani, et

al. (2015) yang menyebutkan bahwa ekstrak etanol daun melati yang

memiliki senyawa saponin, tanin, dan flavonoid mempengaruhi

penyembuhan luka dengan meningkatkan kontraksi pada luka lebih

optimal dibandingkan kontrol negatif.

Hasil pengamatan mikroskopis penelitian pengaruh tumbuhan paku

Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr ini menunjukan bahwa perlakuan

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kontrol positif, perlakuan uji konsentrasi baik 2,5%, 5%, dan 10%

menghasilkan jumlah sel radang yang lebih sedikit dibandingkan

kelompok kontrol negatif. Hal ini dikarenakan pada semua perlakuan uji

memiliki kandungan senyawa flavonoid dan fenol yang bekerja sebagai

antioksidan dan antiinflamasi sehingga membantu menekan poliferasi sel

radang dan mempersingkat reaksi inflamasi. Sediaan kontrol positif

memiliki mekanisme aksi berikatan dengan permukaan sel bakteri dan

menghambat pernapasan sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan

bakteri, mencegah infeksi pada luka bakar. Sediaan kontrol positif silver

sulfadiazine juga bekerja dengan memodulasi berbagai proses selular

lainnya di daerah luka, seperti pada penelitian Katadj, et al (2015)

disebutkan bahwa SSD dapat menurunkan jumlah sel radang dibandingkan

kontrol.

Penelitian pengaruh tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr pada parameter mikroskopis yakni penurunan jumlah sel radang

didukung oleh penelitian Wibawani, et al (2015) yang menyebutkan

bahwa ekstrak etanol daun melati yang mengandung senyawa flavonoid

dapat bekerja secara optimal untuk membatasi mediator inflamasi,

menghambat COX-2, lipooksigenase, dan tirosin kinase yang

menyebabkan terjadinya pembatasan jumlah sel inflamasi yang bermigrasi

ke daerah luka, reaksi inflamasi akan berlangsung lebih singkat. Penelitian

Karimi, et al (2013) juga menyebutkan bahwa penurunan signifikan dari

jumlah sel radang merupakan hasil dari kerja komponen antioksidan dan

senyawa fenolik.

Perlakuan pada kontrol negatif menghasilkan nilai skor parameter

jumlah fibroblas yang lebih sedikit dibandingkan perlakuan pada uji

konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, dan kelompok kontrol positif. Hal ini

dikarenakan adanya senyawa flavonoid pada sediaan ekstrak uji

konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% yang dapat menstimulasi poliferasi dan

migrasi fibroblas, sehingga jumlah fibroblas pada kelompok uji

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% lebih banyak dibandingkan kelompok

kontrol negatif.

Penelitian pengaruh tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr pada parameter mikroskopis yakni jumlah fibroblas didukung oleh

penelitian Wibawani, et al (2015) yakni selain menyebutkan bahwa

dengan adanya flavonoid reaksi inflamasi akan berlangsung lebih singkat,

kemampuan poliferatif dari TGF-β tidak terhambat. TGF-β merupakan

salah satu faktor yang menstimulasi migrasi fibroblas, sehingga jumlah

fibroblas meningkat. Menurut Coelho, et al (2010) dalam Ma, et al (2015)

silver sulfadiazine dapat memberikan efek positif pada proliferasi

fibroblas.

Hasil menunjukkan bahwa pada semua kelompok perlakuan telah

menunjukkan adanya proses penyembuhan luka yang ditandai dengan

neokapilerisasi (pembentukan pembuluh darah baru). Pembuluh darah

baru akan membawa oksigen dan mikronutrisi untuk pertumbuhan

jaringan. Hasil skoring parameter neokapilerisasi menunjukan semua

kelompok perlakuan uji dan kontrol positif menghasilkan pembentukan

pembuluh darah baru yang lebih banyak dibandingkan kontrol negatif. Hal

ini menunjukkan pemberian ekstrak etanol nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr berpengaruh terhadap peningkatan pembentukan pembuluh darah baru

(neokapilerisasi). Hal ini dikarenakan adanya senyawa fenol yang

berperan dalam pembentukan pembuluh darah baru (neokapilerisasi).

Penelitian pengaruh tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr pada parameter mikroskopis yakni pembentukan pembuluh darah baru

didukung oleh penelitian Karimi, et al (2013) yang menyebutkan bahwa

senyawa fenol yang ada pada daun teh dapat meningkatkan faktor tumbuh

endotel pembuluh yang selanjutnya akan membentuk pembuluh darah

darah baru.

Kiran dan Asad (2008) dalam Shenoy, et al (2012) menyebutkan

bahwa proses penyembuhan luka bakar melibatkan infiltrasi sel radang,

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi, sintesis matriks protein

ekstraselular, pembentukan kolagen, dan remodeling, dan menurut Shuid,

et al (2005) dalam Shenoy, et al (2012) selama proses tersebut terjadi

pelepasan enzim lisosomal dari neutrofil, radikal bebas, leukotrin, dan

prostaglandin yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Senyawa aktif seperti flavonoid diketahui memiliki sifat anti-

