uas filsafat

9
Manusia telah memikirkan asal-usulnya selama ribuan tahun, melalui proses berfikir yang rumit dan terus- menerus. Kecenderungan manusia untuk terus memikirkan sesuatu menghasilkan muaranya yang dikenal sebagai filsafat, Filsafat bukan ilmu pasti seperti ilmu alam, namun juga bukan pula kepercayaan yang tidak berdasar, filsafat dapat disebut sebagai “seni perkiraan rasional” (Russel; 2002:1) Will Durant menyatakan bahwa filsafat dapat diibaratkan sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk mendaratkan pasukan infanteri, filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan, sedangkan ilmu bertugas untuk merumuskan dan menyempurnakan hasil filsafat untuk menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Seorang filosof memulai kegiatannya melalui proses berfikir yang mendalam, utuh dan terarah. Descartes bahkan berucap “Corgito ergo sum, I think, therefore I am” . Filsafat berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada, Machan (1977) mengungkapkannya sebagai berikut : “Philosophy is an activity; that is, something done by human being and directed toward some goals. Philosophy is something quite specific; it is a human activity of certain kind, not just any variety of gabbing, speculating or debating”. Filsafat ilmu adalah telaah ilmu secara filsafat untuk menjawab berbagai macam pertanyaan tentang hakikat berbagai macam ilmu, hal ini menyangkut objek yang ditelaah oleh Ilmu tersebut (Ontologi), Cara memperoleh ilmu (Epistemologi) dan untuk apa Ilmu digunakan (Aksiologi). Melalui filsafat, ilmu berkembang lebih pesat, peningkatan pengetahuan dilakukan untuk menjawab berbagai macam pertanyaan yang menyusul muncul setiap selesai satu ilmu dilahirkan. Tidak kurang kemajuan penerapan filsafat sebagai ilmu, diiringi teknologi yang dikembangkan dalam biologi. Sebagai cabang ilmu yang menelaah segala sesuatu tentang makhluk hidup, Biologi menjadikan fungsinya sebagai cabang ilmu yang unik, menjawab pertanyaan-pertanyaan secara fisik dan filosofis tentang darimana manusia berasal, apakah semua makhluk hidup berasal dari sel yang sama, Siapa yang mengatur pembelahan sel dari satu sel membelah, menjadi organisme multiseluler, dan seterusnya. Kemajuan ini tentu bukan tanpa konsekuensi, Biologi seringkali dianggap sebagai “Cabang ilmu yang melakukan intervensi terhadap kekuasaan Tuhan” karena mencampuri kegiatan yang selama ini dianggap diluar kekuasaan manusia, terlepas dari tersirat atau tidaknya dalam kitab suci berbagai macam agama samawi, penerapan biologi dalam kenyataannya seringkali dianggap sebagai perusak stabilitas alamiah ciptaan Tuhan. Perkembangan biologi sebagai ilmu kini semakin pesat, berbagai macam penemuan baru semakin mengukuhkan manusia sebagai makhluq yang mampu mengatur segala sesuatu, Biologi mewujudkannya dalam penguasaan atas kewenangan manusia mengelola makhluk hidup di sekitarnya bahkan mengatur perkembangan dirinya sendiri. Teknologi kedokteran, pertanian, ilmu lingkungan dan sebagainya menjadi tumpuan harapan para biolog untuk menjawab berbagai permasalahan yang berhubungan dengan makhluk hidup. Dikembangkannya ilmu penurunan sifat (Genetika) sebagai cabang biologi menyebabkan biolog bukan sekedar mampu mengamati berbagai fenomena alam dan makhluk yang ada, namun juga mampu memperkirakan keturunan, menyarankan persilangan (perkawinan) bahkan merekayasa organisme keturunan untuk memperoleh sesuatu yang lebih “baik”. Genetika juga tidak membatasi objek penelaahan sebagai target pengambangan ilmu, manusia dijadikan sebagai objek penelitian, yang belum pernah dilakukan sebelumnya Dalam hal ini lengkaplah sudah bahwa anggapan tersebut seolah mendekati kebenaran; “Biologi (Genetika) adalah cabang ilmu yang memonopoli kekuasaan Tuhan sebagai pencipta (Al-Khaliq) terhadap ciptaan (Makhluq)- Nya”. Babakan baru dari dunia ini adalah penemuan rekayasa genetika pada manusia. Manusia telah berhasil memetakan gennya dalam proyek raksasa “The Human Genome Project”. Dengan data ini manusia mempunyai peta informasi untuk mengeksplorasi fungsi dan potensi dari tiap gen dalam tubuh manusia. Mulai dari gen yang menentukan bentuk fisik manusia, gen penyebab kanker, gen yang membentuk ingatan, gen yang menciptakan kecerdasan, bahkan gen khusus yang mengatur proses penuaan. Ini nantinya akan memungkinkan dilakukannya rekayasa genetika untuk menciptakan manusia-manusia masa depan yang sangat unggul. Manusia dengan kesehatan sempurna, terbebas dari penyakit, berumur lebih dari 100 tahun dan mempunyai kecerdasan mendekati genius. Bayangkan bila manusia menemukan gen spesial yang membuat Einstein menjadi genius. Lalu gen itu bisa ditransfer ke seluruh umat manusia. Atau keunggulan fisik David Beckham, atau bahkan kharisma John F. Kennedy. Dalam makalah ini akan coba diuraikan apa itu rekayasa genetika, bayi kloning dan bayi tabung. A. Rekayasa Genetika 1. Ontologi Rekayasa Genetika Disini dibicarakan mengenai Hakikat Rekayasa Genetika dan Struktur Keilmuan Rekayasa Genetika. 1. Hakikat Rekayasa Genetika Rekayasa Genetika merupakan puncak perkembangan bioteknologi yeng terjadi saat ini, dalam praktiknya, pengembangan rekayasa genetika tidak terpisah dengan pengembangan cabang ilmu biologi lain yang terkait, diantaranya seperti Evolusi, Biologi Molekuler, Biologi Sel, Biokomia, dan sebaginya.

