uin syarif hidayatullah jakarta formulasi sabun cair …

153
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR TANAH SEBAGAI PENYUCI NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI TANAH KAOLIN DAN BENTONIT SKRIPSI ELOK FAIKOH 1113102000077 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2017

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI SABUN CAIR TANAH SEBAGAI PENYUCI

NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI TANAH

KAOLIN DAN BENTONIT

SKRIPSI

ELOK FAIKOH

1113102000077

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2017

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI SABUN CAIR TANAH SEBAGAI PENYUCI

NAJIS MUGHALLADZAH DENGAN VARIASI TANAH

KAOLIN DAN BENTONIT

SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi

ELOK FAIKOH

1113102000077

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2017

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Elok Faikoh

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi Sabun Cair Tanah Sebagai Penyuci Najis

Mughalladzah dengan Variasi Tanah Kaolin dan Bentonit

Sabun tanah kini banyak dikembangkan untuk memudahkan masyarakat dalam

menyucikan najis mughalladzah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat

sabun cair yang mengandung tanah sebagai penyuci najis mughalladzah dengan

menggunakan variasi kaolin-bentonit. Pada tahap awal dibuat enam formula

dengan variasi tanah kaolin-bentonit yaitu F0 (tanpa tanah), F1 (kaolin 10%), F2

(kaolin 7,5% : bentonit 2,5%), F3 (kaolin 5% : bentonit 5%), F4 (kaolin 2,5% :

bentonit 7,5%), dan F5 (bentonit 10%). Sabun yang diperoleh dievaluasi secara

fisik dan pengujian aktivitas antibakteri. Hasil sabun cair variasi tanah

menunjukkan jenis dan konsentrasi tanah berpengaruh secara nyata terhadap

karakteristik sabun seperti organoleptik, pH, stabilitas busa, viskositas, laju dan

volume sedimentasi, serta redispersibilitas. Namun, jenis dan konsentrasi tanah

tidak berpengaruh secara nyata pada parameter tinggi busa, sifat alir, bobot jenis,

dan daya bersih. Berdasarkan hasil penelitian, F1 dan F2 memberikan

karakteristik sabun terbaik karena parameter pengujian yang dilakukan telah

memenuhi standar serta tidak menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan sediaan

berbasis suspensi. Dengan mempertimbangan efisiensi biaya produksi dan

manfaat bagi kesehatan, F2 yang mengandung kaolin 7,5% : bentonit 2,5% dipilih

untuk dilakukan pengujian aktivitas antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan

sabun cair tanah dapat menghambat sampel bakteri gram positif (Staphylococcus

aureus) dengan mekanisme plasmolisis, namun tidak mampu menghambat sampel

bakteri gram negatif (Eschericia coli).

Kata Kunci: Najis mughalladzah, sabun cair, tanah kaolin-bentonit, antibakteri

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Elok Faikoh

Study Program : Pharmacy

Title : Formulation of Clay Liquid Soap for Cleansing Najis

Al-Mughalladzah by Varying Kaolin and Bentonite Clay

Clay soap is now widely developed to facilitate the public in cleansing najis al-

mughalladzah. The purpose of this study is to make a liquid soap containing a

clay for cleansing najis al-mughalladzah by using kaolin-bentonite variation. In

the first step, six formulas were prepared by varying the kaolin-bentonite clay as

follows: F0 (without clay), F1 (kaolin 10%), F2 (kaolin 7,5% : bentonite 2,5%),

F3 (kaolin 5% : bentonite 5%), F4 (kaolin 2,5% : bentonite 7,5%), and F5

(bentonite 10%). The liquid soap formulations then got physical evaluations and

tested for antibacterial activity. The result showed that clay types and

concentrations have significant effect to soap characteristics which are

organoleptic, pH value, foam stability, viscosity, sedimentation rate,

sedimentation volume, and redispersibility. However, clay types and

concentrations did not significantly affect the foaming power, flow properties,

density, and cleaning power. Based on the research, F1 and F2 gave the best

characteristics of the soap because all the parameters tests have a good result and

do not shows any signs of supensions-based instability. Considering the efficiency

of production costs and health benefits, F2 that containing 7,5% of kaolin and

2,5% of bentonite was selected for testing of antibacterial activity. The result

showed that clay liquid soap can inhibit sample of gram positive bacteria

(Staphylococcus aureus) by plasmolysis mechanism, but cannot inhibit the sample

of gram negative bacteria (Eschericia coli).

Keywords: Najis Al-Mughalladzah, liquid soap, kaolin-bentonite clay,

antibacterial

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan

kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan

skripsi yang berjudul “Formulasi Sabun Cair Tanah sebagai Penyuci Najis

Mughalladzah dengan Variasi Tanah Kaolin dan Bentonit” bertujuan untuk

memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan

proposal skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-

besarnya kepada :

1. Dr. Muhammad Yanis Musdja, M.Sc., Apt dan Yuni Anggraeni,

M.Farm., Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

bimbingan, waktu, tenaga, saran, dan dukungan dalam penelitian ini.

2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan motivasi dan bantuan.

4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas

ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.

5. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh selama

proses perkuliahan.

6. Kedua orangtua saya, Bapak Danuri dan Ibu Muronah yang selalu

memberikan kasih sayang, do’a yang tidak pernah putus dan dukungan

baik moril maupun materiil. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

membalas semua kebaikan, cinta, dan kasih sayang yang telah kalian

berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu memberikan keberkahan,

kesehatan, keselamatan, perlindungan, cinta, dan kasih sayang kepada

kedua orang tua hamba tercinta.

7. Adikku tersayang Elin Apriyani dan seluruh keluarga yang selalu

memberi do’a dan semangat.

8. Ervina, Fandi, Azumari, Amel, Nurul Fitria, Nurillah, Afri, Riris dan

teman-teman di laboratorium yang telah banyak membantu, terima kasih

atas kerjasamanya selama ini.

9. Kakak yang begitu baik hatinya, Kak Fakhrun Nisa’, Kak Mauliana dan

Kak Nuha yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi teman

curhat, memberi saran, masukan, dan bantuan hingga penulisan skripsi

ini selesai.

10. Sahabatku, Ramaza Rizka, Zakiyatul Munawaroh, dan Fifi Nur Hidayah

yang telah memberi kebersamaan kepada penulis sampai penulisan

skripsi ini selesai.

11. Saudara-saudaraku CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

khususnya CSS MoRA angkatan 2013 yang telah memberikan

kebahagiaan dan pengalaman yang tak terhingga.

12. Semua teman di Farmasi 2013 yang selalu menemani keseharian penulis

di bangku perkuliahan.

13. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang

telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

penulis berharap semoga ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata,

penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu saya dalam penulisan proposal ini.

Jakarta, 17 Juli 2017

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v

ABSTRAK ....................................................................................................... vi

ABSTRACT..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR..................................................................................... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 6

1.4.1 Bagi Masyarakat .............................................................. 6 1.4.2 Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ............................. 6 1.4.3 Bagi Peneliti ..................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

2.1 Thaharah ..................................................................................... 7 2.2 Najis dan Cara Menyucikannya ................................................... 7 2.3 Sabun ........................................................................................... 9

2.3.1 Definisi Sabun ................................................................. 9 2.3.2 Mekanisme Kerja Sabun .................................................. 10

2.3.3 Fungsi Sabun ................................................................... 11 2.3.4 Jenis Sabun ...................................................................... 11 2.3.5 Formula Sabun ................................................................. 13

2.3.6 Surfaktan .......................................................................... 15 2.3.7 Suspensi............................................................................ 19

2.3.8 Suspending Agent ............................................................ 20 2.3.9 Komponen Pembentuk Sabun Cair.................................. 24

2.4 Kaolin........................................................................................... 31

2.5 Bentonit ........................................................................................ 32 2.6 Sifat Fisika dan Kimia Sabun Cair .............................................. 33

2.6.1 Organoleptis ..................................................................... 33 2.6.2 pH .................................................................................... 33 2.6.3 Viskositas dan Sifat Alir .................................................. 34

2.6.4 Daya Busa ........................................................................ 35 2.6.5 Bobot Jenis ....................................................................... 35

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.6 Kecepatan Sedimentasi, Volume Sedimentasi, dan

Redispersibilitas ............................................................... 36 2.6.7 Daya Bersih ...................................................................... 36

2.7 Uji Antibakteri.............................................................................. 37 2.7.1 Jenis Bakteri Uji............................................................... 37 2.7.2 Metode Uji Antibakteri..................................................... 39

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 43

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 43 3.1.1 Lokasi Penelitian .............................................................. 43 3.1.2 Waktu Penelitian .............................................................. 43

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 43 3.2.1 Alat Penelitian .................................................................. 43

3.2.2 Bahan Penelitian ............................................................... 43 3.3 Prosedur Kerja............................................................................. 44

3.3.1 Uji Pendahuluan ............................................................... 44

3.3.2 Formulasi Sabun Cair Tanah ........................................... 47 3.3.3 Pembuatan Sabun Cair Tanah .......................................... 47

3.3.4 Evaluasi Karakteristik Fisik Sabun Cair Tanah................................................................................ 48

3.3.5 Pengujian Antibakteri Sabun Cair

Tanah................................................................................ 52 3.3.6 Teknik Analisa Data ........................................................ 56

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 57

4.1 Hasil Uji Pendahuluan.................................................................. 57

4.2 Formulasi Sediaan Sabun Cair Tanah.......................................... 60 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptik ................................................... 64

4.4 Hasil Pengukuran pH .................................................................. 65 4.5 Hasil Tinggi dan Stabilitas Busa Sabun ...................................... 68 4.6 Hasil Viskositas dan Sifat Alir..................................................... 71

4.7 Hasil Bobot Jenis ......................................................................... 75 4.8 Pengujian Daya Bersih Sabun Cair Tanah................................... 76

4.9 Evaluasi Fisik Sediaan Berbasis Suspensi ................................... 79 4.9.1 Hasil Laju Sedimentasi ..................................................... 79 4.9.2 Hasil Volume Sedimentasi (F) ........................................ 82

4.9.3 Hasil Pengujian Redispersibilitas ..................................... 83 4.10 Aktivitas Antibakteri .................................................................... 85

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 92

5.1 Kesimpulan................................................................................... 92

5.2 Saran ............................................................................................ 93

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 95

LAMPIRAN .................................................................................................... 104

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Syarat Mutu Sabun Mandi Cair .................................................... 12

Tabel 2.2 Klasifikasi Efektivitas Zat Antibakteri ........................................... 40 Tabel 3.1 Formula Uji Pendahuluan Sabun Cair Tanah Kaolin..................... 45

Tabel 3.2 Formula Uji Pendahuluan Sabun Cair Tanah Bentonit .................. 46 Tabel 3.3 Formula Sabun Cair dengan Variasi Tanah Kaolin dan Bentonit .. 47 Tabel 4.1 Hasil Rata-Rata Evaluasi Uji Pendahuluan Sabun Cair Tanah...... 58

Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Sabun Cair Tanah ..................................... 64 Tabel 4.3 Hasil Pengujian pH Sediaan Sabun Cair Tanah Sebelum Proses

Adjust pH ....................................................................................... 66 Tabel 4.4 Hasil Pengujian pH Sediaan Sabun Cair Tanah Setelah Proses Adjust pH ....................................................................................... 66

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tinggi Busa Sabun Cair Tanah ........................... 68 Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Stabilitas Daya Busa Sabun Cair Tanah ........... 70

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Viskositas Sabun Cair Tanah dengan Spindel 4 dan Kecepatan 60 rpm ................................................................ 71 Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Bobot Jenis Sabun Cair Tanah ......................... 75

Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Rata- Rata Daya Bersih Sabun Cair Tanah Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada Panjang

Gelombang 450 nm........................................................................ 77 Tabel 4.10 Penilaian Daya Bersih Sabun Cair Tanah terhadap Kotoran

Minyak Kelapa .............................................................................. 78

Tabel 4.11 Hasil Pengukuran Laju Sedimentasi Sabun Cair Tanah ................ 80 Tabel 4.12 Volume Sedimentasi Sediaan Sabun Cair Tanah........................... 82

Tabel 4.13 Kemampuan Redispersi Sabun Cair Tanah ................................... 84 Tabel 4.14 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Sabun Cair Tanah........... 86

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Pembentukan lapisan tipis di atas permukaan air ...................... 9

Gambar 2.2 Monomer surfaktan yang membentuk misel .............................. 10 Gambar 2.3 Struktur sodium lauryl ether sulfate .......................................... 25

Gambar 2.4 Struktur kokoamidopropil betain ............................................... 26 Gambar 2.5 Struktur cocamid DEA............................................................... 27 Gambar 2.6 Struktur hidroksipropil metilselulosa (HPMC) ......................... 28

Gambar 2.7 Struktur gliserin .......................................................................... 29 Gambar 2.8 Struktur BHT ............................................................................. 29

Gambar 2.9 Struktur Na EDTA ..................................................................... 30 Gambar 2.10 Bakteri E. coli pada media LA inkubasi 37ºC Selama 24 jam .. 38 Gambar 4.1 Kurva Viskositas Rata-rata Semua rpm Sabun Cair Tanah ....... 72

Gambar 4.2 Kurva sifat alir (a) Formula tanpa tanah, (b) Konsentrasi tanah kaolin 10%, (c) Konsentrasi tanah kaolin 7,5% :

bentonit 2,5%, (d) Konsentrasi tanah kaolin 5% : bentonit 5%, (e) Konsentrasi tanah kaolin 2,5% : bentonit 7,5%, (f) Konsentrasi tanah bentonit 10%................................................ 74

Gambar 4.3 S. aureus yang tidak diberi perlakuan dengan perbesaran 3000 kali (a) S. aureus yang diberi sabun cair tanah kaolin dan

bentonit dengan perbesaran 2500 kali (b), S. aureus yang tidak diberi perlakuan dengan perbesaran 5000 kali (c), S. aureus yang diberi sabun cair tanah kaolin dan bentonit

dengan perbesaran 5000 kali (d), S. aureus yang tidak diberi perlakuan dengan perbesaran 10000 kali (e), S. aureus yang

diberi sabun cair tanah kaolin dan bentonit dengan perbesaran 8000 kali (f) ............................................................................... 89

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................... 105

Lampiran 2. Gambar Sabun Cair Tanah Kaolin dan Bentonit ....................... 106 Lampiran 3. Sertifikat Bahan Bentonit........................................................... 107

Lampiran 4. Sertifikat Bahan Kaolin ............................................................. 108 Lampiran 5. Sertifikat Bahan Sodium Lauril Eter Sulfat ............................... 109 Lampiran 6. Sertifikat Bahan Sodium Kokoamidopropil Betain ................... 110

Lampiran 7. Sertifikat Bahan Sodium Cocamide DEA ................................. 111 Lampiran 8. Sertifikat Bahan HPMC ............................................................ 112

Lampiran 9. Sertifikat Bahan NaOH............................................................. 113 Lampiran 10. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Viskositas Sabun Cair Tanah

di Semua titik pada Uji Pendahuluan......................................... 114

Lampiran 11. Data Statistik Pengukuran Viskositas pada Uji Pendahuluan .... 115 Lampiran 12. Data Perhitungan Redispersibilitas Formula Sabun Cair pada

Uji Pendahuluan (FK2, FK3, FB2, dan FB3) ........................... 117 Lampiran 13. Hasil Uji Statistik pH Sabun Cair Tanah................................... 117 Lampiran 14. Data Tinggi dan Stabilitas Busa ................................................ 121

Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun Cair Tanah .................... 122 Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Cair Tanah................ 123

Lampiran 17. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Viskositas Sabun Cair Tanah di Semua titik Menggunakan spindel 4 ......................... 124

Lampiran 18. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Sifat Alir Sabun Cair

Tanah ......................................................................................... 125

Lampiran 19. Hasil Uji Statistik Viskositas Sabun Cair Tanah ....................... 126

Lampiran 20. Hasil Uji Statistik Bobot Jenis Sabun Cair Tanah..................... 128

Lampiran 21. Data Tinggi Suspensi Awal dan Tinggi Flokulat ..................... 129 Lampiran 22. Hasil Uji Statistik Laju dan Volume Sedimentasi Sabun Cair

Tanah (F3, F4, dan F5) ............................................................. 130 Lampiran 23. Perhitungan Daya Bersih ........................................................... 131

Lampiran 24. Hasil Uji Statistik Daya Bersih Sabun Cair Tanah.................... 132 Lampiran 25. Hasil Pewarnaan Gram dari Peremajaan Bakteri Uji

Menggunakan Mikroskop Cahaya ............................................ 135

Lampiran 26. Diameter Zona Hambat Bakteri Akibat Sabun Cair Tanah Menggunakan Metode Difusi Cakram...................................... 136

Lampiran 27. Hasil Uji Statistik Daya Hambat Sabun Cair Tanah terhadap Bakteri S. aureus....................................................................... 137

Lampiran 28. Hasil Uji SEM Staphylococcus aureus dengan Beberapa

Perbesaran Lain ......................................................................... 138

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menyucikan diri dari kotoran dan najis biasa disebut dengan istilah

thaharah. Thaharah sangat diperhatikan dalam ajaran Islam karena

merupakan salah satu syarat sahnya ibadah (Mughniyah, 2002). Bersuci

terbagi menjadi dua bagian, yaitu bersuci dari hadas dan bersuci dari najis.

Bersuci dari hadas adalah membersihkan bagian tertentu dari badan dengan

cara berwudhu, tayamum dan mandi; sedangkan bersuci dari najis adalah

membersihkan najis pada badan, pakaian dan tempat (Zurinal dan

Aminuddin, 2008).

Najis mughalladzah adalah najis yang tergolong berat (Al-Mahfani,

2008) dan dapat menghalangi syarat sah untuk menjalankan ibadah. Semua

yang berasal dari air liur maupun sentuhan babi dan anjing merupakan najis

berat. Najis ini kerap kali bersentuhan baik secara sengaja maupun tidak

sengaja dengan masyarakat umum, para peneliti halal, farmasis, bidang

kedokteran hewan, pemeliharaan anjing, dan lain sebagainya. Cara

menyucikan najis ini yaitu dengan mencucinya dengan air sebanyak tujuh

kali dan salah satunya dengan tanah (Abatasa, 2012). Cara tersebut

merupakan hal yang kerap dilakukan oleh masyarakat dalam penyucian diri

dari najis berat.

Menurut Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Stardarisasi Fatwa

Halal menyatakan bahwa mencuci bekas babi atau anjing dilakukan dengan

cara di-sertu (dicuci dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya

harus menggunakan tanah/debu atau penggantinya yang memiliki daya

pembersih yang sama). Kemudiaan MUI mengeluarkan fatwa kembali pada

tahun 2008 yang menyatakan bahwa debu atau tanah yang digunakan untuk

menyucikan najis mughalladzah dapat diganti dengan sabun (Zurinal dan

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Aminudin, 2008). Meskipun demikian, dengan keberagaman umat Islam

baik yang ada di Indonesia maupun di dunia yang memiliki pedoman

madzhab yang berbeda, beberapa golongan dari mereka tetap berpedoman.

ada hadis nabi yang menyatakan bahwa penyucian najis berat harus dengan

tujuh kali basuhan air dan salah satunya menggunakan debu atau tanah.

Sehingga pengembangan sabun tanah penyuci najis ini sangat diperlukan

untuk memudahkan setiap golongan umat Islam yang ingin menyucikan

najis berat.

Produk sabun tanah sudah dipasarkan oleh beberapa negara seperti

Thailand dan Malaysia dengan nilai penjualan mencapai 6 sampai 7 kali

lipat daripada penjualan sabun biasa yang tidak menggunakan tanah. Di

Thailand konsentrasi tanah (Clay) yang dipakai adalah 0,05-95% dan telah

mendapat persetujuan (Fatwa) dari Komite Islam Bangkok untuk digunakan

sebagai penyuci najis sesuai dengan syariat Islam (Dahlan, 2010).

Dengan riwayat penduduk Islam terbesar di dunia, tentunya

diharapkan pengembangan produk sabun tanah penyuci najis ini bisa

dilakukan oleh para peneliti Indonesia, sehingga kebutuhan impor akan

sabun ini bisa dikurangi.

Seperti yang kita ketahui, sabun merupakan suatu sediaan yang kini

menjadi kebutuhan pokok manusia sebagai pembersih yang selalu

digunakan pada kehidupan sehari-hari. Sabun dibuat dalam dua jenis yaitu

sabun batang dan sabun cair. Sabun batang dari tanah sebagai alternatif

untuk menyucikan diri dari najis mughalladzah sudah pernah

diformulasikan oleh Anggraeni (2014) dan Mauliana (2016). Untuk lebih

memudahkan dalam membersihkan diri dari najis tersebut, akan dibuat

inovasi baru yaitu sabun dalam bentuk cair. Pada masa kini, sabun cair telah

banyak digunakan. Alasan masyarakat memilih sabun cair karena lebih

terjamin higenisitasnya. Sabun cair biasanya dikemas dalam botol, maka

tiap orang yang akan menggunakan tidak secara langsung memegang sabun

seperti pada sabun batang yang secara bergantian bisa disentuh secara

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

langsung oleh pemakainya. Selain itu sabun cair mudah digunakan

dengan cara dituang ke tangan, mudah dibawa kemana-mana, mudah

disimpan, tidak mudah rusak atau kotor, dan penampilan kemasan yang

eksklusif dalam berbagai bentuk dan desain (Soebagio et al.., 1998).

Dengan adanya sabun cair tanah diharapkan dapat menawarkan kepraktisan

bagi masyarakat dalam menyucikan najis mughalladzah dengan tetap

berpedoman terhadap syari’at Islam, karena seiring dengan perkembangan

jaman dan teknologi, penggunaan tanah/debu secara langsung

(kontemporer) untuk proses penyucian najis mughalladzah dirasa kurang

praktis bagi kehidupan modern.

Pada penelitian sabun cair tanah sebelumnya yang dilakukan oleh

Susilowati (2015) yaitu melakukan optimasi formula sabun cair bentonit

dengan basis kombinasi minyak kelapa (coconut oil) dan minyak kelapa

sawit (palm oil) sebagai agen saponifikasi didapatkan data bahwa formula

yang dibuat belum memenuhi standar SNI. Selain itu stabilitas fisik sabun

cair terutama respon busa menurun karena kombinasi kedua jenis minyak

tersebut.

Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Angkatavanich, et al.

(2009) yang membandingkan empat jenis tanah yaitu kaolin, bentonit,

veegum, dan marl pada sediaan clay liquid detergent untuk aplikasi cuci

tangan dan cuci piring menunjukkan hasil yang beragam pada pengujian

stabilitias fisiknya. Pada sediaan yang menggunakan tanah kaolin memiliki

penampilan organoleptis paling baik dan memiliki viskositas lebih rendah

daripada jenis tanah lainnya. Pada parameter pH dan tegangan permukaan,

semua jenis tanah menghasilkan sediaan sesuai yang dipersyaratkan, namun

pH pada sediaan yang mengandung tanah kaolin cenderung lebih asam

dibandingkan tanah lainnya. Hal ini dapat di atasi dengan penggunaan

larutan pendapar agar pH sediaan nantinya dapat diterima kulit. Lalu, pada

parameter daya busa maupun stabilitas busa keempat formula juga tidak

memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik (P>0,05), namun

sediaan yang mengandung bentonit memiliki kemampuan daya busa lebih

tinggi dari jenis tanah yang lain. Meskipun demikian, dari keempat sediaan

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

masih memiliki viskositas yang tergolong tinggi yang dapat mempengaruhi

penerimaan konsumen terhadap produk. Pada pengembangan sediaan

selanjutnya diharapkan sediaan dapat diturunkan viskositasnya karena pada

penyimpanan sampai 90 hari terjadi kenaikan nilai viskositas pada semua

sediaan.

Tidak semua jenis tanah dapat diformulasikan dalam pembuatan sabun

cair. Tanah yang digunakan untuk pembuatan produk farmasi seperti sabun

cair sebaiknya memenuhi spesifikasi pharmaceutical grade untuk

mendapatkan formula yang optimal. Dalam penelitian ini, digunakan

bentonit dan kaolin sebagai tanah yang suci. Karena tanah veegum dan marl

memiliki harga yang lebih mahal daripada tanah kaolin dan bentonit

sehingga sediaan menjadi tidak ekonomis.

Menurut Gunister, et al., (2004) dalam Mauliana (2016) bentonit

merupakan sejenis tanah lempung yang biasanya dijadikan sebagai

adsorben. Bentonit merupakan sejenis tanah karena mempunyai komposisi

utama mineral lempung, sekitar 80% terdiri atas monmorilonit. Dalam

sediaan farmasi bentonit sering diaplikasikan sebagai suspending dan

stabilizing agent (Rowe et al., 2009). Sementara itu menurut Puziah et al.

(2013) dalam Mauliana (2016) kaolin merupakan jenis clay dengan ukuran

partikel paling baik, sehingga dalam penggunaanya akan memiliki luas

permukaan aktif yang besar. Sifat tanah yang berbeda tentu saja akan

menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda. Tekstur tanah ditentukan

oleh komponen pembentuk tanah yaitu pasir, lanau, dan lempung. Tanah

lempung seperti kaolin dan bentonit memiliki tekstur yang halus dan

berukuran koloidal sehingga jika diformulasi akan memberikan tekstur,

homogenitas dan stabilitas yang lebih baik.

Selain sebagai penyuci najis tanah kaolin dan bentonit sering

dimanfaatkan dalam dunia kosmetik terutama untuk tujuan skin care seperti

exfoliating, membersihkan kulit mati, eliminasi toksin, mencegah radikal

bebas, bahkan bentonit dapat digunakan sebagai penyembuh luka sehingga

dapat meningkatkan minat konsumen terhadap produk sabun tanah.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam penelitian ini formulasi sabun cair tanah dilakukan dengan

menggunakan basis surfaktan atau deterjen berupa sodium lauril eter sulfat

(SLES). Menurut Nix (2000) meskipun sabun hasil saponifikasi minyak dan

alkali dianggap lebih alami, ia memiliki kekurangan di antaranya yakni pH

yang relatif tinggi, sifat daya bersihnya kurang efektif, dan membentuk

gumpalan ketika digunakan dengan air sadah yang disebabkan oleh

kandungan kalsium yang relatif tinggi pada air sadah.

Pada tahap awal akan dilakukan optimasi formula sabun cair tanah

dengan memvariasikan komposisi kaolin dan bentonit sebagai tanah suci.

Pada tahap selanjutnya akan dilakukan evaluasi fisik yang didukung oleh

data statistik untuk menentukan formula terbaik. Dari hasil pemilihan

formula terbaik akan dilakukan pengujian untuk menentukan kualitas sabun

cair dalam proses pembersihan dan melakukan uji aktivitas antibakteri

terhadap sampel bakteri gram positif dan gram negatif yang biasanya

terdapat dalam air liur anjing.

1.2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik fisik yang dihasilkan oleh sabun cair dengan

variasi tanah kaolin dan bentonit?

2. Manakah dari variasi tanah tersebut yang memberikan karakteristik

sabun cair paling baik?

3. Apakah sabun cair tanah yang dipilih memiliki aktivitas antimikroba

terhadap sampel bakteri gram positif dan gram negatif yang biasanya

terdapat dalam air liur anjing?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan sabun cair kaolin

dan bentonit sebagai penyuci najis.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui bagaimana bagaimana karakteristik fisik yang

dihasilkan oleh sabun cair dengan variasi tanah kaolin dan

bentonit.

2. Mengetahui manakah dari variasi tanah kaolin dan bentonit

yang memberikan karakteristik sabun cair paling baik.

3. Mengetahui apakah formula sabun cair tanah yang dipilih

memiliki aktivitas antimikroba terhadap sampel bakteri gram

positif dan gram negatif yang terdapat dalam air liur anjing.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

kepada masyarakat dalam hal mempermudah bersuci dari najis

mughalladzah secara praktis dan aman serta dapat memberikan

peluang bagi produsen produk halal dalam mengembangkan

formula sabun tanah penyuci najis mughalladzah yang nantinya

diharapkan bisa diproduksi dalam skala yang lebih besar agar bisa

dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat luas.

1.4.2. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian ini dapat meningkatkan peran UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dalam pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya bidang teknologi farmasi yaitu dapat memberi informasi

mengenai formula sabun penyuci najis mughalladzah yang

ekonomis namun tetap memberikan sifat fisika kimia sabun yang

baik.

1.4.3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keilmuan dan

pengetahuan peneliti mengenai sediaan sabun.

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Thaharah

Thaharah secara bahasa berarti nuzhafah yang berarti kebersihan

atau bersih dari kotoran. Menurut istilah, thaharah adalah menghilangkan

hal-hal yang dapat menghalangi kotoran berupa hadas atau najis dengan

menggunakan air, debu maupun tanah (Sumaji, 2008). Thaharah dapat

dilakukan dengan dua cara, yang pertama yaitu menggunakan air. Yang

kedua dengan menggunakan debu yang suci. Hal ini dilakukan sebagai

ganti apabila tidak tersedia air atau takut karena bahaya yang ditimbulkan

apabila menggunakan air (Al-Qahthani, 2006).