inflamasi, antioksidan, dan penyembuhan luka. Peroksidasi lemak

memiliki peran dalam cedera akibat luka bakar. Flavonoid diketahui dapat

menurunkan peroksidasi lemak dengan memperbaiki vaskularitas dan

mencegah atau memperlambat proses nekrosis sel (Nayak, et al., 2006

dalam Shenoy, et al., 2012). Setiap obat yang menghambat peroksidasi

lemak dipercaya dapat meningkatkan viabilitas kolagen fibril dengan

meningkatkan kekuatan serat olagen, meningkatkan sirkulasi, mencegah

kerusakan sel dan mendorong sintesis DNA. Flavonoid mendorong

penyembuhan luka dengan aktivitas astringen dan antimikroba yang

dimiliki yang selanjutnya mendorong kontraksi luka dan mempercepat

periode epitelisasi (Shenoy, et al., 2012). Flavonoid menunjukan aktivitas

penyembuhan luka bakar didasarkan pada sifat antibakteri dan

antioksidan. Flavonoid memiliki struktur fenolat dengan satu gugus

karbonil. Flavonoid disintesis oleh tumbuhan sebagai respon terhadap

infeksi mikroba dan sering ditemukan efektif pada in vitro sebagai

senyawa antimikroba yang dapat melawan beragam mikroorganisme

(Fnimh, et al., 1996 dalam Soni, et al., 2012). Adanya senyawa flavonoid

dan fenol pada ekstrak etanol Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr

menyebabkan ekstrak tersebut berpengaruh dalam penyembuhan luka

bakar pada penelitian ini.

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

62 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh ekstrak etanol tumbuhan

paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr pada tikus putih (Rattus

novergicus) jantan galur Sprague Dawley didapatkan kesimpulan bahwa

pemberian ekstrak etanol tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C.

Chr berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka bakar pada tikus

putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague Dawley dilihat dari

parameter perubahan visual dan waktu penyembuhan luka bakar,

penurunan luas luka dan persentase penyembuhan luka bakar, penurunan

jumlah sel radang, peningkatan jumlah fibroblas, dan neokapilerisasi.

5. 2 Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai kemungkinan senyawa

spesifik yang berperan dalam proses penyembuhan luka dari golongan

senyawa metabolit sekunder flavonoid dan fenol.

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

ACCP Standard for VCO, n.d.

Adjepong, Mary., Pius Agbenorku., Patricia Brown., Ibok Oduro. 2015. The

Effect of Dietary Intake of Antioxidant Micronutrients on Burn Wound

Healing: A Study in Tertiary Health Institution in A Developing Country.

Reasearch Article, Burns & Trauma, 3: 12.

Afifah, Efi dan Tim Lentera. 2004. Sehat dengan Ramuan Tradisional Khasiat &

Manfaat Temulawak Rimpang Penyembuh Aneka Penyakit . Hal 32.

Jakarta: Agro Media Pustaka.

Agustin, Rini., Yulida Oktadefitri., Henny Lucida. 2013. Formulasi Krim Tabir

Surya dari Kombinasi Etil p-Metoksisinamat dengan Katekin. Prosiding

Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik III.

Akbari H., Fatemi MJ., Iranpour M., Khodarahmi A., Baghaee M., Pedram MS.,

Saleh S., Araghi S. The Healing Effect of Nettle Extract on Second Degree

Burn Wounds. World J Plast Surg. 2015; 4 (1): 23 – 28.

Akhoondinasab MR., Akhoondinasab M., Saberi M. Comparison of Healing

Effect of Aloe Vera Extract and Silver Sulfadiazine in Burn Injuries in

Experimental Rat Model. World J Plast Surg 2014; 3 (1) : 29 - 34.

Anam, Syariful., et al. 2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego

Lunasia amara Blanco. Online Jurnal of Natural Science, Vol.2(3): 1-8.

Ashkani-Esfahani, S., MH Imanieh., M Khoshneviszadeh., A Meshksar., A

Noorafshah., B Geramizadeh., S Ebrahimi., F Handjani., N Tanideh. The

Healing of Arnebia Euchroma in Second Degree Burn Wounds in Rats as

An Animal Model. Iranian Red Crescent Medical Journal. November,

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2012.

Arini, Diah Irawati Dwi dan Julianus K inho. 2012. Keragaman Jenis Tumbuhan

Paku (Pteridophyta) di Cagar Alam GUnung Ambang Sulawesi Utara.

Info BPK Manado Volume 2 No 1.

Aryenti., Suryadi., Harijadi., Juniarti., Yuhernita. PMN Leukocytes and

Fibroblasts Numbers on Wound Burn Healing on The Skin of White Rat

After Administration of Ambonese Plantain Banana. Makara Journal of

Science. 16/1 (2012) 15 – 20.

Arun, Mittal., Sardana Satish., Pandey Anima. Herbal Boon for Wounds.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol 5,

Issue 2, 2013.

Balqis, Ummu., Rasmaidar., Marwiyah. 2014. Gambaran Histopatologis

Penyembuhan Luka Bakar Menggunakan Daun Kedondong (Spondias

dulcis F.) dan Minyak Kelapa pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus).

Jurnal Medika Veterinaria Vol 8 No. 1.

Cakir, Baris dan Berrak C Yegen. 2004. Systemic Responses to Burn Injury. Turk

J Med Sci 34, 215-226.

Chai, Tsun-Thai., Loo-Yew Yeoh., Nor Ismaliza Mohd Ismail., Hean-Chooi Ong.,

Fazilah Abd Manan., Fai-Chu Wong. 2015. Evaluation of Glucosidase

Inhibitory and Cytotoxic Potential of Five Selected Edible and Medicinal

Ferns. Tropical Journal of Pharmaceutical Research; 14 (3): 449-454.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 2000. Parameter Standar Umum

Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI

Duarte, Carina-Magalhaes-Esteves., Maria-Rozelide-Souza Quirino., Monica-

Cesar Patrocinio., Ana-Lia Anbinder. 2011. Effects of Chamomilla recutita

(L.) on Oral Wound Healing in Rats. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2011

Sep 1;16 (6):e716-21

Erlia, Eva., Noor cahaya., Dina Rahmawanty. Pengaruh Pemberian Gel Kuersetin

terhadap Jumlah Neutrofil dan Limfosit dalam Proses Penyembuhan Luka

Bakar Derajat II A pada Tikus Jantan Galur Wistar. Jurnal

Pharmascience. Vol 1, No. 2, Oktober 2014, hal: 38 – 45.