Upload: elsa-hikari-manullang

Post on 16-Apr-2015

28 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: UAS FILSAFAT

Manusia telah memikirkan asal-usulnya selama ribuan tahun, melalui proses berfikir yang rumit dan terus-menerus. Kecenderungan manusia untuk terus memikirkan sesuatu menghasilkan muaranya yang dikenal sebagai filsafat, Filsafat bukan ilmu pasti seperti ilmu alam, namun juga bukan pula kepercayaan yang tidak berdasar, filsafat dapat disebut sebagai “seni perkiraan rasional” (Russel; 2002:1) Will Durant menyatakan bahwa filsafat dapat diibaratkan sebagai pasukan marinir yang merebut pantai untuk mendaratkan pasukan infanteri, filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan, sedangkan ilmu bertugas untuk merumuskan dan menyempurnakan hasil filsafat untuk menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan.

Seorang filosof memulai kegiatannya melalui proses berfikir yang mendalam, utuh dan terarah. Descartes bahkan berucap “Corgito ergo sum, I think, therefore I am”. Filsafat berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada, Machan (1977) mengungkapkannya sebagai berikut : “Philosophy is an activity; that is, something done by human being and directed toward some goals. Philosophy is something quite specific; it is a human activity of certain kind, not just any variety of gabbing, speculating or debating”.

Filsafat ilmu adalah telaah ilmu secara filsafat untuk menjawab berbagai macam pertanyaan tentang hakikat berbagai macam ilmu, hal ini menyangkut objek yang ditelaah oleh Ilmu tersebut (Ontologi), Cara memperoleh ilmu (Epistemologi) dan untuk apa Ilmu digunakan (Aksiologi). Melalui filsafat, ilmu berkembang lebih pesat, peningkatan pengetahuan dilakukan untuk menjawab berbagai macam pertanyaan yang menyusul muncul setiap selesai satu ilmu dilahirkan.

Tidak kurang kemajuan penerapan filsafat sebagai ilmu, diiringi teknologi yang dikembangkan dalam biologi. Sebagai cabang ilmu yang menelaah segala sesuatu tentang makhluk hidup, Biologi menjadikan fungsinya sebagai cabang ilmu yang unik, menjawab pertanyaan-pertanyaan secara fisik dan filosofis tentang darimana manusia berasal, apakah semua makhluk hidup berasal dari sel yang sama, Siapa yang mengatur pembelahan sel dari satu sel membelah, menjadi organisme multiseluler, dan seterusnya. Kemajuan ini tentu bukan tanpa konsekuensi, Biologi seringkali dianggap sebagai “Cabang ilmu yang melakukan intervensi terhadap kekuasaan Tuhan” karena mencampuri kegiatan yang selama ini dianggap diluar kekuasaan manusia, terlepas dari tersirat atau tidaknya dalam kitab suci berbagai macam agama samawi, penerapan biologi dalam kenyataannya seringkali dianggap sebagai perusak stabilitas alamiah ciptaan Tuhan.

Perkembangan biologi sebagai ilmu kini semakin pesat, berbagai macam penemuan baru semakin mengukuhkan manusia sebagai makhluq yang mampu mengatur segala sesuatu, Biologi mewujudkannya dalam penguasaan atas kewenangan manusia mengelola makhluk hidup di sekitarnya bahkan mengatur perkembangan dirinya sendiri. Teknologi kedokteran, pertanian, ilmu lingkungan dan sebagainya menjadi tumpuan harapan para biolog untuk menjawab berbagai permasalahan yang berhubungan dengan makhluk hidup.

Dikembangkannya ilmu penurunan sifat (Genetika) sebagai cabang biologi menyebabkan biolog bukan sekedar mampu mengamati berbagai fenomena alam dan makhluk yang ada, namun juga mampu memperkirakan keturunan, menyarankan persilangan (perkawinan) bahkan merekayasa organisme keturunan untuk memperoleh sesuatu yang lebih “baik”.

Genetika juga tidak membatasi objek penelaahan sebagai target pengambangan ilmu, manusia dijadikan sebagai objek penelitian, yang belum pernah dilakukan sebelumnya Dalam hal ini lengkaplah sudah bahwa anggapan tersebut seolah mendekati kebenaran; “Biologi (Genetika) adalah cabang ilmu yang memonopoli kekuasaan Tuhan sebagai pencipta (Al-Khaliq) terhadap ciptaan (Makhluq)- Nya”.

Babakan baru dari dunia ini adalah penemuan rekayasa genetika pada manusia. Manusia telah berhasil memetakan gennya dalam proyek raksasa “The Human Genome Project”. Dengan data ini manusia mempunyai peta informasi untuk mengeksplorasi fungsi dan potensi dari tiap gen dalam tubuh manusia. Mulai dari gen yang menentukan bentuk fisik manusia, gen penyebab kanker, gen yang membentuk ingatan, gen yang menciptakan kecerdasan, bahkan gen khusus yang mengatur proses penuaan.

Ini nantinya akan memungkinkan dilakukannya rekayasa genetika untuk menciptakan manusia-manusia masa depan yang sangat unggul. Manusia dengan kesehatan sempurna, terbebas dari penyakit, berumur lebih dari 100 tahun dan mempunyai kecerdasan mendekati genius. Bayangkan bila manusia menemukan gen spesial yang membuat Einstein menjadi genius. Lalu gen itu bisa ditransfer ke seluruh umat manusia. Atau keunggulan fisik David Beckham, atau bahkan kharisma John F. Kennedy. Dalam makalah ini akan coba diuraikan apa itu rekayasa genetika, bayi kloning dan bayi tabung.

A.   Rekayasa Genetika

1.    Ontologi Rekayasa Genetika

Disini dibicarakan mengenai Hakikat Rekayasa Genetika dan Struktur Keilmuan Rekayasa Genetika.