2.2 Najis dan Cara Menyucikannya

Najis menurut bahasa bermakna sesuatu yang kotor. Menurut

hukum syariah, najis berarti kotoran yang bagi setiap muslim wajib

menyucikan diri darinya dan menyucikan dari apa yang dikenainya. Di

antara syarat sah ibadah adalah badan, pakaian dan tempat beribadah harus

suci dari najis. Membersihkan atau menyucikan badan, pakaian dan tempat

ibadah termasuk dalam pembahasan thaharah. Oleh karena itu,

membicarakan najis erat kaitannya dengan thaharah (Zurinal dan

Aminuddin, 2008).

Najis berdasarkan macam cara menghilangkannya dapat dibedakan

menjadi tiga macam, yaitu:

a) Najis Mukhaffafah ialah najis ringan seperti air kencing bayi laki- laki

yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali

air susu ibunya. Cara menyucikan benda yang terkena najis

mukhaffafah ialah cukup dengan memercikkan air pada tempat yang

terkena najis itu, tidak perlu dibasahi secara menyeluruh (Zurinal dan

Aminuddin, 2008).

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Najis Mutawasithah adalah najis sedang. Adapun yang termasuk ke

dalam najis tersebut adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan

dubur manusia seperti air kencing (yang dimaksud adalah air kencing

bukan najis mukhaffafah sebagaimana di atas) (Sumaji, 2008), tahi,

darah haid, dan nifas. Cara membersihkan najis ini harus dicuci

sehingga hilang rasa, bekas, dan baunya (Al-Mahfani, 2008).

c) Najis Mughalladzah (tebal, berat) ialah najis yang berasal dari anjing

atau babi dan turunannya baik kotorannya, air liurnya, dan lain- lain.

Jika suatu benda terkena najis dari kedua binatang tersebut maka cara

menyucikannya yaitu wajib dibasuh 7 kali dan salah satu di antaranya

dengan air yang bercampur tanah (Zurinal dan Aminudin, 2008). Hal

ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

ا عن أبى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم طهور ان

ات أول هن بالترابأحدكم اذا ولغ في سبع مر ه الكلب ان يغسله

Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bersabda Rasulullah SAW: "Suci

bejana salah seorang di antara kamu bila dijilat anjing, hendaklah

mencucinya tujuh kali, permulaannya hendaklah dicampur dengan

tanah/debu.” (H.R Muslim).

Menurut mazhab Imam Syafi’i, Hambali dan Hanafi menyebutkan

bahwa anjing adalah najis, namun dari ketiga mazhab tersebut memiliki

perbedaan dalam cara menyucikan najis. Adapun Imam Syafi’i dan Imam

Hambali menyebutkan bahwa bejana yang dijilat anjing harus dibasuh

tujuh kali, satu kali di antaranya dengan tanah (Mughniyah, 2015),

sedangkan Imam Hanafi menyebutkan bahwa bekas jilatan anjing dapat

disucikan sebagaimana mencuci najis lainnya yaitu cukup dibasuh satu

kali hingga diyakini najisnya sudah hilang. Namun, jika diduga bahwa

najisnya belum hilang, maka bekas jilatan tersebut harus dibasuh lagi

hingga diyakini telah bersih, walaupun harus dibasuh dua puluh kali (Ad-

Dimasyqi, 2001). Imam Maliki berpendapat lain bahwa anjing adalah suci

(Ad-Dimasyqi, 2001), namun bejana bekas jilatan anjing dibasuh sebanyak

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tujuh kali bukanlah karena najis melainkan karena ta’abbud (beribadah)

(Mughniyah, 2015). Menurut empat mazhab (Syafi’i, Hambali, Hanafi,

dan Maliki) dalam buku Fiqh Lima Mazhab (2015), disebutkan bahwa

babi hukumnya sama seperti anjing yaitu najis dan cara menyucikannya

dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, satu di antaranya dengan tanah

(Mughniyah, 2015).

2.3 Sabun

2.3.1 Definisi Sabun

Sabun merupakan materi pembersih yang digunakan

dengan air untuk membersihkan dan menghilangkan kotoran

(Edoga, 2009). Sabun mandi adalah senyawa natrium dan kalium

dengan asam lemak dari minyak nabati dan atau lemak hewani

berbentuk padat, lunak, atau cair, dan berbusa digunakan sebagai

pembersih dengan menambahkan zat pewangi dan bahan lainnya

yang tidak membahayakan kesehatan. Sabun merupakan garam

alkali karboksilat (RCOONa), dimana gugus R bersifat hidrofobik

karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik yakni

bersifat polar (Idrus, Ahmad., Kun Harismah, Agus Sriyanto,

2013).

Gambar 2.1 Pembentukan lapisan tipis di atas permukaan air Sumber : [Purnamawati, 2006]

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Molekul sabun memiliki rantai hidrokarbon panjang dengan

gugus asam karboksilat pada salah satu ujungnya, yang memiliki

ikatan ionik dengan ion logam biasanya natrium atau kalium.

Dimana, ujung hidrokarbon bersifat nonpolar yang sangat larut

pada substansi nonpolar dan ujung ionnya larut dalam air (Mishra,

2013). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai

karbon C12 hingga C16, bersifat ampifilik yakni memiliki sifat

hidrofobik (nonpolar) pada bagian ekornya yang dapat menarik

kotoran dan lemak, serta sifat hidrofilik (polar) pada bagian kepala

yang nantinya akan menarik kotoran yang larut dalam air (Nurhadi,

2012).

Sabun yang dibuat pada penelitian ini merupakan sabun

berbasis surfaktan yang memiliki wujud cairan kental. Sediaan ini

mengandung suat campuran yang mengandung surfaktan dan bahan

tambahan lainnya yang digunakan bersama dengan air untuk

mencuci dan membersihkan kotoran.

2.3.2 Mekanisme Kerja Sabun

Kemampuan sabun dalam membersihkan kotoran

disebabkan sabun memiliki kemampuan untuk mengemulsi atau

mendispersi bahan yang tidak larut dalam air. Kemampuan ini

dapat terlihat dari struktur molekul sabun. Ketika sabun

ditambahkan dengan air yang mengandung minyak atau bahan

yang tidak larut dalam air, molekul sabun akan mengelilingi

droplet minyak (Mishra, 2013).

Gambar 2.2 Monomer surfaktan yang membentuk misel. Sumber : [Yagui, CO Rangel,. Pessoa Jr A., Tavares LC, 2005]

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai

ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak)

yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga

dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.

Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan bagian polar

akan larut dalam air, sehingga menyebabkan sabun memiliki daya

pembersih. Ketika mandi dengan menggunakan sabun, gugus

nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan bagian

polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan

tegangan permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air

akan mudah menarik kotoran dari kulit. Sabun cair mampu

mengemulsikan air dan minyak serta efektif untuk mengangkat

kotoran yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air

maupun larut lemak (Susilowati, 2015).

2.3.3 Fungsi Sabun

Fungsi utama dari penggunaan sabun adalah untuk

membantu menghilangkan kotoran dan kuman dari permukaan dan

pori-pori kulit.

2.3.4 Jenis Sabun

Sabun umumnya dikenal dalam dua wujud, yakni sabun

cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini

adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun.

Sabun padat menggunakan natrium hidroksida, sedangkan sabun

cair menggunakan kalium hidroksida sebagai alkali (Syafruddin

dan Kurniasih, 2013).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.1 Syarat Mutu Sabun Mandi Cair

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Jenis S Jenis D

Keadaan :

- Bentuk

- Bau

- Warna

Cairan

Homogen

Khas

Cairan

Homogen

Khas

pH 25oC 8-11 6-8

Viskositas cP 500-20.000 500-20.000

Bobot jenis, 25oC g/cm3 1,01-1,10 1,01-1,10

Cemaran mikroba Koloni/g Maks. 1x105 Maks. 1x105

Keterangan:

Jenis S : sabun mandi cair dengan bahan dasar sabun

Jenis D : sabun mandi cair dengan bahan dasar detergen

Sumber : [SNI 06-4085-1996]

Sabun yang beredar di pasaran saat ini tidak hanya dibuat

melalui proses saponifikasi, pada akhir tahun 1940-an sudah mulai

dikembangkan pembuatan sabun melalui proses sintetis. Sabun

yang dibuat secara sintetis dianggap sebagai alterrnatif yang lembut

daripada sabun yang dibuat melalui proses saponifikasi. Sabun

sintetis juga banyak digunakan dalam industri toiletries karena

bahan ini lebih praktis dan ekonomis (Nix, 2000).

Meskipun sabun hasil saponifikasi dianggap lebih alami, ia

memiliki kekurangan di antaranya yakni pH yang relatif tinggi,

sifat daya bersihnya yang kurang efektif, dan membentuk

gumpalan ketika digunakan dengan air sadah (Nix, 2000). Menurut

Hopkins (1979) dalam Fakhrunnisa (2016) sabun yang dibuat

dengan proses saponifikasi dapat bekerja dengan baik pada soft

water (bukan air sadah), tetapi dalam hard water (air sadah) yang

mengandung jumlah kalsium relatif tinggi, sabun dan kalsium

bereaksi membentuk gumpalan yang disebut soap scum, sementara

sabun sintetis mampu bekerja lebih efektif baik dalam soft maupun

hard water tanpa disertai adanya pembentukan soap scum.

Permintaan konsumen terhadap sabun cair cenderung

meningkat dibandingkan dengan sabun batang. Menurut

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Watkinson (2000) dalam susilowati (2015) perbandingan pasar

sabun cair : sabun padat adalah 60 : 40 pada Juli 2000, hal ini

mengalami peningkatan dibanding pada tahun 1994 yang hanya 20

: 80. Menurunnya permintaan terhadap sabun batang dikarenakan

persepsi konsumen bahwa sabun cair lebih higenis, lebih praktis

serta ekonomis. Sabun cair memiliki manfaat yang kurang lebih

sama dengan sabun batang, hanya bentuk fisiknya yang berbeda,

namun cara mengaplikasikannya hampir sama yaitu dengan cara

menambahkan sedikit air pada sabun agar dapat merata ke sasaran

yang dibersihkan dan dapat menghasilkan buih yang maksimal

(Susilowati, 2015).

2.3.5 Formula Sabun

Secara garis besar, bahan-bahan penyusun sabun terdiri dari

dua bagian yakni bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar

terdiri dari pelarut atau tempat dasar bahan lain sehingga umumnya

menempati volume yang lebih besar dari bahan lainnya. Bahan

dasar memiliki fungsi utama untuk membersihkan dan menurunkan

tegangan permukaan air (Wasitaatmadja, 2007). Bahan tambahan

merupakan bahan-bahan yang sengaja ditambahkan dalam formula

dengan tujuan memberikan efek-efek tertentu yang diinginkan

konsumen seperti melembutkan kulit, aseptis, harum, dan lain

sebagainya Suryani, A., E. Hambali & Rivai, M., (2002). Suatu

sediaan sabun cair dapat diformulasikan dengan bahan-bahan

berikut:

1. Surfaktan primer yakni memiliki fungsi utama sebagai

detergensia dan pembusaan. Secara umum surfaktan anionik

digunakan karena memiliki sifat pembusaan yang baik, selain

itu dapat pula digunakan surfaktan kationik, namun surfaktan

ini memiliki sifat mengiritasi khususnya pada mata, sehingga

perlu adanya kombinasi dengan surfaktan nonionik atau

amfoter (Rieger, 2000)

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Surfaktan sekunder yaitu suatu bahan yang digunakan untuk

memperbaiki fungsi dari surfaktan primer dalam hal

detergensia dan pembusaan. Biasanya digunakan surfaktan

nonionik karena mampu menghasilkan busa yang lebih banyak

dan mampu menstabilkan busa (Rieger, 2000)

3. Bahan aditif yakni bahan-bahan tambahan yang dapat

menunjang formula dan memberikan karakteristik tertentu

pada sediaan (Rieger, 2000). Bahan-bahan aditif ini biasanya

adalah:

a. Pengatur viskositas adalah bahan yang digunakan untuk

mengatur kekentalan sediaan. Menurut Buchmann (2001)

kekentalan sabun cair merupakan suatu aspek yang harus

diperhatikan karena terkait dengan preparasi, pengemasan,

penyimpanan, aplikasi, dan aktivitas penghantaran.

Sediaan sabun cair diharapkan tidak hanya mudah

digunakan, tetapi ia juga harus memiliki tampilan dan

kekentalan yang menarik minat konsumen untuk

menggunakan produk tersebut (Karsheva, M., Georgiva, S.,

dan Handjiva, S., 2007).

b. Humektan adalah bahan yang digunakan untuk

meningkatkan kandungan air pada lapisan atas kulit (Barel

et al.,, 2009). Berfungsi untuk memberikan kesan lembut di

kulit. Hal ini kaena konsumen tidak hanya menghendaki

sabun yang berfungsi sebagai pembersih saja. Humektan

yang paling sering digunakan adalah gliserin, karena ia

mampu memberikan kesan heavy dan tacky, yang biasanya

sering digunakan dengan kombinasi humektan lainnya

seperti sorbitol. Gliserin merupakan pilihan karena propilen

glikol dapat menurunkan viskositas larutan surfaktan dan

memicu adanya penekanan pada daya busa (Barel et al.,

2009).

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Agen pengkhelat merupakan bahan yang dapat mengkhelat

ion kalsium dan magnesium pada saat penggunaan dengan

air sadah. Chelator agent yang biasanya digunakan adalah

EDTA (Ghaim, J.B., and Volz., E.D., 2001)

d. Pengawet merupakan bahan yang digunakan untuk

menjaga sediaan tahan terhadap mikroba khususnya jamur,

sehingga memperpanjang waktu paruh produk.

e. Pengharum merupakan suatu bahan yang digunakan untuk

meningkatkan penerimaan konsumen. Pengharum yang

digunakan harus tidak mempengaruhi terhadap viskositas

dan stabilitas sediaan, sehingga harus benar-benar

diperhatikan kelarutan dan kompatibilitasnya (Rieger,

2000)

f. Pewarna merupakan zat yang digunakan untuk memberikan

warna yang menarik.

g. Antioksidan merupakan zat yang digunakan untuk

mencegah bau tengik, contoh butil hidroksi anisol (BHA)

dan butil hidroksi toluen (BHT), vitamin E.

2.3.6 Surfaktan

a. Definisi dan Karakteristik Surfaktan

Surfaktan (surface-active agent) merupakan suatu

senyawa dimana pada konsentrasi rendah mampu memiliki

sifat mengadsorbsi pada permukaan atau antarmuka dari suatu

sistem dan mampu menurunkan energi bebas permukaan

maupun energi bebas antarmuka. Istilah antarmuka

menunjukkan batas antara dua fase yang saling tidak

bercampur (immiscible), sedangkan permukaan menunjukkan

sebuah sistem dua fase, dimana salah satu fasenya berupa gas

biasanya udara (Rosen, 2004).

Energi bebas antarmuka adalah jumlah energi minimum

yang dibutuhkan untuk membuat sistem tetap dalam dua fase

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang tidak bercampur, sehingga terbentuk batas antarmuka di

antara dua fase tersebut. Tegangan permukaan adalah gaya per

satuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase cairan

yang tidak dapat bercampur (Sinko, 2011). Surfaktan

umumnya digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan,

tegangan antarmuka, oleh karena sifat surfaktan yang mampu

menurunkan tegangan permukaan, ia dapat dimanfaatkan

sebagai agen pengemulsi, pelarut, serta agen pembasah atau

wetting agent. Wetting agent adalah surfaktan yang bila

dilarutkan dalam air dapat menurunkan sudut kontak yang

sebelumnya ada, membantu pemindahan fase udara pada

permukaan, dan menggantikan fase tersebut dengan fase cair

(Sinko, 2011).

Molekul surfaktan memiliki bagian polar (hidrofilik)

yang larut dalam air dan bagian nonpolar (hidrofobik) yang

larut dalam minyak atau pelarut nonpolar. Bagian hidrofilik

molekul surfaktan dapat berupa gugus ionik bermuatan positif

atau negatif, atau gugus bersifat polar nonionik yang

bermuatan netral (Tang, M., Suendo, V., 2011). Surfaktan

memiliki struktur molekul khas, karena adanya gugus yang

memiliki tarikan sangat kecil terhadap pelarut, atau lebih

dikenal sebagai gugus liofobik (tidak suka dengan pelarutnya),

bersama-sama dengan gugus yang memiliki tarikan yang kuat

terhadap pelarut disebut gugus liofilik (suka dengan

pelarutnya), ini disebut dengan struktur amfifilik (Salager,

2002). Gugus liofob umumnya hidrokarbon yang terdiri dari 8-

22 atom C, sedangkan gugus hidrofiliknya terdiri dari gugus

karboksilat, sulfonat, sulfat, garam ammonium kuartener

(Supriyadi, 2008).

Apabila surfaktan terlarut dalam pelarut, adanya bagian

liofobik di bagian dalam pelarut tersebut menyebabkan

terjadinya distorsi struktur cairan pelarut tersebut, yakni

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menaikkan energi bebas dari sistem tersebut. Di dalam larutan

air surfaktan distorsi air disebabkan oleh bagian liofobik

(hidrofobik) surfaktan, dan menghasilkan kenaikan energi

bebas sistem. Hal tersebut berarti kerja yang dibutuhkan untuk

membawa molekul surfaktan ke permukaan lebih kecil

daripada kerja yang dibutuhkan untuk membawa molekul

surfaktan pada suatu sistem cairan cenderung terkonsentrasi

pada permukaan. Oleh sebab kerja yang diperlukan untuk

membawa molekul surfaktan ke permukaan lebih kecil, berarti

adanya surfaktan menurunkan kerja yang diperlukan untuk

membawa unit luas permukaan (energi bebas permukaan atau

tegangan permukaan). Adanya gugus liofilik (hidrofilik)

mencegah keluarnya surfaktan secara sempurna dari pelarut

sebagai fasa terpisah (Salager, 2002).

b. Jenis-jenis Surfaktan

Berdasarkan klasifikasinya, surfaktan dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yakni surfaktan yang larut

dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. Surfaktan

yang larut dalam minyak adalah senyawa organik yang

memiliki rantai panjang umumnya memiliki gugus polar yang

khas seperti –COOH, -OH, -CONH2, -NH2, -SO3H, -SH, dan

garam-garam dari gugus karboksilat dan sulfonat. Senyawa ini

umumnya tidak menurunkan tegangan permukaan cairan,

tetapi menurunkan tegangan antarmuka minyak-air. Surfaktan

yang larut dalam air adalah surfaktan anionik, nonionik, dan

kationik, serta amfoterik bergantung pada sifat dasar gugus

hidrofiliknya (Tang, M., Suendo, V., 2011).

Berdasarkan sifat muatannya, surfaktan diklasifikasikan

menjadi 4 jenis yakni:

a. Surfaktan anionik merupakan suatu surfaktan

dimana gugus polarnya mengandung muatan

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

negatif. Surfaktan anionik bersifat hidrofilik karena

adanya gugus sulfat atau sulfonat (Kristiyana,

2013). Contoh: C12H25C6H4SO3-Na+ (natrium alkil

benzena sulfonat), sodium lauril sulfonat, sodium

dodesil benzena sulfonat, sodium lauril eter sulfat,

ammonium lauril sulfat, sodium metil kokoil sulfat,

sodium lauril sarkosinat (Tang, M., Suendo, V.,

2011).

b. Surfaktan kationik adalah suatu surfaktan dimana

gugus polarnya mengandung muatan positif.

Surfaktan ini jarang diaplikasikan sebagai

pembersih karena tingkat iritasinya yang tinggi, ia

lebih sering digunakan sebagai pelembut kulit dan

conditioning agent pada rambut (Kristiyana, 2013).

Contoh: RNH3+Cl- (garam amina rantai panjang),

benzalkonium klorida (dimetilbenzilalkil

ammonium klorida), dan stearalkonium klorida.

Senyawa surfaktan kationik biasanya berasal dari

senyawa amina yang berantai primer, sekunder,

tersier, dan kuartener yang laut dalam pelarut semua

pH (Tang, M., Suendo, V., 2011).

c. Surfaktan nonionik atau netral adalah suatu

surfaktan dimana bagian aktif permukaannya

mengandung gugus nonionik. Memiliki daya

pembusaan yang rendah. Sifat hidrofiliknya

disebabkan adanya sejumlah eter oksigen atau

kelompok hidroksil (Kristiyana, 2013).

Contoh: RCOOCH2CHOHCH2OH (monogliserida

dari asam lemak rantai panjang),

RC6H4(OC2H4)XOH (polyoxyethylenated

alkylphenol), R(OC2H4)XOH (polyoxyethylenated

alcohol) (Rosen, 2004).

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Surfaktan amfoterik adalah suatu surfaktan yang

mengandung muatan negatif dan positif pada

bagian aktif permukaannya. Surfaktan ini mampu

membentuk senyawa kompleks dengan surfaktan

anionik, dimana senyawa-senyawa kompleks ini

bersifat lebih ringan dibandingkan surfaktan-

surfaktan tunggalnya (Kristiyana, 2013). Contoh:

RN+(CH3)2CH2SO3- (sulfobetain),

RN+H2CH2COO- (asam amino rantai panjang)

(Rosen, 2004).

2.3.7 Suspensi

Menurut Priyambodo (2007) dalam Suena (2015),

berdasarkan bentuk sediaannya, obat dapat digolongkan menjadi

tiga macam, yaitu bentuk sediaan padat/solida, bentuk sediaan

semipadat/semisolida, dan bentuk sediaan cair/liquida. Contoh dari

bentuk sediaan padat/solida adalah tablet dan kapsul, sedangkan

contoh dari bentuk sediaan semipadat/semisolida adalah salep,

krim, jel, dan pasta. Contoh dari bentuk sediaan cair/liquida adalah

larutan, suspensi, dan emulsi.

Suspensi merupakan salah satu contoh sediaan obat yang

berbentuk cair terdiri atas bahan padat tidak larut namun dapat

tersebar merata ke dalam pembawanya. Zat yang terdispersi harus

halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila dikocok perlahan–

lahan, endapan harus terdispersi kembali.Beberapa ditambahkan

zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan

suspensi harus menjamin sediaan mudah dikocok dan dituang.

Bentuk sediaan suspensi diformulasikan karena beberapa zat

aktif suatu produk mempunyai kelarutan yang praktis tidak larut

dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk cair agar mudah

digunakan oleh konsumen. Alasan lain adalah karena air

merupakan pelarut yang paling aman bagi manusia. Untuk itu air

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

digunakan sebagai medium pembawa pada sebagian besar sediaan

suspensi.Walaupun zat aktif memiliki kelarutan buruk dalam air,

zat aktif tetap dapat dibuat ke dalam bentuk sediaan cair/liquida

dengan adanya bantuan suspending agent.

Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan

suatu bentuk sediaan suspensi. Salah satunya adalah pemilihan

suspending agent. Menurut Chaerunisaa et al., (2009) dalam Suena

(2015), suspending agent dibagi menjadi beberapa golongan.

Golongan pertama adalah polisakarida yang terdiri dari gom akasia

(gom arab)/PGA, tragakan, na-alginat (sodium alginat), starch

(amilum), karagen (chondrus extract), xanthan gum

(polysaccharide b-1449/ corn sugar gum), serta guar gum (guar

flour). Golongan kedua adalah turunan selulosa, contohnya

metilselulosa, CMC-Na (karboksimetil selulosa), avicel, dan

hidroksi etil selulosa. Golongan ketiga adalah clay misalnya

bentonit, aluminium-magnesium silikat (veegum), dan hectocrite

(salah satu senyawa mineral berbentuk tanah liat). Golongan

keempat adalah polimer sintetik contohnya golongan carbomer.

2.3.8 Agen Pensuspensi

1. Definisi

Agen pensuspensi merupakan bahan tambahan yang penting

dalam pembuatan suspensi. Agen pensuspensi digunakan untuk

meningkatkan viskositas, mencegah penurunan partikel dan

mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak. Pemilihan

Agen pensuspensi harus tepat, tunggal atau kombinasi dan pada

konsentrasi yang tepat pula (Ansel, 1989).

Agen pensuspensi bekerja dengan meningkatkan

kekentalan. Sehingga sebaiknya penambahan agen pensuspensi

perlu diatur. Kekentalan yang berlebih menyebabkan suspensi sulit

terkonstitusi dengan pengocokan, dan sulitnya untuk dituang.

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suspensi yang baik memiliki viskositas yang sedang serta tidak

mengandung bahan bergumpal (Ansel, 1989).

Agen pensuspensi dibagi dalam beberapa kelas yaitu derivat

selulosa, polisakarida, tanah liat (clay). Tidak semua Agen

pensuspensi cocok digunakan, tidak semua agen pensuspensi

diberikan tunggal adapula yang harus diberikan dalam kombinasi

(Ansel, 1989).

2. Faktor pemilihan agen pensuspensi adalah sebagai berikut :

a) Bentuk sediaan (oral atau topikal)

b) Komposisi kimia

c) Stabilitas pembawa

d) Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent

3. Macam Aaen pensuspensi (Rowe, et al., 2009)

a) Golongan polisakarida

1. Gom Akasia = Gom Arab

Bahan alam yang diperoleh dari eksudat getah

tanaman akasia. Karena sifatnya mudah terkontaminasi

sehingga perlu sterilisasi dalam pembuatannya. Akasia

merupakan bahan pensuspensi yang mengandung enzim

pengoksidasi sehingga kurang cocok jika digunakan untuk

zat lain yang mudah teroksidasi.

Biasanya digunakan dalam bentuk mucilago 35%.

Memiliki pH 5-9. Mudah larut dalam 2,7 bagian air

menhasilkan larutan kental dan tembus cahaya, larut dalam

20 bagian propilenglikol dan 20 bagian gliserin.

2. Tragakan

Merupakan ekstrak kering dari tanaman semak

Astragalus. Tragakan dapat menghasilkan tiksotropi dan

pseudoplastik sebagai agen pengental yang lebih baik dari

golongan akasia dan dapat digunakan untuk sediaan oral.

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Secara umum penggunaannya lebih sulit dari akasia.

Digunakan dalam bentuk mucilago konsentrasi 6%. Stabil

pada pH 4 – 7,5 dan perlu hidrasi sempurna selama

beberapa hari setelah didispersikan dalam air.

3. Alginat

Alginat cocok digunakan untuk penggunaan

internal. Kegunaan utama adalah sebagai zat pengental.

Merupakan polimer dari d-mannuronic acid yang lebih

mirip tragakan dibandingkan akasia. Alginat biasanya

digunakan dalam bentuk mucilago 3-6%, tidak boleh

dipanaskan di atas suhu 60oC karena akan mengalami

depolimerisasi sehingga mengakibatkan penurunan

viskositas.

Na alginta larut dalam 20 bagian air. Praktis tidak

larut dalam alkohol, kloroform, eter dan larutan dengan

kadar alkohol lebih dari 30%. Tidak larut dalam larutan

asam dengan pH kurang dari 4. Viskositas maksimum

dicapai pada pH 5 – 9.

Na alginat memiliki berbagai kekuatan viskositas

ketika dilarutkan dalam air. Pada suhu 20oC dengan

konsentrasi alginat 1% memiliki viskositas 200-400 cps.

Viskositas maksimum dicapai pada pH 7. Viskositas dapat

meningkat dengan penambahan 0,3% Ca Sitrat. Tetapi

pada penambahan yang berlebih dapat meningkatkan

penggaraman pada alginat. Penggaraman juga terjadi

dengan penambahan NaCl dengan konsentrasi lebih dari

4%.

Golongan polisakarida lainnya adalah Starch

(Amilum), Chondrus, Xanthan Gum, Guar Gum.

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Golongan Selulosa

1. Metilselulosa

Merupakan polimer selulosa dengan rantai panjang

kira-kira memiliki 2 gugus hidroksi pada setiap unit

heksosa yang termetilisasi. Dalam pasaran memiliki variasi

bahan yang berbeda pada substitusi dan rantai selulosanya.

Metilselulosa merupakan semisintesis polisakarida yang

mudah larut dalam air dingin dibandingkan air panas.

Ada 4 tipe metil selulosa yang umum yaitu MC 20

BPC, 2500 BPC, 425 BPC dan 4500 BPC. Nomor tersebut

menunjukkan perkiraan kekentalan dalam senti stokes tiap

2% mucilago. Dipasaran dikenal dengan nama metosel.

Ada 2 jenis metosel yaitu MC dan HG.

Metilselulosa larut dalam air dingin tetapi tidak

larut dalam air panas, tidak larut eter, alkohol, kloroform.

Metilselulosa digunakan dalam farmaterapi sebagai

pensuspensi, pembasah dan emulgator, sedangkan sebagai

terapeutik dapat digunakan sebagai laksatif.

2. Hidroksietilselulosa

Disukai karena dapat larut dalam air dingin

maupun air panas, dan tidak akan menjadi gel pada

pemanasan. Memiliki aktivitas permukaan rendah,

berinteraksi netral serta menunjukkan koagulasi bolak-

balik.

3. Natrium karboksimetilselulosa (Na CMC)

Larut dalam air dingin dan panas pada

perendaman, akan menghasilkan larutan jernih. Lebih

sensitif terhadap pH dibandingkan metilselulosa.

Digunakan pada konsentrasi 0,5 - 1%. Viskositas Na CMC

menurun drastis pada pH <5 atau >10.

Na CMC digunakan sebagai agen pensuspensi

dalam sediaan cari baik parenteral, oral maupun eksternal.