Farahpour, Muhammad Reza dan Hosein Nejati. 2014. Effect of Topical Red

Grape Seed Hydroethanol Extract on Burn Wound Healing in Rats. Int.J.

ChemTech Res, 6(4), pp 2340-2346.

Febriani, Diana., Dina Mulyanti., Endah Rismawati. 2015. Karakterisasi

Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona Muricata Linn).

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba.

Guo, S. dan L.A. DiPietro. 2010. Factors Affecting Wound Healing. Critical

Reviews in Oral Biology & Medicine, J Dent Res 89(3): 219-229.

H. Al-Jawad F., Sahib A.S., Al-Kaisy A.A. 2008. Role of Antioxidants in The

Treatment of Burn Lesions. Annals of Burns and Fire Disasters – Vol. XXI

- n. 4.

Hashemi, Seyyed Abbas., Seyyed Abdollah Madani., Saied Abediankenari. The

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Review on Properties of Aloe vera in Healing of Cutaneous Wounds.

Review Article. Hindawi Publishing Corporation. BioMed Research

International. Volume 2015, Article ID 714216, 6 pages.

Harun, Desi Syifa Nurmillah. 2014. Formulasi dan Uji Aktivitas Antioksidan

Krim Antiaging Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia

magostana L.) dengan Metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picril Hydrazil).

Skripsi.

Hazrati, M., D. Mehrabani., A. Japoni., H. Montasery., N. Azarpira., A. R.

Hamidian –shirazi., N. Tanideh. 2010. Effect of Honey on Healing

Pseudomonas Aeruginosa Infeced Burn Wounds in Rat. Journal of Applied

Animal Research: Iran.

Hettiarhatchy, Shehan dan Peter Dziewulski. 2004. ABC of Burns

Pathophysiology and Types of Burns. Clinical Reiew. BMJ Volume 328.

Hossain, Mohammad Amzad., Khulood Ahmed Salim Al-Raqmi., Zawan

Hamood Al-Mijizy., Afaf Mohammed Weli., Qasim Al-Riyami. 2013.

Study of Total Phenol, Flavonoids Contents and Phytocehmical Screening

of Various Leaves Crude Extracts of Locally Grown Thymus vulgaris.

Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine; 3(9): 705-710.

http://cabi.org, Invasive Species Compendium, Maret 2016.

http://plants.usda.gov, United State Departemen of Agriculture, Januari 2016.

http://www.plantamor.com, Juni 2016

http://www.menlh.go.id/peluncuran-buku-status-kekinian-keanekaragaman-

hayati- indonesia/, Kementerian Lingkungan Hidup RI, Januari 2016

Izzati, Ulfa Zara., Andhi Fahrurroji., Mohammad Andrie. Efektifitas

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penyembuhan Luka Bakar Salep Ekstrak Daun Senggani (Melastoma

malabathricum L) pada Tikus (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Wistar.

Skripsi. Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Tanjungpura, Pontianak. 2015.

Komala, Ismiarni., Azrifitria., Yardi., Ofa Suzanti Betha., Finti Muliati.,

Maliyathun Ni’mah. 2015. Antioxidant and Antiinflamatory of The

Indonesian Ferns, Nephrolepis falcata and Pyrrosia lanceolata.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol 7,

Issue 12.

Lai, How Yee., Yau Yan Lim., Kah Hwi Kim. Potential Dermal Wound Healing

Agent in Blechnum orientale Linn. BMC Complementary and Alternative

Medicine 2011, 11 : 62.

Ma, Ke., Mindong Du., Mingde Liao., Shihai Chen., Guoqian Yin., Qingfeng

Liu., Qiang Wei., Gang Qin. Evaluation of Wound Healing Effect of

Punica granatum L Peel Extract on Deep Second-Degree Burns in Rats.

Tropical Journal of Pharmaceutical Research. January 2015; 14 (1): 73 -

78.

Mawarti, Herin dan Abdul Ghofar. 2014. Aktivitas Antioksidan Flavonoid

terhadap Perubahan Histologi Proses Penyembuhan Luka Bakar Grade

II. Jurnal Edu Health, Vol. 4 No. 1.

McCulloch, Joseph M dan Luther C Kloth. 2010. Wound Healing Evidence-Based

Managemen 4th Edition. hal. 362. Philadelphia: F.A Davis Company.

Mely. 2015. Pengaruh Pemberian Jus Buah Alpukat terhadap Gambaran Kadar

Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT) pada Tikus

Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Meloxicam Dosis Toksisk.

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Skripsi.

Meravanige, Girish dan Kamdood M A. 2012. Effect of Topical Tinospora

Cordifolia on Healing of Burn Wounds in Wistar Rats. International

Journal of Pharma and Bio Sciences; 3(3): (P) 351-358.

Mock C, Peck M, Peden M, Krug E, eds. 2008. A WHO plan for burn prevention

and care. Geneva : World Health Organization.

MR, Sabari Selvan., Velvizhy R., Naryanasamy S., Manimekalai. K. 2014.

Evaluation of Anti-Oxidant Effect of Oral β-Carotene and Topical

Lycopene on Burns Wound Induced Rats. American Journal of Pharmacy

and Health Research, Volume 2, Issue 9.

Nasiri, Ebrahim., Seyed Jalal Hosseinimehr., Mohammad Azadbakht., Jafar

Akbari., Reza Enayati- fard., Sohail Azizi. 2015. Effect of Malva sylvestris

Cream on Burn Injury and Wounds in Rats. Avicenna J Phytomed; 5

(4): 341-354.

Nasution, Nurhayati. 2015. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang

(Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) terhadap Penyembuhan

Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague

Dawley. Skripsi.