1. Hakikat Rekayasa Genetika

Rekayasa Genetika merupakan puncak perkembangan bioteknologi yeng terjadi saat ini, dalam praktiknya, pengembangan rekayasa genetika tidak terpisah dengan pengembangan cabang ilmu biologi lain yang terkait, diantaranya seperti Evolusi, Biologi Molekuler, Biologi Sel, Biokomia, dan sebaginya.

Rekayasa genetika pada hakikatnya adalah terjadinya proses perubahan sifat pada makhluk hidup secara disengaja. Perubahan ini dapat bersifat permanen ataupun sementara waktu. Rekayasa genetika dilakukan dengan dua jenis tujuan yaitu, membudidayakan gen yang mengandung sifat-sifat yang menguntungkan serta membuang gen yang membawa sifat yang merugikan. Dengan cara melakukan pemotongan rantai DNA yang didalamnya terkandung kode genetic, kita dapat memperoleh susunan kode genetik yang baru sehingga pada gilirannya akan menghasilkan sifat penampakkan yang baru pula. Sangat mungkin terjadi bahwa manusia mampu membentuk struktur manusia lain yang memiliki kekebalan tubuh yang berbeda, kemampuan bertahan terhadap penyakit yang lebih tinggi, dengan bentuk baru yang tak dapat kita bayangkan sebelumnya, bahkan dengan cara mengambil rantai DNA dan mengembangbiakannya dalam media khusus dapat dilahirkan manusia-manusia baru dengan bentuk yang sama persis dengan sel induknya, tanpa memerlukan perkawinan (Cloning).

Perkembangan yang sangat pesat ini menimbulkan berbagai kegundahan bagi setiap ilmuwan yang menggelutinya, dituntut tanggung jawab sosial dan moral dari setiap ilmuwan dalam mengembangkan tori yang dimilikinya. Teknologi rekayasa genetika tidak menjadi masalah jika hal tersebut jelas-jelas memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan dalam bentuk yang tidak “Mengubah stabilitas ciptaan Tuhan” akan tetapi hal tersebut akan menjadi masalah apabila teknologi tersebut dimiliki oleh ilmuwan yang memiliki tanggungjawab moral dan sosial yang rendah.

2. Struktur Keilmuan

Page 2: UAS FILSAFAT

Penggunaan Teknologi Rekayasa Genetika saat ini sudah mencapai tingkat rekayasa molekuler, beberapa contoh berikut ini meunjukkan bahwa perkembangan rekayasa genetika memiliki kemajuan dari waktu ke waktu:

a. Hewan dan Tumbuhan

1). Hibridisasi dan Bibit Unggul

Penggunaan hibridisasi dan bibit unggul dalam dunia pertanian sebenarnya telah digunakan berpuluh tahun yang lalu, dalam hal ini kita mengenal bermacam tumbuhan dan hewan yang dianggap “unggul” baik dari segi produktifitas maupun dari ketahanan tubuhnya, dengan menggunakan rekayasa genetika (digunakan penyinaran dengan panjang gelombang tertentu pada saat hewan dan tumbuhan masih dalam bentuk benih) dihasilkan kelapa hibrida, jagung hibrida, sapi bibit unggul, ayam berkaki pendek namun berdaging tebal, dan sebagainya.

2). Inseminasi Buatan

Persilangan tradisional pada hewan maupun tumbuhan mensyaratkan tersedianya pasangan jantan dan betina yang akan menurunkan sifat genetisnya, tatkala jarak dan waktu memisahkan keduanya, dapat diatasi dengan cara inseminasi buatan. Sel sperma sapi jantan unggul dimodifikasi dan dibekukan supaya tahan ke tempat tujuan untuk kemudian disuntikkan kepada sel telur individu local, hasilnya berupa keturunan sapi unggul (Fries Holland, Australian, dll)

3). Sistem Kekebalan Tubuh

Peningkatan system kekebalan tubuh pada tumbuhan maupun hewan dapat dilakukan dengan cara merekayasa genetisnya, dengan radiasi sinar yang memiliki panjang gelombang tertentu (sering digunakan sinar alfa, atau radiasi sinar x) dihasilkan padi VUTW (varietas unggul tahan wereng, jeruk unggul anti hama, dll)

4). Penemuan Vaksin Hewan

Dengan cara memotong strike DNA pada inang, kemudian bagian gen yang tidak diinginkan dibuang dengan sengaja, kemudian organisme tersebut dirangsang untuk berkembang biak, hasilnya adalah berupa berbagai macam organisme yang memiliki ketahanan terhadap penyakit, organisme tersebut dapat dimanfaatkan untuk membentuk kekebalan tubuhnya sendiri yang diambil menjadi vaksin penyakit, seperti vaksin H3N1 untuk pemberantasan virus flu burung.

b. Rekayasa Genetika pada Manusia

Beberapa tahun lalu, kita dikejutkan oleh berbagai macam hasil teknik rekayasa genetika yang diterapkan pada manusia, diantaranya adalah:

1). Bayi Tabung dan Bank Sperma

Teknologi bayi tabung pertama kali diperkenalkan sebagai alat bantu kopulasi diluar tubuh, manusia yang tidak bisa melakukan pembuahan karena satu dan lain namun memiliki sel kelamin yang baik, sel telur dan sel sperma diambil untuk kemudian dipertemukan didalam tabung percobaan, melalui kopulasi di luar tubuh dihasilkan zigot, yang kemudian ditanam kembali ke dalam rahim ibunya atau ke dalam rahim wanita lain yang sehat. Penyediaan Bank Sperma dimaksudkan untuk menyimpan berbagai macam sperma untuk dapat dimanfaatkan pasangan yang memiliki keterbatasan waktu dan tempat (semacam inseminasi yang dilakukan pada manusia).