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat digunakan sebagai penstabil emulsi dan melarutkan

endapan dari resin-resin tincture. Golongan selulosa

lainnya Avicel.

c) Golongan Clay (Tanah liat)

1. Bentonit

Sumber dari alam. Praktis tidak larut dalam air atau

larutan dalam air, tetapi mengembang menjadi massa yang

homogen. Penggunaan untuk sediaan topikal 2-3%, contoh

calamin lotion.

Bentonit akan menyerap air membentuk gel sesuai

konsentrasinya. Bentuk gel cocok untuk agen pensuspensi.

Penggunaan ini mempunyai pH 9. Bentuk gel akan

berkurang dengan adanya asam dan akan meningkat

dengan adanya basa. Bentonit juga dapat digunakan untuk

penjernihan air keruh. Konsentrasi bentonit 2% sudah

cukup. Sebagai basis yang lain 10-20% bentonit dan 10%

gliserin.

2. Veegum

Merupakan gabungan dari magnesium dan

alumunium silikat. Digunakan untuk sediaan topikal

dengan konsentrasi kurang lebih 5%. Dan sebagai

pengental 0,25-2%. Stabil pada pH 3,5-11 dengan

menghasilkan aliran tiksotropik. Golongan tanah liat

lainnya Hectorit.

2.3.9 Komponen Pembentuk Sabun Cair

a. Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES)

Sodium lauryl ether sulfate atau sodium laureth sulfate

atau sodium 2-(2-dodecyloxyethoxy)ethyl sulphate adalah

salah satu contoh surfaktan anionik yang telah digunakan

secara luas sebagai surfaktan primer pada produk kosmetik.

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sodium laureth sulfate juga merupakan detergen atau agen

pembersih yang baik, agen pengemulsi, agen pembasah, dan

agen pembusa yang baik dan murah (Tania, 2012). Merupakan

surfaktan anionik yang paling banyak digunakan untuk

kosmetika atau produk-produk perawatan diri. SLES mudah

mengental dengan garam dan menunjukkan kelarutan dalam

air yang baik. Kesesuain SLES terhadap kulit dan mata dapat

diterima pada kebanyakan aplikasi dan bisa ditingkatkan

melalui kombinasi dengan surfaktan sekunder yang tidak

terlalu kuat. Di Eropa, lauril eter sulfat (apalagi bentuk garam

sodium) paling biasa digunakan sebagai surfaktan primer dan

lauril sulfat menduduki peringkat kedua. Sodium lauril sulfat

(SLS) lebih mudah menyebabkan iritasi dari pada lauril eter

sulfat (SLES). SLS lebih baik sifat deterjensinya dari pada

SLES, sedangkan untuk kelarutan dan pembentukan busa,

SLES lebih baik dari pada SLS. Pencampuran dengan

surfaktan lain dapat mengoptimalkan sifatnya dan unsur lain

dapat digunakan untuk memodifikasi sifatnya (Desmia, 2010

dalam Fakhrun Fakhrunnisa, 2016).

Sodium laureth sulfate memiliki bentuk pasta yang

berwarna transparan hingga kekuningan, umumnya memiliki

rumus molekul C12H25O(C2H4O)2SO3Na atau C16H33NaO6S

dan memiliki berat molekul 376,48439 [g/mol] (Tania, 2010).

Rentang SLES yang digunakan dalam pembuatan sabun tanah

penyuci najis menurut Dahlan (2010) adalah 12-70%.

Gambar 2.3 Struktur sodium lauryl ether sulfate Sumber : [Tania, 2010]

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Kokoamidopropil Betain

Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amino

([R1R2R3]N+CH2COOH), yang diklasifikasikan sebagai

kationik karena menunjukkan muatan positif permanen.

Kokamidopropil disebut juga dengan surfaktan amfoterik.

Muatan positif dari betain berasal dari nitrogen kuartener

sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat (betaine),

sulfat (sulfobetaine atau sultaine), atau fosfat (phospho betaine

atau phostaine) (Barel et al., 2006). Betain adalah surfaktan

dengan sifat pembusa, pembasah dan pengemulsi yang baik,

khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik. Betain

memiliki efek iritasi yang rendah pada mata dan kulit, bahkan

dengan adanya betain dapat menurunkan efek iritasi surfaktan

anionik (Barel et al., 2009). Rentang penggunaan

kokoamidipropil betain sebagai co-surfaktan menurut Dahlan

(2010) adalah 0,25-15%.

Gambar 2.4 Struktur kokoamidopropil betain Sumber : [Lie et al., 2013]

c. Cocamide Dietanolamin

Merupakan dietanolamida yang terbuat dari minyak

kelapa. Coco DEA dibuat dengan mereaksikan dietanolamina

dengan asam lemak. Dietanolamin dibuat dengan mereaksikan

etilen oksida dan amonia (Rowe et al, 2009). Dalam suatu

sediaan kosmetika, DEA berfungsi sebagai surfaktan,

pengental, agen pengemulsi dan zat penstabil busa.

Dietanolamida merupakan zat penstabil busa yang efektif.

DEA tidak pedih dimata, mampu meningkatkan tekstur kasar

busa serta dapat mencegah proses penghilangan minyak secara

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berlebihan pada kulit dan rambut (Suryani et al., 2002). Bahan

ini memiliki kekurangan yaitu akan berbahaya apabila

digunakan dengan jumlah yang banyak. Penggunaan yang

lebih dari 4% dapat menyebabkan iritasi pada kulit (Rowe et

al, 2009). Cocomide DEA dapat memecah dan membuat

nitrosamin karsinogenik. Rentang Cocoamid DEA yang

digunakan dalam pembuatan sabun antinajis menurut Dahlan

(2010) sekitar 0,5-8%.

Gambar 2.5 Struktur cocamid DEA Sumber : [Kristiyana, 2013]

d. Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida merupakan kristal tidak berbau, tidak

berwarna, atau merupakan serbuk kristal putih. 1 bagian NaCl

dapat larut dalam 3 bagian air, dan 10 bagian gliserol (Rowe et

al., 2009). Dalam kosmetik, NaCl biasanya digunakan sebagai

elektrolit dan viscosity modifier yang baik jika digunakan

bersamaan dengan surfaktan seperti SLES, cocoamidopropil

betain, dan cocamide DEA sehingga dapat menghasilkan

viskositas yang optimal (Dahlan, 2010). Selain itu,

peningkatan kadar NaCl dapat menurunkan volume

sedimentasi bentonit dalam sediaan suspensi. (S. Akhter, J.

Hwang, dan H. Lee, 2008). Konsentrasi yang digunakan untuk

pembuatan sabun cair adalah 0,2-5,0% (Dahlan, 2010)

e. HPMC

Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) sering dikenal

dengan nama Benecel MHPC; hypromellosum; Methocel;

Motetolose, MHPC, dan Tylose, Tylopur; memiliki bobot

molekul sekitar 10.000-1.500.000 (Rowe et al., 2009). HPMC

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sangat banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi, salah

satunya adalah sebagai agen pengental dan peningkat

viskositas. HPMC digunakan secara luas dalam sediaan oral,

optalmik, dan nasal. Ia juga digunakan sebagai agen

pensuspensi dan agen pengental pada formulasi topikal.

Dibandingkan dengan metilselulosa, HPMC menghasilkan

sediaan yang lebih jernih sehingga lebih sering

direkomendasikan untuk digunakan dibandingkan

metilselulosa. Konsentrasi HPMC sebagai agen pengental

untuk sediaan tetes mata dan larutan air mata buatan berkisar

0,45-1,0% b/b, sedangkan konsentrasi untuk sediaan cair oral

sebagai agen pensuspensi dan agen pengental berkisar antara

0,25-5,0% (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.6 Struktur hidroksipropil metilselulosa (HPMC) Sumber : [Rowe et al., 2009]

f. Gliserin

Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirop, tidak

berwarna, tidak berbau, manis diikuti rasa hangat dan

higroskopis. Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol

95% P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan

dalam minyak lemak (Departemen Kesehatan RI, 1979).

Gliserin merupakan humektan (menarik uap air dari udara ke

kulit) dan sering ditambahkan ke lotion dan produk perawatan

kulit untuk melembabkan. Nama kimia gliserin adalah propan-

1,2,3-triol, dengan rumus empiris C3H8O3 dan bobot molekul

92,09. Gliserin memiliki beberapa manfaat antara lain sebagai

pengawet, antimikroba, kosolven, emolien, humektan, pelarut,

pemanis, plasticizer, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kental, cairan higroskopis serta rasa yang manis. Sebagai

humektan dan emolien, gliserin digunakan dalam formulasi

sediaan topikal dan kosmetik. Konsentrasi sebagai emolien

kurang dari 30%. Sebaiknya, gliserin disimpan dalam wadah

kedap udara pada tempat dingin dan kering (Rowe et al.,

2009).

Gambar 2.7 Struktur gliserin Sumber : [Rowe et al., 2009]

g. BHT (Butil hidroksitoluen)

BHT berfungsi sebagai antioksidan dalam sabun agar

tidak terjadi perubahan fisik sabun cair karena pengaruh udara.

Berupa serbuk hablur padat, putih, bau khas dan lemah. BHT

praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan

hidroksida alkali dan dilute aqueous asam mineral; sangat larut

dalam aseton, benzena, etanol 95%, eter, metanol, toluen, fixed

oils dan minyak mineral. Digunakan sebagai antioksidan untuk

minyak dan lemak dengan konsentrasi 0,02% (Rowe et al.,

2009).

Gambar 2.8 Struktur BHT Sumber : [Rowe, et al., 2009]

h. Na EDTA

Disodium Edetat atau Na EDTA merupakan kristal

berwarna putih, tidak berbau dan sedikit memiliki rasa asam.

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Memiliki kelarutan 1:11 dengan air, sedikit larut dalam etanol

95%, dan praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Dalam

dunia farmasi, Na EDTA sering digunakan sebagai agen

pengkhelat untuk beberapa sediaan seperti mouthwashes,

sediaan mata, ataupun sediaan topikal dengan konsentrasi

0,005-0,1 %. (Rowe et al., 2009)

Gambar 2.9 Struktur Na EDTA Sumber : [Rowe et al., 2009]

i. NaOH

Natrium hidroksida memiliki berat molekul 40 serta

merupakan basa kuat yang larut dalam air dan etanol. NaOH

dapat berbentuk pelet, serpihan, batang, atau bentuk lain.

Selain itu juga memiliki warna yang putih dan bersifat

higroskopis. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap CO2

dan lembab. Fungsi NaOH dalam formula sabun cair tanah ini

adalah sebagai agen pendapar untuk mendapatkan pH yang

memenuhi persyaratan (Anonim, 1995 dan Rowe, et al., 2009).

j. Parfum

Parfum atau pewangi berfungsi sebagai penambah daya

tarik produk agar disukai oleh pelanggan. Banyak varian

pewangi yang ditawarkan, biasanya beraroma bunga dan buah.

Pewangi dipilih berdasarkan selera pembeli asalkan tidak

berbau ekstrim. Pewangi juga bisa berasal dari bahan alkohol,

kresol, piretrum dan sulfur (Levenspiel, 1972).

k. Akuades

Akuades adalah air murni yang diperoleh dengan cara

penyulingan. Air murni ini dapat diperoleh dengan cara

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau dengan

cara yang sesuai (Rowe, et al., 2009)

2.4 Kaolin

Kaolin adalah aluminium silikat hidrat alam yang telah dimurnikan

dengan pencucian dan telah dikeringkan, mengandung bahan pendispersi.

Kaolin berupa serbuk ringan, putih, bebas dari butiran kasar, tidak berbau,

tidak mempunyai rasa dan licin (Anonim, 1995). Kaolin mengandung

mineral kaolinit (Al2Si2O5(OH)4) sebagai bagian yang terbesar, sehingga

kaolin biasanya disebut sebagai lempung putih (Rowe et al., 2009).

Kaolin secara alami mengandung mineral yang digunakan dalam

formulasi oral dan topikal di bidang farmasi. Dalam pengobatan oral,

kaolin digunakan sebagai diluen dalam formulasi tablet dan kapsul, juga

biasa digunakan sebagai pembawa suspensi. Kaolin dapat berfungsi

sebagai adsorben, agen pensuspensi, diluen tablet dan kapsul (Rowe et al.,

2009).

Kaolin praktis tidak larut dalam dietil eter, etanol (95%), air,

pelarut organik lainnya, asam encer dingin, dan larutan alkali hidroksida.

Kaolin merupakan bahan atau material yang stabil dan tidak beracun dan

tidak toksik (Rowe et al., 2009). Kaolin terbentuk melalui proses

pelapukan atau alterasi hidrotermal mineral aluminosilikat. Untuk

pembentukan kaolin, maka pada proses pelapukan atau alterasi harus

bersih dari ion- ion seperti ion Na, K, Ca, Mg, dan Fe. Kaolin tidak dapat

menyerap air, sehingga tidak dapat mengembang ketika kontak dengan air

(Rowe et al., 2009).

Kaolin merupakan material nontoksik dan noniritan yang stabil,

namun sering kali kaolin mudah terkontaminasi oleh beberapa bakteri

seperti Bacillus anthracis, Clostridium tetani, dan Clostridium welchii.

Sehingga dalam penggunaannya sebaiknya dilakukan sterilisasi terlebih

dahulu menggunakan pemanasan dengan suhu lebih dari 160oC selama

kurang dari satu jam (Rowe et al., 2009).

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5 Bentonit

Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang mengandung

monmorilonit dan termasuk kelompok dioktohedral (Sukandarrumidi,

1999). Berdasarkan kandungan alumunium silikat hydrous, bentonit

dibedakan menjadi 2 golongan yaitu activated clay dan fuller's Earth.

Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi

dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Fuller's earth digunakan

di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Menurut Herlina

(1999) dalam Susilowati (2015) Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi 2

yaitu Na-bentonit dengan pH 8,5-9,8 yang dapat mengembang dengan

baik di dalam air, dan Ca-Bentonit yang memiliki pH 4-7 namun daya

mengembangnya kurang baik. Rumus kimia umum bentonit adalah

Al2O3.4SiO2.H2O. Sifat fisik bentonit dalam keadaan kering berupa

butiran halus, berwarna coklat, terasa licin bila diraba dan bisa menyerap

air (Rowe et al., 2009).

Bentonit merupakan jenis tanah liat dengan proporsi mineral

montmorillonit mineral tanah liat yang tinggi, yang dihasilkan

daridekomposisi abu vulkanik. Dengan plastisitas tinggi, bentonit sangat

menyerap air dan memiliki susut tinggi dan swelling charateristics (Asad

et al., 2013). Bentonit dapat digunakan sebagai penyangga katalis,

sedangkan bentonit yang telah dimodifikasi dapat digunakan sebagai

katalis (Riyanto, 1992). Bentonit memiliki kemampuan untuk

mengembang dan membentuk koloid jika dimasukkan ke dalam air.

Dispersi bentonit dalam air akan lebih memuaskan jika sebelumnya

bentonit dicampur dengan gliserin atau material serbuk seperti zinc oksida.

Berdasarkan zahir hadis, hukum menyamak dengan tanah pada

tempat yang terkena najis mughalladzah, Nabi Muhammad SAW tidak

memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk

menyucikan najis mughalladzah. Ini seolah-olah menunjukkan semua jenis

tanah yang ada di atas muka bumi ini boleh digunakan untuk menyamak.

Imam Al-Sharbini menyebutkan semua jenis tanah sekalipun debu pasir

(Mughni al-Muhtaj, Juzu’ 1, Hlm 137). Tanah yang dicampur dengan

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

benda asing tidaklah menjadi halangan selama ia tidak mengubah keaslian

tanah dan suci. Dari aspek tanah yang digunakan, Rasulullah SAW tidak

pernah menyatakan lapisan tanah yang ke berapa perlu digunakan, karena

pada asasnya tanah atau pasir adalah suci (Fatwa Malaysia, 2006).

2.6 Sifat Fisika dan Kimia Sabun Cair

2.6.1 Organoleptis

Kenampakan atau organoleptis suatu produk sangat penting,

karena dapat mempengaruhi minat konsumen (Wijana et al, 2009).

Penilaian terhadap produk sabun cair dapat dilihat secara

organoleptik antara lain dari segi bentuk, bau dan warna. Tidak ada

perbedaan antara bahan dasar jenis sabun maupun deterjen, antara

lain:

1. Bentuk : kedua jenis sabun harus berbentuk cairan

2. Bau : memiliki bau yang khas, sesuai dengan

pewangi yang ditambahkan pada sabun.

3. Warna : dilihat secara mata telanjang, sabun juga

memiliki warna yang khas. Pewarna yang ditambahkan

juga sesuai dengan keinginan produsen (SNI 06-4085-

1996).

2.6.2 pH

Nilai pH merupakan nilai yang menunjukan derajat

keasaman suatu bahan (Nurhadi, 2012). pH dapat mempengaruhi

daya adsorpsi kulit yang dapat berakibat pada iritasi kulit, dengan

demikian produk sabun cair yang dibuat harus menyesuaikan pH

kulit. Menurut Wasitaadmadja (1997) pH sabun cair yang

dipersyaratkan oleh SNI adalah rentang 6-8. Berdasarkan

keterangan Buchmann (2001) dijelaskan bahwa jika sediaan sabun

terlalu asam efeknya adalah mengiritasi kulit, sedangkan jika

terlalu basa dapat menyebabkan kulit kering. Nilai pH menentukan

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi (Wijana et

al., 2009).

2.6.3 Viskositas dan Sifat Alir

Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, dimana semakin besar viskositas maka akan semakin

besar pula tahanannya (Sinko, 2011). Menurut Shmitt (1996)

viskositas merupakan salah satu parameter penting yang

menunjukkan stabilitas produk maupun untuk penanganan suatu

produk kosmetik dan toiletries selama distribusi produk (Nurhadi,

2012). Viskositas sabun cair ikut berpengaruh terhadap daya

penerimaan produk terhadap konsumen. Menurut Suryani, A., E.

Hambali & Rivai, M. (2000), adanya viskositas sediaan yang tinggi

akan mengurangi frekuensi tumbukan antarpartikel sehingga

sediaan menjadi lebih stabil (Fadillah, 2015). Perubahan temperatur

juga dapat mempengaruhi viskositas, yang mana semakin tinggi

temperatur, maka viskositas akan menurun. (Sinko, 2011). Satuan

internasional untuk viskositas adalah pascal-second (Pa.s) atau

cukup dengan satuan poise (P).

Istilah reologi berasal dari bahasa Yunani rheo (mengalir)

dan logos (ilmu) untuk menggambarkan aliran-aliran cairan dan

deformasi dari padatan (Sinko, 2011). Reologi atau sifat alir terlibat

dalam pencampuran dan aliran bahan-bahan, pengemasan bahan-

bahan ke dalam wadah, dan pemindahan sebelum penggunaannya,

apakah dicapai dengan penuangan dari botol, pengeluaran dari

tube, atau pelewatan melalui jarum suntik (Sinko, 2011). Reologi

suatu produk tertentu, yang konsistensinya dapat berkisar dari cair

ke semipadat sampai ke padatan, dapat mempengaruhi penerimaan

konsumen, stabilitas fisika, dan bahkan ketersediaan hati. Sifat

reologi sistem farmasetik dapat mempengaruhi pemilihan peralatan

pemrosesan yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut.

Peralatan yang tidak sesuai, bila dipandang dari sifat reologi ini

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

akan menyebabkan terbentuknya hasil yang tidak diinginkan,

paling tidak dalam karakteristik alirannya (Sinko, 2011).

2.6.4 Daya Busa

Daya busa yang dimaksud dalam sabun cair adalah

banyaknya busa yang dihasilkan saat sabun cair tersebut dipakai

(Wijana et al, 2009). Busa adalah suatu dispersi koloid dimana gas

terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan (Setyoningrum,

et al., 2010). Akibat adanya densitas yang signifikan antara

gelembung dan medium cairan, maka sistem akan memisah

menjadi dua lapisan dengan cepat dimana gelembung akan naik ke

atas. Adanya surfaktan akan mengurangi tegangan antarmuka gas

dengan cairan sehingga dispersi gas dalam cairan akan terjadi

dengan mudah (Tadros, 2005). Ketika gas masuk ke dalam

surfaktan, maka surfaktan akan terabsorpsi pada antarmuka

gas/cairan dan terbentuk gelembung gas yang terselubungi oleh

lapisan film atau disebut dengan busa. Busa yang terbentuk tersebut

akan cenderung naik karena berat jenis gas lebih kecil daripada air.

Surfaktan juga terdapat pada permukaan cairan sebagai lapisan

yang membatasi air dan udara, sehingga busa yang terbentuk tetap

tertahan pada batas permukaan cairan (Exerowa and Kruglyakov,

1998). Pada sabun cair yang dievaluasi adalah seberapa cepat sabun

tersebut membentuk busa dan kualitas busa. Kualitas, kuantitas,

dan kecepatan pembentukan busa dibuat dalam skala angka

(Setyoningrum, et al., 2010).

2.6.5 Bobot Jenis

Bobot jenis adalah konstanta/tetapan bahan yang tergantung

pada suhu untuk padat, cair dan gas yang homogen, merupakan

hubungan dari massa (m) suatu bahan terhadap volumenya (Voigt,

1984). Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan

dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang

khusus. Istilah bobot jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah

akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif. Bobot

jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai tipe

piknometer, neraca Mohr-Westphal, hidrometer dan alat-alat lain

(Martin, 1993). Prinsip kerja piknometer didasarkan atas penentuan

massa cairan dan penentuan ruang yang ditempati cairan ini. Untuk

itu dibutuhkan wadah untuk menimbang yang dinamakan

piknometer. Ketelitian metode piknometer akan bertambahan

hingga mencapai nilai optimum tertentu dengan bertambahnya

volume piknometer yang terletak pada sekitar isi ruang 30 mL

(Roth, Hermann J. & Gottfried Blaschke., 1998).

2.6.6 Kecepatan Sedimentasi, Volume Sedimentasi, dan

Redispersibilitas

Perhitungan kecepatan sedimentasi dilakukan untuk

mengetahui hasil bagi antara perpindahan zat yang terdispersi

dalam selang waktu tertentu pada sediaan berbasis suspensi.

Sementara itu Perhitungan volume sedimentasi dilakukan untuk

mengetahui rasio pengendapan yang terjadi selama penyimpanan

pada waktu tertentu. Kemudian pengujian redispersibilitas

dilakukan untuk mengetahui kemampuan suspensi untuk

teredispersi dengan pengojokan (Suena, 2015).

2.6.7 Daya Bersih

Menurut Hanson (1992) dalam Fauziah (2010) Daya bersih

atau daya deterjensi adalah proses pembersihan permukaan padat

dari benda asing yang tidak diinginkan dengan menggunakan

cairan pencuci/perendam berupa larutan surfaktan. Sedangkan

sabun berbasis deterjen merupakan bahan yang digunakan untuk

meningkatkan daya pembersihan oleh air. Proses deterjensi tejadi

melalui pembentukan misel-misel oleh surfaktan yang mampu

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

membentuk globula zat pengotor. Proses pelepasan globula zat

pengotor terjadi melalui penurunan tegangan antar muka dan

dibantu dengan adanya interaksi elektrostatik antar muatan.

2.7 Uji Antibakteri

2.7.1 Jenis Bakteri Uji

1. Escherichia coli

Escherichia coli pertama kali diidentifikasi di dalam

flora usus dari bayi oleh seorang dokter anak dari Jerman

bernama Theodor Escherich (1885) yang kemudian menamai

bakteri ini Bacterium coli commune. Nama Escherichia

diberikan pada tahun 1920 sebagai penghargaan terhadap

Theodor Escherich (Berg, 2004 dalam Hendrayati, 2012)

Adapun klasifikasi bakteri Escherichia coli sebagai

berikut (Lerner et al., (2003); Morder (2008) dalam

Hendrayati, 2012):

Domain : Bacteria

Kingdom : Monera

Divisi : Eubacteria

Kelas : Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Gambar 2.10 Bakteri E. coli pada media NA

inkubasi 37ºC selama 24 jam

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif

berukuran 0,4-0,7 μm x 1,0-3,0 μm, yang berbentuk batang

pendek dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya

motil, tidak membentuk spora, serta termasuk bakteri fakultatif

anaerob (Carter & Wise, 2004). Beberapa strain menghasilkan

enterotoksin, karena sifat gen yang dibawa dalam plasmid.

Strain E. coli yang menyebabkan diare mempunyai pili sebagai

medium untuk melekat pada epitel intestin (Jawetz, E.,

Melnick, J. L., Adelberg, E. A., 1995).

Bakteri Gram positif cenderung lebih sensitif terhadap

komponen antibakteri dibandingakan bakteri Gram negatif.

Hal ini disebabkan oleh struktur dinding selnya yang lebih

sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk

masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja,

sedangkan struktur dinding sel Gram negatif lebih kompleks

san berlapis tiga, yaitu lapisan luar yang berupa lipoprotein,

lapisan tengah berupa lipopolisakarida dan lapisan

peptidoglikan (Pelczar dan Chan, 1988 ).

2. Staphylococcus aureus

Klasifikasi adalah sebagai berikut (Brooks et al.,2005) :

Divisio : Protophyta

Subdivisio : Schizomyceta

Class : Schizomycetes

Ordo : Eubacteria

Famili : Micrococcacae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif

berbentuk bulat berdiameter 0,5-1,5 μm, tersusun dalam

kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,

anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(non-motil). Staphylococcus aureus merupakan patogen utama

pada peningkatan kasus karena kenaikan resistensi antibiotik

Nama Staphylococcus aureus berasal dari bahsa Yunani, yaitu

staphyle yang berarti kumpulan anggur dan cocci yang berarti

bulat. Sedangkan nama aureus berasal dari bahasa Latin yang

berarti emas. Bakteri ini mempunyai warna emas ketika

ditumbuhkan pada media padat (Harris et al., 2002).

Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul, dan

luka dimana setiap jaringan ataupun organ tubuh dapat

terinfeksi dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-

tanda khas yakni peradangan lokal, nekrosis, dan pembentukan

abses. Penyebaran ke bagian tubuh yang lain melalui

pembuluh getah bening dan pembuluh darah. Infeksinya dapat

berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu

piemia yang fatal, serta keracunan makanan dan toxic shock

syndrome, umumnya bakteri ini menimbulkan penyakit yang

bersifat sporadik.

2.7.2 Metode Uji Antibakteri

1) Metode Difusi

Penentuan aktivitas menggunakan metode difusi

didasarkan pada kemampuan difusi dari zat antimikroba dalam

lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji.

Hasil pengamatan berupa ada atau tidaknya zona hambat yang

terbentuk di sekeliling zat antimikroba. Metode difusi terbagi

menjadi 3 cara, yaitu:

a) Cakram (Disc)

Cara ini merupakan cara yang paling sering

digunakan untuk menentukan kepekaan kuman terhadap

berbagai macam obat-obatan. Cara ini dilakukan

menggunakan suatu cakram kertas saring (paper disc)

yang berfungsi sebagai tempat menampung zat

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan

pada lempeng agar yag telah diinokulasikan mikroba uji,

kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu

tertentu sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji.

Pada umumnya, hasil yang diperoleh dapat diamati setelah

inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 370C. Hasil

pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya

daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram

yang menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan

bakteri. Efektivitas suatu zat antibakteri bisa

diklasifikasikan sebagaimana tabel berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi Efektivitas Zat Antibakteri

Diameter zona terang

(mm)

Respon hambatan

pertumbuhan

>20 Kuat

16 – 20 Sedang

10 – 15 Lemah

<10 Tidak ada

Sumber : [Hariana, 2007]

Kelebihan metode ini adalah pengerjaannya mudah,

tidak membutuhkan peralatan khusus dan relatif murah.

Kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk

tergantung pada kondisi inkubasi, inokulum, predifusi, dan

preinkubasi, serta ketebalan membran. Apabila keempat

faktor tersebut tidak sesuai maka hasilnya biasanya sulit

untuk diinterpretasikan. Selain itu, metode cakram ini

tidak dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang

pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme yang

bersifat anaerob obligat (Jawetz, E., Melnick, J. L.,

Adelberg, E. A., 1995).

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Cara Parit (Ditch)

Lempengan agar yang telah diinokulasikan dengan

bakteri uji dibuat sebidang parit, dimana dalam parit

tersebut berisi zat antibakteri, kemudian diinkubasi pada

waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji.

Hasil berupa ada atau tidaknya zona hambat yang

terbentuk di sekitar parit (Jawetz, E., Melnick, J. L.,

Adelberg, E. A., 1995).

c) Cara sumuran (Hole/Cup)

Lempengan agar yang telah diinokulasikan dengan

bakteri uji dibuat suatu lubang, dimana dalam lubang

tersebut berisi zat antibakteri, kemudian diinkubasi pada

waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji.

Hasil berupa ada atau tidaknya zona hambat yang

terbentuk di sekitar lubang (Jawetz, E., Melnick, J. L.,

Adelberg, E. A., 1995).

2) E-Test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC

(Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar

Hambat Minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen

antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang

mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga

tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang

telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada

area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar

agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan

mikroorganisme pada media agar (Pratiwi, 2008).

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Gradient-plate Technique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada

media Agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal.

Media Agar dicairkan dan larutkan uji ditambahkan. Campuran

kemudian dituangkan ke dalam cawan petri dan diletakkan

dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituangkan di

atasnya. Plate diinkubasi selama 24 jamuntuk memungkinkan

agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering.

Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai

dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai

panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang

mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil

goresan. Maka konsentrasi hambatan adalah:

X. Y

C (

mg

mL atau

μg

mL)

Keterangan:

X = Panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang

mungkin

Y = Panjang pertumbuhan aktual

C = Konsentrasi final agen antimikroba pada total volume

media mg/mL atau ug/mL

Yang perlu diperhatikan adalah hasil perbandingan

yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi

agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil

pada media padat (Pratiwi, 2008).

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II,

Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Laboratorium Balai Inkubator

Teknologi – BPPT, Serpong, Tangerang Selatan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung selama Februari-Juni 2017.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Timbangan analitik (AND GH-202 & Kern KB), oven, cawan

penguap, hot plate (Thermo Scientific), termometer, homogenizer

(IKA RW 20 Digital), tabung reaksi, vortex (Vortex Mixer VM-

300), viskometer (Haake Visco Tester 6R), piknometer, tabung

effendrof, alat sentrifugasi, inkubator (France Etuves), autoklaf

(ALP Ogawa Seiki), Laminar Air Flow (Minihelic), mikroskop

cahaya, mikroskop SEM (Scanning Electron Microscopy), pH-meter

(Horiba), batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji, gelas ukur

(Pyrex), spatula, cawan petri, tip, cakram disk kosong, mikropipet

(Thermo Scientific), jarum ose, pinset, api bunsen kemasan sabun

cair, dan alat-alat gelas kimia lainnya.

3.2.2 Bahan Penelitian

Kaolin (KaMin Perfomance Minerals), bentonit (tipe Ca-

bentonit) (Alpha Chemika, Mumbai), hidroksi propil metil selulosa

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(SARDA Manufacturing Subtance Pharmaceutical, Taiwan),

sodium lauril eter sulfat (PT. Kao Indonesia Chemicals, Karawang),

cocamide DEA (PT. Kao Indonesia Chemicals, Karawang),

kokoamidopropil betain (Evonik Industries, Karawang), gliserin,

natrium klorida, butylated hidroxytoluene (BHT), NaOH (Chengdu

Huarong Chemical Company Limited, China), Na EDTA, parfum

(ocean fresh). NA (Nutrient Agar) (Merck), Mueller-Hinton Agar

(Merck), Escherichia coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus

ATCC 25923, NaCl 0,9%.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Uji Pendahuluan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya

basis sediaan sabun cair dan untuk menentukan konsentrasi HPMC

yang sesuai pada pembuatan masing – masing sediaan sabun cair

tanah kaolin maupun bentonit. Konsentrasi HPMC yang mampu

menghasilkan karakteristik fisik paling baik pada sabun cair tanah

kaolin maupun bentonit akan digunakan untuk membuat formula

selanjutnya. Penilaian fisik yang dilakukan pada uji pendahuluan ini

meliputi penampilan, viskositas, dan redispersibilitas sediaan setelah

1x24 jam pembuatan sabun cair tanah.

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.1 Formula Uji Pendahuluan Sabun Cair Tanah Kaolin

Bahan FK1 FK2 FK3

Kaolin 10% 10% 10%

HPMC 0,5% 1% 1,5%

Sodium Lauril

Eter Sulfat (SLES)

13% 13% 13%

Kokoamidopropil Betain

3% 3% 3%

Cocoamide DEA 1% 1% 1%

NaCl 1% 1% 1%

Gliserin 10% 10% 10%

BHT 0,02% 0,02% 0,02%

Na EDTA 0,1% 0,1% 0,1%

NaOH 10% (pH 8 ± 0,2)

Qs qs qs

Parfum Qs qs qs

Aquadest Add 100% Add 100% Add 100%

Sumber : [Angkatavanich, et al. (2009) dengan modifikasi]

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.2 Formula Uji Pendahuluan Sabun Cair Tanah Bentonit

Bahan FB1 FB2 FB3

Bentonit 10% 10% 10%

HPMC 0,5% 1% 1,5%

Sodium Lauril

Eter Sulfat (SLES)

13% 13% 13%

Kokoamidopropil Betain

3% 3% 3%

Cocoamide DEA 1% 1% 1%

NaCl 1% 1% 1%

Gliserin 10% 10% 10%

BHT 0,02% 0,02% 0,02%

Na EDTA 0,1% 0,1% 0,1%

NaOH 10% (pH 8 ± 0,2)

qs qs qs

Parfum qs qs qs

Aquadest Add 100% Add 100% Add 100%

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.2 Formulasi Sabun Cair Tanah

Tabel 3.3 Formula Sabun Cair dengan Variasi Tanah Kaolin dan Bentonit

Bahan Formula Sabun Cair Tanah Kaolin dan Bentonit

F0 F1 F2 F3 F4 F5

Kaolin - 10% 7,5% 5% 2,5% -

Bentonit - - 2,5% 5% 7,5% 10%

HPMC 1% 1% 1% 1% 1% 1%

Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES)

13% 13% 13% 13% 13% 13%

Kokoamidopropil Betain

3% 3% 3% 3% 3% 3%

Cocoamide DEA 1% 1% 1% 1% 1% 1%

NaCl 1% 1% 1% 1% 1% 1%

Gliserin 10% 10% 10% 10% 10% 10%

BHT 0,02% 0,02% 0,02% 0,02% 0,02% 0,02%

Na EDTA 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,1%

NaOH 10% (pH 8 ± 0,2)

qs qs qs qs qs qs

Parfum qs qs qs qs qs qs

Aquadest Add

100%

Add

100%

Add

100%

Add

100%

Add

100%

Add

100%

3.3.3 Pembuatan Sabun Cair Tanah

Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Semua bahan

ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Tanah yang akan digunakan

dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 170oC selama 1 jam untuk

menurunkan kadar air maupun menghindari kontaminasi bakteri

patogen. Tanah didispersikan terlebih dahulu ke dalam gliserin dan

sebagian volume air dengan menggunakan homogenizer 200 rpm.

Selanjutnya HPMC ditambahkan ke dalam massa tersebut dengan

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kecepatan pengadukan yang sama sampai terbentuk massa homogen

(M1).

Sebagian akuades dipanaskan pada suhu 60-70oC di dalam

gelas piala kemudian dimasukan sejumlah BHT yang diikuti

penambahan sodium lauril eter sulfat (SLES) sedikit demi sedikit ke

dalam air panas tersebut sambil dihomogenkan dengan kecepatan

200 rpm. Setelah itu campuran didinginkan hingga mencapai suhu

30oC. Na EDTA dan sejumlah NaCl yang sudah dilarutkan dengan

akuades dimasukkan ke dalam campuran SLES. Selanjutnya,

kokoamidopropil betain dan cocamide DEA juga dimasukan ke

dalam campuran tersebut sambil dihomogenkan pada kecepatan yang

sama sampai terbentuk massa yang homogen (M2).

Pada tahap selanjutnya dimasukkan M2 ke dalam M1 diikuti

penambahan pewangi sambil terus dihomogenkan dengan kecepatan

200 rpm sampai terbentuk massa creamy yang homogen. Dilakukan

pengujian pH sediaan dengan menggunakan pH meter. Jika pH

sediaan belum sesuai, ditambahkan NaOH 10% secukupnya untuk

mencapai pH sesuai persyaratan. Campuran dituangkan ke dalam

wadah atau kemasan yang sudah disiapkan.

3.3.4 Evaluasi Karakteristik Fisik Sabun Cair Tanah

1. Pengamatan Organoleptis

Pengamatan organoleptik dilakukan secara visual dengan

mengamati bentuk, warna, dan bau dari sabun cair yang

dihasilkan. Standar sabun cair yang ideal memiliki bentuk cair,

serta bau dan warna yang khas (Irmayanti, Putu Yunia, Ni Putu

A. D. W. Dan Cokorda I. S. A, 2014).

2. pH Sabun

pH-meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan buffer

pH sebelum dilakukan pengukuran, setelah itu elektroda

dibersihkan dengan air suling dan dikeringkan. Elektroda

kemudian dimasukkan ke dalam 1 gram sampel sabun cair yang

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

akan diperiksa pada suhu 25 C. pH-meter dibiarkan selama

beberapa menit hingga nilai pada display pH-meter stabil.

Setelah stabil, nilai yang ditunjukkan dicatat sebagai pH sabun

cair. Apabila dari dua pengukuran yang terbaca memiliki selisih

lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran

termasuk kalibrasi (Hidayat, 2006 dalam Fakhrunnisa (2016).

Menurut SNI 06-4085-1996 ditetapkan bahwa syarat mutu pH

sabun cair jenis surfaktan berkisar 6-8. Dalam penelitian ini

dilakukan dua kali pengukuran pH yaitu nilai pH sebelum proses

Adjust dengan NaOH 10% dan setelah dilakukan proses Adjust

pH.

3. Tinggi dan Stabilitas Sabun

Sebanyak 0,3 gram sediaan dilarutkan dalam 30 mL

aquadest, kemudian 10 mL larutan tersebut dimasukkan dalam

tabung reaksi berskala melalui dinding. Tabung reaksi tersebut

ditutup kemudian divorteks selama dua menit. Tinggi busa yang

terbentuk dicatat pada menit ke-0 dan ke-5 dengan skala

pengukuran 0,1 cm. Nilai ketahanan busa didapatkan dari selisih

tinggu busa pada menit ke-0 dan ke-5. Menurut Harry (1973)

dalam Fakhrunnisa (2016) sediaan memenuhi persyaratan jika

tinggi busa yang dihasilkan berada dalam kisaran 13-220 mm.

Rumus perhitungan stabilitas busa = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 × 100%

(Safitri, 2009)

4. Viskositas dan Sifat Alir

Sampel sebanyak 150 gram disiapkan dalam gelas piala

250 mL, kemudian spindel dengan nomor tertentu dan kecepatan

tertentu (rpm) disetel, lalu dicelupkan ke dalam sediaan sampai

alat menunjukkan nilai viskositas sediaan sabun cair. Nilai

viskositas (cPs) yang ditunjukkan pada alat viskometer Haake

merupakan nilai viskositas sediaan. Prosedur pengukuran sifat

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

alir sama dengan pengukuran viskositas, namun menggunakan

kecepatan mulai 0,3; 0,5; 0,6; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 5; 6; 10; 12;

20; 30; 50; 60; 100; 200 rpm, lalu dilanjutkan dengan kecepatan

sebaliknya. (Nabiela, 2013 dalam Fakhrunnisa, 2016)

Diharapkan sediaan sabun cair tanah akan memiliki sifat

aliran pseudoplastis karena sifat aliran ini memiliki konsistensi

cukup tinggi dalam wadah, namun dapat dituang dengan mudah

dan untuk kembali ke keadaan semula membutuhkan waktu

yang singkat (Khaerunnisa, Sani, dan Fetri, 2015).

5. Pengujian Bobot Jenis

Piknometer dibersihkan dengan cara membilas dengan

aseton kemudian dengan dietil eter. Piknometer kering

ditimbang menggunakan neraca digital. Aquadest dimasukkan

kedalam piknometer dan didiamkan pada suhu 25oC selama 10

menit. Setelah itu piknometer diangkat dan ditimbang. Pekerjaan

diulangi dengan memakai sampel sediaan sabun cair kaolin-

bentonit sebagai pengganti air. Bobot jenis dihitung berdasarkan

persamaan :

𝜌 =𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔

(SNI 06-4075-1996)

6. Pengujian Daya Bersih

a) Metode Spektrofotometer UV-Vis

Pengujian daya bersih ini dilakukan untuk mengetahui

kemampuan surfaktan dalam melepaskan kotoran yang

menempel pada suatu objek. Sampel sebanyak 1%

dilarutkan di dalam air 100 ml, dan digunakan sebagai

larutan perendaman. Pengukuran dilakukan dengan melihat

absorbansi pada spektrofotometer UV-Vis di panjang

gelombang 450 nm. Nilai absorbansi dicatat sebagai A1,

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan menggunakan akuades sebagai standar. Kain putih

bersih berbentuk bujur sangkar dengan luas 10 cm2

direndam dalam larutan pencucian selama 10 menit. Setelah

perendaman kain bersih, larutan diukur absorbansi lalu

dikurangi dengan A1 dan dinyatakan sebagai OD (Original

Dirt).

Timbang mentega masing-masing 10 gram kemudian

dioleskan secara merata pada seluruh permukaan kain yang

akan digunakan dalam pengujian daya bersih. Setelah itu

dilakukan pembersihan kain dengan merendamnya di dalam

larutan perendam berupa akuades saja (kontrol negatif),

formula sabun cair tanah (F0, F1, F2, F3, F4, dan F5), serta

sabun cair komersial ‘Lifebuoy’ (kontrol positif) selama 10

menit. Nilai Absorbansi setelah perendaman kain kotor

dinyatakan sebagai A2. Semakin besar nilai absorbansi

suatu sampel, maka daya bersih semakin baik. Daya bersih

atau deterjensi dihitung dengan persamaan :

Daya Bersih/Deterjensi = A2 – (A1 + OD)

b) Metode Pengukuran Kekesatan

Evaluasi daya bersih sabun dilakukan terhadap 10

orang responden sehat dengan usia kisaran 15 – 45 tahun.

Setiap responden diberikan tujuh sampel sabun yang terdiri

dari formula F0, F1, F2, F3, F4, F5, dan Sabun Komersia l.

Pengujian dilakukan dengan cara membersihkan tangan

responden (yang sudah dikotori dengan minyak kelapa

sebanyak 250 mg dengan luas area 5 x 5 cm2) dengan

sampel sabun yang akan diuji. Kekesatan tangan responden

dievaluasi secara organoleptik dan dinilai dengan rentang

nilai 1-4. Semakin tinggi nilainya menunjukkan tingkat

kekesatan yang semakin tinggi.

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Pengukuran Kecepatan Sedimentasi dan Volume

Sedimentasi, Serta Pengujian Redispersibilitas

Suspensi disimpan dalam gelas ukur dengan keadaan tidak

terganggu. Suspensi tersebut diukur meliputi tinggi suspensi dan

tinggi flokulat dari hari pertama sampai hari ke empat belas.

Data yang didapat, digunakan untuk menghitung kecepatan dan

volume sedimentasi (F).

Kecepatan sedimentasi dihitung menggunakan rumus

umum kecepatan yaitu persamaan satu (1) sedangkan untuk

volume sedimentasi digunakan persamaan dua (2).

V = ∆s/t ................Persamaan 1 (Hartanto, 2010 dalam

Suena, 2015)

Keterangan :

∆s = tinggi suspensi awal – tinggi flokulat (cm)

t = waktu (jam)

F = Hu/Ho................Persamaan 2 (Sinko, 2011)

Keterangan :

Hu = tinggi suspensi akhir (cm)

Ho = tinggi suspensi awal (cm)

Pengujian redispersibilitas dilakukan secara manual

dengan menggojok silinder setelah terjadi sedimentasi. Satu kali

inversi menyatakan bahwa suspensi 100 % mudah teredispersi.

Setiap penambahan inversi mengurangi persen kemudahan

redispersi sebanyak 5% seluruh sediaan (Anggreini, 2013).

3.3.5 Pengujian Antibakeri Sabun Cair Tanah

1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat yang terbuat dari kaca disterilkan dengan

menggunakan oven suhu 180oC selama 2 jam. Alat-alat logam

seperti jarum ose dan pinset disterilkan dengan cara dipijarkan

menggunakan api bunsen, sedangkan untuk alat-alat dan

medium yang tidak tahan pemanasan tinggi disterilkan dengan

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Seluruh pengerjaan

dilakukan secara aseptis di dalam Laminar Air Flow yang

sebelumnya telah disemprotkan alkohol 70%, lalu disterilkan

dengan lampu UV yang dinyalakan selama 15 menit sebelum

digunakan (Aziz, 2011).

2. Pembuatan Media

a) Nutrient Agar Miring

Sebanyak 20 gram medium dilarutkan ke dalam 1 L

aquades. Medium dipanaskan menggunakan penangas air

sampai mendidih sambil diaduk menggunakan magnetic

stirrer agar tercampur merata, lalu didiamkan dan

disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15

menit. Media kemudian dituang ke dalam tabung reaksi

yang diletakkan pada posisi miring ±450, kemudian

dibiarkan memadat (Jauhari, 2010).

b) Mueller-Hinton Agar (MHA)

Sebanyak 34 gram MHA dilarutkan dengan 1 L

aquades, lalu dipanaskan di atas penangas air hingga

mendidih sambil diaduk dengan magnetic stirrer hingga

homogen, lalu disterilkan dalam autoklaf 1210C selama 15

menit (Aziz, 2011).

3. Peremajaan Bakteri Uji

Diambil satu ose dari masing-masing bakteri uji

(Escherichia coli ATCC 25922, dan Staphylococcus aureus

ATCC 25923) dengan menggunakan jarum ose yang telah

dipijarkan pada api bunsen, lalu ditanam pada media Nutrient

Agar miring, setelah itu diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24

jam (Silaban, 2009).

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Identifikasi Bakteri Uji

Identifikasi dilakukan dengan cara pewarnaan Gram.

Identifikasi bakteri dilakukan dengan mengambil satu tetes NaCl

0,9% dan diteteskan pada kaca objek kemudian ditambahkan

satu ose biakan bakteri, lalu difiksasi di atas ap i bunsen,

selanjutnya preparat diteteskan pewarna kristal violet dan

dibiarkan selama dua menit, dicuci dengan air mengalir,

kemudian diteteskan zat pematek lugol 2 % dan dibiarkan satu

menit dan kembali dicuci dengan air mengalir. Preparat

diteteskan alkohol 96% dan dibiarkan selama 30 detik, dicuci

dengan air mengalir lalu ditambahkan dengan pewarna safranin

dan didiamkan selama 60 detik, kemudian dicuci lagi dengan air

mengalir. Tahap selanjutnya preparat dikeringkan dengan

menggunakan tisu lalu ditambahkan minyak imersi dan diamati

di bawah mikroskop. Bila hasil pewarnaan diperoleh bakteri

berwarna merah, maka bakteri tersebut adalah bakteri gram

negatif, sedangkan apabila diperoleh bakteri berwarna ungu

maka bakteri tersebut adalah gram positif (Aziz, 2011).

5. Pembuatan Inokulum Mikroba Uji

Stok kultur dari masing-masing bakteri uji (Escherichia

coli ATCC 25922, dan Staphylococcus aureus ATCC 25923)

yang telah tumbuh di media Nutrient Agar miring diambil

menggunakan jarum ose steril lalu diinokulasikan ke dalam

tabung yang berisi 5 mL larutan NaCl 0,9% sampai diperoleh

kekeruhan suspensi bakteri yang sama dengan kekeruhan larutan

standar Mc. Farland 3 (9x108 CFU/mL). Sebanyak 1 mL

suspensi bakteri 109 CFU/mL dilakukan pengenceran ke dalam

tabung steril dengan menambahkan NaCl 0,9% sebanyak 9 mL,

dari sini diperoleh suspensi bakteri dengan konsentrasi 108

CFU/mL, demikian seterusnya hingga diperoleh suspensi bakteri

dengan kosentrasi 106 CFU/mL (Silaban, 2009).

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri sabun cair tanah menggunakan

metode disc diffusion. Sebanyak 1 mL suspensi bakteri uji

diinokulasikan pada cawan petri, kemudian dimasukkan 10 mL

media Mueller-Hinton Agar (MHA). Cawan petri kemudian

digoyang memutar secara perlahan agar bakteri dan media dapat

tercampur homogen, lalu media dibiarkan memadat. Sebanyak

50 μL sampel sabun cair dengan masing-masing variasi tanah,

kontrol negatif (F0) diteteskan menggunakan mikropipet di atas

cakram kertas lalu ditempatkan di atas permukaan media.

Cakram kertas kontrol positif (kloramfenikol) juga diletakkan

pada permukaan media. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37oC

selama 24 jam, kemudian diamati dan diukur diameter zona

hambat yang terbentuk di sekeliling cakram menggunakan

jangka sorong. Daerah bening di sekeliling cakram

menunjukkan bahwa tidak terdapat pertumbuhan bakteri

(Handrayani, L., Aryani, R., Indra, 2015; Rosdiyawati, 2014).

7. Pengamatan Kerusakan Sel Bakteri Akibat Paparan Zat

Antibakteri Menggunakan Scanning Electron Microscopy

(SEM)

Sebelum pengamatan mikroskopis SEM dilakukan

pewarnaan gram pada bakteri sebelum dan sesudah perlakuan.

Untuk sampel sebelum perlakuan (kontrol negatif) digunakan

hasil pewarnaan gram dari identifikasi bakteri sebelumnya.

Untuk sampel setelah perlakuan diambil satu ose biakan yang

berada pada zona bening hasil uji difusi, kemudian dibuat di atas

cover glass dan dikeringkan pada suhu kamar, jika sudah kering

difiksasi dengan cara dipanaskan di atas nyala api 3-4 kali lalu

dibiarkan dingin. Setelah dingin diletakan di atas rak pewarnaan.

Dituangkan larutan kristal violet di atas sediaan, diamkan

selama 1 menit. Sediaan dibilas dengan air, kemudian diberi

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

larutan lugol dan didiamkan 1 menit dan dibilas dengan air.

Sediaan dilunturkan dengan Alkohol 96% hingga warna violet

memudar dan dibilas dengan air. Kemudian sediaan diberi

larutan safranin, didiamkan 30 detik, dibilas dengan air, dikering

anginkan. Setelah sediaan kering dilakukan pengamatan

menggunakan mikroskop SEM (Roihanah, 2013)

3.3.6 Teknik Analisa Data

Data dari beberapa formula hasil evaluasi berupa pH, tinggi

busa, stabilitas busa, viskositas, bobot jenis, daya bersih, laju

sedimentasi, dan volume sedimentasi, diuji secara statistik dengan

analisa varian satu arah (one way ANOVA) kemudian dilanjutkan

dengan uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (ɑ = 0,05)

untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antara formula hasil

pengujian. Data yang tidak terdistribusi normal dan tidak homogen,

dilanjutkan dengan analisis statistik non parametrik yaitu uji Kruskal

Wallis (Mauliana, 2016).

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Pendahuluan

Pada uji pendahuluan digunakan beberapa konsentrasi HPMC dalam

pembuatan sabun cair tanah kaolin maupun bentonit. Konsentrasi HPMC

yang digunakan adalah 0,5%, 1%, dan 1,5%. Konsentrasi tersebut masih

berada pada rentang konsentrasi HPMC ketika digunakan sebagai agen

pengental yakni 0,25-5% (Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Quinn, M. E., 2009).

Pada pengujian yang dilakukan setelah 1x24 jam pembuatan sabun

cair tanah kaolin maupun bentonit dengan variasi HPMC diperoleh data

evaluasi fisik yaitu sabun memiliki penampilan organoleptis yang hampir

sama. Sabun cair tanah baik kaolin maupun bentonit yang diperoleh berupa

cairan kental dan memiliki aroma khas parfum ocean fresh. Namun pada

sabun cair yang mengandung kaolin, sediaan akan cenderung berwarna

putih sedangkan pada sabun cair yang mengandung bentonit akan cenderung

berwarna abu-abu. Perbedaan warna ini disebabkan oleh warna asal dari

masing-masing tanah itu sendiri. Pada pengamatan selanjutnya, FK1 dan

FB1 yang mengandung konsentrasi HPMC 0,5% menunjukkan terjadinya

pengendapan yang ditandai dengan terbentuknya supernatan pada bagian

atas sediaan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang terbentuk kurang

stabil karena laju pengendapan sediaan terlalu cepat. Terjadinya

pengendapan ini bisa disebabkan oleh jumlah HPMC sebagai koloid

pelindung yang kurang mampu mengikat semua partikel terdispersi

sehingga tumbukkan antarpartikel menjadi lebih besar yang mengakibatkan

terjadinya pengendapan dan terbentuknya supernatan. Menurut Sinko

(2011) salah satu persyaratan mutu sediaan suspensi adalah bahan

tersuspensi diharapkan tidak mengendap dengan cepat karena penilaian fisik

seperti pemisahan fase pada sediaan dapat mempengaruhi penerimaan

konsumen. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi

HPMC 0,5% kurang cocok digunakan pada pembuatan formula selanjutnya.

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengujian viskositas dan redispersibilitas dilakukan pada FK2, FK3,

FB2, dan FB3 karena setelah 1x24 jam tidak menunjukkan adanya

pemisahan fase seperti yang terjadi pada FK1 dan FB1. Pengujian viskositas

dilakukan menggunakan viskometer Haake 6+ dengan spindel 4 untuk FK2

dan FB2, serta digunakan spindel 6 untuk FK3 dan FB3 dengan laju geser

yang sama yaitu 60 rpm. Data viskositas pada semua rpm dapat dilihat pada

Lampiran 10. Pada pengujian redispersibilitas untuk uji pendahuluan

digunakan alat tabung effendrof dan alat sentrifugasi pada kecepatan 2000

rpm selama 5 menit untuk menghasilkan partikel mengendap terlebih

dahulu. Menurut Sinko (2011) sentrifugasi dapat meningkatkan gaya

gravitasi partikel tersuspensi sehingga dapat meningkatkan kecenderungan

partikel untuk mengendap. Hasil pengendapan setelah proses sentrifugasi

kemudian dilakukan pengocokan secara manual untuk mengetahui

kemampuan redispersibilitasnya. Data perhitungan redispersibilitas dapat

dilihat pada Lampiran 12. Sementara hasil pengujian rata-rata viskositas dan

redispersibilitas FK2, FK3, FB2, dan FB3 dapat dilihat pada Tabel 4.1

berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil Rata-Rata Evaluasi Uji Pendahuluan Sabun Cair Tanah

Formula Viskositas (cPs)

± RSD

Gambaran

Viskositas

Redispersibilitas

(%)

FK2 2800±0,003 Cukup kental 81,67

FK3 8900±0,002 Sangat kental 51,67

FB2 4506±0,004 Kental 68,33

FB3 10600±0,001 Sangat Kental 38,33

Keterangan : FK2 (kaolin 10%, HPMC 1%), FK3 (kao lin 10%, HPMC 1,5%), FB2

(bentonit 10%, HPMC 1%), FB3 (bentonit 10%, HPMC 1,5%).

Berdasarkan hasil uji pendahuluan di atas, viskositas FK2 dan FK3

yang merupakan sabun cair kaolin, memiliki perbedaan yang signifikan

dengan nilai signifikansi 0,000 (P<0,05). Pada FB2 dan FB3 yang

merupakan sabun cair bentonit juga menghasilkan perbedaan signifikan

sebesar 0,000 (P<0,05). Perbedaan ini disebabkan oleh variasi konsentrasi

HPMC yang digunakan. Semakin besar konsentrasi HPMC maka viskositas

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sabun cair akan semakin tinggi. Mekanisme HPMC sebagai pengental

adalah ketika didispersikan molekul polimer ini akan masuk dalam rongga

yang dibentuk oleh molekul air sehingga terjadi ikatan antara gugus

hidroksil (-OH) dari polimer dengan molekul air. Ikatan hidrogen ini

berperan dalam hidrasi pada proses swelling sehingga makin tinggi

konsentrasi HPMC akan semakin banyak gugus hidroksil yang berikatan,

dan makin tinggi viskositasnya (Erawati et al., 2005 dalam Fakhrunnisa,

2016).

Perbedaan yang signifikan juga didapatkan pada data statistik antara

FK2 dan FB2 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (P<0,05). Pada FK3

dan FB3 nilai signifikansi menunjukkan 0,000 (P<0,05). Hal ini dapat

disimpulkan bahwa pengaruh jenis tanah juga mempengaruhi viskositas

sediaan dimana Sabun cair tanah yang mengandung bentonit memiliki

viskositas yang lebih besar dibandingkan sabun cair tanah kaolin. Manurut

Rowe, et al. (2009) bentonit sering digunakan sebagai agen pensuspensi

yang memiliki kemampuan mengembang dalam air, sehingga penambahan

bentonit dapat meningkatkan viskositas sediaan. Pada persyaratan mutu

sediaan suspensi menurut Sinko (2011) diharapkan sediaan memiliki

viskositas yang tidak terlalu kental agar memudahkan pada proses

penuangan dari wadah maupun mobilisasi pada saat proses produksi.

Pada hasil uji redispersibilitas menunjukkan bahwa FK2 memiliki

%redispersi lebih tinggi dibandingkan dengan FK3. Begitu pula pada FB2

yang memiliki %redispersi lebih tinggi dibandingkan FB3. Kemampuan

redispesi suatu sediaan juga dipengaruhi oleh viskositas. Semakin tinggi

viskositas maka sediaan akan semakin sulit untuk didispersikan. Bahkan

diperlukan tenaga yang lebih besar untuk bisa menghomogenkan kembali

sediaan karena besarnya tahanan suatu sediaan terhadap wadah. Menurut

Sinko (2011) untuk tujuan farmasetik, stabilitas fisik suspensi dapat

didefinisikan sebagai kondisi saat partikel-partikel tidak membentuk

gumpalan dan tetap terdistribusi homogen di seluruh sistem dispersi. Karena

keadaan ideal ini jarang terwujud, perlu ditambahkan bahwa jika memang

mengendap, partikel-partikel tersebut harus mudah tersuspensi kembali

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan sedikit pengocokan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar

%redispersi maka sediaan suspensi akan semakin baik.