Negara, Reza Fitra Kusuma., Retty Ratnawati., Dina Dewo SLI. Efektifitas

Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) terhadap Penyembuhan Luka

Bakar pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan. BIMKI. Volume 3

No 1. Januari – Juni 2015.

Pham-Huy, Lien Ai., Hua He., Chuong Pham-Huy. Free Radicals, Antioxidants in

Desease and Health. International Journal of Biomedical Science, Vol. 4

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

no. 2.

Rahim, Farida., Mimi Aria., Nurwani Purnama Aji. 2011. Formulasi Krim

Ektstrak Etanol Daun Ubi Jalar (Ipomoeae batatas L.) untuk Pengobatan

Luka Bakar. Scientia Vol. 1 No. 1.

RN, Leslie DeSanti BS. 2005. Pathophysiology and Current Management of Burn

Injury. Clinical Management Extra, Advance in Skin & Wound Care.

Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey., Marian E Quinn. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition. London dan USA:

Pharmaceutical Press dan American Pharmacist Association.

Sedighi, Anahita., Davood Mehrabani., Reza Shirazi. 2015. Histopatological

Evaluation of The Healing Effects of Human Amniotic Membrane

Transplantation in Third Degree Burn Wound Injuries. Springer-Verlag:

London.

Sen, Chandan K., Sashwati Roy. 2008. Redox Signals in Wound Healing. National

Institute of health. The Ohio University Medical Center, Columbus Ohio.

Shenoy, Smita., Sukesh., Vinod MS., Shruthi., Mohan Amberkar., Arul Amuthan.

Effest of ethanolic Extract of Plectranthus amboinicus Leaf on Healing of

Burn Wound in Wistar Rats. International Kournal of Applied Biology and

Pharmaceutical Technology. Volume-3, Issue-3, July-Sept-2012.

Somkuwar, Dipali. O dan Vilas A. Kamble., 2013. Phytochemical Screening of

Ethanolic Extracts of Stem, Leaves, Flower and Seed Kernel of Mangifera

Indica L. International Journal of Pharma and Bio Sciences; 4(2): (P) 383

389

Soni, Himesh dan Akhlesh Kumar Singhai. A Recent Update of Botanicals fro

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Wound Healing Activity. International Journal of Pharmacy. IRJP 2013, 3

(7).

Suraida., Try Susanti., Riza Amriyanto. 2013. Keanekaragaman Tumbuhan Paku

(Pteridophyta) di Taman Hutan Kenali Kota Jambi. Prosiding Semirata

FMIPA Universitas Lampung.

Tiwari, Prashant., Bimlesh Kumar., Mandeep Kaur., Gurpreet Kaur., Harleen

Kaur. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Review.

Internationale Pharmceutica Sciencia, Vol. 1, Issue 1.

Tiwari, V.K. 2012. Burns Wound: How it Differs from Other Wounds?. Indian J

Plast Surg; 45(2): 364-373.

Velnar, T., Bailey T., V Smrkoli. 2009. The Wound Healing Process: an

Overview of The Cellular and Molecular Mechanism. The Journal of

International Medical Research; 37: 1528-1542.

Verma, Deepak Kumar., MAsuram Bharat., Deepak Nayak., Tara Shanbhag.,

Venkatesh Shanbhag., Ravindra Singh Rajput. 2012. Areca catechu: Effect

of Topical Ethanolic Extract on Burn Wound Healing in Albino Rats. Int J

Pharmacol and Clin Sci; 1: 74-8.

Wasiullah, Mohammed., A.Pandurangan., Aftab Ahmad., Fahad A Al-Abbasi.,

Munesh Mani., Prashant Chandra. In vivo Study Wound Healing Potential

(Incision) of Herbal Formulation. International Journal of Allied Medical

Sciences and Clinical Research (IJAMSCR). Volume 2, Issue 4, Oct-Dec-

2014.

Wibawani, Larasati., Endang Sri Wahyuni., Yulian Wiji Utami. 2015. Pengaruh

Pemberian Ekstrak Etanol Daun Melati (Jasminum sambac L. Alt secara

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Topikal terhadap Peningkatan Kontraksi Luka Bakar Derajat II A pada

Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Galur Wistar. Majalah Kesehatan FKUB.

Widhiastuti, Retno., T Alief Aththorick., Wina Dyah Puspita Sari. 2006. Struktur

dan Komposisi Tumbuhan Paku-pakuan di Kawasan Hutan Gunung

Sinabung Kabupaten Karo. Jurnal Biologi Sumatera, hal 38-41.

Xu, Rong Xiang. 2004. Burns Regenerative Medicine and Therapy. Hal 20-21.

Switzerland: Karger.

Yanhendri dan Satya Wydya Yenny. 2012. Berbagai Bentuk Sediaan Topikal

dalam Dermatologi. CDK-194/vol. 39 no. 6.

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

Hewan uji: tikus jantan galur

Sprague Dawley

Tikus diaklimatisasi selama

1 minggu

Hewan uji dikelompokkan

secara acak berdasarkan

perlakuan (terdapat 5

perlakuan masing-masing

perlakuan terdiri dari 6 ekor

tikus:

Kelompok 1 (krim ekstrak

konsentrasi 2,5%)

Kelompok 2 (krim ekstrak

konsentrasi 5%)

Kelompok 3 (krim ekstrak

konsentrasi 10%)

Kelompok 4 (kontrol

positif krim silver

sulfadiazine 1%)