2). Penamuan Vaksin dan Obat-obatan

Proses pembuatan vaksin pada manusia pada prinsipnya sama dengan pembuatan vaksin pada hewan, DNA Inang dipotong, kemudian dimasukkan DNA tertentu yang dimiliki bakteri penyebab penyakit, sehingga menyebabkan inang membentuk kekebalan terhadap penyakit yang di ”cangkokkan”, selanjutnya organisme tersebut dirangsang untuk berkembang biak, hasilnya adalah berupa vaksin-vaksin yang diproduksi inang dan diturunkan, hal ini sering digunakan dalam dunia kedokteran misalnya proses pembuatan vaksin Hepatitis B, atau untuk menghasilkan hormon seperti insulin, dan sebagainya.

c. Gambaran Rekayasa Genetika Masa Depan:

1). Organ Buatan

Dewasa ini, dikembangkan pembuatan organ buatan, sel dari jaringan aslinya diambil dan ditumbuhkan untuk menjadi organ yang sama, saat ini yang telah terjadi di dunia kedokteran adalah pengembangan katup jantung. Selanjutnya bukan tidak mustahil bahwa terdapat berbagai organ buatan seperti jantung buatan, mata buatan, dsb.

2). Kloning

Teknologi Kloning sebenarnya telah mampu dikuasai manusia, berdasarkan prinsip Tottipotensi, setiap sel dalam tubuh makhluk hidup mampu dikembangkan menjadi organisme klon yang sama persis dengan induknya. Beberapa tahun lalu, seorang biolog berkebangsaan Austria berhasil mengkloning Domba yang dia beri nama Dolly, domba ini diambil sel telurnya untuk kemudian dikembangkan diluar tubuh tanpa terjadinya persilangan. Hasilnya adalah beberapa ekor anak domba yang sama persis dengan induknya.

Dalam dunia tumbuhan, teknologi ini sebenarnya telah sering digunakan, kultur jaringan adalah bentuk lain teknologi cloning yang dilakukan pada tumbuhan. Beberapa waktu lalu, seorang ilmuwan korea bahkan mengaku siap melakukan cloning pada manusia, diperkirakan pada tahun 2010 nanti akan muncul manusia baru hasil Kloning.

3). Tanaman Transgenik

Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali. Transgene diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu. Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, disisipkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu. Gen ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung.

Page 3: UAS FILSAFAT

Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari, 2003).

4). Mutant

Proses perubahan species melalui rekayasa genetika memerlukan banyak species percobaan, diperkirakan bahwa dari species percobaan yang ada, akan terdapat ketidakseimbangan individu karena memiliki sifat-sifat asing yang berbeda dari induknya, hal inilah yang disebut dengan mutant. Keberadaan mutant saat ini masih diragukan, karena disamping teknologi genetika belum mencapai tingkat organisme manusia secara utuh, hal ini dianggap melanggar moral dan tanggungjawab ilmuwan, PBB sebagai badan dunia dengan organisasi turunannya telah melarang percobaan rekayasa genetika bagi manusia yang belum jelas manfaat dan stabilitas organisme yang dihasilkannya.

Epistemologi Rekayasa Genetika

Disini diuraikan tentang bagaimana teknik rekayasa genetika diperoleh, dan objek apa saja yang menjadi telaahan rekayasa genetika.

a.    Bagaimana Teknik Rekayasa Genetika Diperoleh.

Jauh sebelum Charles R Darwin (Bapak Evolusi) menerbitkan buku fenomenalnya berjudul “On The Origin Of Species by Means of Natural Selection”, Manusia telah mempercayai bahwa terdapat proses penurunan sifat dari induk kepada keturunannya. Aristoteles (384-323 SM), menyatakan bahwa dalam mengubah organisme dari bentuk sederhana menjadi lebih kompleks dan sempurna adalah berdasarkan metafisika, Jean Baptiste Lamarck (1744-1829) menyatakan bahwa perubahan makhluk hidup justru dipengaruhi lingkungan, bukan pembawaan. Akan tetapi dibandingkan teori sebelumnya, Teori Darwin jauh lebih diterima karena menyertakan bukti-bukti atau fakta yang mendukung dan merupakan hasil penelitian ilmiah secara berpuluh-puluh tahun, teori ini juga mampu mendorong para ahli untuk kebenaran teori tersebut.

Semenjak Teori Darwin dikemukakan, perkembangan biologi maju lebih pesat, berbagai macam pertanyaan mengenai konsep penurunan sifat terjawab dengan lengkap.

Pada perkembangan selanjutnya, genetika menjawab keraguan Darwin dengan fakta sebaliknya, Sulit sekali mengakui bahwa dalam perkembangan alamiah terdapat evolusi lompat species, melalui penelitian kacang ercis selama bertahun-tahun, Gregor Mendel (1866) menyatakan bahwa sifat makhluk hidup diturunkan dari induk kepada keturunannya. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya substansi Genetika sebagai faktor pembawa sifat, akan tetapi hasil penelitian tersebut justru mementahkan teori spesiasi Darwin, karena pada kenyataannya dibutuhkan waktu yang lebih lama serta spesies peralihan yang lebih banyak sebelum menghasilkan menghasilkan spesies yang baru.

Perkembangan genetika masa kini ditandai dengan penggunaan teknologi nano sebagai perangkat perubah penurunan sifat, keyakinan bahwa terdapatnya subjek tertentu yang merepresentasikan sifat individu yang dapat diturunkan diikuti dengan diketemukannya Gen (W.Johanssen) sebagai unit terkecil dalam faktor individu pembawa sifat. Gen terdapat dalam kromosom seseorang (W. Waldayer) berisikan substansi genetic yang merepresentasikan sifat seseorang secara utuh, Mengubah gen berarti mengubah sifat individu, dengan cara menemukan substansi yang tepat dan mengubahnya, maka kita dapat menghasilkan individu dengan sifat yang berbeda dari keturunannya, hal inilah yang kemudian dikembangkan sebagai teknik rekayasa genetika.