Berdasarkan hasil uji pendahuluan di atas, dapat disimpulkan bahwa

FK2 dan FB2 yang mengandung HMPC 1% memiliki karakteristik fisik

sabun cair tanah yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan yang

mengandung HPMC 0,5% dan 1,5% pada parameter viskositas dan

redispersibilitas. Sehingga HPMC dengan konsentrasi 1% akan digunakan

pada pembuatan formula selanjutnya.

4.2 Formulasi Sediaan Sabun Cair Tanah

Berdasarkan zahir hadis, hukum menyamak dengan tanah pada tempat

yang terkena najis mughalladzah, Nabi Muhammad SAW tidak

memperincikan bentuk dan keadaan tanah yang boleh digunakan untuk

menyamak, sedangkan dari aspek tanah yang digunakan, Rasulullah SAW

tidak pernah menyatakan lapisan tanah yang ke berapa perlu digunakan,

karena pada asasnya tanah atas pasir adalah suci (Fatwa Malaysia, 2006).

Selain itu, tidak dijelaskan secara rinci dalam ajaran Islam berapa kadar

debu atau tanah yang harus digunakan dalam bersuci (Anggraeni, 2014).

Berdasarkan fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Fatwa

Halal, menyatakan bahwa mencuci bekas babi atau anjing dengan cara di-

sertu (dicuci dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dengan

tanah/debu atau penggantinya yang memiliki daya pembersih yang sama).

Oleh karena itu, untuk mendapatkan daya pembersih yang sama dengan

tanah atau debu sebagai syarat sertu atau samak najis mughalladzah

diupayakan dengan menambah tanah (kaolin dan bentonit) di dalam sabun

dengan konsentrasi 10%.

Pada penelitian ini bahan aktif yang diformulasikan menjadi sediaan

sabun cair ialah tanah kaolin dan bentonit. Tanah kaolin dan bentonit

tersebut didapatkan dari PT. Cortico Mulia Sejahtera, Banyuwangi yang

telah dipastikan kebenaran karakteristik fisik dan kimianya melalui

pembuktian dengan surat keterangan pada lampiran.

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bahan-bahan dasar untuk membuat sediaan sabun cair tanah meliputi

bahan aktif berupa tanah kaolin dan bentonit, surfaktan primer dan

sekunder, serta bahan aditif lainnya. Surfaktan merupakan bahan utama

dalam pembuatan sabun cair yang bertanggung jawab atas sifat detergensi

dan pembersihan kulit. Surfaktan yang dipilih untuk pembuatan sediaan

sabun cair tanah ini adalah Sodium lauryl ether sulfate (SLES). SLES

adalah salah satu contoh surfaktan anionik yang telah digunakan secara luas

sebagai surfaktan primer pada produk kosmetik. Sodium laureth sulfat juga

merupakan detergen atau agen pembersih yang baik, agen pengemulsi, agen

pembasah, dan agen pembusa yang baik dan murah (Tania, 2012).

Merupakan surfaktan anionik yang mudah mengental dengan garam,

menunjukkan kelarutan dalam air yang baik (Desmia, 2010 dalam

Fakhrunnisa, 2016). Resiko iritasi SLES lebih rendah dibandingkan Sodium

Lauril Sulfat (SLS), sehingga kesesuaian SLES terhadap kulit dan mata

dapat diterima pada kebanyakan aplikasi dan bisa ditingkatkan melalui

kombinasi dengan surfaktan sekunder yang tidak terlalu kuat. Dalam

penelitian ini, SLES dikombinasikan dengan surfaktan sekunder berupa

kokoamidopropil betain yang bersifat amfoterik dan cocamide DEA yang

bersifat nonionik dengan tujuan untuk meningkatkan kombatibilitas SLES

terhadap kulit sekaligus untuk menghasilkan busa dengan daya deterjensi

yang lebih baik. Selain itu, surfaktan amfoterik umumnya digunakan

sebagai tensioactives sekunder untuk efek stabilisasi busa (Barel et al.,

2009).

Bahan aditif yang digunakan dalam pembuatan sabun cair tanah di

antaranya adalah HPMC sebagai pengatur kekentalan sediaan. HPMC

merupakan polimer nonionik derivat selulosa yang efektif sebagai pengental

dalam sistem berbasis air. Agen pengental turunan selulosa merupakan salah

satu pengental yang paling banyak diaplikasikan dalam sediaan kosmetik

disebabkan karakteristik fisik dan sensorinya, kompatibel dengan beragam

bahan kosmetik termasuk di antaranya adalah surfaktan anionik dan kationik

(Karsheva, M., Georgiva, S., dan Handjiva, S. 2007). Ditambahkan pula

menurut Faizatun, Kartiningsih, dan Liliyana (2008) kelebihan lain dari

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HPMC adalah sifatnya yang tidak terpengaruh oleh elektrolit, dapat

tercampurkan dengan pengawet, dapat menstabilkan busa, dan memiliki

kisaran pH yang luas.

Sediaan sabun cair tanah merupakan sediaan yang berbasis suspensi,

dimana terdapat partikel padat berupa tanah kaolin dan bentonit dengan

diameter ukuran partikel masing-masing 0,6 – 0,8 µm dan 1 – 2 µm yang

tidak larut dalam pembawanya yang berupa air (Rowe, et al.¸ 2009).

Sehingga, selain agen pengental bahan aditif yang perlu ditambahkan

selanjutnya adalah elektrolit. Dalam hal ini elektrolit yang digunakan adalah

NaCl. Manfaat NaCl dalam sediaan cair berbasis suspensi terutama suspensi

tanah bentonit menurut Akhter S., J. Hwang, dan H. Lee 2008) dapat

menghasilkan dispersi tanah terutama tanah bentonit yang lebih baik dalam

sediaan jika digunakan bersamaan dengan surfaktan anionik. Selain itu,

penggunaan NaCl bersamaan dengan polimer anionik seperti HPMC dapat

mempengaruhi pembentukan flokulat pada sediaan suspensi. Dalam hal ini

NaCl berperan sebagai agen pemflokulat. Manfaat pembentukan flokulat

pada sistem suspensi adalah untuk menghindari terjadinya ketidakstabilan

suspensi berupa caking atau sediaan sulit untuk didispersikan lagi setelah

mengalami pengendapan.

Bahan aditif selanjutnya yang perlu ditambahkan adalah humektan

atau agen pembasah. Humektan dibutuhkan untuk mengikat air dari udara

yang lembab sekaligus mempertahankan kandungan air dalam sediaan

sehingga sifat fisik dan stabilitas sediaan selama penyimpanan dapat

dipertahankan (Budiman et al., 2015). Selain itu secara tidak langsung

humektan juga mampu mempertahankan kelembaban kulit karena

penggunaan surfaktan dapat membuat lapisan kulit terangkat dan membuat

kulit kering (Dwiastuti, 2010; Wilkinson et al., 1982).

BHT atau butil hidroksitoluen merupakan antioksidan yang perlu

ditambahkan dalam sediaan untuk menghindari perubahan fisik sabun cair

tanah karena pengaruh udara (Rowe et al., 2009). Hal ini dibutuhkan karena

sediaan mengandung cocamide DEA yang memiliki komposisi asam lemak.

Kemudian penambahan Na EDTA sebagai agen pengkelat juga dibutuhkan

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk menghindari terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas ion logam yang

kemungkinan terdapat pada air atau beberapa bahan aditif lainnya. NaOH

ditambahkan sebagai adjust pH untuk mendapatkan pH sesuai dengan yang

dipersyaratkan oleh SNI yaitu kisaran 6 – 8.

Terdapat enam formula dengan komposisi tanah kaolin dan bentonit

yang berbeda sebagai berikut : formula 0 dengan konsentrasi tanah 0%;

formula 1 dengan konsentrasi tanah kaolin 10%; formula 2 dengan

konsentrasi tanah kaolin : bentonit masing-masing 7,5% : 2,5%; formula 3

dengan konsentrasi tanah kaolin : bentonit masing-masing 5% : 5%; formula

4 dengan konsentrasi tanah kaolin : bentonit masing-masing 2,5% : 7,5%;

dan formula 5 dengan konsentrasi tanah bentonit 10%. Dari keenam formula

tersebut, dilakukan evaluasi sifat fisika dan kimia sabun berupa

organoleptis, pH, tinggi busa, stabilitas busa, viskositas, sifat alir, bobot

jenis. Dilakukan juga uji kecepatan sedimentasi, volume sedimentasi,

derajat flokulasi dan redispersibilitas pada tiap sediaan kecuali formula 0

dikarenakan bukan merupakan sediaan suspensi.

Data hasil pengujian karakteristik fisik dan kimia selanjutnya dianalisa

secara statistik menggunakan software SPSS 22. Pengolahan data dimulai

dengan uji normalitas dan homogenitas, jika nilai yang diperoleh dari kedua

uji tersebut memenuhi persyaratan (P>0,05), maka pengolahan data dapat

dilanjutkan dengan uji parametrik one way ANOVA untuk melihat ada atau

tidaknya perbedaan data di seluruh formula. Uji dilanjutkan dengan post hoc

test Tukey untuk melihat perbedaan bermakna antarformula. Namun jika

nilai uji normalitas dan homogenitas tidak memenuhi persyaratan (P<0,05),

maka pengolahan data yang dilakukan selanjutnya adalah dengan uji

nonparametrik Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan data pada tiap-tiap

formula.

Pengujian karateristik sediaan bertujuan untuk mengetahui kualitas

sabun cair tanah yang telah dibuat. Pengujian dilakukan setelah lebih dari 24

jam pembuatan. Hal tersebut bertujuan memberikan waktu pada sediaan

untuk membentuk sistem yang seharusnya setelah proses pembuatan,

sehingga hasil pengukuran tidak terpengaruh oleh adanya energi dari gaya

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mekanik akibat pengadukan pada saat proses pencampuran bahan

(Christiani, 2015).

Dari hasil evaluasi sifat fisika kimia sabun, dipilih konsentrasi tanah

yang menghasilkan sediaan terbaik dalam memberikan sifat fisika kimia

sabun cair tanah. Selanjutnya dilakukan uji kualitas daya bersih dan uji

antibakteri untuk melihat aktivitasnya terhadap bakteri gram positif dan

gram negatif yang biasanya terdapat pada air liur anjing.

4.3 Hasil Pengamatan Organoleptik

Evaluasi organoleptik dilakukan dengan mengamati secara visual

sabun cair meliputi bentuk, warna, dan aroma. Dari pengamatan

organoleptik, dihasilkan sediaan sabun cair tanah yang berbentuk cairan

kental dan keruh, aroma khas parfum ocean fresh dan terdapat perbedaan

dari setiap formula sabun cair tanah yang dihasilkan. Semakin tinggi

konsentrasi kaolin yang digunakan, warnanya semakin terlihat putih tulang.

Warna abu-abu akan semakin pekat dengan meningkatnya konsentrasi

bentonit yang digunakan.

Tabel 4.2 Hasil Uji Organoleptik Sabun Cair Tanah

Formula Bentuk Warna Bau

F0 Cairan Kental Translusen Aroma ocean

fresh

F1 Cairan Kental Putih Aroma ocean fresh

F2 Cairan Kental Putih Keabuan Aroma ocean

fresh

F3 Cairan Kental Putih keabuan Aroma ocean

fresh

F4 Cairan Kental Putih keabuan Aroma ocean fresh

F5 Cairan Kental Abu-abu Aroma ocean fresh

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%)

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4 Hasil Pengukuran pH

Nilai pH merupakan nilai yang menunjukkan derajat keasamaan suatu

bahan (Nurhadi, 2012). Nilai pH merupakan salah satu indikator penting

pada sabun untuk menentukan kelayakan dan keamanan sabun cair untuk

digunakan di kulit (Wijana, 2010). Hal tersebut disebabkan sabun cair

kontak langsung dengan kulit dan dapat menimbulkan masalah apabila pH

yang dihasilkan tidak sesuai dengan pH kulit (Irmayanti, Putu Yunia., Ni

Putu A. D.W. dan Cokorda I. S. A, 2014). Menurut Wasitaatmadja (2007),

nilai pH yang sangat tinggi atau sangat rendah mampu menambah daya

absorpsi kulit sehingga memungkinkan kulit teriritasi (Sameng, 2013).

Sementara berdasarkan keterangan Buchmann (2001) jika sediaan

sabun pH-nya terlalu asam efeknya adalah mengiritasi kulit, sedangkan jika

terlalu basa dapat mengikis mantel asam lemak di permukaan kulit,

sehingga kulit akan terasa menjadi gatal, merah, kasar, kering, dan bersisik.

Dalam penelitian ini ditetapkan adjust pH 8 ± 0,02 karena menurut

susilowati (2015) pH sabun yang cenderung basa akan meningkatkan daya

pembusaan dibandingkan sabun yang memiliki pH netral atau asam.

Hasil pengujian pH sabun cair tanah sebelum proses adjust pH dengan

NaOH 10% menunjukkan nilai rata-rata pH antara 3,656 – 7,201 yang mana

nilainya lebih rendah dibandingkan dengan sabun cair tanpa tanah (F0) dan

sabun cair komersial (Lifebuoy) yang memiliki nilai pH masing-masing

7,543 dan 9,333. Pada hasil pengukuran setelah proses adjust pH dengan

NaOH 10% didapatkan nilai rata-rata pH sediaan sabun cair sekitar 8,004 –

8,009. Data hasil pengujian pH tertera pada tabel berikut ini.

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.3 Hasil Pengujian pH Sediaan Sabun Cair Tanah Sebelum Proses

Adjust pH

Formula Pengukuran pH

Rata-rata ± SD Uji 1 Uji 2 Uji 3

F0 7,535 7,540 7,553 7,543± 0,009

F1 7,210 7,192 7,199 7,201± 0,009

F2 5,863 5,670 5,867 5,800± 0,100

F3 5,193 5,190 5,188 5,191± 0,100

F4 4,393 4,391 4,385 4,389± 0,020

F5 3,652 3,660 3,655 3,656± 0,040

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%)

Tabel 4.4 Hasil Pengujian pH Sediaan Sabun Cair Tanah Setelah Proses

Adjust pH

Formula Pengukuran pH

Rata-rata ± SD Uji 1 Uji 2 Uji 3

F0 8,004 8,003 8,010 8,006±0,003

F1 8,012 8,007 8,008 8,009±0,002

F2 8,014 8,004 8,007 8,008±0,005

F3 8,003 8,005 8,007 8,005±0,002

F4 8,004 8,009 8,002 8,005±0,003

F5 8,007 8,001 8,005 8,004±0,003

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%)

Data pengujian pH sebelum proses adjust di atas menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan nilai pH pada sediaan sabun cair tanah dengan

konsentrasi tanah kaolin dan bentonit yang berbeda. Pada sediaan dengan

konsentrasi tanah kaolin yang lebih tinggi, pH sediaan yang dihasilkan

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cenderung netral sampai sedikit basa, sedangkan semakin tinggi konsentrasi

tanah bentonit, pH sediaan yang dihasilkan akan cenderung asam.

Penurunan pH pada sediaan yang mengandung bentonit salah satunya

disebabkan karena ion sodium yang terdapat pada interlayer montmorilonit

mengalami ion exchange atau pertukaran ion dengan senyawa yang berada

dalam sediaan (Nessa, S. A., Idemitsu, K., Yamazaki, S., 2008). Selain itu

menurut Herlina (1999) dalam Susilowati (2015) suspensi bentonit akan

memiliki pH asam jika komposisi interlayernya didominasi oleh ion- ion

kalsium dan magnesium, sementara kandungan ion natrium rendah. Pada

penelitian ini, bentonit yang digunakan adalah tipe Ca-bentonit. Salah satu

karakteristik Ca-bentonit menurut Susilowati (2015) adalah pH suspensinya

berkisar antara 3 – 7. Hal ini menyebabkan sediaan yang dihasilkan akan

cenderung asam.

Pada sabun cair tanah dengan konsentrasi kaolin yang tinggi,

meskipun nilai pH yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan sabun

yang mengandung bentonit. Namun, angka tersebut masih lebih rendah

dibandingkan pH sabun cair tanpa menggunakan tanah. Berdasarkan data

statistik, perbedaan pH antara sabun cair tanpa tanah (F0) dengan sabun cair

tanah kaolin 10% (F1) adalah signifikan (P<0,05). Hal ini disebabkan

karena pH suspensi kaolin berada pada rentang asam sampai netral yaitu 4,0

– 7,5 (Rowe, et al., 2009). Dengan demikian penambahan tanah kaolin

dapat mempengaruhi perubahan pH sediaan, yaitu cenderung dapat

menurunkan pH. Dari keenam formula hanya F0 dan F1 yang memenuhi

persyaratan pH menurut SNI 06-4085-1996.

Secara statistik perbedaan nilai pH pada masing-masing formula

sebelum dilakukan proses adjust adalah signifikan (P<0,05). Sehingga kita

dapat menarik kesimpulan bahwa komposisi tanah dan perbedaan jenis

tanah dapat mempengaruhi nilai pH suatu sediaan sabun cair.

Sementara itu, nilai pH sediaan setelah dilakukan proses adjust pH

menggunakan NaOH 10% tidak berbeda secara nyata pada semua formula

berdasarkan data statistik (P>0,05). Dalam SNI 06-4085-1996 ditetapkan

bahwa syarat mutu pH sabun cair jenis surfaktan berkisar 6-8, sehingga

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

semua formula yang dihasilkan memiliki nilai pH yang memenuhi

persyaratan sebagai sabun cair jenis surfaktan setelah dilakukan proses

adjust pH.

4.5 Hasil Tinggi dan Stabilitas Busa Sabun

Pemeriksaan tinggi busa merupakan salah satu cara untuk mengontrol

suatu produk deterjen atau surfaktan agar menghasilkan sediaan yang

memiliki kemampuan dalam menghasilkan busa. Data perhitungan stabilitas

busa dapat dilihat pada Lampiran 14. Parameter yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan cara melihat tinggi busa pada tabung reaksi.

Sabun cair tanah dengan variasi kaolin dan bentonit pada penelitian ini

menunjukkan hasil rata-rata tinggi busa sekitar 2,20 – 2,77 cm lebih tinggi

dibandingkan sabun cair yang tidak menggunakan tanah (F0) yang memiliki

tinggi busa rata – rata 2,13 cm. Nilai tinggi busa sabun cair tanah kaolin dan

bentonit relatif sama dengan tinggi busa yang dihasilkan oleh sabun cair

komersial (Lifebuoy) yaitu 2,93 cm.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tinggi Busa Sabun Cair Tanah

Formula Pengukuran Tinggi Busa (cm)

Rata-rata (cm) ± SD Uji 1 Uji 2 Uji 3

F0 2,4 2,0 2,0 2,13±0,23

F1 2,2 2,0 2,4 2,20±0,20

F2 2,5 2,4 2,0 2,30±0,26

F3 3,0 2,5 2,5 2,67±0,28

F4 3,2 2,5 2,4 2,70±0,43

F5 3,3 2,5 2,5 2,77±0,46

FK 3,1 2,9 2,8 2,93±0,26

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%), FK (Sabun Cair Komersial ‘Lifebuoy’)

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menurut Harry (1973) sediaan memenuhi persyaratan jika tinggi busa

yang dihasilkan berada dalam kisaran 13-220 mm, maka tinggi busa dari

formula sabun cair tanah ini telah memenuhi persyaratan tersebut (Apgar,

2010). Pembentukan busa sebenarnya tidak dipersyaratkan dan hanya

berpengaruh sedikit terhadap proses pembersihan, namun lebih cenderung

ke penerimaan pasien terhadap produk (Febriyenti, Lisa, dan Rahmi, 2014).

Apabila busa yang dihasilkan banyak dan stabil makan akan lebih disukai

konsumen dibandingkan busa yang terbentuk sedikit dan tidak stabil

(Apriyani, 2013).

Sabun cair pada masing-masing formula dengan variasi konsentrasi

tanah kaolin dan bentonit tidak berbeda secara signifikan pada parameter

tinggi busa dengan nilai signifikansi 0,582 (P>0,05) yang berarti bahwa

jenis dan komposisi tanah tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi busa

sabun cair tanah yang dihasilkan. Jika data tersebut dibandingkan dengan

tinggi busa sabun cair komersial (Lifebuoy) perbedaan yang dihasilkan juga

menunjukkan nilai yang tidak signifikan dengan P>0,05 yang berarti

kualitas pembusaan sabun cair tanah adalah sebanding dengan pembusaan

yang dihasilkan oleh sabun cair komersial.

Pada hasil pengujian stabilitas busa sabun cair tanah didapatkan rata –

rata nilainya sekitar 87,95 – 96,32% yang nilainya lebih tinggi dibandingkan

dengan sabun cair tanpa tanah (F0). Pada pengujian stabilitas busa sabun

cair komersial (Lifebuoy) didapatkan nilai sebesar 97,66%. Menurut Dragon

et al. (1968) dalam Sameng (2013) kriteria stabilitas busa yang baik yakni

apabila dalam waktu 5 menit stabilitas busa yang diperoleh berkisar 60-

70%. Dalam hal ini berarti sediaan sabun cair yang diformulasikan sudah

memenuhi kriteria stabilitas busa yang diharapkan sebagaimana yang tertera

pada Tabel 4.5. Pembusaan sabun dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

adanya bahan aktif sabun atau surfaktan (sodium lauril eter sulfat dan

cocamide DEA), penstabil busa (seperti betain) serta bahan penyusun yang

lain. Kestabilan busa yang terbentuk juga dipengaruhi oleh HPMC dalam

sediaan. Selain digunakan sebagai agen pengental, HPMC juga memiliki

kelebihan sebagai penstabil busa dengan cara gelatinisasi. Struktur HPMC

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengentalkan serta menguatkan dinding gelembung busa dan

memperlambat aliran air, menghasilkan busa yang terbentuk menjadi lebih

padat dan stabil sehingga dapat meningkatkan nilai estetika dan psikologi

konsumen terhadap penerimaan produk (Faizatun, Kartiningsih, dan

Liliyana (2008).

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Stabilitas Busa Sabun Cair Tanah

Formula Pengukuran Stabilitas Busa (%)

Rata-rata (%) ± SD Uji 1 Uji 2 Uji 3

F0 83,33 85,00 85,00 84,44±0,96

F1 86,36 90,00 87,50 87,95±1,86

F2 92,00 91,67 90,00 91,22±1,07

F3 93,33 96,00 96,00 95,11±1,54

F4 96,88 96,00 95,83 96,24±0,56

F5 96,00 96,00 96,97 96,32±0,56

FK 100 96,55 96,43 97,66±2,00

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%), FK (Sabun Cair Komersial ‘Lifebuoy’)

Pada pengujian statistik menggunakan One way ANOVA yang

dilanjutkan dengan uji Tukey HSD stabilitas busa masing – masing formula

menunjukkan nilai signifikansi yaitu 0,031 P<0,05 yang berarti jenis dan

komposisi tanah berpengaruh secara nyata terhadap stabilitas busa.

Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi konsentrasi bentonit maka

stabilitas busa yang dihasilkan semakin besar meskipun mekanisme

penstabil busa oleh bentonit belum diketahui secara jelas. Namun,

kemungkinan tanah bentonit memiliki kemampuan yang sama seperti

HPMC dalam mempertahankan stabilitas busa yaitu dengan cara

menguatkan dinding busa dan menurunkan aliran air sehingga busa yang

dihasilkan semakin padat. Karena HPMC dan bentonit memiliki fungsi yang

sama sebagai agen pensuspensi pada beberapa sediaan farmasi. Jika

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dibandingkan dengan sabun komersial, stabilitas busa yang dihasilkan oleh

F4, dan F5 dengan komposisi tanah bentonit yang cukup tinggi

menunjukkan nilai stabilitas busa yang hampir sama. Berdasarkan data

statistik menggunakan Kruskal Wallis didapatkan hasil signifikansi sebesar

0,055 (P>0,05) yang berarti tidak ada perbedaan bermakna pada stabilitas

busa F4, F5 dan sabun komersial (Lifebuoy).

4.6 Hasil Viskositas dan Sifat Alir

Data hasil pengukuran viskositas rata-rata dan sifat alir pada semua

rpm sabun cair tanah dapat dilihat di Lampiran 17. Hasil pengukuran

viskositas sediaan sabun cair tanah pada rpm 60 dapat dilihat pada Tabel 4.7

di bawah ini.

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Viskositas Sabun Cair Tanah dengan Spindel 4

dan Kecepatan 60 rpm

Formula Pengukuran Viskositas (cPs) Rata-rata (cPs) ±

RSD Uji 1 Uji 2 Uji 3

F0 1400 1430 1410 1413 ± 0,010

F1 2900 2910 2940 2916 ± 0,007

F2 3325 3340 3350 3338 ± 0,004

F3 3750 3760 3740 3750 ± 0,003

F4 4200 4210 4190 4200± 0,002

F5 4600 4620 4590 4603 ± 0,003

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%)

Viskositas dan sifat alir merupakan dua parameter yang menjadi

perhatian dalam sediaan sabun cair. Viskositas bertujuan untuk mengetahui

konsistensi sediaan, yang nantinya akan berpengaruh terhadap

pengaplikasian sediaan seperti mudah dituang dari wadahnya namun tidak

mudah tumpah mengalir dari tangan. Oleh karena itu, viskositas merupakan

salah satu hal yang dapat berpengaruh terhadap tingkat persepsi masyarakat

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terkait penerimaan suatu produk (Karsheva, Georgiva, dan Handjiva,2007;

Christiani, 2015). Sementara, implementasi sifat alir terlibat dalam proses

pencampuran dan aliran bahan-bahan, pengemasan bahan ke dalam wadah

dan pemindahan sebelum penggunaan, dimana karakteristik ini mampu

mempengaruhi penerimaan pasien, stabilitas fisika, dan bahkan ketersediaan

hayati (Sinko, 2011; Karsheva, Georgiva, dan Handjiva, 2007). Dalam

Tabel 4.6 dapat dilihat keenam formula memiliki viskositas yang berbeda

meskipun konsentrasi pengental yang digunakan adalah sama. Rata-rata

nilai viskositas sabun cair tanah sekitar 2916 - 4603 cPs lebih tinggi

dibandingkan sabun cair tanpa tanah (F0). Nilai viskositas pada sabun cair

komersial (Lifebuoy) adalah 3083 cPs. Menurut SNI 06-4085-1996

persyaratan viskositas sabun cair berada dalam rentang 500 – 20000 cPs.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa viskositas sabun cair tanah memenuhi

persyaratan mutu SNI.

Gambar 4.1 Kurva Viskositas Rata-rata Semua rpm Sabun Cair Tanah

Perbedaan viskositas masing-masing formula sabun cair dan juga

sabun komersial adalah signifikan dengan nilai signifikansi 0,000 (P<0,05).

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

0 20 40 60 80 100 120

Teg

an

gan

Geser

(cP

s)

Laju Geser (rpm)

Formula 0

Formula 1

Formula 2

Formula 3

Formula 4

Formula 5

Komersial

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan tanah berpengaruh

nyata terhadap peningkatan viskositas sediaan sabun cair.

Menurut hasil penelitian semakin tinggi konsentrasi bentonit maka

viskositas sabun cair yang dihasilkan semakin besar. Hal ini disebabkan

oleh kemampuan tanah bentonit yang dapat mengembang jika dicampuran

dengan air sehingga terjadi peningkatan viskositas sediaan (Rowe, et al.,

2009). Pada sediaan yang ditambahkan tanah kaolin yang tidak memiliki

kemampuan untuk menyerap air, peningkatan viskositas merupakan akibat

dari peningkatan volume bahan dalam suatu pembawa.

Kurva sifat alir tertera pada Gambar 4.2. Kurva sifat aliran dibuat

antara usaha untuk memutar spindel (Torque) dengan kecepatan spindel

(laju geser) (Triantafillopoulos N, 1988 dalam Saputri, Naniek, dan Kori,

2014). Pada rheogram semua formula sabun cair tanah memperlihatkan titik

asal mendekati nilai (0,0) dan tidak ada yield value, kurva naik dan kurva

turun saling berhimpitan tidak terdapat celah “hysteresis loop”sehingga

dalam hal ini formula sabun cair mengikuti tipe aliran sistem non-newton

yang sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu yakni pseudoplastis, dimana

viskositas menurun seiring peningkatan laju geser (Faizatun, Kartiningsih,

dan Liliyana, 2008). Sifat aliran ini memiliki konsistensi cukup tinggi dalam

wadah, namun dapat dituang dengan mudah dan untuk kembali ke keadaan

semula membutuhkan waktu yang singkat (Khaerunnisa, Sani, dan Fetri,

2015).

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 4.2 Kurva sifat alir (a) formula tanpa tanah, (b) Konsentrasi tanah kaolin 10%, (c) Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%,

(d) Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 : 5%, (e) Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%, (f) Konsentrasi tanah bentonit 10%

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.7 Hasil Bobot Jenis

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Bobot Jenis Sabun Cair Tanah

Formula Pengukuran Bobot Jenis (g/cm3) Rata-rata (g/cm3) ±

SD Uji 1 Uji 2 Uji 3

F0 1,065 1,062 1,067 1,065 ± 0,002

F1 1,089 1,090 1,087 1,089 ± 0,001

F2 1,090 1,088 1,092 1,090 ± 0,002

F3 1,096 1,094 1,092 1,094 ± 0,002

F4 1,097 1,095 1,092 1,095 ± 0,002

F5 1,105 1,102 1,101 1,103 ± 0,002

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%)

Pemeriksaan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer 10

ml. Dari hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa semua formula

sediaan sabun tanah memenuhi persyaratan bobot jenis yang ditetapkan Standar

Nasional Indonesia untuk sediaan sabun cair yaitu 1,01 – 1,10 g/ml (SNI 06-

4085-1996).