Kelompok 5 (kontrol

negatif basis krim ekstrak) Pembuatan luka bakar

Pemberian sediaan krim kepada masing-masing

kelompok perlakuan secara topikal selama 21 hari

Satu ekor tikus dari setiap

kelompok perlakuan pada

hari ke 7 dipilih untuk

dieksisi jaringan kulitnya

Dibuat preparat histopatologi Pengamatan preparat

histopatologi

Parameter Neokapilerisasi Parameter jumlah sel radang Parameter fibroblas

Tumbuhan paku disekitar

lingkungan FKIK

Sediaan krim

Dibuat sediaan krim dan dievaluasi

organoleptik, homogenitas, dan pH sediaan

Batang dan daun tumbuhan paku

disortasi basah, dicuci, disortasi

kering, dan diserbukkan

Serbuk simplisia tumbuhan paku

diekstraksi dengan maserasi

menggunakan etanol 96%

Maserat dievaporasi hingga

didapatkan ekstrak kental

Ekstrak kental

Determinasi

Uji parameter

spesifik dan

nonspesifik,

serta penapisan

fitokimia

Pengamatan

Makroskopis

(Persentase

penyembuhan luka

dan periode

epitelisasi)

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Determinasi Tumbuhan

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Keterangan Kesehatan Hewan

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Hasil Perhitungan Rendemen

% Rendemen =

× 100%

Berat Ekstrak yang Diperoleh = 56,07 g

Berat Serbuk Simplisia yang Diekstraksi = 554 g

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Kadar Air

Kadar Air =

× 100%

Berat ekstrak sebelum pengeringan = 10,028 g

Berat akhir ekstrak = 9,738 g

Kadar Air =

× 100%

= 2,82 %

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Abu

Kadar Abu =

× 100%

Berat awal ekstrak = 2,007 g Berat akhir ekstrak = 1,896 g

Kadar Abu =

× 100%

= 5,53 %

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Tumbuhan Paku

Hasil Penapisan

Fitokimia Metode Hasil Keterangan

Identifikasi Flavonoid

Sejumlah ekstrak

diteteskan beberapa

tetes larutan NaOH

Terbentuk warna kuning +

Identifikasi Fenol

Sejumlah ekstrak

ditambahkan 3-4 tetes

larutan FeCl3

Terbentuk warna hitam

kebiruan +

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Sampel Tanaman Segar

Pemilihan Sampel Tanaman

Pencucian Sampel Tanaman

Pengeringan Sampel Tanaman

Penghalusan Sampe Tanaman

Ekstraksi Maserasi

Penyaringan Ekstrak

Evaporasi Pelarut

Uji Kadar A ir

Uji Kadar Abu

Pembuatan Krim

Evaluasi Organoleptik

Sediaan Krim

Krim Uji Konsentrasi 10%

Krim Uji Konsentrasi 5%

Krim Uji Konsentrasi 2,5%

Basis Krim

Evaluasi Homogenitas

Sediaan Krim

Krim Uji 10% Krim Uji 5%

Krim Uji 2,5% Basis Krim

Evaluasi pH Sed iaan Krim

Induksi Luka Bakar

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Gambar Pengamatan Perubahan Rerata Luka bakar

No Tikus Kelompok Pengamatan Luka Hari Ke

0 2 4 6

1 Uji Konsentrasi 2,5%

2 Uji Konsentrasi 5%

3 Uji Konsentrasi 10%

4

Kontrol Positif

5 Kontrol Negatif

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan

No Tikus Kelompok Pengamatan Luka Hari Ke

8 10 12 14

1 Uji Konsentrasi 2,5%

2 Uji Konsentrasi 5%

3 Uji Konsentrasi 10%

4 Kontrol Positif

5 Kontrol Negatif

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan

No Tikus Kelompok Pengamatan Luka Hari Ke

16 18 20 21

1 Uji Konsentrasi 2,5%

2 Uji Konsentrasi 5%

3 Uji Konsentrasi 10%

4 Kontrol Positif

5 Kontrol Negatif

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Tahapan Pengukuran Luas Luka Bakar Menggunakan Software ImageJ

2.) Buka software ImageJ, klik “File” lalu

klik “Open” pada Menu Bar.

1.) Pilih foto yang akan digunakan.

4.) Klik Tool Bar “Straight” dan buat

galis lurus sepanjang 1 cm pada

gambar penggaris.

3.) Klik Menu “Analyze” lalu pilih “Set

Scale”.

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan

6.) Ubah ukuran panjang penggaris pada

kolom “Known Distance” menjadi 1,

kemudian ubah satuan dalam kolom

“Unit of Length” menjadi cm, lalu klik

“OK”.

5.) Klik Tool Bar “Freehand Selections”

dan buat pola sesuai bentuk luka bakar

seperti gambar di atas.

8.) Klik Menu “Analyze” lalu klik

“Measure”.

7.) Setelah keluar jendela “Results”

seperti pada gambar di atas, maka

akan didapat hasil pengukuran luas

luka bakar pada kolom “Area”.

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Data Luas Luka dan Persentase Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dua

Kelompok Tikus Luas Luka

Awal (cm2)

Rerata

Luas

Luka

Awal

(cm2)

Luas Luka

Akhir (cm2)

Penurunan

Luas Luka

(cm2)

Rerata

Penurunan Luas

Luka ± SD

Persentase

Penyembuhan

(%)

Rerata

Persentase

Penyembuhan

Kontrol Negatif

6.36

6,68

1.31 5.05

5,59 ± 1,22

79.40

83,33

6.76 2.57 4.19 61.98

6.90 0.32 6.58 95.38

6.25 1.25 5.00 80.05

7.15 0.01 7.14 99.86

Kontrol Positif

6.39

6,04

1.47 4.92

5,71 ± 0,55

77.00

94,86

6.06 0.00 6.06 100.00

6.00 0.00 6.00 100.00

5.40 0.03 5.37 94.44

6.34 0.14 6.20 97.85

Uji Konsentrasi

2.5%

7.01

7.35

0.35 6.66

7.35 ± 0,77

95.06

96,92

7.35 0.00 7.35 100.00

7.81 0.00 7.81 100.00

6.77 0.71 6.06 89.51

7.83 0.00 7.83 100.00

Uji Konsentrasi 5%

7.96

7,14

0.39 7.57

6,95 ± 0,52

95.10

97,61

6.19 0.00 6.19 100.00

6.90 0.00 6.90 100.00

7.39 0.52 6.87 92.96

7.26 0.00 7.26 100.00

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan

Kelompok Tikus Luas Luka

Awal (cm2)