Teknologi rekayasa genetika semakin lama semakin berkembang pesat, sejak awal perkembangan biologi (genetika khususnya) menjadi sorotan dalam ilmu pengetahuan, manusia tetap menjadi objek penelitian, hal ini sebenarnya sesuai dengan tujuan ilmu untuk mempermudah kehidupan manusia, namun apa kemudian yang akan terjadi andaikata teknologi rekayasa genetika diterapkan sepenuhnya, akan lahir anak dari rahim yang berbeda dengan ibu pemilik sel telur aslinya, akan diciptakan manusia-manusia “tiruan” dalam bentuk dan sifat yang sama dengan garis keturunan yang tidak jelas, akan muncul jenis hewan yang bentuknya disesuaikan kebutuhan manusia; semangka tanpa biji, kambing berkaki pendek, ayam yang terus-menerus bertelur tanpa dibuahi dan sebagainya.

b.    Objek Telaah Rekayasa Genetika

a. Substansi Hereditas

1). Gen dan Kromosom

Genetika adalah cabang ilmu biologi yang menelaah masalah-masalah penurunan sifat dalam diri makhluk hidup, gen seseorang tersimpan dalam setiap segmen atau lokus kromosom, gen tersusun dari polimer nukleotida yang terdiri dari DNA dan RNA. Morgan menyatakan bahwa setiap gen menempati lokus yang khas dan kompak serta mengandung informasi genetic yang mengatur sifat tertentu (lihat gb.1). Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa terdapat dua jenis kromosom dalam makhluk hidup yang disebut autosom (kromosom tubuh) dan gonosom (kromosom kelamin). Setiap makhluk hidup memiliki jumlah kromosom yang berbeda, jumlah kromosom manusia diketahui sebanyak 46 (22 ps autosom dan 1 ps gonosom) semakin banyak jumlah gen dalam kromosom, semakin banyak variasi sifat yang dihasilkannya. Hal ini pula yang menjawab mengapa manusia dilahirkan dalam bentuk yang berbeda-beda.

2). DNA dan RNA

DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) adalah bahan genetic primer, terdiri atas monomer yang meliputi gugusan Fosfat, Gula pentosa dan Basa nitrogen. Basa nitrogen dalam DNA terdiri atas purin (adenin dan guanin) dan pirimidin (sitosin dan urasil) menyusun struktur tangga tali terpilin double helix, pasangan basa nitrogen selalu tetap, yaitu Adenin dengan Timin dan Guanin dengan Sitosin. DNA mampu melakukan replikasi sehingga memunculkan lokus gen yang lebih banyak yang selanjutnya akan menghasilkan pembelahan sel yang baru. RNA (Ribosa Nucleic Acid) merupakan rangkaian tunggal nukleotida dengan padangan Purin (Adenin dan Guanin) serta Pirimidin (Sitosin dan Urasil). RNA merupakan alat Bantu dan substansi genetic pembawa sifat dari DNA yang sedang melakukan Replikasi (RNAd, RNAt dan RNAr).

b. Penurunan Sifat

1). Hukum Mendel

Page 4: UAS FILSAFAT

Menurut Mendel, penurunan sifat seseorang dapat diperhitungkan, beberapa hokum Mendel yang penting diantaranya adalah persilangan galur murni baik F1, F2 dst, galur intermediate, polimeri, epistasis dan hipostasis, kriptomeri, dan komplementer.

2). Penyakit Keturunan (Pautan Gen)

Beberapa penyakit diketahui dapat diturunkan, hal ini terjadi apabila penyakit/kelainan yang dimiliki seseorang tersebut terpaut gen, beberapa contoh penyakit/kelainan terpaut gen tubuh diantaranya albino dan gangguan mental, terpaut gen kelamin diantaranya buta warna, haemofilia, polidactyla (X) telinga berambut (hyperthrycosis) rambut kasar (hystryc gravier) (Y).

3). Golongan Darah dan jenis Kelamin

Landsteiner (1990) menemukan bahwa terdapat 4 macam golongan darah pada manusia diantaranya A, B, AB, dan O. keempat golongan darah ini terpaut gen yang terdiri tiga macam alel yang dapat diturunkan. Genetika dapat menunjukkan bahwa anak akan memiliki golongan darah dengan alel yang dimiliki kedua induknya.

4). Mutasi Gen

Substansi genetika dapat berubah strukturnya karena perubahan yang terjadi pada DNA, perubahan tersebut dapat bersifat menurun dan mengakibatkan mutasi gen maupun mutasi kromosom, yang pada gilirannya mengubah struktur atau sifat yang nampak pada organisme.

Mutasi gen dapat terjadi secara alami atau buatan, mutasi alami terjadi dengan penyebab yang belum pasti dapat diketahui, contoh terjadio perubahan macam-macam warna mata pada lalat buah.Mutasi Gen buatan dilakukan dengan hasil usaha manusia, mutasi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen diantaranya panas, sinar kosmis, unsure radioaktif, sinar ultraviolet, radiasi ion, dan sebagainya (Fisika, Kimia maupun Biologis) sehingga menghasilkan sesuatu yang disebut mutant. Mutasi buatan inilah yang kemudian dilakukan secara terarah dalam upaya manusia sehingga diperoleh teknologi rekayasa genetika.