Bobot jenis ditentukan oleh komponen-komponen yang ada dalam

sediaan tersebut. Semakin banyak komponen yang ada dalam sediaan maka

fraksi berat semakin tinggi, sehingga bobot jenis juga semakin tinggi.

Viskositas berbanding lurus dengan bobot jenis, sehingga semakin tinggi bobot

jenis maka viskositas akan semakin meningkat (Sinko, 2011). Dari percobaan

yang telah dilakukan maka data yang diperoleh sesuai dengan teori tersebut

dimana, sediaan viskositas sediaan sabun cair meningkat akan dapat

meningkatkan bobot jenisnya. Meskipun demikian, berdasarkan data statistik

perbedaan bobot jenis sabun cair tanah tiap formula tidak terlalu signifikan

(P>0,05).

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.8 Pengujian Daya Bersih Sabun Cair Tanah

4.8.1 Metode Spektrofotometri UV-Vis

Daya bersih merupakan salah satu parameter penilaian

kualitas produk sabun. Daya bersih pada sabun dihasilkan dari

kemampuaan sabun untuk mengangkat kotoran. Dalam hal ini

mekanisme pengangkatan kotoran oleh sabun dihasilkan dari

kemampuannya untuk menurunkan tegangan permukaan antara air

dan kotoran. Komponen sabun yang paling berperan dalam

menurunkan tegangan permukaan adalah surfaktan. Pada penelitian

ini digunakan 3 jenis surfaktan yaitu SLES, kokoamidopropil

betain, dan cocamide DEA yang diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan sabun dalam mengangkat kotoran serta mengurangi

efek iritasi yang disebabkan oleh surfaktan primer terhadap kulit.

Pengukuran daya bersih menggunakan metode

spektrofotometri UV-Vis dilakukan dengan mengukur besarnya

absorbansi suatu sampel pada panjang gelombang 450 nm. Data

perhitungan daya bersih dapat dilihat pada Lampiran 23. Semakin

besar nilai absorbansi maka semakin besar kemampuan sabun

dalam menarik kotoran dari substrat yang menandakan daya bersih

sabun cair tanah akan semakin baik. Hasil pengukuran rata-rata

daya bersih sabun cair tanah dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut

ini.

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.9 Hasil Pengukuran Rata- Rata Daya Bersih Sabun Cair

Tanah Menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada Panjang Gelombang 450 nm

Formula Daya Bersih (Abs)

Rata-rata±SD Uji 1 Uji 2 Uji 3

Kontrol (-) 0,0648 0,0915 0,0802 0,0788±0,013

F0 0,4920 0,4704 0,4866 0,4830±0,011

F1 0,3923 0,5607 0,5509 0,5013±0,060

F2 0,3993 0,5497 0,5617 0,5016±0,093

F3 0,5013 0,5007 0,4829 0,4950±0,010

F4 0,4423 0,5007 0,5409 0,4946±0,049

F5 0,4852 0,5002 0,5042 0,4965±0,010

Kontrol (+) 0,4047 0,4443 0,3258 0,3916±0,060

Keterangan : kontrol (-) = Akuades, F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi

tanah kaolin 10%), F2 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 : 5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin :

bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit 10%), kontrol (+) = sabun

cair ‘Lifebuoy’

Menurut data statistik, terdapat perbedaan yang signifikan

antara kontrol negatif dan F0 dengan nilai signifikansi 0,000

(P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan surfaktan

berpengaruh secara nyata terhadap daya bersih sabun. Sementara

itu penambahan tanah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

peningkatan daya bersih sediaan karena menurut data statistik nilai

signifikansi semua formula beserta sabun komersial adalah 0,294

(P>0,05). Perbedaan antara sabun cair tanah dan sabun komersial

yang tidak signifikan menunjukkan bahwa daya bersih sabun cair

tanah telah memenuhi persyaratan.

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.8.2 Metode Uji Kekesatan

Tabel 4.10 Penilaian Daya Bersih Sabun Cair Tanah terhadap Kotoran Minyak Kelapa

Responden Penilaian Kekesatan

F0 F1 F2 F3 F4 F5 FK

1 2 3 3 2 2 2 3

2 3 3 3 2 1 2 2

3 2 2 3 2 2 1 3

4 2 2 2 3 2 1 4

5 2 2 2 2 2 1 3

6 3 2 2 1 2 2 3

7 3 2 3 2 1 2 2

8 3 3 2 2 1 2 4

9 2 4 3 2 2 2 3

10 2 3 4 2 3 2 3

Rata-Rata 2,4 2,6 2,7 2,0 1,8 1,7 3,0

Keterangan : F0 (formula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin :

bentonit 5 : 5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5

(Konsentrasi tanah bentonit 10%), FK (Sabun Cair Komersial ‘Lifebuoy’)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi kaolin maka kekesatan semakin meningkat, namun

secara statistik perbedaan masing-masing formula beserta sabun

komersial adalah tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,368

(P>0,05). Dengan demikian, daya bersih sabun kaolin dan bentonit

tidak dipengaruhi oleh konsentrasi tanah pada kisaran konsentrasi

yang digunakan pada penelitian ini. Perbedaan yang tidak

signifikan antara sabun cair tanah dan sabun cair komersial

menunjukkan bahwa sabun cair tanah telah memenuhi persyaratan

daya bersih dengan metode kekesatan.

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.9 Evaluasi Fisik Sediaan Berbasis Suspensi

4.9.1 Hasil Laju Sedimentasi

Sediaan sabun cair tanah termasuk dalam sediaan suspensi,

dimana terdapat partikel padat yaitu tanah kaolin dan bentonit yang

tidak larut dalam pembawanya yang berupa air (Sinko, 2011).

Diameter ukuran partikel tanah kaolin dan bentonit masing-masing

adalah 0,6 – 0,8 µm dan 1 – 2 µm (Rowe et al., 2009). Laju

sedimentasi merupakan salah satu parameter yang perlu diukur

pada sediaan dengan basis suspensi untuk mengetahui sistem

suspensi apa yang terbentuk. Data perhitungan laju sedimentasi

sediaan sabun cair tanah bisa dilihat pada Lampiran 21. Jika laju

pengendapan cepat maka sistem flokulasi lebih dominan dalam

sediaan tersebut. Namun, jika laju sedimentasi terjadi lambat maka

sistem deflokulasi yang lebih dominan (Sinko, 2011). Laju

sedimentasi diukur dengan membandingkan jarak perpindahan zat

yang terdispersi terhadap waktu (Suena, 2015). Pengujian ini

dilakukan selama 14 hari. Hasil pengukuran laju sedimentasi dapat

dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini.

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.11 Hasil Pengukuran Laju Sedimentasi Sabun Cair Tanah

Hari

Ke-

Laju Sedimentasi (cm/jam)

F1 F2 F3 F4 F5

1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0,00139 7 0 0 0 0 0,00417

8 0 0 0 0,00052 0,00573 9 0 0 0,00046 0,00185 0,00602 10 0 0 0,00167 0,00292 0,00583

11 0 0 0,00227 0,00341 0,00530 12 0 0 0,00278 0,00347 0,00521

13 0 0 0,00256 0,00321 0,00481 14 0 0 0,00238 0,00298 0,00446

Rata-

rata 0 0 0,00087 0,00131 0,00307

Keterangan : F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2 (Konsentrasi tanah kaolin :

bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 : 5%), F4

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit

10%)

Hasil pengukuran laju sedimentasi sediaan sabun cair tanah

kaolin dan bentonit menunjukkan bahwa selama penyimpanan 14

hari pada F1 dan F2 tidak terdeteksi adanya suatu endapan atau

sedimen. F1 dan F2 merupakan sediaan dengan jumlah tanah kaolin

yang lebih tinggi dibandingkan tanah bentonit. Sementara itu

endapan terbentuk pada penyimpanan selama 14 hari pada F3, F4,

dan F5 yang mengandung jumlah tanah bentonit lebih besar.

Berdasarkan hasil pengamatan, semakin tinggi kandungan

bentonit maka laju sedimentasi akan semakin meningkat.

Konsentrasi bentonit berpengaruh secara signifikan terhadap laju

sedimentasi sediaan dengan nilai signifikansi 0,018 (P<0,05). Hal

ini disebabkan oleh ukuran partikel bentonit yang lebih besar

dibandingkan dengan kaolin sehingga laju sedimentasinya lebih

cepat. Selain itu, menurut Sinko (2011) terjadinya sedimentasi pada

sediaan suspensi adalah karena tiap partikel terdispersi melakukan

gaya tarik menarik (London-van der Waals) dan gaya tolak-

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menolak atau yang disebut dengan zeta potensial. Suspensi yang

mengendap dengan cepat seperti yang terjadi pada sediaan yang

mengandung konsentrasi tanah bentonit besar menandakan

tingginya gaya London-van der Waals dan rendahnya zeta potensial

sehingga partikel cenderung saling bertubrukan dan membentuk

gumpalan yang akhirnya mengendap. Besarnya zeta potensial

mengindikasikan stabilitas potensial sistem koloid. Apabila semua

partikel dalam suspensi memiliki zeta potensial lebih positif dari

+30 mV atau lebih negatif dari -30 mV, maka secara normal

dinyatakan stabil, karena setiap partikel akan saling tolak menolak

satu sama lain sehingga tidak terjadi kecenderungan untuk

beragregasi. Dalam hal ini pemilihan koloid pelindung maupun

agen pemflokulat sangat berperan dalam merubah muatan partikel

agar tercapai keadaan yang ideal.

Seperti yang kita ketahui tanah kaolin dan bentonit terdiri

dari berbagai jenis mineral yang terkandung di dalamnya dan

masing-masing jenis mineral memiliki muatan masing-masing.

muatan positif dan negatif yang dimiliki masing-masing tanah

inilah yang kemungkinan mempengaruhi besar kecilnya interaksi

antarpartikel, sehingga menyebabkan perbedaan nilai gaya van-der

Waals dan zeta potensial dan berakibat pada perbedaan laju

pengendapan sediaan yang mengandung tanah kaolin dan bentonit.

Pada pengamatan selama 14 hari didapatkan hasil bahwa

sabun cair tanah yang mengandung tanah kaolin lebih tinggi

cenderung membentuk sistem deflokulasi dimana sediaan akan

terlihat homogen dan tidak terbentuk suatu supernatan dibagian

atas sediaan serta pengendapan partikel terdispersi terjadi sangat

lambat, karena selama periode tersebut belum terdeteksi adanya

suatu pemisahan fase. Sementara itu sediaan yang mengandung

tanah bentonit lebih tinggi cenderung membentuk sistem flokulasi

dimana pengendapan terbentuk secara cepat serta terbentuk cairan

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

jernih di bagian atas sediaan sehingga menurunkan tinggi slurry

atau tinggi flokulat.

4.9.2 Hasil Volume Sedimentasi (F)

F merupakan volume sedimentasi yang membandingkan

tinggi flokulat (Hu) dan tinggi suspensi awal (Ho) (Anjani, 2011).

Data Perhitungan volume sedimentasi bisa dilihat pada Lampiran

21. Nilai F sama dengan 1 menunjukkan bahwa partikel suspensi

yang dihasilkan terdispersi merata dalam cairan pembawanya

(Suena, 2015). Hasil pengamatan volume sedimentasi pada F1, F2,

F3, F4, dan F5 selama 14 hari tertera pada Tabel 4.12 di bawah ini.

Tabel 4.12 Volume Sedimentasi Sediaan Sabun Cair Tanah

Hari

Ke-

Volume Sedimentasi (F)

F1 F2 F3 F4 F5

1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1

4 1 1 1 1 1

5 1 1 1 1 1

6 1 1 1 1 1

7 1 1 1 1 1

8 1 1 1 0,9917 0,9083

9 1 1 0,9917 0,9667 0,8917

10 1 1 0,9667 0,9417 0,8833

11 1 1 0,9500 0,9250 0,8833

12 1 1 0,9333 0,9167 0,8750

13 1 1 0,9333 0,9167 0,8750

14 1 1 0,9333 0,9167 0,8750 Keterangan : F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2 (Konsentrasi tanah

kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 :

5%), F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi

tanah bentonit 10%)

Berdasarkan hasil penelitian, pada F1 dan F2 nilai F sama

dengan 1 selama pengamatan 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa

sistem suspensi pada F1 dan F2 tidak terbentuk pemisahan selama

periode pengamatan. Sedangkan pada suspensi F3, F4, dan F5

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terjadi penurunan nilai F yang menunjukkan adanya pemisahan

fase selama penyimpanan 14 hari. Pemisahan fase menunjukkan

terbentuknya suatu endapan, dan pembentukan endapan disebabkan

oleh aktivitas gerak brown partikel terdispersi (Sinko, 2011).

Secara statistik perbedaan volume sedimentasi F3, F4, dan F5

adalah signifikan dengan nilai signifikansi 0,018 (P<0,05). Hal ini

dapat disimpulkan bahwa konsentrasi dan jenis tanah pada sabun

cair berpengaruh secara nyata terhadap volume sedimentasi yang

terbentuk.

4.9.3 Hasil Pengujian Redispersibilitas

Pengujian redispersibilitas dipengaruhi oleh partikel yang

terbentuk dalam suatu sistem suspensi. Apabila partikel berada

sebagai satuan terpisah maka partikel akan membentuk sedimen

yang sangat kompak (cake) sehingga sediaan akan sulit

diredispersi, sedangkan partikel dengan agregat longgar

menyebabkan partikel tidak terikat secara ketat antara satu dengan

yang lainnya maka suspensi tidak membentuk massa yang keras

dan rapat sehingga sediaan masih dapat teredispersi secara

homogen dan membentuk suspensi aslinya (Suena, 2015).

Pengujian redispersibilitas dilakukan secara manual dengan

menggojok silinder setelah terjadi sedimentasi dalam waktu 14

hari. Satu kali inversi menyatakan bahwa suspensi 100% mudah

teredisperi. Setiap penambahan inversi mengurangi persen

kemudahan redispersi sebanyak 5% seluruh sediaan (Anggreini,

2013). Hasil pengamatan kemampuan redispersi sabun cair tanah

dapat dilihat pada Tabel 4.13 yang tertera di bawah ini.

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.13 Kemampuan Redispersi Sabun Cair Tanah

Formula Pengocokan Redispersibilitas

(%)

F1 - 100

F2 - 100

F3 4 kali 80

F4 8 kali 60

F5 11 kali 45

Keterangan : F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2 (Konsentrasi tanah

kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 : 5%),

F4 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah

bentonit 10%)

Berdasarkan hasil penelitian, pada F1 dan F2 kemampuan

redispersinya 100% karena tidak terbentuk suatu endapan pada satu

kali inversi. Sedangkan pada F3 kemampuan redispersinya 80%

karena terbentuk suatu endapan dan butuh 4 kali inversi atau

pengocokan untuk menghomogenkan kembali. Selanjutnya pada F4

dan F5 kemampuan redispersinya 60% dan 45%. Syarat suspensi

yang baik adalah jika sediaan mengalami pengendapan maka dapat

dengan mudah didispersikan kembali (Sinko, 2011). Dari

pengamatan di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi tanah

berpengaruh secara nyata terhadap kemampuan redispersi sediaan

sabun cair tanah.

Berdasarkan hasil pengamatan karaktersitik fisik dan

pengujian statistik terhadap sabun cair tanah pada beberapa

parameter seperti pemeriksaan organoleptik, pH, tinggi dan

stabilitas busa, viskositas, sifat alir, bobot jenis, dan evaluasi

sediaan suspensi didapatkan hasil bahwa semua formula sabun cair

tanah telah memenuhi persyaratan SNI pada parameter

organoleptik, pH, viskositas dan bobot jenis. Semua formula sabun

cair tanah juga memiliki hasil yang baik pada parameter kualitas

busa, stabilitas busa, sifat alir dan daya bersih. Namun pada

parameter laju sedimentasi, volume sedimentasi, dan

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

redispersibilitas yang dilakukan selama 14 hari, didapatkan hasil

bahwa F1 dan F2 adalah formula dengan karaktersitik terbaik

karena pada ada F1 dan F2 tidak terbentuk pemisahan fase selama

periode pengamatan. F3 memiliki daya redispersi cukup baik,

namun menurut Sinko (2011) sediaan yang memiliki nilai F tidak

sama dengan 1 akan terlihat buruk karena terdapat pemisahan fase

yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Meskipun F1 dan

F2 merupakan formula terbaik, dalam hal ini dipilih F2 yang

memiliki kandungan kaolin 7,5% dan bentonit 2,5% untuk

dilakukan pengujian aktivitas antibakteri berdasarkan pertimbangan

jenis tanah, manfaat tanah terhadap kesehatan dan penyucian najis.

Penggunaan kombinasi tanah dapat memberikan manfaat yang

optimal, karena masing-masing tanah memiliki kelebihan dan

kekurangan tersendiri. Harga bentonit yang lebih murah

dibandingkan kaolin akan menurunkan biaya produksi serta

manfaat bentonit pada perawatan kosmetik yang sudah diakui

memberi nilai tambah pada sediaan. Selanjutnya penggunaan

kaolin pada sabun cair tanah yang menghasilkan karakteristik fisik

lebih baik dari bentonit pada penelitian ini menjadi pertimbangan

untuk menjaga stabilitas sediaan setelah dilakukan produksi.

4.10 Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas ini bertujuan untuk melihat profil antibakteri tanah kaolin

dan bentonit setelah diformulasikan menjadi sediaan sabun cair. Pada

penelitian ini sampel yang digunakan untuk pengujian profil antibakteri

adalah sabun cair tanah formula 2 yang mengandung tanah kaolin 7,5% dan

tanah bentonit 2,5% dan merupakan formula terbaik berdasarkan

karakteristik fisiknya. Sampel diuji untuk mengetahui efektifitas

penghambatannya terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

yang merupakan bakteri gram positif dan bakteri Escherichia coli ATCC

25922 yang merupakan bakteri gram negatif. Sebagai kontrol positif

digunakan cakram antibiotik kloramfenikol 30 mcg dan sebagai kontrol

Page 101: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

negatif digunakan formula sabun cair tanpa tanah (F0). Gambar hasil uji

aktivitas antibakteri sabun cair tanah menggunakan metode disc diffusion

dapat dilihat pada Lampiran 26.

Pengujian aktivitas antibakteri sabun cair tanah menggunakan metode

uji Kirby-Bauer atau yang lebih dikenal dengan difusi cakram, prinsipnya

senyawa antibakteri dijenuhkan ke dalam kertas cakram, lalu kertas cakram

yang telah mengandung senyawa antibakteri tertentu ditanam pada media

pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan bakteri yang diuji,

kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu, selanjutnya diamati

adanya zona bening di sekitar kertas cakram yang menunjukkan tidak

adanya pertumbuhan bakteri (Lisdayanti, 2013 dalam Fakhrunnisa, 2016).

Menurut Schlegel (1994) kemampuan suatu bahan antimikroba dalam

meniadakan kemampuan hidup mikroorganisme tergantung pada

konsentrasi bahan antimikroba tersebut (Fakhrunnisa, 2016). Dari hasil

pengamatan, ditemukan adanya rata-rata diameter zona hambat pada biakan

bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 namun tidak terdeteksi adanya

zona hambat pada biakan bakteri Escherichia coli ATCC 25922 akibat

pemberian sabun tanah.

Tabel 4.14 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Sabun Cair Tanah

Sampel Zona Hambat (mm)

S. aureus E. coli

F0 20,00 -

22,00 -

Rata-Rata 21,00±0,14 -

F2 26,00 -

25,00 -

Rata-rata 25,50±0,07 -

Kloramfenikol 26,00 24,00

26,00 24,00

Rata-rata 26,00±0,00 24,00±0,00

Keterangan : F0 (Formula tanpa tanah), F2 (Konsentrasi tanah kaolin :

bentonit 7,5 : 2,5%)

Page 102: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan tabel di atas (Tabel 4.14) dapat dilihat bahwa F2 sabun

cair tanah, kontrol negatif (F0), serta kontrol positif (kloramfenikol)

memberikan zona hambat yang terbentuk di sekeliling cakram biakan

Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hasil zona hambat oleh F2

menunjukkan zona hambat yang lebih besar dibandingkan dengan F0

(kontrol negatif). Namun apabila dibandingkan dengan kontrol positif zona

hambat kontrol positif lebih besar daripada F2. Zona hambat tidak terdeteksi

pada biakan bakteri Escherichia coli ATCC 25922 kecuali oleh kontrol

positif. Hal ini menunjukkan bahwa komponen sabun dan tanah kaolin

maupun bentonit kurang sensitif terhadap pertumbuhan bakteri gram negatif

terutama Escherichia coli. Kemungkinan dibutuhkan konsentrasi yang lebih

tinggi untuk agen antimikroba agar dapat menghasilkan daerah

penghambatan pada bakteri tersebut. Selain itu, jika dibandingkan dengan

gram positif, bakteri yang termasuk golongan gram negatif memiliki

ketahanan yang lebih besar terhadap senyawa antibakteri. Hal ini

disebabkan karena bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang lebih

kompleks, lapisan peptidoglikannya lebih tipis dibandingkan bakteri Gram

positif dan dikelilingi oleh suatu membran luar yang terdiri dari

lipopolisakarida dan lipoprotein. Komponen lipopolisakarida dari dindiong

sel Gram negatif merupakan molekul endotoksin yang memberikan

sumbangan pada patogenesis bakteri (Hart dan Shears, 2004). Dua lapisan

membran sel dan molekul endotoksin inilah yang menyebabkan bakteri

gram negatif lebih sulit diganggu oleh senyawa antimikroba. Pada formula

sabun cair tanpa tanah (F0) memberikan zona hambat rata-rata sebesar

21,00±0,14 mm pada biakan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Hal ini

disebabkan karena menurut Merianos (1991), Hugo and Russell (1992)

dalam Ishikawa, et al. (2002) surfaktan yang bersifat zwitter ion atau

amfoterik dalam hal ini adalah kokoamidopropil betain memiliki aktivitas

antimikroba pada konsentrasi rendah. Mekanisme penghambatan bakteri

oleh surfaktan berdasarkan jurnal tersebut adalah akibat adanya interaksi

antara surfaktan dengan berbagai komponen sel bakteri seperti protein dan

lipid yang mengakibatkan pertumbuhan sel terganggu. Menurut Krasowska

Page 103: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

88

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

et al., (2012) kokoamidopropil betain lebih peka terhadap bakteri gram

positif dibandingkan dengan bakteri gram negatif karena nilai MIC

(Minimal Inhibitory Concentrations) surfaktan tersebut kurang dari 0,006%

pada inkubasi lebih dari 18 jam terhadap bakteri Staphylococcus aureus.

Sedangkan pada bakteri Eschericia coli nilai MIC kokoamidopropil betain

lebih dari 9% selama selama lebih dari 18 jam. Penghambatan mikroba

diduga bukan berasal dari gliserin, meskipun menurut Rowe (2009) gliserin

memiliki aktivitas antimikroba pada konsentrasi kurang dari 20%

dikarenakan menurut Nalawade, et al., (2015) nilai MIC gliserin pada

bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli adalah 100%.

Berdasarkan data statistik terdapat perbedaan yang signifikan pada

parameter zona hambat bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 antara

F0 dengan F2 dengan nilai signifikansi 0,032 (P<0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi tanah berpengaruh secara

nyata terhadap aktivitas antibakteri sabun cair terhadap bakteri gram positif

terutama bakteri Staphylococcus aureus. Perbedaan yang tidak signifikan

terjadi pada perbandingan antara zona hambat antara F2 dan kontrol positif

dengan nilai signifikansi 0,855 (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan sabun cair tanah sebanding dengan kemampuan kontrol positif

yaitu antibiotik kloramfenikol untuk menghambat bakteri gram positif

terutama bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi yang diujikan.

Kemampuan antibakteri sabun cair tanah pada penelitian ini bukan hanya

berasal dari tanah kaolin dan bentonit karena pada kontrol negatif juga

menghasilkan daya antibakteri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanah

kaolin dan bentonit dapat meningkatkan aktivitas antibakteri pada

Staphylococcus aureus.

Data yang dihasilkan dari zona hambat saja tidak dapat mendeteksi

secara langsung mekanisme kerusakan bakteri akibat senyawa antimikroba.

Sehingga pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Scanning Electron

Microscopy (SEM) untuk melihat kerusakan sel bakteri akibat paparan

sabun cair tanah. Data hasil pengujian SEM dapat dilihat pada Gambar 4.3

yang tertera di bawah ini.

Page 104: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

89

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 4.3 (a) S. aureus yang tidak diberi perlakuan dengan perbesaran

3000 kali, (b) S. aureus yang diberi sabun cair tanah kaolin dan bentonit dengan perbesaran 3700 kali, (c) S. aureus yang tidak diberi perlakuan

dengan perbesaran 5000 kali, (d) S. aureus yang diberi sabun cair tanah

kaolin dan bentonit dengan perbesaran 5000 kali, (e) S. aureus yang tidak diberi perlakuan dengan perbesaran 10000 kali, (f) S. aureus yang diberi

sabun cair tanah kaolin dan bentonit dengan perbesaran 10000 kali

Page 105: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada gambaran di atas (gambar 4.4 (a), (c), dan (e)) merupakan

penampakan bakteri Staphylococcus aureus sebelum terpapar sabun cair

tanah. Dari gambar di atas terlihat bakteri berbentuk kokus yang tersusun

berkoloni sesuai cara hidupnya yang tampak seperti anggur dengan

perbesaran masing-masing 3000, 5000, dan 10000 kali. Penampakan lain

dari bakteri normal yaitu pada sel bakteri septum tetap terpisah jelas dan

permukaan dinding sel tetap rata serta tidak terjadi penonjolan pada

permukaan sel. Gambaran perubahan morfologi Staphylococcus aureus

(gambar 4.4 (b), (d), dan (f)) setelah diberi sabun cair tanah kaolin 7,5% dan

bentonit 2,5% tampak bentuk bakteri sudah tidak bulat lagi, septum tidak

terlihat secara jelas karena bakteri terlihat menyatu satu sama lain, dan

permukaan dinding sel nampak sudah tidak rata karena terdapat penonjo lan

pada permukaan sel. Penonjolan sel biasanya disebabkan karena kebocoran

dinding sel yang menyebabkan keluarnya komponen sel bakteri (Diyantika,

dkk., 2014). Dari hasil pengamatan di atas, kerusakan sel bakteri yang

terjadi akibat paparan sabun cair tanah dapat disebabkan oleh kerusakan

komponen dinding sel karena interaksinya dengan surfaktan maupun

interaksi dengan tanah. Kerusakan dinding sel menyebabkan kerusakan pada

membran sel yang mengakibatkan hilangnya sifat permeabilitas membran

sehingga keluar masuknya zat-zat seperti air, nutrisi, dan enzim tidak

terseleksi yang pada akhirnya akan terjadi kebocoran sel atau plasmolisis.

Setelah sel mengalami plasmolisis, komponen sel akan keluar membentuk

tonjolan yang mengakibatkan permukaan dinding sel tidak rata dan merubah

bentuk bakteri menjadi tidak bulat lagi. Plasmolisis menyebabkan proses

metabolisme bakteri terganggu sehingga bakteri akan mengalami kematian.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa tanah berpengaruh secara

signifikan terhadap peningkatan aktivitas antibakteri dari sabun cair tanah.

Menurut Mc Laren (1963) dalam Caitlin C. Otto, Shelley E. Haydel (2013)

10% suspensi campuran clay mineral (illite-smectite sebanyak 36–37%,

montmorillonite sebanyak 9,7–14,2%, kaolinite sebanyak 1,4–3,6%,

sejumlah kecil chlorite) dalam air memiliki aktivitas antibakteri terhadap

Eschericia coli dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Page 106: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasakan pengujian X-ray diffraction (XRD), keempat jenis clay mineral

memiliki kandungan mineral yang tidak jauh berbeda. Dan setelah

dilakukan pengujian inductively coupled plasma-optical emission

spectroscopy (ICP-OES) dan mass spectrometry (ICP-MS), komponen

utama keempat clay mineral tersebut adalah Fe, Co, Cu, Ni, dan Zn.

Menurut jurnal tersebut yang bertanggung jawab dalam mekanisme

penghambatan bakteri oleh campuran clay mineral tersebut yaitu adanya

muatan pada permukaan clay yang dengan mudah melakukan pertukaran ion

yang berasal dari beberapa komponen seperti bakteri, virus, protein, asam

nukleat dan kation. Pertukaran ion yang terjadi dapat mengganggu

permebilitas membran sel yang berperan dalam kerusakan sel bakteri.

Beberapa ion yang berpotensi menurunkan permeabilitas membran bakteri

adalah ion Zn2+, Ni2+, Co2+, dan Cu2+ yang terkandung dalam campuran

clay mineral tersebut. Pada penelitian ini tidak adanya zona hambat pada

bakteri Eschericia coli menandakan pada konsentrasi tanah kaolin 7,5% dan

bentonit 2,5% belum mampu memenuhi kebutuhan ion yang bisa

menghambat bakteri gram negatif yang mayoritas lebih tahan terhadap

serangan senyawa antibakteri dibandingkan jenis bakteri gram positif.