Rerata

Luas

Luka

Awal

(cm2)

Luas Luka

Akhir (cm2)

Penurunan

Luas Luka

(cm2)

Rerata

Penurunan

Luas Luka ± SD

Persentase

Penyembuhan

(%)

Rerata

Persentase

Penyembuhan

Uji Konsentrasi 10%

7.32

7,11

0.14 7.18

6,77 ± 1,12

98.09

94,71

6.02 1.10 4.92 81.72

6.79 0.00 6.79 100.00

7.95 0.00 7.95 100.00

7.46 0.46 7.00 93.83

Page 101: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Hasil Analisis Statistik Luas Luka Bakar Derajat Dua

1. Uji Normalitas Data Penurunan Luas Luka Bakar

Tujuan : untuk menguji kenormalan distribusi data penurunan luas luka bakar Hipotesis :

Ho = data penurunan luas luka bakar terdistribusi normal

Ha = data penurunan luas luka bakar tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 H0 ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Perlakuan

Penurunan_Luas

_Luka

N 25 25

Normal Parametersa Mean 3.0000 6.4340

Std. Deviation 1.44338 1.04563

Most Extreme Differences Absolute .156 .116

Positive .156 .107

Negative -.156 -.116

Kolmogorov-Smirnov Z .779 .578

Asymp. Sig. (2-tailed) .579 .892

a. Test distribution is Normal.

Keputusan: data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi normal

Page 102: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji Homogenitas Data Penurunan Luas Luka Bakar ujuan : untuk menguji homogenitas data penurunan luas luka bakar

Hipotesis : Ho = data penurunan luas luka bakar terdistribusi homogen

Ha = data penurunan luas luka bakar tidak terdistribusi homogen Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Penurunan_Luas_Luka

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.585 4 20 .217

Keputusan: data penurunan luas luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi homogen

Page 103: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Uji One Way ANOVA Tujuan : untuk menentukan perbedaan data penurunan luas luka bakar antara kelompok

Hipotesis : Ho = data penurunan luas luka bakar tidak berbeda secara signifikan

Ha = data penurunan luas luka bakar berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

ANOVA

Penurunan_Luas_Luka

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 10.603 4 2.651 3.390 .028

Within Groups 15.638 20 .782

Total 26.240 24

Keputusan: Data penurunan luas luka bakar antara kelompok berbeda secara signifikan

Page 104: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

88

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Uji Post Hoc Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan : untuk menentukan data penurunan luas luka bakar kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara

signifikan dengan kelompok lainnya Hipotesis :

Ho = data penurunan luas luka bakar tidak berbeda secara signifikan Ha = data penurunan luas luka bakar berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

Multiple Comparisons

Penurunan_Luas_Luka LSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Uji Konsentrasi 2.5% Uji Konsentrasi 5% .18400 .55924 .746 -.9826 1.3506

Uji Konsentrasi 10% .37400 .55924 .511 -.7926 1.5406

Kontrol Positif 1.43200* .55924 .019 .2654 2.5986

Kontrol Negatif 1.55000* .55924 .012 .3834 2.7166

Uji Konsentrasi 5% Uji Konsentrasi 2.5% -.18400 .55924 .746 -1.3506 .9826

Uji Konsentrasi 10% .19000 .55924 .738 -.9766 1.3566

Kontrol Positif 1.24800* .55924 .037 .0814 2.4146

Kontrol Negatif 1.36600* .55924 .024 .1994 2.5326

Uji Konsentrasi 10% Uji Konsentrasi 2.5% -.37400 .55924 .511 -1.5406 .7926

Uji Konsentrasi 5% -.19000 .55924 .738 -1.3566 .9766

Kontrol Positif 1.05800 .55924 .073 -.1086 2.2246

Kontrol Negatif 1.17600* .55924 .048 .0094 2.3426

Kontrol Positif Uji Konsentrasi 2.5% -1.43200* .55924 .019 -2.5986 -.2654

Uji Konsentrasi 5% -1.24800* .55924 .037 -2.4146 -.0814

Uji Konsentrasi 10% -1.05800 .55924 .073 -2.2246 .1086

Kontrol Negatif .11800 .55924 .835 -1.0486 1.2846

Page 105: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

89

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kontrol Negatif Uji Konsentrasi 2.5% -1.55000* .55924 .012 -2.7166 -.3834

Uji Konsentrasi 5% -1.36600* .55924 .024 -2.5326 -.1994

Uji Konsentrasi 10% -1.17600* .55924 .048 -2.3426 -.0094

Kontrol Positif -.11800 .55924 .835 -1.2846 1.0486

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan:

1. Data penurunan luas luka bakar tidak berbeda signifikan antara kelompok seluruh kelompok uji

2. Data penurunan luas luka bakar tidak berbeda signifikan antara kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif

3. Data penurunan luas luka bakar berbeda signifikan antara kelompok kontrol negatif dengan seluruh kelompok uji

4. Data penurunan luas luka bakar tidak berbeda signifikan antara kelompok kontrol positif terhadap kelompok uji

konsentrasi 2,5% dan 5%

Page 106: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Uji Paired T Tujuan : untuk menentukan data penurunan luas luka bakar sebelum dan sesudah perlakuan dari setiap kelompok dan nilai

signifikansinya Hipotesis :