Aksiologi Rekayasa Genetika

1).  Kegunaan Rekayasa Genetika

Rekayasa Genetika dipandang dari segi apapun tetap memiliki manfaat dan mudharat, penerapan teknologi seringkali memunculkan permasalahan baru, hal ini terjadi karena seringkali pemanfaatan teknologi tidak mampu diimbangi oleh perkembangan moral dan pertimbangan stabilitas tatanan kehidupan alamiah, beberapa Teknologi Rekayasa Genetika sebenarnya telah banyak menguntungkan bagi manusia, beberapa hal diantaranya adalah:

a. Rekayasa Genetika banyak dimanfaatkan untuk menghasilkan bahan-bahan pemberantasan penyakit dengan aman dan harga murah, vaksin yang diperoleh dari rekayasa genetika memiliki kemurnian mendekati 100%, pengembangan dunia kedokteran maju dengan pesat, pada teknologi kedokteran masa depan, diharapkan tidak dibutuhkan lagi donor bagi pasien yang membutuhkan cangkok organ.

b. Rekayasa Genetika banyak dimanfaatkan bagi dunia tumbuhan dan hewan, pemilihan bibit unggul, perbanyakan dengan mudah, murah dan terjamin kualitas, dapat mengimbangi kebutuhan manusia dalam menjamin ketersediaan bahan pangan di masa depan.

c. Rekayasa Genetika membantu memprmudah kesulitan manusia dalam memecahkan berbagai masalah keturunan, penghilangan gen yang dikehendaki dapat dilakukan dengan mudah, sehingga diharapkan keturunan berikutnya tidak lagi memiliki kekurangan pada penyakit tertentu, dan lain-lain.

2).  Kerugian dan Penyimpangan Keilmuan.

Perkembangan teknologi selalu diimbangi dengan munculnya berbagai masalah baru, rekayasa genetika menimbulkan beberapa masalah yang merugikan manusia dalam jangka waktu yang panjang diantaranya:

§  Terjadinya perkembangbiakan yang tidak terkendali dari jenis bakteri/organisme ciptaan baru di laboratorium, baik yang berhasil ataupun gagal mempunyai potensi yang sangat merugikan.

§  Terjadinya ketidakseimbangan ekologis, disebabkan keseragaman individu hasil cloning terhadap ketahanan penyakit, respons ekosistem dan perilaku lain yang menyebabkan biodiversitas bumi terancam gagal.

Bayi Tabung

Teknologi bayi tabung pertama kali diperkenalkan sebagai alat bantu kopulasi diluar tubuh, manusia yang tidak bisa melakukan pembuahan karena satu dan lain namun memiliki sel kelamin yang baik, sel telur dan sel sperma diambil untuk kemudian dipertemukan didalam tabung percobaan, melalui kopulasi di luar tubuh dihasilkan zigot, yang kemudian ditanam kembali ke dalam rahim ibunya atau ke dalam rahim wanita lain yang sehat.

Penyediaan Bank Sperma dimaksudkan untuk menyimpan berbagai macam sperma untuk dapat dimanfaatkan pasangan yang memiliki keterbatasan waktu dan tempat (semacam inseminasi yang dilakukan pada manusia).

Setelah Dr. Patrick Steptoe dan Dr. Robert Edwards pada tahun 1978 berhasil melakukan teknik spektakuler “fertilisasi in vitro”, dunia kedokteran mengalami perkembangan yang sangat pesat dan mengagumkan dalam penanganan masalah infertilitas dan di bidang rekayasa genetika manusia. Teknik yang selanjutnya dikenal dengan istilah “Bayi Tabung” ini berkembang ke seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Page 5: UAS FILSAFAT

Istilah Bayi Tabung ( tube baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “In Vitro Fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah hukum Islam dikenal dengan “Thifl al-Anâbîb” atau “Athfâl al-Anbûbah”. Sedangkan Inseminiasi Buatan (Artificial Insemination) dalam hukum Islam dikenal dengan sebutan “At-Talqîh al-Shinâi”.

Secara teknis, kedua istilah ini memiliki perbedan yang cukup signifikan, meskipun memiliki tujuan yang hampir sama yakni untuk menangani masalah infertilitas atau kemandulan. Bayi Tabung merupakan teknik pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur isteri yang masing-masing diambil kemudian disatukan di luar kandungan (in vitro) – sebagai lawan “di dalam kandungan” (in vivo) - . Biasanya medium yang digunakan adalah tabung khusus. Setelah beberapa hari, hasil pembuahan yang berupa embrio atau zygote itu dipindahkan ke dalam rahim. Sedangkan teknik Inseminasi Buatan relatif lebih sederhana. Yaitu sperma yang telah diambil dengan alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan.

Teknik Bayi Tabung diperuntukkan bagi pasangan suami isteri yang mengalami masalah infertilitas. Pasien Bayi Tabung umumnya wanita yang menderita kelainan sebagai berikut : (1) kerusakan pada saluran telurnya, (2) lendir rahim isteri yang tidak normal, (3) adanya gangguan kekebalan dimana terdapat zat anti terhadap sperma di tubuh isteri, (4) tidak hamil juga setelah dilakukan bedah saluran telur atau seteleh dilakukan pengobatan endometriosis, (5) sindroma LUV (Luteinized Unruptured Follicle) atau tidak pecahnya gelembung cairan yang berisi sel telur, dan (6) sebab-sebab lainnya yang belum diketahui. Sedangkan pada suami, teknik ini diperuntukkan bagi mereka yang pada umumnya memiliki kelainan mutu sperma yang kurang baik, seperti oligospermia atau jumlah sperma yang sangat sedikit sehingga secara alamiah sulit diharapkan terjadinya pembuahan.

No Nama Teknik/ Jenis Teknik

Sperma Ovum Media Pembuahan

Hukum Alasan/Analogi hokum

1 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis I

Suami Isteri Rahim Isteri Halal Tidak melibatkan Orang lain

2 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis II

Suami Isteri Rahim orang lain/ titipan/ sewaan

Haram Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina

3 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis III

Suami Orang lain/ donor/ bank ovum

Rahim Isteri Haram Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina

4 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis IV

Suami Orang lain/ donor/ bank ovum

Rahim orang lain/ titipan /sewaan

Haram Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina

5 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis V

Orang lain/ donor/ bank sperma

Isteri Rahim Isteri Haram Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina

6 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VI

Orang lain/ donor/ bank sperma

Isteri Rahim orang lain/ titipan/ sewaan

Haram Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina

7 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VII

Orang lain/ donor/ bank sperma

Orang lain/ donor/ bank ovum

Rahim isteri sebagai titipan / sewaan

Haram Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina

8 Bayi Tabung (IVF-ET) Jenis VIII

Suami Isteri Isteri yang lain (isteri ke dua, ketiga atau keempat)