Kemungkinan lain, kurangnya kebutuhan ion disebabkan karena beberapa di

antaranya telah mengalami ion exchange atau berikatan dengan senyawa

lain yang menyusun sabun cair, sehingga jumlahnya menurun dan

mempengaruhi proses penghambatan bakteri. Menurut Lenni (2015),

beberapa sabun antibakteri yang beredar di pasaran dengan kandungan

senyawa antibakteri triklosan dan triklokarban memiliki daya hambat yang

berbeda pada bakteri gram positif dan gram negatif. Dimana dari empat

sabun antibakteri yang diujikan, rata-rata daya hambat sabun tersebut lebih

besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) dibandingkan

terhadap Escherichia coli (gram negatif). Pernyataan tersebut serupa dengan

hasil penelitian, dimana aktivitas antibakteri sabun cair tanah lebih besar

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri

Escherichia coli.

Page 107: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

92 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat penulis berikan berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan bahwa jenis dan

konsentrasi tanah berpengaruh secara nyata terhadap warna dan

kekeruhan sediaan. Dimana semakin tinggi konsentrasi tanah kaolin,

warna sabun cair yang dihasilkan akan semakin berwarna putih tulang.

Sementara itu, semakin tinggi konsentrasi tanah bentonit, warna sabun

cair yang dihasilkan akan semakin berwarna abu-abu.

2. Perbedaan jenis dan konsentrasi tanah berpengaruh secara nyata

terhadap pH sediaan yaitu nilai pH yang dihasilkan oleh F0 (tanpa

tanah) dan F1 (kaolin 10%) cenderung menghasilkan pH yang netral.

Sedangkan pada F2, F3, F4, dan F5 yang mengandung tanah bentonit,

nilai pH yang dihasikan cenderung asam. Proses adjust pH perlu

dilakukan agar pH sediaan memenuhi standar SNI yaitu sekitar 6 – 8.

3. Perbedaan jenis dan konsentrasi tanah tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap parameter daya busa, karena semua formula

sabun cair (F0, F1, F2, F3, F4, dan F5) memiliki daya busa yang

hampir sama dan stabil setelah 5 menit pengujian.

4. Pada parameter viskositas penambahan tanah berpengaruh secara

nyata terhadap peningkatan viskositas sediaan. Namun, sifat alir yang

dihasilkan semua formula adalah sama yaitu aliran pseudoplastis.

5. Perbedaan komposisi tanah tidak berpengaruh signifikan terhadap

parameter bobot jenis sabun cair karena semua formula sabun cair

(F0, F1, F2, F3, F4, dan F5) memiliki nilai bobot jenis yang hampir

sama dan memenuhi persyaratan SNI.

6. Perbedaan komposisi tanah tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap daya bersih sabun cair. Hasil daya bersih sabun cair telah

memenuhi persyaratan karena memiliki nilai yang hampir sama

Page 108: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

93

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan sabun cair komersial serta tidak memiliki perbedaan yang

signifikan.

7. Perbedaan komposisi tanah berpengaruh secara nyata terhadap laju

sedimentasi, volume sedimentasi, dan kemampuan redispersibilitas

sabun cair.

8. Semua formula sabun cair (F0, F1, F2, F3, F4, dan F5) telah

memenuhi standar SNI pada parameter organoleptis, pH, bobot jenis

dan viskositas.

9. Berdasarkan hasil evaluasi fisik dan data statistik, F1 dan F2

merupakan formula yang dapat memberikan karakteristik sabun cair

tanah terbaik selama periode pengamatan. Namun, dengan

mempertimbangkan keekonomisan, efisiensi biaya produksi, serta

manfaat kesehatan dan kosmetik, maka F2 yang mengandung

kombinasi kaolin 7,5% : bentonit 2,5% merupakan pilihan yang paling

baik.

10. Sabun cair tanah terpilih memiliki aktivitas antimikroba terhadap

bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 namun, tidak sensitif

terhadap bakteri Eschericia coli ATCC 25922.

11. Terdapat perubahan morfologi yang cukup signifikan pada bakteri

Staphylococcus aureus ATCC 25923 akibat pemberian sabun cair

tanah di bawah pengamatan SEM yang menandakan adanya kerusakan

bakteri.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Mengoptimalkan ukuran partikel bentonit serta memilih koloid

pelindung dan agen pemflokulat yang sesuai agar dapat menurunkan

laju pengendapan dan menghindari terbentuknya cake pada sediaan

sabun cair tanah jika akan digunakan konsentrasi bentonit yang cukup

besar (di atas 2,5%).

2. Melakukan pengujian angka lempeng total untuk mengetahui kadar

cemaran mikroba sebagai kontrol kualitas sediaan sabun cair tanah.

Page 109: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

94

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Melakukan pengujian efektivitas sabun cair tanah terhadap

pembersihan najis menggunakan metode swab.

Page 110: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

95 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Abatasa, 2012. Thaharah adalah Ritual, http://m.pustaka.abatasa.co.id/pustaka/

detail/fiqih/najis-dan-tingkatannya/894/thaharah-adalah-ritual.html,12 Juni

2014.

Ad-imasyqi, Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman, 2001. Fiqh

Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi Press.

Akhter S., J. Hwang, dan H. Lee, 2008. Sedimentation characteristics of two

commercial bentonites in aqueous suspension. Division of Earth and

Environmental Science Systems, Pusan National University, Busan

Al-Bugha, M.D., 2007. Al-Wafi fi Syarh Al-Arbain An-Nawawiyyah,

diterjemahkan oleh Muzayin, 261, Mizan Publika, Jakarta.

Al-Mahfani, M.K., 2008. Buku Pintar Shalat, 1-2, 8-9, Wahyu Media, Jakarta.

Al Mansyur, Achmad Fadhil. 2015. Pengaruh Jumlah HPMC 3 CPS Terhadap

Kelarutan dan Laju Disolusi Sistem Dispersi Padat Quercetin-HPMC 3

CPS. Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.

Al-Qahthani, Sa’id bin Ali bin Wahf, 2006. Ensiklopedi Shalat menurut Al-

Qur’an dan As-Sunnah, diterjemahkan oleh M. Abdul Ghofar E.M., Pustaka

Imam Asy-Syafi’I, Jakarta.

Anggraeni, I.N., 2014. Optimasi Formula Sabun Bentonit Penyuci Najis

Mughalladzah dengan Kombinasi Minyak Kelapa (Coconut Oil) dan

Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil) Menggunakan Simplex Lattice Design,

Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anggreini DB, 2013, Optimasi Formula Suspensi Siprofloksasin Menggunakan

Kombinasi Pulvis Gummi Arabici (PGA) Dan Hydroxypropyl

Methylcellulose (HPMC) Dengan Metode Desain Faktorial, Skripsi.

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

Pontianak.

Angkatavanich, J. et al. 2009. Development of clay liquid detergent for Islamic

cleansing and the stability study. International Journal of Cosmetic Science,

2009, 31, 131–141. The Halal Science Center, Chulalongkorn University,

Bangkok.

Page 111: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

96

96 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anjani, et al. 2011. Formulasi Suspensi Siprofloksasin dengan Suspending Agent

Pulvis Gummi Arabici dan Daya Antibakterinya. Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anonim, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi III. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

Ansel, C., H., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ed IV, UI Press, Jakarta

Apgar, Satrias. 2010. Formulasi Sabun Cair Mandi yang Mengandung Gel Daun

Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Webb) dengan Basis Virgin Coconut Oil

(VCO). Skripsi. Program Studi Farmasi Universitas Islam Bandung.

Apriyani, Diniah. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri

Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Dengan Cocamid Dea Sebagai Surfaktan,

Naskah Publikasi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Asad et al., 2013. Suitability of Bentonite Clay : an analytical approach,

International Journal of Earth Science 2013; 2 (3): 88-95. Bangladesh:

Science Publishing Group.

Aulton, M., E., 2003, Pharmaceutical The Science of Dosage Form Design,

Second Ed, ELBS Fonded by British Goverment.

Austin, B., Baudet, E., Stobie, M. 1992 Inhibition of Bacteria Fish Pathogen by

Tetraselmis suecica. J. Fish. Disease.15(1): 55-61

Aziz, Syaikhul. 2011. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Umbi

Bakung Putih (Crinum asiaticum L.) terhadap Bakteri Penyebab Jerawat .

Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Barel, O. A., Marc Paye., Howard, IMaibach. 2009. Handbook of Cosmetic

Science and Technology, 3rd ed. New york: Informa Healthcare USA Inc.

Bayrak, S.T. dan Muthahhari, M., 2007, Energi Ibadah, diterjemahkan oleh

Asy’ari Khatib, 68, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta.

Buchmann, S., 2001. Main Cosmetics Vehicle, in Barel, O. A., Marc Paye.,

Howard, IMaibach. 2009. Handbook of Cosmetic Science and Technology,

3rd ed. New york: Informa Healthcare USA Inc. Pp. 165.

Budiman, et al. 2015. Uji Aktivitas Sediaan Gel Shampo Minyak Atsiri Buah

Lemon (Citrus limon Burm.) Indonesian Journal of Pharmaceutical Science

and Technology Vol. 2 No. 2: 68-74.

Brooks GF, et al., 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa Mudihardi E,

Kuntaman, Wasito EB et al. Jakarta: Salemba Medika.

Page 112: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

97

97 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Caitlin C. Otto, Shelley E. Haydel. 2013. Exchangable Ions Are Responsible for

The In Vitro Antibacterial Properties of Natural Clay Mixtures.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article/PMC3656846/, diakses pada 08

Juni 2017 pukul 21.00 WIB

Charter GR, Wise DJ. 2004. Veterinary Bacteriology and Micology. USA: lowa

State Press. Lowa

Christiani, Maria Verita Vita. 2015. Formulasi Sabun Cair Transparan Ekstrak

Rimpang Lengkuas (Alphinia galanga): Pengaruh Cocoamidopropyl

Betaine dan Gelatin terhadap Sifat Fisik Sediaan. Skripsi. Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma.

Dahlan, Winai. 2010. Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok: Patent

Cooperation Treaty (PTC).

http://freepatentsonline.com/WO2010101534.html, diakses pada 15

Desember 2016 pukul 10:55 WIB.

Dedkova et al. 2015. Preparation, Characterization, and Antibacterial Properties

of ZnO/Kaoline Nanocomposites. Journal of Photochemistry and

Photobiology B: Biology, Elsevier.

Diyantika, et al., 2014. Perubahan Morfologi Staphylococcus aureus Akibat

Paparan Ekstrak Etanol Biji Kakao (Theobroma cacao) secara In Vitro. e-

Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 2 (no. 2).

Dwiastuti, Rini. 2010. Pengaruh Penambahan CMC (Carboxymethyl Cellulose)

sebagai Gelling Agent dan Propilen Glikol sebagai Humektan dalam

Sediaan Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camellia

sinensis L.). Jurnal Penelitian Vol. 13 No. 2: 227-240.

Edoga, M. O. 2009. Comparison of Various Fatty Acid Sources for Making Soft

Soap (Part I): Qualitative Analysis, Journal of Engineering and Applied

Sciences Vol.4 No.2: 110-113. ISSN: 1816-949X.

Exerowa, D., and Kruglyakov, P.M., 1998. Foam and Foam Films: Theory,

Experiment, Application, Elsevier, Netherlands, pp. 1-3, 494

Fadillah, Haris. 2014. Optimasi Sabun Cair Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang

Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc. Var. Rubrum) Variasi Virgin

Coconut Oil (VCO) dan Kalium Hidroksida (KOH) Menggunakan Simplex

Lattice Design. Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran,

Universitas Tanjungpura.

Page 113: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

98

98 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Faizatun, et al. 2008. Formulasi Sediaan Sampo Ekstrak Bunga Chamomile

dengan Hidroksi Propil Metil Selulosa sebagai Pengental. Jurnal Ilmu

Kefarmasian Indonesia, Vol. 6, No. 1.

Fakhrunnisa, 2016. Formulasi Sabun Cair Minyak Nilam (Pogostemon cablin

Benth.) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923.

Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Fauziah, Ika Nuriyana. 2010. Formulasi Deterjen Cair: Pengaruh Konsentrasi

Dekstrin Dan Metil Ester Sulfonat (MES). Skripsi. Institut Pertanian Bogor,

Bogor

Fatwa Malaysia. 2006. Hukum Melakukan Samak Najis Mughallazah

Menggunakan Sabun Tanah Liat. http://www.e-fatwa.gov.my/fatwa-

kebangsaan/hukum-melakukan-samak-najis-mughallazah-menggunakan-

sabun-tanah-liat. diakses pada 03 Maret 2017 pukul 18:51 WIB.

Gandasasmita, Hangga Damai Putra. 2009. Pemanfaatan Kitosan dan Karagenan

pada Produk Sabun Cair. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Ghaim, J.B., and Volz., E.D., 2001. Skin Cleansing Bars, in Barel, O. A., Marc

Paye., Howard, IMaibach. 2009. Handbook of Cosmetic Science and

Technology, 3rd ed. New york: Informa Healthcare USA Inc., pp. 485-491.

Handrayani, L., Aryani R., Indra. 2015. Liquid Bath Soap Formulation and

Antibacterial Activity Test Against Staphylococcus aureus of Kecombrang

(Etlingera elatior [Jack] R. M. Sm.) Flos Extract. Pharmaceutical

Technology. ISSN 9-772476-969006: 17-22.

Hendrayati T.I., 2012. Perubahan Morfologi Escherichia coli Akibat Paparan

Ekstrak Etanol Biji Kakao (Theobroma cacao) Secara In Vitro, Fakultas

Kedokteran, Universitas Jember.

Hariana, Arief. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penerbit

Swadaya.

Harris, L.G., Foster, S.J. & Richards, R.G., 2002. An introduction to

Staphylococcus aureus, and techniques for identifying and quantifying S.

aureus adhesisn in relation to adhesion to biomaterials : Review. European

Cells and Materials, 4, pp.39–60. Available at:

http://www.ecmjournal.org/journal/papers/vol004/vol004a04.php.

Hendrayati, Teksis I. 2012. Perubahan Morfologi Escherichia coli Akibat

Paparan Ekstrak Etanol Biji Kakao (Theobroma cacao) Secara In Vitro.

Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Page 114: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

99

99 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Herlina, 1999, Pembuatan Karakteristik dan Uji Aktivitas Stuktur Bentonit pada

Peningkatan Kualitas Minyak Jelantah. Skripsi. Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Idrus, Ahmad., Kun Harismah, Agus Sriyanto. 2013. Pemanfaatan Kemangi

(Ocimum sanctum) sebagai Substitusi Aroma pada Pembuatan Sabun

Herbal Antioksidan, Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT): K-

13-K-17: ISSN: 2339-028X.

Irmayanti, Putu Yunia., Ni Putu Ayu Dewi Wijayanti, Cokorda Istri Sri Aristanti,

2014. Optimasi Formula Sediaan Sabun Mandi Cair dari Ekstrak Kulit

Manggis (Garcinia mangostana Linn.), Jurnal Kimia Vol. 8 No. 2: 232-242.

ISSN: 1907-9850.

Ishikawa, et al. (2002). Antibacterial activity of Surfactants Against Escherichia

coli cells is Influenced by Carbon Source and Anaerobiosis. Journal of

Applied Microbiology, 93, 302 – 309.

Jauhari, Lendra Tantowi. 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil

Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. Program

Studi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 1995. Medical Microbiology. USA: Mc

Grraw Hill.

Karsheva, M., Georgiva, S., dan Handjiva, S. 2007. The Choice of The Thickener-

A Way to Improve the Cosmetics Sensory Properties, Journal of the

University of Chemical Technology and Metallurgy Vol. 42 No. 2: 187-194.

Khaerunnisa, R. R., Sani, E. P., dan Fetri, L. 2015. Formulasi dan Uji Efektivitas

Sediaan Gel Antiseptik Tangan Mengandung Ekstrak Etanol Daun Mangga

Arumanis (Mangifera indica L.). Prosiding Penelitian SPeSIA Universitas

Islam Bandung.

Krasowska, et al., 2012. Comparison of antimicrobial activity of three

commercially used quaternary ammonium surfactants. Review Paper.

Department of Biotransformation, Faculty of Biotechnology, University of

Wroclaw.

Kristiyana, Reza. 2013. Optimasi Penambahan Ekstrak Etanol Daun Kemangi

sebagai Pengganti Triclosan dalam Menghambat Staphylococcus aureus

dan Eschericia coli pada Produk Sabun Cuci Tangan Cair. Skripsi.

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Pakuan.

Page 115: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

100

100 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lenni, Fitri. (2015). Kemampuan Daya Hambat Beberapa Macam Sabun

Antiseptik Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli. Universitas Syiah Kuala: Aceh.

Levenspiel, O., 1972, Chemical Reaction Engineering, Second Edition, John

Willey & Sons, New York.

Liu, G., Mcavory, G. 2013. Application of Surfactants in Commercial Crop

Production for Water and Nutrient Management in Sandi Soil. Journal of

the University of Florida.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). 2003. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4

Tahun 2003 Tentang Standardisasi Fatwa Halal. Jakarta: Majelis Ulama

Indonesia Komisi Fatwa.

Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A., 1993, Farmasi Fisika, Edisi ke-3,

diterjemahkan oleh Yoshita, UI Press, Jakarta.

Mauliana. 2016. Formulasi Sabun Padat Bentonit dengan Variasi Konsentrasi

Asam Stearat dan Natrium Lauril Sulfat. Skripsi. Program Studi Farmasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mishra, Debesh. 2013. Preparation of Soap Using Different Types of Oils and

Exploring its Properties. Thesis. Department of Chemical Engineering

National Institute of Technology.

Mughniyah, Muhammad Jawad, 2015. Fiqh Lima Madzhab. Jakarta: Lentera.

Nalawade, et, al., (2015). Bactericidal activity of propylene glycol, glycerine,

polyethylene glycol 400, and polyethylene glycol 1000 against selected

microorganisms. JISPCD. 5(2): 114–119

Nessa, S. A., Idemitsu, K., Yamazaki, S., 2008, Experimental Study on The pH of

Pore Water in Compacted Bentonite under Reducing Conditions with

Electromigration. Departement of Applied Quantum Physics and Nuclear

Engineering, Fukuoka.

Nix, Denise Henry. 2000. Factor to Consider When Selecting Skin Cleansing

Product, JWOCN Vol. 27 No. 5: 260-268

Nor Fitriani, et al., 2015. Formulasi and Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ubi

Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS

Sebagai Antihiperkolesterol. Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan, Volume 2,

Nomor 1, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Page 116: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

101

101 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nurhadi, Siely Cicilia. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami dengan Bahan

Aktif Mikroalga Chlorella pyrenoidosa Beyerinck. dan Minyak Atsiri.

Skripsi. Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Ma Chung.

Pelczar, M. J dan Chan,E.S.C. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI-Press.

Jakarta.

Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Purnamawati, Debbi. 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam

Sitrat terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Rahayu, K. Ludira, S. Akhmad, T. M. 2010. Daya Antibakteri Ekstrak Buah Adas

(Foeniculum vulgare) Terhadap Bakteri Micrococcus luteus Secara In

Vitro. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 2, No. 1, Universitas

Airlangga.

Rieger, M.M. 2000. Harry’s Cosmetology 8th edition. Chemical Publishing Co.,

Inc., New York: 20-36, 118, 247-251, 359, 428.

Riyanto, A., 1992. Bahan Galian Industri Bentonit, PPTM, Bandung.

Rosen, Milton J. 2004. Surfactants and Interfacial Phenomena, 3rd ed., John

Wiley & Sons, Inc., New York.

Roth, Hermann J. & Gottfried Blaschke, 1998. Analisis Farmasi, UI Press,

Jakarta.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., Quinn, M. E. 2009. Handbook of Pharmaceutical

Excipients, 6th ed. Pharmaceutical Press and American Pharmacist

Association, United Kingdom.

Safitri, Devy. 2009. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Pada Formulasi Sabun Padat

Transparan dengan Lendir Lidah Buaya (Aloe barbadensis Mill.) Skripsi,

Program Studi Farmasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Salager, J. L. 2002. Surfactants types and uses. Venezuela : penerbit De Los Andes

University.

Sameng, Mr. Wanhuseng. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Padat Sari Beras (Oryza

sativa) sebagai Antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis. Fakultas

Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Saputri, W., Naniek S. R., Kori Yati. 2014. Perbandingan Optimasi Natrium Lauril

Sulfat dengan Optimasi Natrium Lauril Eter Sulfat sebagai Surfaktan terhadap

Sifat Fisik Sabun Mandi Cair Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus

Page 117: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

102

102 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sabdariffa L.) Tesis. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Prof. DR.

HAMKA.

Setyoningrum, Elisabeth Nita Maharani. 2010. Optimasi Formula Sabun

Transparan dengan Fase Minyak Virgin Coconut Oil dan Surfaktan

Cocoamidopropyl Betaine: Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi. Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Silaban, Lowysa Wanti. 2009. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri

dari Kulit Buah Sentul (Sandoricum koethape (Burm. f.) Merr) terhadap

Beberapa Bakteri Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas

Sumatra Utara.

Singh, Bhoj Raj, 2014. Antibacterial Activity of Glycerol, Lactose, Maltose,

Mannitol, Raffinose and Xylose, Indian Veterinary Research Institute

Izatnagar Bareilly Uttar Pradesh : INDIA

Sinko, P.J., 2011. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika edisi 5,

diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta

SNI 06-4085-1996. Standar Mutu Sabun Mandi Cair, Dewan Standarisasi

Nasional, Jakarta.

Soebagio, B., dkk, 1998. Formulasi Sabun Mandi Cair dengan Lendir Daun

Lidah Buaya (Aloe vera Linn.), Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi,

Universitas Padjadjaran Bandung.

Suena, Ni Made Dharma Shantini, 2015. Evaluasi Fisik Sediaan Suspensi Dengan

Kombinasi Suspending Agent PGA (Pulvis Gummi Arabici) Dan CMC-Na

(Carboxymethylcellulosm Natrium), Akademi Farmasi Saraswati, Denpasar

Sukandarrumidi, 1999. Bahan Galian Industri, Gadjah Mada University

Press,Yogyakarta.

Sumaji, Muhammad Anis, 2008. 125 Masalah Thaharah. Solo : Tiga Serangkai.

Supriyadi, Andi. 2008. Modifikasi Zeolit Clinoptilolite dengan (Poly)

AllylamineHydrochloride) dan Poly (Stirene Sulfonate) sebagai Adsorben

Surfaktan. Skripsi. Universitas Indonesia.

Suryani, A., E. Hambali & Rivai, M., 2002. Teknologi Produksi Surfaktan,

Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,

Bogor.

Page 118: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

103

103 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Susilowati, Desi. 2015. Optimasi Formula Sabun Cair Bentonit Sebagai Penyuci

Najis Mughalladzah Menggunakan Kombinasi Minyak Kelapa dan Minyak

Kelapa Sawit Dengan Simple Lattice Design,Skripsi, Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Syafruddin., Kurniasih, Eka. 2013. Aplikasi Minyak Nilam sebagai Bahan Aditif

Sabun Transparan Antiseptik . Lhokseumawe: Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri.

Tadros. Tharwat F. 2005. Applied Surfactant: Principles and Application, Wiley –

VCH Verlag GmbH & Co, Weinhem.

Tang, Muhammad., dan Suendo, Veinardi., (2011). Pengaruh Penambahan

Pelarut Organik Terhadap Tegangan Permukaan Larutan Sabun. Prosiding

Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains, Bandung

Tania, Inggrid. 2012. Formulasi, Uji Stabilitas Fisik dan Uji Manfaat Shampoo

Mikroemulsi Minyak Biji Mimba pada Ketombe Derajat Ringan – Sedang.

Tesis. Program Studi Magister Herbal Universitas Indonesia.

Voigt, R., 1984. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendani

Noerono Soewandi, Edisi ke-5, UGM Press,Yogyakarta.

Wasitaatmaja, S.M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik , 95-103, UI Press,

Jakarta.

Watkinson, C., 2000. Liquid Soap Cleaning Up in Market Share, Champaign,

AOAC Press, 1 (11), 1188-1195.

Wijana, S., Soemarjo., Harnawi, Titik. 2009. Studi Pembuatan Sabun Mandi Cair

dari Daur Ulang Minyak Goreng Bekas (Kajian Pengaruh Lama

Pengadukan dan Rasio Air:Sabun terhadap Kualitas). Jurnal Teknologi

Pertanian Vo. 10 No. 1: 54-62.

Wilkinson, et al. 1982. Harry’s Cosmetology, 7th Edition. George Godwin.

London.

Yagui, CO Rangel,. Pessoa Jr A., Tavares LC. 2005. Micellar Solubilizaton of

Drug. J. Pharm. Pharm. Sci Vol. 8: 147–163.

Zuhud, E. A. M., W. P. Rahayu, C.H. Wijaya dan P. P. Sari. 2001. Aktivitas

Antimikroba Ekstrak Kedawung (Parkia roxburghii G. Don) Terhadap

Bakteri Patogen. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol XII No.1 : 6 .

Zurinal dan Aminnudin. 2008. Fiqh Ibadah. Jakarta : Lembaga Penelitian

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 119: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

104 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

LAMPIRAN

Page 120: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

105

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

Studi literatur

Pemilihan bahan berdasarkan data

praformulasi

Uji pendahuluan formula sabun cair

Konsentrasi HPMC terpilih

Pembuatan enam formula sabun cair

tanah

Evaluasi karakteristik sabun cair tanah

-Organoleptis

-pH

-Tinggi busa

-Stabilitas

busa

-Viskositas

-Sifat alir

-Bobot jenis

-Daya Bersih

-Laju

sedimentasi

-Volume

sedimentasi

-Redispersi

Formula dengan karakteristik fisik

terbaik didukung dengan data statistik

Uji aktivitas antibakteri dengan metode

difusi cakram

Pengamatan morfologi kerusakan sel

bakteri dengan SEM

-Organoleptis

setelah 1x24

jam

-Viskositas

-Kemampuan

redispersi

Page 121: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

106

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Gambar Sabun Cair Tanah Kaolin dan Bentonit

Keterangan : F0 (fo rmula tanpa tanah), F1 (Konsentrasi tanah kaolin 10%), F2 (Konsentrasi

tanah kaolin : bentonit 7,5 : 2,5%), F3 (Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 5 : 5%), F4

(Konsentrasi tanah kaolin : bentonit 2,5 : 7,5%), F5 (Konsentrasi tanah bentonit 10%)

F

0 F

1 F

2

F

3

F

4

F

5

Page 122: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

107

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Sertifikat Bahan Bentonit

Page 123: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

108

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Sertifikat Bahan Kaolin

Page 124: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

109

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Sertifikat Bahan Sodium Lauril Eter Sulfat

Page 125: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

110

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Sertifikat Bahan Kokoamidopropil Betain

Page 126: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

111

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Sertifikat Bahan Cocamide DEA

Page 127: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

112

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Sertifikat Bahan HPMC

Page 128: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

113

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Sertifikat Bahan NaOH

Page 129: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

114

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Viskositas Sabun Cair Tanah di

Semua titik pada Uji Pendahuluan

Rpm FK2 FK3 FB2 FB3

cPs cPs cPs cPs

0,5 17100 23200 29400 35500

0,6 17000 23100 29300 35400

1 16300 22400 27100 33200

1,5 15800 21900 25600 31700

2 15400 21500 24200 30300

2,5 14700 20800 22800 28900

3 14300 20400 22000 28100

4 13500 19600 20300 26400

5 12700 18800 18800 24900

6 12000 18100 17800 23900

10 10100 16200 14500 20600

12 9300 15400 13400 19500

20 7200 13300 9600 15700

30 5400 11500 7700 13800

50 3500 9600 5200 11300

60 2800 8900 4506 10600

100 1100 7200 2800 8900

Page 130: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

115

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Data Statistik Pengukuran Viskositas pada Uji Pendahuluan

Uji Normalitas Viskositas FK2 dan FK3

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Viskositas ,319 6 ,057 ,686 6 ,004

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Viskositas FK2 dan FK3

Test of Homogeneity of Variances

Viskositas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

,800 1 4 ,422

Uji ANOVA Viskositas FK2 dan FK3

ANOVA Viskositas

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 55815000,000 1 55815000,000 223260,000 ,000 Within Groups 1000,000 4 250,000 Total 55816000,000 5

Uji Normalitas Viskositas FB2 dan FB3

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Viskositas ,318 6 ,058 ,687 6 ,005

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Viskositas FB2 dan FB3

Test of Homogeneity of Variances Viskositas Levene Statistic df1 df2 Sig.

,073 1 4 ,801

Uji ANOVA Viskositas FB2 dan FB3

ANOVA Viskositas

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 55693066,667 1 55693066,667 133663,360 ,000 Within Groups 1666,667 4 416,667 Total 55694733,333 5

Page 131: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

116

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan...

Uji Normalitas Viskositas FK2 dan FB2

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Viskositas ,316 6 ,061 ,696 6 ,006

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Viskositas FK2 dan FB2

Test of Homogeneity of Variances Viskositas Levene Statistic df1 df2 Sig.

2,286 1 4 ,205

Uji ANOVA Viskositas FK2 dan FB2

ANOVA Viskositas

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 4369066,667 1 4369066,667 16384,000 ,000 Within Groups 1066,667 4 266,667 Total 4370133,333 5

Uji Normalitas Viskositas FK3 dan FB3

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Viskositas ,314 6 ,066 ,700 6 ,006

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Viskositas FK3 dan FB3

Test of Homogeneity of Variances Viskositas Levene Statistic df1 df2 Sig.