Ho = data penuruanan luas luka bakar tidak berbeda signifikan sebelum dan sesudah perlakuan Ha = data penurunan luas luka bakar berbeda signifikan sebelum dan sesudah perlakuan Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

5.1 Kelompok Kontrol Negatif

Paired Samples Test

Paired Differences

T df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Luas_Luka_Hari_Ke0_Kontrol_Negatif - Luas_Luka_Hari_Ke21_Kontrol_Negatif

5.39040 .96070 .42964 4.19753 6.58327 12.546 4 .000

Keputusan: data penurunan luas luka bakar untuk kelompok kontrol negatif berbeda signifikan sebelum dan sesudah perlakuan

Page 107: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2 Kelompok Kontrol Positif Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 Luas_Luka_Hari_Ke0_Kontrol_Positif - Luas_Luka_Hari_Ke21

_Kontrol_Positif

5.71000 .54461 .24356 5.03378 6.38622 23.444 4 .000

Keputusan: data penurunan luas luka bakar untuk kelompok kontrol positif berbeda signifikan sebelum dan sesudah perlakuan

5.3 Kelompok Uji Konsentrasi 2,5% Paired Samples Test

Paired Differences

T df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Luas_Luka_Hari_Ke0_2.5 - Luas_Luka_Hari_Ke21_2.5

7.14280 .76845 .34366 6.18865 8.09695 20.785 4 .000

Keputusan: data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konsentrasi 2,5% berbeda signifikan sebelum dan sesudah

perlakuan

Page 108: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

92

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.4 Kelompok Uji Konsentrasi 5% Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Luas_Luka_Hari_Ke0_5 - Luas_Luka_Hari_Ke21_5

6.95800 .51640 .23094 6.31680 7.59920 30.129 4 .000

Keputusan: data penurunan luas luka bakar untuk kelompok uji konsentrasi 5% berbeda signifikan sebelum dan sesudah

perlakuan

5.5 Kelompok Uji Konsentrasi 10% Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Luas_Luka_Hari_Ke0_10 - Luas_Luka_Hari_Ke21_10

6.76800 1.12208 .50181 5.37475 8.16125 13.487 4 .000

Keputusan: data penurunan luas luka bakar untuk kelompok Uji Konsentrasi 5% berbeda signifikan sebelum dan sesudah

perlakuan

Page 109: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

93

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Hasil Analisis Statistik Persentase Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dua

1. Uji Normalitas Data Persentase Penyembuhan Luka

Tujuan : untuk menguji kenormalan distribusi data persentase penyembuhan luka bakar Hipotesis :

Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi normal

Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 H0 ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Perlakuan

Persentase_Pen

yembuhan_Luka

_Hari_Ke21

N 25 25

Normal Parametersa Mean 3.0000 93.4820

Std. Deviation 1.44338 9.89095

Most Extreme Differences Absolute .156 .255

Positive .156 .255

Negative -.156 -.241

Kolmogorov-Smirnov Z .779 1.275

Asymp. Sig. (2-tailed) .579 .078

a. Test distribution is Normal.

Keputusan: data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok terdistribusi normal

Page 110: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

94

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji Homogenitas Data Persentase Penyembuhan Luka Tujuan : untuk menguji homogenitas data persentase penyembuhan luka bakar

Hipotesis : Ho = data persentase penyembuhan luka bakar terdistribusi homogen

Ha = data persentase penyembuhan luka bakar tidak terdistribusi homogen Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Persentase_Penyembuhan_Luka_Hari_Ke21

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.298 4 20 .094

Keputusan: data persentase penyembuhan luka bakar seluruh kelompok uji terdistribusi homogen

Page 111: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

95

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Uji One-Way ANOVA Tujuan : untuk menentukan perbedaan data persentase penyembuhan luka bakar antara kelompok

Hipotesis : Ho = data persentase penyembuhan luka bakar tidak berbeda secara signifikan

Ha = data persentase penyembuhan luka bakar berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

ANOVA

Persentase_Penyembuhan_Luka_Hari_Ke21

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 675.352 4 168.838 2.019 .130

Within Groups 1672.587 20 83.629

Total 2347.939 24

Keputusan: Data persentase penyembuhan luka bakar antar kelompok tidak berbeda secara signifikan

Page 112: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

96

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Uji Post Hoc Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan : untuk menentukan data persentase penyembuhan luka bakar kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda

secara signifikan dengan kelompok lainnya Hipotesis :

Ho = data persentase penyembuhan luka bakar tidak berbeda secara signifikan Ha = data persentase penyembuhan luka bakar berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

Multiple Comparisons

Persentase_Penyembuhan_Luka_Hari_Ke21 LSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Dosis 2.5% Dosis 5% -.68000 5.78375 .908 -12.7447 11.3847

Dosis 10% 2.20400 5.78375 .707 -9.8607 14.2687

Kontrol Positif 2.05600 5.78375 .726 -10.0087 14.1207

Kontrol Negatif 13.58000* 5.78375 .029 1.5153 25.6447

Dosis 5% Dosis 2.5% .68000 5.78375 .908 -11.3847 12.7447

Dosis 10% 2.88400 5.78375 .623 -9.1807 14.9487

Kontrol Positif 2.73600 5.78375 .641 -9.3287 14.8007

Kontrol Negatif 14.26000* 5.78375 .023 2.1953 26.3247

Dosis 10% Dosis 2.5% -2.20400 5.78375 .707 -14.2687 9.8607

Dosis 5% -2.88400 5.78375 .623 -14.9487 9.1807

Kontrol Positif -.14800 5.78375 .980 -12.2127 11.9167

Kontrol Negatif 11.37600 5.78375 .063 -.6887 23.4407

Kontrol Positif Dosis 2.5% -2.05600 5.78375 .726 -14.1207 10.0087

Dosis 5% -2.73600 5.78375 .641 -14.8007 9.3287

Dosis 10% .14800 5.78375 .980 -11.9167 12.2127

Kontrol Negatif 11.52400 5.78375 .060 -.5407 23.5887

Page 113: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

97

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kontrol Negatif Dosis 2.5% -13.58000* 5.78375 .029 -25.6447 -1.5153