Haram Melibatkan orang lain dan dianggap membuat kesulitan dan mengada-ada

9 Inseminasi Buatan dengan sperma suami (Arificial Insemination by a Husband = AIH)

Suami Isteri Rahim Isteri Halal Tidak melibatkan orang lain

10 Inseminasi Buatan dengan sperma donor (Arificial Insemination by a Donor = AID)

Donor Isteri Rahim Isteri Haram Melibatkan orang lain dan dianalogikan dengan zina

Page 6: UAS FILSAFAT

Setelah sperma dan sel telur dicampur didalam tabung di luar rahim (in vitro), kemudian hasil campuran yang berupa zygote atau embrio yang dinyatakan baik dan sehat itu ditransplantasikan ke rahim isteri atau rahim orang lain. Secara medis, zigot itu dapat dipindahkan ke rahim orang lain. Hal ini disebabkan karena rahim isteri mengalami gangguan antara lain: (1) kelainan bawaan rahim (syndrome rokytansky), (2) infeksi alat kandungan, (3) tumor rahim, dan (4) Sebab operasi atau pengangkatan rahim yang pernah dijalani. Berikut tabel hukum teknik Bayi Tabung dan Inseminasi Buatan:

(Fathurin:2008)

Kloning

istilah 'cloning' berasal dari kata ‘klon’ (Yunani) yang berarti potongan/pangkasan tanaman, dalam bahasa Inggris disebut Clone yang berarti duplikasi, penggandaan, membuat objek yang sama persis. Dalam konteks sains, cloning didefinisikan sebagai sebuah rekayasa genetika dengan cara pembelahan dan pencangkokan sel dewasa di laboratorium dan bila telah berhasil kemudian dibiakkan dalam rahim organisme. Dalam bahasa Arab disebut al-Instinsākh. Ada yang meng-Indonesiakan kata clonus yang di-Inggriskan menjadi cloning, clonage.(Perancis) menjadi Klonasi.

Pengertian sederhana kloning adalah cangkok; yaitu penggabungan unsur-unsur hayati dua atau lebih untuk memperoleh manfaat tertentu. Di bidang biologi molekuler, pengertian kloning ini sering dikonotasikan dengan teknologi penggabungan fragment (potongan) DNA, sehingga pengertiannya identik dengan teknologi rekombinan DNA atau rekayasa genetik. Namun pengertian di luar itu juga masih tetap digunakan, misalnya  kloning domba dsb, yang merupakan “penggabungan” unsur inti sel dengan  sel telur tanpa inti.

Kloning juga didefinisikan sebagai teknik membuat keturunan derngan kode genetik yang sama dengan induknya, pada manusia kloning dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah di ambil intinya lalu disatukan dengan sel somatic dari suatu organ tubu, kemudian hasilnya ditanamkan dalam rahim seperti halnya pada bayi tabung.

Kontroversi kloning semakin hebat ketika teknologi ini diterapkan untuk manusia. Dengan memperhatikan sisi positif dan sisi negatifnya, ada desakan agar para agamawan, ahli politik, ahli hukum dan pakar kemasyarakatan segera merumuskan aturan mengenai pemakaian teknologi kloning. Desakan tersebut antara lain didasarkan pandangan bahwa kloning merupakan “intervensi penciptaan” yang dilakukan manusia terhadap “tugas penciptaan” yang dilakukan oleh Sang Pencipta. Selain masalah etis yang menjadi keprihatinan utama, para ilmuwan yang sudah melakukan kloning binatang juga mengingatkan bahwa banyak masalah yang muncul pada hasil kloning misalnya pada sapi. Mereka menganggap bahwa kloning manusia merupakan tindakan yang gegabah jika masalah kloning binatang saja belum bisa di atasi. Terlebih lagi jika teknologi tersebut ditangani oleh ilmuwan yang tidak bertanggung jawab.

Penolakan terhadap kloning pada manusia juga terjadi dinegara yang sangat maju seperti Amerika Serikat. Jajak pendapat yang dilakukan beberapa waktu yang lalu menunjukkan bahwa 89 persen masyarakat Amerika Serikat menentang penerapan teknologi tersebut pada manusia (Kompas, 2008). Meskipun banyak mendapatkan tantangan, mereka yang prokloning yakin bahwa kontroversi kloning akan berakhir sama dengan kontroversi bayi IVF 20 tahun silam. Sebelum Louise Brown, bayi hasil teknologi IVT 25 tahun silam, dilahirkan, 85 persen masyarakat Amerika Serikat menentang teknologi bayi tabung, namun kini, menurut mereka yang prokloning, masyarakat di negara tersebut tidak lagi menentangnya.

B. Context of Discovery dan Context of Justification

Polemik di atas menunjukkan bahwa ilmu tidak terlepas dengan sistem nilai. Kaitan ilmu dan sistem nilai telah lama menjadi bahan pembahasan para pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, Wilardjo, Slamet Iman Santoso, dan Suriasumantri (Jujun Suriasumantri, 1996 : 2). Ternyata pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban yang sama dari para ilmuwan apa lagi dari masyarakat luas. Ada dua kelompok ilmuwan yang masing-masing punya pendirian terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama, kelompok yang memiliki kecenderungan puritan-elitis, menghendaki ilmu harus bersifat netral terhadap sistem nilai (Keraf dan Dua, 2001: 151). Mereka berusaha agar ilmu dikembangkan demi ilmu. Menurut mereka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya dipergunakan untuk apa, terserah pada yang menggunakannya, ilmuwan tidak ikut campur. Kelompok kedua, kelompok yang memiliki kecenderungan pragmatis, beranggapan bahwa ilmu dikembangkan demi mencari dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan dalam alam semesta ini (Keraf dan Dua, 2001: 153). Mereka juga berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral (Jujun S., 2005 : 235). Adanya perbedaan pandangan tersebut dapat dipahami dari konteks perkembangan ilmu. Ada dua konteks berkenaan dengan hal tersebut, yaitu context of discovery dan context of justification. Kedua konteks ini merupakan jawaban sekaligus jalan keluar terhadap polemik di atas (Keraf dan Dua, 2001: 154).