,000 1 4 1,000

Uji ANOVA Viskositas FK3 dan FB3

ANOVA Viskositas

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4335000,000 1 4335000,000 10837,500 ,000 Within Groups 1600,000 4 400,000 Total 4336600,000 5

Page 132: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

117

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Data Perhitungan Redispersibilitas Formula Sabun Cair pada Uji

Pendahuluan (FK2, FK3, FB2, dan FB3)

Perlakuan

ke-

Pengocokan (kali)

FK2 FK3 FB2 FB3

1 4 10 6 13

2 4 9 7 12

3 3 10 6 12

Perlakuan

ke-

Redispersibilitas (%)

FK2 FK3 FB2 FB3

1 80 50 70 35

2 80 55 65 40

3 85 50 70 40

Rata - Rata 81,67 51,67 68,33 38,33

Lampiran 13. Hasil Uji Statistik pH Sabun Cair Tanah

Uji Normalitas pH Sabun Cair Tanah (Sebelum Proses Adjust pH)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

pHsebelumAdjust ,194 18 ,072 ,890 18 ,038

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas pH Sabun Cair Tanah (Sebelum Proses Adjust pH)

Test of Homogeneity of Variances

pHsebelumAdjust Levene Statistic df1 df2 Sig.

14,060 5 12 ,000

Uji ANOVA pH Sabun Cair Tanah (Sebelum Proses Adjust pH)

ANOVA

pHsebelumAdjust

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 35,349 5 7,070 3291,388 ,000 Within Groups ,026 12 ,002 Total 35,374 17

Page 133: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

118

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan ...

Multiple Comparisons

Dependent Variable: pHsebelumAdjust

Tukey HSD

(I) Formula (J) Formula

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1,000 2,000 ,342333* ,037841 ,000 ,21523 ,46944

3,000 1,742667* ,037841 ,000 1,61556 1,86977

4,000 2,352333* ,037841 ,000 2,22523 2,47944

5,000 3,153000* ,037841 ,000 3,02589 3,28011

6,000 3,887000* ,037841 ,000 3,75989 4,01411

2,000 1,000 -,342333* ,037841 ,000 -,46944 -,21523

3,000 1,400333* ,037841 ,000 1,27323 1,52744

4,000 2,010000* ,037841 ,000 1,88289 2,13711

5,000 2,810667* ,037841 ,000 2,68356 2,93777

6,000 3,544667* ,037841 ,000 3,41756 3,67177

3,000 1,000 -1,742667* ,037841 ,000 -1,86977 -1,61556

2,000 -1,400333* ,037841 ,000 -1,52744 -1,27323

4,000 ,609667* ,037841 ,000 ,48256 ,73677

5,000 1,410333* ,037841 ,000 1,28323 1,53744

6,000 2,144333* ,037841 ,000 2,01723 2,27144

4,000 1,000 -2,352333* ,037841 ,000 -2,47944 -2,22523

2,000 -2,010000* ,037841 ,000 -2,13711 -1,88289

3,000 -,609667* ,037841 ,000 -,73677 -,48256

5,000 ,800667* ,037841 ,000 ,67356 ,92777

6,000 1,534667* ,037841 ,000 1,40756 1,66177

5,000 1,000 -3,153000* ,037841 ,000 -3,28011 -3,02589

2,000 -2,810667* ,037841 ,000 -2,93777 -2,68356

3,000 -1,410333* ,037841 ,000 -1,53744 -1,28323

4,000 -,800667* ,037841 ,000 -,92777 -,67356

6,000 ,734000* ,037841 ,000 ,60689 ,86111

6,000 1,000 -3,887000* ,037841 ,000 -4,01411 -3,75989

2,000 -3,544667* ,037841 ,000 -3,67177 -3,41756

3,000 -2,144333* ,037841 ,000 -2,27144 -2,01723

4,000 -1,534667* ,037841 ,000 -1,66177 -1,40756

5,000 -,734000* ,037841 ,000 -,86111 -,60689

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Uji Normalitas pH Sabun Cair Tanah (pH F0 dan F1 sebelum adjust)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

pHF0danF1 ,308 6 ,078 ,722 6 ,010

a. Lilliefors Significance Correction

Page 134: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

119

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Uji ANOVA pH Sabun Cair Tanah (pH F0 dan F1 sebelum adjust)

ANOVA

pHF0danF1

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,176 1 ,176 2084,445 ,000 Within Groups ,000 4 ,000 Total ,176 5

Uji Normalitas pH Sabun Cair Tanah (Setelah Proses Adjust pH)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pHSetelahAdjust ,138 18 ,200* ,954 18 ,483

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas pHSabun Cair Tanah (Setelah Proses Adjust pH)

Test of Homogeneity of Variances pHSetelahAdjust Levene Statistic df1 df2 Sig.

,944 5 12 ,487

Uji ANOVA pH Sabun Cair Tanah (Setelah Proses Adjust pH)

ANOVA pHSetelahAdjust

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,000 5 ,000 ,926 ,497 Within Groups ,000 12 ,000 Total ,000 17

Page 135: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

120

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan ...

Multiple Comparisons

Dependent Variable: pHSetelahAdjust

Tukey HSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1,00 2,00 -,003333 ,002867 ,846 -,01296 ,00630

3,00 -,002667 ,002867 ,931 -,01230 ,00696

4,00 ,000667 ,002867 1,000 -,00896 ,01030

5,00 ,000667 ,002867 1,000 -,00896 ,01030

6,00 ,001333 ,002867 ,997 -,00830 ,01096

2,00 1,00 ,003333 ,002867 ,846 -,00630 ,01296

3,00 ,000667 ,002867 1,000 -,00896 ,01030

4,00 ,004000 ,002867 ,729 -,00563 ,01363

5,00 ,004000 ,002867 ,729 -,00563 ,01363

6,00 ,004667 ,002867 ,598 -,00496 ,01430

3,00 1,00 ,002667 ,002867 ,931 -,00696 ,01230

2,00 -,000667 ,002867 1,000 -,01030 ,00896

4,00 ,003333 ,002867 ,846 -,00630 ,01296

5,00 ,003333 ,002867 ,846 -,00630 ,01296

6,00 ,004000 ,002867 ,729 -,00563 ,01363

4,00 1,00 -,000667 ,002867 1,000 -,01030 ,00896

2,00 -,004000 ,002867 ,729 -,01363 ,00563

3,00 -,003333 ,002867 ,846 -,01296 ,00630

5,00 ,000000 ,002867 1,000 -,00963 ,00963

6,00 ,000667 ,002867 1,000 -,00896 ,01030

5,00 1,00 -,000667 ,002867 1,000 -,01030 ,00896

2,00 -,004000 ,002867 ,729 -,01363 ,00563

3,00 -,003333 ,002867 ,846 -,01296 ,00630

4,00 ,000000 ,002867 1,000 -,00963 ,00963

6,00 ,000667 ,002867 1,000 -,00896 ,01030

6,00 1,00 -,001333 ,002867 ,997 -,01096 ,00830

2,00 -,004667 ,002867 ,598 -,01430 ,00496

3,00 -,004000 ,002867 ,729 -,01363 ,00563

4,00 -,000667 ,002867 1,000 -,01030 ,00896

5,00 -,000667 ,002867 1,000 -,01030 ,00896

Page 136: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

121

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Data Tinggi dan Stabilitas Busa

Menit Formula (cm)

F1 F2 F3 F4 F5 F6 FK

Ke-0 2,4 2,2 2,5 3 3,2 3,3 3,1

2 2 2,4 2,5 2,5 2,5 2,9

2 2,4 2 2,5 2,4 2,5 2,8

Rata-rata 2,13 2,20 2,30 2,67 2,70 2,77 2,93

Ke-5 2 1,9 2,3 2,8 3,1 3,2 3,1

1,7 1,8 2,2 2,4 2,4 2,4 2,8

1,7 2,1 1,8 2,4 2,3 2,4 2,7

Rata-rata 1,80 1,93 2,10 2,53 2,60 2,67 2,87 Keterangan : FK (Sabun Cair Lifebuoy)

%Stabilitas busa = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 (𝑐𝑚)

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑐𝑚) × 100%

Contoh Perhitungan :

% Stabilitas busa rata- rata F1 = 1,80 𝑐𝑚

2,13 𝑐𝑚 × 100% = 78,26%

Page 137: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

122

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa Sabun Cair Tanah

Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Cair Tanah

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

TinggiBusa ,293 18 ,000 ,854 18 ,010

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Kruskal Wallis Tinggi Busa Sabun Cair Tanah

Test Statisticsa,b

TinggiBusa

Chi-Square 1,082 df 2 Asymp. Sig. ,582

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

Uji Normalitas Tinggi Busa Sabun Cair Tanah dengan Sabun Komersil

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

TinggiBusa ,299 21 ,000 ,865 21 ,008

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Kruskal Wallis Tinggi Busa Sabun Cair Tanah dengan Sabun Komersil

Test Statisticsa,b

TinggiBusa

Chi-Square 1,082 df 2 Asymp. Sig. ,582

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

Page 138: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

123

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa Sabun Cair Tanah

Uji Normalitas Stabilitas Busa Sabun Cair Tanah

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

StabilitasBusa ,243 18 ,006 ,865 18 ,015

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Kruskal Wallis Stabilitas Busa Sabun Cair Tanah

Test Statisticsa,b

StabilitasBusa

Chi-Square 6,938 df 2 Asymp. Sig. ,031

a. Kruskal Wallis Test

Uji ANOVA Stabilitas Busa F3 dengan Sabun Cair Komersial

ANOVA StabilitasBusa

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 170,667 1 170,667 103,249 ,001 Within Groups 6,612 4 1,653 Total 177,279 5

Uji Kruskal Wallis Stabilitas Busa F4 dan F5 dengan Sabun Cair Komersial

Test Statisticsa,b

StabilitasBusaF4F5komersial

Chi-Square 5,793 df 2 Asymp. Sig. ,055

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Perlakuan

Page 139: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

124

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Viskositas Sabun Cair Tanah di

Semua titik Menggunakan Spindel 4

Rpm F0 F1 F2 F3 F4 F5 Komersial

cPs cPs cPs cPs cPs cPs cPs

0,5 15080 17200 20300 23400 26400 29500 20050

0,6 14980 17100 20400 23300 26300 29400 20150

1 14275 16400 19250 22100 24600 27200 19000

1,5 13775 15900 18400 20800 23300 25700 18150

2 13375 15500 17750 20000 22150 24300 17500

2,5 12680 14800 16900 18950 20930 22900 16650

3 12275 14400 16500 18300 20200 22100 16250

4 11480 13600 15300 17000 18700 20400 15050

5 10680 12800 14300 15850 17380 18900 14050

6 9970 12100 13600 15000 16450 17900 13350

10 8075 10200 11300 12400 13500 14600 11050

12 7280 9400 10400 11450 12500 13500 10150

20 5180 7300 7900 8500 9000 9700 7650

30 4175 5500 6075 6650 7100 7800 5825

50 2100 3600 4025 4450 4875 5300 3775

60 1413 2917 3338 3750 4200 4603 3083

100 700 1200 1630 2050 2400 2900 1380

Page 140: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

125

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Data Hasil Rata-Rata Pengukuran Sifat Alir Sabun Cair Tanah

Rpm F0 F1 F2 F3 F4 F5

%Torque %Torque %Torque %Torque %Torque %Torque

0,5 1 1,1 1,3 1,5 1,6 1,7 0,6 1,2 1,3 1,5 1,7 2 2,2 1 2 2,2 2,8 2,7 3,1 3,3

1,5 2,9 3,2 3,5 3,9 4,3 4,7 2 4,1 4,3 4,7 5,1 5,7 6

2,5 4,9 5,2 5,7 6,2 6,9 7,2 3 5,8 6,1 6,6 7 7,6 8,4 4 7,6 7,8 8,4 9 9,5 10,5

5 9,1 9,4 10,1 11 11,3 12,4 6 10,6 10,9 11,6 12,5 13,4 14,3

10 15,9 16,2 16,7 18,2 19,4 20,6 12 18,2 18,5 19,5 20,5 22 23,4

20 26,3 26,6 27,8 29,2 30,7 31,4

30 34,2 34,6 36,7 38,1 39,6 41,1 50 47,8 48,1 49,8 52,5 54,4 56,6 60 53,4 53,7 55,7 58,6 61 63,1

100 71,7 72,2 76,3 80,2 84,1 87,5

60 53,5 54,1 56 58,9 61,2 63,5 50 48 48,5 50 52 54,6 57

30 34,4 34,8 36,6 38,2 40 41,5 20 26,4 27 27,5 28,9 30,6 31,9

12 18,1 18,9 19,3 20,4 22,2 23,7

10 16 16,1 16,9 18 19,5 21 6 10,3 10,7 11,8 12,3 13,5 14,5

5 9,2 9,7 10,3 11,1 11,8 12,9

4 7,5 8,2 8,4 9,2 9,7 11 3 5,7 6,4 6,7 7,2 7,5 8,9

2,5 5,1 5,5 5,9 6,1 6,8 7,5

2 4,2 4 4,8 4,9 5,7 6,2 1,5 3 3,3 3,6 3,7 4,2 5 1 2,1 2,4 2,9 2,5 3,1 3,5

0,6 1,3 1,5 1,6 1,6 2 2,5

0,5 1,1 1,3 1,4 1,4 1,7 2

Page 141: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

126

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 19. Hasil Uji Statistik Viskositas Sabun Cair Tanah

Uji Normalitas Viskositas Formula Sabun Cair Tanah

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Viskositas ,189 21 ,050 ,894 21 ,027

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas Viskositas Sabun Cair Tanah

Test of Homogeneity of Variances Viskositas Levene Statistic df1 df2 Sig.

,717 6 14 ,643

Uji ANOVA Viskositas Sabun Cair Tanah

ANOVA

Viskositas

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 19381115,905 6 3230185,984 16388,960 ,000 Within Groups 2759,333 14 197,095 Total 19383875,238 20

Page 142: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

127

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan ...

Multiple Comparisons

Dependent Variable: Viskositas Tukey HSD

(I) Formula (J) Formula Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1,00 2,00 -1503,333* 11,463 ,000 -1542,47 -1464,19

3,00 -1925,000* 11,463 ,000 -1964,14 -1885,86

4,00 -2336,667* 11,463 ,000 -2375,81 -2297,53

5,00 -2786,667* 11,463 ,000 -2825,81 -2747,53

6,00 -3190,000* 11,463 ,000 -3229,14 -3150,86

7,00 -1669,333* 11,463 ,000 -1708,47 -1630,19

2,00 1,00 1503,333* 11,463 ,000 1464,19 1542,47

3,00 -421,667* 11,463 ,000 -460,81 -382,53

4,00 -833,333* 11,463 ,000 -872,47 -794,19

5,00 -1283,333* 11,463 ,000 -1322,47 -1244,19

6,00 -1686,667* 11,463 ,000 -1725,81 -1647,53

7,00 -166,000* 11,463 ,000 -205,14 -126,86

3,00 1,00 1925,000* 11,463 ,000 1885,86 1964,14

2,00 421,667* 11,463 ,000 382,53 460,81

4,00 -411,667* 11,463 ,000 -450,81 -372,53

5,00 -861,667* 11,463 ,000 -900,81 -822,53

6,00 -1265,000* 11,463 ,000 -1304,14 -1225,86

7,00 255,667* 11,463 ,000 216,53 294,81

4,00 1,00 2336,667* 11,463 ,000 2297,53 2375,81

2,00 833,333* 11,463 ,000 794,19 872,47

3,00 411,667* 11,463 ,000 372,53 450,81

5,00 -450,000* 11,463 ,000 -489,14 -410,86

6,00 -853,333* 11,463 ,000 -892,47 -814,19

7,00 667,333* 11,463 ,000 628,19 706,47

5,00 1,00 2786,667* 11,463 ,000 2747,53 2825,81

2,00 1283,333* 11,463 ,000 1244,19 1322,47

3,00 861,667* 11,463 ,000 822,53 900,81

4,00 450,000* 11,463 ,000 410,86 489,14

6,00 -403,333* 11,463 ,000 -442,47 -364,19

7,00 1117,333* 11,463 ,000 1078,19 1156,47

6,00 1,00 3190,000* 11,463 ,000 3150,86 3229,14

2,00 1686,667* 11,463 ,000 1647,53 1725,81

3,00 1265,000* 11,463 ,000 1225,86 1304,14

4,00 853,333* 11,463 ,000 814,19 892,47

5,00 403,333* 11,463 ,000 364,19 442,47

7,00 1520,667* 11,463 ,000 1481,53 1559,81

7,00 1,00 1669,333* 11,463 ,000 1630,19 1708,47

2,00 166,000* 11,463 ,000 126,86 205,14

3,00 -255,667* 11,463 ,000 -294,81 -216,53

4,00 -667,333* 11,463 ,000 -706,47 -628,19

5,00 -1117,333* 11,463 ,000 -1156,47 -1078,19

6,00 -1520,667* 11,463 ,000 -1559,81 -1481,53

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan : Formula 7,00 adalah sabun cair komersial ‘Lifebuoy’

Page 143: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

128

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 20. Hasil Uji Statistik Bobot Jenis Sabun Cair Tanah

Uji Normalitas Bobot Jenis Formula Sabun Cair Tanah

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

BobotJenis ,265 18 ,002 ,831 18 ,004

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Kruskall Wallis Bobot Jenis Sabun Cair Tanah

Test Statisticsa,b

BobotJenis

Chi-Square 5,804 df 2 Asymp. Sig. ,055

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

Page 144: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

129

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 21. Data Tinggi Suspensi Awal dan Tinggi Flokulat

Jam

ke-

Tinggi

Suspensi

Awal

(cm)

Tinggi Flokulat (cm)

F1 F2 F3 F4 F5

24 12 12 12 12 12 12

48 12 12 12 12 12 12

72 12 12 12 12 12 12

96 12 12 12 12 12 12

120 12 12 12 12 12 12

144 12 12 12 12 12 11,8

168 12 12 12 12 12 11,3

192 12 12 12 12 11,9 10,9

216 12 12 12 11,9 11,6 10,7

240 12 12 12 11,6 11,3 10,6

264 12 12 12 11,4 11,1 10,6

288 12 12 12 11,2 11 10,5

312 12 12 12 11,2 11 10,5

336 12 12 12 11,2 11 10,5

Rumus Laju

Sedimentasi

V = ∆s/t = cm/jam

∆s = Tinggi Suspensi Awal (cm) – Tinggi Flokulat

(cm)

t = waktu (Konversi hari ke-

1 sampai ke-14 menjadi satuan

jam)

Rumus Volume

Sedimentasi

F = Hu/Ho

Hu = Tinggi flokulat (cm) Ho = Tinggi awal

suspensi (cm)

Contoh Perhitungan :

a) Laju Sedimentasi (V) = (12 – 11,9) cm / 216 jam = 0,00046 cm/jam

b) Volume Sedimentasi (F) = 11,9 cm / 12 cm = 0,9917

Page 145: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

130

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 22. Hasil Uji Statistik Laju dan Volume Sedimentasi Sabun Cair

Tanah (F3, F4, dan F5)

Uji Normalitas Laju Sedimentasi Sabun Cair Tanah Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

lajuSedimentasi ,335 9 ,004 ,735 9 ,004

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Kruskal Wallis Laju Sedimentasi Sabun Cair Tanah

Test Statisticsa,b

lajuSedimentasi

Chi-Square 8,000 df 2 Asymp. Sig. ,018

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

Uji Normalitas Volume Sedimentasi Sabun cair Tanah

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

VolumeSedimentasi ,322 9 ,008 ,749 9 ,005

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Kruskal Wallis Volume Sedimentasi Sabun cair Tanah

Test Statisticsa,b

VolumeSedimen

tasi

Chi-Square 8,000 df 2 Asymp. Sig. ,018

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

Page 146: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

131

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 23. Perhitungan Daya Bersih

Ukur Absorbansi

K (-) F0 F1 F2 F3 F4 F5 K (+)

A1

0,0002 0,7027 0,7525 0,8425 0,8325 0,7928 0,8124 0,6124

0,0001 0,7983 0,7487 0,8497 0,8457 0,7497 0,8355 0,6031

0,0001 0,7792 0,7895 0,8795 0,8695 0,8095 0,8681 0,5606

x

0,0143 0,8646 0,7643 0,8623 0,9643 0,8143 0,9745 1,0819

0,0084 0,8887 0,7884 0,8894 0,9884 0,8084 0,9890 1,1042

0,0093 0,9066 0,8023 0,9025 0,9813 0,8223 0,9991 1,1736

OD

(x-A1)

0,0141 0,1619 0,0118 0,0198 0,1318 0,0215 0,1621 0,4695

0,0083 0,0904 0,0397 0,0397 0,1427 0,0587 0,1535 0,5011

0,0092 0,1274 0,0128 0,0230 0,1118 0,0128 0,1310 0,6130

A2

0,0791 1,3566 1,1566 1,2556 1,4656 1,2566 1,4597 1,4866

0,0999 1,3591 1,3491 1,4391 1,4891 1,3091 1,4892 1,5485

0,0895 1,3932 1,3532 1,4642 1,4642 1,3632 1,5033 1,4994

A1+OD

0,0143 0,8646 0,7643 0,8623 0,9643 0,8143 0,9745 1,0819

0,0084 0,8887 0,7884 0,8894 0,9884 0,8084 0,9890 1,1042

0,0093 0,9066 0,8023 0,9025 0,9813 0,8223 0,9991 1,1736

Daya

Bersih

0,0648 0,4920 0,3923 0,3933 0,5013 0,4423 0,4852 0,4047

0,0915 0,4704 0,5607 0,5497 0,5007 0,5007 0,5002 0,4443

0,0802 0,4866 0,5509 0,5617 0,4829 0,5409 0,5042 0,3258

Rata-

Rata 0,0788 0,4830 0,5013 0,5016 0,4950 0,4946 0,4965 0,3916

Daya Bersih A2 – (A1 + OD)

Contoh Perhitungan :

Daya Bersih F1 1,1566 – (0,7525 + 0,0118) = 0,3923

Page 147: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

132

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 24. Hasil Uji Statistik Daya Bersih Sabun Cair Tanah

Uji Normalitas Sabun Cair Tanah dan Komersial

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DayaBersih ,182 21 ,068 ,921 21 ,093

a. Lilliefors Significance Correction

Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

DayaBersih Levene Statistic df1 df2 Sig.

5,125 6 14 ,006

Uji ANOVA

ANOVA DayaBersih

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,028 6 ,005 1,367 ,294 Within Groups ,048 14 ,003 Total ,077 20

Page 148: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

133

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan ...

Multiple Comparisons Dependent Variable: DayaBersih Tukey HSD

(I) Formula (J) Formula Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1,00 2,00 -,0183000 ,0480033 1,000 -,182212 ,145612

3,00 -,0185667 ,0480033 1,000 -,182478 ,145345

4,00 -,0119667 ,0480033 1,000 -,175878 ,151945

5,00 -,0116333 ,0480033 1,000 -,175545 ,152278

6,00 -,0135333 ,0480033 1,000 -,177445 ,150378

7,00 ,0914000 ,0480033 ,509 -,072512 ,255312

2,00 1,00 ,0183000 ,0480033 1,000 -,145612 ,182212

3,00 -,0002667 ,0480033 1,000 -,164178 ,163645

4,00 ,0063333 ,0480033 1,000 -,157578 ,170245

5,00 ,0066667 ,0480033 1,000 -,157245 ,170578

6,00 ,0047667 ,0480033 1,000 -,159145 ,168678

7,00 ,1097000 ,0480033 ,315 -,054212 ,273612

3,00 1,00 ,0185667 ,0480033 1,000 -,145345 ,182478

2,00 ,0002667 ,0480033 1,000 -,163645 ,164178

4,00 ,0066000 ,0480033 1,000 -,157312 ,170512

5,00 ,0069333 ,0480033 1,000 -,156978 ,170845

6,00 ,0050333 ,0480033 1,000 -,158878 ,168945

7,00 ,1099667 ,0480033 ,312 -,053945 ,273878

4,00 1,00 ,0119667 ,0480033 1,000 -,151945 ,175878

2,00 -,0063333 ,0480033 1,000 -,170245 ,157578

3,00 -,0066000 ,0480033 1,000 -,170512 ,157312

5,00 ,0003333 ,0480033 1,000 -,163578 ,164245

6,00 -,0015667 ,0480033 1,000 -,165478 ,162345

7,00 ,1033667 ,0480033 ,376 -,060545 ,267278

5,00 1,00 ,0116333 ,0480033 1,000 -,152278 ,175545

2,00 -,0066667 ,0480033 1,000 -,170578 ,157245

3,00 -,0069333 ,0480033 1,000 -,170845 ,156978

4,00 -,0003333 ,0480033 1,000 -,164245 ,163578

6,00 -,0019000 ,0480033 1,000 -,165812 ,162012

7,00 ,1030333 ,0480033 ,379 -,060878 ,266945

6,00 1,00 ,0135333 ,0480033 1,000 -,150378 ,177445

2,00 -,0047667 ,0480033 1,000 -,168678 ,159145

3,00 -,0050333 ,0480033 1,000 -,168945 ,158878

4,00 ,0015667 ,0480033 1,000 -,162345 ,165478

5,00 ,0019000 ,0480033 1,000 -,162012 ,165812

7,00 ,1049333 ,0480033 ,360 -,058978 ,268845

7,00 1,00 -,0914000 ,0480033 ,509 -,255312 ,072512

2,00 -,1097000 ,0480033 ,315 -,273612 ,054212

3,00 -,1099667 ,0480033 ,312 -,273878 ,053945

4,00 -,1033667 ,0480033 ,376 -,267278 ,060545

5,00 -,1030333 ,0480033 ,379 -,266945 ,060878

6,00 -,1049333 ,0480033 ,360 -,268845 ,058978

Nb. Formula 1,00 = K(-), formula 7,00 = K (+)

Page 149: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

134

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan ....

Uji Normalitas Kontrol Negatif dan F0

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

DayaBersihAirdanF0 ,304 6 ,088 ,726 6 ,011

a. Lilliefors Significance Correction

Uji ANOVA Kontrol Negatif dan F0

ANOVA DayaBersihAirdanF0

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,245 1 ,245 1601,565 ,000 Within Groups ,001 4 ,000 Total ,246 5

Uji Kruskall Walis Kekesatan

Test Statisticsa,b

DayaBersih

Chi-Square 2,000 Df 2 Asymp. Sig. ,368

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

Page 150: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

135

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 25. Hasil Pewarnaan Gram dari Peremajaan Bakteri Uji Menggunakan

Mikroskop Cahaya

Staphylococcus aureus ATCC

25923

Bentuk: Kokus (bulat) Warna: Ungu

Keterangan: Perbesaran 1000x

Escherichia coli ATCC 25922

Bentuk: Batang pendek

Warna: Merah Keterangan: Perbesaran 1000x

Page 151: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

136

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 26. Diameter Zona Hambat Bakteri Akibat Sabun Cair Tanah

Menggunakan Metode Difusi Cakram

Keterangan : Biakan Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

Keterangan : Biakan Bakteri Escherichia coli ATCC 25922

K(-

)

K(-

)

K(+

)

K(+

)

F2 F2

K(-

)

K(-

)

K(+

) K(+

)

F2 F2

Page 152: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

137

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 27. Hasil Uji Statistik Daya Hambat Sabun Cair Tanah terhadap

Bakteri S. aureus

Uji Normalitas Data Daya Hambat Bakteri

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

DayaHambatpadaSaureus ,294 6 ,114 ,783 6 ,041

a. Lilliefors Significance Correction

Uji ANOVA Daya Hambat Bakteri

ANOVA

DayaHambatpadaSaureus

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups ,303 2 ,152 18,200 ,021 Within Groups ,025 3 ,008 Total ,328 5

Uji Tukey HSD Daya Hambat Bakteri

Multiple Comparisons

Dependent Variable: DayaHambatpadaSaureus

Tukey HSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

1,0 2,0 -,4500* ,0913 ,032 -,831 -,069

3,0 -,5000* ,0913 ,024 -,881 -,119

2,0 1,0 ,4500* ,0913 ,032 ,069 ,831

3,0 -,0500 ,0913 ,855 -,431 ,331

3,0 1,0 ,5000* ,0913 ,024 ,119 ,881

2,0 ,0500 ,0913 ,855 -,331 ,431

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

(1) F0 (K-), (2) F2, (3) (K+)

Page 153: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI SABUN CAIR …

138

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 28. Hasil Uji SEM Staphylococcus aureus dengan Beberapa

Perbesaran Lain

(a) (b)

(a) Penampakan morfologi Staphylococcus aureus sebelum diberi perlakuan

Perbesaran 1000 kali

Perbesaran 2000 kali

Keterangan : (a) Staphylococcus aureus sebelum diberi perlakuan dengan perbesaran 1000 kali, (b)

Staphylococcus aureus sebelum diberi perlakuan dengan perbesaran 2000 kali, (c) Staphylococcus

aureus sebelum diberi perlakuan dengan perbesaran 15000 kali, (d) Staphylococcus aureus setelah

diberi perlakuan dengan perbesaran 1000 kali, (e) Staphylococcus aureus setelah diberi perlakuan

dengan perbesaran 2500 kali, (f) Staphylococcus aureus setelah diberi perlakuan dengan perbesaran

8000 kali.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)