Dosis 5% -14.26000* 5.78375 .023 -26.3247 -2.1953

Dosis 10% -11.37600 5.78375 .063 -23.4407 .6887

Kontrol Positif -11.52400 5.78375 .060 -23.5887 .5407

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan:

1. Data persentase penyembuhan luka bakar antara kelompok negatif terhadap kelompok uji konsentrasi 2,5% dan 5% berbeda

secara signifikan

2. Data persentase penyembuhan luka bakar antara semua kelompok uji tidak berbeda signifikan

3. Data persentase penyembuhan luka bakar antara kelompok kontrol positif dengan semua kelompok perlakuan tidak berbeda

siginifikan

Page 114: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

98

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Hasil Analisa Statistik Berat Badan Tikus

1. Uji Normalitas Berat Badan Tikus

Tujuan : untuk menguji kenormalan distribusi data Berat Badan Tikus Hipotesis :

Ho = data berat badan tikus terdistribusi normal

Ha = data berat badan tikus tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 H0 ditolak

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Perlakuan Hari_Ke_0 Hari_Ke_7 Hari_Ke_14 Hari_Ke_21

N 25 25 25 25 25

Normal Parametersa Mean 3.0000 184.5200 199.2000 218.7200 242.2000

Std. Deviation 1.44338 17.67795 15.49731 19.33805 24.12295

Most Extreme Differences Absolute .156 .128 .146 .137 .130

Positive .156 .084 .085 .066 .096

Negative -.156 -.128 -.146 -.137 -.130

Kolmogorov-Smirnov Z .779 .641 .731 .686 .649

Asymp. Sig. (2-tailed) .579 .805 .659 .734 .794

a. Test distribution is Normal.

Keputusan: data berat badan tikus seluruh kelompok uji terdistribusi normal

Page 115: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

99

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Uji Homogenitas Berat Badan Tikus

Tujuan : untuk menguji homogenitas data berat badan tikus Hipotesis : Ho = data berat badan tikus terdistribusi homogen

Ha = data berat badan tikus tidak terdistribusi homogen Pengambilan keputusan:

Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Hari_Ke_21 1.652 4 20 .200

Keputusan: data berat badan tikus seluruh kelompok perlakuan terdistribusi homogen

Page 116: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

100

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Uji ANOVA Data Berat Badan Tikus Tujuan : untuk menentukan perbedaan data berat badan tikus antara kelompok

Hipotesis : Ho = data berat badan tikus tidak berbeda secara signifikan

Ha = data berat badan tikus berbeda secara signifikan Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima

Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Hari_Ke_21 Between Groups 2238.800 4 559.700 .955 .454

Within Groups 11727.200 20 586.360

Total 13966.000 24

Keputusan: Data berat badan tikus antara kelompok perlakuan tidak berbeda secara signifikan

Page 117: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

101

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Uji Post Hoc

Tujuan : untuk menentukan berat badan tikus kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya Hipotesis :

Ho = data berat badan tikus tidak berbeda secara signifikan Ha = data berat badan tikus berbeda secara signifikan

Pengambilan keputusan: Jika nilai signifikansi > 0,05 Ho diterima Jika nilai signifikansi < 0,05 Ho ditolak

Multiple Comparisons

LSD

Dependent Variable (I) Perlakuan (J) Perlakuan

Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Hari_Ke_21 Uji Konsentrasi 2,5% Uji Konsentrasi 5% -6.80000 15.31483 .662 -38.7462 25.1462

Uji Konsentrasi 10% 20.20000 15.31483 .202 -11.7462 52.1462

Kontrol Positif 7.80000 15.31483 .616 -24.1462 39.7462

Kontrol Negatif -2.20000 15.31483 .887 -34.1462 29.7462

Uji Konsentrasi 5% Uji Konsentrasi 2,5% 6.80000 15.31483 .662 -25.1462 38.7462

Uji Konsentrasi 10% 27.00000 15.31483 .093 -4.9462 58.9462

Kontrol Positif 14.60000 15.31483 .352 -17.3462 46.5462

Kontrol Negatif 4.60000 15.31483 .767 -27.3462 36.5462

Uji Konsentrasi 10% Uji Konsentrasi 2,5% -20.20000 15.31483 .202 -52.1462 11.7462

Uji Konsentrasi 5% -27.00000 15.31483 .093 -58.9462 4.9462

Kontrol Positif -12.40000 15.31483 .428 -44.3462 19.5462

Kontrol Negatif -22.40000 15.31483 .159 -54.3462 9.5462

Kontrol Positif Uji Konsentrasi 2,5% -7.80000 15.31483 .616 -39.7462 24.1462

Uji Konsentrasi 5% -14.60000 15.31483 .352 -46.5462 17.3462

Uji Konsentrasi 10% 12.40000 15.31483 .428 -19.5462 44.3462

Kontrol Negatif -10.00000 15.31483 .521 -41.9462 21.9462

Page 118: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TUMBUHAN PAKU …

102

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kontrol Negatif Uji Konsentrasi 2,5% 2.20000 15.31483 .887 -29.7462 34.1462

Uji Konsentrasi 5% -4.60000 15.31483 .767 -36.5462 27.3462

Uji Konsentrasi 10% 22.40000 15.31483 .159 -9.5462 54.3462

Kontrol Positif 10.00000 15.31483 .521 -21.9462 41.9462

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan:

Data berat badan tikus hari ke 21 tidak berbeda bermakna antara semua kelompok perlakuan