1. Context of Discovery

Yang dimaksud dengan context of discovery adalah konteks di mana ilmu dikembangkan (Keraf dan Dua, 2001: 154). Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu ditemukan dan berkembang dalam konteks ruang, waktu, dan situasi tertentu. Ilmu tidak muncul secara tiba-tiba, ada konteks tertentu yang melatar belakangi muncul dan berkembangnya ilmu. Tidak bisa disangkal bahwa ilmuwan dalam melakukan kegiatan ilmiahnya termotivasi oleh keinginan tertentu, baik yang bersifat personal maupun kolektif, baik untuk penelitian ilmiah murni maupun untuk memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan. Berkenaan dengan motivasi yang disebutkan terakhir, Rinjin (1997: 10) menyatakan bahwa necessity is the mother of science, bahwa kebutuhan bisa menjadi ibunya penemuan.

Berdasarkan tinjauan context of discovery dapat dipahami bahwa ilmu tidak bebas nilai. Bahwa ilmu muncul dan berkembang karena desakan dari nilai-nilai tertentu.

2. Context of justification

Context of justification adalah konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah (Keraf dan Dua, 2001: 156). Ada paradigma yang menyatakan bahwa ilmu merupakan kesatuan dari proses, prosedur, dan produk. Sebagai suatu produk, ilmu merupakan pengetahuan sistematis yang diperoleh dari aktivitas yang didasarkan pada prosedur-prosedur tertentu. Dalam hal inilah kebenaran ilmiah merupakan satu-satunya nilai yang harus dijadikan acuan. Nilai-nilai lain, diluar nilai kebenaran ilmiah harus dikesampingkan.

Page 7: UAS FILSAFAT

C.   Ilmu dalam Perspektif Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Polemik yang terjadi berkenaan dengan teknologi kloning dapat disikapi secara kritis berdasarkan context of justification dan context of discovery. Dari sisi context of justification, kebenaran teknologi kloning tidak bisa dibantah, dalam arti temuan tersebut diperoleh melalui prosedur dan pengujian yang telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah. Dari sisi context of discovery, harus dipertanyakan apakah hasil dari teknologi kloning tersebut berguna? Jika ternyata tidak berguna bagi kehidupan manusia, bahkan ternyata merendahkan martabat manusia, teknologi tersebut harus ditolak dan usaha tersebut harus dihentikan. Ditolaknya hasil teknologi tersebut bukan karena tidak benar, tetapi karena tidak memiliki manfaat bagi kehidupan manusia.

Apa yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa etika keilmuan tidak hanya menyangkut proses ditemukannya kebenaran ilmiah saja tetapi lebih luas dari itu. Bahwa etika keilmuan, menurut Suriasumantri hendaknya dikaji secara cermat dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Suriasumantri (1996 : 15 – 16) mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.

3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek penelaahannya (objek ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, dan tidak mencampuri masalah kehidupan.

4. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan yang berporoskan proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan argumentasi an sich.

5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan / kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.

Contoh bayi kloning yaitu Eve, bayi perempuan hasil cloning pertama didunia kini berusia 5 tahun, sehat dan kini mulai menginjak pendidikan Taman Kanak Kanak di pinggiran kota Bahama. Era manusia super mungkin bakal segera terwujud. Dunia tidak akan kekurangan stok manusia-manusia super genius sekelas Albert Einsten atau atlet handal sekelas Carl Lewis atauaktris sensual Jennifer Lopez. Manusia-manusia super itu bakalan tetap lestari di muka bumi. 100% sama persis, yang beda hanya generasinya.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kedokteran telah menghilangkan ketidakniscayaan itu. Melalui teknologi kloning, siapapun bisa diduplikasi. Klaim Clonaid, perusahaan Bioteknologi di Bahama, yang sukses menghasilkan manusia kloning pertama di dunia dengan lahirnya Eve, 26 Desember 2002 lalu makin mendekatkan pada impian tersebut. Walaupun ini masih sebuah awal. Clonaid adalah sebuah perusahaan yang didirikan sekte keagamaan Raelians tahun 1997. Mereka mempercayai kehidupan di bumi diciptakan mahluk angkasa luar melalui rekayasa genetika.

Kloning terhadap manusia (Eve) merupakan sebuah keberhasilan para ilmuwan Barat dalam memanfaatkan sains yang akhirnya mampu membuat sebuah kemajuan pesat yang telah melampaui seluruh ramalan manusia. Betapa tidak, cara ini dianggap sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas keturunan: lebih cerdas, kuat, rupawan, ataupun untuk memperbanyak keturunan tanpa membutuhkan proses perkembangbiakan konvensional. Revolusi Kloning Manusia ini semakin memantapkan dominasi sains Barat terhadap kehidupan manusia, termasuk kaum Muslim, apalagi, efek berikutnya dari perkembangan revolusi ini yaitu penggunaan dan pemanfaatannya akan selalu didasarkan pada ideologi tertentu. Bagi kaum Muslim sendiri, meskipun eksperimen ilmiah dan sains itu bersifat universal, dalam aspek penggunaannya harus terlebih dulu disesuaikan dengan pandangan hidup kaum Muslim. Persoalan yang pertama adalah terkait dengan kontroversi adanya “intervensi penciptaan” yang dilakukan manusia terhadap “tugas penciptaan” yang semestinya dilakukan oleh Allah SWT. Dan persoalan yang kedua adalah bagaimana posisi syariat menghadapi kontroversi pengkloningan ini. Apakah syariat mengharamkan atau justru sebaliknya menghalalkan.